• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Lanjut Usia (Lansia) yang Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha yang Berada di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Lanjut Usia (Lansia) yang Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha yang Berada di Kota Bandung."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

iii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat Psychological Well – Being pada lanjut usia (lansia) yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha (Panti Jompo / Panti Werdha) yang berada di Kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling, dan jumlah sampel dalam penelitian adalah 45 orang. Rancangan yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif.

Alat ukur yang digunakan merupakan terjemahan dari alat ukur asli yaitu The Ryff Scales of Psychological Well – Being (SPWB,1989) dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Didi Mardiansyah.,S.Psi (2012) kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 29 item serta didukung oleh data sosiodemografis.

Alat ukur ini memiliki nilai validitas berkisar antara 0,355 – 0,957 dan nilai reliabilitas pada dimensi Self-acceptance sebesar 0,829, positive relation with otherss sebesar 0,862, autonomy sebesar 0,777, environmental mastery sebesar 0,730, purpose in life sebesar 0,726, dan personal growth sebesar 0,826, yang berarti reliabilitas pada alat ukur psychological well – being tergolong tinggi.

Berdasarkan hasil pengolahan data secara statistik, didapatkan sebanyak 53,3% responden memiliki Psychological Well – Being yang tergolong tinggi dan 46,7% responden memiliki Psychological Well – Being yang tergolong rendah.

(2)

iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

The research was conducted to determine the degree of Psychological Well - Being in the elderly people who live in Social Institutions (Nursing Home) in the city of Bandung. The selection of the sample using purposive sampling method and the sample in this study are 45 samples. The descriptive research design has been used in this study.

Measuring instrument that used is a translation from the original Ryff Scales of Psychological Well - Being (SPWB, 1989) and translated into Indonesian by Didi Mardiansyah.,S.Psi (2012) then modified by the researcher. This measure consists of 29 items and support by sociodemographic data.

This measure has a validity value from 0.355 to 0.957 and a realiability value of self–acceptance is 0,829, positive relation with otherss as much as 0,862, autonomy as much as 0,777, environmental mastery as much as 0,730, purpose inf life as much as 0,726, and personal growth as much as 0,826, it's means realiability on this measure classified as high.

Based on the results of statistical data processing, obtained as much as 53.3% of respondents have a Psychological Well - Being a relatively high and 46.7% of respondents have a Psychological Well - Being classified as low.

(3)

vii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah ... 1

1. 2 Perumusan Masalah ... 9

1. 3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1. 3. 1 Maksud Penelitian ... 9

1. 3. 2 Tujuan Penelitian ... 9

1. 4 Kegunaan Penelitian ... 9

1. 4. 1 Kegunaan Teoretis ... 9

1. 4. 2 Kegunaan Praktis ... 10

1. 5 Kerangka Pemikiran ... 10

(4)

viii Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Psychological Well – Being (PWB) ... 21

2.1.1 Definisi Psychological Well – Being ... 21

2.1.2 Sejarah Perkembangan Psychological Well – Being ... 22

2.1.3 Dimensi – Dimensi Psychological Well – Being ... 24

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well – Being ... 30

2.2 Lanjut Usia (Lansia) ... 36

2.2.1 Definisi dan Batasan Usia pada Lansia ... 36

2.2.2 Perkembangan pada Lansia ... 37

2.2.3 Tugas Perkembangan pada Lansia ... 40

2.3 Panti Sosial Tresna Werdha ... 42

2.3.1 Keuntungan dan Kerugian Tinggal di Panti Werdha ... 42

2.3.1.1 Keuntungan Tinggal di Panti Werdha ... 42

2.3.1.2 Kerugian Tinggal di Panti Werdha ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 45

3.1.1 Bagan Prosedur Penelitian ... 45

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 45

3.2.1 Variabel Penelitian ... 45

3.2.2 Definisi Konseptual ... 46

3.2.3 Definisi Operasional ... 46

(5)

ix Universitas Kristen Maranatha

3.3.1 Alat Ukur Psychological Well – Being ... 48

3.3.2 Sistem Penilaian ... 49

3.3.3 Data Penunjang ... 50

3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 51

3.4.1 Validitas Alat Ukur ... 51

3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 51

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 53

3.5.1 Karakteristik Populasi ... 53

3.5.2 Teknik Penarikan Sampel ... 53

3.6 Teknik Pengolahan Data ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden... 55

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 55

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Status Marital ... 56

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Agama ... 56

4.1.5 Gambaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 57

4.1.6 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 57

4.1.7 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Pendidikan Terakhir .... 58

