1
PENDAHULUAN
Kecurangan pada laporan keuangan saat ini sedang marak terjadi di berbagai kasus laporan keuangan. Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan sendiri akan sangat dibutuhkan bagi penggunanya, baik pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Laporan keuangan menjadi tolok ukur kinerja perusahaan yang akan berpengaruh pada aktivitas investasi di masa mendatang (Siddiq & Achyani, 2017). Mengingat pentingnya laporan keuangan serta informasi yang ada di dalamnya maka perlu diperhatikan bahwa suatu laporan keuangan harus memiliki kualitas yang tinggi dan tidak teridentifikasi indeks kecurangan di dalamnya. Menurut Manurung
& Hardika (2015), kecurangan dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk menyalahgunakan sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadi dan untuk menutupi tindakan tersebut, informasi yang disajikan tidak benar atau telah dimanipulasi.
Pada konsep kecurangan itu sendiri, terdapat beberapa model yang dapat memicu terjadinya kecurangan pada laporan keuangan yang telah dikembangkan dan dikaji dalam bentuk beberapa model fraud. Pengembangan model fraud pada awalnya terdapat tiga komponen yang dikemukakan oleh Cressey yaitu tekanan, peluang dan rasionalisasi. Pendekatan teori fraud triangle juga digunakan oleh Mardianto & Tiono (2019) dalam penelitiannya pada perusahaan non-keuangan di Indonesia yang menunjukkan hasil bahwa fraud triangle tidak berpengaruh pada kecurangan laporan keuangan. Konsep fraud triangle kemudian dikembangkan kembali menjadi fraud diamond dengan menambahkan satu elemen yaitu tekanan, peluang, rasionalisasi dan kapabilitas/kemampuan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Annisya & Asmaranti (2016) pada perusahaan sektor properti dan real estate, menyatakan bahwa fraud diamond tidak berpengaruh pada tindak kecurangan laporan keuangan. Konsep teori ini semakin berkembang seiring berjalannya waktu yaitu menjadi fraud pentagon yang memiliki komponen tekanan, peluang, rasionalisasi, kapabilitas dan arogansi. Pada penelitian tentang analisis kecurangan laporan keuangan dengan mengggunakan fraud pentagon yang dilakukan Siddiq & Achyani (2017) yang berpendapat bahwa fraud pentagon berpengaruh positif terhadap kecurangan pada laporan keuangan.
Melihat beragamnya hasil penelitian sudah disebutkan menunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi hasil penelitian seperti jenis sektor perusahaan yang bervariasi serta menggunakan pengukuran yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
2
menguji efektivitas ketiga model fraud untuk mengetahui apakah jika suatu model memiliki lebih banyak komponen pengukur maka dapat dikatakan bahwa model tersebut lebih efektif dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Ketiga model fraud tersebut akan diteliti apakah semakin banyak komponen pada model fraud dapat memberikan hasil yang lebih baik untuk mengidentifikasi kecurangan pada laporan keuangan pada suatu perusahaan. Dilihat dari beberapa hasil penelitian yang sudah ada, penggunaan fraud pentagon yang lebih berpengaruh pada kecurangan pada laporan keuangan, sehingga pada fenomena yang ada akan dikaji lebih lanjut apakah dengan semakin banyaknya komponen di dalam suatu model fraud akan semakin memberikan hasil yang maksimal dan signifikan. Pada penelitian sebelumnya, para peneliti mencoba menggunakan salah satu dari ketiga model fraud tersebut untuk menganalisis indeks fraud pada laporan keuangan tetapi kali ini lebih kepada membandingkan penggunaan fraud triangle, fraud diamond dan fraud pentagon yang lebih berpengaruh pada kecurangan laporan keuangan serta untuk melihat dari ketiga model fraud tersebut manakah yang lebih efektif untuk menganalisis indeks kecurangan pada laporan keuangan. Adanya fenomena tersebut, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penggunanya baik pihak internal perusahaan maupun pihak eksternal seperti investor yang membutuhkan informasi akuntansi suatu peusahaan dengan melihat akun-akun berkaitan dengan perolehan laba perusahaan tiap tahunnya yang tertera di laporan keuangan. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan referensi peneliti selanjutnya terkait dengan penggunaan model fraud, karena penelitian ini lebih bertujuan untuk membandingkan ketiga model fraud tersebut dan melihat model yang lebih efektif digunakan dalam mengidentifikasi kecurangan laporan keuangan.
KAJIAN PUSTAKA
Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori agensi menyatakan bahwa hubungan kerja antara pihak manajemen dan pemilik suatu perusahaan terdapat pemisahan atau batas antara manajemen dan pemilik sebagai pihak yang menjalankan perusahaan maka akan dapat memicu permasalahan agensi karena baik manajemen ataupun pemilik mencoba memaksimalkan utilitas atau tingkat kepuasan seseorang (Jehnsen &
Meckling, 1976). Menurut Mardianto & Tiono (2019) bahwa teori keagenan merupakan hubungan
3
yang terikat kontrak kerja antara pemegang saham dan pihak manajemen perusahaan di dalamnya, pihak manajemen melakukan jasa bagi para pemegang saham. Pada dasarnya, pihak manajemen perusahaan memiliki tanggung jawab dan kepentingan kepada pemilik namun disisi lain manajer juga memiliki kepentingan pribadi untuk memenuhi kesejahteraannya. Dengan adanya perbedaan kepentingan inilah yang biasanya menimbulkan konflik antara pihak manajemen dan pemilik hingga pihak manajemen yang seharusnya melakukan tanggung jawab bagi pemilik namun dapat terdorong untuk melakukan kecurangan. Kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen dipicu karena melihat betapa pentingnya informasi yang terkandung dalam laporan keuangan sehingga pihak manajemen mau melakukan tindak kecurangan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan keuntungan pribadi bagi pihak manajemen. Teori ini memberi arahan bahwa hubungan antara pemilik dan manajemen dapat memicu terjadinya kecurangan pada laporan keuangan, informasi yang terlihat baik dapat merepresentasikan kinerja pihak manajemen sehingga dapat membantu pihak manajemen memenuhi kebutuhannya.
Efektivitas
Tingkat efektivitas yang terkait dengan informasi dalam laporan keuangan merupakan titik keberhasilan apakah tujuan yang ditetapkan sudah tercapai atau tidak (Arfan et al., 2016).
Sebagaimana tujuan dari penelitian ini merupakan menguji model fraud yang bias dikatakan memiliki tingkat efektivitas yang tinggi dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan, maka dapat dikatakan bahwa model fraud yang baik adalah yang dapat merepresentasikan indeks kecurangan yang terdapat pada laporan keuangan sehingga pengguna laporan keuangan tahu bagaimana kualitas informasi yang dihasilkan oleh laporan keuangan tersebut.
