• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Peraturan Bupati Bone Nomor 48 Tahun 2016 tentang Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat terhadap Ketergantungan Masyarakat Miskin (Telaah Atas Hukum Islam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dampak Peraturan Bupati Bone Nomor 48 Tahun 2016 tentang Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat terhadap Ketergantungan Masyarakat Miskin (Telaah Atas Hukum Islam)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL MASYARAKAT

TERHADAP KETERGANTUNGAN MASYARAKAT MISKIN (TELAAH ATAS HUKUM ISLAM)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Jurusan Hukum Tatanegara (Siyasah Syar’iyyah)

pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Oleh :

YUSTILAWATI

NIM. 10200115022

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2019

(2)

ii

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : YUSTILAWATI

Nim : 10200115022

Tempat/Tgl. Lahir : Bone, 16 Januari 1997

Jur/Prodi/Konsentrasi : Hukum Tatanegara (Siyasah Syar’iyyah) Fakultas : Syariah dan Hukum

Alamat : Samata

Judul : DAMPAK PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 48

TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN

BANTUAN SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP KETERGANTUNGAN MASYARAKAT MISKIN (TELAAH ATAS HUKUM ISLAM).

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 01 Juli 2019

Penyusun

YUSTILAWATI NIM : 10200115022

(3)
(4)

iv

Alhamdulillahirabbil Alamiin Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Swt.atas berkat dan rahmat-Nya skripsi yang merupakan tugas akhir dari perkuliahan ini dapat penyusun rampungkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Hukum Tatanegara (Siyasah

Syar’iyyah) SI Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.

Dengan rampungnya skripsi ini, besar harapan penyusun agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.Ucapan maaf dan terima kasih yang tidak terhingga atas partisipasi para pihak yang telah berjasa membantu dalam penyelesaian skripsi ini.Teruntuk kepada kedua orang tua saya Ayahanda Rasuddin dan Ibunda Marhani sebagai motivator terbesar yang tidak hentinya bekerja keras dan berdoa demi kelanjutan studi putrinya.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pabbabari selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

2. Bapak Prof.Dr. Darussalam Syamsuddin, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

3. Ibu Dra. Nila Sastrawati, M.Si,dan Dr. Kurniati, M.HI masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

(5)

v

4. Bapak Abdul Rahman Kanang, M.Pd.,Ph.D dan Ibu Rahmiati, S.Pd.,M.Pd masing-masing selaku Pembimbing Idan II yang senantiasa memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penyelesaian penulisan kripsi ini.

5. Ibu Dr. Kurniati, M.H.I dan Dr. Rahma Amir, M.Ag. selaku penguji I dan II yang memberikan kritik, saran serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh dosen dan staf Akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin

Makassar.

7. Saudari penyusun Yuliani dan Jusriani serta sepupu penulis Rival Efendi yang senantiasa mendoakan penyusun dan memberikan motivasi demi kelancaran studi.

8. Keluarga besar MPM UIN Alauddin Makassar, khususnya LDF AR- ROYYAN fakultas syariah dan hukum yang telah memberikan banyak bantuan, motivasi, dan doa demi kelancaran studi.

9. Keluarga besar SMAN 17 Bone, yang memberikan motivasi dan dorongan beserta saran demi kelancaran studi.

10. Terimakasih kepada Kabid anggaran BPKAD Kabupaten Bone, Kasi pemerintahan dan kependudukan Kelurahan Lalebata, serta masyarakat Kelurahan Lalebata yang telah membantu penyusun dalam memperoleh data penelitian.

11. Sahabat-sahabat penyusun, Haeria, Megawati, Nurhildawati, Asnidar, Nahdatul Nahru, fatmawati supardi, Warda dan bantuan para senior Andriani Fatimah, Ernawati, A. Sunarti Idris, Samsinar Aziz, Juliana, Marlina, yang telah

(6)

vi

yang tidak sempat disebutkan namanya, terima kasih telah memberikan saran dan semangat kepada penyusun selama ini.

13. Terima kasih kepada segenap orang-orang yang telah mengambil bagian dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak sempat dituliskan namanya. Terima kasih sebesar-besarnya. Jerih payah kalian sangat berarti.

Demikian yang dapat penyusun sampaikan.Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat. Mohon maaf apa bila dalam penulisan ini terdapat banyak ketidak sempurnaan. Olehnya, penyusun menerima kritik dan saran pembaca sebagai acuan penulis agar lebih baik lagi di penulisan selanjutnya.

Wassalamu Alaikum Wr.Wb.

Makassar, 30 Desember 2018 Penyusun

(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1-9 A.Latar Belakang Masa ... 1

B.Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 4

C.Rumusan Masalah ... 5

D.Kajian Pustaka ... 6

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN TEORETIS ... 10-38 A.Pengertian Bantuan Sosial ... 10

B.Ketentuan Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat Miskin Menurut Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Pemberian Bantuan Sosial ... 30

C.Dampak Pemberian Bantuan Sosial Terhadap Ketergantungan Masyarakat Miskin Tentang Pemberian Bantuan Sosial ... 31

(8)

viii

A.Jenis dan Lokasi Penelitian ... 39

B.Pendekatan Penelitian ... 41

C.Sumber Data... 41

D.Metode Pengumpulan Data ... 42

E. Instrumen Penelitian ... 44

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 45

BAB IV ANALISIS PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL TERHADAP MASYARAKAT MISKIN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETERGANTUNGAN MASYARAKAT ... 47-81 A.GambaranUmumKelurahan Lalebata ... 47

B.Ketentuan Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat Miskin Menurut Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Pemberian Bantuan Sosial ... 51

C.Dampak Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat Miskin Menurut Peraturan Bupati Nomor 48 tahun 2016 Terhadap Ketergantungan Masyarakat Miskin di Kelurahan Lalebata, Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone………... 64

D.Pandangan Hukum Islam Terhadap Pemberian Bantuan Sosial Terhadap Masyarakat Miskin ... 71

(9)

ix BAB V PENUTUP ... 82-83 A.Kesimpulan ... 82 B.Implikasi Penelitian ... 83 DAFTAR PUSTAKA ... 84-87 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 88-91

(10)

x

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

ا

Alif Tidak dilambangkan tidak dilambangkan

ب

Ba B Be

ت

Ta T Te

ث

Sa ṡ es (dengan titik di atas)

ج

Jim J Je

ح

Ha ḥ ha (dengan titk di bawah)

خ

Kha Kh ka dan ha

د

Dal D De

ذ

Zal Ż zet (dengan titik di atas)

ر

Ra R Er

ز

Zai Z Zet

س

Sin S Es

ش

Syin sy es dan ye

ص

Sad ṣ es (dengan titik di

bawah)

ض

Dad ḍ de (dengan titik di

bawah)

(11)

xi

ظ

Za ẓ zet (dengan titk di

bawah)

ع

‘ain ‘ apostrof terbalik

غ

Gain G Ge

ف

Fa F Ef

ق

Qaf Q Qi

ك

Kaf K Ka

ل

Lam L El

م

Mim M Em

ن

Nun N En

و

Wau W We

ه

Ha H Ha

ء

hamzah , Apostof

ي

Ya Y Ye

Hamzah (

ء

) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa i eri tan a apapun. ika ia terletak i tengah atau i akhir maka itulis engan tan a ( ).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tungggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

(12)

xii

َ ا

Kasrah I I

َ ا

ḍammah U U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu :

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ ى

fatḥah an yā’ ai a dan i

َ و ى

fatḥah dan wau au a dan u

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu :

Harkat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda

Nama

...