4.1.8 Gambaran Responden Berdasarkan Penyakit yang Diderita ... 58

4.2 Hasil Penelitian ... 59

(6)

x Universitas Kristen Maranatha

4.3 Pembahasan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan ... 68

9.2 Saran ... 69

9.2.1 Saran Teoritis ... 69

9.2.2 Saran Praktis ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(7)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi – Kisi Alat Ukur Psychological Well – Being ... 49

Tabel 3.2 Sistem Penilaian Alat Ukur Psychological Well – Being ... 50

Tabel 3.3 Kriteria Validitas Guildford ... 58

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 55

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Status Marital ... 56

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Agama ... 56

Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 57

Tabel 4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 57

Tabel 4.7 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Terakhir .... 58

Tabel 4.8 Gambaran Responden Berdasarkan Penyakit yang Diderita ... 58

Tabel 4.9 Gambaran Psychological Well – Being Responden ... 59

(8)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

(9)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 SURAT PERSETUJUAN DAN SURAT PENGESAHAN PENGAMBILAN DATA

LAMPIRAN 2 KUESIONER LAMPIRAN 3 DATA SAMPEL LAMPIRAN 4 DATA SKOR TOTAL

LAMPIRAN 5 DATA DERAJAT PSYCHOLOGICAL WELL – BEING DAN DIMENSI – DIMENSINYA

(10)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Santrock, orang yang telah lanjut usia dimulai ketika seseorang mulai memasuki usia 60 tahun. Seringkali usia yang telah lanjut dianggap sebagai masa untuk menjadi sakit – sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan kognitif, tidak berguna, dan bahkan mengalami depresi. Lanjut usia (lansia) adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang. Terjadinya proses penuaan ini tidak bisa dihindari oleh siapapun, karena manusia pada dasarnya akan secara terus – menerus berkembang. Proses penuaan ini tentunya berdampak pada pelbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan. Pada lansia akan terjadi pelbagai kemunduran pada organ tubuh lansia. Semakin bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan pelbagai fungsi organ tubuh dan terjadi perubahan fisik. Lanjut usia merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia, masa dimana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang (dalam Santrock, Life-Span Development, 5th Edition, 2002).

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha Indonesia pada setiap tahunnya memberikan kemungkinan bahwa harapan hidup manusia semakin meningkat. Menurut profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011, angka usia harapan hidup rata – rata penduduk Indonesia adalah 71 tahun. Berdasarkan data sensus kependudukan, Indonesia termasuk ke dalam lima negara terbesar yang memiliki jumlah penduduk lansia mencapai jumlah 10% dari total penduduk populasi di Indonesia.

Jumlah lansia di Kota Bandung pada tahun 2009 menurut wali kota Bandung, Dada Rosada terdapat 360.000 lansia atau 15% dari jumlah penduduk Kota Bandung yang mencapai 2,4 juta orang (dalam Berita Indonesia, 2009). Dalam ILLPD (Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah) terjadi peningkatan harapan hidup pada penduduk Kota Bandung, banyaknya jumlah penduduk lansia di Kota Bandung memungkinkan bahwa angka harapan hidup masyarakat semakin meningkat.

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha padahal seharusnya lansia harus dihargai peranannya dalam mendukung pembangunan nasional, serta masih banyak kendala dalam perjalanan waktu sampai saat ini apa yang terlihat dalam kehidupan lansia pada umumnya belum sepenuhnya tersentuh pelayanan dan pembinaan. Permasalahan – permasalahan tersebut yang membuat pemerintah perlu mengatasi lansia dari segi pemenuhan hak dan perlindungan, serta kesejahteraannya (Kementrian Sosial Republik Indonesia, 2012).

Menurut Komisi Nasional Lanjut Usia, diperkirakan 10 tahun mendatang akan terdapat satu orang lansia diantara 8 orang penduduk, sehingga akan didapati banyaknya kehadiran lansia baik yang tinggal sendiri maupun yang hidupnya bergantung pada bantuan orang lain yaitu seperti tinggal bersama dengan sanak saudara atau di yayasan sosial.

Panti jompo atau yang saat ini disebut dengan panti sosial tresna werdha merupakan unit pelaksanaan teknis yang memberikan pelayanan sosial bagi lansia, yaitu berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir batin (DEPSOS RI, 2003). Berdasarkan informasi yang didapat dari Dinas Sosial Kota Bandung, terdapat empat Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) yang tercatat di Dinas Sosial.

