• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI PANTAI MANAKARRA KOTA MAMUJU KABUPATEN MAMUJU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "STUDI PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI PANTAI MANAKARRA KOTA MAMUJU KABUPATEN MAMUJU"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI PANTAI MANAKARRA KOTA MAMUJU

KABUPATEN MAMUJU

SKRIPSI

Oleh :

RENDI PRATAMA NIM. 45 15 042 028

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2021

(2)

STUDI PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI PANTAI MANAKARRA KOTA MAMUJU KABUPATEN

MAMUJU

SKRIPSI

Diajukan Untuk memenuhi Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T)

OLEH

RENDI PRATAMA NIM 45 15 042 028

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR 2021

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Rendi Pratama, 2020 “STUDI PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI PANTAI MANAKARRA KOTA MAMUJU KABUPATEN MAMUJU”. Dibimbing oleh Dr. Ir. Syafri, M.Si dan Rusneni Ruslan, ST, M.Si.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana arahan tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Pantai Manakarra, Kota Mamuju. Kab.

Mamuju.

Variabel yang digunakan terdiri dari 4 yaitu: (1) Kebijakan; (2) Tingkat Pendidikan; (3) tingkat Ekonomi; (4) Pengawasan. Metode analisis yang digunakan berupa analisis dekriptif kualitatif dan analisis linier berganda.

Pantai Manakarra Merupakan Objek Wisata Alam Buatan berupa pantai yang terletak di Jl. Yos Sudarso, Kel. Rimuku, Kec. Mamuju, Kab. Mamuju, yang merupakan pusat Kota Mamuju. Berangkat dari uraian diatas dimana yang menjadi fokus penelitian ini yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di Pantai Manakarra itu sendiri. Dimana Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut berjualan di bahu jalan dan trotoar, sehingga perlunya bentuk upaya penataan dan pengawasan agar kegiatan PKL tersebut tidak menggangu aktivitas dan mobilitas penduduk atau masyarakat di Jalan Yos Sudarso. Selain itu juga kurangnya kesadaran wisatawan di Pantai Manakarra terhadap lingkungan sekitarnya, hal ini dibuktikan oleh adanya bungkusan makanan serta botol plastik yang berserakan dibeberapa titik di Pantai Mankarra. Hal ini tentunya dipengaruji juga oleh adanya PKL di Pantai Manakarra itu sendiri. Sehingga diperlukan tindakan penataan dan pengawasan yang lebih baik.

Kata Kunci : Penataan, Pedagang Kaki Lima, Pantai Manakarra

(7)

i KATA PENGANTAR

Allahamdulillahi Rabbil’alamin. Segala puji syukur tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha Tunggal, Pencipta Alam semesta beserta isinya dan tempat berlindung bagi umat- Nya. Shalawat serta salam kami limpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat hingga akhir zaman.

Atas limpah rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Studi Penataan Pedagang kaki Lima (PKL) Di Pantai Manakarra Kota Mamuju Kabupaten Mamuju”.

Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ibunda tercinta Almarhumah Hj.Andi Gustania dan Ayahanda Sudirman yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayangnya serta perhatian moril dan materilnya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, kesehatan, karunia dan keberkahan di dunia dan di akhirat atas segala didikan serta budi baik dan pengorbanan yang diberikan kepada penulis.

Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Olehnya dengan segala kerendahan hati dan ketulusan

(8)

ii penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Rudi Latief, M.Si selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Bosowa Makassar.

2. Bapak Dr. Ir. Syafri, M.Si selaku Pembimbing pertama yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan penulis demi kesempurnaan dan penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Rusneni Ruslan, ST, MSi selaku pembimbing kedua yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan penulis demi kesempurnaan dan penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Ir. Hj. Rahmawati Rachman, M.Si selaku penasihat akademik yang setiap semester selalu memberikan arahan akademik kepada penulis.

5. Bapak Drs.Yassan, Msi,selaku Kepala Tata Usaha jurusan Teknik PWK, yang telah membantu dan mengarahkan, dan memotivasi penulis..

6. Rival Prayogo, Ratna Pradilah Adik yang tercinta terimakasih atas do’a, dukungan, desakan dan motivasinya yang membuat saya selalu semangat sampai saat ini.

7. Kepada sahabat-sahabatku Fadli, Najib, Sahrul siji, Eky, Aldy Thamrin, Adeh, Rouf Choir, Ainul, Giandre, Eto, Muumin, Hanif Zahran yang selalu bersama menghibur penulis dikesehariannya dan memberikan dukungan.

(9)

iii

(10)

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Tinjaun Tentang Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 9

1. Pengertian Pedagang Kaki Lima ... 10

2. Jenis-jenis dan Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima ... 10

3. Kendala Pedagang Kaki Lima ... 12

4. Kontribusi Pedagang Kaki Lima Dalam Perekonomian... 14

5. Permasalahan Dari Keberadaan PKL ... 16

(11)

v

B. Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL)... 16

1. Peraturan Presiden RI Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima ... 16

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima ... 17

3. Peraturan Bupati Kabupaten Mamuju Nomor 53 Tahun 2016 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima ... 20

C. Penataan Ruang Pedagang Kaki Lima ... 22

D. Kebijakan Pemerintah Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima ... 23

E. Tinjauan Tingkat Pendidikan Terhadap Pedagang Kaki Lima ... 26

F. Tinjauan Tingkat Ekonomi Terhadap Pedagang Kaki Lima... 28

G. Tinjauan Pengawasan Pedagang Kaki Lima... 30

H. Kerangka Pikir ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Lokasi Penelitian ... 32

B. Waktu Penelitian ... 32

C. Jenis Data ... 33

D. Sumber Data ... 33

(12)

vi

E. Metode Pengumpulan Data ... 34

1. Wawancara ... 34

2. Observasi ... 35

3. Survey Lapangan ... 36

4. Survey Kusioner ... 36

5. Dokumentasi ... 36

F. Populasi dan Sampel ... 37

1. Populasi ... 37

2. Sampel ... 38

G. Variabel Penelitian... 39

H. Metode Analisis ... 41

1. Analisis Deskriptif Kualitatif... 41

2. Analisis Regresi Linier Berganda ... 42

I. Defenisi Operasional ... 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil ... 46

1. Gambaran Umum Kabupaten Mamuju... 46

a. Aspek Fisik Dasar ... 46

1) Letak Geografis dan Administrasi ... 46

2) Topografi dan Kemiringan Lereng ... 49

3) Klimatologi ... 50

4) Hidrologi ... 51

5) Geologi ... 59

(13)

vii

b. Aspek Kependudukan ... 54

1) Distribusi dan Kepadatan Penduduk ... 54

2) Perkembangan Jumlah Kependudukan ... 55

3) Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 56

4) Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 56

2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57

a. Deliniasi Lokasi Penelitian... 57

b. Tinjauan Umum Pedagang Kaki Lima (PKL) di Lokasi Penelitian ... 62

1) Pola Penyebaran PKL di Pantai Manakarra ... 62

2) Waktu Berdagang Pedagang Kaki Lima di Pantai Manakarra ... 66

3) Sarana Fisik Pedagang Kaki Lima di Pantai Manakarra ... 66

4) Jenis Dagangan Pedagang Kaki Lima di Pantai Manakarra ... 67

c. Permasalahan Pedagang Kaki Lima di Pantai Manakarra ... 67

d. Kondisi Pedagang Kaki Lima di Pantai Manakarra ... 69

1) Kebijakan Terhadap Pedagang kaki Lima ... 69

2) Tingkat Pendidikan Terhadap Pedagang kaki Lima ... 70

3) Tingkat Ekonomi Terhadap Pedagang kaki Lima ... 71

4) Pengawasan Terhadap Pedagang kaki Lima ... 72

(14)

