• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 192009008 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 192009008 Full text"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN DIAGNOSA MISKONSEPSI TENTANG GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA

BENDA DIAM DAN BERGERAK

Oleh,

Tri Panji Kristi Yudianti

NIM: 192009008

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

ii

PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN DIAGNOSA MISKONSEPSI TENTANG GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA

BENDA DIAM DAN BERGERAK

Oleh,

Tri Panji Kristi Yudianti NIM: 192009008

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan

Disetujui oleh,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ferdy S. Rondonuwu, S.Pd., M.Sc. Dra. Marmi Sudarmi, M.Si.

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi, Dekan,

Dra. Marmi Sudarmi, M. Si. Dr. Suryasatriya Trihandaru, M.Sc.nat.

Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

(5)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Tri Panji Kristi Yudianti NIM : 192009008

Program Studi : Pendidikan Fisika

Fakultas : Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN DIAGNOSA MISKONSEPSI TENTANG GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA

BENDA DIAM DAN BERGERAK

Yang dibimbing oleh:

1. Prof. Dr. Ferdy S. Rondonuwu, S.Pd., M.Sc. 2. Dra. Marmi Sudarmi, M.Si.

adalah benar-benar karya saya.

Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau

sumber aslinya.

Salatiga, 6 Desember 2013 Yang Memberi Pernyataan,

(6)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Tri Panji Kristi Yudianti NIM : 192009002

Program Studi : Pendidikan Fisika

Fakultas : Fakultas Sains dan Matematika Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas royalty non-ekseklusif (non-exclusive royalty free light) atas karya saya berjudul:

PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN DIAGNOSA MISKONSEPSI TENTANG GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA

BENDA DIAM DAN BERGERAK

beserta perangkat yang ada (jika perlu).

Dengan hak bebas royalty non-ekseklusif ini, UKSW berhak untuk menyimpan, mengalihmediakan/mengalihformatkan, mengelola, dalam bentuk pengkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada tanggal : 6 Desember 2013 Yang menyatakan,

Tri Panji Kristi Yudianti Mengetahui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(7)

v

MOTTO

o

Berbahagialah setiap orang yang takut

akan Tuhan, yang hidup menurut jalan

yang ditunjukkan-Nya! (Mzm. 128: 1)

o

Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah

(8)

vi

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena penulis menyadari bahwa hanya karena kasih karunia-Nya saja penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Penyusunan Tugas Akhir ini tidak dapat terlepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ferdy S. Rondonuwu, S.Pd., M.Sc., selaku pembimbing I,

terima kasih atas ide-ide yang cemerlang, masukan-masukan yang berharga, dan diskusi-diskusi yang menarik, terima kasih juga atas motivasi yang diberikan kepada penulis saat masa-masa sulit sehingga akhirnya penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini. Selaku dosen, Bapak selalu mampu membuat perkuliahan menjadi menarik dan menyenangkan.

2. Ibu Dra. Marmi Sudarmi, M.Si., selaku pembimbing II, terima kasih atas waktu yang diberikan kepada penulis, masukan-masukan yang berharga, serta ide-ide cerdik yang membuat hal rumit menjadi sederhana. Kuliah-kuliah kependidikan dari Ibu Marmi sungguh-sungguh “memukul kepala”, sehingga penulis menyadari bagaimana cara mendidik dengan benar.

3. Keluarga tercinta (Fy. Yudi Utomo, Rg. Endang Wijiati, St. Agung Dwi Pramono, Gr. Honorita Yudiati dan keluarga), terima kasih atas doa dan dukungannya, sehingga penulis mampu menjalani setiap proses studi dan akhirnya mampu menyelesaikannya. Terima kasih pula atas kekeluargaan yang hangat dan ceria sehingga memberi kesegaran saat jiwa dilanda kepenatan.

4. Kepala sekolah, guru mata pelajaran fisika, serta para siswa dari SMA Kristen Satya Wacana dan SMA N 1 Salatiga yang telah memberikan waktu dan kesempatan bagi penulis untuk mengadakan penelitian.

(9)

vii

6. Mahasiswa Fisika dan Pendidikan Fisika angkatan 2009 yang telah menjadi rekan kerja, dan teman setia selama masa-masa perkuliahan. Terima kasih atas kebersamaannya.

7. Teman-teman LK FSM periode 2010-2011 yang mengajari penulis membangun kerja sama dan berorganisasi.

8. Laboran Fisika UKSW (Pak Tafip, Mas Sigit dan Mas Tri). Terimakasih atas segala bantuan yang telah diberi. Maaf jika selalu merepotkan dengan berbagai peralatan yang harus disiapkan saat praktikum.