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha membayar sewa dan juga terdapat penghuni panti yang tidak dikenakan biaya sewa. Biaya sewa per bulan berkisar antara Rp.750.000,- sampai dengan Rp.2.000.000,-. Panti C dan Panti D tidak menggunakan metode subsidi silang, para penghuni tidak dikenakan biaya apapun selama tinggal di panti tersebut. Keempat panti tersebut memberikan penunjang fasilitas yang sama, seperti tunjangan kesehatan, serta kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Tunjangan kesehatan yang di berikan yaitu pengadaan rutin check-up secara berkala yaitu dua minggu sekali untuk para lansia, kegiatan kerohanian untuk beribadah, dan kegiatan lainnya seperti bermain musik angklung atau membuat kerajinan tangan seperti sulam.

Menurut para pengurus panti, lansia yang tinggal di yayasan sosial seperti panti sosial tresna werdha akan merasakan rindu pada keluarganya karena mereka tinggal berjauhan dengan keluarganya. Terdapat beberapa diantaranya tidak pernah dikunjungi oleh sanak saudara atau keluarganya. Kebutuhan sandang, pangan, dan papan untuk lansia yang tinggal di panti werdha di penuhi oleh pihak panti. Menitipkan orangtua yang sudah lanjut usia di panti werdha memanglah masih menjadi konotasi yang “buruk” bagi masyarakat Indonesia, mengingat

pandangan di masyarakat Indonesia yang masih mengutamakan kekeluargaan. Menitipkan orang tua yang telah lanjut usia di panti dianggap “membuang” orang

tua, tidak hormat, serta “menyia –nyiakan” orangtua. Kesibukan pekerjaan anak –

(14)

5

Universitas Kristen Maranatha Dalam survei awal, telah dilakukan wawancara singkat kepada lima orang lansia yang tinggal di panti werdha, seluruh responden mengatakan bahwa mereka menyadari akan kondisi fisiknya yang sudah menurun. Mereka tidak dapat melakukan pekerjaan seperti saat masih muda, selain itu, kondisi kesehatan yang kian menurun membuatnya merasa terhambat dalam menjalani aktifitasnya. Berada di panti menjadi pilihan mereka karena alasan tersebut. Di panti mereka mendapatkan pelayanan kesehatan, kebutuhan sandang, pangan, dan papan pun terpenuhi. Mereka merasa setelah tinggal di panti ada yang mengurus dirinya.

Berada dilingkungan panti dirasakan nyaman oleh seluruh responden. Mereka merasa dengan berada di panti, mereka mendapat banyak teman baru dan memiliki teman – teman yang senasib dengan mereka. Dalam menjalin relasi dengan penghuni panti lainnya, mereka mengaku dapat menjalin relasi dengan baik dan saling mengenal satu sama lainnya. Disisi lain mereka tidak merasa nyaman karena mereka merasa kesepian.

(15)

6

Universitas Kristen Maranatha respoden hampir tidak pernah dijenguk oleh keluarganya karena jaraknya yang sangat jauh yaitu berada di luar pulau Jawa.

Seluruh responden mengatakan bahwa mereka selalu rindu dengan keluarganya bila keluarga mereka lupa untuk mengunjungi mereka, sehingga saat Hari Raya Idul Fitri empat dari lima responden meminta ijin untuk menginap dengan keluarganya, dan satu responden mengatakan tidak pernah pulang saat Hari Raya Idul Fitri karena jarak yang sangat jauh dengan keluarga.

Dalam Santrock ( 2002 ) dikatakan bahwa seringkali orang tua yang telah lanjut usia mengalami diskriminasi dan ditolak secara sosial. Orangtua yang telah lanjut usia mungkin akan dikeluarkan dari pekerjaan lamanya atau tidak dipekerjakan pada pekerjaan yang baru karena dianggap terlalu kaku, lemah pikiran, atau karena efektivitas biaya. Dari hasil wawancara yang di dapat tiga responden mengatakan bahwa salah satu faktor selain karena hidup sendiri mereka tinggal di panti karena sudah kurang mampu untuk mengerjakan pekerjaan mereka sebelumnya, sehingga mereka ditempatkan di panti, meskipun mereka merasa masih sanggup mengerjakan suatu pekerjaan. Dua responden lainnya karena mereka tidak ingin menambah biaya keluarga.