viii

B. Pembahasan ... 73

1. Karakteristik Responden ... 73

a. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 73

b. Responden Berdasarkan Usia ... 74

c. Responden Berdasarkan Lama Bermukim... 74

d. Responden Berdasarkan Mata Pencaharian... 75

2. Analisis dan Hasil Regresi Linier Berganda ... 76

a. Uji Kualitas Data ... 76

1) Uji Validitas ... 76

2) Uji Reliabilitas ... 77

b. Uji Asumsi Klasik ... 78

1) Uji Normalitas ... 79

2) Uji Multikolineritas ... 79

3) Uji Heteroskedastisitas ... 80

4) Hasil Uji Hipotesis ... 81

c. Koefisien Determinasi... 81

d. Uji Simultan ... 82

e. Uji Parsial ... 83

1) Analisis Kebijakan Berpengaruh Terhadap Pedagang Kaki Lima... 84

2) Analisis Tingkat Pendidikan berpengaruh terhadap pedagang kaki lima ... 85

(15)

ix 3) Analisis Tingkat ekonomi berpengaruh terhadap

pedagang kaki lima ... 86

4) Analisis Pengawasan Berpengaruh Terhadap Pedagang Kaki Lima... 87

3. Upaya Penataan Pedagang Kaki Lima di Pantai Manakarra ... 88

a. Relokasi ... 89

b. Penataan di Lokasi Semula ... 89

c. Pemunduran dari lokasi semula ... 90

d. Pemberian sanksi dan retribusi ... 90

BAB V. PENUTUP ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran... 93 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(16)

x

DAFTAR TABEL

3.1. Variabel Penelitian ... 41 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Mamuju Dirinci Berdasarkan Kecamatan

Pada Tahun 2019 ... 47 4.2. Ketinggian Tanah di Kabupaten Mamuju ... 49 4.3. Kimatologi Kabupaten Mamuju ... 50 4.4. Nama Sungai Kabupaten Mamuju Dirinci Menurut Kecamatan

Tahun 2019... 51 4.5. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Maumuju

Tahun 2019 ... 54 4.6. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Mamuju Tahun 2019 .... 55 4.7. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan di

Kabupaten Mamuju (%),2019 ... 56 4.8. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Mamuju

Tahun 2019... 57 4.9. Jumlah Responden Pada Lokasi Penelitian Dirinci Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 74 4.10. Jumlah Responden Pada Lokasi Penelitian Dirinci Berdasarkan

Usia ... 74 4.11. Jumlah Responden Pada Lokasi Penelitian Dirinci Berdasarkan

Lama Bermukim ... 75 4.12. Karakteristik Responden Berdasarkan Mata Pencaharian ... 76 4.13. Hasil Uji Validitas ... 77

(17)

xi

4.14. Hasil Uji Reliabilitas ... 78

4.15. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)... 81

4.16. Hasil Uji F – Uji Simultan ... 82

4.17. Hasil Uji T – Uji Parsial ... 83

(18)

xii

DAFTAR GAMBAR

2.1. Kerangka Fikir ... 32

4.1. Peta Administrasi Kabupaten Mamuju ... 48

4.2. Aktifitas Pedagang Kaki Lima di Pantai Manakarra ... 59

4.3. Peta Deliniasi Lokasi Penelitian ... 61

4.4. Penyebaran Pedagang Kaki Lima di Pantai Manakarra ... 63

4.5. Peta Sebaran PKL di Pantai Manakarra... 64

4.6. Peta Lokasi Sebaran PKL di Pantai Manakarra ... 65

4.7. Kondisi Eksisting PKL Pantai Manakarra ... 68

4.8. Model Pengaruh Variabel Dependen Terhadap Variabel Independent ... 84

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pedagang kaki lima (PKL) menjadi sektor informal yang termasuk kedalam golongan usaha kecil. Usaha kecil dalam penjelasan UU No.9 Tahun 1995 adalah kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat, dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan serta dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya.

Pedagang kaki lima (PKL) adalah usaha berupa usaha dagang yang kadang-kadang juga sekaligus produsen. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain menjajakan bahan makanan, minuman,Aksesoris dan Pakaian dan lainnya secara eceran. Pedagang kaki lima (PKL) adalah orang (pedagang-pedagang) golongan ekonomi lemah, yang berjualan barang kebutuhan sehari - hari, makanan atau jasa dengan modal yang relatif kecil, modal sendiri atau modal orang lain, baik berjualan di tempat terlarang ataupun tidak. Istilah Kaki Lima diambil dari pengertian tempat di tepi jalan yang lebarnya Lima Kaki. Tempat ini umumnya terletak di trotar, depan toko dan tepi jalan (Alma, 2009)

(20)

2 Menjelaskan pedagang kaki lima (PKL) termasuk pedagang kecil dan mereka melakukan usaha yang tidak tergantung kepada pemilik dan manajemennya serta tidak menguasai atau mendominasi pasar dimana dia berada.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa PKL menjadi permasalahan bagi kota–kota yang sedang berkembang, khususnya kota-kota besar.

Urbanisasi yang terjadi membuat jumlah para PKL tidak dapat dihindari. Untuk menjadi PKL tidak membutuhkan pendidikan tinggi, dan juga tidak membutuhkan modal besar, namun bisa menghasilkan pendapatan yang melebihi sektor formal. Olehnya itu, tidak heran bilamana pertumbuhan jumlah PKL di setiap daerah terus mengalami peningkatan.

Maraknya jumlah PKL yang terus bertambah pada akhirnya akan memberi dampak terhadap menurunnya estetika ruang yang secara khusus akan merusak citra kota. Ini dikarenakan PKL yang berusaha di lokasi yang sebenarnya tidak mendapat izin dari pemerintah sehingga terkadang mengganggu fasilitas publik, dan fenomena ini terjadi pula di daerah Ibukota Kabupaten Mamuju, di sekitar kawasan Pantai Manakarra.

Kegiatan para pedagang kaki lima (PKL) yang ada di beberapa Kota Mamuju dianggap sebagai kegiatan liar karena penggunaan ruang tidak sesuai dengan peruntukannya sehingga mengganggu

(21)

3 kepentingan umum, maka dari itu peran pemerintah sangat penting untuk mengatasi masalah PKL tersebut, sehingga penataan ruang pedagang kaki lima bisa tertata rapi dan mempunyai tempat yang layak untuk berjualan Sehingga pedagang kaki lima (PKL) tidak berjualan lagi mengunakan trotoar dan jalan atau badan jalan sebagai tempat berdagang, karna bagaimanapun juga PKL yaitu juga warga negara yang perlu dilindungi hak-haknya, hak untuk hidup, bebas berkarya, berserikat serta berkumpul.

