• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penerapan Akuntansi Untuk Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Penerapan Akuntansi Untuk Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

RETRIBUSI DAERAH PROVSU

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi (S.Ak)

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Nama

: SESILIA

NPM

:

1405170289

Program Studi

: AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Sesilia. NPM. 1405170289. ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI UNTUK

PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

PENGHASILAN PASAL 23 PADA BADAN PENGELOLAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH PROVSU.

Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara, tanpa adanya pajak sebagian kegiatan pemerintah akan terhambat pelaksanaannya. Salah satu pajak yang diterapkan pemerintah adalah pajak penghasilan pasal 23. Yaitu pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggara kegiatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perhitungan, pemotongan, pencatatan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu apakah telah sesui dengan Undang-Undang Pajak No. 36 Tahun 2008.

Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu membahas masalah dengan cara pengumpulkan, menguraikan, menghitung, dan membandingkan suatu keadaan serta menjelaskan suatau keadaan, pencatatan dan pelaporan PPh pasal 23 pada Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu belum sesuai Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008. Kedepannya apabila terjadi kesalahan dalam pencatatan dan perhitungan pada pengisian daftar potong, sebaiknya pimpinan bagian keuangan pada Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu langsung melakukan koreksi pada Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Pasal 23 sebelum dilakukan pemeriksaan.

(7)
(8)

Assalamu’alaikumWr.Wb

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan rahmat yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenu hi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Akuntansi Progran Studi Akuntansi pada Fa kultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muahammadiyah Sumatera Utara. Tidak lupa pula sola wat dan salam bagi junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua.

Dalam kesempatan ini penulis mengucap kan banyak terimakasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain:

1.Ter istimewa ayah nda tersayang Ujang dan ibu nda tercinta Rohani dan Saudara –

saudari tercinta Liza Wati Am.keb, Syarifuddin S.pd, Nila Wati S.pd, Murni S.pd dan adik nda Willyagustina yang telah memberi dorongan, semangat, kasih saying dan do’a dukungan moril maupun materil sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar.

2. Bapak Dr. H Agussani, MAP selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

3. BapakJanuri, S.E, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

(9)

5. Bapak Syamsul Bahri S,E, AK, MM sebagai Dosen Pembimbing dalam penulis skripsi ini.

6. Seluruh staff pengajar dan pegawai Universitas Muhammadiyan Sumatera Utara yang telah banyak berjasa memberikan ilmu dan mendidik penulis selama masa perkuliahan.

7. Pimpinan dan seluruh karyawan Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan data yang penulis perlukan dalam pembuatan skripsi ini.

8. Sahabat penulis Black Queen Amel, Putri, Ema, dan Deli yang penulis sayangi dan yang penulis anggap saudara juga, teman cowok bg Habib, bg Baringin, bg Rizwan dan Ridwan da n teman teman kos tiyo water yang senantiasa bersedia berbagi suka maupun duka penulisan dan telah memberikan semangat kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.

9. Seluruh teman teman penulis dikelas A Akuntansi siang stambuk 2014 yang telah mendukung penulis selama ini dan teman teman seperjuangan bimbingan yang tidak pernah lelah dalam satu anak bimbingan.

10.Terimakasih kepada Khairul Abdi S.sos seseorang yang memberikan semangat dan dukungan dari kejauhan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.

(10)

karena itu dengan hati yang tulus dan ikhlas penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Dengan bantuan yang penulis dapat kan akhirnya dengan menye rahkan diri dan senantiasa memohon petunjuk serta perlindungan dari Allah SWT semoga amala n dan perbuatan baik tersebut mendapat imbalan yang baik pula. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang akuntansi untuk pembaca.

Medan, Oktober 2018 Penulis

SESILIA 1405170289

(11)

DAFTAR ISI ... i BAB I PENDAHULUAN ... 1 A.LatarBelakangMasalah ... 1 B.IdentifikasiMasalah ... 6 C.PerumusanMasalah... 6 D.TujuandanManfaatPenelitian... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A.UraianTeori ... 9 1.Dasar-dasar Akuntansi ... 9 2.Pajak ... 12 3.PajakPenghasilan ... 18 4. PajakPenghasilan 23 ... 23 5. PenelitianTerdahulu ... 30 B.KerangkaBerpikir ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A.PendekatanPenelitian ... 34

B.DefenisiOperasionalVariabel... 34

C.TempatdanWaktuPenelitian ... 35

D.Sumber Data danJenisData ... 36

E.TeknikPengumpulanData ... 37

(12)

B. Hasil Penelitian ... 44

C. Pembahasan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA

(13)

Tabel I.1 : Data Pajak Penghasilan (PPh) 23 Badan Pengelolaan Pajak dan

Retribusi Daerah Provsu atas jasa Service Tahun 2017 ... 5 Tabel II.2 : Penelitian Terdahulu ... 30 Tabel III.3 : Waktu Penelitian ... 36 Tabel IV.2 : Perbandingan Penerapan Akuntansi dengan Penerapan di Badan

(14)

Gambar II.3 : Kerangka Berfikir ... 33 Gambar IV.1 : Struktur Organisasi ... 43

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia saat ini sebagai salah satu negara berkembang sedang berusaha melaksanakan pembangunan di segala bidang, utamanya adalah bidang ekonomi. Karena perekonomian suatu negara yang baik akan menunjang kehidupan masyarakat, maka pemerintah mengarahkan segala upaya dan kemampuan dari negara untuk pendapatan dana untuk pembiayaan pembangunan tersebut, dan salah satu caranya adalah melalui sektor pajak. Perkembangan dunia perpajakan dapat dilihat dari reformasi perpajakan dan meningkatnya penerimaan dari sektor perpajakan yang dapat dilihat dalam APBD dan APBN.

Pajak merupakan iuran wajib masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan tanpa mendapatkan kontraprestasi secara langsung. Pajak sangat dibutuhkan dalam pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan yaitu dalam penyusunan anggaran pendapatan belanja negara (APBN), Oleh karena itu, penetapan perpajakan yang berdasarkan keadilan dan pemerataan khususnya pajak langsung sebagai salah satu sumber penerimaan negara merupakan salah satu pendukung yang sangat tepat dalam memecahkan masalah pembiayaan negara.

Pajak merupakan tulang punggung penggerak roda pembangunan yang sangat dominan, karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam APBN berasal dari pajak. Pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara. Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat mempunyai peranan yang penting

(16)

dalam pembangunan nasional. Diharapkan pemasukan dari pajak dapat terus dinaikkan salah satu nya dengan mengadakan kebijakan – kebijakan baru seperti ekstensifikasi dan intensifikasi.

Menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, PPh Pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan dengan tarif 2% dan 15%.

Akuntansi dan perpajakan saat ini tidak dapat dipisahkan. karena baik dari sudut pandang pemerintah maupun perusahaan sama-sama memerlukan perhitungan sesuai ketentuan yang berlaku terhadap pembukuan perusahaan, agar nantinya pajak dapat dibayar tanpa merugikan masing-masing pihak, baik pemerintah maupun perusahaan itu sendiri.