9. Teman-teman Komunitas Sacra Familia (KSF) yang senantiasa memberikan siraman rohani yang selalu membawa penulis berpaling kepada-Nya, Sang Sumber Kehidupan. Kebersamaan kita sungguh-sungguh berarti. Damai dan segala yang baik selalu besertamu.

10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat dituliskan namanya satu persatu yang turut terlibat dalam penulisan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan dan penyelesain skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk hasil yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Apabila dalam penyusunan skripsi ini ada kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca, penulis mohon maaf. Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi berkat bagi pembaca khususnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Salatiga, 6 Desember 2013

(10)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN iii

LEMBAR HAK BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI iv

LEMBAR MOTTO v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

ABSTRAK 1

ABSTRACT 2

PENDAHULUAN 3

METODA 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

KESIMPULAN 21

DAFTAR PUSTAKA 21

(11)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok benda diam

5

Tabel 2 Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok benda bergerak

5

Tabel 3 Prosentase jawaban konsisten salah dominan dan jumlah ragam jawaban konsisten salah lainnya pada soal bentuk kartun

14

Tabel 4 Prosentase jawaban konsisten salah dominan dan jumlah ragam jawaban konsisten salah lainnya pada soal bentuk teks

14

Tabel 5 Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 1.1

16

Tabel 6 Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 1.2

16

Tabel 7 Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 2.1

18

Tabel 8 Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 2.3 dan 2.4

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pola jawaban siswa 10

Gambar 2 Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 1.1

11

Gambar 3 Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 1.2

12

Gambar 4 Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 2.1

12

Gambar 5 Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 2.2

12

Gambar 6 Silinder besi yang terletak di permukaan spon, cuplikan gambar pada soal bentuk kartun kelompok 1.2

17

Gambar 7 Beruang meluncur dipermukaan es (gesekan diabaikan). Cuplikan gambar pada soal bentuk kartun kelompok 2.1

18

Gambar 8 Monyet menekan pegas. Cuplikan gambar pada soal bentuk kartun kelompok 2.2

19

Gambar 9 Prosentase masing-masing kategori jawaban pada

kelompok soal “kondisi gerak ketika gaya dihilangkan”.

(13)

1

PENGGUNAAN KARTUN SEBAGAI INSTRUMEN DIAGNOSA MISKONSEPSI TENTANG GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA

BENDA DIAM DAN BERGERAK

Tri P. K. Yudianti1, Marmi Sudarmi1,2, Ferdy S. Rondonuwu1,2

1

Progam Studi Pendidikan Fisika dan 2FisikaFakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro No. 52-60 Telp. (0298) 7100396 Salatiga 50711 Jawa Tengah - Indonesia

Email: 192009008@student.uksw.edu Telp. +6285726861104

ABSTRAK

(14)

2

jawaban yang diduga kuat sebagai miskonsepsi, sehingga instrumen diagnosa lebih mampu mendeteksi miskonsepsi pada siswa. Konsistensi jawaban pada soal kartun yang lebih tinggi, membuat jawaban-jawaban konsisten salah yang muncul dengan prosentase kecil lebih mungkin untuk diduga sebagai miskonsepsi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen diagnosa miskonsepsi dengan bentuk kartun lebih efektif.

KATA KUNCI: kartun, konsistensi jawaban, miskonsepsi

THE USE OF CARTOON AS AN INSTRUMENT TO DIAGNOSE MISCONCEPTIONS ABOUT FORCES THAT ACT ON STATIC AND

MOVING OBJECTS

ABSTRACT

(15)

3

cartoon form, the consistently incorrect answers were more easily clustered into kinds of answers which are allegedly as misconceptions, therefore diagnostic instrument is more capable to detect the misconception on the students. The higher consistency of answers from the questions in the cartoon form made the consistently incorrect answers that appeared in a lower percentage tends to be considered as misconceptions. In conclusion, the diagnostic instrument of misconceptions are more effective in the form of cartoons.

KEY WORDS: cartoon, consistency of answer, misconception

I. PENDAHULUAN

(16)

4

merupakan proses menghubungkan informasi yang telah diterima dari teks dengan informasi yang telah tersimpan dari pengalaman terkait kejadian dalam teks yang dimiliki pembaca [8]. Pembaca yang memvisualisasikan soal bentuk teks ketika membaca memperoleh ingatan akan pengalaman yang terkait dengan kejadian dalam soal [9]. Melalui gambar kartun yang memvisualisasikan kejadian-kejadian dalam soal, pengalaman siswa terkait kejadian-kejadian dalam soal tersebut dihadirkan kembali, sehingga siswa dibantu untuk memahami maksud soal dengan baik. Selain memerlukan pemahaman, mengerjakan soal bentuk teks juga perlu dilakukan dalam keadaan sadar dan terkontrol [10]. Soal bentuk kartun yang menonjolkan karakter menarik secara visual [11], sehingga dapat memfokuskan perhatian siswa dan mengundang siswa untuk berpartisipasi aktif dalam mengerjakan soal. Soal bentuk kartun yang lebih mudah dipahami dan menarik secara visual ini dapat membawa siswa ke performa terbaiknya saat mengerjakan soal, sehingga jawaban yang dihasilkan sungguh-sungguh muncul dari proses pemikiran yang terstruktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen diagnosa miskonsepsi menjadi lebih efektif jika dibuat dalam bentuk kartun.