Keberadaan pedagang kaki lima di Pantai Manakarra Kota Mamuju ini sering menimbulkan berbagai permasalahan misalnya dengan terjadinya benturan kepentingan terhadap fasilitas umum yang akan berpengaruh kepada masyarakat yang ada disekitaran Pantai Manakarra, dan menimbulkan kesan yang kumuh karena pedagang kaki lima berjualan disembarang tempat seperti berjualan di trotoar dan badan jalan yang dikhawatirkan dapat menimbulkan kemacetan dikemudian hari.

Permasalahan-permasalahan tersebut timbul karena tidak terakomodasinya penempatan para pedagang kaki lima melalui perencanaan yang matang. Disisi lain, keberadaan pedagang kaki lima di sepanjang jalan Arteri Pantai Manakarra di Kota Mamuju, memperlihatkan manfaat yang sangat berarti karna dapat menumbuhkan lapangan perkerjaan di Kabupaten Mamuju itu sendiri.

(22)

4 Dengan demikian maka keberadaan pedagang kaki lima ini disamping memberikan dampak negatif tetapi juga dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat Kabupten Mamuju itu sendiri karna dapat meminimalisir tingkat pengangguran yang ada di Kabupaten Mamuju.

Olehnya itu, penulis menganggap perlu diadakan sebuah penelitian terkait dengan analisis penataan pedagang kaki lima (PKL) di Kota Mamuju sebagai upaya untuk mencari tahu bagaiama bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan penataan terhadap PKL yang ada di Kota Mamuju.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Faktor-faktor apa yang menyebapkan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Yos Sudarso pada kawasan Pantai Manakarra belum tertata dengan baik?

2. Bagaimana upaya penataan Pedangang kaki lima (PKL) yang terdapat di Jalan Yos Sudarso pada kawasan Pantai Manakarra Kabupaten Mamuju?

C. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu:

(23)

5 1. Untuk mengetahui factor-faktor apa yang menyebapkan belum tertatanya pedagang kaki lima di Jalan Yos Sudarso pada kawasan Pantai Manakarra Kabupaten Mamuju.

2. Untuk merumuskan konsep upaya penataan pedagang laki lima (PKL) yang terdapat di Jalan Yos Sudarso pada kawasan Pantai Manakarra Kabupaten Mamuju?

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari dilakukannya penelitian mengenai Analisis Penataan Pedagang Kaki Limi (PKL) di Pantai Manakarra Kabupaten Mamuju ini adalah:

1. Aspek Akademik

Terkait dengan bidang akademik perencanaan wilayah dan kota, penelitian ini bermanfaat untuk semakin memperdalam pemahaman tentang kajian terkait Upaya penataan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Yos Sudarso pada kawasan Pantai Manakarra Kabupaten Mamuju, dan kepada peneliti selanjutnya agar bisa meneruskan penelitian ini.

2. Aspek Pemerintahan

Bagi instansi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan bahan masukan bagi pengendalian dan pemanfaatan dalam hal upaya penataan

(24)

6 pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Yos Sudarso pada kawasan Pantai Manakarra Kabupaten Mamuju.kedepannya.

E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Wilayah

Wilayah kajian yang akan menjadi fokus penelitian adalah pedagang kaki lima yang berada di Pantai Manakarra Kota Mamuju, Sulawesi Barat.

2. Ruang Lingkup Subtansi

Ruang lingkup substansi merupakan pembatasan materi pembahasan yang menjaga koridor pokok pembahasan. Dalam penelitian ini ruang lingkup substansi dibatasi pada:

a. Pembahasan mengenai karakteristik pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Pantai Manakarra Kota Mamuju dengan mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi, meliputi: usia dan tingkat pendidikan, asal, pendapatan, jenis dagangan, sarana fisik dagangan, luasan tempat berdagang, waktu berdagang dan pola pelayanannya, dan lain-lain.

b. Kajian terhadap kondisi eksisting pedagang kaki lima (PKL) kawasan Pantai Manakarra dimanfaatkan untuk aktifitas pedagang kaki lima (PKL), gangguan lingkungan yang ditimbulkan, dll.

(25)

7 c. Pembahasan mengenai peranan pemerintah terhadap keberadaan pedagang kaki lima (PKL):sistem pendataan dan pengelolaan pedagang kaki lima (PKL), aturan-aturan terkait pengelolaan pedagang kaki lima (PKL), upaya pendekatan yang telah dilakukan, program kebijakan yang pro terhadap pedagang kaki lima (PKL).

d. Pembahasan mengenai strategi penanganan permasalahan pedagang kaki lima (PKL), meliputi: pendekatan menyeluruh yang sesuai dengan karakteristik pedagang kaki lima (PKL) dan konsumen, program-program pendukung keberlangsungan pedagang kaki lima (PKL).

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini pembahasan dilakukan dengan sistematis guna memudahkan dalam penganalisaan, dimana sistematika pembahasan adalah sebagai berikut :s

BAB I PENDAHULUAN

Uraian ini merupakan pendahuluan dari seluruh isi penulisan, yang menguraikan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan manfaat penelitian dan Sistematika Pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan tinjauan pustaka yang menguraikan tentang kajian teoritis yang terdiri dari pengertian pedagang kaki lima, jenis-

(26)

8 jenis dan tempat usaha Pedagang Kaki Lima, kendala pedagang kaki lima, kontribusi pedagang kaki lima dalam perekonomian, permasalahan dari keberadaan pedagang kaki lima, kebijakan penataan pedagang kaki lima baik secara nasional maupun daerah (PERDA), bentuk penataan pedagang kaki lima, dan kerangka pikir penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini yang mencakup Lokasi Penelitian, Waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, teknik pengambilan data, jenis dan sumber data, variabel penelitian, metode analisis, dan definisi operasional variabel.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Kabupaten Mamuju, gambaran umum Deliniasi Penelitian, analisis fisik dasar, analisis variabel penelitian, analisis faktor yang menyebabkan tidak tertatanya dengan baik Pedagang Kaki Lima (PKL) di Lokasi Penelitian.

BAB V PENUTUP

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini.

(27)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pedagang Kaki Lima (PKL) 1. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima adalah orang yang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal (Winardi dalam Haryono, 1989:8).

Dari hasil penelitian oleh Soedjana (1981) secara spesifik yang di maksud pedagang kaki lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk di jual diatas trotoar atau tepi/ di pinggir jalan, di sekitar pusat perbelanjaan /pertokoan,pusat rekreasi atau hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap ataupun tidak menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari.

Menurut hasil penelitian dari Fakultas Hukum Unpar tahun 1980 yang berjudul “Masalah Pedagang Kaki Lima di Kotamadya Bandung dan penertibannya melalui operasi TIBUM”, menyatakan bahwa yang

(28)

10 dimaksud dengan Pedagang Kaki Lima ialah orang (pedagang- pedagang) golongan ekonomi lemah, yang berjualan barang kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa dengan modal yang relatif kecil, modal sendiri atau modal orang lain, baik berjualan di tempat terlarang ataupun tidak. Istilah kaki lima diambil dari pengertian tempat di tepi jalan yang lebarnya lima kaki (5 feet). Tempat ini umumnya terletak di trotoir, depan toko dan tepi jalan (Alma, 2009:156). Lupiyadi

& Jerowacik (dalam laporan penelitian pendidikan, (2002:16) menjelaskan Pedagang Kaki Lima termasuk pedagang kecil dan mereka melakukan usaha yang tidak tergantung kepada pemilik dan manajemennya serta tidak menguasai atau mendominasi pasar dimana dia berada.

