• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Unsur Memberikan Keterangan Tidak Benar Pada Pasal 123 Juncto Pasal 126 Huruf C Tindak Pidana Imigrasi Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Yuridis Unsur Memberikan Keterangan Tidak Benar Pada Pasal 123 Juncto Pasal 126 Huruf C Tindak Pidana Imigrasi Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)66. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengertian Unsur Memberikan Keterangan Tidak Benar Pada Pasal 123 Juncto Pasal 126 Huruf C Tindak Pidana Imigrasi Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Terkait Dengan Kejahatan Pemalsuan Dalam Pasal 242 Ayat (1) dan Pasal 270 KUHPidana Fokus utama dalam pembahasan mengenai unsur memberikan keterangan tidak benar pada Pasal 123 juncto Pasal 126 huruf c Tindak Pidana Imigrasi dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian adalah analisis terhadap Pasal 123 juncto Pasal 126 huruf c Tindak Pidana Imigrasi dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang dikaitkan dengan Kejahatan Pemalsuan dalam Pasal 242 ayat (1) dan Pasal 270 KUHPidana, sehingga jelas pengertian unsur memberikan keterangan tidak benar dalam tindak pidana imigrasi, khususnya yang terdapat pada Pasal 123 juncto Pasal 126 huruf c UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Menurut Simon, tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan perbuatan tersebut sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Dengan definisi ini, maka menurut Simon, suatu tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 66.

(2) 67. 1. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat) maupun perbuatan negatif (tidak berbuat). 2. Diancam dengan pidana. 3. Melawan hukum 4. Dilakukan dengan kesalahan. 5. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab.59 Unsur-unsur tersebut oleh Simon dibedakan menjadi dua, yaitu: unsur obyektif, dan unsur subyektif. Unsur obyektif adalah unsur yang pada umumnya dapat terdiri atas perbuatan ataupun suatu akibat. Yang termasuk unsur obyektif adalah perbuatan orang, akibat yang terlihat, dan kemungkinan adanya keadaan tertentu yang menyertai. Unsur subyektif adalah unsur yang terdiri atas suatu kehendak atau tujuan, yang terdapat di dalam jiwa pelaku, unsur ini dirumuskan dengan istilah sengaja, niat, dan maksud. Yang termasuk unsur subyektif adalah orang yang mampu bertanggung jawab dan adanya kesalahan.60 Untuk mengetahui pengertian dan penjelasan unsur memberikan keterangan tidak benar dalam tindak pidana imigrasi, maka dapat diidentifikasi dan dianalisa melalui unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku, adalah sebagai berikut:. 59 60. Tongat, Op.Cit., hal 95. Masruchin Ruba’i, Op.Cit., hal 22..

(3) 68. 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) Perbuatan pemalsuan dapat dianggap sebagai tindak pidana penipuan, apabila seseorang memberikan gambaran tentang keadaan suatu barang seakan-akan asli atau benar, namun sesungguhnya keaslian atau kebenaran tersebut tidak dimilikinya. Hal ini menyebabkan orang lain terpedaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan oleh barang atau surat tersebut adalah benar adanya. Namun anggapan ini terlalu luas. Oleh sebab itu, kriteria perbuatan pemalsuan yang di dalamnya terdapat unsur harus dicari didalam cara kejahatan pemalsuan itu sendiri. Begitu pula mengenai unsur memberikan keterangan tidak benar, sehingga jelas pengertian unsur memberikan keterangan tidak benar. Maka dari itu, analisa unsur-unsur tindak pidana dalam ketentuan hukum dalam KUHPidana mengenai. kejahatan. pemalsuan. yang. terkait. dengan. unsur. memberikan keterangan tidak benar sebagai berikut: a. Pasal 242 ayat (1), berbunyi: Barangsiapa dalam hal-hal di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah, atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik secara lisan maupun tulisan, olehnya sendiri maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Analisa mengenai unsur-unsur tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu dalam ketentuan hukum pasal 242 ayat (1) diatas, sebagai berikut:.

(4) 69. 1) Subyek hukum Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Subyek hukum merupakan salah satu unsur penting dalam tindak pidana. Karena subyek hukum memiliki tujuan untuk mencari siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap tindak pidana yang terjadi, sehingga pidana dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana tersebut. Berdasarkan beberapa definisi hukum pidana yang dikemukakan oleh para ahli, dapat diketahui bahwa unsur pertama dari tindak pidana adalah perbuatan manusia. Dengan demikian, maka pada dasarnya yang dapat menjadi pelaku tindak pidana adalah manusia. (natuurlijke. persoon).. Namun. dalam. perkembangannya, terdapat pendukung hak dan kewajiban yang lain, yaitu badan hukum (rechtpersoon).61 Beberapa ketentuan umum KUHPidana Indonesia yang digunakan hingga saat ini masih menganut bahwa suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh manusia. Hal ini terlihat pada rumusan tindak pidana dalam undang-undang (pidana) lazim dimulai dengan kata-kata “Barangsiapa...”. Kata “barangsiapa” dalam rumusan tindak pidana pada pasal 242 ayat (1), tidak dapat diartikan lain daripada “orang” atau “manusia”. Kata “barangsiapa” jelas menunjukkan pada orang atau manusia, bukan badan hukum.. 61. Ibid, hal 117-119..

(5) 70. 2) Unsur obyektif : a) Dalam hal undang-undang: 1. memberi keterangan di atas sumpah; atau 2. mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian; Suatu keterangan di atas sumpah adalah suatu keterangan yang diberikan sehubungan dengan sumpah. Keterangan tersebut terdiri tidak hanya atas keteranganketerangan kesaksian dalam perkara pidana maupun dalam perkara perdata, namun semua pemberitahuan-pemberitahuan dalam kata-kata tentang perbuatan-perbuatan dan peristiwaperistiwa. Keterangan tersebut diberikan di atas sumpah. Sumpah dilakukan sebelum keterangan itu diberikan untuk menegaskannya. Suatu sumpah mempunyai akibat hukum, apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Sumpah itu ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang menerimanya guna memberikan keputusan. b. Sumpah itu diberi sanksi oleh hakim. Sumpah diambil dengan cara sebagai berikut: 1. Bersumpah untuk berjanji, adalah dijanjikan bahwa keterangan kebebasan.. itu. akan. diberikan. sesuai. dengan.

(6) 71. 2. Bersumpah. untuk. penegasan/penguatan,. adalah. bahwa keterangan yang telah diberikan itu sesuai dengan kebenaran.62 Keterangan di atas sumpah yang diatur dalam suatu undangundang memiliki akibat-akibat hukum yang bersifat mengikat terhadap tindakan hukum yang dilakukan. b) Memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik secara lisan maupun tulisan: 1. olehnya sendiri; atau 2. oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu. Pemberian keterangan dapat dilakukan secara lisan dengan cara mengucapkan keterangan itu di hadapan seorang pejabat, sedangkan secara tertulis dengan cara menuliskan keterangan itu di atas kertas. Pemberian keterangan tersebut dapat dilakukan baik orangnya sendiri secara pribadi maupun menyuruh orang lain sebagai wakilnya yang telah ditunjuk secara khusus untuk keperluan pemberian keterangan tersebut. Pemberian keterangan palsu di atas sumpah dapat dihukum, apabila suatu peraturan perundang-undangan menuntut suatu pemberian keterangan dilakukan terhadap sumpah dan bersifat mengikat terhadap akibat-akibat hukum 62. H. A. K. Moch Anwar, Op.Cit., hal 160..

(7) 72. dalam suatu tindakan hukum. Keterangan sudah bersifat palsu, apabila dalam keterangan tersebut memuat kekurangan dalam kebenaran. Kekurangan dalam kebenaran dapat bersifat positif maupun negatif. Bersifat positif, apabila keterangan yang diberikan tersebut bertentangan dengan kebenaran atau tidak benar. Sedangkan bersifat negatif, apabila kebenaran terhadap suatu hal disembunyikan.63 Sumpah yang diambil bertujuan agar para saksi memberikan keterangan yang benar secara keseluruhan dan memberikan keterangan yang tidak lain dari kebenaran. Menyembunyikan. sebagian. kebenaran. dengan. cara. mengatakan sebagian kebenaran dan menyembunyikan kebenaran lainnya dapat dikatakan mempunyai gejala palsu. Tetapi apa yang tidak dikatakan, tidak dapat dikatakan sebagai keterangan palsu. Keterangan tidak dapat dikatakan palsu hanya karena terdapat kekurangan di dalam keterangan tersebut.. Keterangan. dapat. dinyatakan. palsu,. karena. keterangan tersebut memuat isi yang bertentangan dengan kebenaran.64. Keterangan. yang. didalamnya. terdapat. kebenaran secara menyeluruh maupun sebagian, memiliki akibat hukum bersifat mengikat dan sama. Memberi keterangan palsu secara menyeluruh maupun sebagian sudah dapat dianggap sebagai kejahatan. 63 64. Ibid. Ibid..

(8) 73. 3) Unsur subyektif : dengan sengaja Pemberi keterangan sadar dan mengetahui, bahwa keterangan yang diberikan adalah palsu atau tidak benar. b. Pasal 270, berbunyi: (1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu pas jalan atau surat penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan menurut ketentuan undangundang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia; ataupun barangsiapa menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat itu seolah-olah benar dan tidak palsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. (2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang tidak benar atau yang dipalsu tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah benar dan tidak dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. Analisa. unsur-unsur. tindak. pidana. dalam. kejahatan. pemalsuan yang terdapat dalam pasal 270, sebagai berikut: 1) Unsur-unsur dalam pasal 270 ayat (1) a) Subyek hukum Pada pasal 270 ayat (1) ini tidak diatur secara jelas siapa yang menjadi subyek hukum. Namun terlihat pada kata “barangsiapa” yang dapat didefinisikan dengan “orang” atau “manusia”. b) Unsur obyektif : 1. Membuat secara tidak benar; 2. Memalsu;.