Kecurangan Laporan Keuangan
Kecurangan adalah tindak kesengajaan dalam laporan keuangan yang disajikan secara tidak faktual serta tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku (Sihombing & Rahardjo, 2014). Seperti yang dilansir oleh Mardiyani (2018) bahwa kecurangan pada dasarnya bersifat tersembunyi sehingga diperlukan pendeteksian pada laporan keuangan untuk mengetahui apakah laporan keuangan terindeksi fraud di dalamnya. Kecurangan sangat bekaitan erat dengan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan, ketika suatu laporan keuangan memiliki
4
indeks fraud di dalamnya maka informasi yang dihasilkan oleh laporan keuangan tersebut akan memiliki kualitas yang rendah karena dinilai gagal merepresentasikan keadaan yang sebenarnya terjadi pada perusahaan.
Fraud Triangle
Pada model ini terdapat tiga komponen yang diketahui dapat memengaruhi seseorang dalam berbuat tindak kecurangan. Model ini dikembangkan oleh Donald Cressey pada tahun 1950.
1. Tekanan (Pressure)
Tekanan dapat muncul karena disebabkan oleh beberapa hal seperti gaya hidup, tutuntan perekonomian, dll. Tekanan biasanya datang karena situasi individu yang memicunya hingga tidak mampu lagi berpikir secara logis dalam menyelesaikan masalahnya sehingga menekan seseorang untuk melakukan tindak kecurangan.
2. Kesempatan (Opportunity)
Menurut Mardiyani (2018) kesempatan tercipta karena lemahnya pengendalian internal suatu perusahaan, tidak efektifnya pengawasan, ataupun penyalahgunaan wewenang atau jabatan. Dengan adanya kesempatan, individu tergerak untuk melakukan tindak kecurangan.
3. Rasionalisasi (Rasionalization)
Rasionalisasi merupakan elemen dimana individu mencoba mencari pembenaran atas tindakannya (Mardiyani, 2018). Dalam sikap ini biasanya seorang individu yang telah melakukan tidak kecurangan akan membuat seolah tindakan yang telah dilakukan adalah benar adanya.
Fraud Diamond
Pengembangan baru setelahnya yakni fraud diamond yang mempunyai komponen antara lain;
Tekanan (Pressure), Kesempatan (Opportunity), Rasionalisasi (Rasionalization), dan Kapabilitas (Capability). Fraud diamond merupakan hasil pengembangan yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson tapatnya pada tahun 2004, keduanya menyatakan bahwa kecurangan tidak akan terjadi tanpa kapabilitas seseorang atau pemahaman secara mendetail sehingga mampu memahami
5
kekuatan dan kelemahan suatu informasi sehingga pada teori fraud triangle ditambahkan satu komponen lagi hingga disebut fraud diamond.
1. Tekanan (Pressure)
Tekanan dapat muncul karena disebabkan oleh beberapa hal seperti gaya hidup, tutuntan perekonomian, dll. Tekanan biasanya datang karena situasi individu yang memicunya hingga tidak mampu lagi berpikir secara logis dalam menyelesaikan masalahnya sehingga menekan seseorang untuk melakukan tindak kecurangan.
2. Kesempatan (Opportunity)
Menurut Mardiyani (2018) kesempatan tercipta karena lemahnya pengendalian internal suatu perusahaan, tidak efektifnya pengawasan, ataupun penyalahgunaan wewenang atau jabatan. Dengan adanya kesempatan, individu tergerak untuk melakukan tindak kecurangan.
3. Rasionalisasi (Rasionalization)
Rasionalisasi merupakan elemen dimana individu mencoba mencari pembenaran atas tindakannya (Mardiyani, 2018). Dalam sikap ini biasanya seorang individu yang telah melakukan tidak kecurangan akan membuat seolah tindakan yang telah dilakukan adalah benar adanya.
4. Kapabilitas (Capability)
Kapabilitas merupakan sikap dimana individu yang melakukan tindak kecurangan memiliki kemampuan untuk mengetahui secara mendetail kekuatan hingga titik lemah informasi yang terkandung dalam laporan keuangan.
Fraud Pentagon
Pengembangan teori berikutnya adalah fraud pentagon yang memiliki lima komponen yaitu Tekanan (Pressure), Kesempatan (Opportunity), Rasionalisasi (Rasionalization), Kompetensi (Competence), dan Arogansi (Arrogance). Fraud Pentagon dicetuskan oleh Crowe Horwath pada tahun 2011.
6 1. Tekanan (Pressure)
Tekanan dapat muncul karena disebabkan oleh beberapa hal seperti gaya hidup, tutuntan perekonomian, dll. Tekanan biasanya datang karena situasi individu yang memicunya hingga tidak mampu lagi berpikir secara logis dalam menyelesaikan masalahnya sehingga menekan seseorang untuk melakukan tindak kecurangan.
2. Kesempatan (Opportunity)
Menurut Mardiyani (2018) kesempatan tercipta karena lemahnya pengendalian internal suatu perusahaan, tidak efektifnya pengawasan, ataupun penyalahgunaan wewenang atau jabatan. Dengan adanya kesempatan, individu tergerak untuk melakukan tindak kecurangan.
3. Rasionalisasi (Rasionalization)
Rasionalisasi merupakan elemen dimana individu mencoba mencari pembenaran atas tindakannya (Mardiyani, 2018). Dalam sikap ini biasanya seorang individu yang telah melakukan tidak kecurangan akan membuat seolah tindakan yang telah dilakukan adalah benar adanya.
4. Kompetensi (Competence)
Komponen ini serupa dengan kapabilitas yang terdapat di fraud diamond. Kompetensi merupakan kemampuan karyawan untuk dapat melewati pengendalian internal sehingga berpotensi melakukan tidak kecurangan dengan bebas.
5. Arogansi (Arrogance)
Arogansi merupakan sifat superioritas atau sifat kesombongan yang ada pada seorang individu yang percaya bahwa dirinya mampu melakukan tindak kecurangan, pelaku kecurangan biasanya memiliki pandangan bahwa mereka dapat dengan bebas melakukan kecurangan tanpa ada control yang mengikat (Aprilia, 2017).
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Penelitian Mardianto & Tiono (2019) pada perusahaan non-keuangan di Indonesia yang menunjukkan hasil bahwa fraud triangle tidak berpengaruh pada kecurangan laporan keuangan.