2. Jenis-Jenis dan Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima (PKL)

Dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, dapal dilihat bahwa jenis tempat usaha Pedagang Kaki Lima tebagi atas jenis tempat usaha tidak bergerak dan bergerak.

Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.

41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan

(29)

11 Pedagang Kaki Lima, dapat dilihat pembagian jenis tempat usaha secara terperinci, yaitu dalam ayat (1) ditentukan bahwa jenis tempat usaha tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 antara lain gelaran, lesehan, tenda dan selter. Dalam ayat (2) ditentukan bahwa jenis tempat usaha bergerak sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 antara lain adalah tidak bermotor dan bermotor.

Penjelasan mengenai jenis tempat usah Pedagang Kaki Lima adalah sebagai berikut:

• Gelaran/Alas, pedagang menggunakan tikar, kain atau sejenisnya untuk menjajakan dagangannya.

• Lesehan, pedagang menggunakan tikar atau lantai untuk memperjualbelikan dagangannya dan konsumen juga ikut menggunakan tikar untuk duduk.

• Tenda, pedagang menggunakan tempat berlindung dari kain atau bahan lainnya untuk menutupi yang melekat pada kerangka tiang atau dengan tali pendukung.

• Selter, bentuk sarana ini menggunakan papan-papan yang diatur sedemikain rupa sehingga menjadi sebuah bilik, yang mana pedagang tersebut juga tinggal didalamnya.

(30)

12

• Bermotor, pedagang menggunakan kendaraan baik beroda dua, tiga, atau empat untuk menggunakan barang daganyannya.

3. Kendala Pedagang Kaki Lima a. Kelemahan Internal

Pedagang Kaki Lima adalah salah satu kegiatan ekonomi dalam wujud sektor informal. Pedagang Kaki Lima adalah orang yang membuka usahanya dalam bidang produksi dan jasa dengan menggunakan modal yang relatif kecil dan menempati ruang publik.

PKL pada umumnya mempunyai keterbatasan-keterbatasan untuk melakukan usaha, antara lain:

• minimnya modal,

• rendahnya tingkat pendidikan, dan

• kurangnya akses terhadap kebijakan pemerintah, informasi dan sarana-sarana ekonomi maupun sosial. Usaha-usaha untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini perlu dilakukan agar kelompok masyarakat tersebut menjadi lebih berdaya dalam melakukan usaha, sehingga mereka tidak jatuh kedalam kemiskinan (Siagaan, 1998:146).

(31)

13 Pedagang Kaki Lima adalah orang yang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang- barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat- tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal (Winardi dalam Haryono, 1989:57).

Pedagang Kaki Lima pada umumnya adalah self-employed, artinya mayoritas Pedagang Kaki Lima hanya terdiri dari satu tenaga kerja. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu besar, dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan, dan modal kerja.

b. Tantangan Eksternal/ Sosial

Usaha-usaha untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini perlu dilakukan agar kelompok masyarakat tersebut menjadi lebih berdaya dalam melakukan usaha, sehingga mereka tidak jatuh kedalam kemiskinan Pemberdayaan komunitas dalam upaya pengentasan kemiskinan dalam pengertian konvensional umumnya dilihat dari pendapatan (income). Bedasar hal-hal tersebut diatas, diperlukan upaya strategi pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan pedagang kaki liam pasca relokasi antara lain:

(32)

14

• penguatan kapasitas bisnis atau pengembangan kewirausahaan dikalangan pedagang baik melalui training atau capacity building untuk komunitas PKL,

• perlu pemberdayaan ekonomi melalui akses bantuan permodalan,

• perlu dibangun komunikasi yang lebih dekat dengan para birokrat,

• perlu dibangun forum bersama antar stake 0holders dalam pengembangan pasar tradisional sehingga punya daya saing dengan pasar modern,

• perlu pendampingan pada para Pedagang Kaki Lima didalam pemecahan masalah terkait dengan kendala-kendala yang dihadapi di tempat yang baru,

• penataan dengan pendidikan lingkungan agar tidak terjadi kekumuhan dan perilaku yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kebersihan pasar,

4. Kontribusi Pedagang Kaki Lima Dalam Perekonomian

Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) pada dasarnya tidak hanya dapat menimbulkan permasalahan, tetapi juga terdapat beberapa peran positif terhadap perekonomin yang dapat diberikan dari

(33)

15 keberadaan pedagang kaki lima (PKL) ini. Adapun peranan pedagang kaki lima dalam perekonomian antara lain:

• Dapat menyebarluaskan hasil produksi tertentu;

• Mempercepat proses kegiatan produksi karena barang yang dijual cepat laku;

• Membantu masyarakat ekonomi lemah dalam pemenuhan kebutuhan dengan harga yang relatif murah; dan

• Mengurangi pengangguran.

Meskipun banyak yang beranggapan bahwa PKL merupakan suatu komunitas pengganggu ketertiban, tidak selamanya anggapan tersebut benar.PKL juga dapat bersifat mandiri dalam menjalankan usahanya, bahkan dapat dikatakan jika PKL tersebut cenderung kreatif dengan memunculkan terobosan baru yang unik dalam usaha pengembangan dagangannya kemandirian PKL dinilai dapat memacu pendapatan mereka yang semula rendah menjadi menengah.Kegiatan perdagangan disini juga membuka kesempatan kerja bagi pelaku- pelaku lainnya untuk beusaha.

Bukan hanya untuk memandirikan kehidupan PKL itu sendiri, akan tetapi dalam prakteknya PKL merupakan salah satu penyumbang perputaran ekonomi di suatu daerah. Walaupun unit usahanya kecil,

(34)

16 namun apabila PKL dikumpulkan akan mempunyai nilai tinggi bagi perkembangan ekonomi daerah.

5. Permasalahan Dari Keberadaan PKL

Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) memang selalu dipermasalahkan oleh pemerintah karena ada beberapa alasan, yaitu diantaranya:

• Membuat tata ruang kota menjadi kacau;

• Tidak sesuai dengan visi kota yaitu yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota;

• Pencemaran lingkungan yang sering dilakukan oleh PKL;

• PKL menyebabkan kerawanan sosial;

• Menimbulkan keruwetan dan kesemerawutan lalu lintas; dan Mengurangi keindahan dan kebersihan kota/wilayah

B. Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL)

1. Peraturan Presiden RI Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Definisi PKL menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No.

125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima terdapat dalam Bab I mengenai Ketentuan Umum Pasal 1 yaitu Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingka

(35)

17 PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak mapun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/swasta yang bersifat sementara/tidak menetap. Penataan PKL di tingkat kabupaten diatur dalam Pasal 6 yaitu, Bupati/Walikota melaksanakan penataa n PKL Kabupaten/Kota di wilayahnya yang meliputi:

• Penetapan kebijakan PKL;

• Penetapan lokasi dan/atau kawasan tempat berusaha PKL di dalam RDTR;

• Penataan PKL melalui kerja sama antar Pemerintah Daerah;

• Pengembangan kemitraan dengan dunia usaha; dan

• Menyusun program dan kegiatan penataan PKL ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Pengertian PKL dalam Peraturan Menteri Dalam negeri Republik Indonesia No. 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima ini diatur dalam Pasal 1 yang mendeskripsikan bahwa PKL adalah pelaku kegiatan usaha yang

(36)

18 melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/swasta yang bersifat sementara/ttidak menetap.