Pajak penghasilan sudah beberapa kali mengalami perubahan undang-undang, hal ini dimaksud untuk meningkatkan fungsi dan peranan perpajakan dalam rangka mendukung suatu kebijakan pembangunan nasional, khususnya dibidang ekonomi. Ketentuan mengenai hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang jenis jasa lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Angka 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

(17)

Pemotongan dan pemungutan PPh adalah salah satu bentuk pengumpulan pajak yang mempercayakan pemungutan pajak kepada pihak ketiga. Pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut pada hakikatnya adalah pembayaran di muka. Jumlah pajak yang dipotong atau dipungut ini nantinya akan menjadi pengurang pajak atau kredit pajak dalam SPT tahunan wajib pajak. Pemungutan secara umum berarti pihak yang dipungut membayar pajak diluar dasar pemungutan pajak, misalnya PPN dan PPh Pasal 22 (kecuali bendaharawan). Sedangkan pemotongan secara khusus berarti pihak yang dipotong membayar pajak dengan cara dipotong dari dasar pemotongan pajak.

Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak penghasilan pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu penerapan akuntansi untuk pajak penghasilan pasal 23 yaitu jasa service dan jasa katering, Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu selalu menggunakan jasa service dan jasa katering dalam berbagai kegiatan perusahaan namun dalam perhitungan pajak yang terutang pihak perpajakan Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu sering kali terjadi kesalan atau ketidak samaan jumlah

(18)

hasil perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 dikarenakan sebagian besar masyarakat (wajib pajak) kurang memahami tata cara perhitungan dan bagaimana membuat pelaporan pajak atas PPh pasal 23 sesuai dengan peraturan yang berlaku, Sehingga penulis mengambil objek pajak penghasilan pasal 23 atas jasa service. Seperti yang diketahui jasa service merupakan salah satu jasa yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat luas tak terkecuali sebuah perusahaan, jasa tersebut sangat penting dalam dunia bisnis karena salah satu bentuk penghargaan kepada pelanggan seperti pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu yang menggunakan jasa service dan jasa katering dalam rapat kerja dataupun ceramah.

Perusahaan sebagai wajib pajak badan atau badan atau pemilik perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan pomotong pajak (PPh 23) atas penghasilan yang berhubungan dengan pekerjaan jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh . Kewajiban perusahaan untuk memotong pajak harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan terkait sehingga pajak yang dipotong perusahaan tidak terlalu besar tidak terlalu kecil.

(19)

Tabel I-I

Pajak Penghasilan (PPh) 23 Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu atas Jasa Service Masa Pajak Tahun 20117

Bulan Pemotongan Penyetoran Selisih

Maret Rp. 1.151.484 Rp. 1.225.120 Rp. 73.636 April Rp. 1.795.616 Rp. 2.564.524 Rp. 768.908 Mei Rp. 611.236 Rp. 611.236 - Juni Rp. 489.572 Rp. 294.272 Rp. (195.300) Juli Rp. 1.501.100 Rp. 1.501.100 - Agustus Rp. 1.636.081 Rp. 609.422 Rp. (1.026.659) September Rp. 1.123.138 Rp. 1.123.138 - Oktober Rp. 1.481.534 Rp. 1.659.534 Rp. 178.000 November Rp. 2.414.858 Rp. 2.448.658 Rp. 33.800 Desember Rp. 1.917.048 Rp. 2.140.518 Rp. 223.470

Sumber : Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu

Dari tabel di atas terlihat bahwa ada perbedaan jumlah PPh Pasal 23 pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu di tahun 2017 mengalami selisih pemotongan dengan penyetoran dikarenakan melebihi setiap bulannya tidak sesuai yaitu bulan Maret mengalami selisih Rp. 73.636, bulan April Rp. 768.908, bulan Juni Rp. (195.300), bulan Agustus Rp. (1.026.659), bulan Oktober Rp. 178.000, bulan November Rp. 33.800 dan bulan Desember mengalami selisih Rp. 223.470. Jadi, dari jumlah keseluruhan selisih pemotongan dengan penyetoran yaitu memiliki total Rp. 55.855.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menganalisis dan membahas perhitungan,pemotongan, pencatatan dan pelaporan PPh Pasal 23 dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Analisis Penerapan Akuntansi Untuk

(20)

Pemotongan,Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang penulis angkat dari penelitian yaitu:

1. Besarnya pajak PPh pasal 23 yang dipotong oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu tidak sesuai dengan PPh pasal 23 yang disetor kan nya yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu.

2. Pencataan jumlah pajak PPh pasal 23 yang terutang hampir setiap bulan tidak sesuai dengan jumlah PPh pasal 23 yang disetor .

C. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penelitian adalah:

1. Bagaimana penerapan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh 23 atas Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu ?

2. Bagaimana penerapan akuntansi pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 23 yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu ? 3. Bagaimana penerapan pengenaan tarif pemotongan PPh pasal 23 yang

diterapkan oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu telah sesuai dengan Undang-undang pajak penghasilan No 36 tahun 2008 ?

(21)

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah penelitian ini, maka penulis dapat menetapkan yang menjadi tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana penerapan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu

b. Untuk mengetahui bagaimana penerapan akuntansi pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 23 yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu

c. Untuk mengetahui bagaimana pengenaan tarif pemotongan PPh pasal 23 yang diterapkan oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu telah sesuai dengan perubahan Undang-undang pajak penghasilan No 36 Tahun 2008

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengetahuan dan wawasan penulis serta kemampuan berfikir dalam bidang pemotongan pajak penghasilan 23.

(22)

b. Bagi perusahaan, penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran, saran dan gambaran tentang pemotongan pajak penghasilan sesuaidengan ketentuan perpajakan.

c. Bagi pihak lain, penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang sejenis, khususnya berkaitan dengan perhitungan, pemotongan, dan pelaporan pajak penghasilan Pasal 23.

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Uraian Teori

1. Dasar-Dasar Akuntansi

a. Defenisi Akuntansi

Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepentingan mengenai informasi yang akan membantu manajer, infestor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan didalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah.

Menurut Wilk dan Kwok dalam Agoes (2013, hal 1) mengatakan bahwa:

“Akuntansi adalah sistem informasi yang menghasilkan laporan kepala pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Akuntansi mengacu pada 3(tiga) aktivitas dasar yaitu mengidentifikasi, merekam dan mengomunikasikan kejadian ekonomi yang terjadi pada oreganisasi untuk kepentingan pihak pengguna”.

Menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam Ihsan (2015, hal 2) mengatakan bahwa:

“Akuntansi adalah seni pencatata, penggolongan dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berbeda guna dan dalam bentuk satuan uang dan penginterprestasikan hasil tersebut”.

(24)

Dari kedua defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa akuntansi:

1) Merupakan informasi yang akan membantu menajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain.