(9) 74. a. Pas jalan; b. Surat pengganti pas jalan; c. Kartu keamanan; d. Surat perintah jalan; atau e. Surat yang diberikan menurut ketentuan undangundang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia; 3. Menyuruh beri; Surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, surat adalah kertas dan sebagainya yang bertulis berisi berbagai isi dan maksud; secarik kertas dan sebagainya sebagai tanda atau keterangan; sesuatu yang ditulis, yang tertulis, tulisan. Menurut Lamintang, mengemukakan bahwa: Surat adalah sehelai kertas atau lebih di gunakan untuk mengadakan komunikasi secara tertulis. Adapun isi surat dapat berupa: penyataan, keterangan, pemberitahuan, laporan, permintaan, sanggahan, tuntutan, gugatan, dan lain sebagai.65 Dengan kata lain, surat adalah sesuatu berbentuk tulisan yang terdiri dari serangkaian kata-kata yang memiliki arti memuat isi dan maksud tertentu.. 65. P.A.F Lamintang, Delik-Delik Khusus: Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat, Alat Pembayaran, Alat Bukti dan Peradilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 9..

(10) 75. Ketentuan hukum dalam pasal 270 ini dikhususkan pada kejahatan pemalsuan terhadap jenis-jenis surat tertentu, seperti pas jalan, surat pengganti pas jalan, kartu keamanan, surat perintah jalan, atau surat yang diberikan menurut ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia. Istilah “surat tertentu” yang digunakan dalam rumusan tindak pidana pada Pasal 270 masih menggunakan istilah lama. Pengaturan mengenai “surat tertentu” dalam Pasal 270 diatur lebih lanjut dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Surat-surat. tertentu. merupakan. jenis. surat. yang. digunakan untuk membuktikan suatu peristiwa. Kekuatan pembuktian itu harus didasarkan atas suatu kekuasaan atau kewenangan. Hal ini tidak hanya terbatas pada kekuatan pembuktian di muka hakim, namun juga kekuatan pembuktian berdasarkan peraturan administratif di dalam lingkungan pemerintahan. Kejahatan pemalsuan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pemalsuan intelektual Perbuatan ini dilakukan dengan cara meletakkan pernyataan atau pemberitahuan yang tidak sesuai dengan kebenaran dalam suatu benda, sehingga isi benda tersebut bersifat tidak benar..

(11) 76. 2. Pemalsuan materiil Perbuatan ini dilakukan dengan cara mengubah suatu benda (tanda, merek, mata uang, tulisan/surat) yang semula asli dan benar menjadi sedemikian rupa, sehingga benda itu menunjukkan atau menyatakan hal yang lain daripada benda yang asli. Meskipun terlihat mirip dengan aslinya, isi benda tersebut menjadi palsu atau tidak benar.66 Membuat secara tidak benar adalah menyusun suatu surat yang isinya bukan atau lain dari apa yang sebenarnya harus dimuat, sehingga surat tersebut memuat isi yang bertentangan dengan kebenaran yang sesungguhnya. Adanya surat ini karena dibuat secara tidak benar atau palsu. Perbuatan ini termasuk pemalsuan intelektual. Membuat surat palsu adalah menyusun atau membuat sebuah surat yang sebagian atau seluruh isinya palsu, hal ini berarti bahwa sebelum perbuatan dilakukan tidak ada surat asli yang dipalsukan. Sedangkan pengertian “memalsu surat” adalah perbuatan mengubah dengan cara sedemikian rupa oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat, yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain atau berbeda dengan isi surat semula. Perbuatan ini dilakukan ketika surat itu (surat asli) sebelumnya sudah ada, kemudian surat itu ditambah, dikurangi, atau diubah 66. H. A. K. Moch Anwar, Op.Cit., hal 158..

(12) 77. isinya sehingga surat itu tidak lagi sesuai dengan aslinya. Memalsu surat termasuk pemalsuan materiil, karena dilakukan dengan cara melakukan perubahan-perubahan tanpa hak (tanpa izin yang berwenang) dalam suatu surat atau tulisan. Perbuatan perubahan itu dapat terdiri atas:67 1. Penghapusan kalimat, kata, angka, tanda tangan; 2. Penambahan dengan satu kalimat, kata atau angka; 3. Penggantian kalimat, kata, angka, tanggal dan/atau tanda tangan. Pelaku yang melakukan perbuatan “menyuruh beri” adalah pelaku yang terlibat dalam tindak pidana dengan menggunakan orang lain sebagai alat untuk memakai suratsurat tertentu. Ketentuan Pasal 270 ayat (1) dimaksudkan untuk dapat menghukum seseorang yang melakukan tindakan-tindakan untuk memperoleh surat-surat itu. Karena permintaannya surat-surat itu telah diperolehnya, ia telah mengusahakan agar surat-surat itu dikeluarkan dengan menyebut suatu nama palsu atau dengan menunjukkan suatu keadaan palsu. c) Unsur subyektif : 1. Dengan maksud: a. Memakai; atau 67. Ibid, hal 190..

(13) 78. b. Menyuruh orang lain pakai surat itu; 2. Seolah-olah benar dan tidak palsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. Unsur “dengan maksud” menunjukkan kesengajaan dalam diri pelaku. Unsur “dengan maksud” menunjukkan niat pelaku untuk mempergunakan surat-surat tertentu yang kebenarannya diragukan, baik digunakan olehnya sendiri maupun menyuruh orang lain. Tanpa niat atau maksud ini, perbuatan pemalsuan surat-surat tertentu tidak dapat dihukum, karena kepercayaan atas surat-surat tersebut tidak dilanggar, sehingga tidak ada pelanggaran terhadap kepercayaan umum. Unsur subyektif ini memang sulit dibuktikan, tetapi harus dicari masalah-masalah yang meliputinya. Pemalsuan terhadap surat terjadi apabila isinya atau suratnya tidak benar, namun digambarkan seolah-seolah benar, sehingga dapat memiliki akibat hukum seperti surat aslinya. Pemalsuan terhadap surat dapat diartikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan dengan cara meniru atau menciptakan suatu surat yang sifatnya tidak asli lagi atau membuat surat tersebut kehilangan keabsahan. Sama halnya dengan tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu, pemalsuan surat dapat terjadi terhadap sebagian atau seluruh isi surat. 2) Unsur-unsur dalam pasal 270 ayat (2) a) Subyek hukum : barangsiapa.

(14) 79. b) Unsur obyektif : Memakai surat yang tidak benar atau yang dipalsu tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah benar dan tidak dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. c) Unsur subyektif : dengan sengaja Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 270 ayat (2) adalah penggunaan pas jalan, surat pengganti pas jalan, kartu keamanan, surat perintah jalan, atau surat yang diberikan menurut ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia. Setiap penggunaan atas surat palsu merupakan kejahatan. Pemakai surat tersebut harus mengetahui kepalsuannya dan harus mengetahui bahwa ia menggunakan surat tersebut seakan-akan isinya sesuai dengan kebenaran. Penghukuman atas pemakaian atau penggunaan tidak tergantung pada penghukuman terhadap pemalsuannya atau membuat secara tidak benar seperti yang diatur dalam Pasal 270 ayat (1). Meski hanya dengan menunjukkan pas jalan, surat pengganti pas jalan, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan. menurut. ketentuan. undang-undang. tentang. pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia yang palsu sudah dianggap sebagai bentuk penggunaan surat..

(15) 80. 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian a) Pasal 123, berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): a. setiap orang yang dengan sengaja memberikan surat atau data palsu atau yang dipalsukan atau keterangan tidak benar dengan maksud untuk memperoleh Visa atau Izin Tinggal bagi dirinya sendiri atau orang lain; b. setiap Orang Asing yang dengan sengaja menggunakan Visa atau Izin Tinggal sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia. Analisa unsur-unsur tindak pidana imigrasi dalam ketentuan hukum Pasal 123 Undang-Undang Keimigrasian, terutama yang terkait dengan unsur memberikan keterangan tidak benar, sebagai berikut : 1) Unsur-unsur dalam Pasal 123 huruf a a) Subyek Hukum : setiap orang Rumusan “setiap orang” dalam Undang-Undang Keimigrasian. menunjuk. pada. manusia. (natuurlijke. persoon) terlihat pada kata “orang”. Ketentuan Hukum Keimigrasian mengenal 2 (dua) jenis manusia, yaitu Warga Negara Indonesia dan Warga Asing (Orang Asing), karena Keimigrasian mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perjalanan keluar atau masuk wilayah suatu negara yang hanya dapat dilakukan oleh warga negara. Warga Negara adalah orang-orang yang memiliki kedudukan resmi sebagai anggota penuh suatu negara..

(16) 81. Kata “setiap orang” menunjukkan semua orang yang memiliki kewarganegaraan suatu negara yang melakukan perjalanan keluar masuk suatu negara. Karena wilayah terjadinya. perjalanan. tersebut. adalah. di. Wilayah. Indonesia, maka orang yang dapat melakukan perjalanan keluar atau masuk Wilayah Indonesia adalah Warga Negara Indonesia sebagai warga negara dalam wilayah negara Indonesia itu sendiri dan Orang Asing sebagai warga negara lain yang berasal dari luar Wilayah Indonesia. Maka subyek hukum pada Pasal 123 huruf a adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing. b) Unsur Obyektif : 1. Memberikan surat palsu atau yang dipalsukan; atau 2. Memberikan data palsu atau yang dipalsukan; atau 3. Memberikan keterangan tidak benar. “Memberikan surat” terdiri dari 2 (dua) susunan kata,. yaitu. menunjukkan. memberikan suatu. dan. surat.. perbuatan. Memberikan. memindahtangankan. sesuatu secara fisik, tanpa harus terjadi perpindahan hak. Menurut Sudikno Mertokusumo, surat adalah segala sesuatu. yang. dimaksudkan menyampaikan. membuat untuk buah. tanda-tanda. mencurahkan pikiran. bacaan. yang. isi. hati. atau. seseorang. dan. dapat.