.. | َا

َى.

fatḥatauyā’ ahdan alif Ā a dan garis di atas

ى

kasrah anyā’ I i dan garis di atas

(13)

xiii

4. Tā’ Marbūṭah

Transliterasi untuk tā’ marbūṭahada dua, yaitu: tā’ marbūṭahyang

hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, yang transliterasinya adalah [t]. Sedangkan tā’ marbūṭahyang mati atau mendapat harkat sukun transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭahdiikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’ marbūṭah itu transliterasinya dengan (h).

5. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydid ( ّ), dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

Jika huruf

ى

ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf

kasrah

(

ّ ىِى

)

,maka ia ditransliterasikan seperti huruf maddahmenjadi (i).

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf

ا

ل

(alif lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang

ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia di ikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya.Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).

(14)

xiv

terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

(15)

xiv

ABSTRAK

Nama : Yustilawati

Nim : 10200115022

Judul : Dampak Peraturan Bupati Bone Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat Terhadap Ketergantungan Masyarakat Miskin (Telaah Atas Hukum Islam)

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: 1) Ketentuan pemberian bantuan sosial masyarakat miskin menurut peraturan bupati Nomor 48 tahun 2016; 2)Dampak pemberian tersebut terhadap ketergantungan masyarakat miskin di Kelurahan Lalebata, Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone; 3) Pandangan hukum Islam terhadap pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang meggabungkan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan teologi normatif (syar’i). Sumber data penelitian yaitu data primer dan sekunder. Data dikumpulkan melalui metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen penelitian yaitu pedoman wawancara, buku catatan dan pulpen, kamera, serta alat perekam. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Ketentuan pemberian bantuan sosial masyarakat miskin menurut peraturan Bupati nomor 48 tahun 2016 yaitu, bantuan sosial dianggarkan untuk pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan, bantuan sosial sebagaimana yang dimaksud diberikan secara selektif, tidak terus menerus, Bantuan yang diberikan yakni bantuan pangan Non tunai.; 2) Dampak dari bantuan sosial tersebut semakin membuat masyarakat tergantung dan mereka menjadi malas bekerja, mereka yang mempunyai penghasilan setiap bulannya namun setelah mendapatkan bantuan sosial mereka jadi malas bekerja sehingga penghasilannya menurun, bahkan ada diantara mereka yang sudah tidak mau bekerja; 3) Dalam pandangan hukum Islam bantuan sosial ini memiliki pesan moral Islam sehingga bernilai sosial, dapat mendorong semangat masyarakat untuk terus berinfak, bersedekah, maupun membayar pajak.

Implikasi dari penelitian adalah: 1) Bagi pemerintah, seharusnya memahamkan kepada masyarakat bahwa bantuan ini hanya sekedar stimulus agar mereka bisa bangkit lagi baik itu dari sisi sosialnya maupun dari sisi perekonomiannya melalui team sosialisasi; 2) Bagi masyarakat, seharusnya pola pikir masyarakat yang harus disadarkan bahwa bantuan tersebut tidak diberikan secara terus menerus, sehingga dengan adanya bantuan yang diberikan pemerintah maka semakin meransang mereka untuk tetap bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan adalah salah satu dari sekian banyak problematika bangsa yang harus segera diselesaikan, khususnya dibidang ekonomi. Menjadi suatu kepastian bahwasanya penanggulangan kemiskinan menjadi bahasan paling penting dalam perbaikan negara.

Persoalan kemiskinan senantiasa menarik dikaji karena merupakan masalah serius yang menyangkut dimensi kemanusiaan. Lebih dari itu, kemiskinan telah menjadi sebuah gejala universal. Kemiskinan tetap merupakan masalah yang tidak bisa dianggap mudah untuk dicarikan solusinya karena sudah ada sejak lama, dan menjadi kenyataan yang hidup ditengah masyarakat. Dengan kata lain, kemiskinan merupakan kenyataan abadi dalam kehidupan manusia. Dalam hubungan ini, isu-isu kesenjangan dan ketimpangan sosial-ekonomi semakin mencuat ke permukaan.

Agar agama Islam tidak dinilai gagal dalam mengemban misi sucinya, ia harus dapat memberi solusi terhadap persoalan kemanusiaan. Bila agama Islam tidak berhasil memberi jalan keluar terhadap masalah moralitas sosial seperti kemiskinan, keadilan sosial, dan hak asasi manusia, maka boleh jadi orang akan menjauhi bahkan akan meninggalkan ajaran agama yang diyakininya selama ini.1

1

Zaki Fuad Chalil, Pemerataan Distribusi Kekayaan Dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), h. 205.

(17)

2

2

Terjadinya kemiskinan dan masalah sosial dikarenakan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu ketidakmampuan dalam memenuhin kebutuhan dasar sehari-hari, ketidakmampuan dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Kemudian faktor eksternal yaitu kebijakan publik yang belum berpihak kepada masyarakat miskin, tidak tersedinya pelayanan sosial dasar, kesenjangan, dan ketidakadilan. Kemiskinan merupakan masalah sosial yang mendasar dan sangatlah banyak dampak yang ditimbulkan. Kemiskinan dapat menyebabkan lemahnya moral dan etika, pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), kerusuhan, anarkisme, serta mudah masuknya ideologi selain Pancasila, menipisnya cinta tanah air dan bela negara, serta rapuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, masalah kemiskinanlah yang harus segera diselesaikan oleh negara Indonesia.

Pembukaan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke empat mengamanatkan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan tujuan bangsa Indonesia. Demi pelaksanaan amanat tersebut, negara Indonesia berusaha melakukan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan berkelanjutan dengan sasaran atau diprioritaskan pada mereka yang memiliki kriteria masalah sosial kemiskinan.Hal tersebut di atas menurut Bab (lima) UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial harus dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang bahkan setelah terbitnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.2 Berdasarkan data

2

digilib.unila.ac.id/24270/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf

(18)

3

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bone sebanyak 314.569 jiwa dari 80.157 kepala keluarga (KK). Menurut Ali Anas kemiskinan yang terjadi penyebab utamanya tidak hanya terletak pada ketidakmerataan pendapatan, namun lebih disebabkan oleh rendahnya penyerapan tenaga kerja, Hal itu dapat diukur dari jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan. Sedangkan ukuran kemiskinan merujuk pada jumlah pendapatan minimal untuk dapat hidup selayaknya.

Tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Bone, menjadi tugas pemerintah daerah. Pemda seharusnya merumuskan program yang tepat, yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Misalnya pada tataran penduduk pedesaan yang berbasis pertanian sebagai lapangan usahanya, maka seharusnya perhatian pemerintah daerah adalah memacu pertumbuhan sektor pertanian. Karena selain pertimbangan, menyerap banyak tenaga kerja, juga berdampak terhadap penciptaan pendapatan atau daya beli yang mampu menggeser penduduk dari garis kemiskinan.3

Berdasarkan urairan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Dampak Peraturan Bupati Bone Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat Terhadap Ketergantungan Masyarakat Miskin (Telaah Atas Hukum Islam)”.