(16)

7

Universitas Kristen Maranatha kerajinan tangan yang selanjutnya untuk dijual, atau untuk diberikan kepada keluarga. Kelima responden juga selalu mengikuti kegiatan senam pagi yang di adakan setiap hari Senin dan Rabu, serta pengajian di hari Senin, Jumat, dan Sabtu. Kelima responden mendapatkan uang jajan dari panti sebesar dua puluh ribu rupiah untuk setiap minggu yang di dapat dari donatur. Uang tersebut mereka simpan dan tabung kepada ketua nenek di panti, sehingga jika sewaktu – waktu ada keperluan mendadak mereka dapat menggunakan uang tersebut. Meskipun sudah merasa tua, kelima responden merasa bersyukur karena diberkahi umur yang panjang. kelima responden mengatakan bahwa tidak ada lagi cita – cita dan harapan yang ingin dicapai, tujuannya saat ini adalah mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa serta menerima hidup ini apa adanya.

Berdasarkan dari hasil survey awal yang dilakukan serta permasalahan – permasalahan yang terjadi pada lansia di Indonesia, mengarah pada faktor - faktor yang membentuk Psychological well-being seseorang. Secara konseptual psychological well-being adalah penghayatan serta evaluasi dari individu dalam aktivitas dan kehidupan sehari – hari yang mengarah pada pengungkapan perasaan – perasaan pribadi atas apa yang dirasakan individu sebagai hasil dari pengalaman

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha Dalam Santrock (2002), kesejahteraan psikologis pada orang – orang yang telah lanjut usia berkontribusi dengan kondisi kesehatan yang baik, memiliki pendapatan yang layak, suatu gaya hidup yang aktif, serta jaringan pertemanan dan keluarga yang baik ( Santrock, 2002 ). Dalam menghabiskan masa tua, berada dengan keluarga dekat dan para sahabat merupakan tempat yang terbaik, sedangkan lansia yang tinggal di panti harus tinggal berjauhan dengan keluarga. Menurut Adams, Crohan & Antonucci (dalam Santrock), sahabat lebih memainkan peran penting sebagai suatu sistem pendukung untuk orang – orang telah lanjut usia.

(18)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran Psychological Well Being pada Lanjut Usia yang bertempat tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha yang berada di Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Mengetahui gambaran derajat Psychological Well Being pada lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha yang berada di Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran derajat Psychological Well Being pada lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha yang berada di kota Bandung dikaitkan dengan dimensi – dimensi yang membentuk Psychological Well Being.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan informasi kepada peneliti lain yang berminat untuk

melakukan penelitian lanjutan mengenai Psychological Well Being pada lanjut usia yang tinggal di panti sosial tresna werdha.

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha Psychological Well Being pada lanjut usia kedalam bidang ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Positif dan Psikologi Perkembangan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada lembaga sosial yang menangani

lansia dan panti sosial tresna werdha mengenai Psychological Well-Being pada lansia, sehingga mampu memahami hal – hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan psychological well – being pada lansia yang tinggal di panti werdha.

1.5Kerangka Pemikiran

(20)

11

Universitas Kristen Maranatha kematian tidak dapat dihindari dan merasa tentram dengan dirinya karena telah memberikan sumbangan untuk masa depan melalui pengasuhan yang kompeten terhadap anak – anak atau melalui pekerjaan dan ide – idenya (Santrock, Life – Span Development, 5th Edition, 2002).

Lanjut usia merupakan masa ketika seseorang dapat merasakan hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama dengan anak dan cucu dengan penuh kasih sayang (dalam Santrock, Life – Span Development, 5th Edition, 2002). Menurut Baines, akan memberi kemungkinan semakin besar berada di dalam panti sosial bila seseorang semakin tua (dalam Santrock, Life – Span Development, 5th Edition, 2002). Lansia yang tinggal di panti werdha dapat disebabkan karena beberapa kondisi, yaitu faktor ekonomi, keluarga yang sudah tidak mampu untuk mengurus, serta kondisi fisik yang sudah menurun. Papalia (2001) menyebutkan bahwa perubahan – perubahan fisik yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan perubahan pada kondisi jiwanya. Salah satu contohnya adalah perubahan fisik pada lansia mengakibatkan dirinya merasa tidak dapat mengerjakan berbagai aktivitas sebaik pada saat muda dulu.

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha hubungan sosial (positif relation with otherss), kemandirian individu dalam bertindak dan berpikir (autonomy), kemampuan untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi (environtmental mastery) , tujuan hidup (purpose in life), dan pengembangan pribadi (personal growth) (Ryff dan Keyes, 1995).