Penelitian Wahyuni & Budiwitjaksono (2017) juga mengatakan bahwa fraud triangle tidak
7
berpengaruh pada kecurangan laporan keuangan sehingga tidak dapat mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan. Melihat dari hasil penelitian sebelumnya, ketiga komponen yang terdapat pada fraud triangle dinilai tidak dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan secara efektif. Seiring berjalannya waktu, satu komponen ditambahkan yaitu kompetensi sehingga muncul fraud diamond sebagai model fraud baru. Fraud diamond digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan pada penelitian yang dilakukan oleh Annisya & Asmaranti (2016) pada perusahaan sektor properti dan real estate, menyatakan bahwa fraud diamond tidak berpengaruh pada kecurangan laporan keuangan. Penelitian Mardiyani (2018) pada perusahaan pertambangan juga mengatakan hal serupa bahwa fraud triangle tidak berpengaruh pada kecurangan laporan keuangan. Hal ini membuktikan bahwa dengan ditambahkannya satu komponen baru yaitu kompetensi, belum dapat mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan secara efektif. Pengembangan berikutnya adalah fraud pentagon yang menambahkan komponen arogansi di dalamnya. Pada penelitian Siddiq & Achyani (2017) yang dilakukan pada perusahaan properti dan real estate menyatakan bahwa fraud pentagon berpengaruh positif dalam mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan. Pada penelitian Bawekes et al., (2018) menyatakan bahwa fraud pentagon berpengaruh dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan dengan adanya komponen arogansi yang diukur menggunakan proksi frequent number of CEO’s picture yang dinilai dapat mempresentasikan tingkat arogansi CEO pada perusahaan tersebut. Dengan ditambahkannya komponen arogansi, fraud pentagon dinilai dapat mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan secara signifikan.
Fraud pentagon dinilai lebih efektif dalam medeteksi kecurangan pada laporan keuangan karena komponen yang dimiliki lebih mendetail sehingga proksi yang digunakan untuk mengukur juga lebih banyak. Ditambahkannya komponen arogansi ternyata mampu manjadikan fraud pentagon sebagai alat pendeteksi kecurangan pada laporan keuangan yang lebih efektif dibandingkan dengan dua model fraud lainnya. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:
H1 = Model fraud pentagon lebih efektif dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan daripada fraud triangle dan fraud diamond.
8
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif komparatif, dimana penelitian ini akan membandingkan tiga model fraud yaitu fraud triangle, fraud diamond, serta fraud pentagon sebagai alat untuk mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan. Desain penelitian terkait dengan variable dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1 Desain Penelitian
Variabel-Variabel Penelitian Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah kecurangan pada laporan keuangan. Kecurangan pada laporan keuangan disebabkan karena munculnya keinginan secara sengaja untuk memanipulasi laporan keuangan sehingga mengakibatkan salah saji pada laporan keuangan.
Menurut penelitian Bawekes et al., (2018) sebagai proksi bagi variabel dependen kecurangan pada
9
laporan keuangan pada penelitian ini adalah restatement atau penyajian kembali suatu laporan keuangan. Menurut Bawekes et al., (2018) mengatakan bahwa biasanya perusahaan yang melakukan penyajian kembali laporan keuangan (restatement) merupakan perusahaan yang melakukan kecurangan dalam pencatatan laporan keuangannya. Restatement akan diukur dengan variable dummy, dimana kode 0 untuk menunjukkan bahwa perusahaan tidak melakukan penyajian kembali laporan keuangan, sedangkan kode 1 untuk menunjukkan sebaliknya.
Variabel Independen Fraud Triangle
1. Tekanan (Pressure)
Tekanan akan menjadi pengukuran untuk financial target, financial stability serta external pressure. Financial target merupakan suatu target tingkat laba yang harus dicapai perusahaan untuk mendapatkan laba atas usaha yang telah dilakukan (Bawekes et al., 2018). Financial target akan diukur menggunakan Return On Asset (ROA) yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba setelah pajak (laba bersih) serta menunjukkan tingkat pengembalian aset perusahaan.
ROA = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
Financial stability merupakan suatu kondisi dimana dapat menunjukkan keadaan keuangan perusahaan dalam kondisi stabil. Pengukuran menggunakan proksi ACHANGE yang merupakan rasio perubahan aset selama dua tahun.
ACHANGE = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡)−𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡−1)) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡−1)
External pressure merupakan tekanan berlebihan bagi pihak manajemen untuk memenuhi keinginan dari pihak ketiga. Biasanya untuk mengatasi tekanan tersebut, pihak manajemen mengambil keputusan untuk menambah hutang atau sumber pembiayaan eksternal maka proksi akan diukur dengan rasio Leverage (LEV).
10 LEV = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
2. Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan akan menggunakan proksi ineffective monitoring dan kualitas auditor eksternal. Ineffective monitoring merupakan kondisi dimana perusahaan tidak memiliki unit pengawasan yang efektif untuk pengendalian internal perusahaannya. Ineffective monitoring muncul ketika adanya dominasi manajemen oleh satu pihak tertentu atau lebih yang tidak memiliki kontrol di dalamnya maka proksi ini akan diukur menggunakan rasio jumlah dewan komisaris independent (BDOUT).
BDOUT = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠
Kesempatan juga akan menggunakan proksi kualitas auditor eksternal. Kualitas audit dapat dikatakan baik ketika auditor menerapkan standar audit dan prinsip audit, independent, serta taat akan kode etik yang berlaku. Proksi ini akan diukur menggunakan variable dummy yang akan dikategorikan menjadi 2 kondisi yaitu jika perusahaan menggunakan jasa audit “KAP BIG 4” akan diberikan kode 1, sedangkan jika perusahaan tidak menggunakan jasa audit “KAP BIG 4” maka akan diberikan kode 0. Yang termasuk KAP BIG 4 disini yaitu Deloitte, PwC, EY dan KPMG.
3. Rasionalisasi (Rasionalization)
Rasionalisasi akan menggunakan proksi Change in Auditor untuk pengukurannya. Change in Auditor merupakan kondisi dimana upaya perusahaan untuk menghilangkan jejak fraud dengan mengganti auditor sebelumnya. Proksi ini akan diukur dengan menggunakan variable dummy yang akan dikategorikan menjadi 2 kondisi yaitu jika terdapat perubahan KAP pada periode x maka akan diberi kode 1, sedangkan jika tidak terdapat perubahan KAP pada periode x maka akan diberi kode 0. (X merupakan periode tahun yang akan diteliti pada penelitian ini)
Fraud Diamond
11 1. Tekanan (Pressure)
Tekanan akan menggunakan proksi financial target, financial stability serta external pressure. Financial target merupakan suatu target tingkat laba yang harus dicapai perusahaan untuk mendapatkan laba atas usaha yang telah dilakukan (Bawekes et al., 2018). Financial target akan diukur menggunakan Return On Asset (ROA) yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba setelah pajak (laba bersih serta menunjukkan tingkat pengembalian aset perusahaan.