(17) 82. dipergunakan sebagai pembuktian.. Benda yang dapat. digunakan sebagai pembuktian harus memiliki wujud konkret (nyata) agar mempunyai kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini, surat adalah suatu benda berisi tulisan dan gambar yang termuat dalam suatu media benda. Pada umumnya media yang digunakan untuk. surat. kemungkinan. adalah. kertas,. berbentuk. tapi. elektronik.. tidak. menutup. Surat. yang. dimaksudkan dalam unsur ini adalah surat yang dapat digunakan sebagai bukti, artinya surat ini dibuat oleh suatu kewenangan administrasi untuk membuktikan suatu peristiwa. Produk hukum keimigrasian yang berbentuk surat adalah dokumen perjalanan, yaitu paspor dan surat perjalanan laksana paspor. Unsur “memberikan surat” adalah suatu perbuatan memindahkan sesuatu berisi tulisan dan gambar yang menjelaskan dan membuktikan suatu peristiwa, tanpa disertai perpindahan hak yang ada dalam sesuatu tersebut. Dalam unsur “Memberikan surat yang palsu atau dipalsukan”, meski bentuk perbuatannya sama, yaitu “memberikan”, tetapi obyek perbuatan tersebut berbeda. Obyek dalam unsur tersebut ada 2 (dua), yaitu surat yang palsu dan surat yang dipalsukan”. “Memberikan surat palsu” adalah tindak pidana yang termasuk dalam.

(18) 83. pemalsuan intelektual, karena sejak awal surat aslinya tidak ada, pelaku membuat surat secara palsu yang seolaholah asli dan berasal dari orang lain, kemudian surat palsu tersebut. yang. bersangkutan. diberikan untuk. kepada. melakukan. pihak. lain. perbuatan. yang. tertentu.. “Memberikan surat yang dipalsukan” adalah bentuk pemalsuan. materiil. yang. dilakukan. dengan. cara. melakukan perubahan-perubahan tanpa hak (izin yang berhak) dalam suatu surat, sehingga isi dalam surat tersebut tidak sesuai dengan kebenaran, kemudian perbuatan dilakukan dengan cara surat yang dipalsukan ini diberikan kepada pihak yang berkepentingan. “Memberikan data” memiliki 2 (dua) susunan kata, yaitu. “memberikan”. dan. “data”.. Memberikan. menunjukkan cara melakukan suatu perbuatan. “Data” adalah catatan atas kumpulan fakta.68 Dalam penggunaan sehari-hari, data berarti suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya. Data dapat ditemukan di surat yang menimbulkan hak dan berfungsi sebagai bukti, karena data berisi mengenai fakta dan pernyataan. Dengan kata lain, data merupakan isi dari surat. Oleh sebab itu, data juga dapat dibuat secara palsu maupun dipalsukan. Data palsu artinya perbuatan dilakukan dengan menyusun data pada 68. hal 3.. Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi (Suatu Pengantar), Indeks, Jakarta, 2008,.

(19) 84. keseluruhan. (pemalsuan. intelektual).. Data. yang. dipalsukan adalah perbuatan yang dilakukan dengan mengubah isi data yang asli (pemalsuan materiil). Untuk. dapat. mengetahui. pengertian. unsur. memberikan keterangan tidak benar maka perlu diuraikan menurut susunan kata. Unsur memberikan keterangan tidak benar memiliki 3 (tiga) susunan kata, yaitu kata “memberikan”, “keterangan”, dan “tidak benar”. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, ketiga kata tersebut memiliki arti, yaitu: 1) “Memberikan”, artinya menyerahkan sesuatu kepada seseorang. 2) “Keterangan”, artinya uraian dan sebagainya untuk menerangkan sesuatu yang menjadi petunjuk, seperti bukti, tanda. 3) “Tidak benar”, artinya salah, tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam bidang hukum, istilah “memberikan” dapat diartikan suatu bentuk perbuatan menyerahkan sesuatu yang berbentuk abstrak maupun konkret. Abstrak dan konkret menunjukkan sifat dari sesuatu yang diserahkan tersebut. Abstrak dapat berupa perkataan secara lisan, dan konkret dapat berupa tulisan. Istilah “keterangan” adalah suatu uraian berisi informasi yang berbentuk abstrak.

(20) 85. (secara lisan) maupun konkret (secara tertulis) dan berfungsi sebagai petunjuk (bukti).. “Tidak benar”. menunjukkan nilai (keabsahan) yang terdapat dalam sesuatu terkait kebenaran atau kesesuaian dengan keadaan yang sebenarnya. Maka dapat disimpulkan bahwa, unsur “memberikan keterangan tidak benar” adalah suatu tindak pidana yang dilakukan dengan cara menyerahkan suatu uraian, berupa informasi, baik secara lisan maupun tertulis, yang nilai keabsahannya diragukan karena isinya tidak sesuai dengan kebenaran yang sebenar-benarnya. Pelaksanaan unsur obyektif dalam Pasal 123 huruf a tidak perlu dibuktikan ketiga-tiganya, cukup salah satu bentuk perbuatan saja karena dalam rumusan Pasal 123 huruf a terdapat kata “atau”. Ketiga jenis perbuatan tersebut. dilakukan. pada. saat. permohonan. dan. perpanjangan, yang dapat diketahui pada pemeriksaan. c) Unsur Subyektif : 1. Dengan sengaja; 2. Dengan maksud: Untuk memperoleh Visa atau Izin Tinggal bagi dirinya sendiri atau orang lain. Unsur “dengan sengaja” dan “dengan maksud” menunjukkan kesalahan dalam diri pelaku. Pelaku pemberi surat atau data atau keterangan mengetahui secara.

(21) 86. sadar, bahwa perbuatan yang dilakukannya terdapat kepalsuan baik secara fisik maupun materi dalam surat atau data maupun keterangan yang diberikannya. Pelaku tindak pidana apabila dalam perbuatannya ia mempunyai niat atau maksud untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Niat pelaku dalam Pasal 123 huruf a ditunjukkan dengan unsur “untuk memperoleh visa atau izin tinggal bagi dirinya sendiri atau orang lain”. 2) Unsur-unsur dalam Pasal 123 huruf b a) Subyek Hukum : setiap Orang Asing Menurut Pasal 1 angka ke-9 Undang-Undang Keimigrasian, Orang Asing adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia. Orang Asing adalah orang-orang yang untuk sementara atau tetap bertempat tinggal di Negara tertentu, tetapi tidak berkedudukan sebagai Warga Negara. Orang Asing merupakan warga negara dari Negara lain yang dengan ijin pemerintah setempat menetap di negara yang bersangkutan. b) Unsur Obyektif : Menggunakan Visa atau Izin Tinggal sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 123 huruf b adalah menggunakan Visa atau Izin Tinggal yang.

(22) 87. diperoleh dengan cara memberikan surat atau data palsu atau yang dipalsukan atau keterangan tidak benar. Tidak ada pembatasan terhadap penggunaan surat tersebut, meski hanya dengan menunjukkan surat tersebut sudah dianggap memenuhi unsur perbuatan pidana dalam Pasal 123 huruf b. Perbuatan yang dihukum adalah penggunaan Visa atau Izin Tinggal melalui perbuatan yang dilarang dalam Pasal 123 huruf a. Karena Visa atau Izin Tinggal tersebut diperoleh dari perbuatan yang dilarang, maka isi dalam visa atau izin tinggal itu sudah tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Setiap penggunaan atas surat yang diperoleh melalui perbuatan yang dilarang dapat dianggap sebagai kejahatan. c) Unsur Subyektif : 1. Dengan sengaja; 2. Maksud: untuk masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia. Unsur kesalahan pelaku dicantumkan dengan kata “dengan. sengaja”.. Pemakai. surat. tersebut. harus. mengetahui bahwa perbuatan penggunaan visa atau ijin tinggal itu adalah dilarang dan juga mengetahui isi dalam visa atau izin tinggal itu tidak sesuai dengan kebenaran. Maksud pelaku melakukan tindak pidana pada Pasal 123.

(23) 88. huruf b adalah agar pelaku dapat memasuki atau bahkan menetap di Wilayah Indonesia. b) Pasal 126 huruf c, berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja: c. memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).. Analisa terhadap unsur-unsur tindak pidana imigrasi yang tercantum dalam Pasal 126 huruf c, sebagai berikut : 1) Subyek Hukum : setiap orang Yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah setiap Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang melakukan perjalanan keimigrasian. Bagi Orang Asing adalah warga negara lain yang menetap baik sementara maupun permanen di Wilayah Indonesia. 2) Unsur Obyektif : a) Memberikan data yang tidak sah; b) Memberikan keterangan tidak benar. Unsur “memberikan data yang tidak sah” dalam Pasal 126 huruf c memiliki kemiripan dengan unsur “memberikan data palsu” dalam Pasal 123 huruf a. Perbedaan keduanya terlihat pada kata “tidak sah” dan “palsu”. Kedua kata tersebut memiliki makna yang sama. “Memberikan data yang tidak.

(24) 89. sah”. adalah. tindak. pidana. yang. dilakukan. dengan. menyerahkan fakta dan pernyataan secara tertulis namun keaslian dan kebenarannya diragukan. Unsur “memberikan keterangan tidak benar” adalah suatu tindak pidana yang dilakukan dengan cara menyerahkan suatu uraian, berupa informasi, baik secara lisan maupun tertulis, yang nilai keabsahannya diragukan karena isinya tidak sesuai dengan kebenaran yang sebenar-benarnya. 3) Unsur Subyektif : a) Dengan sengaja; b) Maksud: untuk memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain. “Dengan sengaja” berarti pelaku menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindak pidana. Tujuan pelaku dalam Pasal 126 huruf c agar memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia untuk dirinya sendiri atau orang lain. Berdasarkan hasil analisis unsur-unsur tindak pidana dalam KUHPidana. dan. Undang-Undang. Keimigrasian. dapat. dilakukan. perbandingan unsur-unsur tindak pidana dalam ketentuan perundangundangan tersebut yang terkait dengan unsur memberikan keterangan tidak benar yang ditabulasikan sebagai berikut:.