Pada dimensi pertama yaitu penerimaan diri atau self – acceptance. Dimensi ini merujuk pada kemampuan lanjut usia untuk dapat menerima segala aspek dalam dirinya secara positif, serta memahami kondisi kehidupannya dimasa lalu dan keadaan mereka saat ini yang tinggal di panti werdha dan berjauhan dengan keluarga. Seorang lansia yang tinggal di panti werdha yang memiliki penerimaan diri yang positif digambarkan sebagai seorang lansia yang mampu untuk menerima bahwa dirinya telah memasuki tahap lanjut usia dengan menurunnya kondisi fisik. Selain itu, memiliki pandangan positif tentang pengalaman masa lalunya, dan tetap mampu menghargai kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya. Lansia yang tinggal di panti werdha yang kurang memiliki penerimaan diri akan menunjukkan ketidakpuasan terhadap dirinya yang saat ini mengalami penurunan fisik dan tidak seperti saat muda dulu serta merasa kecewa dengan pengalaman masa lalunya.

(22)

13

Universitas Kristen Maranatha tinggal di panti werdha yang memiliki hubungan positif dengan orang lain digambarkan sebagai seseorang yang memiliki kehangatan dengan orang lain, mampu unuk menjalin relasi dengan sesama penghuni panti lainnya, memiliki rasa empati dengan menerima kekurangan orang lain. Seorang lansia yang tinggal di panti yang kurang memiliki hubungan yang positif dengan orang lain pada umumnya mereka tidak merasa nyaman bila berdekatan dengan orang lain dan tidak mampu untuk menjalin relasi dengan teman penghuni panti lainnya atau dengan pengurus panti. Mereka akan bersikap apatis, merasa terisolasi dan menjauhkan diri dari lingkungannya.

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha Dimensi selanjutnya yaitu environmental mastery, pada dimensi ini merujuk pada kemampuan lansia dalam memilih dan membentuk lingkungan yang disesuaikan dengan kondisi fisiknya saat ini yang telah menurun, yaitu dengan tetap menjalankan aktivitas yang produktif seperti membaca, bermain musik atau membuat kerajinan tangan. Kemampuan untuk mengontrol lingkungan yang kompleks dan mengubahnya secara kreatif. Lansia yang tinggi dalam dimensi ini digambarkan seorang lansia yang mudah untuk beradaptasi dan bergabung dengan lingkungan panti serta penghuni panti lainnya. Menampilkan kemampuan sesuai dengan dirinya saat ini, terampil dalam menggunakan kesempatan, serta mampu untuk memilih dan membuat konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi, sedangkan lansia yang rendah pada dimensi ini akan mempunyai kesulitan dalam mengatur urusan sehari – hari, kurang memiliki kontrol dengan dunia luar, serta tidak sadar akan adanya kesempatan di sekitar.

(24)

15

Universitas Kristen Maranatha Dimensi yang terakhir adalah personal growth. Dimensi ini merujuk pada kemampuan seorang lansia yang tinggal di panti werdha untuk dapat mengembangkan kemampuan yang ada di dalam dirinya meskipun tidak seperti saat muda. Bertumbuh dan berkembang sebagai seorang pribadi. Lansia yang tinggal di panti wedha yang tinggi pada dimensi ini akan melihat dirinya bertumbuh dan berkembang, terbuka untuk pengalaman baru, menyadari potensinya, serta melakukan perubahan untuk menunjukan keefektifan dan juga kemampuannya. Lanjut usia yang memiliki nilai rendah dalam dimensi ini pada umumnya mengevaluasi dirinya mengalami stagnasi pribadi, yaitu tidak mampu untuk berkembang karena merasa bahwa diusianya kini mengalami penurunan secara fisik dan fungsi kognitifnya. Kurang mampu untuk mengembangkan aktualisasi diri, serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku baru.

Keenam dimensi psychological well – being pada lansia yang tinggal di panti werdha, memiliki keterkaitan yang tidak dapat dilepaskan antara dimensi satu dengan dimensi lain yang membentuk psychological well – being secara keseluruhan. Psychological Well Being ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain yaitu sosiodemografis, pengalaman hidup, dukungan sosial, religiusitas, dan faktor kepribadiannya.

(25)

16

Universitas Kristen Maranatha usia pada umumnya, membuat diri mereka lebih matang, mandiri, dan terampil dalam mengendalikan lingkungan sehingga dapat mempengaruhi penilaian lansia mengenai kemampuannya dalam mengatur lingkungan dan aktivitas yang dilakukannya (environtmental mastery) maupun dalam kemandirian individu (autonomy) yang pada akhirnya akan berujung pada kepemilikan tujuan hidup yang jelas (purpose in life). Pada dimensi personal growth, individu yang telah memasuki lanjut usia akan mengalami penurunan karena kondisi fisik maupun mental. Individu yang telah lanjut usia lebih mampu menguasai lingkungannya dan memiliki kemandirian yang lebih tinggi di banding dengan dewasa muda.