Pada penelitian ini narasi-narasi pada soal teks yang menceritakan suatu kejadian seluruhnya diubah ke dalam bentuk gambar kartun. Gambar kartun dibuat dengan menonjolkan karakter atau obyek-obyek yang terlibat dalam sebuah kejadian dan meminimalkan penggunaan teks. Tipe soal yang digunakan adalah pilihan ganda. Soal-soal dibuat untuk mencari jenis-jenis miskonsepsi yang terdapat pada literatur yang kemungkinan dimiliki oleh siswa.

II. METODA

(17)

Masing-5

masing kelompok tersebut berasal dari dua sekolah yang berbeda dengan kualitas yang hampir sama sehingga kemampuan siswanya hampir setara.

Tipe soal yang digunakan adalah pilihan ganda. Soal-soal yang dibuat digunakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis miskonsepsi tertentu yang ditemukan dalam literatur. Untuk setiap jenis miskonsepsi terdapat sekelompok soal yang berjumlah antara 6-17. Soal-soal tersebut memiliki konteks permasalahan yang sama namun dalam situasi yang berbeda-beda, atau jika situasinya sama, maka benda-benda yang menjadi obyek pertanyaan dibuat berbeda. Berikut merupakan tabel jenis miskonsepi beserta jumlah masing-masing soalnya pada kelompok soal benda diam dan benda bergerak.

Tabel 1. Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok benda diam

No. Jenis Miskonsepsi Jumlah

soal No. Soal 1.1 Semua benda cenderung bergerak ke tempat

istirahat alamiah pada permukaan bumi. Sehingga ketika tiba di tanah gaya gravitasi bumi (Fg) menghilang [12].

11 1-6, 7,10, 12, 14, 16

1.2 Dominance Idea (benda yang terlihat lebih kuat

mengerjakan gaya yang lebih besar) [13]. 11

1, 2, 4, 7-12, 14, 16 1.3 Fg harus lebih besar dari gaya normal (N), jika

tidak benda akan melayang di udara [14]. 14 1-12, 14, 16 1.4 Benda mati tidak dapat mengerjakan gaya. Pada

benda diam N tidak ada [15]. 17 1-16, 18

Tabel 2. Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok benda bergerak

No. Jenis Miskonsepsi Jumlah

soal

No. Soal 2.1 Gaya sebanding dengan kecepatan [16]. 6 27-29, 32, 34 2.2 Gaya searah dengan kecepatan [17]. 9 17, 19-26 2.3 Benda yang sedang bergerak cenderung berhenti

jika tidak ada gaya yang bekerja padanya [18]. 9 27- 35 2.4 Jika gaya yang bekerja pada benda dihilangkan

(18)

6

Terlihat pada tabel bahwa soal-soal tertentu dapat digunakan untuk mencari lebih dari satu jenis miskonsepsi, hal ini dapat dilakukan karena soal tersebut dapat memunculkan peluang lebih dari satu miskonsepsi. Contohnya adalah soal-soal dari kelompok 1.1, kecuali soal no. 3, 5 dan 6, soal-soal tersebut dapat digunakan untuk mencari miskonsepsi jenis 1.2, dan seluruh soal kelompok 1.1 dan 1.2 dapat digunakan untuk mencari miskonsepsi 1.3 dan 1.4. Jumlah total soal yang digunakan dalam penelitan ini ada 35 butir. Agar jawaban yang diperoleh dari penelitian ini benar-benar mewakili pemikiran masing-masing siswa, maka kelas perlu dikondisikan agar tidak ada kerja sama antar siswa saat mengerjakan soal. Untuk itu, urutan kelompok soal dan opsi jawaban dibuat acak sehingga siswa-siswa yang duduk berdekatan tidak mendapat soal yang sama. Susunan soal pada tabel 1 merupakan salah satu urutan diantara empat urutan yang ada.