(25) 90. Tabel 4.1 Perbandingan Unsur-Unsur Tindak Pidana Dalam KUHPidana dan Undang-Undang Keimigrasian yang Terkait Dengan Unsur Memberikan Keterangan Tidak Benar. UnsurUnsur Tindak Pidana Subyek Hukum. Unsur Obyektif. Undang-Undang Pasal 242 ayat (1) Barangsiapa, yaitu orang atau manusia. 1. Dalam hal undangundang: a. memberi ketera ngan di atas sumpah; atau b. mengada kan akibat hukum kepada ketera ngan yang demi kian. 2.Memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik. KUHPidana Undang-Undang Keimigrasian Pasal 270 Pasal 270 Pasal 123 Pasal 123 Pasal 126 ayat (1) ayat (2) huruf a huruf b huruf c Barangsia- Barangsia- Setiap Setiap Setiap pa, yaitu pa orang, Orang orang, orang atau yaitu Asing yaitu manusia Warga Warga Negara Negara Indonesia Indonesia dan Orang dan Orang Asing Asing 1. Mem- Memakai 1. Mem- Mengguna 1. Membuat surat yang berikan Visa berisecara tidak kan atau Izin kan tidak benar atau surat Tinggal data benar; yang palsu sebagaiyang 2. Memal dipalsu atau mana tidak su; tersebut yang dimaksud sah; a. Pas dalam dipalsu dalam 2. Memjaayat kan; huruf a. berilan; pertama, atau kan b. Su- seolah2. Memketera rat olah benar beringan pen dan tidak kan tidak gga dipalsu data benar. nti atau palsu pas seolahatau jaolah yang lan; isinya dipalsu c. Kar sesuai kan; tu dengan atau kea kebenaran 3. Memma . berinan kan ; keted. Surangan rat tidak pebenar. rintah jalan ; atau e. Su-.

(26) 91. secara lisan maupun tulisan: a. oleh nya sendi ri; atau b. oleh kuasany a yang khusus ditun juk untuk itu.. rat yang diberikan menurut keten tuan unda ngunda ng tentang pem berian izin kepa da orang asing untuk masuk dan mene tap di Indo nesia ; 3. Menyu ruh beri: Surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menun juk pada keada-.

(27) 92. Unsur Subyektif. Dengan sengaja. an palsu. 1. Dengan Dengan maksud sengaja : a. Me ma kai; atau b. Me nyu ruh ora ng lain pakai surat itu; 2. Seolaholah benar dan tidak palsu atau seolaholah isinya sesuai dengan kebena ran.. 1. Dengan 1. Dengan 1. sengaja sengaja 2. Dengan 2. Maksud: maksud: Untuk 2. Untuk masuk mempedan/atau roleh berada Visa di atau Izin Wilayah Tinggal Indonebagi sia. dirinya sendiri atau orang lain.. Dengan sengaja ; Maksud: Untuk memperoleh Dokumen Perjala nan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain.. Sumber : Bahan Hukum Primer, diolah, 2014. Perbandingan unsur-unsur dalam Tabel 4.1 menunjukkan adanya keterkaitan kejahatan pemalsuan dalam KUHPidana dan tindak pidana imigrasi yang terdapat unsur memberikan keterangan tidak benar, yaitu tindak pidana ketentuan Pasal 242 ayat (1) dan Pasal 270 merupakan ketentuan hukum yang bersifat umum apabila dikaitkan dengan tindak pidana imigrasi yang terdapat unsur memberikan keterangan tidak benar, sehingga dapat dijadikan acuan dalam menganalisa unsur memberikan.

(28) 93. keterangan tidak benar. Pasal 242 ayat (1) KUHPidana mempunyai unsur keterangan palsu, sedangkan Pasal 270 KUHPidana mengatur unsur-unsur yang terdapat pada kejahatan pemalsuan terhadap surat-surat tertentu. Kebanyakan jenis surat-surat tertentu dalam Pasal 270 KUHPidana merupakan jenis-jenis dokumen keimigrasian yang digunakan dalam bidang imigrasi. Pasal 123 juncto Pasal 126 huruf c Undang-Undang Keimigrasian mengatur tindak pidana yang didalamnya terdapat unsur memberikan keterangan tidak benar. Tindak pidana imigrasi yang memiliki unsur memberikan keterangan tidak benar memenuhi sebagian unsur-unsur dalam tindak pidana sumpah palsu atau keterangan palsu dan kejahatan pemalsuan surat-surat tertentu. Suatu surat perjalanan antar negara (dokumen keimigrasian) pada umumnya memuat tentang:69 1. Identitas pemegang, antara lain meliputi nama lengkap (nama depan, nama tengah, dan nama keluarga/marga), tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, tempat domilisi, adakalanya juga pekerjaan (occupation) dan ciri-ciri khusus dari pemegangnya, termasuk foto serta keterangan lain yang diperlukan, seperti tinggi badan atau nama alias. 2. Memuat status kewarganegaraan pemegang atau keadaan tidak berkewarganegaraan yang dinyatakan secara positif atau negatif. Kejahatan pemalsuan dokumen keimigrasian dalam tindak pidana imigrasi dapat terjadi pada saat proses permohonan (pembuatan), 69. Ajat Sudrajat Havid, Op.Cit., hal 191-192..

(29) 94. perpanjangan dan penggunaan dokumen keimigrasian.. Pemalsuan. dokumen keimigrasian dilakukan terhadap materi (isi) maupun blanko dokumen keimigrasian. Pada umumnya kejahatan pemalsuan dokumen keimigrasian dapat dibedakan dalam beberapa jenis, sebagai berikut: 1) Impostor Impostor dilakukan dengan cara menggunakan dokumen keimigrasian asli dengan identitas asli tanpa melakukan perubahan biodata, akan tetapi orang yang membawanya bukan pemilik sah dari dokumen tersebut. Modus kejahatan dalam impostor adalah berusaha untuk menyerupai wajah pemilik dokumen yang sebenarnya seperti yang tampak pada foto dalam paspor. Modus operandi pelaku impostor adalah berusaha untuk mencari kedekatan atau kesamaan antara foto yang ada dalam paspor dengan pemilik palsu yang mencoba untuk memanfaatkannya. 2) Mengubah Data Penggunaan dokumen perjalanan asli dengan melakukan pengubahan sebagian dari identitas diri dari pemilik yang sebenarnya. Modus seperti ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori: a) Mengganti halaman paspor, bertujuan untuk menghilangkan informasi yang tertera didalam halaman paspor setelah upaya penghapusan dan penggantian gagal dilakukan. Halaman paspor pengganti bisa berasal dari buku paspor yang sama atau buku lainnya dan dapat pula berupa lembar halaman palsu..

(30) 95. b) Data perjalanan yang tertera didalam buku paspor tidak ingin diketahui oleh pejabat yang berwenang. Data tersebut umumnya stempel pendaratan, keberangkatan, fiskal dan visa. Kesalahan yang terjadi umumnya terletak pada penanggalan yang dilakukan secara terpisah dengan stempel, sehingga akan mengakibatkan ketidak konsistenan dan tidak proporsional. c) Pemalsuan dapat dilakukan pada lembar halaman paspor palsu yang ditutup dengan cover asli atau bahkan keseluruhan buku paspor adalah palsu. Metode seperti ini memiliki kualitas yang lebih baik dari teknik penghapusan sebagian biodata diri dalam paspor. Paspor yang digunakan biasanya paspor curian atau paspor yang hilang. Penghapusan dilakukan dengan cara menggunakan bahan kimia dan menggunakan peralatan tertentu, untuk mendeteksi data yang diganti dapat menggunakan sinar Ultraviolet (UV). 3) Memalsukan Identitas Diri Dalam proses permohonan paspor data yang diberikan adalah palsu, hal ini dikarenakan dokumen seperti: KTP, akte lahir, kartu keluarga dan identitas lainnya sangat mudah untuk dipalsukan. Modus seperti ini bertujuan untuk memperoleh identitas diri yang baru dan menghilangkan identitas yang lama. Memperoleh identitas baru dikarenakan orang tersebut ingin memiliki identitas ganda sehingga memiliki dokumen perjalanan lebih dari satu. Tujuan lainnya yaitu menghilangkan identitas yang lama/asli, maksudnya agar hal-hal.

(31) 96. negatif yang terkait dengan dirinya menjadi hilang, seperti kriminal, koruptor, dan sebagainya. Umumnya pemalsuan identitas diri memerlukan proses yang agak panjang karena terlebih dahulu harus memiliki identitas baru melalui dokumen seperti KTP, akte lahir, akte nikah, ijazah dan seterusnya. Terlalu banyak pihak yang terlibat dalam proses ini sehingga memerlukan biaya yang besar. Modus seperti ini juga melibatkan pejabat/orang yang memiliki akses terhadap buku paspor. Pelaku dengan sengaja menghilangkan, mencuri atau bahkan menjual paspor tersebut. Meskipun paspor tersebut memiliki nomor seri yang terdaftar, dalam prakteknya untuk mendeteksi paspor tersebut tetap mengalami kesulitan, kesalahan yang umum dilakukan pemalsu adalah proses penerbitan, validasi data dan stempel pejabat berwenang. 4) Menerbitkan Dokumen Palsu Yaitu buku blanko paspor yang dibuat menyerupai seperti asli, modus seperti ini biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: kebutuhan yang mendesak, tidak ingin melibatkan banyak orang, dan kemampuan finansial yang baik. Kebutuhan mendesak karena orang tersebut bermaksud dengan segera mencapai negara tujuan. Akses untuk bertransaksi melalui media komunikasi tertentu seperti internet, telephone, SMS dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses transaksi sehingga dalam waktu yang relatif singkat paspor palsu dapat segera diterbitkan. Keterlibatan orangorang dalam transaksi sangat dibatasi agar tidak mudah terlacak..