ROA = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
Financial stability merupakan suatu kondisi dimana dapat menunjukkan keadaan keuangan perusahaan dalam kondisi stabil. Pengukuran menggunakan proksi ACHANGE yang merupakan rasio perubahan aset selama dua tahun.
ACHANGE = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡)−𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡−1)) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡−1)
External pressure merupakan tekanan berlebihan bagi pihak manajemen untuk memenuhi keinginan dari pihak ketiga. Biasanya untuk mengatasi tekanan tersebut, pihak manajemen mengambil keputusan untuk menambah hutang atau sumber pembiayaan eksternal maka proksi akan diukur dengan rasio Leverage (LEV).
LEV = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
2. Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan akan menggunakan proksi ineffective monitoring dan kualitas auditor eksternal. Ineffective monitoring merupakan kondisi dimana perusahaan tidak memiliki unit pengawasan yang efektif untuk pengendalian internal perusahaannya. Ineffective monitoring muncul ketika adanya dominasi manajemen oleh satu pihak tertentu atau lebih yang tidak memiliki kontrol di dalamnya maka proksi ini akan diukur menggunakan rasio jumlah dewan komisaris independent (BDOUT).
12 BDOUT = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠
Kesempatan juga akan menggunakan proksi kualitas auditor eksternal. Kualitas audit dapat dikatakan baik ketika auditor menerapkan standar audit dan prinsip audit, independen, serta taat akan kode etik yang berlaku. Proksi ini akan diukur menggunakan variable dummy yang akan dikategorikan menjadi 2 kondisi yaitu jika perusahaan menggunakan jasa audit
“KAP BIG 4” akan diberikan kode 1, sedangkan jika perusahaan tidak menggunakan jasa audit “KAP BIG 4” maka akan diberikan kode 0.
3. Rasionalisasi (Rasionalization)
Rasionalisasi akan menggunakan proksi Change in Auditor untuk pengukurannya. Change in Auditor merupakan kondisi dimana upaya perusahaan untuk menghilangkan jejak fraud dengan mengganti auditor sebelumnya. Proksi ini akan diukur dengan menggunakan variable dummy yang akan dikategorikan menjadi 2 kondisi yaitu jika terdapat perubahan KAP pada periode x maka akan diberi kode 1, sedangkan jika tidak terdapat perubahan KAP pada periode x maka akan diberi kode 0. (X merupakan periode tahun yang akan diteliti pada penelitian ini)
4. Kapabilitas (Capability)
Kapabilitas akan diukur dengan rasio pergantian direksi perusahaan. Pergantian direksi perusahaan adalah penyerahan wewenang dari direksi sebelumnya kepada direksi yang baru dengan tujuan memperbaiki kinerja yang lalu. Proksi ini akan diukur menggunakan variable dummy yang dikategorikan menjadi 2, jika terjadi perubahan direksi akan diberikan kode 1 sedangkan jika tidak terjadi perubahan direksi akan diberikan kode 0.
Fraud Pentagon
1. Tekanan (Pressure)
Tekanan akan menggunakan proksi financial target, financial stability serta external pressure. Financial target merupakan suatu target tingkat laba yang harus dicapai perusahaan untuk mendapatkan laba atas usaha yang telah dilakukan (Bawekes et al., 2018). Financial target akan diukur menggunakan Return On Asset (ROA) yaitu rasio
13
yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba setelah pajak (laba bersih serta menunjukkan tingkat pengembalian aset perusahaan.
ROA = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
Financial stability merupakan suatu kondisi dimana dapat menunjukkan keadaan keuangan perusahaan dalam kondisi stabil. Pengukuran menggunakan proksi ACHANGE yang merupakan rasio perubahan aset selama dua tahun.
ACHANGE = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡)−𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡−1)) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡−1)
External pressure merupakan tekanan berlebihan bagi pihak manajemen untuk memenuhi keinginan dari pihak ketiga. Biasanya untuk mengatasi tekanan tersebut, pihak manajemen mengambil keputusan untuk menambah hutang atau sumber pembiayaan eksternal maka proksi akan diukur dengan rasio Leverage (LEV).
LEV = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
2. Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan akan menggunakan proksi ineffective monitoring dan kualitas auditor eksternal. Ineffective monitoring merupakan kondisi dimana perusahaan tidak memiliki unit pengawasan yang efektif untuk pengendalian internal perusahaannya. Ineffective monitoring muncul ketika adanya dominasi manajemen oleh satu pihak tertentu atau lebih yang tidak memiliki kontrol di dalamnya maka proksi ini akan diukur menggunakan rasio jumlah dewan komisaris independent (BDOUT).
BDOUT = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠
Kesempatan juga akan menggunakan proksi kualitas auditor eksternal. Kualitas audit dapat dikatakan baik ketika auditor menerapkan standar audit dan prinsip audit, independent,
14
serta taat akan kode etik yang berlaku. Proksi ini akan diukur menggunakan variable dummy yang akan dikategorikan menjadi 2 kondisi yaitu jika perusahaan menggunakan jasa audit “KAP BIG 4” akan diberikan kode 1, sedangkan jika perusahaan tidak menggunakan jasa audit “KAP BIG 4” maka akan diberikan kode 0.
3. Rasionalisasi (Rasionalization)
Rasionalisasi akan menggunakan proksi Change in Auditor untuk pengukurannya. Change in Auditor merupakan kondisi dimana upaya perusahaan untuk menghilangkan jejak fraud dengan mengganti auditor sebelumnya. Proksi ini akan diukur dengan menggunakan variable dummy yang akan dikategorikan menjadi 2 kondisi yaitu jika terdapat perubahan KAP pada periode x maka akan diberi kode 1, sedangkan jika tidak terdapat perubahan KAP pada periode x maka akan diberi kode 0. (X merupakan periode tahun yang akan diteliti pada penelitian ini)
4. Kompetensi (Competence)
Kompetensi akan diukur menggunakan proksi pergantian direksi perusahaan. Pergantian direksi perusahaan adalah penyerahan wewenang dari direksi sebelumnya kepada direksi yang baru dengan tujuan memperbaiki kinerja yang lalu. Proksi ini akan diukur menggunakan variable dummy yang dikategorikan menjadi 2, jika terjadi perubahan direksi akan diberikan kode 1 sedangkan jika tidak terjadi perubahan direksi akan diberikan kode 0.
5. Arogansi (Arogance)
Arogansi akan menggunakan proksi Frequent number of CEO’s picture. Frequent number of CEO’s picture merupakan jumlah foto yang terpampang pada laporan keuangan, banyaknya foto CEO yang dipasang pada laporan keuangan akan merepresentasikan sikap arogansi. Pengukurannya akan menggunakan jumlah foto yang terdapat pada perusahaan tersebut.