2) Yaitu mengidentifikasi, merekam dan mengomunikasikan kejadian ekonomi yang terjadi pada organisasi untuk kepentingan pihak pengguna. 3) Akuntansi adalah seni pencatata, penggolongan dan peringkasan transaksi

dan kejadian yang bersifat keuangan.

b. Siklus Akuntansi

Siklus akuntansi menurut Wilk dan Kwok dalam Agoes (2013, hal 2) dilakukan mulai dari:

1) Menganalisis transaksi-transaksi yang dipersiapkan untuk jurnal. 2) Mencatat akun-akun termasuk debit dan kredit dalam jurnal. 3) Meringkas akun buku besar disesuaikan dan jumlah.

4) Mencatat penyesuaian untuk membawa saldo rekening up to date, menjual dan posting penyesuaian.

5) Menyesuaikan akun buku besar dan jumlah.

6) Menggunakan neraca saldo setelah disesuaikan untuk mempersiapkan laporan keuangan.

7) Menjurnal dan posting entry untuk menutup akun sementara. 8) Tes keakuratan dari prosedur penutupan.

(25)

c. Hubungan Akuntansi Dengan Pajak

Hubungan akuntansi dengan pajak menurut Agoes (2009, hal 7):

“Hubungan akuntansi dengan pajak yaitu : Akuntansi menyajikan informasi tentang keadaan yang terjadi selama periode tertentu bagi manajemen atau pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan tujuan untuk menilai kondisi dan kinerja perusahaan. Sedangkan dalam perpajakan menggunakan istilah pembukuan/pencatatan, bukan menggunakan istilah akuntansi. Akuntansi pajak merupakan bagian dalam akuntansi yang timbul dari unsur spesialisasi yang menurut keahlian dalam bidang tertentu”.

d. Peranan Akuntansi Pajak

Peranan akuntansi pajak menurut Agoes (2009, hal 8) berikut beberapa peran akuntansi pajak diperusahaan yang ternyata cukup signifikan:

1) Merencanakan strategi perpajakan bagi perusahaan(strategi yang positif, bukan mencurangi).

2) Menganalisa serta memprediksi potensi pajak yang akan ditanggung perusahaan di waktu mendatang.

3) Meimplementasikan perlakuan akuntansi atas peristiwa aktivitas perpajakan serta menyanyikan didalam laporan keuangan fiscal maupun laporan keuangan komersial.

4) Mendokumentasikan dan mengarsipkan perpajakan dengan sangat baik serta disajikan bahan pemeriksaan/penilaian kembali dan evaluasi.

(26)

2. Pajak

a. Defenisi Pajak

Defenisi pajak menurut UU KUP Nomor 16 tahun 2009 pasal 1 ayat (1):

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Andriani dalam Lubis (2015, hal 1) mengatakan bahwa: “Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Menurut Soemitro dalam Lubis (2015, hal 1) mengataan bahwa:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditujukan untuk membayar pengeluaran umum”.

Dari kedua defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak:

1) Merupakan iuran rakyat kepada kas negara yang dipungut oleh Negara kepada warga Negara.

2) Pajak dipungut berdasarkan UU pajak dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanannya.

(27)

3) Tanpa ada kontraprestasi langsung dalam pembayaran pajak para pembayar tidak memperoleh kontraprestasi atau jasa timbal balik secara langsung. 4) Digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yang bila

dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai investasi public.

5) Bersifat wijib/dapat dipaksakan.

b. Fungsi Pajak

Menurut Bastari, dkk (2015, hal 3) Pajak didalam masyarakat mempunyai fungsi utama : fungsi budgeter (fungsi financial), fungsi regulered (fungsi mengatur), fungsi distribusi dan fungsi demokrasi:

1) Fungsi Budgeter (Financial)

Fungsi budgeter adalah fungsi untuk memasukkan uang sebanyak banyaknya kedalam kas negara, dengan maksud untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Atau dengan kata lain fungsi budgeter adalah fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara dan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan.

2) Fungsi Regulered ( Mengatur)

Fungsi regulered adalah fungsi pajak untuk mengatur suatu keadaan dalam masyarakat di bidang social, ekonomi, maupun politik sesuai

(28)

dengan kebijakan pemerintah. Beberapa penerapan fungsi mengatur antara lain:

a) Pemberlakuan tariff progresif dengan maksud apabila hal ini diterapkan pada pajak penghasilan maka semakin tinggi penghasilan wajib pajak, tariff pajak yang dikenakan juga semakin tinggi sehingga kebijaksanaan ini berpengaruh besar terhadap usaha pemerataan pendapatan nasiona. Dalam hubungan ini oajak dikenal juga berperan sebagai alat dalam redistribusi pendapata.

b) Pemberlakuan bea masuk tinggi bagi barang-barang import dengan tujuan untuk melindungi (proteksi) terhadap produsen salam negeri, sehingga mendorong perkembangan industry dalam negeri.

c) Pemberian fasilitas tax-holiday atau pembebasan pajak untuk beberapa jenis industry tertentu dengan maksud mendorong atau motivasi para investor atau calon investor untuk meningkatkan calon investasinya. d) Pengenaan pajak untuk jenis barang-barang tertentu dengan maksud agar

menghambat konsumsi barang-barang tersebut diterapkan pada barang mewah sebagaimana PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) mempunyai maksud antara lain menghambat perkembangan gaya hidup mewah.

Disamping fungsi budgeter dan fungsi Regulered pajak juga dapat digunakan untuk menanggulangi inflasi. Pajak ditangan pemerintah bila

(29)

tepat penggunaannya merupakan alat yang ampuh untuk mengatur perekonomian negara.

3) Fungsi Distribusi

Pajak yang dibayar masyarakat sebagai penerimaan negara, pemanfaatannyatidak hanya dinikmati oleh masyarakat diwilayah sekitarnya atau oleh kelompoknya, melainkan oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Fungsi distribusi dibagi menjadi dua:

a) Berdasarkan sector: dijalankan oleh instansi pemerintah sesuai dengan tugas pokoknya. Misalnya pendidikan, kesehatan, infrastruktur.

b) Berdasarkan wilayah: dilakukan melalui pembagian anggaran belanja untuk masing-masing daerah.

4) Fungsi Demokrasi

Sesuai dengan pengertian dan cirri khasnya, pajak ternyata merupakan salah satu perwujudan pelaksanaan demokrasi dalam suatu negara, Pajak berasal dari masyarakat yaitu dibayar masyarakat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Pajak juga dibuat oleh rakyat melalui wakilnya di Parlemen (DPR) dalam bentuk undang-undang perpajakan.

(30)

c. Pembagian Hukum Pajak

Menurut Bastari, dkk (2015, hal 4-5) Hukum pajak dibagi menjadi dua yaitu hokum pajak metrial dan hukum pajak formal. Dengan adanya pembaharuan perundang-undangan perpajakan sejak awal 1984. Hukum pajak material dan hukum pajak formal terpisah dan di atur dalam undang-undang tersendiri.

1) Hukum Pajak Material

Hukum pajak material membuat norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak ini, berapa besar pajaknya.

