• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN BISNIS COCOPEAT BALOK DENGAN PENDEKATAN WIRAKOPERASI DI KABUPATEN BOGOR LILIS SETYARINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN BISNIS COCOPEAT BALOK DENGAN PENDEKATAN WIRAKOPERASI DI KABUPATEN BOGOR LILIS SETYARINI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN BISNIS COCOPEAT BALOK DENGAN PENDEKATAN WIRAKOPERASI

DI KABUPATEN BOGOR

LILIS SETYARINI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Lilis Setyarini

NIM H34110029

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

(4)
(5)

ABSTRAK

LILIS SETYARINI. Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA.

Indonesia merupakan penghasil kelapa dengan produksi tertinggi di dunia.

Hal tersebut mengakibatkan semakin tingginya jumlah limbah sabut kelapa yang dihasilkan. Akan tetapi, pemanfaatan limbah tersebut belum dilakukan secara optimal utamanya pada serbuk sabut kelapa. Padahal cocopeat dapat dimanfaatkan sebagai media tanam terbaik dibanding media lain. Berdasarkan permasalahan tersebut disusunlah rencana pengolahan cocopeat balok dengan pendekatan wirakoperasi. Pendekatan dipilih karena sebagian besar kelapa dikelola oleh perkebunan rakyat yang letaknya menyebar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam kepada semua pihak terkait, mulai dari petani, pengusaha, dan dinas terkait. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disusun rencana bisnis pembuatan cocopeat balok di Kecamatan Leuwiliang sebagai unit usaha koperasi. Perencanaan disusun dengan berbagai aspek yakni aspek produksi, pemasaran, manajemen, finansial, manajemen risiko, dan kerja sama kooperatif dengan mengacu pada semua pihak terkait. Berdasarkan aspek tersebut, usaha ini dapat memberikan keuntungan. Perusahaan dapat menghasilkan NPV sebesar Rp739 431 000 dengan IRR 66 persen, net B/C 5.2, dan payback period selama 4.1 tahun.

Kata kunci: cocopeat, kelapa, rencana bisnis, wirakoperasi

ABSTRACT

LILIS SETYARINI. Business Plan of Cocopeat Block using Cooperative Entrepreneur Approach in Bogor Regency. Supervised by LUKMAN MOHAMMAD BAGA.

Indonesia is a country which has the highest coconut production in the world. It can caused the highest coconut fibre waste. However, the utilization of the coconut waste, such as cocopeat, has not yet been optimum. The cocopeat can actually be used as the best growing media. Based on that problem, a business plan to produce cocopeat blocks using cooperative entrepreneur approach was designed. The cooperative entrepreneur approach was chosen because of the spread location of the farmer’s coconut plantations. This research used a deep interview method applied to all stakeholders: farmers, businessmen, and government agencies. The business plan would be put into practice in one of the cooperatives in Leuwiliang. The planning was prepared with many aspects, namely production, marketing, management, financial, risk management, and cooperative aspects refering to all of the stakeholders. Base on this aspect, this business can giving benefit. Business can made NPV Rp739 431 000 with IRR 66 percent, net B/C 5.2, and payback period until 4.1 years.

Key words: business plan, coconut, cocopeat, cooperative entrepreneur

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

PERENCANAAN BISNIS COCOPEAT BALOK DENGAN PENDEKATAN WIRAKOPERASI

DI KABUPATEN BOGOR

LILIS SETYARINI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(7)

Judul Skripsi: Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor

Nama : Lilis Setyarini NIM : H34110029

Disetujui oleh

Dr Ir Lukman M Baga, MA.Ec Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 sampai Februari 2015 ialah Perencanaan Bisnis dengan judul Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Lukman M Baga, MA.Ec selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. A. Sidik Omar, MM selaku pemilik CV Serat Kelapa, Badan Pusat Statistik, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Leuwiliang, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Ciampea yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan sahabat, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

Lilis Setyarini

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis 9

Kerangka Pemikiran Operasional 17

METODE PENELITIAN 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 19

Metode Pengumpulan Data 20

Metode Pengolahan dan Analisis Data 20

ANALISIS SITUASIONAL 24

GAMBARAN UMUM BISNIS 28

Industri Pengolahan Sabut Kelapa 28

Profil Bisnis 29

RENCANA BISNIS 30

Asumsi Dasar 30

Rencana Strategi Pemasaran 31

Rencana Produk 32

Rencana Operasional 35

Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia 41

Rencana Kerja Sama Kooperatif 45

Rencana Strategi Keuangan 48

(12)

Rencana Manajemen Risiko 53

SIMPULAN DAN SARAN 55

Simpulan 55

Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 58

(13)

DAFTAR TABEL

1 Ekspor produk sabut kelapa Indonesia tahun 2008-2014 1 2 Wilayah penghasil kelapa terbesar di Kabupaten Bogor tahun 2012 4

3 Bentuk cash flow 23

4 Format laporan laba rugi 24

5 Negara tujuan ekspor sabut kelapa Indonesia tahun 2012 25 6 Jumlah permintaan cocopeat dari berbagai negara Maret 2015 26