3

https://radarbone.fajar.co.id/bone-peringkat-teratas-daerah-berpenduduk-miskin-di-sulsel/ (Diakses dari internet tanggal 18/04/2018).

(19)

4

4

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus penelitian.

Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Lalebata, Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone. Penelitian ini dilakukan guna untuk melihat sejauh mana ketergantungan warga miskin terhadap bantuan sosial, melihat begitu banyaknya jumlah warga miskin dikabupaten Bone, khususnya dikelurahaan Lalebata.

2. Deskripsi fokus.

Adapun judul skripsi ini adalah : “Dampak Peraturan Bupati Bone Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat Terhadap Ketergantungan Masyarakat Miskin (Telaah Atas Hukum Islam)”. Dapat diberikan pengertian sebagai berikut agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam mendefinisikan dan memahami penelitian ini, maka penulis akan mendeskripsikan pengertian dari beberapa variabel yang dianggap penting.

a. Dampak ialah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun

positif).4

b. Peraturan ialah tataan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat untuk

mengatur.5

c. Pemberian ialah sesuatu yang didapat dari orang lain (karena diberi).6

d. Bantuan Sosial ialah Bantuan sosial di definisikan sebagai pemberian bantuan

berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga,

4

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2016), h. 250.

5

Sulkan Yasin dan Sunarto Hapsoyo, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Praktis, Populer

dan Kosa Kata Baru (Surabaya: Mekar, 2008), h. 132.

6

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h. 750.

(20)

5

kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Resiko sosial yang dimaksud ialah suatu kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang di tanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan dana bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.7

e. Ketergantungan ialah keadaan seseorang yang belum dapat memikul tanggung

jawabnya sendiri.8

C. Rumusan Masalah

Bagian ini memuat pokok masalah yang ditegaskan secara konkret dan diformulasikan dalam bentuk kalimat tanya yang memerlukan jawaban. Untuk kedalaman pembahasan, permasalahan yang akan dikaji seharusnya dijabarkan hanya kedalam satu pokok masalah saja. Pokok masalah inilah yang harus dianalisis secara logis kedalam beberapa sub masalah. Jika pokok masalah tersebut ternyata mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, maka harus dibatasi dengan cara mengindentifikasi, memilih, dan menjelaskan aspek yang lebih khusus dari masalah yang akan diteliti.9

7

digilib.unila.ac.id/24270/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf, (Diakses dari internet tanggal 18/07/2018).

8

Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: Balai pustakan, 2002), h. 225.

9

Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah:

Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Laporan Penelitian (Makassar:Alauddin Press, 2013),

(21)

6

6

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka pokok masalah penelitian adalah Bagaimana Dampak Peraturan Bupati Bone Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat Terhadap Ketergantungan Masyarakat Miskin (Telaah Atas Hukum Islam). pokok masalah tersebut dijabarkan dalam tiga sub masalah yaitu:

1. Bagaimana ketentuan pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin menurut Peraturan Bupati Nomor 48 tahun 2016?

2. Bagaimana dampak pemberian tersebut terhadap ketergantungan masyarakat miskin di Kelurahan Lalebata, Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone?

3. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin?

D. Kajian Pustaka

Secara umum, kajian pustaka atau penelitian terdahulu merupakan momentum bagi calon peneliti untuk mendemostrasikan hasil bacaannya yang ekstensif terhadap literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok masalah yang akan diteliti. Hal ini dimaksudkan agar calon peneliti mampu mengindentifikasi kemungkinan signifikansi dan kontribusi akademik dari penenlitiannya pada konteks waktu dan tempat tertentu.10 Kajian pustaka berisi teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Pada bagian ini dilakukan pengkajian mengenai konsep dan teori yang digunakan berdasarkan literatur yang tersedia. Kajian

10

Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah:

Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Laporan Penelitian (Makassar:Alauddin Press, 2013),

(22)

7

pustaka berfungsi membangun konsep atau teori yang menjadi dasar studi dalam penelitian. Dalam penulisan skripsi ini penulis dapat mengemukakan beberapa referensi yang dijadikan rujukan dalam mengkaji masalah terkait dengan judul tersebut, antara lain:

1. Abd. Rasyid Masri dalam bukunya Sosiologi dan Komunikasi Pembangunan Pedesaan menjelaskan tentang faktor-faktor penyebab kemiskinan dan strategi pengentasannya. Namun, dalam buku ini tidak spesifik menjelaskan tentang peran bantuan sosial sebagai solusi dalam mengatasi kemiskinan.

2. Faisal Basri dan Haris Munandar dalam bukunya Lanskap Ekonomi Indonesia menjelaskan tentang perubahan-perubahan mendasar dalam perekonomian Indonesia, menjelaskan tentang betapa masalah kemiskinan sangat sulit untuk diatasi, memberi tahu kita bahwa sebenarnya tersedia banyak cara untuk mengatasi kemiskinan, termasuk dalam bentuk pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun, dalam buku ini tidak menjelaskan tentang pemberian bantuan sosial secara menyeluruh.

3. M. Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim dalam buku yang diterjemahkannya, Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-Hadits Rasul 3, menjelaskan tentang bagaimana cara memahami hadits, merangkaikan dengan peristiwa atau keadaan yang melatarbelakangi Nabi mengucapkan sabdanya, dankemudian menyalin keterangan pengarang Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi Ad Damsyiqi (1054-1120 H) yang terdapat dalam catatan kaki kitab aslinya.

(23)

8

8

4. Mikhael Dua dalam bukunya Filsafat Ekonomi menjelaskan tentang masalah baru ekonomi lingkungan hidup, menjelaskan motif paling kuat dari globalisasi ekonomi yang tak kenal batas. Namun, dalam buku ini tidak menjelaskan tentang solusi untuk menangani masalah baru ekonomi lingkungan hidup.

5. Mustafa Edwin Nasution dalam bukunya Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam menjelaskan tentang aturan-aturan permainan ekonomi islam, dimana dengan berlakunya aturan-aturan ini membentuk lingkungan dimana para individu melakukan kegiatan ekonomi mereka, aturan-aturan itu sendiri bersumber kepada karangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan kekuatan tertinggi (Tuhan), kehidupan, sesama manusa, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia. Namun, dalam buku ini tidak menyebutkan ayat secara khusus mengenai aturan-aturan dalam permainan ekonomi Islam.

E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: a. Ketentuan pemberian bantuan sosial masyarakat miskin menurut UU Nomor 48

tahun 2016.

b. Dampak pemberian bantuan sosial terhadap ketergantungan masyarakat miskin di Kelurahan Lalebata, Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone.

c. Pandangan hukum islam terhadap pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin.

(24)

9 2. Kegunaan penelitian.

Penelitian ini digunakan antara lain untuk: a. Kegunaan teoretis.

Diharapkan dapat menjadi rujukan bagi mahasiswa yang melakukan penelitian mengenai Dampak Peraturan Bupati Bone Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat Terhadap Ketergantungan Masyarakat Miskin (Perspektif Ketatanegaraan Islam). Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam rangka memperkaya referensi dalam penelitian dimasa depan dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum.

b. Kegunaan praktis.

Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat sebagai acuan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan khusunya dikabupaten Bone dan dapat digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S.H) Jurusan Pidana dan Ketatanegaraan pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

(25)

10

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Pengertian Bantuan Sosial

Bantuan sosial didefinisikan sebagai pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Resiko sosial yang dimaksud ialah suatu kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang di tanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan dana bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/PMK.05/2012 Tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/ Lembaga mendefinisikan belanja bantuan sosial sebagai pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan/atau kesejahtraan masyarakat.

Pemberian bantuan sosial disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan dilakukan secara selektif serta setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan. Pemberian bantuan sosial ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program

(26)

dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

Bantuan sosial kepada anggota/kelompok masyarakat sebagaimana dimaksud sebagai berikut:

1. Individu, keluarga dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, dan

2. Lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Bantuan sosial bersifat bantuan yang tidak mengikat dan tidak wajib serta harus digunakan sesuai dengan proposal yang telah disetujui. Bantuan sosial bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan. Bantuan sosial sebagaimana dimaksud diartikan bahwa pemberian bantuan sosial tiak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran. Bantuan sosial dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud diartikan bahwa belanja bantuan sosial dapat diberikan untuk mempertahankan taraf kesejahteraan sosial dan/atau mengembangkan kemandirian serta untuk menjaga kinerja sosial yang telah tercapai agar tidak menurun kembali.

1. Kriteria pemberian bantuan sosial.

Pemberian bantuan sosial memenuhi kriteria paling sedikit : a. Selektif;

(27)

12

b. Memenuhi persyaratan penerima bantuan;

c. Bersifat sementara dan tidak menerus, kecuai dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan; dan

d. Sesuai tujuan penggunaan.

Kriteria selektif sebagaimana dimaksud pada huruf a diartikan bahwa bantuan sosial hanya diberikan kepada calon penerima yang ditujukan untuk melindungi dari kemungkinan resiko sosial. Kriteria memenuhi persyaratan penerima bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :

1) Memiliki identitas yang jelas; dan 2) Berdomisili dalam wilayah Kabupaten.

Kriteria bersifat sementara dan tidak terus menerus sebagaimana dimaksud diartikan bahwa pemberian bantuan sosial tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran.

Keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud diartikan bahwa bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial. Kriteria sesuai tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud bahwa tujuan pemberian bantuan sosial meliputi :

a. Rehabilitasi sosial; b. Perlindungan sosial; c. Pemberdayaan sosial; d. Jaminan sosial;

e. Penanggulangan kemiskinan, dan f. Penanggulangan bencana.

(28)

2. Jenis dan tujuan bantuan sosial.

Jenis dan tujuan bantuan sosial yaitu:

a. Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud, ditujukan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

b. Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud, ditujukan untuk mencegah dan menangani resiko sosial seseorang, keluarga, kelompok masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.

c. Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud dalam, ditujukan untuk menjadikan seseorang atau kelompok masyarakat yang mengalami masalah sosial sehingga mempunyai daya yang selanjutnya mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.

d. Jaminan sosial sebagaimana dimaksud, merupakan skema yang melembaga untuk menjamin penerima bantuan agar dapat mememnuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

e. Penanggulangan kemiskinan sebagaimana dimaksud, merupakan kebijakan, program dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.

(29)

14

f. Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud, merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk rehabilitasi.

g. Jenis Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Bupati.

3. Penyaluran dana bantuan sosial.

Penyaluran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata salur yang berarti mengalirkan, mengarahkan, meneruskan atau mendistribusinkan. Penyaluran sendiri dapat dipahami sebagai proses, cara, ataupun perbuatan menyalurkan. Penyaluran meliputi aspek pelaksanaan dan penatausahaan. Di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 jo. Peraturan Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD diatur mengenai mekanisme untuk memperoleh dana bantuan sosial. Untuk dapat memperoleh dana bantuan sosial yang harus dilakukan oleh para pemohon, yaitu:

a. Anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis kepada kepala daerah.

b. Kepala daerah menunjuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait untuk melakukan evaluasi terhadap usulan tertulis tersebut. Jika disetujui oleh kepala SKPD terkait maka akan diberikan rekomendasi kepada kepala daerah melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

c. TAPD akan memberikan pertimbangan atas rekomendasi tersebut sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan daerah.

(30)

d. Rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD akan menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran bantuan sosial dalam rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).

e. Bantuan sosial berupa uang dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja bantuan sosial, objek belanja bantuan sosial, dan rincian objek belanja berkenaan pada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).

Penyaluran dan/atau penyerahan bantuan sosial didasarkan pada daftar penerima bantuan sosial yang tercantum dalam keputusan kepala daerah, kecuali bantuan sosial kepada individu dan keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya. Penyaluran bantuan sosial kepada individu atau keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya, didasarkan pada permintaan tertulis dari individu atau keluargayang bersangkutan atau surat keterangan dari pejabat yang berwenang serta mendapat persetujuan kepala daerah setelah diverifikasi oleh SKPD terkait.

4. Pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan sosial.

a. Pertanggungjawaban penerima dana bantuan sosial.

Para penerima dana bantuan sosial memiliki kewajiban untuk mempertanggung-jawabkan kepada pemerintah daerah terkait penggunaan dana bantuan sosial tersebut. Penerima bantuan sosial berupa uang menyampaikan laporan penggunaan bantuan sosial kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan kepada SKPD terkait, sedangkan penerima bantuan sosial berupa

(31)

16

barang menyampaikan laporan penggunaan bantuan sosial kepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait. Penerima bantuan sosial bertanggung jawab secara formal dan material atas penggunaan bantuan sosial yang diterimanya. Pertanggung-jawaban penerima bantuan sosial meliputi:

1) Laporan penggunaan bantuan sosial oleh penerima bantuan sosial;

2) Surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa bantuan sosial yang diterima telah digunakan sesuai dengan usulan; dan

3) Bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi penerima bantuan sosial berupa uang atau salinan bukti serah terima barang bagi penerima bantuan sosial berupa barang.

Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada nomor 1 dan 2 disampaikan kepada kepala daerah paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada nomor 3 disimpan dan dipergunakan oleh penerima bantuan sosial selaku obyek pemeriksaan.

b. Pertanggungjawaban pemerintah daerah sebagai penyalur dana bantuan sosial. Berdasarkan laporan penggunaan bantuan sosial tersebut, pihak pemerintah daerah akan mencatatnya sebagai bahan laporan pertanggungjawaban penyaluran dana bantuan sosial. Bantuan sosial berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja bantuan sosial pada PPKD dalam tahun anggaran berkenaan, sementara bantuan sosial berupa barang dicatat sebagai realisasi obyek

(32)

belanja bantuan sosial pada jenis belanja barang dan jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD terkait. Terkait dengan penyaluran bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya, PPKD membuat rekapitulasi penyaluran bantuan sosial tersebut paling lambat tanggal 5 Januari tahun anggaran berikutnya, dengan memuat nama penerima, alamat dan besaran bantuan sosial yang diterima oleh masing-masing individu atau keluarga. Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian bantuan sosial meliputi:

1) Usulan/permintaan tertulis dari calon penerima bantuan sosial atau surat keterangan dari pejabat yang berwenang kepada kepala daerah;

2) Keputusan kepala daerah tentang penetapan daftar penerima bantuan sosial;

3) Fakta integritas dari penerima bantuan sosial yang menyatakan bahwa bantuan sosial yang diterima akan digunakan sesuai dengan usulan; dan 4) Bukti transfer/penyerahan uang atas pemberian bantuan sosial berupa uang

atau bukti serah terima barang atas pemberian bantuan sosial berupa barang.

Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada point b dan point c dikecualikan terhadap bantuan sosial bagi individu dan/atau keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.

Dalam UU Keuangan Negara (UU No. 17 Tahun 2003) dan UU Pemeriksaan Keuangan dan Akuntabilitas Negara (UU No. 15 Tahun 2005) dijelaskan bahwa laporan keuangan yang akan dipertanggungjawabkan dan diserahkan, harus terlebih dahulu di audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan

(33)

18

(BPK). Pemeriksaan laporan keuangan menjadi salah satu sarana dalam meminimalkan konflik sekaligus mewujudkan penerapan good governance. Realisasi bantuan sosial dicantumkan pada laporan keuangan pemerintah daerah dalam tahun anggaran berkenaan yang selanjutnya akan diaudit oleh BPK. Bantuan sosial berupa barang yang belum diserahkan kepada penerima bantuan sosial sampai dengan akhir tahun anggaran berkenaan dilaporkan sebagai persediaan dalam neraca. Realisasi bantuan sosial berupa barang dikonversikan sesuai standar akuntansi pemerintahan pada laporan realisasi anggaran dan diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.

Kemiskinan merupakan keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subjektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dll.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan

(34)

dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.

3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan diluar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.1

Masyarakat miskin adalah suatu kondisi dimana fisik masyarakat yang tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan pemukiman yang jauh di bawah standart kelayakan serta mata pencaharian yang tidak menentu yang mencakup seluruh multidimensi, yaitu dimensi politik, dimensi social, dimensi lingkungan, dimensi ekonomi dan dimensi aset.2

1

digilib.unila.ac.id/24270/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf

(Diakses dari internet tanggal 18/07/2018).

2

http://masyarakatmiskin.blogspot.com/2011/02/pengertian-masyarakat-miskin.html (Diakses dari internet tanggal 26/07/2018).

(35)

20

Problem kemiskinan merupakan problematika yang menjadi musuh bersama, terutama bagi negara-negara dunia ke tiga yang sedang berkembang dengan tingkat intensitas dan lingkup permasalahan yang berbeda.

Kemiskinan dapat didefinisikan dari berbagai dimensi seperti dimensi sosial, politik agama, kebudayaan dan sudah barang tentu pada dimensi ekonomi.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dikutip oleh M.Quraish Shihab, kata “miskin” diartikan sebagai tidak berharta benda, serba kekurangan atau berpenghasilan rendah, Sedangkan fakir diartikan sebagai orang yang sangat berkekurangan atau sangat miskin. Bila dilihat dari asal bahasa aslinya (Arab) kata miskin terambil dari kata sakana yang berarti diam atau tenang, sedangkan fakir terambil dari kata “faqr” yang pada mulanya berarrti tulang punggung, jadi fakir dapat diartikan sebagai orang yang patah tulang punggungnya, dalam arti lain bahwa beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga mematahkan tulang punggungnya.3

Secara konseptual, istilah kemiskinan dapat dipahami secara persial sebab kemiskinan dapat dibedakan kedalam dua kelompok yakni kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan.

Pakar ilmu sosial budaya masyarakat indonesia, mencoba memahami kemiskinan alamiah sebagai kemiskinan yang timbul akibat faktor sumber daya yang langkah jumlahnya atau faktor tingkat perkembangan teknologi yang sedemikian rendah. Sedangkan kemiskinan buatan lebih diakibatkan pada faktor kelembagaan yang berakibat anggota masyarakat tidak mampu mengakses dan

3

Abd. Rasyid Masri, Sosiologi dan Komunikasi Pembangunan Pedesaan (Cet. 1; Makassar: Alauddin University Press, 2014), h. 89-93.

(36)

menguasai sarana dan fasilitas sosial ekonomi secara merata dan berkeadilan sosial.

Dalam perspektif sosio politik koltural, selain kemiskinan yang bersifat alamiah dan kemiskinan yang bersifat buatan, juga dikenal adanya kemiskinan faktor struktural dan kemiskinan faktor koltural atau biasa disebut kemiskinan struktural dan koltural.

Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang secara langsung disebabkan oleh sistem atau tatanan kelembagaan termasuk dalam hal ini peraturan-peraturan dan aturan main yang diterapkan secara tidak adil sehingga masyarakat sulit untuk dapat mengakses kebutuhan dan keperluan yang dibutuhkan. Sedangkan kemiskinan koltural lebih disebabkan oleh faktor sosial budaya dan sikap mental masyarakat setempat.

Ahli pertanian dijaman pemerintahan rezim orde baru, Mubyarto berpendapat bahwa kemiskinan dapat pula dibedakan atas dua jenis yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.4 Dimana kemiskinan absolut dipahami sebagai kemiskinan yang berkaitan dengan tidak terpenuhinya dasar makanan dan minuman untuk hidup layak karena rendahnya pendapatan seseorang, sedangkan kemiskinan relatif lebih pada kemiskinan yang ditentukan oleh perkembangan kebutuhan masyarakat sebab kebutuhan tidak hanya fisik tetapi juga kebutuhan non fisik seperti pendidikan, kesehatan, hiburan dan sebagainya.

Faktor penyebab kemiskinan struktural menurut Idrus Abustam, disebabkan faktor kelembagaan dalam pengertian luas, yakni tidak hanya

4

(37)

22

mencakup tatanan organisasinya tetapi juga mencakup aturan permainan yang diterapkan.5

Faktor dalam diri masyarakat itu sendiri banyak potensi yang menyebabkan timbulnya kemiskinan yang kebanyakan bersumber dari alam yakni kondisi alam yang sulit mereka atasi misalnya, kurangnya lahan subur, pendayagunaan lahan yang kurang terjadinya degradasi lahan. Faktor pemicu lainnya seperti tingkat pendidikan yang rendah, produktivitas tenaga kerja yang rendah, tingkat kesehatan masyarakat yang buruk, hambatan tradisi dan lapangan kerja yang terbatas.

Faktor kekurangan sumber daya alam dalam artian kekurangmampuan mengembangkan sumber daya alam dapat berpengaruh terhadap faktor-faktor lainnya ikut mendorong kemiskinan akibat keterbelakangan disektor sarana prasarana yang mencakup daerah yang masih terisolasi, modus terbatas, pemilikan lahan yang sempit, sistem bagi hasil yang timpang maupun tingkat upah yang rendah dan sebagainya.