(32) 97. Biasanya tidak pernah terjadi kontak langsung dengan pembuat pasor palsu, transaksi dilakukan tanpa melalui perantara orang melainkan dengan menggunakan media komunkasi elektronik. Karena berusaha menerbitkan paspor menyerupai seperti aslinya maka pemalsu akan berusaha menggunakan teknologi dan peralatan yang mahal agar hasilnya dapat mendekati seperti aslinya. Penggunaan peralatan yang rumit mengakibatkan biaya yang dibutuhkan menjadi tinggi sehingga hanya orang-orang yang memiliki kemampuan finansial yang baik yang dapat memesan paspor palsu seperti ini. Berbagai upaya dilakukan pelaku agar dapat memperoleh dokumen keimigrasian, sehingga pelaku dapat melakukan perjalanan antar negara. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara memberikan keterangan tidak benar yang menjadi bagian unsur tindak pidana keimigrasian. Menurut bahasa dan susunan kata, memberikan keterangan tidak benar adalah suatu tindak pidana yang dilakukan dengan cara menyerahkan suatu uraian, berupa informasi, baik secara lisan maupun tertulis, yang nilai keabsahannya diragukan karena isinya tidak sesuai dengan kebenaran yang sebenar-benarnya. Dalam hukum keimigrasian, keterangan dibutuhkan dan diberikan pada saat permohonan dan perpanjangan dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pengertian keterangan adalah: a. Uraian atau penjelasan dan sebagainya untuk menerangkan sesuatu; b. Sesuatu yang menjadi petunjuk, seperti bukti dan tanda;.

(33) 98. c. Segala sesuatu yang sudah diketahui atau yang menyebabkan tahu. Demi kepastian hukum, keterangan harus dalam bentuk tulisan yang dapat digunakan sebagai bukti. Keterangan dalam hukum keimigrasian dapat diartikan sebagai uraian, penjelasan atau petunjuk yang terdapat dalam lampiran persyaratan pada saat proses permohonan atau perpanjangan. berupa. surat-surat. dan. kelengkapan. yang. berisi. fakta/peristiwa dan dibutuhkan sebagai pembuktian bagi pemohon dan pemegang dokumen keimigrasian. Persyaratan untuk permohonan paspor tercantum dalam Pasal 49 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang berbunyi: Bagi warga negara Indonesia yang berdomisili atau berada di Wilayah Indonesia, permohonan Paspor biasa diajukan kepada Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dengan mengisi aplikasi data dan melampirkan persyaratan: a. kartu tanda penduduk yang masih berlaku; b. kartu keluarga; c. akta kelahiran, akta perkawinan atau buku nikah, ijazah, atau surat baptis; d. surat pewarganegaraan Indonesia bagi Orang Asing yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui pewarganegaraan atau penyampaian pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. surat penetapan ganti nama dari pejabat yang berwenang bagi yang telah mengganti nama; dan f. Paspor lama bagi yang telah memiliki Paspor. Untuk permohonan visa bagi Orang Asing, persyaratan yang diberikan bergantung pada alasan/kegiatan Orang Asing berada di Wilayah.

(34) 99. Indonesia. Persyaratan umum untuk melakukan permohonan visa adalah paspor orang yang bersangkutan.70 Fakta-fakta yang dikumpulkan dan diolah untuk menjadi data. Sehingga dapat diutarakan secara jelas dan tepat agar dapat dimengerti oleh orang lain. Dengan kata lain, data berisi suatu pernyataan fakta-fakta tertentu yang sudah melalui proses pengolahan sehingga menghasilkan suatu materi/isi dalam menarik suatu keputusan dan dapat digunakan untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam bidang keimigrasian, data merupakan pernyataan berupa kumpulan keterangan-keterangan dari pemohon atau pemegang dokumen keimigrasian yang telah diolah oleh Pejabat Imigrasi sesuai ketentuan perundang-undangan dan termuat di dalam dokumen keimigrasian. Dapat disimpulkan bahwa keterangan dalam bidang keimigrasian adalah bentuk mentah dari data yang akan menjadi pernyataan (isi/materi) dalam suatu dokumen keimigrasian. Perbuatan yang dilarang adalah memberikan keterangan tidak benar. Pelaku menyerahkan aplikasi data (berupa formulir) dan lampiran persyaratan yang telah direkayasa sedemikian rupa dan dilakukan dengan melawan hukum sehingga keterangan itu bersifat tidak sah secara hukum atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya. Pelaku melakukan perbuatan tersebut bertujuan untuk memperoleh atau mempergunakan dokumen keimigrasian yang sah. Namun dalam proses pembuatannya bersifat melawan hukum, maka keabsahan dokumen keimigrasian tersebut diragukan.. 70. Ibid, hal 22..

(35) 100. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian unsur memberikan keterangan tidak benar dalam bidang keimigrasian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (pelaku tindak pidana) dalam proses permohonan atau perpanjangan dokumen keimigrasian dengan cara menyerahkan lampiran persyaratan yang diatur dengan ketentuan perundang-undangan, berupa surat-surat dan sebagainya, berisi uraian, penjelasan atau petunjuk (informasi) yang bertentangan atau tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya (kebenaran)..

(36) 101. B. Implikasi Yuridis Adanya Unsur Memberikan Keterangan Tidak Benar Pada Pasal 123 Juncto Pasal 126 Huruf C Tindak Pidana Imigrasi Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHPidana, yang menyatakan bahwa: “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.” Asas legalitas oleh Von Feuerbach dirumuskan dalam bahasa latin “Nullum Delictum Nullapoena Sina Praevia Lege”, yang berarti tidak ada tindak pidana, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu.71 Asas ini sangat penting dalam menentukan apakah suatu ketentuan pidana dapat diberlakukan terhadap suatu perbuatan tertentu dan apakah sudah ada peraturan yang mengatur tentang perbuatan tersebut.72 Ketentuan dalam Peraturan Umum Bab I Pasal 2 KUHPidana berbunyi: “Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia.” Di dalam ketentuan ini terdapat asas teritorialitet (berlakunya hukum pidana Indonesia) menyatakan bahwa ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang dapat dihukum (tindak pidana) di dalam wilayah Indonesia. Artinya apabila terjadi suatu perbuatan yang dilarang atau tidak 71. Masruchin Ruba’i, Op.Cit., hal 11. Tim Pengajar Mata Kuliah Pengajar Hukum Indonesia Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Pengantar Hukum Indonesia (Pembidangan dan Asas-Asas Hukum), UB Press, Malang, 2013, hal 42. 72.

(37) 102. melakukan kewajiban, yang menurut undang-undang diancam dengan hukuman pidana, maka si pelaku, baik ia adalah seorang Warga Negara Indonesia maupun Orang Asing, dapat dikenai hukuman oleh Hakim. Unsur memberikan keterangan tidak benar merupakan salah satu rumusan tindak pidana pada Pasal 123 juncto Pasal 126 huruf c UndangUndang Keimigrasian. Subyek hukum dalam Pasal 123 juncto Pasal 126 huruf c Undang-Undang Keimigrasian adalah “setiap orang” yang artinya setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing yang melakukan perjalanan keluar masuk wilayah Negara Republik Indonesia. Sesuai asas teritorialitet, maka setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing dapat dikenai sanksi pidana apabila terbukti melakukan perbuatan yang dilarang oleh suatu ketentuan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Maka subyek hukum “setiap orang” dalam ketentuan Pasal 123 juncto Pasal 126 huruf c Undang-Undang Keimigrasian dapat dikenai sanksi pidana apabila terbukti melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan unsur memberikan keterangan tidak benar yang terdapat dalam ketentuan pasal tersebut. Namun mengingat Pasal 2 KUHPidana dibatasi oleh ketentuan Pasal 9 KUHPidana yang berbunyi: “Berlakunya pasal 2-5, 7 dan 8 dibatasi oleh pengecualianpengecualian yang diakui dalam hukum internasional.” Maka penjatuhan sanksi pidana terhadap warga negara asing yang terbukti melanggar. ketentuan. perundang-undangan. Indonesia. tidak. dapat. diperlakukan sama seperti penjatuhan sanksi pidana terhadap warga negara Indonesia, karena Warga Negara Asing memiliki kekebalan diplomatik..

(38) 103. Namun hukum tetap harus ditegakkan, karena hukum memiliki fungsi sebagai perlindungan kepentingan demi kepastian hukum. Fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh, hukum harus ditegakkan). Sanksi pidana merupakan sanksi yang paling tajam karena sanksi ini dapat mengenai harta benda, kehormatan, kemerdekaan dan harta benda, bahkan terkadang merenggut nyawa si pelaku. Sanksi inilah yang membedakan hukum pidana dengan bidang hukum lainnya. Karena sanksi pidana dianggap paling tajam, maka hukum pidana memiliki sebutan sebagai “obat terakhir (ultimum remedium)”, artinya hukum pidana baru akan digunakan apabila upaya-upaya pada bidang hukum lainnya dianggap tidak mampu mengatasi. Hukum pidana juga sering dikatakan sebagai accessoir (bergantung) terhadap bidang hukum lain, karena hukum pidana bersifat menguatkan norma dalam bidang hukum lain dengan ancaman pidana.73 Pernyataan-pernyataan ini menyatakan bahwa upaya hukum tidak selalu harus diawali dengan sanksi pidana, tetapi dapat ditegakkan terlebih dahulu oleh bidang hukum lainnya, yang salah satunya, yaitu sanksi berupa tindakan yang bersifat administrasi. Penegakan hukum adanya unsur memberikan keterangan tidak benar seperti yang telah diatur dalam Pasal 123 juncto Pasal 126 huruf c Undang-Undang Keimigrasian diselesaikan dengan sistem dan mekanisme yang ada dalam penegakan hukum imigrasi. Sama seperti bidang hukum lainnya, hukum imigrasi memiliki beberapa jenis upaya penegakan hukum imigrasi demi tercapainya tujuan hukum.. 73. Masruchin Ruba’i, Op.Cit., hal 4-5..