2) Hukum Pajak Formal

Hukum pajak formal adalah peraturan-peraturan mengenai cara-cara untuk menjalankan hukum material tersebut di atas menjadi suatu kenyataan. Bagian hukum ini membuat cara-cara untuk penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak, control oleh pemerintah terhadap penyelenggaranya, kewajiban para Wajib Pajak(Sebelum dan sesudah menerima surat ketetapan pajak), kewajiban pihak ketiga, dan prosedur dalam pemungutannya.

d. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Bastari, dkk (2015, hal 8-9) dalam pemungutan pajak dikenai beberapa sistem pemungutan, yaitu:

(31)

1) Official Assessment System

Official Assement System adalah sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri – ciri nya :

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutama ada pada fiscus. b)Wajib pajak bersifat pasif.

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiscus.

2) Self Assement System

Self Assement System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri – cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.

b) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung,menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

(32)

3) Withholding System

Withholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang pleh wajib pajak.

Ciri – cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang pada pihak ketiga,pihak selain fiscus dan wajib pajak.

Besarnya ketiga pemungutan pajak di atas dapat disimpulkan bahwa sistem pemungutan pajak merupakan suatu cara yang dilakukan oleh pemerintah dalam menentukan penghitungan,penyetoran,dan pelaporan pajak.

3. Pajak Penghasilan

a. Defenisi Pajak Penghasilan

Berdasarkan pasal 1 Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, pajak penghasilan adalah yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Direktorat Jenderal Pajak,2008). Sedangkan pengertian pajak penghasilan menurut PSAK 46 Revisi 2010 yaitu pajak penghasilan dihitung peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas.

(33)

b. Dasar Hukum Pajak Penghasilan

Undang-undang yang mengatur pajak penghasilan din Indonesia adalah undang-undang No 7 tahun 1983. Undang-undang tersebut telah beberapa kali di ubah, yaitu dengan undang-undang No 7 tahun 1991, Undang-undang No 10 tahun 1994, undang-undang No 17 tahun 2000, undang-undang No 36 tahun 2008, Peraturan pemerintah, Keputusan presiden, Keputusan menteri keuangan, Keputusan direktur jenderal pajak maupun surat Edaran direktur jenderal pajak.

c. Subjek Pajak Penghasilan

Menurut undang-undang Nomor 36 tahun 2008, subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1). Subjek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2) Subjek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.

(34)

3) Subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

a) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b) Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

c) Penerimannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dan,

d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara, dan

4) Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.

d. Bukan Subjek Pajak Penghasilan

Undang-undang nomor 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk objek pajak sebagai berikut:

(35)

2) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3) Organisasi internasional yanjg ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh : WTO, FAO, UNICEF. 4) Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan pleh

keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.

e. Objek pajak penghasilan

Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Penghasilan yang termasuk objek pajak adalah sebagai berikut:

1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension atau

(36)

imbalan dalam bentuk lainnya kecuali pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan 3) Laba usaha

4) Premi asuransi

5) Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang

6) Penghasilan Tidak Termasuk Objek Pajak

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan pajak penghasilan, di atur dalam pasal 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu:

1) Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.

2) Warisan 3) Beasiswa

4) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

(37)

g. Jenis Pajak Penghasilan

Ada beberapa jenis pajak penghasilan yang termasuk di Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan di antaranya adalah sebagai berikut:

1) Pajak penghasilan pasal 21. 2) Pajak penghasilan 22. 3) Pajak penghasilan 23. 4) Pajak penghasilan 24. 5) Pajak penghasilan 25. 6) Pajak penghasilan 26.

4. Pajak Penghasilan Pasal 23

a. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak penghasilan pasal 23 menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a) merupakan pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Subjek pajak atau penerima

(38)

penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

b. Pemotongan PPh Pasal 23

Pemotongan PPh pasal 23 menurut Bastari, dkk (2015, hal 139) diantaranya adalah:

1) Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

2) Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23, yaitu:

a) Akuntan, arsitek, dokter, notaries, pejebat pembuat akte tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.

b) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

Kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat keputusan penunjukan sebagai pemotong pemotong pajak penghasilan pasal 23 kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang telah terdaftar sebagai wajib pajak. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu wajib memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran berupa sewa.

(39)

c. Tidak Termasuk Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23

PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), antaranya:

1) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.

2) Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.

3) Dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (3) huruf f dan deviden yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2c).

4) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

5) Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

6) Bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran pinjaman atau pemberian pembiayaan, termasuk yang menggunakan pembiayaan berbasis syariah (PMK-251/PMK.03/2008).

d.Objek dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23

Objek dan tarif pajak penghasilan pasal 23 menurut Bastari, dkk (2015, hal. 139-144):

(40)

2) 15% dari jumlah bruto atas bunga. 3) 15% dari jumlah bruto atas royalty.

4) 15% dari jumlah bruto atas hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

5) 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan: lain sehubungan dengan penggunaan harta selain yang terutang PPh pasal 4 ayat (2).

6) Sewa harta yang terutang PPh pasal 4 ayat (2) adalah sewa tanah dan atau bangunan sebesar 10% sehingga penghasilan sewa lainnya menjadi objek pemotongan PPh pasal 23.

7) 2% dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan,jasa service, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21.

e.Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23

Saat terutang, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 Menurut bahar (2013) yaitu:

1) Saat terutang

PPh pasal 23 terutang pada bulan dilakukannya pembayaran atau pada bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Kemudian wajib pajak yang melakukan pemotongan, wajib pajak membuat dan mengisi bukti pemotongan PPh pasal 23 (Fom F.1.1.33.01) sebanyak 3(tiga) lembar, dengan perincian:

(41)

a) Lembar ke 1: wajib pajak yang dipotong b) Lembar ke 2: lampiran SPT masa PPh pasal 23 c) Arsip wajib pajak yang memotong

2) Penyetoran

Berdasarkan keputusan menteri keuangan republik Indonesia nomor: 541/KMK.04/2000, PPh pasal 23 disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah bulan terutang pajak ke bank persepsi atau kantor pos dan giro dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP), dalam hal ini tanggal 10 tersebut tajuh pada hari libur nasional, maka penyetorannya dilakukan pada hari kerja berikutnya.

3) Pelaporan

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT masa kekantor pos dan giro atau kantor pelayanan pajak dimana pemotong pajak terdaftar, selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir. Dalam hal tanggal 20 tersebut jatuh pada hari libur nasional, maka pelaporannya dilakukan pada hari kerja sebelumnya.

f. Cara Menghitung PPh Pasal 23

1) Cara menghitung PPh pasal 23 atas dividen

(42)

2) Atas penghasilan berupa bunga

PPh Pasal 23 = 15% x jumlah bunga

3) Atas penghasilan berupa royalty

PPh Pasal 23 = 15% x jumlah royalti

4) Atas penghasilan berupa sewa

PPh Pasal 23 = 2% x jumlah sewa

5) Atas penghasilan berupa hadiah penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh pasal 21 ayat (1) huruf e

PPh Pasal 23 = 15% x jumlah hadiah penghargaan/bonus

6) Atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai pajak penghasilan dalam pasal 4 ayat 2

(43)

7) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, jasa kontruksi, dan jasa lain

PPh Pasal 23 = 2% x jumlah sewa

g. Contoh perhitungan PPh Pasal 23 untuk jasa menurut Sukrisno Agoes (2009):

a) PT. Ramli memutuskan untuk menggunakan jasa akuntan dari KAP Rina, Rini, dan Rekan. Atas penggunaan jasa tersebut, PT Ramli membayar Fee sebesar Rp.20.000.000 (belum termasuk PPN) pada tanggal 8 juli 2009.