15 Objek Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Populasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2015-2019 karena banyaknya populasi maka akan menggunakan teknik sampling. Jenis penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data laporan keuangan perusahaan akan diambil dari Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2015-2019. Proses pemilihan sampel terdapat pada tabel berikut.
Kriteria Sampel Jumlah Data
Perusahaan yang terdaftar di BEI serta telah mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit.
522
Perusahaan yang mengungkapkan data laporan keuangan yang berkaitan dengan variabel penelitian dan telah dinyatakan dalam rupiah serta tersedia secara lengkap dalam periode 2015-2019.
353
Sampel Emiten 28
Jumlah data selama 5 tahun (2015-2019) 140
Total sampel data hipotesis 140
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah uji Regresi Logistik Biner.
Uji Regresi Logistik Biner dipilih karena uji ini dapat memperoleh hubungan antara variabel y yang bersifat biner dan variabel x. Variabel y terbagi menjadi dua kategori yaitu y=1(melakukan restatement) dan y=0 (tidak melakukan retatement). Uji Deskriptif juga digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata, nilai maksimum, nilai minimum dan standar deviasi pada variabel independen. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik biner.
Dengan persamaan regresi sebagai berikut:
FFR= 𝛽0 + 𝛽1𝑅𝑂𝐴 + 𝛽2𝐴𝐶𝐻𝐴𝑁𝐺𝐸 + 𝛽3𝐿𝐸𝑉 + 𝛽4𝐵𝐷𝑂𝑈𝑇 + 𝛽5𝐾𝐴𝐸 + 𝛽6𝐶𝐼𝐴 + 𝜀
16
FFR= 𝛽0 + 𝛽1𝑅𝑂𝐴 + 𝛽2𝐴𝐶𝐻𝐴𝑁𝐺𝐸 + 𝛽3𝐿𝐸𝑉 + 𝛽4𝐵𝐷𝑂𝑈𝑇 + 𝛽5𝐾𝐴𝐸 + 𝛽6𝐶𝐼𝐴 + 𝛽7𝐷𝐶𝐻𝐴𝑁𝐺𝐸 + 𝜀
FFR= 𝛽0 + 𝛽1𝑅𝑂𝐴 + 𝛽2𝐴𝐶𝐻𝐴𝑁𝐺𝐸 + 𝛽3𝐿𝐸𝑉 + 𝛽4𝐵𝐷𝑂𝑈𝑇 + 𝛽5𝐾𝐴𝐸 + 𝛽6𝐶𝐼𝐴 + 𝛽7𝐷𝐶𝐻𝐴𝑁𝐺𝐸 + 𝛽8𝐶𝐸𝑂 + 𝜀
Keterangan:
FFR = Variabel dummy, kode 1 untuk perusahaan yang melakukan restatement dan kode 0 untuk yang tidak melakukan.
𝛽0 = konstanta
ROA = Return On Assets
ACHANGE = Rasio perubahan total aset tahun 2014 -2019 LEV = Rasio total liabilitas per total aset
BDOUT = Rasio dewan komisaris independen KAE = Kualitas auditor eksternal
CIA = Pergantian auditor independen
DCHANGE = Pergantian jajaran direksi dalam perusahaan
CEO = Jumlah foto CEO yang terdapat dalam sebuah laporan keuangan
𝜀 = error
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan perusahaan yang terdftar di BEI selama periode 2015-2019. Proses pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dimana sampelnya dipilih berdasarkan kriteria yang sudah dikehendaki. Jumlah populasi awal yang akan diteliti sebanyak 674 perusahaan. Berdasarkan hasil proses pengumpulan data, diperoleh sampel sebanyak 28 perusahaan pertahunnya yang memenuhi kriteria sampel penelitian selama periode 2015-2019, sehingga terdapat 140 laporan keuangan yang menjadi sumber data.
17 1. Pengujian Fraud Triangle
Uji Deskriptif
Uji Deskriptif diperlukan untuk memperlihatkan secara jelas tentang masing-masing variabel. Analisis ini memberikan deskripsi tentang nilai rata-rata (mean), nilai maksimum, nilai minimum dan standar deviasi pada masing-masing variabel independen.
Tabel 1.1.
Statistik Deskriptif Fraud Triangle
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviat ion
ROA 140 -.15 .20 .0240 .05749
ACHANGE 140 -.47 2.42 .1658 .31734
LEV 140 .01 2.02 .5583 .32552
BDOUT 140 .25 1.00 .4560 .13069
Valid N (listwise)
140
Sumber: Data sekunder diolah dengan SPSS 25.
Tabel 1.1 menjelaskan bahwa variabel tekanan (pressure) mencakup financial targets yang diukur dengan ROA (Return of Assets) memiliki nilai minimum sebesar -0,15 yang dimiliki oleh PT Argo Pantes Tbk pada tahun 2016 dengan nilai laba setelah pajak sebesar Rp. -25.717.177 sedangkan nilai total aset sebesar Rp. 166.157.533, hal ini menunjukkan bahwa total aset yang digunakan PT Argo Pantes Tbk tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan. Kemudian, nilai maksimum ROA (Return of Assets) yang tertera pada tabel 1.1 menunjukkan angka sebesar 0,20 yang dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk pada tahun 2018 dengan nilai laba setelah pajak sebesar Rp.661.324.058.495 sedangkan nilai total aset sebesar Rp.3.268.567.743.522. Nilai standar deviasi pada tabel 1.1 adalah 0,05749 dimana nilai tersebut lebih besar dari rata-ratanya
18
(mean) yaitu senilai 0,0240. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ROA pada data penelitian ini menyebar atau bervariasi (heterogen).
Tabel 1 menjelaskan bahwa variabel tekanan (pressure) mencakup financial stability yang diukur dengan ACHANGE (rasio perubahan aset) memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0,1658 denga standar deviasi sebesar 0,31734 yang berarti dari seluruh perusahaan sampel memiliki rata- rata perubahan aset sebesar 31,73%. Nilai minimum ACHANGE sebesar -0,47 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 2,42.
Melalui Tabel 1.1 dapat dijelaskan bahwa variabel tekanan (pressure) mencakup external pressure yang diukur dengan LEV (leverage) memiliki nilai minimum sebesar 0,01 yang dimiliki oleh PT Indoritel Makmur Tbk pada tahun 2016 dengan total liabilitas sebesar Rp.