Kelompok soal pada tabel 1 dan 2 disajikan dalam bentuk kartun dan bentuk teks. Soal bentuk kartun dibuat dengan menggambarkan kejadian-kejadian dalam soal, sedangkan soal bentuk teks dibuat dengan menarasikan kejadian-kejadian berdasarkan gambar pada soal kartun ke dalam bentuk teks. Jadi menurut urutannya, soal bentuk kartun lebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan soal-soal bentuk teks. Soal yang telah disiapkan dibagikan kepada sampel untuk dikerjakan. Setelah soal selesai dikerjakan, lembar jawab dikumpulkan. Jawaban dari siswa kemudian dikelompokkan menurut kelompok soalnya untuk dianalisa.

(19)

7

gravitasi bumi (Fg) dan gaya normal (N) ketika benda masih berada di landasan,

dan selalu menjawab hanya ada N ketika benda sudah diam di tanah, maka jawaban siswa ini tergolong konsisten. Batas minimal jawaban konsisten pada masing-masing kelompok soal adalah 60%, jadi jika 60% jawaban siswa pada satu kelompok soal konsisten, maka jawaban tersebut dianggap konsisten.

Setelah melihat pengaruh soal bentuk kartun dan soal bentuk teks terhadap jawaban siswa, selanjutnya seluruh jawaban siswa baik dari soal bentuk kartun maupun soal bentuk teks dikategorikan ke dalam tiga jenis jawaban yaitu konsisten salah, konsisten benar, dan acak. Konsisten salah merupakan jawaban yang secara konsisten salah atau tidak sesuai dengan teori, konsisten benar merupakan jawaban yang secara konsisten benar atau sesuai dengan teori, dan acak adalah jawaban yang tidak konsisten. Prosentase dari masing-masing jenis jawaban ditampilkan dalam diagram pie. Dari diagram pie tersebut prosentase masing-masing jenis jawaban dari soal kartun dan soal teks dapat dibandingkan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan antara soal bentuk teks dan soal bentuk kartun dapat dilihat pada kejadian-kejadian di bawah ini. Kejadian-kejadian ini merupakan bagian dari soal-soal kelompok 1.1

Kejadian 1- Soal bentuk teks

Kelereng yang berada di atas kaleng diletakkan di meja. Ketika hembusan angin mengenai kaleng, kelerengnya jatuh sampai ke kursi, menggilinding dan akhirnya diam di kursi, sedangkan kaleng menumbuk tepi kursi, kemudian jatuh dan akhirnya diam di permukaan tanah.

kaleng kelereng

meja

Permukaan tanah

(20)

8 Kejadian 2- Soal bentuk teks

Sebuah kaleng diletakkan di penopang kayu. Setelah karet ketapel ditarik dan dilepaskan, batu meluncur dan kemudian menumbuk kaleng. Akhirnya batu dan kaleng tersebut jatuh dan diam di permukaan tanah.

Kejadian 1- Soal bentuk kartun kaleng

batu ketapel Penopang

kayu

(21)

9 Kejadian 2- Soal bentuk kartun

Perbedaan antara soal bentuk teks dan soal bentuk kartun terletak pada cara penyampaian informasi ke siswa. Pada soal bentuk teks, penyampaian informasi menggunakan narasi dan sedikit gambar. Gambar hanya digunakan untuk mengilustrasikan kejadian di awal cerita, dan dari awal kejadian tersebut siswa diminta untuk menggambarkan sendiri kejadian selanjutnya dengan mengikuti narasi pada soal. Sedangkan pada soal bentuk kartun, penyampaian informasi banyak menggunakan gambar, teks digunakan untuk menyampaikan informasi dalam bentuk narasi-narasi singkat. Dalam soal bentuk kartun, seluruh kejadian divisualisasikan melalui gambar, sehingga siswa difasilitasi untuk melihat secara langsung kejadian-kejadian dalam soal melalui gambar, dengan cara ini siswa dibantu untuk lebih cepat memahami konteks soal.

(22)

10

kaleng, dan frame 4 di kejadian 2, di mana garis-garis angin terdapat pada kaleng dan batu. Selain itu, agar gambar terlihat menarik, kesan kaku pada gambar harus dihilangkan, misalnya garis tepi pada setiap obyek gambar dibuat lengkung, atau dengan menambahkan karakter manusia seperti pada kejadian 2. Pada soal kartun Narasi-narasi singkat tetap diperlukan untuk mengarahkan siswa pada alur kejadian.

Pengaruh penggambaran kejadian di atas, baik pada soal bentuk kartun maupun soal bentuk teks dapat dilihat dari jawaban dua orang siswa di bawah ini. Dari dua siswa tersebut, satu siswa berasal dari kelompok yang diberi soal bentuk kartun, dan siswa lainnya berasal dari kelompok yang diberi soal bentuk teks.