Jawaban:

PPN yang dibayarkan untuk transaksi di atas adalah 10% x 20.000.000 = 2.000.000. PPh 23 yang dikenakan kepada KAP Rina, Rini, dan Rekan atas penghasilan jasa akuntan adalah 2% x 20.000.000 = 400.000.

Jurnal akuntansi pajak untuk PT Ramli adalah:

Biaya jasa akuntan 20.000.000

PPN masukan 2.000.000

Utang PPh 23 400.000

Kas/Bank 21.600.000

Jurnal akuntansi pajak untuk KAP Rina, Rini, dan Rekan adalah:

(44)

PPh 23 yang dibayar dimuka 400.000

Pendapatan jasa 20.000.000

5. Penelitian Terdahulu

Yaitu ada perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian penulis:

Tabel II – 2 Penelitian Terdahulu No Nama

Penelitian

Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Azizah, dkk 2015 Analisis perhitun gan,pencataan,da n pelaporan paja k penghasilan pasal 23 atas jasa Outsourcing (Studi Kasus Pada PT.xyz

Terdapat salah input oleh PT. X untuk jenis penghasilan pada bukti pemotongan SPT PPh pasal 23 yang telah dilaporkan. Terkait dengan pelaporan bukti pemotongan PPh pasal 23 yang salah, maka bukti pemotongan PPh pasal 23 tersebut tidak dapat diperhitungkan oleh PT.XYZ sebagai kredit pajak dalam SPT tahunan badan 2014

(45)

2 Hendra, dkk 2014 Penerapan akuntansi pajak penghasilan pasal 23 pada PT.Golden Mitra Inti Perkasa PT.Golden Mitra ini belum melakukan perhitu ngan dan pemotongan PPh pasal 23 atas jasa servise, tidak melakukan pencatatan akuntansi terhadap PPh Pasal 23 jasa servise

3 Pertiwi 2014 Analisis perhitun gan, pemotongan dan pelaporan PPh 23 atas jasa servise pada PT.UNISEM BATAM

PT.Unisem Batam belum melakukan perhitungan atas denda keterlambatan pembay aran pajak penghasilan pasal

23 dengan

benar, ini dikarenakan

perhitungan denda hanya dikenakan pada invoice penagihan yang datang sebelum bulan januari dan telah dilakukan pencatatan pada bulan yang sama kedalam sistem perusahaan. Sedangkan apabila transaksi tersebut dilakukan sebelum januari tetapi invoice penegihan baru datang pada bulan januari maka tidak dikenakan denda, karena transaksi tersebut masuk

(46)

perhitungan pajak penghasilan pasal 23 atas jasa service masa januari. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah yang digunakan pada penelitian yang berjudul “Analisis perhitungan, pemotongan dan pelaporan PPh 23 atas jasa servise pada PT.UNISEM BATAM,yaitu belum melakukan perhitungan atas denda keterlambatan pembayaran pajak penghasilan pasal 23 dengan benar. Dan penelitian “Penerapan akuntansi pajak penghasilan pasal23 pada PT.Golden Mitra Inti Perkasa” belum menggunakan Undang Undang No.36 tahun 2008. Dan “Analisis perhitungan,pencataan,dan pelaporan pajak penghasilan pasal 23 atas jasa Outsourcing (Studi Kasus Pada PT.xyz” lebih berfokus pada menentukan DPP PPh pasal 23 atas jasa outsourcing. Sedangkan penelitian menggunakan Undang-undang N0.36 tahun 2008.

B. Kerangka Berfikir

Kerangka pemikiran merupakan pencatatan masalah yang diwujudkan pada suatu materi tentang revelansi dan aktualisasinya dalam pemikiran ini disusun pemikiran teoritis dari hasil-hasil yang akan dicapai sehingga akan mengantarkan pada kemudahan dalam pemecahan masalah.

Dalam peneliti wajib pajak merupakan pegawai. Pada Badan pengelolaan pajak dan retribusi daerah provsu sebagai pemberi penghasilan karyawan dan juga sebagai pemotong membuat perhitungan PPh pasal 23 yang sesuai dengan

(47)

identitas wajp pajak dan juga UU PPh pasal 23, dapat diketahui bahwa pajak wajib pajak sudah sesuai atau tidak sesuai melakukan perhitungan pajak berdasarkan Undang-undang No.36 tahun 2008 yang berlaku di Indonesia. Sehingga nanti diketahui apa dampak yang terjadi pada Badan pengelolaan pajak dan retribusi daerah provsu apabila melakukan prehitungan pajak tidak sesuai dengan Undang-undang N0.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan.

’’’

Gambar: II-3 Kerangka Berfikir

Penerapan Akuntansi PPh Pasal 23

Penyetoran PPh Pasal 23

Pemotongan PPh Pasal 23 Pelaporan PPh Pasal 23

Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Menurut Sugiono (2014, hal 55) Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif untuk tujuan analisis. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik suatu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Pada penelitian ini menganalisis dan menginterprestasikan bagaimana penerapan akuntansi untuk Pemotongan,Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu.

B. Defenisi Operasional

1. Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak atas penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

(49)

2. Pemotongan

Adalah kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukannya. Dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran terhadap penerima penghasilan.

3. Penyetoran

Adalah kegiatan menyetor pembayaran pajak yang dilakukan dengan menggunakan fasilitas sistem pembayaran online.

4. Pelaporan

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT masa kekantor pos dan giro atau kantor pelayanan pajak dimana pemotong pajak terdaftar, selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir. Dalam hal tanggal 20 tersebut jatuh pada hari libur nasional, maka pelaporannya dilakukan pada hari kerja sebelumnya.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah Provsu Jalan Serbaguna Kabupaten Deli Serdang No. 10, kota medan yang bergerak dalam bidang badan pengelolaan pajak daerah.

(50)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Desember 2017 s/d September 2018.

Tabel III – 4 Tabel Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Bulan / Minggu Desember 2017 Januari 2018 Maret 2018 September 2018 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengumpulan data 2 Pengumpulan data 3 Pengajuan Judul 4 Penulisan Proposal 5 Bimbingan Proposal 6 Seminar Proposal 7 Bimbingan Skripsi

8 Sidang Meja Hijau

D. Jenis Data dan Sumber Data

Sumber penelitian ini penulis menggunakan data sekunder, dimana data sekunder yaitu data yang diperoleh dari perusahaan berupa dokumen sumber data pada penelitian ini adalah PPh Pasal 23. Menurut analisis dan jenis datanya,

(51)

penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena ada data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan data dalam bentuk angka yaitu berkaitan dengan PPh Pasal 23.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada ini menggunakan:

1. Dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen, bukti-bukti atau catatan yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Penelitian ini ditujukan pada dokumen-dokumen yang berhubungan dengan data yang diperlukan.