105.688.495.804 dan total aset sebesar Rp. 8.335.065.215.434. Nilai maksimum pada Tabel 1.1 sebesar 2,02 dimiliki oleh PT Argo Pantes Tbk pada tahun 2019 dengan total liabilitas sebesar Rp.
171.666.033 dan total aset sebesar Rp. 85.032.904. Nilai standar deviasi pada tabel 1.1 sebesar 0,32552 yang berarti lebih kecil dari nilai rata-ratanya (mean) sebesar 0,5583. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa nilai LEV pada data penelitian ini tidak menyebar atau tidak bervariasi (homogen).
Pada Tabel 1.1 dapat dijelaskan bahwa variabel kesempatan (opportunity) mencakup inffective monitoring yang diukur dengan rasio dewan komisaris independent atau BDOUT memiliki nilai minimum sebesar 0,25 yang dimiliki oleh PT Nippon Indosari Corpindo pada tahun 2017. Penyebab adanya nilai minimum ini bisa terjadi karena perusahaan tidak memiliki dewan komisaris independent dan hanya dewan komisaris saja. Kemudian, nilai maksimum sebesar 1,00 yang dimiliki oleh Bank Amar pada tahun 2017 dan 2018. Nilai maksimum ini karena jumlah dewan komisaris independent tidak jauh beda dengan jumlah dewan komisaris. Nilai tsnadar deviasi untuk BDOUT pada Tabel 1.1 sebesar 0,13069 dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai rata-ratanya (mean) yaitu sebesar 0,4560. Dalam hal ini menunjukkan bahwa nilai BDOUT pada data penelitian tidak menyebar atau tidak bervariasi (homogen).
19 Uji Regresi Logistik Biner
Tabel 1.2.
Uji Regresi Logistik Biner Fraud Triangle
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
ROA -6.116 7.113 .739 1 .390 .002
ACHANG E
2.190 .945 5.378 1 .020 8.939
LEV -.284 1.559 .033 1 .856 .753
BDOUT -5.031 3.342 2.266 1 .132 .007
KAE 1.544 .987 2.445 1 .118 4.683
CIA .955 1.034 .853 1 .356 2.599
Constant -1.969 1.758 1.254 1 .263 .140
Sumber: Data sekunder diolah dengan SPSS 25.
2. Pengujian Fraud Diamond Uji Deskriptif
Uji Deskriptif diperlukan untuk memperlihatkan secara jelas tentang masing-masing variabel. Analisis ini memberikan deskripsi tentang nilai rata-rata (mean), nilai maksimum, nilai minimum dan standar deviasi pada masing-masing variabel independen.
20 Tabel 2.1.
Statistik Deskriptif Fraud Diamond
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviat ion
ROA 140 -.15 .20 .0240 .05749
ACHANGE 140 -.47 2.42 .1658 .31734
LEV 140 .01 2.02 .5583 .32552
BDOUT 140 .25 1.00 .4560 .13069
Valid N (listwise)
140
Sumber: Data sekunder diolah dengan SPSS 25.
Tabel 2.1 menjelaskan bahwa variabel tekanan (pressure) mencakup financial targets yang diukur dengan ROA (Return of Assets) memiliki nilai minimum sebesar -0,15 yang dimiliki oleh PT Argo Pantes Tbk pada tahun 2016 dengan nilai laba setelah pajak sebesar Rp. -25.717.177 sedangkan nilai total aset sebesar Rp. 166.157.533, hal ini menunjukkan bahwa total aset yang digunakan PT Argo Pantes Tbk tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan. Kemudian, nilai maksimum ROA (Return of Assets) yang tertera pada Tabel 2.1 menunjukkan angka sebesar 0,20 yang dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk pada tahun 2018 dengan nilai laba setelah pajak sebesar Rp.661.324.058.495 sedangkan nilai total aset sebesar Rp.3.268.567.743.522. Nilai standar deviasi pada Tabel 6 adalah 0,05749 dimana nilai tersebut lebih besar dari rata-ratanya (mean) yaitu senilai 0,0240. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ROA pada data penelitian ini menyebar atau bervariasi (heterogen).
Tabel 2.1 menjelaskan bahwa variabel tekanan (pressure) mencakup financial stability yang diukur dengan ACHANGE (rasio perubahan aset) memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0,1658 denga standar deviasi sebesar 0,31734 yang berarti dari seluruh perusahaan sampel
21
memiliki rata-rata perubahan aset sebesar 31,73%. Nilai minimum ACHANGE sebesar -0,47 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 2,42.
Melalui Tabel 2.1 dapat dijelaskan bahwa variabel tekanan (pressure) mencakup external pressure yang diukur dengan LEV (leverage) memiliki nilai minimum sebesar 0,01 yang dimiliki oleh PT Indoritel Makmur Tbk pada tahun 2016 dengan total liabilitas sebesar Rp.
105.688.495.804 dan total aset sebesar Rp. 8.335.065.215.434. Nilai maksimum pada Tabel 6 sebesar 2,02 dimiliki oleh PT Argo Pantes Tbk pada tahun 2019 dengan total liabilitas sebesar Rp.
171.666.033 dan total aset sebesar Rp. 85.032.904. Nilai standar deviasi pada Tabel 6 sebesar 0,32552 yang berarti lebih kecil dari nilai rata-ratanya (mean) sebesar 0,5583. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa nilai LEV pada data penelitian ini tidak menyebar atau tidak bervariasi (homogen).
Pada Tabel 2.1 dapat dijelaskan bahwa variabel kesempatan (opportunity) mencakup inffective monitoring yang diukur dengan rasio dewan komisaris independent atau BDOUT memiliki nilai minimum sebesar 0,25 yang dimiliki oleh PT Nippon Indosari Corpindo pada tahun 2017. Penyebab adanya nilai minimum ini bisa terjadi karena perusahaan tidak memiliki dewan komisaris independent dan hanya dewan komisaris saja. Kemudian, nilai maksimum sebesar 1,00 yang dimiliki oleh Bank Amar pada tahun 2017 dan 2018. Nilai maksimum ini karena jumlah dewan komisaris independent tidak jauh beda dengan jumlah dewan komisaris. Nilai tsnadar deviasi untuk BDOUT pada Tabel 2.1 sebesar 0,13069 dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai rata-ratanya (mean) yaitu sebesar 0,4560. Dalam hal ini menunjukkan bahwa nilai BDOUT pada data penelitian tidak menyebar atau tidak bervariasi (homogen).
22 Uji Regresi Logistik Biner
Tabel 2 2.