Sementara mengenai pengertian penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemberdayaan PKL sendiri merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergi dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya. Selanjutnya Pasal 2 memberikan perintah kepada pemerintah daerah yaitu Gubenur dan Bupati/Walikota wajib melakukan penataan dan pemberdayaan PKL.

Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di Lahan dan/atau bangunan milik pemerintah daerah dan/atau swasta di lahan dan/atau bangunan milik pemerintah daerah dan/atau

(37)

19 swasta dan selanjutnya yang dimaksud dengan lokasi binaan adalah lokasi yang telah ditetapkan peruntukannya bagi PKL yang diatur oleh pemerintah daerah, baik bersifat permanen maupun sementara.

Adapun tujuan penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima diatur dalam Pasal 5, yaitu:

• Memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuao dengan peruntukannya;

• Menuumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri; dan

• Untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan.

Adapun larangan bertransaksi bagi pedagang kaki lima (PKL) diatur dalam Pasal 38, yaitu:

• Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas-fasilitas umum yang dilarang untuk tempat berusaha atau lokasi usah PKL;

• Fasilitas umum yabg dilarang untuk tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan rambu atau tanda larangn untuk tempat atau lokasi usaha PKL; dan

(38)

20

• Bupati/Walikota mengenakan sanksi atas pelanggaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1).

3. Peraturan Bupati Kabupaten Mamuju Nomor 53 Tahun 2016 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Pengertian PKL dalam Peraturan Bupati Kabupaten Mamuju Nomor 53 Tahun 2016 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap. Sarang usaha bergerak yang dimaksudkan diatas adalah meliputi bermotor dan tidak bermotor, sementa sarana usaha tidak bergerak yang dimaksudkan adalah gelaran, lesehan, tenda, selter dan/atau bentuk lainnya yang sejenis.

Selanjutnya pengertian dari Penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban,

(39)

21 kebersihan lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Perundang- undangan.

Mengenai penataan PKL di Kabupaten Mamuju di atur dalam Pasal 6, yaitu sebagai berikut:

• Pendataan PKL;

• Pendaftaran PKL;

• Penetapan lokasi PKL;

• Pemindahan PKL dan penghapusan lokasi PKL; dan

• Peremajaan lokasi PKL.

Mengenai pelarangan terhadap PKL yang melakukan kegiatan usahanya di Kabupaten mamuju terdapat dalam Pasal 45, yaitu PKL dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut:

• Melakukan kegiatan usahanya di fasilitas-fasilitas umum yang tidak ditetapkan untuk lokasi PKL;

• Merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada di lokasi usaha PKL yang telah ditetapkan;

• Menempati lahan atau lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal;

• Berpindah tempat atau lokasi dan/atau memindahtangankan TDU PKL tanpa sepengetahuan dan seizin Bupati;

(40)

22

• Menelantarkan dan/atau membiarkan kosong lokasi tempat usaha tanpa kegiatan secara terus menerus selama 1 (satu) bulan;

• Mengganti bidang usaha dan/atau memperdagangkan barang ilegal;

• Melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan atau mengubah bentuk trotoar, fasilitas umum dan/atau bangunan sekitarnya;

• Menggunakan badan jalan atau trotoar untuk tempat usaha, kecuali yang telah ditetapkan Pemerintah Daerah untuk lokasi PKL terjadwal dan terkendali;

• Berdagang di tempat larangan lokasi usaha PKL yang bukan peruntukannya; dan

• Memperjualbelikan atau menyewakan tempat usaha PKL kepada PKL lainnya.

C. Penataan Ruang Pedagang Kaki Lima

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41 tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, dijelaskan bahwa penataan pedagang kaki lima adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi pedagang

(41)

23 kaki lima (PKL) dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Mc Gee dan Yeung (1997:76) pola ruang aktivitas PKL sangat dipengaruhi oleh aktivitas sektor formal dalam menjaring konsumennya. Lokasi PKL sangat dipengaruhi oleh hubungan langsung dan tidak langsung dengan berbagai kegiatan formal dan kegiatan informal atau hubungan PKL dengan konsumennya. Untuk dapat mengenali penataan ruang kegiatan PKL, maka harus mengenal aktivitas PKL melalui pola penyebaran, pemanfaatan ruang berdasarkan waktu berdagang dan jenis dagangan serta sarana berdagang. Komponen penataan ruang sektor informal yang dalam hal ini adalah pedagang kaki lima (PKL).

D. Kebijakan Pemerintah Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan satu pekerjaan, kepemimpinan dalam satu pemerintahan atau organisasi. Pelaksanaan suatu kebijakan haruslah memiliki wewenang dalam menjalankan tugasnya. Bentuk wewenangnya berbeda sesuai dengan program yang

(42)

24 harus dijalankan. Wewenang yang dimiliki harus efektif oleh karenanya dibutuhkan kerjasama dengan pelaksana-pelaksana yang lain.

Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Menurut Islam kebijakan publik (public policy) adalah, Serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Pembuatan kebijakan merupakan suatu tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dan berorientasi pada upaya pencapaian tujuan demi kepentingan masyarakat.

Wewenang tersebut akan menjadi efektif apabila pejabat yang berwenang tidak hanya menginterpretasikan wewenang sebagai kekuasaan atau kekuatan semata namun juga peran, dimana peran pejabat dalam setiap jenjang adalah saling melengkapi, oleh karenanya koordinasi yang baik secara horizontal, yaitu antar bidang yang berbeda, maupun secara vertikal, yaitu dengan pimpinan maupun staf pelaksana.

Menurut Robert Rienow (1996:573), alasan pokok dalam kebijaksanaan membentuk pemerintahan daerah adalah untuk membentuk masyarakat agar dapat memutuskan keputusannya sendiri

(43)

25 serta memberi kesempatan pada komunitas yang mempunyai tuntutan yang bermacam dalam membuat aturan dan programnya sendiri.

Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Nomor 41 Tahun 2012) tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Dalam Permendagri disebutkan bahwa tujuan penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah untuk memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya; menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri; dan untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan. Maka Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten wajib melakukan penataan dan pembinaan PKL di wilayahnya masing-masing.

Seperti amanat yang tertuang dalam Peraturan Bupati Kabupaten Mamuju Nomor 53 Tahun 2016 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun

(44)

26 tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap. Selanjutnya Penataan PKL yaitu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

E. Tinjauan Tingkat Pendidikan Terhadap Pedagang Kaki Lima.

Berkaitan dengan studi penataan PKL ( Pedagang Kaki Lima), aspek pendidikan dimaksud yaitu kualitas SDM (Pendidikan dan keterampilan).

Menurut Sathuraman (1991), sektor informal merupakan manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang berkembang.

Kegiatan memasuki usaha kecil di perkotaan lebih ditujukan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan, daripada memperoleh keuntungan. Mereka yang terlibat sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan rendah, tidak terampil, dan kebanyakan adalah para pendatang.