Pada budaya yang bersifat kolektivistik, faktor budaya secara tidak langsung akan mempengaruhi dimensi self-acceptance. Hal ini dikarenakan ketika budaya tersebut mendukung akan kondisi lansia yang berada di panti werdha sudah biasa, maka secara tidak langsung masyarakat akan memberikan dukungan sosial bagi mereka yang berada di panti werdha, sehingga dapat lebih mudah bagi mereka untuk dapat menerima dirinya yang saat ini tinggal di panti werdha. Faktor status marital turut mempengaruhi psychological well – being seseorang (Mroczek and Kolarz, 1998. Dalam Wells. Ingrid E. Psychological Well – Being. 2010). Lansia yang pernah menikah akan memiliki psychological well – being yang tinggi dibandingkan dengan lansia yang belum menikah.

Faktor sosial-ekonomi turut memengaruhi pertumbuhan psychological well – being, yaitu dalam dimensi penerimaan diri (self-acceptance), tujuan dalam

(26)

17

Universitas Kristen Maranatha pertumbuhan pribadi (personal growth) (Ryff, 1989). seorang lansia yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan pekerjaan yang layak, lansia akan mendapatkan tunjangan dimasa tuanya sehingga dapat mencapai tujuan hidupnya dan mengembangkan potesi yang dimilikinya, selain itu dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki mereka mempunyai perspektif dan pengetahuan yang lebih luas mengenai keberadaan dan kondisi lansia yang memilih untuk tinggal di panti werdha sehingga mampu untuk menerima dirinya lebih baik (self-acceptance) dan mampu memanfaatkan kesempatan (environmental mastery) yang ada disekitar mereka.

Dukungan sosial mempengaruhi pembentukan tingkat psychological well-being seseorang. Seorang lansia yang mendapatkan dukungan sosial akan merasa bahwa dirinya dicintai, dipedulikan, dihargai, dan menjadi bagian dalam jaringan sosial seperti keluarga dan panti werdha yang dapat menyediakan tempat bergantung ketika dibutuhkan. Sehingga lansia yang memiliki dukungan sosial dari lingkungannya cenderung memiliki self – acceptance, positive relation with others, pupose in life dan personal growth yang lebih tinggi.

(27)

18

Universitas Kristen Maranatha Hal ini dikarenakan seseorang tidak mendapatkan pengalaman hidup yang menyenangkan.

Faktor agama, terutama penghayatan terhadap agama memengaruhi derajat psychological well - being individu (Weiten & Lloyd, 2003), terutama dalam dimensi environmental mastery dan self-acceptance. Seorang lansia yang menghayati peran agama dalam hidupnya menghayati bahwa seluruh pengalam dalam hidupnya baik yang menyenangkan ataupun yang tidak menyenangkan adalah suatu hikmah yang oerku disyukuri, hal tersebut membuat seorang lanjut usia yang tinggal di panti werdha menghayati hidup dan pengalaman – pengalamannya lebih bermakna dan lebih positif. Selain itu, mereka yang taat pada agamanya akan menghayati bahwa doa merupakan salah satu coping yang penting dalam menyelesaikan masalah, sehingga hal tersebut menimbulkan penghayatan pada mereka bahwa mereka mampu untuk menjalani tuntutan hidup sehari – hari.

(28)

19

Universitas Kristen Maranatha 1.1Bagan Kerangka Pikir

Rendah Psychological

Well-Being

Dimensi – dimensi Psychological Well-Being : a. Self – Acceptance

b. Positif Relation with Otherss

c. Autonomy

d. Environtmental Mastery e. Purpose in Life

f. Personal growth Lansia Yang

tinggal di Panti Werdha ( > 75 Th)

Faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being :

1. Sosiodemografis ( Usia, Status Marital, Budaya, Status Sosial – Ekonomi )

2. Pengalaman Hidup 3. Dukungan Sosial 4. Agama ( Religiusitas )

(29)

20

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi Penelitian

1. Lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha di kota Bandung memiliki psychological well – being yang berbeda – beda yaitu menunjukkan derajat yang tinggi atau rendah.

2. Psychological Well – Being pada lansia yang tinggal di Panti Werdha di Kota Bandung dibentuk oleh bagaimana dia menerima dirinya, kemampuan dia dalam menciptakan hubungan yang positif dengan orang lain, kemampuannya untuk mandiri, kemampuan dalam penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.