2. Wawancara yaitu usaha yang dilakukan penulis dalam rangka memperoleh data dengan pihak- pihak yang dapat memberikan informasi mengenai penelitian ini seperi dengan pihak akuntansi dan bagian perpajakan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan, menganalisis, mengklasifikasi dan menginterprestasi data-data yang diperoleh sehingga dapat memberikan gambaran tentang penerapan akuntasi pemotongan, pencatatan dan pelaporan PPh Pasal 23 pada Badan pengelolaan pajak dan retribusi daerah provsu. Tahap-tahap analisis data yang dilakukan sebagai berikut:

(52)

1. Analisis pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 atas jasa service Badan pengelolaan pajak dan retribusi daerah provsu disesuaikan dengan peraturan Undang-undang N0.36 Tahun 2008.

2. Analisis pembayaran pajak penghasilan Badan pengelolaan pajak dan retribusi daerah provsu.

3. Menginterprestasikan data yang telah diperoleh dan di analisis untuk membuat pemecahan masalah terkait dengan Pajak penghasilan pasal 23.

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat Perusahaan

Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Sumatera Utara pada mulanya,urusan pengelolaan pendapatan daerah berada dalam koordinasi Biro Keuangan (Sekretariat) sebagai bagian Pajak dan Pendapatan. Berdasarkan surat keputusan (SK) Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Sumatera Utara No. 102/II/GSU tanggal 6 Maret 1973 tentang susunan Organisasi Tata Kerja Setwilda Tingkat 1Sumatera Utara, Biro Keuangan berubah menjadi Direktorat Keuangan sejak tanggal 16 mei 1973. Dengan demikian bagian pajak dan pendapatan juga berubah bentuk Sub Direktorat Pendapatan Daerah pada Direktorat Keuangan.

Dengan terbitnya SK Gubernur Sumatera Utara tanggal 21 maret 1975 No 137/II/GSU (berdasarkan SK Mendagri tanggal 7 November 1974. No Finmat 7/15/3/74), maka terhitung sejak 1 April 1975, Sub Direktorat Pendapatan Daerah ditingkatkan menjadi Direktorat Pendapatan Daerah. Selanjutnya pada tanggal 1 September 1975 No KUPD 3/12/43 tentang pembentukan Dinas Pendapatan Daerah tingkat II di seluruh Indonesia, maka dengan demikian Direktorat pendapatan daerah berubah menjadi Dinas Pendapatan Daerah. Semula pembentukannya berdasarkan SK Gubernur Kepala

(54)

Daerah Tingkat 1 Sumatera Utara No 143/II/GSU, yang kemudian dilakukuhkan dengan Perda Provinsi Sumatera Utara No 4 Tahun 1976.

Setelah Otonomi Daerah, tugas pokok dan fungsi dinas pendapatan daerah di atur dalam perda Provinsi Sumatera Utara No 3 Tahun 2001 tentang Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara. Dan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Sumatera Utara No 060.254.K Tahun 2002. Dinas Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan adalah suatu sub bagian keuangan yang mengelola bidang penerimaan dan pendapatan daerah. Pada sub bagian ini tidak terdapat lagi sub seksi karena pada saat itu wajib pajak atau wajib retribusi yang berdomisili didaerah kota Medan belum begitu banyak.

Mempertimbangkan perkembangan pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk di kota Medan melalui peraturan daerah sub bagian keuangan tersebut dirubah menjadi bagian pendapatan. Pada bagian pendapatan maka dibentuklah beberapa seksi yang mengelola penerimaan pajak dan retribusi yang merupakan kewajiban para wajib pajak atau wajib retribusi dalam kota Medan yang terdiri dari 21 kecamatan, diantaranya kecamatan Medan Tuntungan, Medan johor, Medan AMplas, Medan Denai, Medan Tembung, medan Kota, Medan Area, Medan Baru Medan Polonia, Medan Maimun, Medan Selayang, Medan Barat, Medan Belawan, Medan Deli, Medan Helvetia, Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan Perjuangan, Medan Petisah, Medan Sunggal, Medan Timur.

(55)

Sehubungan dengan intruksi Menteri Dalam Negeri KPUD No.7/12/41-10 tentang penyerangan struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah diseluruh Indonesia, Maka pemerintah Daerah Kota Medan berdasarkan PERDA No.12 Tahun 1978 menyesuaikan atau membentuk struktur organisasi Dinas Pendapatan yang baru. Didalam struktur organisasi yang baru ini dibentuklah seksi-seksi administrasi Dinas Pendapatan serta bagian tata usaha yang membawahi 3 (tiga) Kepala sub bagian yang merupakan sub Sektor perpajakan, Retribusi Daerah, dan pendapatan Daerah lainnya yang merupakan kontribusi yang cukup penting bagi pemerintahan daerah dalam mendukung serta memelihara hasil-hasil pembangunan dari peningkatan pendapatan daerah.

Bagian Tata Usaha terdiri dari 3 Kepala sub bagian, peningkatan penerimaan pendapatan daerah melalui Sub Sektor Perpajakan, Retribusi Daerah, pendapatan Daerah lainnya serta peningkatan pemungutan Pajak Hiburan yang meningkatnya pendapatan daerah hendaknya tidak hanya ditempuh dengan cara kebijaksanaan menaikan tariff saja, tetapi yang lebih penting dengan memperbaiki atau menyempurnakan administrasi, sistem dan prosedur serta organisasi dari Dinas Pendapatan Kota yang ada sekarang, Namun pada kondisi sekarang ini, dirasakan tuntutan untuk perlunya meninjau kembali dan penyempurnaan Manual Pendapatan Daerah (MAPATDA), Seiring dengan tuntutan gerak pembanguna yang sedang berjalan terutama dari pola pendekatan yang selama ini dilakukan secara sektoral perlu di ubah secara fungsional dan disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah yang paling akhir

(56)

dibidang perpajakan, maka penyempurnaan telah dilaksanakan secara sungguh-sungguh sehingga akhirnya Manual Pendapatan Daerah (MAPATDA) berhasil disusun.

Adapun penyempurnaan dimaksud dituangkan dalam:

1. Keputusan menteri dalam Negeri No. 973/442 Tahun 1988 pada tanggal 26 mei 1998, tentang sistem prosedur perpajakan, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya. Serta pemungutan pajak Bumi dan Bangunan. 2. Instruksi menteri Dalam Negeri No.10 tanggal 26 mei 1988, tentang

pelaksanaan keputusan menteri dalam negeri No.973/442 Tahun 1988. 3. Surat Menteri Dalam Negeri No.23 tahun 1989 tanggal 26 mei 1998,

tentang organisasi dan tata kerja Dinas pendapatan kota modern, Pendapatan daerah kota modern atau munual pendapatan Daerah (MAPATDA) yang dilaksanakan bertahap dan menyempurnaan sebagai tahap awal untuk Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan secara efektif. Berdasarkan surat edaran Menteri Dalam Negeri No.061/1861/POUD tingkat I Sumatera Utara No.188/342/790/SK/1991, Tentang pelaksanaan PERDA No.16 tahun 1991 tentang susunan organisasi dan tata kerja Dinas Pendapatan Kota Modern.