(45)

27 Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki, berpengaruh dalam hal berkompetisi dengan mereka yang memiliki pendidikan yang tinggi untuk mencari pekerjaan disektor formal. Tidak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia terdapat kecenderungan untuk meyakini kemampuan seseorang dilihat dari latar belakang pendidikannya (lulusan SD,SMP,SMA), dan bukan dari kemampuannya untuk menjalankan pekerjaan tersebut. Sesuai dengan cirinya yang fleksibel, modal yang dibutuhkan untuk membuka usaha kaki lima relatif kecil. Usaha kaki lima juga menggunakan teknologi yang sederhana serta tidak memerlukan prosedur yang berbelit-belit. Artinya ada kemudahan untuk masuk ke sektor ini. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pencari kerja yang belum mendapatkan pekerjaan. Mereka kapan dapat saja untuk masuk dan keluar dari sektor ini.

Menurut Jhingan (2008), perkerja tidak terampil, meski bekerja dengan jam kerja panjang, akan memperoleh pendapatan perkapita yang rendah.

Tenaga kerja yang tidak terlatih tidak dapat diharapkan untuk menjalankan dan memelihara mesin yang canggih. Sesuai dengan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh sebagian besar PKL, maka melalui program pendidikan, pelatihan dan keterampilan baik dilakukan oleh instansi pemerintah maupun lembaga non pemerintah,

(46)

28 diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para pedagang. Tingginya tingkat migrasi ke perkotaan dan terbatasnya lapangan kerja yang tersedia berimbas pada bertumbuhnya usaha kaki lima. Hal ini juga berakibat menambah permasalahan baru bagi pemerintah daerah/kota, mengingat semakin terbatasnya ruang publik yang dapat digunakan sebagai lokasi usaha kaki lima maupun dalam menyediakan area pemukiman baru.

Di satu sisi lokasi PKL (Pedagang Kaki Lima) cenderung menempati bahu jalan, trotoar ataupun jalur hijau sehingga mengganggu kenyamanan pengguna jalan. Kecenderungan lokasi berdagang PKL(Pedagang Kaki Lima) juga dikemukakan oleh McGee & Yeung (1977 : 63-64) menyatakan 4 kecenderungan lokasi PKL yang salah satunya adalah pinggir jalan dan pintu masuk pasar dimana banyak pejalan kaki yang melewatinya. Hal ini adalah salah satu alasan PKL adalah satu- satunya yang bisa dilakukan untuk bisa bertahan hidup, sebab pada umumya PKL mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah dan dengan modal yang terbatas.

F. Tinjauan Tingkat Ekonomi Terhadap Pedagang Kaki Lima

Berkaitan dengan studi penataan PKL ( Pedagang Kaki Lima), tingkat ekonomi yang dimaksud yaitu Kondisi sosial ekonomi masyarakat sebagai

(47)

29 pelaku PKL (Pedagang Kaki Lima), dimana Menurut Sumardi dan Evers (2001) dalam Basrowi dan Juwariyah (2010) keadaan ekonomi adalah suatu kedudukan yang secara rasional dan menetapkan seeorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberi posisi itu disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status. Aspek ekonomi desa dan peluang kerja berkaita dengan masalah kesejahteraan masyarakat desa. Kecukupan pangan dan keperluan ekonomi bagi masyarakat baru terjangkau bila pendapatan rumah tangga cukup untuk memenuhi keperluan rumah tangga dan pengembangan usaha-usahanya (Mubiyanti 2001 dalam Basrowi dan juwariyah 2010).

Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis dan macam barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya.

Manusia sejak lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuhan akan segala sesuatunya. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya. Menurut Adit (2011), kebutuhan manusia berdasarkan tingkat kepentingan/ prioritas dibagi 3 tiga yaitu primer, sekunder dan tersier.

Berdasarkan tingkat kepentingan kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga muncul pedagang kaki lima (PKL) yang diakibatkan oleh tingkat pendidikan yang rendah serta pekerjaan

(48)

30 sektor informal yaitu pedagang golongan ekonomi lemah dengan modal yang relatif kecil.

G. Tinjauan Pengawasan Pedagang Kaki Lima

Handoko (2003:359), pengawasan adalah proses untuk “menjamin”

bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Menurut Hasibuan (2007), proses pengawasan dilakukan secara bertahap melalui langkah-langkah berikut: (1) Penentuan Standar, (2) Monitoring, (3) Evaluasi, (4) Tindakan Koreksi.

Berkaitan dengan studi penataan PKL (Pedagang Kaki Lima), Pengawasan yang dimaksud yaitu monitoring serta Evaluasi terhadap PKL (Pedagang Kaki Lima), dimana disatu sisi lokasi PKL (Pedagang Kaki Lima) cenderung menempati bahu jalan, trotoar ataupun jalur hijau sehingga mengganggu kenyamanan pengguna jalan. Maka perlunya Monitoring serta Evaluasi untuk bagaimana memanajemen PKL (Pedagang Kaki Lima) terkait dengan pengawasan PKL (Pedagang Kaki Lima).

(49)

31 Gambar 2.1 Kerangka Fikir

H. Kerangka Fikir

(50)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian. Penetapan lokasi penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam suatu proses penelitian dengan di tetapkannya lokasi penelitian berarti objek dan tujuan sudah ditetapkan sehingga mempermudah dalam melakukan penelitian. Lokasi penelitian ini terdapat di Pantai Manakarra Keluraha Rimuku Kecamatan Mamuju Kabupaten Mamuju. Adapun dasar pertimbangan yang mendasari pemilihan lokasi tersebut adalah karena para pedagang kaki lima (PKL) di lokasi tersebut menggunakan trotoar dan bahu jalan sebagai lokasi kegiatan usaha dan telah keluar dari lokasi yang telah ditentukan sebagai lokasi kegiatan PKL. Selain itu, para PKL tersebut berada di sepanjang jalan Yos Sudarso sekitar Pantai Manakara yang merupakan salah satu jalan arteri di Kabupaten Mamuju.

B. Waktu Penelitian

Adapun waktu dari dilakukannya proses penyusunan tugas akhir dengan judul Penataan Pedagang Kaki Lima di Pantai Manakara Kabupaten Mamuju ini adalah mulai pada tanggal 30 Maret 2020 sampai dengan tanggal 11 November 2020. Penelitian ini dimulai dengan membahas judul penelitian, pembuatan road map, kemudian

(51)

33 asistensi latar belakang dan rumusan masalah penelitian, hingga penyelesaian proposal yang dimulai dari Bab I sampai Bab III.

Kemudian setelahnya dilanjutkan dengan pengumpulan data dan pembahasan untuk disusun menjadi Bab IV serta Bab V.

C. Jenis Data

Dalam penulisan tugas akhir ini tentunya membutuhkan data, dan data yang dibutuhkan terdiri atas dua yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang bisa diselidiki secara langsung dan bisa dihitung dengan menggunakan cara yang mudah, dan penyajianya berupa angka-angka, misalnya: data jumlah penduduk, perkembangan jumlah penduduk, luas wilayah, luas penggunaan lahan dan lain sebagainya. Sedangkan data kualitatif adalah data yang tidak bisa diselidiki secara langsung dan bisa diukur dengan cara yang tidak langsung pula, atau data yang penyajianya berdasarkan gambaran deskriptif.

D. Sumber Data

Data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui pengamatan langsung ke lapangan atau lokasi penelitian, sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen resmi menyangkut penelitian ini yang didapatkan dari berbagai instansi terkait, misalnya: Badan Pusat

(52)

34 Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembanganunan Daerah (BAPEDA), Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan lain sebagainya. Dari penjelasan diatas kebutuhan data dalam penelitiaan ini akan diuraikan pada tabel berikut.