(39) 104. Dokumen keimigrasian sangat. penting dan berharga bagi. pemegangnya, oleh karena itu perlu dilakukan pengamanan terhadap dokumen tersebut. Dalam penggunaan dokumen keimigrasian bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, bahkan tidak jarang terjadi pelanggaran dan kejahatan, seperti adanya unsur memberikan keterangan tidak benar di dalam dokumen keimigrasian, kehilangan paspor maupun visa, pencurian dokumen keimigrasian, paspor palsu (counterfeit passport), yaitu paspor yang dibuat palsu, paspor dibuat palsu atau dipalsukan (forgery) yaitu paspor asli kemudian dipalsukan (asli dan dipalsukan) dan biasanya diperjualbelikan secara tidak sah. Perbuatanperbuatan inilah yang harus dicegah dan diatasi dengan upaya penanggulangan kejahatan. Implikasi yuridis adanya unsur memberikan keterangan tidak benar pada Pasal 123 juncto Pasal 126 huruf c tindak pidana imigrasi dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dapat dihubungkan dengan upaya penanggulangan kejahatan antara lain: 1. Upaya Preventif Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan. Upaya ini merupakan tindakan yang bersifat pencegahan. Upaya penanggulangan preventif dalam bidang keimigrasian dilakukan dengan tindakan pengamanan terhadap dokumen keimigrasian, sehingga paspor, visa maupun dokumen keimigrasian lainnya yang telah dikeluarkan secara sah dan resmi tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Saat.

(40) 105. ini di seluruh dunia tercatat kurang lebih ada 250 paspor dengan fitur pengamanan yang berbeda-beda.74 Tindakan pengamanan terhadap dokumen keimigrasian dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:75 a. Pengamanan Terbuka Pengamanan. ini. dilakukan. langsung. pada. dokumen. keimigrasian dan terlihat secara visual. Bentuk dan format dokumen keimigrasian harus sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan keimigrasian yang berlaku. Pengamanan terbuka merupakan cara pengamanan dokumen keimigrasian dengan menggunakan peralatan yang canggih, baik dalam memilih bahan atau kertas paspor, cara penulisannya, pemberian pengamanan yang dapat dilihat seperti cara penempelan foto, tanda tangan, sidik jari dan sebagainya, sehingga sukar bagi orang. lain. untuk. merubah,. memalsukan. maupun. menyalahgunakannya, meskipun secara visual dapat dilihat bentuknya, sehingga jika terjadi perubahan atau pemalsuan maka akan segera diketahui. Salah satu peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai pengamanan terbuka adalah Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Spesifikasi Teknis Pengaman Paspor Biasa Dan Surat Perjalanan Laksana Paspor.. 74. Direktorat Jenderal Imigrasi, Direktorat Lintas Batas dan Kerjasama Luar Negeri, Pemeriksaan Paspor, Ditjen Imigrasi, Jakarta, 2007, hal 69. 75 Moh. Arif, Op.Cit., hal 50..

(41) 106. b. Pengamanan Tertutup Pengamanan tertutup dilakukan dengan menggunakan peralatan yang canggih yang tidak dapat dilihat secara visual, namun bagi pejabat atau petugas yang berwenang mengawasi pelanggaran dan kejahatan terkait dokumen keimigrasian, dengan peralatan tertentu akan dapat menentukan adanya penyimpangan atau pemalsuan dokumen tersebut yang berada diluar jangkauan orang yang berusaha melakukan kejahatan. Pengamanan ini dilakukan pada sistem informasi perkantoran secara elektronik yang diperkenalkan ke publik dengan nama sistem Electronic Office (untuk selanjutnya disebut e-Office) yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-04.OT.03.01 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Penerapan E-Office Keimigrasian. Seperti yang terdapat dalam paspor baru, kini dilengkapi pengamanan dengan teknologi biometrik dan fasilitas sistem autogate diberikan kepada kepada warganegara Indonesia pemegang paspor elektronik maupun paspor non elektronik yang telah terpasang di Bandara Internasional Soekarno-Hatta sejak awal tahun 2013. Upaya preventif yang dilakukan terhadap seluruh jenis dokumen keimigrasian. bertujuan. untuk. mencegah. dan. memperkecil. kemungkinan terjadinya pelanggaran dan kejahatan, termasuk perbuatan yang memenuhi rumusan unsur memberikan keterangan tidak benar dalam suatu dokumen keimigrasian..

(42) 107. 2. Upaya Represif Upaya penanggulangan represif adalah tindakan konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Upaya ini dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya, serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan hukum dan dapat menimbulkan kerugian. Sehingga pelaku tidak mengulangi perbuatan itu dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya. Upaya penanggulangan secara represif dalam bidang imigrasi lebih dikenal dengan sebutan Tindakan Keimigrasian. Tindakan keimigrasian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak berwenang terhadap seseorang (pelaku) yang telah terbukti melakukan pelanggaran, penyimpangan, penyalahgunaan, dan kejahatan dalam penegakan hukum keimigrasian.76 Penindakan Hukum Keimigrasian terhadap Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing harus tetap dibedakan, mengingat kekebalan diplomatik yang dimiliki Warga Negara Asing. Tindakan Keimigrasian dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: a. Tindakan Non Litigasi Tindakan non litigasi dalam Keimigrasian merupakan suatu upaya penyelesaian perkara yang dilakukan di luar proses peradilan dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang di bidang 76. John Sarodja Saleh, Op.Cit., hal 97..

(43) 108. imigrasi. Tindakan ini dapat berupa sanksi maupun tindakan bersifat administrasi yang dikenakan terhadap Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing (Orang Asing). Tidak ada istilah khusus untuk tindakan non litigasi terhadap pelaku yang berkewarganegaraan Indonesia, namun pengaturannya tersebar dalam peraturan perundang-undangan keimigrasian. Sedangkan bagi Orang Asing dikenal dengan istilah “Tindakan Administratif Keimigrasian” yang sebagian besar telah diatur dalam Bab VII Pasal 75 sampai dengan Pasal 80 Undang-Undang Keimigrasian dan sebagian lainnya tersebar dalam peraturan perundang-undangan keimigrasian lainnya. Seluruh dokumen keimigrasian harus melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi, baik pada saat permohonan maupun penggunaannya. Hal ini diatur dalam Pasal 9 UndangUndang Keimigrasian yang berbunyi: (1) Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan Dokumen Perjalanan dan/atau identitas diri yang sah. (3) Dalam hal terdapat keraguan atas keabsahan Dokumen Perjalanan dan/atau identitas diri seseorang, Pejabat Imigrasi berwenang untuk melakukan penggeledahan terhadap badan dan barang bawaan dan dapat dilanjutkan dengan proses penyelidikan Keimigrasian. Pada Pasal 9 ayat (3) disebutkan keraguan atas keabsahan Dokumen Perjalanan dan/atau identitas diri seseorang dapat mengacu pada suatu bentuk penyimpangan, pelanggaran, maupun.

(44) 109. kejahatan. Unsur memberikan keterangan tidak benar dalam dokumen keimigrasian merupakan suatu unsur kejahatan di bidang keimigrasian mengenai suatu keadaan yang bertentangan dengan kebenaran sehingga keabsahannya diragukan. Tindakan non litigasi sebagai upaya penyelesaian awal yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di luar proses peradilan dalam menangani perkara-perkara yang didalamnya terdapat unsur memberikan keterangan tidak benar dalam keimigrasian. Berikut. ini. jenis-jenis tindakan non litigasi dalam. keimigrasian terkait unsur memberikan keterangan tidak benar dalam dokumen keimigrasian, antara lain: 1) Tindakan Administrasi Terkait Permohonan dan Penggunaan Dokumen Keimigrasian Menurut ketentuan hukum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, tindakan-tindakan keimigrasian non litigasi terkait permohonan dan penggunaan dokumen keimigrasian dibagi 2 (dua) menurut jenis produk hukumnya, yaitu: a) Dokumen Perjalanan Republik Indonesia Tindakan keimigrasian di luar proses peradilan terhadap Dokumen Perjalanan Republik Indonesia berupa tindakan penarikan, pembatalan, dan pencabutan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik.

(45) 110. Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 pada Bagian Ketiga Bab III mengenai Persyaratan dan Tata Cara Pemberian, Penarikan, Pembatalan, Pencabutan, Penggantian, serta Pengadaan. Blanko,. dan. Standarisasi. Dokumen. Perjalanan Republik Indonesia, yaitu Pasal 63 sampai dengan Pasal 65. Pasal 63, berbunyi: (1) Penarikan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dapat dilakukan kepada pemegangnya pada saat berada di dalam atau di luar Wilayah Indonesia. (2) Penarikan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal: a. pemegangnya telah dinyatakan sebagai tersangka oleh instansi berwenang atas perbuatan pidana yang diancam hukuman paling singkat 5 (lima) tahun atau red notice yang telah berada di luar Wilayah Indonesia; atau b. masuk dalam daftar Pencegahan. (3) Dalam hal penarikan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dilakukan pada saat pemegangnya berada di luar Wilayah Indonesia berupa Paspor, kepada yang bersangkutan diberikan Surat Perjalanan Laksana Paspor sebagai dokumen pengganti yang akan digunakan untuk proses pemulangan. Pasal 64, berbunyi: Pembatalan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dapat dilakukan dalam hal: a. Dokumen Perjalanan Republik Indonesia tersebut diperoleh secara tidak sah; b. pemegang memberikan keterangan palsu atau tidak benar; c. pemegangnya meninggal dunia pada saat proses penerbitan Paspor; d. tidak diambil dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan; atau e. kesalahan dan rusak pada saat proses penerbitan..