(a) (b)

Gambar 1. Pola jawaban siswa. (a) pola jawaban dari soal bentuk kartun, (b) pola jawaban dari soal bentuk teks. Kotak-kotak berwarna abu-abu gelap merupakan pola jawaban miskonsepsi 1.1 (tabel 1), dan kotak-kotak berwarna abu-abu terang merupakan pola jawaban miskonsepsi 1.3. Kotak-kotak yang memiliki dua warna

merupakan opsi jawaban yang dapat digunakan untuk kedua jenis pola miskonsepsi. Kotak-kotak yang bergaris tepi tebal adalah jawaban siswa.

(23)

11

Berdasarkan gambar 1, terlihat bahwa pada soal bentuk kartun, sebagian besar jawaban siswa pada mengikuti pola jawaban miskonsepi 1.1, hanya ada dua nomor (no.12 dan 14) yang tidak mengikuti pola. Sedangkan pada soal bentuk teks, jawaban siswa tidak mengikuti kedua jenis pola miskonsepsi atau dapat dikatakan bahwa jawaban siswa acak. Dengan demikian, soal bentuk kartun menghasilkan jawaban yang lebih konsisten dibandingkan dengan soal bentuk teks. Jenis miskonsepsi yang muncul dari soal bentuk kartun adalah pemikiran bahwa ketika sampai di tanah, Fg yang awalnya bekerja pada benda menghilang

(miskonsepsi 1.1 pada tabel 1). Kejadian 1 dan kejadian 2 yang digambarkan di atas menghasilkan soal no.1-6, sedangkan soal no.7, 10, dan seterusnya dihasilkan dari kejadian-kejadian yang digambarkan dengan cara yang sama seperti kejadian 1 dan 2.

Berikut merupakan jawaban dari seluruh siswa yang mendapatkan soal bentuk kartun dan soal bentuk teks, seluruh jawaban dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu acak, konsisten salah, dan konsisten benar

(a) (b)

Gambar 2. Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 1.1. (a) soal bentuk teks, dan (b) soal bentuk kartun. A= acak, B= konsisten salah, dan

(24)

12

(a) (b)

Gambar 3. Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 1.2. (a) soal bentuk teks, dan (b) soal bentuk kartun. A= acak, B= konsisten salah, dan

C= konsisten benar

(a) (b)

Gambar 4. Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 2.1. (a) soal bentuk teks, dan (b) soal bentuk kartun. A= acak, B= konsisten salah, dan

C= konsisten benar

(a) (b)

Gambar 5. Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal 2.2. (a) soal bentuk teks, dan (b) soal bentuk kartun. A= acak, B= konsisten salah, dan

(25)

13

Gambar-gambar diagram dari 2 sampai 5 menunjukkan bahwa soal bentuk kartun memiliki jawaban acak yang prosentasenya lebih kecil dibandingkan dengan soal bentuk teks. Jawaban acak merupakan jawaban tanpa didasari pertimbangan (asal tebak) sehingga tidak menunjukkan adanya aktivitas berpikir yang terstruktur. Prosentase jawaban acak pada soal bentuk kartun yang lebih rendah dibandingkan soal bentuk teks menunjukkan bahwa soal kartun lebih mendorong siswa untuk berpikir secara terstruktur. Soal dalam bentuk kartun lebih mudah dipahami dan menarik secara visual sehingga perhatian siswa terfokus untuk mengerjakan soal, dalam hal inilah kartun memudahkan siswa untuk berpikir secara sistematis sehingga mampu menjawab pertanyaan secara konsisten.

Berkurangnya jawaban acak menyebabkan prosentase jawaban konsisten meningkat. Peningkatan dapat terjadi pada jawaban konsisten salah atau jawaban konsisten benar. Pada soal bentuk kartun (gambar 2 sampai 4) terlihat bahwa prosentase jawaban konsisten salah dan konsisten benar yang lebih besar dibandingkan prosentase jawaban konsisten salah dan konsisten benar pada soal bentuk teks. Pada gambar 5 terlihat bahwa soal bentuk kartun memiliki prosentase jawaban konsisten salah lebih besar dibandingkan dengan soal bentuk teks. Dengan karakteristik diagram seperti pada gambar-gambar tersebut, maka dapat dikatakan bahwa soal bentuk kartun lebih berfungsi untuk mengelompokkan siswa ke dalam kategori benar atau miskonsepsi.

Terkait dengan peluang jawaban miskonsepsi, pada gambar 2, 3, dan 4, baik pada diagram dari soal bentuk teks maupun diagram dari soal bentuk kartun terdapat sejumlah jawaban konsisten salah yang memiliki prosentase kecil. Jawaban-jawaban konsisten salah tersebut belum dapat diyakini sebagai miskonsepsi karena prosesentasenya yang kecil dan ragam jawabannya yang banyak. Sedangkan suatu jawaban konsisten salah berpeluang besar untuk diduga sebagai miskonsepsi jika jawaban tersebut memiliki prosentase yang besar.