Dalam Peraturan pemerintah (PP) Nomor 18 tahun 2016 tentang perangkat daerah, maka satunya Dinas pendapatan daerah (DISPENDA) yang berubah menjadi nama Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi (BPPR).

(57)

STRUKTUR ORGANISASI

Gambar: IV-1 Struktur Organisasi

DINAS SEKRETARIAT SUB BAGIAN UMUM SUB BAGIAN

KEUANGAN SUB BAGIAN

PROGRAM KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL BIDANG PENGEMBANGA N DAN PENGENDALIAN BIDANG PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN KENDARAAN DI ATAS AIR SEKSI PERENCANAAN DAN PENGEMBANG AN PENDAPATAN DAERAH SEKSI EVALUASI DAN PENGENDALIA N PENDAPATAN SEKSI HUKUM DAN PUBLIKASI SEKSI TEHNIS PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN KENDARAAN DI ATAS AIR SEKSI KEBERATAN DAN SENGKETA PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN KENDARAAN DI ATAS AIR SEKSI PEMBUKUAN DAN PELAPORAN

BIDANG PAJAK AIR DAN PAJAK LAINNYA SEKSI TEHNIS PERPAJAKAN SEKSI KEBERATAN SENGKETA PERPAJAKAN SEKSI PEMBUKUAN DAN PELAPORAN BIDANG RETRIBUSI DAN PENDAPATAN LAINNYA SEKSI RETRIBUSI SEKSI PENDAPATAN LAINNYA SEKSI PEMBUKUAN DAN PELAPORAN UPTD

(58)

B. Hasil Penelitian

Sebagai pemotongan bagi Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu dasar hukumnya di atur dalam:

1. UU Nomor 7 tahun 1983 ststd UU Nomor 36 tahun 2008 yaitu mengenai pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir Undang-Undang nomor 36 tahun 2008.

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 yaitu mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam diperkenakan berdasarkan UU No.36 Tahun 2008 adalah sebesar 2%, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dari staf karyawan Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu tentang perubahan tarif pemotongan pajak penghasilan atas jasa pada tahun 2008.

Oleh karena itu pemotongan yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu mengalami kekeliruan atas perubahan tarif yang berlaku. Sehingga dalam perhitungannya Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu mengalami kelebihan penyetoran terhadap pemotongan yang dilakukan atas jasa service. Kelebihan penyetoran tersebut belum pernah dilaporkan oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu.

(59)

1. Pemotongan PPh Pasal 23

Pelaksanaan pemotongan pajak penghasilan pasal 23 pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi daerah Provsu dilakukan oleh bagian keuangan khususnya bagian akuntansi terhadap lawan transaksi. Sebelumnya Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi daerah Provsu melakukan kerja sama dalam bentuk perjanjian kerja terlebih dahulu dengan pihak lawan transaksi. Dalam perjanjian kerja tersebut dibuat beberapa syarat dan ketentuan mengenai tanggal kontrak, lama kontrak, harga kontrak, mekanisme pembayaran dan sebagainya yang dimuat dalam surat perjanjian kerja yang ditandatangani oleh keduan pihak tersebut.

Adapun cara pemotongan pajak penghasilan pasal 23 yaitu dengan cara mengalikan tarif sesuai dengan Undang-undang nomor 36 tahun 2008 pajak penghasilan pasal 23 dengan penghasilan bruto atas jasa service dan jasa katering sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Badan pengelolaan pajak dan retribusi daerah provsu melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa service dan jasa katering yang memiliki NPWP dikenakan tarif 4% sedangkan menurut peraturan menteri keuangan No.24/PMK.03/2008, jenis jasa lain sebagaimana dimaksudkan pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 36 Tahun 2008, PMK No.141/PMK.03/2015, dipotong pajak

(60)

penghasilan sebesar 2% (memiliki NPWP) dan 4% (non NPWP) dari jumlah bruto tidak termasuk pajak penghasilan nilai (PPN).

Badan pengelolaan pajak dan retribusi daerah provsu merupakan perusahaan yang mengelola pajak yang mengeluarkan jasa katering dan jasa service dengan tarif 4% menurut perusahaan.

Berikut adalah perhitungannya:

PPh 23 = 4% x 7.500.000 = 300.000,00

Jadi, besarnya pajak penghasilan pasal 23 yang dipotong oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu atas jasa service adalah sebesar Rp.300.000,00

Menurut perundang-undang dengan tarif 2% atas jasa service berikut perhitungannya:

PPh 23 = 2% x 7.500.000 = 150.000

Besarnya pajak penghasilan pasal 23 yang dipotong menurut perundang-undangan atas jasa Service adalah Rp.150.000 sedangkan pada perusahaan senilai Rp.300.000 Dimana terjadi selisih yang mengakibatkan perusahaan lebih bayar. Dari hasil perhitungan dan pemotongan tersebut, maka PPh Pasal 23 pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu belum sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 23, dikarenakan dari diatas terdapat

(61)

perbedaan pemotongan yang dilakukan oleh perusahaan. Dimana perusahaan melakukan pemotongan sebesar 4% sementara menurut perundang-undangan sebesar 2%.

Maka pemotongan PPh Pasal 23 pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu belum sesuai dengan Peraturan Perpajakan Undang-Undang nomoe 36 Tahun 2008.

2. Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23

Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu melakukan pelaporan setelah kewajiban penyetoran atau pembayaran pajak penghasilan pasal 23 yang terutang atas jasa service dan jasa katering selanjutnya kewajiban Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu melakukan pelaporan pajak penghasilan pasal 23. Batas penyerahan atau pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Sebelum dilakukan pelaporan terlebih dahulu melakukan penyetoran, untuk penyetoran dilakukan apabila pada masa pajak melakukan pemberian/pemakaian jasa terhadap suppliier, setelah melakukan pelaksanaan penghitungan pajak penghasilan pasal 23 atas jasa service dan jasa katering kewajiban Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu melakukan penyetoran atas pajak penghasilan pasal 23 jasa service dan jasa katering yang

(62)

terutang ke kas negara. Untuk melakukan penyetoran atas pajak penghasilan pasal 23 atas jasa service dan jasa katering yang terutang diperlukan sarana atau alat yaitu surat setoran pajak (SSP) yang diterbitkan dibagian departemen pajak Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu, Surat setoran Pajak (SSP) berfungsi sebagai bukti dan laporan bahwa Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu sebagai pemotong pajak tersebut telah melaksanakan kewajibannya yaitu melakukan pembayaran atau penyetoran atas pajak penghasilan pasal 23 atas jasa service dan jasa katering yang terutang.