(46) 111. Pasal 65, berbunyi: (1) Pencabutan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dapat dilakukan dalam hal: a. pemegangnya dijatuhi hukuman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; b. pemegangnya telah kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan; c. anak berkewarganegaraan ganda yang memilih kewarganegaraan asing; d. masa berlakunya habis; e. pemegangnya meninggal dunia; f. rusak sedemikian rupa sehingga keterangan di dalamnya menjadi tidak jelas atau memberi kesan yang tidak pantas lagi sebagai dokumen resmi; g. dilaporkan hilang oleh pemegangnya yang dibuktikan dengan surat keterangan lapor kepolisian; atau h. pemegangnya tidak menyerahkan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dalam upaya penarikan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia. (2) Dalam hal pencabutan Paspor dilakukan pada saat pemegangnya berada di luar Wilayah Indonesia maka kepada yang bersangkutan diberikan Surat Perjalanan Laksana Paspor sebagai dokumen pengganti Paspor yang akan digunakan untuk proses pemulangan. Pejabat negara yang dapat melakukan tindakantindakan tersebut diatur dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013, yang berbunyi: Pemberian, penarikan, pembatalan, pencabutan, dan penggantian Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dilakukan oleh: a. Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk untuk Paspor diplomatik dan Paspor dinas; atau.

(47) 112. b. Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk untuk Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor. b) Visa Tindakan non litigasi terhadap Visa terkait dengan pemberian izin tinggal, yaitu Pejabat Imigrasi dapat menolak dan membatalkan izin tinggal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 pada Bagian Ketiga Bab V mengenai Persyaratan dan Tata Cara Permohonan, Pemberian, Jangka Waktu, Penolakan dan Pembatalan, dan Alih Status Izin Tinggal pada Pasal 158 dan Pasal 159. Pasal 158, berbunyi: Pejabat Imigrasi dapat menolak permohonan pemberian atau perpanjangan Izin Tinggal kunjungan, Izin Tinggal terbatas, dan Izin Tinggal Tetap dalam hal: a. namanya tercantum dalam daftar Penangkalan; b. Dokumen Perjalanannya diduga palsu; c. menderita gangguan jiwa atau penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum atau diduga melakukan perbuatan yang melanggar norma kesusilaan yang berlaku di Indonesia; d. memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Visa; e. diduga terlibat dalam kejahatan internasional dan kejahatan transnasional terorganisasi; f. menunjukan perilaku yang membahayakan keamanan dan ketertiban umum; g. termasuk dalam daftar pencarian orang dari suatu negara asing; h. diduga terlibat dalam kegiatan makar terhadap pemerintahan Republik Indonesia; atau i. diduga terlibat kegiatan politik yang merugikan negara..

(48) 113. Pasal 159, berbunyi: (1) Izin Tinggal kunjungan, Izin Tinggal terbatas, dan Izin Tinggal Tetap dapat dibatalkan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk. (2) Izin Tinggal kunjungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibatalkan dalam hal Orang Asing: a. terbukti melakukan tindak pidana terhadap negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; b. melakukan kegiatan yang berbahaya atau patut diduga akan berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum; c. melanggar ketentuan peraturan perundangundangan; d. memberikan informasi yang tidak benar dalam pengajuan permohonan Izin Tinggal kunjungan; atau e. dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian. (3) Izin Tinggal terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibatalkan dalam hal Orang Asing: a. terbukti melakukan tindak pidana terhadap negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; b. melakukan kegiatan yang berbahaya atau patut diduga akan berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum; c. melanggar ketentuan peraturan perundangundangan; d. memberikan informasi yang tidak benar dalam pengajuan permohonan Izin Tinggal terbatas; e. dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian; atau f. putus hubungan perkawinan karena perceraian dan/atau atas putusan pengadilan bagi Orang Asing yang memperoleh Izin Tinggal terbatas karena kawin secara sah dengan warga negara Indonesia. (4) Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibatalkan dalam hal Orang Asing: a. terbukti melakukan tindak pidana terhadap negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; b. melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara atau patut diduga akan berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum; c. melanggar pernyataan integrasi;.

(49) 114. d. mempekerjakan tenaga kerja asing tanpa izin kerja; e. memberikan informasi yang tidak benar dalam pengajuan permohonan Izin Tinggal Tetap; f. dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian; atau g. putus hubungan perkawinan Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia karena perceraian dan/atau atas putusan pengadilan, kecuali perkawinan yang telah berusia 10 (sepuluh) tahun atau lebih. Tindakan. keimigrasian. terkait. permohonan. dan. penggunaan dokumen keimigrasian yang terbukti memiliki unsur memberikan keterangan tidak benar dibagi menjadi 2 (dua). menurut. kewarganegaraan. pemilik. dokumen. keimigrasian, yaitu: a) Warga Negara Indonesia Dalam hal terdapat unsur memberikan keterangan tidak benar saat melakukan permohonan dan/atau penggunaan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar Wilayah Indonesia dapat dilakukan tindakan pembatalan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia oleh Pejabat Imigrasi. Tindakan pembatalan terhadap Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang didalamnya terkandung unsur memberikan keterangan tidak benar diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 pada Pasal 64 huruf b, berbunyi:.

(50) 115. Pembatalan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dapat dilakukan dalam hal: b. pemegang memberikan keterangan palsu atau tidak benar; b) Orang Asing Dokumen keimigrasian yang digunakan Orang Asing untuk melakukan perjalanan masuk ke Wilayah Indonesia adalah paspor dan visa. Namun dokumen yang dapat dibuktikan keabsahannya adalah visa, karena visa yang sah dan resmi harus diterbitkan oleh pemerintah negara yang ingin dituju dan diberikan kepada Orang Asing yang akan masuk ke wilayah negara tersebut. Visa merupakan dasar pemberian izin tinggal. Dalam hal masuk ke Wilayah Indonesia, visa yang digunakan adalah Visa Republik Indonesia. Apabila keabsahan visa yang digunakan diragukan karena data didalamnya memenuhi unsur memberikan keterangan tidak benar, maka tindakan yang dapat dikenakan kepada Orang Asing tersebut adalah: 1. Penolakan pemberian atau perpanjangan visa yang diatur. dengan Peraturan Pemerintah Republik. Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 pada Pasal 158 huruf d, yang berbunyi: Pejabat Imigrasi dapat menolak permohonan pemberian atau perpanjangan Izin Tinggal kunjungan, Izin Tinggal terbatas, dan Izin Tinggal Tetap dalam hal:.

(51) 116. d. memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Visa; 2. Pembatalan visa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 dengan syarat memberikan keterangan tidak benar yang terdapat pada Pasal 159 ayat (2) huruf d, Pasal 159 ayat (3) huruf d, dan Pasal 159 ayat (4) huruf e, yang berbunyi: (2) Izin Tinggal kunjungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibatalkan dalam hal Orang Asing: d. memberikan informasi yang tidak benar dalam pengajuan permohonan Izin Tinggal kunjungan; (3) Izin Tinggal terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibatalkan dalam hal Orang Asing: d. memberikan informasi yang tidak benar dalam pengajuan permohonan Izin Tinggal terbatas; (4) Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibatalkan dalam hal Orang Asing: e. memberikan informasi yang tidak benar dalam pengajuan permohonan Izin Tinggal Tetap; Penolakan pemberian atau perpanjangan dan pembatalan visa termasuk suatu Tindakan Administratif Keimigrasian. Pada Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Keimigrasian menyebutkan bahwa: (2)Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. pencantuman dalam daftar Pencegahan atau Penangkalan; b. pembatasan, perubahan, atau pembatalan Izin Tinggal;.

(52) 117. c. larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di Wilayah Indonesia; d. keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia; e. pengenaan biaya beban; f. Deportasi dari Wilayah Indonesia.. 2) Pencegahan dan Penangkalan Pada sadarnya pencegahan dan penangkalan terhadap seseorang untuk melakukan perjalanan dari dan ke wilayah Republik. Indonesia. merupakan. pembatasan. hak. dan. kebebasan seseorang yang mengganggu dan mengancam stabilitas. nasional. dengan. tujuan. untuk. melindungi. kepentingan negara dan masyarakat.77 Menurut Bab I Pasal 1 angka ke-28 Undang-Undang Keimigrasian, berbunyi: Pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang untuk keluar dari Wilayah Indonesia berdasarkan alasan Keimigrasian atau alasan lain yang ditentukan oleh undang-undang. Sedangkan menurut Pasal 1 angka ke-29 Undang-Undang Keimigrasian, berbunyi: Penangkalan adalah larangan terhadap Orang Asing untuk masuk wilayah Indonesia berdasarkan alasan Keimigrasian. Subyek pencegahan adalah setiap orang yang terlibat masalah politik, ekonomi,. sosial budaya, pertahanan,. keamanan, dan ketertiban masyarakat, keimigrasian, pidana, dan perdata yang mengganggu dan mengancam stabilitas 77. Ajat Sudrajat Havid, Op.Cit., hal 105..