Uji Regresi Logistik Biner Fraud Diamond
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
ROA -4.135 6.794 .370 1 .543 .016
ACHANGE 2.413 1.138 4.497 1 .034 11.172
LEV .381 1.631 .054 1 .816 1.463
BDOUT -5.335 3.198 2.782 1 .095 .005
KAE 1.769 1.038 2.907 1 .088 5.864
CIA .988 1.039 .904 1 .342 2.685
DCHANGE -1.640 .923 3.159 1 .076 .194
Constant -1.809 1.685 1.152 1 .283 .164
Sumber: Data sekunder diolah dengan SPSS 25.
23 3. Pengujian Fraud Pentagon
Uji Deskriptif
Uji Deskriptif diperlukan untuk memperlihatkan secara jelas tentang masing-masing variabel. Analisis ini memberikan deskripsi tentang nilai rata-rata (mean), nilai maksimum, nilai minimum dan standar deviasi pada masing-masing variabel independen.
Tabel 3.1.
Statistik Deskriptif Fraud Pentagon
N Min Max Mean Std. Deviation
ROA 140 -.15 .20 .0240 .05749
ACHANGE 140 -.47 2.42 .1658 .31734
LEV 140 .01 2.02 .5583 .32552
BDOUT 140 .25 1.00 .4560 .13069
CEO 140 .00 3.00 1.3071 .71868
Valid N (listwise)
140
Tabel 3.1 menjelaskan bahwa variabel tekanan (pressure) mencakup financial targets yang diukur dengan ROA (Return of Assets) memiliki nilai minimum sebesar -0,15 yang dimiliki oleh PT Argo Pantes Tbk pada tahun 2016 dengan nilai laba setelah pajak sebesar Rp. -25.717.177 sedangkan nilai total aset sebesar Rp. 166.157.533, hal ini menunjukkan bahwa total aset yang digunakan PT Argo Pantes Tbk dalam kegiatan operasinya tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan. Kemudian, nilai maksimum ROA (Return of Assets) yang tertera pada Tabel 3.1 menunjukkan angka sebesar 0,20 yang dimiliki oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk pada tahun 2018 dengan nilai laba setelah pajak sebesar Rp.661.324.058.495 sedangkan nilai total aset sebesar Rp.3.268.567.743.522. Nilai standar deviasi pada Tabel 12 adalah 0,05749 dimana nilai tersebut
24
lebih besar dari rata-ratanya (mean) yaitu senilai 0,0240. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ROA pada data penelitian ini menyebar atau bervariasi (heterogen).
Tabel 3.1 menjelaskan bahwa variabel tekanan (pressure) mencakup financial stability yang diukur dengan ACHANGE (rasio perubahan aset) memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0,1658 denga standar deviasi sebesar 0,31734 yang berarti dari seluruh perusahaan sampel memiliki rata-rata perubahan aset sebesar 31,73%. Nilai minimum ACHANGE sebesar -0,47 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 2,42.
Melalui Tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa variabel tekanan (pressure) mencakup external pressure yang diukur dengan LEV (leverage) memiliki nilai minimum sebesar 0,01 yang dimiliki oleh PT Indoritel Makmur Tbk pada tahun 2016 dengan total liabilitas sebesar Rp.
105.688.495.804 dan total aset sebesar Rp. 8.335.065.215.434. Nilai maksimum pada Tabel 12 sebesar 2,02 dimiliki oleh PT Argo Pantes Tbk pada tahun 2019 dengan total liabilitas sebesar Rp.
171.666.033 dan total aset sebesar Rp. 85.032.904. Nilai standar deviasi pada Tabel 3.1 sebesar 0,32552 yang berarti lebih kecil dari nilai rata-ratanya (mean) sebesar 0,5583. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa nilai LEV pada data penelitian ini tidak menyebar atau tidak bervariasi (homogen).
Pada Tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa variabel kesempatan (opportunity) mencakup inffective monitoring yang diukur dengan rasio dewan komisaris independent atau BDOUT memiliki nilai minimum sebesar 0,25 yang dimiliki oleh PT Nippon Indosari Corpindo pada tahun 2017. Penyebab adanya nilai minimum ini bisa terjadi karena perusahaan tidak memiliki dewan komisaris independent dan hanya dewan komisaris saja. Kemudian, nilai maksimum sebesar 1,00 yang dimiliki oleh Bank Amar pada tahun 2017 dan 2018. Nilai maksimum ini karena jumlah dewan komisaris independent tidak jauh beda dengan jumlah dewan komisaris. Nilai standar deviasi untuk BDOUT pada Tabel 3.1 sebesar 0,13069 dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai rata-ratanya (mean) yaitu sebesar 0,4560. Dalam hal ini menunjukkan bahwa nilai BDOUT pada data penelitian tidak menyebar atau tidak bervariasi (homogen).
Pada Tabel 3.1, untuk variabel arogansi (arrogance) yang diukur dengan banyaknya foto CEO yang dilampirkan pada laporan keuangan memiliki nilai minimum sebesar 0 yang berarti perusahaan tidak melampirkan foto CEO/Pimpinan Utama perusahaan sedangkan nilai
25
maksimalnya sebesar 3 yang dimiliki oleh perusahaan PT Clipan Finance Indonesia Tbk pada tahun 2016. Nilai mean sebesar 1,3071 dengan standar deviasi 0,71868.
Uji Regresi Logistik Biner
Tabel 3.Tabel 3 2.
Uji Regresi Logistik Biner Fraud Pentagon
Sumber: Data sekunder diolah dengan SPSS 25.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a ROA 5.715 9.778 .342 1 0.559 303.485
ACHANGE 1.704 2.229 .584 1 0.445 5.495
LEV 8.203 4.352 3.552 1 .059 350.849
BDOUT -8.911 6.944 1.647 1 .199 .000
KAE 1.870 1.235 2.292 1 .130 6.487
CIA .906 1.372 .436 1 .509 2.474
DCHANGE -3.569 1.547 5.322 1 .021 .028
CEO .297 1.071 .077 1 .782 1.345
Constant -4.875 3.562 1.873 1 .171 .008 a. Variable(s) entered on step 1: ROA, ACHANGE, LEV, BDOUT, KAE, CIA,
DCHANGE, CEO.
26 Perbandingan Tiga Model Fraud
Pada tabel dibawah ini memperlihatkan perbandingan setiap komponen yang terdapat pada fraud triangle, fraud diamond dan fraud pentagon dengan menggunakan hasil dari uji regresi logistik.
Tabel 4.1.
Perbandingan Koefisien Beta Tiga Model Fraud
Variabel Elemen Triangle Fraud Diamond Fraud Pentagon Fraud
B Sig. B Sig. B Sig.