Sisi lain yang menjadi penyebab lahirnya kemiskinan dan keterbelakangan adalah faktor yang tidak adanya kesempatan yang sama secara adil bagi setiap individu dalam mengaktualisasikan dirinya. Bahkan lebih tegas, Sritua Arie dikutif oleh Idrus Abustam, menjelaskan bahwa kemiskinan dan keterbelakangan disebabkan faktor penghancuran kesempatan yang terjadi sebagai akibat proses eksploitasi, dan dapat dilihat dalam bentuk:

1. Pertukaran yang tidak adil dalam proses tukar menukar komoditas.

5

(38)

2. Pembayaran yang tidak adil atas jasa-jasa pekerja.

3. Pengenaan pungutan yang relatif memberatkan dari penguasa terhadap masyarakat lapisan bawah (lapisan berpenghasilan rendah atau miskin). Ahli tafsir, M.Quraish shihab berpendapat bahwa faktor dominan penyebab kemiskinan adalah sikap berdiam diri, enggan atau tidak kreatif dalam berusaha.6 Sehingga keengganan berusaha inilah temasuk kategori penganiyayaan diri sendiri sedangkan ketidak mampuan berusaha termasuk penganiyayan manusia lainnya, walaupun diakui dengan tegas bahwa kemiskinan terjadi lebih disebabkan oleh faktor ketidakseimbangan dalam perolehan atau penggunaan sumber daya alam.

Beberapa faktor penyebab kemiskinan sebagaimana yang telah diuraikan diatas lebih menekankan pada faktor keterbatasan sumber daya alam dan sumber daya manusia (human resource) sebagai individu yang tidak berdiri sendiri sebagai faktor penyebab kemiskinan dan keterbelakangan tetepi juga banyak dipengaruhi oleh faktor sosial kultural masyarakat setempat yang melahirkan sistem lainnya yang mempengaruhi sikap mental para anggota masyarakat lainnya.

Sejauhmana sikap mental berpengaruh terhadap kemiskinan, Ahli antropologi Koentjaraningrat dikutip oleh Alfian berpendapat dengan melempar suatu hipotesis bahwa ada tiga tipe sikap mental orang-orang Indonesia, yang secara langsung berpotensi menciptakan kemiskinan, yakni :

1. Sikap mental yang ditemukan dikalangan petani yang bersumber pada sistem nilai budaya yang mengandung ciri-ciri bahwa hidup ini memang

6

(39)

24

buruk, penuh dosa dan kesensaraan sehingga kemiskinannya membuat mereka tidak lagi memikirkan masa depan, oleh karena orientasi terhadap masa depan yang lebih baik boleh dikatakan tidak ada, si petani lebih memili sikap “nrimo” saja.

2. Sikap mental yang berada pada kalangan priyayi bangsawan dan pegawai. Sikap mental yang dimilikinya mengandung falsafah bahwa hidup ini buruk sehingga perlu diperbaiki, bekerja untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan, maka mereka suka bersikap membebek pada atasan, bila mengalami kesulitan kebanyakan lari ke alam kebatinan dan khayalan berupa angan-angan.

3. Sikap mental ketiga adalah sikap mental yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam masa transisi (pancaroba) yang banyak ditemui di kota-kota. Sikap mental ini biasanya telah menjebol nilai-nilai lama tapi belum sempat diganti oleh norma-norma baru sehingga mudah berada dalam keraguan, cirinya biasa bertemakan arti kualitas, ingin cepat kaya tanpa kerja keras, kurang bertanggung jawab, tidak memiliki rasa percaya diri dan cendrung apatis, ingin cepat kaya tapih malas berusaha sikap mental ini mudah tergoda untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, berani melanggar hukum dan sering menyalahgunakan kekuasaan.7

Adapun masalah struktural, Indonesia adalah negara yang diberkahi oleh sumber daya melimpah, itu semua sudah kita ketahui sejak masih duduk dibangku sekolah dasar. Para guru kita dengan bersemangat berusah menumbuhkan

7

(40)

semangat kebangsaan melalui pemahaman akan kondisi faktual betapa kita sebenarnya memiliki modal besar untuk melangkah maju. Yang biasanya tidak diajarkan sampai kita kuliah adalah mengapa dengan modal begitu besar Indonesia tidak kunjung sejahtra, makmur dan berkeadilan sebagaimana diamanatkan oleh pembukaan UUD 45. Kita juga acap kali bingung dengan kenyataan betapa pemerintah yang seharusnya bertugas mengarahkan dan membimbing seluruh rakyat menuju kondisi yang serba lebih baik justru begitu sering mengecewakan, dan malahan tampak kebingungan sendiri dalam menentukan langkah.

Salah satu alternatif untuk menjawab berbagai kegalauan ini adalah dengan mengetahui betapa banyak masalah struktural yang melilit kita. Yang dimaksudkan dengan masalah struktural disini adalah berbagai masalah berskalah besar dan mendasar yang sejak lama secara sistimatis, disadari atau tidak, terus mengikat kita pada keterpurukan. Mengingat masalah begitu mengakar dan meluas,maka pembenahan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, termasuk oleh pemerintah, melainkan harus melibatkan semua dari kita, dalam posisi dan kedudukan masing-masing, tinggi atau rendah, untuk bersama-sama secara sadar mengatasinya. Seberapa lama kita harus menunggu penyelesaian semua masalah struktural tersebut, itu semua terpulang dari kita semua, seberapa serius mau mengupayakannya. Meskipun demikian, pemerintah sebagai institusi induk yang memang diserahi wewenang dan tanggung jawab oleh konstitusi untuk menyejahterakan seluruh warganya, tetaplah harus menjadi pihak yang paling berperan, dan tidak menggunakan tanggung jawab kolektif kita sebagai bangsa

(41)

26

sebagai dalih tidak bermutu untuk menyembunyikan ketidak becusan aparatnya, apalagi aparat dilapisan tertinggi yang sudah seharusnya mampu membuat teladan dan panduan umum bagi kita semua.

Sekurang-kurangnya ada tiga masalah besar yang menurut hemat penulis merupakan persoalan paling mendasar yang harus segera dibenahi. Andaikan saja keiga masalah struktural itu berikut segala turunannya dapat diatasi dengan baik, penulis merasa yakin situasi negara kita secara berarti dan signifikan akan lebih baik, sehingga jauh lebih siap menghadapi berbagai perubahan dan dinamika domestik dan global disegala bidang, tanpa membelokkan orientasi dan semangat dasar kita guna turut mengupayakan agar kita kian mendekati situasi ideal yang diuraikan secara singkat namun penuh makna oleh pembukaan UUD 1945, yang sekaligus menjadi tujuan hakiki penciptaan apa yang dinamakan “Indonesia”, yakni suatu bangsa dan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Adapun masalah struktural itu adalah:

1. Minimnya sumber daya manusia yang berkualitas yang terutama disebabkan oleh lemhnya kinerja pendidikan (berupa intelektualitas siswa disemua tingkatan) maupun kualitas pendidikan itu sendiri.

2. Keterbatasan infrastruktur, baik itu infrastruktur fisik maupun non fisik. 3. Kelemahan kerangka kelembagaan (institutional framework) atau bisa pula

(42)

infrastruktur fisik dan non fisik dapat pula disebut sebagai infrastruktur keras (hard infrastructure).8

Masalah baru ekonomi lingkungan hidup adalah juga merupakan salah satu motif paling kuat yang menjadi fakor masyarakat tergantung terhadap bantuan sosial. Pertumbuhan ekonomi yang tidak kenal batas. Perdagangan internasional telah menjadi jaminan paling kongkret sehingga produksi dalam negri dapat ditingkatkan, standar hidup warga masyarakat suatu negara dapat diperbaiki dan isolasi bangsa-bangsa dapat dibuka seluas-luasnya. Pertumbuhan ekonomi suatu negara, dengan demikian, menjadi dasar paling kuat dari keterlibatan banyak negara dalam perdagangan global.