(30)

68 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan mengenai psychological well – being pada 45 responden lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha (Panti Werdha/Panti Jompo) yang berada di Kota Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha yang berada di Kota Bandung sebagian besar menunjukkan derajat psychological well – being yang tergolong tinggi yaitu 53,3%, yang berarti bahwa

lansia yang tinggal di panti werdha memiliki penilaian yang positif mengenai masa lalunya dan mengembangkan penilaian yang positif dan merasa mencapai suatu kesempurnaan yang utuh (integrity). 2. Lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha yang berada di

Kota Bandung yang menunjukkan derajat psychological well being yang tergolong rendah yaitu 46,7%, yang berarti lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha yang berada di Kota Bandung cenderung memandang masa lalu dengan perasaan putus asa terhadap keseluruhan nilai dari kehidupannya (despair).

(31)

69

Universitas Kristen Maranatha panti werdha memiliki penilaian yang positif mengenai dirinya dan kehidupan masa lalunya.

4. Laki – laki cenderung memiliki derajat psychological well – being yang tinggi, sedangkan perempuan cenderung memiliki derajat tinggi pada dimensi autonomy.

5. Terdapat kecenderungan semakin tinggi dukungan sosial akan semakin tinggi derajat psychological well – being lansia yang tinggal di panti werdha, diantaranya dari seluruh lansia yang mendapat dukungan dari keluarga sebesar 60,5%, dan dari seluruh lansia yang mendapat dukungan dari lingkungan panti sebesar 61,8% menunjukkan psychological well – being yang tinggi.

6. Terdapat kecenderungan semakin tinggi dukungan sosial akan semakin tinggi positive relation with otherss. Dari seluruh lansia yang mendapat dukungan dari keluarga sebesar 65,8% dan dari seluruh lansia yang mendapat dukungan dari lingkungan panti sebesar 67,6% menunjukkan positive relation with otherss yang tinggi.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

(32)

70

Universitas Kristen Maranatha 2. Bagi peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai

psychological well – being pada lansia yang tinggal di panti werdha, dapat dipertimbangkan dengan mengorelasikan dengan variabel lain dan sampel pada lansia yang tinggal di panti werdha sehingga dapat melihat keterkaitan antara variabel lain dengan psychological well – being pada lansia yang tinggal di panti werdha.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pihak Panti Sosial Tresna Werdha, dapat mempertahankan lansia yang menunjukkan psychological well – being yang tinggi, dan memberikan dorongan kepada lansia yang menunjukkan psychological well – being yang rendah dengan memfasilitasi lansia seperti mengadakan kegiatan, yaitu berolah raga, bermain musik, siraman rohani, atau membuat kerajinan tangan.

2. Bagi keluarga disarankan untuk memberikan dukungan, dan mengunjungi orang tuanya minimal satu sampai dengan dua kali dalam sebulan.

(33)

71 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Bastaman, H.D. 1996. Meraih Makna Hidup. Jakarta: Airlangga.

Carr, A. 2004. Positive Psychology: The Science of Happiness and Human Strengths. United Kingdom: Routledge.

Cobb, S. 1976 Social support as a moderator of life stress, “Journal of Psychosomatic Medicine”.

Davis, M. T. 2004. The Effects of Religious Beliefs on Mental Health. New York: Mc-GrawHills Companies, Inc.

Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. E. 1999. Subjective well-being: Three decades of progress. Psychological Bulletin.

Dorner, Dietrich, 1989. The Logic of Failure : Recognizing and Avoiding Error in Complex Situations. Basic Books.

Hidalgo, Jesus L.T., Bravo, Beatriz N., Martinez, Ignacio P., Pretel, Fernando A., Postigo, Jose M.L., Rabadan, Fransisco E. 2010. Psychological Well-Being, Assessment Tools and Related Factors. Dalam Wells, Inggrid E. Psychological Well – Being. Psychology of Emotions, Motivations and Actions. Nova Science Publishers, Inc.

Hurlock, E. B. 1980. Developmental Psychological : A Life-Span Approach (T H M Ed). New York: McGraw-Hill.

Kahneman, D., Diener, E., & Schwarz, N. 1999. Well – being: The foundations of hedonis psychology. New York: Russell Sage Foundation.

Keyes & Shmotkin. 2002. Jurnal Optimizing Well-being : The Empirical Ecounter of Two Traditions.

Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Papalia, D. Et all. 2001. Human Development 8th edition. New York: McGraw-Hill.