(26)

14

yang muncul. Untuk lebih jelasnya, berikut ditampilkan prosentase jawaban konsisten salah dominan I (jawaban konsisten salah yang prosentasenya terbesar diantara jawaban konsisten salah lainnya), prosentae jawaban konsisten salah dominan II (jawaban konsisten salah yang prosentasenya terbesar no.2 setelah jawaban konsisten salah dominan I), dan jumlah ragam jawaban konsisten salah pada soal bentuk kartun dan teks. Jika ada dua atau lebih jawaban konsisten salah dominan yang prosentasenya sama, maka yang ditampilkan adalah salah satu diantaranya.

Tabel 3. Prosentase jawaban konsisten salah dominan dan jumlah ragam jawaban konsisten salah lainnya pada soal bentuk kartun.

Kelompok

Tabel 4. Prosentase jawaban konsisten salah dominan dan jumlah ragam jawaban konsisten salah lainnya pada soal bentuk teks.

Kelompok

(27)

15

memiliki prosentase kecil. Pada soal kelompok 2.1, jawaban konsisten salah dominan II pada soal bentuk kartun memiliki prosentase yang lebih kecil dibandingkan jawaban konsisten salah II pada soal bentuk teks. Hal ini terjadi karena pada kelompok 2.1, jawaban konsisten salah pada soal kartun terpusat pada jawaban konsisten salah dominan I. Namun fakta tersebut tidak berdampak pada karakteristik ragam jawaban pada soal bentuk kartun yang lebih sedikit.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa jawaban konsisten salah dominan yang memiliki prosentase besar diduga kuat sebagai miskonsepsi, dan sebaliknya jawaban konsisten salah lainnya yang memiliki prosentase kecil kurang diyakini sebagai miskonsepsi. Karakteristik jawaban konsisten salah pada soal kartun adalah lebih terkelompok ke jenis jawaban yang diduga kuat sebagai miskonsepsi. Dengan demikian, ragam jawaban yang kurang diyakini sebagai miskonsepsi berkurang. Dari fakta tersebut dapat dikatakan bahwa soal bentuk kartun lebih mampu mendeteksi miskonsepsi pada siswa.

Terkait dengan konsistensi, jawaban konsisten salah dengan prosentase kecil yang muncul dari soal kartun lebih mungkin diduga sebagai miskonsepsi dibandingkan dengan jawaban konsisten salah yang muncul dari soal teks, karena konsistensi jawaban pada soal kartun lebih tinggi dibandingkan dengan konsistensi jawaban pada soal teks.

(28)

16

Tabel 5. Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 1.1

No. Jawaban

Siswa Miskonsepsi Jumlah siswa

1

Gaya gravitasi bumi (Fg)

lebih kecil dari gaya normal (N),baik saat benda berada di landasan, maupun saat benda diam di tanah setelah jatuh dari landasan

Gaya ke atas dari landasan yang lebih besar dari gaya

Setiap benda cenderung ingin bergerak menuju tanah, karena tanah adalah dengan kelompok soal 1.1 ini. Khusus untuk miskonsepsi 1.4, terdapat tambahan soal mengenai benda-benda yang diam di landasan yang berupa benda hidup, seperti telapak tangan dan kepala. Namun jawaban ini hanya ditemukan pada sedikit siswa, yaitu antara 1 sampa 2 siswa, baik pada soal bentuk teks maupun soal bentuk kartun. Oleh karena itu jawaban-jawaban tersebut kurang dapat dipercaya sebagai miskonsepsi.

Tabel 6. Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 1.2

No. Jawaban siswa Miskonsepsi Jumlah siswa

1

Fg lebih besar N, pada

landasan yang berdeformasi

Benda yang terlihat kuat mengerjakan gaya yang lebih besar.*

(29)

17 2

Pada landasan datar Fg lebih

kecil dari N. Pada landasan berdeformasi Fg lebih besar N

Landasan menahan benda dengan gaya ke atas yang lebih besar sampai pada batas tertentu, jika benda terlalu kuat, maka landasan tidak mampu me-nahan lagi, sehingga besarnya N menjadi lebih kecil dari Fg

5/2

Miskonsepsi no.1 pada tabel 6 di atas dialami oleh sebagian besar siswa. Miskonsepsi tersebut muncul ketika siswa dihadapkan pada situasi berikut

Gambar 6. Silinder besi yang terletak di permukaan spon, cuplikan gambar pada soal bentuk kartun kelompok 1.2

Gambar 6 di atas jelas menimbulkan kesan bahwa besi lebih kokoh (rigid) dibandingkan dengan spon yang berada di bawahnya, sehingga memunculkan miskonsepsi bahwa “benda yang terlihat kokoh mengerjakan gaya yang lebih

besar”. Dalam kasus ini, benda yang kokoh dapat didefinisikan sebagai “yang kuat”. Jawaban ini merupakan jenis miskonsepsi 1.2 pada tabel 1.