Tetapi, gagasan pertumbuhan ekonomi itu sendiri tidak tanpa kesulitan. Kesulitannya tidak terutama menyangkut manfaatnya sebagai alat ukur yang efektif bagi perbaikan taraf hidup masyarakat, melainkan menyangkut motifnya yang terdalam. Dalam hal pertama, gagasan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat sebagai ukuran keberhasilan pemerintahan dalam mengembangkan ekonomi negaranya. Tetapi, dalam hal yang kedua, persoalan kita menjadi apa motif terdalam gagasan ini dan bagaimana pengaruhnya bag konsep kesejahtraan bersama, jika gagasan tersebut mewakili ambisi individualitis, bagaimana konsep pertumbuhan ekonomi ini dapat merusak kesejahtraan fisik manusia sekarangdn generasi manusia ang akan datang, pertanyaan itu menyentuh kebijakan pembangunan, lingkungan hidup, dan relasi ekonomi dan ekologi. Adapun masalah baru ekonomi lingkungan hidup:

8

Faisal Basri dan Haris Munandar, Lanskap Ekonomi Indonesia (Cet. 1; Jakarta: Kencana), 2009, 86-87.

(43)

28

1. Perdagangan internasional dan lingkungan.

Besarnya peranan perdagangan bagi pertumbhan ekonomi, dapat dilihat dari peranan yang diberikan oleh transportasi. Miliaran ton kargo dikirim dari suatu negara kenegara lain dengan truk, kapal laut, dan pesawat pengangkut udara. Komuditi yang dikirim tidak hanya barang mentah, yang harus diproduksi disebuah negara lain yang memiliki teknologi yang lebih canggih, melainkan juga barang yang langsung dikonsumsi. Buah-buahan dari Amerika Latin ke Amerika Utara, ke Eropa, bahkan ke Asia Tenggara. Dan minuman jus, soft drink, bir, yang diproduksi dinegara maju dapat dengan mudah masuk kewilayah Asia dan Afrika. Dibalik keberhasilan yang menabjubkan dalam bidang transportasi, kita menyaksikan kerugian yang harus dialami oleh lingkungan hidup kita.Transfortasi membutuhkan banyak energi, yang bisa menghabiskan cadangan minyak dunia dan meninggalkan polusi yang luar biasa besar. Emisi CO2 bisa mencapai dua atau tiga kali lebih besar dari sebelumnya.

2. Masalah kapasitas bumi.

Menggugat kebijakan pengembangan ekonomi tidak selalu dapat menguntungkan pertumbuhan ekonomi. Sudah lama sikap kritis ini disebut sebagai eco-imperialism. Ahli ekonomi yang pro terhadap tesis ekonomi, menanggapi sinis gerakan lingkungan hidup. Kritik terhadap konsep pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global, dinilai sebagai pandangan kritis yang tidak menguntungkan ekonomi. Berkaitan dengan kapasitas fotosintesis alam, sering dikatakan oleh para ahli biologi, bahwa kehidupan muncul karena reaksi kimia yang mengubah radiasi matahari menjadi biomass, yang kemudian dapat dimakan

(44)

oleh binatang herbifora, dn secara tidak langsung oleh binatang karnifora. Menurut teori biologi tersebut, sinar matahari merupakan satu-satunya faktor yang menentukan fotosintesis.

Selain masalah fotosintesis, masalah lain yang mendesak adalah masalah persediaan air minum. Jika tidak ada kebijakan mengenai pembatasan kependudukan, maka realitas bumi kita memiliki keterbatasan dalam bidang persediaan air minum dan air bersih yang pantas untuk hidup manusia.Masalah ketiga yaitu masalha polusi udara yang semakin kritis dan masalah keempat adalah polusi air laut, sudah dapat diduga bahwa dewasa ini sepertiga dari total jumlah ikan yang ada sudah terkena racun dan akibatnya terjadi penurunan jumlah ikan yangdapat dikonsumsi.

3. Dimensi ekologi ekonomi.

Persepsi bahwa lingkungan kita sudah mengalami luka yang serius dan karena itu, tidak dapat menyokong masa depan manusia, menuntut kita untuk tidak hanya mengubah cara hidup kita, tetapi lebih dari itu, memaksa kita untuk melakukan perubahan dalam cara kita dalam menangani masalah ekonomi. Pemahaman yang tepat atas masalah, akan mendorong kita untuk melihat hubungan antara ekonomi dan ekologi, antara aktivitas ekonomi dan tuntutan ekologis.

4. Konsep pembangunan yang berkelanjutan.

Gagasan pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah gagasan normatif, yang memberi ruang diskursif bagi pertimbangan dan tuntutan ekologi.

(45)

30

Menurut gagasan ini, jika ilmu ekonomi merupakan suatu ilmu yang perlu bagi kesejahtraan manusia, ia harus menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan.

5. Kebijakan baru.

Kesadaran akan permasalahan lingkungan hidup sudah muncul sejak lama, dan tampaknya tidak akan terselesaikan hanya oleh inovasi dan transfortasi teknologi (teknologi penggunaan tenaga sinar matahari, misalnya).

Kelemahan dasar dari pembangunan berkelanjutan terletak dalam asumsi yang dianut oleh para pendukung gagasan ini. Kelemahan pertama, tidak ada sebuah titik kurun waktu yang jelas dan terukur, yang menjadi sasaran pembangunan berkelanjutan. Kedua, pandangan ini didasarkan pada cara pandang yang sangat antroposentris, dimana alam dilihat sebagai alat bagi pemenuhan kebutuhan material manusia.9

B. Ketentuan Pemberian Bantuan Sosial Masyarakat Miskin Menurut Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2016

Ketentuan pemberian bantuan sosial masyarakat miskin dalam peraturan Bupati nomor 48 tahun 2016 diatur dalam:

Pasal 8

2. Bantuan sosial dianggarkan untuk pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang/anggaran masyarakat,sesuai kemampuan keuangan daerah.

3. Bantuan sosial sebagaimana yang dimaksud pada ayat(1) diberikan secara selektif, tidak terus menerus / tidak mengikat serta memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya, setelah memproritaskan pemenuhan belanja

9

(46)

urusan wajib dan urusan pilihan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

Juga diatur dalam pasal 9

1. Bantuan sosial dalam bentuk uang dianggarkan oleh PPKD dalam kelompok belanja tidak langsung dan disalurkan melalui transfer dana kepada penerima bantuan.

2. Bantuan sosial dalam bentuk barang dianggarkan dalam program dan kegiatan, belanja langsung oleh SKPD berkenaan.

3. Proses pengadaan barang bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh SKPD berkenaan, sesuai ketentuan yang berlaku.

C. Dampak Pemberian Bantuan Sosial Terhadap Ketergantungan Masyarakat

Berikut adalah Pengaruh negatif pemberian bantuan langsung tunai kepada masyarakat:

1. Mendidik hidup malas.

Pemberian BLT akan membuat malas penerimanya. Karena biasanya BLT diberikan setiap 3 bulan sekali dengan nominal tertentu. Penerimanya akan menunggu,karena setiap 3 bulan sekali sudah dipastikan mendapatkan bantuan tersebut. Ketika bantuan akan datang tidak perlu bekerja karena sudah ada untuk biaya hidup dari bantuan tersebut.