Tekanan (pressure)
ROA -6.116 .390 -4.135 .543 5.715 0.559
ACHANGE 2.190 .020 2.413 .034 1.704 0.445
LEV -.284 .856 .381 .816 8.203 .059
Kesempatan (opportunity)
BDOUT -5.031 .132 -5.335 .095 -8.911 .199
KAE 1.544 .118 1.769 .088 1.870 .130
Rasionalisasi (rasionalization)
CIA .955 .356 .988 .342 .906 .509
Kompetensi (competence)
DCHANGE - - -1.640 .076 -3.569 .021
Arogansi (arrogance)
CEO - - - - .297 .782
Pada tabel 4.1, dari ketiga jenis model fraud tersebut, secara keseluruhan variabel yang diambil untuk fraud pentagon yang memiliki nilai beta paling tinggi. Hal ini didukung dari elemen financial stability pada variabel tekanan dan diukur dengan ACHANGE (rasio perubahan aset) menunjukkan nilai beta sebesar 1,704 dengan nilai signifikan 0,445 dengan tingkat signifikansi 0,05 untuk hasil uji pada fraud pentagon, sedangkan pada fraud diamond sebesar 2,413 dengan nilai signifikan 0,034 dan 2,190 dengan nilai signifikan 0,020 pada fraud triangle.
27
Pada Tabel 4.1, hasil yang didapatkan untuk elemen financial stability dan diukur dengan ACHANGE (rasio perubahan aset) pada fraud pentagon menunjukkan nilai beta sebesar 1.704 dengan nilai signifikan sebesar 0,445 dimana angka ini lebih besar dari nilai alpha yaitu 0,05 yang berarti financial stability tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. Namun pada fraud pentagon, variable kompetensi dengan elemen DCHANGE atau pergantian direksi perusahaan yang memiliki nilai beta -3.569 dan nilai signifikan 0,021 dimana angka ini di bawah nilai alpha 0.05. Sedangkan pada fraud diamond, variable kompetensi dengan elemen DCHANGE atau pergantian direksi perusahaan yang memiliki nilai beta -1.640 dan nilai signifikan 0,076 dimana angka ini di atas nilai alpha 0.05. Hal ini dapat menjelaskan bahwa dalam variabel kompetensi yang tidak di jelaskan dalam fraud triangle dapat berpengaruh signifikan terhadap mendeteksi fraud seperti elemen-elemen pengukur yang dimiliki oleh fraud pentagon.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa model Fraud Pentagon lebih efektif karena memiliki elemen lebih banyak dibandingkan fraud triangle dan fraud diamond yang menjadi pengukuran untuk mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan.
Hal ini didukung dari hasil analisa fraud Pentagon yang memiliki nilai koefisien regresi lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedua model fraud lainnya pada elemen pengukur ACHANGE.
Selain itu, fraud pentagon juga memiliki elemen DCHANGE atau pergantian direksi perusahaan yang dinilai berpengaruh dalam mendeteksi laporan keuangan karena memiliki nilai signifikan dibawah nilai alpha 0,05. Dengan ini berarti semakin banyak elemen yang dimiliki oleh suatu model fraud maka semakin banyak hal yang dapat dinilai dari suatu perusahaan, sehingga dapat menjadi suatu alat pengukur untuk mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan.
KETERBATASAN
Penelitian ini masih belum sempurna, mengingat masih ada keterbatasan antara lain seperti kondisi perusahaan dari sampel yang diambil peneliti dimana adanya penurunan laba dan beberapa akun lain yang turun secara signifikan sehingga beberapa variabel memiliki nilai negatif.
28
SARAN
Saran untuk penelitian yang akan dilakukan di masa mendatang yaitu diharapkan penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode fraud pentagon dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Saran untuk para pihak internal perusahaan, manajemen diharapkan dapat lebih berhati- hati dalam menyajikan laporan keuangan yang bebas dari fraud sehingga dapat mengambil keputusan yang sesuai tujuan perusahaan. Sedangkan saran untuk pihak eksternal seperti pemegang saham, kreditur dan sebagainya diharapkan untuk lebih memperhatikan faktor internal dan eksternal perusahaan dalam berinvestasi.
29
DAFTAR PUSTAKA
Annisya, M., Lindrianasari, & Asmaranti, Y. (2016). Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Menggunakan Fraud Diamond. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi, 23(1), 72–89.
Aprilia, A. (2017). Analisis Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap Kecurangan Laporan Keuangan Menggunakan Beneish Model Pada Perusahaan Yang Menerapkan Asean Corporate
Governance Scorecard. Jurnal ASET (Akuntansi Riset), 9(1), 101–132.
https://doi.org/10.17509/jaset.v9i1.5259
Arfan, Afrizal, M., & Darwanis. (2016). Analisis Efektivitas Pengelolaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Sabang. Jurnal Magister Akuntansi, 5(3), 1–10.
Bawekes, H. F., Simanjuntak, A. M. A., & Daat, S. C. (2018). Pengujian Teori Fraud Pentagon Terhadap Fraudulent Financial Reporting (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015). Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah, 13(1), 114–134.
Jehnsen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: MANAGERIAL BEHAVIOR, AGENCY COSTS AND OWNERSHIP STRUCTURE. Financial Economic 3, 72(10), 305–360. https://doi.org/10.1177/0018726718812602
Manurung, D. T. H., & Hardika, A. L. (2015). Analysis of factors that influence financial statement fraud in the perspective fraud diamond: Empirical study on banking companies listed on the Indonesia Stock Exchange year 2012 to 2014. International Conference on Accounting Studies (ICAS), August, 1–8. www.icas.my
Mardianto, M., & Tiono, C. (2019). Analisis Pengaruh Fraud Triangle Dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan. Jurnal Benefita, 1(1), 87–103.
https://doi.org/10.22216/jbe.v1i1.3349
Mardiyani, I. (2018). PENGARUH FRAUD DIAMOND TERHADAP KECURANGAN DALAM LAPORAN KEUANGAN (STUDI PADA PERUSAHAAN SEKTOR
PERTAMBANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA 2012-2016). Jurnal IAIN Surakarta,
30 3, 1–118. https://doi.org/10.1093/imamci/dnt037
Siddiq, R., & Achyani, F. (2017). Fraud Pentagon Dalam Mendeteksi Financial Statement.
Seminar Nasional Dan The 4th Call for Syariah Paper, 1–14.
http://hdl.handle.net/11617/9210
Sihombing, K. S., & Rahardjo, S. N. (2014). Pengaruh Fraud Diamond dalam Mendeteksi Financial Statement Fraud (Studi Empiris pada Perusahaan Ritel yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014 – 2016). Diponegoro Journal of Accounting, 3, 1–12.
Wahyuni, W., & Budiwitjaksono, G. S. (2017). Fraud Triangle Sebagai Pendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi, 21(1), 47. https://doi.org/10.24912/ja.v21i1.133