E. Metode Pengumpulan Data

Teknik pegumpulan data merupakan salah satu bagian kegiatan yang sangat penting dalam suatu kegiatan penelitian. Jika teknik dalam pengumpulan data menggunakan cara yang kurang tepat maka data yang di peroleh pun akan kurang akurat dan kemudian akan berpengaruh pada proses analisis dan hasil penelitian. Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data dai penelitian ini. Interview yang sering disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (suharsimi Arikunto, 1989 :121).

Pada penelitian ini pengambilan data yang dilakukan memaluai komuikasi data yang dilakukan dalam bentuk wawancara tidak terstruktur dan tidak terstruktur dimana wawancara tersebut dilakukan dengan beberapa pertanyaan mendasar terkait

(53)

35 penelitian dari interviewer yang memberikan keterangan dengan proses tanya jawab kepada informan yang dalam hal ini adalah pelaku Pedagang Kaki Lima (PKL) di lokasi penelitian.

2. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti melalui pengamatan secara langsung dlapangan pada objek yang menjadi tema penelitian. Dalam metode observasi peneliti tidak mengabaikan kemungkinan penggunaan sumber-sumber selain manusia seperti dokumen dan catatan - catatan dengan tujuan untuk melengkapi data yang diperoleh.

Menurut Guba dan Lincoln dalam (Moleong, 2005: 174-175) bahwa alasan penggunaan metode pengamatan dalam penelitian kualitatif adalah:

a. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung;

b. Teknik pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri;

c. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data;

d. Sering ada keraguan pada peneliti;

(54)

36 e. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu

memahami situasi-situasi yang rumit; dan

f. Dalam kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dapat dilakukan, pengamatan dapat menjadi alat yang bermanfaat.

3. Survey Lapangan

Metode survey lapangan adalah cara melakukan pengumpulan data berdasarkan survey yang dilakukan langsung di lapangan/lokasi penelitian. Pengertian survey sendiri adalah sebuah teknik riset atau penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan data yang valid dengan memberi batas yang jelas atas data kepada suatu objek tertentu. Melakukan survey berarti penyelidikan atau peninjauan terhadap objek tertentu untuk mendapatkan data yan dibutuhkan dalam penelitian.

4. Survey Kuesioner

Teknik Survey Kuesioner yaitu sejumlah pertanyaan sesuai dengan data yang dibutuhkan terkait dengan variable yang diteliti.

5. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pencarian data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan lain sebagainya (Arikunto, 1993: 234). Sedangkan

(55)

37 menurut (Moleong, 2005: 217) dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data yang berupa catatan, dokumen, sebagai pelengkap data primer yang tidak ditemukan dilapangan, bahan-bahan laporan baik di Kantor Pemerintah, Kabupaten Mamuju, maupun kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang peduli terhadap pemberdayaan pedagang kaki lima di Pantai Manakarra Kota Mamuju Kabupaten Mamuju.

F. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 80:2013). Sesuai dengan judul penelitian ini, maka yang menjadi populasi dari penelitian adalah seluruh penduduk yang bekerja sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada pada Kawasan Pantai Manakara yang berjumlah 115 jiwa.

(56)

38 2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti dan diharapkan keberadaannya dapat mewakili atau menggambarkan ciri-ciri dan keberadaan populasi yang sebenarnya. Dalam penelitian ini pengambilan sampelnya menggunakan teknik simple random sampling. Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan

pada populasi, adalah sampel yang bersifat representatif atau yang dapat menggambarkan karakteristik populasi. Banyak rumus pengambilan sampel penelitian yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah sampel penelitian. Pada prinsipnya penggunaan rumus-rumus penarikan sample penelitian digunakan untuk mempermudah teknis penelitian. Sebagai misal, bila populasi penelitian terbilang sangat banyak atau mencapai jumlah ribuan atau wilayah populasi terlalu luas, maka penggunaan rumus pengambilan sample tertentu dimaksudkan untuk memperkecil jumlah pengambilan sampel atau mempersempit wilayah populasi agar teknis penelitian menjadi lancar dan efisien. Adapun rumus yang digunakan dalam menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus slovin, yaitu sebagai berikut:

(57)

39 Dimana:

n: jumlah sampel

N: jumlah populasi

e: batas toleransi kesalahan (error tolerance) (1%, 5%, dan 10%).

Dalam penelitian ini untuk tingkat kesalahan dalam penarikan sampel akan digunakan persentase sebesar 5%, dan untuk lebih jelasnya mengenai jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

n = N / ( 1 + N.(e)2)

n = 115 / (1 + 115.(0,05)2) n = 115 / 1,2875

n = 89

Dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai perwakilan dari keseluruhan populasi adalah sebanyak 89 jiwa penduduk. 89 jiwa penduduk inilah yang kelak akan dijadikan sebagai responden pada saat penelian dilakukan.

G. Variabel Penelitian

Variabel merupakan sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian, sering juga disebut sebagai faktor yang berperan dalam penelitian atau gejala yang akan diteliti. Menurut Kerlinger (2006: 49),

(58)

40 variabel adalah konstruk atau sifat yang akan dipelajari yang mempunyai nilai yang bervariasi. Menurut Sugiyono (2009: 60), variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Pemilihan variabel sangat dipengaruhi oleh judul serta rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, dan lebih jelasnya mengenai varaibel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagaimana di uraikan pada tabel berikut:

Tabel 3. Variabel Penelitian

No Teori Pendukung Variable Penelitian Indikator

1

Rienow (1996:573), alasan pokok dalam kebijaksanaan membentuk pemerintahan daerah adalah untuk membentuk masyarakat agar dapat memutuskan keputusannya sendiri serta memberi kesempatan pada komunitas yang mempunyai tuntutan yang bermacam dalam membuat aturan dan programnya sendiri.

X1. Kebijakan • Perizinan

• Penetapan Lokasi

2

Jhingan (2008), perkerja tidak terampil, meski bekerja dengan

jam kerja panjang, akan memperoleh pendapatan perkapita yang rendah.

Tenaga kerja yang tidak terlatih tidak dapat diharapkan untuk menjalankan dan memelihara mesin yang canggih. Sesuai dengan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh sebagian besar PKl

X2. Tingkat Pendidikan

• Jenjang Pendidikan Terakhir

• Keterampilan

3

Menurut Sumardi dan Evers (2001), suatu kedudukan yang secara rasional dan menetapkan seeorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberi posisi itu disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status.

X3. Tingkat Ekonomi • Lapangan Kerja

• Pendapatan

(59)

41 4

Handoko (2003:359), pengawasan adalah proses untuk “menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai.