2. Rentan konflik.

Konflik ini terjadi ketika bantuan tersebut tidak tepat sasaran, misalnya orang yang mampu mendapatkan tetapi yang tidak mampu justru tidak

(47)

32

mendapatkan. Karena jika sudah berurusan dengan perut orang tak bisa berfikir panjang dan hal ini rentan menimbulkan konflik.

3. Mendidik hidup konsumtif.

Saat menerima BLT biasanya dimanfaatkan untuk membeli barang konsumsi bukan untuk merintis usaha. Sehingga bantuan yang diberikan tidak produktif dan justru mendidik untuk berpola hidup konsumtif.

4. Menimbulkan pola pikir yang salah.

Ketika kenaikan BBM dibarengi pemberian BLT seolah masalah dampak kenaikan BBM sudah terlupakan begitu saja. Padahal nominal BLT tidak bisa mengimbangi besarnya inflasi akibat kenaikan BBM.10

Adapun Pengaruh positif dari BLT yaitu:

1. Dapat menekan beban pengeluran masyarakat miskin,

2. Dapat mencukupi kebutuhan masyarakat miskin dalam waktu singkat, 3. Menanamkan rasa dihargai dan diperhatikan oleh pemerintah kepada

masyarakat miskin,

4. Mengalihkan bantuan pemerintah dari pada mensubsidi BBM yang sebagian besar dinikmati oleh kalangan menengah ke atas kepada masyarakat miskin,

5. Dapat menjadikan BLT sebagai modal usaha masyarakat miskin,

6. Mendatangkan penghasilan para awak angkutan , terutama tukang ojek.11

10

http://pinterdw.blogspot.com/2012/03/sisi-negatif-bantuan-langsungtunai.html, (Diakses dari internet tanggal 20/07/2018).

11

http://rikaoktavianis.blogspot.com/2014/07/bantuan-langsung-tunai-blt.html (Diakses dari internet tanggal 20/07/2018).

(48)

D. Pandangan Hukum Islam Terhadap Ketergantungan Masyarakat

Dengan melihat perilaku warga miskin yang menjadi malas bekerja karena adanya bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah, maka penulis melihat ayat berkaitan dengan masalah tersebut, antara lain QS An-Naba’/78:11.









Terjemahnya:

Dan kami menjadikan siang untuk nencari penghidupan.12

Begitu pula dalam QS Al-A’raf/7:10.













Terjemahannya:

Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.13

Begitu pula dalam QS Al-Mulk/67:15.









Terjemahan: 12

Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anul Karim (Jakarta: Maktabah

Al-Fatih, 2015), h. 151.

13

(49)

34

Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.14

Islam melarang bersikap malas karena dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti kelumpuhan gerak ekonomi, matinya kemampuan manusia, dan kerusakan masyarakat, serta menimbulkan kerugian besar terhadap umat manusia. Islam membenci sikap malas dan melarang pengangguran serta sangat tidak menyukai orang yang menganggur karena hal itu dapat menyebabkan kemelaratan dan kejatuhannya, kehilangan kewibawaannya, dan mengakibatkan manusia meremehkannya. Karena orang yang memiliki karakter seperti itu sesungguhnya telah mati, tidak memiliki pemikiran dan perenungan. Orang-orang terdahulu yang saleh tidak terbiasa dengan kehidupan santai, tidak terus menerus berdiam diri dan menganggur, mereka terus bekerja dan berdagang.15

Dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan, dan kemalasan dinilai sebagai kejahatan. Dalam kepustakaan Islam modern, orang bisa menemukan banyak uraian rinci mengenai hal ini. Al-qur’an mengemukakan kepada nabi dengan mengatakan: “...dan kata-katakanlah (Muhammad kepada umat muslim): bekerjalah.” Nabi juga telah meriwayatkan melarang mengemis kecuali dalam keadaan kelaparan. Ibadah yang paling baik adalah bekerja, dan pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan sekaligus kewajiban. Kewajian masyarakat dan badan yang mewakilinya adalah menyediakan kesempatan-kesempatan kerja kepada para individu. Buruh yang bekerja dengan baik dipuji dan Nabi saw. di riwayatkan pernah mencium tangan orang yang bekerja itu. Monastisisme dan

14

Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anul Karim, h.563.

15

Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah Ajaran Sejarah Dan Pemikiran (Jakarta: PT Raia Grafindo Persada, 1997), h. 12.

(50)

asketisisme dilarang; Nabi saw. diriwayatkan pernah bersabdah bahwa orang-orang yang menyediakan makanan dan keperluan-keperluan lain untuk dirinya (dan keluarganya) lebih baih dari pada orang yang menghabiskan waktunya untuk beribadah tanpa mencoba berusaha mendapatkan penghasilan untuk menghidupinya sendiri. Nabi saw. pernah memohon kepada Allah swt. Untuk melindungi diri agar beliau tidak terjangkit penyakit lemah dan malas.16 Maka setiap muslim wajib hukumnya untuk bekerja, berusaha, bersungguh-sungguh dan tidak menelantarkan orangyang menjadi tanggungannya. Orang yang hanya duduk diam ialah bukan orang yang bertawakal, melainkan ia adalah orang yang pura-pura tawakal, ini adalah kemalasan.

16

Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana, 2006), h. 5-6.

Gambar

Tabel di atas menunjukkan rata-rata pendapatan masyarakat di Kelurahan  Lalebata  dalam  jumlah  pendapatan  perhari  dengan  pekerjaan  yang  berbeda-beda  sebelum mereka mendapat bantuan sosial
Tabel  di  atas  menunjukkan  hampir  sebagian  besar  tanah  pemukiman  masyarakat  miskin  adalah  status  hak  milik,  sedangkan  status  pinjam  sebanyak(20%) adalah warga asli yang mendapat pinjam dari keluarga dekatnya
Tabel  di  atas  menunjukkan  rata-rata  pemenuhan  kebutuhan  air  bersih  berasal  dari  2  unit  sumber  yakni  sumur  dan  PAM,  dimana  jumlah  rumah  tangga  yang  menggunakan  air  sumur  (80%)  dan  lebihnya  (20%),  kebutuhan  air  bersih  digunak

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial kepada masyarakat melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 32 Tahun

Aturan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ternyata belum mampu memberikan perlindungan terhadap korban KDRT hal ini

Pada galur BIO138AC2-BLAS pada ujung malai rata-rata hampa dan galur BIO159-Mamol-Dro gabah hampa tinggi ini terbukti pada hasil pengamatan prosentase gabah hampa

Begitu pula dengan kegiatan industri dan perdagangan-jasa di Kawasan Solo Baru yang selalu berkembang akan membetuhkan lahan untuk menampung perkembangan tersebut

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah laba akuntansi berpengaruh terhadap profitabilitas yang diproksikan dengan return on investment pada sektor perbankan

Dalam Tabel 3 ditunjukkan pula bahwa perlakuan teknologi budidaya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap umur pertumbuhan tangkai bunga yang berkisar

Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh latihan Front Cone Hops terhadap power otot tungkai atlet remaja putra Pencak Silat

Kecepatan  dan posisi partikel yang bergerak dapat ditentukan melalui tiga cara, yaitu diturunkan dari fungsi posisi, kecepatan sesaat sebagai turunan fungsi posisi, dan