Ryan, R. M., & Deci, E. D. 2001. On Happiness and Human Potential: A Review of Research on Hedonic an Eudaimonic Well-Being. Annual Reviews Psychology.

Ryff, Carol D. 1989. Happiness is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. “Journal of Personality and Social Psychology”. Vol 57:1069-1081.

(34)

72

Universitas Kristen Maranatha ---., & Keyes, C.L.M. 2002. Optimizing Well-Being: The Empirical Encounter

of Two Traditions. Journal of Personaliti and Social Psychology”.

---, & Keyes, 1995. The Structure of Psychological Well-Being Revisited. “Journal of Personality and Social Psychology”. Vol 69 : 719-727.

--- & Singer, B. 2003 Ironies of the human condition: well-being and health on the way to mortality. Dalam L. G. Aspinwall & U.M. Staudinger (Eds.), Apsychology of human strengths:fundamental questions and futur directions for a positive psychology. Washington: American Psychological Association.

---., Singer, & Burton. 2002. From Social Structure to Biology : Integrative Science in Pursuit of Human Health and Well-Being. Dalam Snyder, Lopez. 2002. Handbook of Positive Psychology. New York : Oxford University Press, Inc. Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development. Jakarta : Erlangga.

Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

(35)

73 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Administrator. 2009. “Bandung Perhatikan Lansia”. http://www.beritaindonesia.co.id/daerah/946-bandung-perhatikan-lansia. Diakses pada tanggal 14 Januari 2013 09:10:32 PM.

Administrator. 2012. “Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

(ILPPD) Kota Bandung”.

http://bandung.go.id/images/download/ILPPD_2012.pdf. Diakses pada tanggal 14 Januari 2013 09:31:09 PM

Administrator. 2013. “Mengubah Paradigma Lanjut Usia Pasif menjadi Aktif,

Sehat, dan Produktif”.

http://www.komnaslansia.go.id/modules.php?name=News&file=article&si d=81. Diakses pada tanggal 28 April 2013 03:17:32 PM.

Administrator. 2009. “Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial”. http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=glosariumkesos&letter=p. Diakses pada tanggal 5 Juli 2013 11:03:03 AM.

Dharmais. 2004. “Kami hanya butuh ketenangan, Cerita Panti Werdha Senjarawi, Bandung”. http://www.dharmais.or.id/baca.php?id=27. Diakses pada tanggal 28 April 2012 03:04:35 PM.

Irwanasir, Retty. 2009. “Lampu Kuning Ledakan Kaum Renta”. http://www.komnaslansia.go.id/modules.php?name=News&file=article&si d=26. Diakses pada tanggal 28 April 2013 03:10:12 PM.

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Februari 2009. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Ramadhani, Arya Verdi. 2007. “Well Being pada Lansia”. http://aryaverdiramadhani.blogspot.com/2007/12/vj12xii2007-well-being-pada-lansia.html. Diakses pada tanggal 22 Juni 2013 02:01:14 PM.

Referensi

Dokumen terkait

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Remediasi Pembelajaran Melalui Model Arcs (Attention, Relevancy,pConvident, Satisfaction) untuk

Sistem Peringatan Kerusakan Perangkat Jaringan Base Transceiver Station Berbasis Sistem Informasi Geografi untuk memberikan visualisasi beserta informasi kepada

Dengan demikian media massa dapat diartikan sebagai budaya populer, hal ini di karenakan sebagai berikut: (1) produksi massa telah menghasilkan budaya massa yang telah

Berhubungan dengan pendidikan, prinsip-prinsip ini akan mempunyai kesan mendasar terhadap kandungan, proses dan pengurusan sistem pendidikan, termasuk tuntutan

Dalam mengikuti tes masuk perguruan tinggi terdapat 120 soal, ditetapkan bahwa setiap menjawab soal benar diberi skor 4, menjawab soal salah diberi skor –2

Berbahasa Indonesia dengan Efektif Bahasa Indonesia X SMA/MA Syamsuddin AR., Agus Mulyanto, Deden Fathudin, Usman S.. Kimia Kimia XI SMA/MA Syamsuddin AR., Agus Mulyanto,

Kandungan COD yang tinggi dalam limbah cair industri Batik, disebabkan pada proses produksi Batik X menggunakan berbagai zat warna organik yang terbawa pada aliran

Penelitian oleh Saeed AA dkk pada tahun 2016 pada mahasiswa kedokteran di Saudi Arabia yang menilai hubungan antara prevalensi dan faktor penyebab stress berat