X4. Pengawasan • Monitoring

• Evaluasi

5 Pelaku Pedagang Kaki Lima Y. PKL Belum Tertata • Penataan PKL

• Pengelolaan PKL

H. Metode analisis

Analisis merupakan suatu uraian atau usaha yang dilakukan dengan tujuan untuk menyelidiki suatu peristiwa guna mengetahui bagaimana penyebab dan duduk perkara dari suatu keadaan/masalah yang tengah dihadapi, Suwardjoko Warpani (1980:6). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlepas dari rumusan masalah yang telah dirumuskan, sehingga output yang diharapkan dari penelitian ini bisa seperti apa yang telah dirumusan pada rumusan masalah. Adapaun alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis deskriptif kualitatif ini merupakan salah satu dari jenis penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Analisis ini dilakukan untuk mengungkapkan terkait dengan kondisi aktivitas pedagang kaki lima (PKL) yang saat ini tengah berlangsung di lokasi penelitian sesuai dengan fakta, keadaan, fenomena dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi berdasarkan variabel yang diteliti. Analisis ini juga digunakan untuk merumuskan upaya penataan pedagang kaki

(60)

42 lima (PKL) di lokasi penelitian sesuai dengan arahan-arahan kebijakan serta kajian teori yang telah dilakukan untuk dalam hal melakukan penataan terhadap pedagang kaki lima (PKL) di lokasi penelitian. Dari penjabaran tersebut maka dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif ini akan mampu menghasilkan kesimpulan yang kuat dan akurat serta lebih informatif.

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Metode analisis regresi linear berganda merupakan metode yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variable dependen dengan variable independen dengan jumlahnya yang lebih dari dua dengan menggunakan software SPSS (Stratical Package for social Sciense) untuk mengelola data. Berikut

merupakan persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini:

y = f (x)

y = a + b1 x1 + b2 x2+…+bnxn

Keterangan:

y = Variabel Dependen/Variabel Terikat a = Konstanta

b1, b2, bn= Koefisien Regresi

x1, x2, xn= Variabel Independen/Variabel Bebas X1 = Kebijakan

(61)

43 X2 = Tingkat Pendidikan

X3 = Tingkat Ekonomi X4 = Pengawasan

Y = PKL yang Belum Tertata

Untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel independen dan variabel dependen terhadap Pedangang Kaki Lima (PKL), maka untuk itu digunakan regresi linear berganda.

Dan untuk mengetahui diperlukan jawaban dari responden tentang faktor-faktor yang mempengaruhi abrasi itu sendiri. Dimana jawaban yang diberikan oleh responden diberi bobot yang meliputi SS, S, TS, STS. Dan bentuk jawaban regres linier berganda antara lain sebagai berikut:

• Sangat Setuju (SS) diberi Skor 4

• Setuju (S) diberi Skor 3

• Tidak Setuju (TS) diberi Skor 2

• Sangat Tidak Setuju (STS) diberi Skor 1

Dimana pemberian pembobotan tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam pengolahan data terkait pengaruh antar variabel lewat pengelompokan hasil kuesioner.

I. Defenisi Operasional

Defenisi oprasiolal perlu untuk memberikan pemahaman mengenai topic oprasional yang dilakukan sesuai objek yang ingin diteliti

(62)

44 beberapa definisi penelitian yang penting diuraikan adalah sebagai berikut;

1. Kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kebijakan penataan pedagang kaki lima merupakan kebijakan yang dirumuskan oleh Pemerintah dalam rangka mewujudkan Kota sebagai tujuan wisata yang aman, tertib, bersih, dan indah.

2. Tingkat Pendidikan yang di maksud dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan masyarakat merupakan aspek yang sangat penting bagi kehpidupan masyarakat dalam menggambarkan kualitas penduduk di suatu wilayah. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai pola pikir yang jelas berbeda dengan masyarakat yang tingkat pendidikannya menengah atau dasar. Perbedaan pola pikir tersebut dapat mempengaruhi kualitas masyarakat dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan.

3. Tingkat Ekonomi yang di maksud dalam penelitian ini yaitu pedagang kaki lima ialah orang (pedagang-pedagang) golongan ekonomi lemah, yang berjualan barang kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa dengan modal relative kecil, modal sendiri atau modal orang lain, baik berjualan di tempat terlarang ataupun tidak.

4. Pengawasan yang di maksud dalam penelitian ini yaitu monitoring serta evaluasi terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang mana monitoring serta evaluasi merupakan suatu bentuk sanksi yang

(63)

45 diberikan kepada Pedangang Kaki Lima (PKL) itu sendiri sebagai efek jerah agar perilaku Pedangang Kaki Lima (PKL) dapat mematuhi aturan yang berlaku.

5. Pedagang Kaki Lima (PKL) yang belum tertata yaitu aktifitas serta perilaku Pedangan Kaki Lima (PKL) yang tidak sesuai dengan kebijakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Serta untuk dapat mengukur seberapa besar pengaruh variabel independen dan variabel dependen terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) serta diperlukan jawaban dari responden tentang faktor- faktor yang mempengaruhi Pedangang Kaki Lima (PKL) itu sendiri. Dimana jawaban yang diberikan oleh responden diberi bobot yang meliputi SS (Sangat Setuju) diberi Skor 4, S (Setuju) diberi skor 3, TS (Tidak Setuju) diberi skor 2, STS (Sangat Tidak Setuju) diberi skor 1, dengan tujuan pemberian pembobotan tersebut untuk memudahkan dalam pengolahan data terkait pengaruh antar variabel lewat pengelompokan hasil kuesioner.

(64)

46 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL

1. Gambasran Umum Kabupaten Mamuju a. Aspek Fisik dasar

1) Letak Geografis dan Administrasi

Secara astronomis, Mamuju terletak antara 10 38’ 110’’ - 20 54’ 552’’ LS dan 110 54’ 47’’ – 130 5’ 35’’ BT atau berada di bagian selatan dari garis ekuator atau garis khatulistiwa. Secara geografis wilayah Kabupaten Mamuju memiliki batas-batas sebagai berikut;

• Sebelah Utara : Kabupaten Mamuju Tengah;

• Sebelah Timur : Provinsi Sulawesi Selatan;

• Sebelah Selatan : Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamasa;

• Sebelah barat : Selat Makassar;

Kabupaten Mamuju memiliki luas wilayah sebesar 4.954,57 km² yang secara administratif terbagi ke dalam 11 kecamatan. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Kalumpang dengan luas 1.792,55 km².

Sementara kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Kepulauan Bala Balakang dengan luas 1,47 km².

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

laporan yang akan digunakan sebagai bahan evaluasi untuk analisis pengambilan keputusan penentuan stategi bisnis selanjutnya, namun terkadang bagian akademik

Budaya Nasional adalah kebudayaan yang terbentuk dari keseluruhan budaya local yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia sertah hasil serapan dari budaya asing atau

Sistem selanjutnya akan meneruskan ke proses eksekusi perintah dengan data audio yang di- sintesa pada proses Speech to Text, nama perilaku robot, dan koordinat posisi yang didapat

Rubik merupakan permainan puzzle mekanik berbentuk kubus yang mempunyai enam warna yang berbeda pada setiap sisinya.. Ditemukan pada tahun 1974 oleh Profesor

Pada Gambar 17 menunjukan Distrbusi tegangan Von Misses dari Grtitcpne .Dapat ditemukan intesitas stress yang lebih tinggi ditemukan di bagian bawah dari gritcone

Setelah melewati langkah langkah sebelumnya, yaitu pada proses visi serta proses pengembangan data data yang inti, maka bagian pertama yang dilakukan adalah membuat desain

4 Apakah ada SK peningatan mutu puskesmas dan keselamatan pasien, memuat kewajiban semua pihak yang terlibat dalam upaya peningkatan mutu pelayanan

Wahana Makmur Bersama menunjukkan hasil bahwa rencana investasi yang akan dilakukan layak untuk dilaksanakan dan dapat meningkatkan penghasilan yang lebih baik.. Pada