(30)

18

Tabel 7. Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 2.1

No. Jawaban siswa Miskonsepsi Jumlah siswa

1

Jika kecepatan (V) konstan, maka gaya (F) konstan. Jika V bertambah secara konstan, maka F bertambah

F sebanding dengan

V.* 51/32

2

Jika V konstan, maka F berkurang. Jika V bertambah secara konstan, maka F bertambah.

Benda yang bergerak konstan, pada permukaan licin sekalipun, lama-lama akan berhenti, dengan demikian, gaya pada benda perlahan-lahan mengecil.

6/17

Miskonsepsi no.1 pada tabel 7 dialami oleh sejumlah besar siswa. Miskonsepsi tersebut muncul ketika siswa dihadapkan pada situasi benda bergerak konstan dan dipercepat seperti pada gambar berikut

(31)

19

Pada gambar 7, terlihat bahwa beruang bergerak di permukaan es yang miring dengan kecepatan semakin besar, dan ketika mencapai permukaan es yang datar, kecepatan beruang konstan. Dengan melihat gambar di atas, siswa yang menyimpan konsep bahwa gaya sebanding dengan kecepatan akan menjawab ada gaya (F) yang besarnya tetap ketika benda bergerak konstan, dan ada F yang bertambah ketika benda bergerak dengan percepatan (a) konstan.

Kelompok soal 2.2 menghasilkan satu kemungkinan jawaban miskonsepsi, yaitu

bahwa “gaya selalu searah dengan kecepatan benda” (miskonsepsi 2.2, tabel 2).

Pada soal bentuk kartun, siswa yang mengalami miskonsepsi ini mencapai 57 atau 34,3 % siswa, sedangkan pada soal bentuk teks, siswa yang mengalami miskonsepsi ini mencapai 54 atau 32,5 % siswa. Miskonsepsi ini muncul ketika siswa dihadapkan pada situasi berikut.

Gambar 8. Monyet menekan pegas. Cuplikan gambar pada soal bentuk kartun kelompok 2.2

(32)

20

Dari kelompok soal yang telah dibahas, masih ada kelompok soal benda bergerak yaitu bertujuan untuk mengetahui kondisi gerak setelah gaya yang bekerja pada benda dihilangkan. Prosentase jawaban dari kelompok soal tersebut dapat dilihat pada diagram berikut:

(a) (b)

Gambar 9. Prosentase masing-masing kategori jawaban pada kelompok soal

“kondisi gerak ketika gaya dihilangkan”. (a) soal bentuk teks, dan (b) soal bentuk

kartun. A= acak, B= konsisten salah, dan C= konsisten benar

Diagram di atas menunjukkan bahwa prosentase jawaban acak pada soal bentuk kartun lebih tinggi dibandingkan prosentase jawaban acak pada soal bentuk teks. Karakteristik diagram pada kelompok soal ini berkebalikan dengan karakteristik diagram kelompok soal lainnya. Sehingga kemungkinan untuk kelompok ini, soal perlu diperbaiki. Jenis jawaban konsisten salah pada soal bentuk teks dan soal bentuk kartun sama, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Miskonsepsi yang ditemukan pada kelompok soal 2.3 dan 2.4

No. Jawaban Siswa Miskonsepsi

1. Pada kondisi tanpa gesekan, ketika gaya dihilangkan, kecepatan benda lama-lama berkurang, dan benda akhirnya berhenti

Benda yang sedang bergerak cenderung berhenti jika tidak ada gaya yang bekerja padanya.*

2 Pada kondisi tanpa gesekan, ketika gaya di-hilangkan benda yang sedang bergerak akan langsung berhenti

(33)

21 3 Ketika gaya dihilangkan benda

tetap bergerak dengan kecepatan konstan

Saat gaya yang bekerja pada ben- da dihilangkan, semakin licin permukaan bidang sentuh, semakin lama benda berhenti. Maka jika bidang sentuh licin sempurna atau gesekannya diabaikan, benda akan terus bergerak walaupun gaya dihilangkan

Jawaban konsisten pada tabel 8 no. 3 dikategorikan sebagai konsisten salah, karena sekelompok siswa yang memilih jawaban ini mengalami miskonsepsi F sebanding V ketika mengerjakan kelompok soal 2.1. Jadi tidak menunjukkan adanya pemahaman konsep hukum Newton I.