(53) 118. nasional. Subyek penangkalan adalah Orang Asing yang melakukan pelanggaran dan kejahatan dalam bidang politik, ekonomi,. sosial. budaya,. pertahanan,. keamanan,. dan. ketertiban masyarakat, keimigrasian, pidana, dan perdata.78 Pejabat. yang. berwenang. meminta. pencegahan. berdasarkan Pasal 91 Undang-Undang Keimigrasian, antara lain: a) Menteri Keuangan b) Jaksa Agung c) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia d) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi e) Kepala Badan Narkotika Nasional f) Pimpinan. kementerian/lembaga. yang. memiliki. wewenang pencegahan. Menurut. Pasal. Keimigrasian,. 93. pejabat. dan yang. Pasal. 99. Undang-Undang. berwenang. melaksanakan. Pencegahan atau Penangkalan adalah Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk. Berdasarkan. subyek. hukum. pencegahan. atau. penangkalan, pelaku tindak pidana yang memenuhi unsur memberikan keterangan tidak benar, baik Warga Negara Indonesia maupun Orang Asing, bila perlu dapat dikenakan tindakan pencegahan atau penangkalan. Meski Orang Asing. 78. Ajat Sudrajat Havid, Op.Cit., hal 106..

(54) 119. dapat dicegah untuk keluar maupun ditangkal untuk masuk Wilayah Indonesia, namun Warga Negara Indonesia yang berada di luar Wilayah Indonesia tidak dapat ditangkal (ditolak masuk) dengan ketentuan dan syarat dalam Pasal 14 Undang-Undang Keimigrasian, yang berbunyi: (1) Setiap warga negara Indonesia tidak dapat ditolak masuk Wilayah Indonesia. (2) Dalam hal terdapat keraguan terhadap Dokumen Perjalanan seorang warga negara Indonesia dan/atau status kewarganegaraannya, yang bersangkutan harus memberikan bukti lain yang sah dan meyakinkan yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia. (3) Dalam rangka memenuhi bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan dapat ditempatkan dalam Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi. Perlu diingat bahwa pencegahan atau penangkalan hanya. dilakukan. ketika. ada. permintaan. dari. Menteri/Pejabat/Pimpinan yang berwenang dalam suatu lembaga/kementerian terhadap setiap orang yang memang dianggap. berbahaya. karena. dapat. mengganggu. dan. mengancam stabilitas nasional. 3) Keharusan Untuk Bertempat Tinggal Di Suatu Tempat Tertentu Di Wilayah Indonesia Tindakan yang mengharuskan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia adalah tindakan yang bersifat sementara untuk memisahkan Orang Asing dari lingkungan masyarakat dimana ia semula berada dan.

(55) 120. menempatkannya pada suatu tempat tertentu.79 Tempat tertentu itu ditentukan oleh Pemerintah dan disebut dengan Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi, seperti yang berada di Kalideres (Cengkareng) Jakarta dan Pasuruan. Ketentuan Pasal 81 Undang-Undang Keimigrasian mengatur bahwa Rumah Detensi Imigrasi dapat dibentuk di ibu kota negara, provinsi, kabupaten, atau kota, yang dipimpin oleh seorang kepala. Sedangkan dalam Pasal 82 Undang-Undang Keimigrasian mengatur Ruang Detensi Imigrasi berbentuk suatu ruangan tertentu dan merupakan bagian dari Kantor Direktorat. Jenderal,. Kantor. Imigrasi,. atau. Tempat. Pemeriksaan Imigrasi. Persyaratan bagi Orang Asing yang ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi diatur dalam Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Keimigrasian, yang berbunyi: (1) Pejabat Imigrasi berwenang menempatkan Orang Asing dalm Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi jika Orang Asing tersebut: a. berada di Wilayah Indonesia tanpa memiliki Izin Tinggal yang sah atau memiliki Izin tinggal yang tidak berlaku lagi; b. berada di Wilayah Indonesia tanpa memiliki Dokumen Perjalanan yang sah; c. dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa pembatalan Izin Tinggal karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum; d. menunggu pelaksanaan Deportasi; atau 79. Ibid, hal 276..

(56) 121. e. menunggu keberangkatan keluar Wilayah Indonesia karena ditolak pemberian Tanda Masuk. Dalam hal terkait dengan unsur memberikan keterangan tidak benar, Orang Asing yang ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi adalah Orang Asing yang memenuhi syarat dalam Pasal 83 ayat (1) huruf c Undang-Undang Tinggal. Keimigrasian,. dikarenakan. unsur. yaitu. pembatalan. memberikan. Izin. informasi. (keterangan) tidak benar yang diatur pada Pasal 159 ayat (2) huruf d, Pasal 159 ayat (3) huruf d, dan Pasal 159 ayat (4) huruf e Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013. 4) Deportasi (Pengusiran) Pasal 1 angka ke-36 Undang-Undang Keimigrasian menyebutkan, bahwa Deportasi adalah tindakan paksa mengeluarkan. Orang. Asing. dari. Wilayah. Indonesia.. Tindakan deportasi merupakan tindakan negara secara sepihak.. Artinya. pelaksanaan. pengusiran. tidak. perlu. persetujuan lebih dahulu dari negara atau pihak lain atau bahkan dari Orang Asing yang dikenai tindakan pengusiran. Karena. hak pengusiran. ini dilaksanakan berdasarkan. supremasi teritorial suatu negara atas orang dan benda yang ada di dalam wilayahnya sendiri.80 Sehingga Orang Asing tidak punya alasan untuk menolak suatu perintah pengusiran, 80. Ibid, hal 281..

(57) 122. kecuali ia dapat membuktikan dirinya bukan Orang Asing. Karena seorang Warga Negara Indonesia tidak dapat dikenakan deportasi. Karena deportasi hanya didasarkan kehendak negara, maka alasan-alasan dan pertimbangan deportasi Orang Asing harus memperlihatkan kepentingan Pemerintah Indonesia dalam keputusan pejabat yang berwenang antara lain: a) Berbahaya. bagi. ketentraman,. kesusilaan,. atau. kesejahteraan umum di Wilayah Indonesia. Hal ini memiliki arti yang sangat luas, sehingga memungkinkan Pejabat yang berwenang memasukkan alasan-alasan apapun juga yang “dianggap perlu” demi kepentingan negara. Tetapi adakalanya suatu alasan tertentu tidak perlu dijelaskan secara rinci, untuk memelihara hubungan baik dengan negara lain, atau menjaga citra baik di dunia internasional. b) Tidak menaati peraturan-peraturan yang berlaku bagi Orang Asing yang berada di Indonesia. Alasan ini terkait dengan kepastian hukum dan sudah selayaknya Pemerintah mengeluarkan Orang Asing yang tidak patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Ketidakpatuhan terhadap hukum yang berlaku dapat mengganggu ketertiban dan stabilitas dalam masyarakat..

(58) 123. Pelaksanaan. deportasi. terhadap. Orang. Asing. disebabkan karena:81 a) Orang Asing telah dijatuhi hukuman oleh Hakim, karena tindak pidana umum atau khusus, termasuk tindak pidana imigrasi. b) Orang Asing tidak patuh pada peraturan yang berlaku baginya. c) Orang Asing tidak disukai berada di Indonesia. d) Orang Asing melakukan kegiatan yang dilarang. e) Orang Asing yang tidak memiliki referensi (sponsor) dan tidak mampu membiayai hidupnya selama berada di Indonesia. f) Orang Asing yang menderita penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum. g) Orang Asing yang menghindarkan diri dari ancaman dan hukuman di negara asalnya. Ketidakpatuhan terhadap peraturan yang berlaku bagi Orang Asing dapat mengarah pada segala bentuk pelanggaran maupun kejahatan, termasuk memberikan keterangan tidak benar dalam permohonan atau perpanjangan visa terkait izin tinggal yang dilakukan oleh Orang Asing. Sehingga Orang Asing yang memberikan keterangan tidak benar dalam hal. 81. Ibid, hal 284-285..

(59) 124. memperoleh maupun menggunakan visa dapat dikenai deportasi. Orang Asing yang diduga telah melakukan pelanggaran maupun kejahatan dalam bentuk perbuatan apapun yang dapat membahayakan dan mengganggu stabilitas nasional di Wilayah Indonesia demi melindungi kepentingan negara dapat dikenai deportasi. Orang Asing yang mendapat sanksi tindakan berupa deportasi ditempatkan sementara di Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi hingga saat pemulangan. Kepada Orang Asing tersebut diberikan kesempatan untuk membela diri melalui prosedur banding, yaitu menyampaikan keberatan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ketentuan hukum mengenai pengajuan keberatan atas keputusan mengenai Tindakan Administratif Keimigrasian diatur dalam Pasal 77 Undang-Undang Keimigrasian yang berbunyi: (1) Orang Asing yang dikenai Tindakan Adminstratif Keimigrasian dapat mengajukan keberatan kepada Menteri. (2) Menteri dapat mengabulkan atau menolak keberatan yang diajukan Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Keputusan Menteri. (3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final. (4) Pengajuan keberatan yang diajukan oleh Orang Asing tidak menunda pelaksanaan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap yang bersangkutan. Adakalanya Pejabat Imigrasi dihadapkan pada keadaan yang. memaksanya. untuk. melakukan. pilihan,. antara.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis statistik, luas daun bendera, dapat dilihat bahwa aplikasi pada waktu sebelum IM berbanding dengan aplikasi saat IM memberikan hasil

dapat merefleksikan dimensi, keterampilan, dengan menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual.yakni kecakapan hidup yang terkait dengan pendidikan personal dan

Variabel sosial juga berperan sebagai variabel moderator yang memperkuat pengaruh variabel produk dan kualitas pelayanan masing-masing terhadap keputusan nasabah BPR

Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Makassar Somba Opu. 2)Untuk mengetahui strategi Relationship Marketing mana yang memiliki pengaruh dominan terhadap

Appendiktomy (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan segera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Appendiktomy dapat dilakukan dengan anestesi umum atau

Pendekatan perencanaan dan perancangan Bandara Semarang Airport bertitik tolak pada faktor penentu kebutuhan ruang serta fasilitas yang disesuaikan dengan fungsi

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh pajanan asap terhadap jumlah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil pembahasan sebelumnya maka simpulan yang didapatkan sebagai berikut : (1) Evaluasi berbasis Computer Based Test