Adapun batas waktu penyampaian atau pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 yaitu tanggal 20 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jika tanggal 20 jatuh pada hari libur maka SPT Masa disampaikan pada hari kerja sebelumnya. SPT Masa PPh Pasal 23 terdiri dari:

1.Lembar ke-1 untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) 2.Lembarke-2 untuk Pemotong Pajak

Sedangkan untuk kelengkapan SPT Masa PPh Pasal 23 ada beberapa lampiran yang harus dicantumkan, yaitu:

1.Daftar bukti potong PPh pasal 23

2.Lembar ke-2 bukti pemotong PPh Pasal 23 3.Lembar ke-3 Surat Setoran Pajak (SSP)

Data penyetoran dan pelaporan SPT Masa Tahun 2017 Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu telah sesuai dengan peraturan

(63)

pemerintah yaitu tanggal 20 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Secara keseluruhan Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu selalu tepat waktu dalam melakukan pelaporan PPh Pasal 23 yang pelunasannya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya SPT Masa disampaikan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

3. Pencatatan PPh Pasal 23

Proses pencatatan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan transaksi-transaksi yang terjadi, untuk jasa servise dan jasa katering dasar pencatatan dan besarannya adalah berdasarkan harga dan lamanya waktu yang telah disepakati oleh pengguna jasa servise dan jasa katering. Badan Pengelolaan Pajak dan Retibusi Daerah Provsu merupakan perusahaan yang memberikan jasa service dan jasa katering dengan tarif 4% menurut perusahaan. Berikut adalah perhitungannya:

(64)

Tabel IV-2

Perbandingan Penerapan Akuntansi dengan Penerapan di Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu

Pencatatan Akuntansi Sebelumnya

Pencatatan Akuntansi Seharusnya

Ket

Biaya Jasa Service Biaya Jasa Service -

PPN PPN -

Kas Utang PPh Pasal 23 -

Kas -

B. Pembahasan

Hasil penelitian mengenai Analisis Penerapan Akuntansi Untuk Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu memperbaiki kekeliruan perhitungan pemotongan dengan tarif 2% sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 dan PMK No.141/PMK.03/2015.

1.Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23

Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas jasa service dengan tarif 4% sedangkan menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2008 dngan tarif 2%. Pada perhitungan dan pemotongan telah penulis tampilkan diatas dimana besarnya pajak penghasilan pasal 23 yang dipotong menurut

(65)

perundang-undangan atas jasa service adalah Rp.150.000 sedangkan pada perusahaan dengan tarif 4% senilai Rp.300.000 dimana terjadi selisih yang mengakibatkan perusahaan lebih bayar.

Dari hasil perhitungan dan pemotongan tersebut, maka pemotongan PPh Pasal 23 pada Bada Pnegelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu belum sesuai dengan aturan perundang-undangan Nomor 36 tahun 2008 pasal 23, dikarekan dari data diatas terdapat perbedaan pemotongan yang dilakukan oleh perusahaan, dimana perusahaan melakukan pemotongan sebesar 4% sementara menurut perundang-undangan perpajakan seharusnya 2%. Maka perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 23 pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu belum sesuai dengan Peraturan Perpajakn Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

2. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 23

Berdasarkan perhitungan pemotongan yang dilakukan Badan Pengelolaan pajak dan Retribusi Daerah Provsu belum sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Setiap kali terjadi transaksi maka transaksi tersebut akan dicatat melalui pembukuan walaupun secara sederhana karena pembukuan ini selalu berhubungan dengan arti akuntansi,

Setelah dilakukan pencatatan secara manual, maka dilakukan pengimputan data masukan dan data keluaran secara komputersiasi setelah sebelumnya dilakukan pengkoreksian terlebih dahulu guna mencegah

(66)

terjadinya keslahan-kesalahan dalam pencatatan yang akan mengakibatkan terjadinya pemeriksaan oleh fiskus.

Pemotongan PPh pasal 23 bersifat tidak final, sehingga bisa dikreditkan terhadap PPh terutang pada SPT tahunan PPh sebagaimana diatur dalam pasal 28 Undang-undang PPh. Sehingga pada saat dipotong, diperlakukan sebagai uang muka dan bagi pihak yang memotong di anggap sebagai hutang.

3. Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23

Ketentuan dalam Undang-undang PPh pasal 23 mengatur tentang pemotongan pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan usaha selain yang telah dipotong pajak yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek Pajak dalam Negeri, penyerahan jasa atau penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan Luar Negeri Lainnya.

PPh Pasal 23 Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu telah sesuai yang pelunasannya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya SPT masa disampaikan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. Pehitungan dan pelaporan PPh pasal 23 telah sesuai Undang-undang perpajakan yang berlaku.

(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN C. Kesimpulan

1.PPh pasal 23 yang dihitung dan dipotong oleh Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu sudah sesuai Undang-undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008. PPh pasal 23 yang pelunasannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dan SPT masa disampaikan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

2. Perhitungan PPh Pasal 23 atas jasa service pada Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu belum sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-undang No.36 Tahun 2008 pasal 23, dikarenakan dari data diatas terdapat perbedaan pemotongan yang dilakukan perusahaan, dimana perusahaan melakukan pemotongan sebesar 4% sementara menurut Perundang-undangan perpajakan seharusnya 2%.

D. Saran

Dalam hal pelaporan pajak PPh Pasal 23 Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Provsu sebaiknya melaporkan tepat waktu pada saat jatuh tempo. Dan apabila tanggal jatuh tempo pada hari libur, maka perusahaan dapat mengantisipasi dengan melapor PPh Pasal 23 terutang sebelum hari libur. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat terhindar dari sanksi pajak atas keterlambatan

(68)

pelaporan PPh Pasal 23 berupa sanksi bunga sebesar 2% perbulan dari pajak. terutang.

Gambar

Tabel II – 2  Penelitian Terdahulu  No  Nama
Tabel III – 4  Tabel Jadwal Penelitian
Tabel IV-2

Referensi

Dokumen terkait

Pemancaran partikel ( ) terjadi pada inti berat yang memiliki lebih dari 83 proton. Pada pemancaran sinar beta ( ) terjadi perubahan sebuah neutron menjadi

$engeras "  Firming Agent  % merupakan bahan tambahan pangan yang  ber!ungsi untuk memperkeras atau mencegah melunaknya bahan makanan hasil olahan.. #ahan tambahan

Dalam penelitian dan penulisan Tugas Sarjana ini, penulis telah mendapat bimbingan dan dukungan yang besar dari berbagai pihak, baik dalam hal materi, spiritual, informasi,

Hasil analisis untuk pengalaman masyarakat mengenai streetscape perkotaan, jawaban masyarakat yang paling dominan berada di kategori “Lingkungan Hijau” yang dipilih

Berdasarkan hasil analisis keragaman pengamatan menunjukan bahwa pengaruh zat pengatur tumbuh fitosan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman,

Haruna akan dicoba dengan merencanakan median atau pulau pemisah serta sedikit pelebaran geometrik pada tikungan persimpangan tersebut, yang bertujuan sebagai

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Huang (2016) apabila peserta didik dapat berpikir kritis mereka akan mampu memecahkan masalah secara mandiri,

Pada sekolah yang menerapkan sistem asrama dapat merancang program pendidikan yang komprehensi-holistic mulai dari program pendidikan keagamaan, academic