IV. KESIMPULAN

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan bentuk kartun, instrumen diagnosa dapat menghasilkan jawaban yang lebih konsisten sehingga lebih berfungsi untuk mengelompokkan siswa ke dalam kategori benar atau miskonsepsi. Selain itu, dengan soal bentuk kartun, jawaban konsisten salah lebih terkelompok ke jenis jawaban yang diduga kuat sebagai miskonsepsi, sehingga instrumen diagnosa lebih mampu mendeteksi miskonsepsi pada siswa. Konsistensi jawaban pada soal kartun yang lebih tinggi, membuat jawaban-jawaban konsisten salah yang muncul dengan prosentase kecil lebih mungkin untuk diduga sebagai miskonsepsi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen diagnosa miskonsepsi dengan bentuk kartun lebih efektif.

V. DAFTAR PUSTAKA

(34)

22

[2] Sengül Atasoy dan Ali Riza Akdeniz, 2007, Developing and Applying a Test Related to Appearing Misconceptions about Newtonian Laws of Motion: Journal of Turkish Science Education, vol. 4, no.1, 45-59.

[3][6] Antti Savinainen dan Jouni Viiri, 2007, The Force Concept Inventory as A Measure of Students Conceptual Coherence, International Journal of Science and Mathematics Education, no. 6, 719-740

[4] Rebecca Rosenblatt dan Andrew F. Heckler, 2011, Systematic study of student understanding of the relationships between the directions of force,

velocity, and acceleration in one dimension, American Physical Society,

ISSN: 1554-9178, vol. 11, no. 7, 1-20.

[5] Aysegül Saglam-Arslan dan Yasemin Devecioglu, 2010, Student teachers’

levels of understanding and model of understanding about Newton's laws of motion, Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, vol.11, no. 7, 1-20.

[7] Sebnem Kandil Ingec, 2008, Use of Concept Cartoon as an Assessment Tool in Physics Education, Turkey: Department of Physics Education, Education Faculty, Gazi University, ISSN: 1548-6613, vol. 5, no. 11, 47-54.

[8][10] Jens Allwood dan Yanhia Abelar, 1984, Lack of Understanding, Misunderstanding and Language Acquisition, AILA-Conference

[9] http://upv.es/laboluz/books/manuales/oreilly_visualizing_data.pdf, diunduh pada tanggal 11 Januari 2013, pukul 14:18

[11] Taher Bahrani dan Rahmatollah Soltani. 2011. The pedagogical values of cartoons. The International Institute for Science, Technology and Education. ISSN: 2224-5766, vol. 1, no.4, 19-22.

[12][14][15][17][18] E. van den Berg, 1991, Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi, Universitas Kristen Satya Wacana.

[13] Sule Bayraktar, 2007, Misconceptions of Turkish Pre-Service Teachers about Force and Motion, International Journal of Science and Mathematics Education, no.7, 273-291.

(35)

23

[19] Ihab Obaidat dan Ehab Malkawi, 2009, The Grasp of Physics Concepts of

Motion: Identifying Particular Patterns in Students’ Thingking.

Gambar

Tabel 1 Jenis miskonsepsi dan jumlah soal pada kelompok
Gambar 1 Pola jawaban siswa
tabel jenis miskonsepi beserta jumlah masing-masing soalnya pada kelompok soal
gambar pada soal bentuk teks hanya berupa sketsa-sketsa yang sederhana.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

Dengan perkambangan teknologi smartphone, dibutuhkan konten berbasis web yang dapat disajikan melalui perangkat mobile tersebut. Oleh karena itu, dikembangkan juga

transformasi realitas; hubungan siswa-siswa, harus mencerminkan kesetaraan mereka tanpa diskriminasi yang bertentangan dengan kemanusiaan yang adil dan beradab;

Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen yang bersifat basa, dimana

Oleh karena itu,perusahaan harus dapat menciptakan suatu gambaran yang menarik dari produk yang mereka tawarkan sehingga konsumen memiliki rasa percaya yang

Namun, produktivitas sektor pertanian masih rendah akibat dari keterbatasan infrastruktur dasar, keterbatasan SDM sebagai pendukung kunci dalam peningkatan nilai

Untuk melaksanakan implementasi quantum teaching dengan sukses, guru perlu mempertimbangkan konteks (lingkungan) dan konten (bahan ajar). 6 Dari beberapa penelitian

Analisis komponen utama (AKU) terhadap rataan spektrum inframerah yang dihasilkan dari kombinasi segitiga kisi 6 ekstrak SDSBL menghasilkan jumlah proporsi kumulatif KU 1 dan KU