7 Bahan baku pembuatan cocopeat per bulan 37

8 Rincian tenaga kerja berdasar deskripsi kerja 39

9 Komponen teknis dan kimia cocopeat 41

10 Upah dan gaji karyawan per bulan 45

11 Bagi hasil keuntungan usaha 46

12 Perbedaan sebelum dan setelah adanya usaha cocopeat 48

13 Biaya investasi usaha 48

14 Biaya penyusutan investasi 49

15 Biaya tetap perusahaan 50

16 Biaya variabel perusahaan 51

17 Modal awal usaha 51

18 Rincian penjualan produk 52

DAFTAR GAMBAR

1 Alur pembuatan produk dari sabut kelapa 8

2 Rencana operasional penelitian 18

3 Logo usaha Saung Kelapa 29

4 Mekanisme pengumpulan bahan baku sabut kelapa 33

5 Desain produk cocopeat 34

6 Cocopeat curah 33

7 Cocopeat balok 34

8 Alur penggunaan mesin produksi 36

9 Tata letak bangunan usaha 38

10 Diagram alir pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat balok 39

11 Alur pembentukan unit usaha 42

12 Struktur organisasi bisnis cocopeat 42

13 Hubungan kerja sama pihak yang terlibat dalam perusahaan 47

14 Grafik pertumbuhan keuntungan perusahaan 53

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produksi kelapa Kabupaten Bogor tahun 2012 58

2 Jadwal produksi usaha 59

3 Asumsi dasar pembentukan perencanaan bisnis cocopeat 59

4 Asumsi biaya investasi 60

5 Asumsi biaya tetap perusahaan 60

6 Asumsi biaya variabel perusahaan 61

7 Bahan baku pembuatan cocopeat balok per tahun 61 8 Rincian biaya tenaga kerja usaha pembuatan cocopeat balok 61 9 Bagi hasil keuntungan usaha pembuatan cocopeat balok (Rp 000) 62

10 Rincian biaya investasi perusahaan 63

11 Matriks hubungan kerja sama kooperatif 64

12 Laporan arus kas perusahaan 65

13 Arus kas bulanan pada tahun pertama 66

14 Laporan laba rugi perusahaan 67

15 Dokumentasi penelitian di perusahaan CV Serat Kelapa 68

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan yang tumbuh di Indonesia. Produksi kelapa Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia (FAOSTAT 2012). Berdasarkan data dari Directorate General of Estate (2013) bahwa pertumbuhan produktivitas kelapa di Indonesia hingga tahun 2013 sebesar 1.12 persen. Pertumbuhan tersebut diimbangi dengan volume ekspor kelapa Indonesia ke berbagai negara seperti Malaysia, Korea, Belanda, dan Cina yang tinggi mencapai 762 412 509 kg pada tahun 2013 (Kementerian Pertanian 2013).

Perkebunan kelapa Indonesia sebagian besar dikelola oleh perkebunan rakyat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2012) jumlah luas areal perkebunan rakyat untuk kelapa pada tahun 2012 mencapai 3 744.8 ha dengan jumlah produksi sebesar 3 135.5 ribu ton. Perkebunan kelapa yang digarap oleh petani mencapai 98 persen dari total areal perkebunan kelapa Indonesia (Suryana 2006). Perkebunan rakyat umumnya memiliki luasan yang berbeda-beda dengan sebaran yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan keberadaan pohon kelapa tersebar di berbagai wilayah.

Produksi kelapa yang tinggi akan menyebabkan tingginya produksi limbah sabut kelapa. Satu butir kelapa mampu menghasilkan sabut kelapa sebesar 35 persen dari jumlah bobot butir kelapa (Putra 2011). Apabila jumlah produksi kelapa di Indonesia mencapai 3 135.5 ribu ton maka jumlah produksi sabut sebesar 1 097.4 ribu ton.

Produksi sabut kelapa yang tinggi menjadikan sabut kelapa sebagai salah satu komoditas ekspor dunia. Adapun kegiatan ekspor produk sabut kelapa sudah berjalan di Indonesia. Berikut ini merupakan data ekspor produk sabut kelapa Indonesia ke berbagai negara tahun 2008 sampai Juli 2014 tersedia dalam Tabel 1.

Tabel 1 Ekspor produk sabut kelapa Indonesia tahun 2008-2014

Tahun

Nilai produk (US$) Raw coir

coconut fibres

Coir coconut fibres processed

Floor covering of coconut fibres (coir) not tufted or

flocked

2008 609 245 1 989 529 135 353

2009 2 519 383 3 098 518 61 273

2010 5 243 962 3 824 555 28 230

2011 10 115 130 6 228 817 34 214

2012 6 515 855 7 603 051 1 021

Jan-Jul 2013 1 954 559 2 458 115 1 532

Jan-Jul 2014 2 207 877 3 477 271 3 300

Perubahan (%) 14/13 12.96 41.46 115.40

Trend (%) 09-13 7.50 12.09 -41.19

Sumber : Dit. Ekspor Tanhut Kemendag (2014)

(16)

Berdasarkan data dari Direktorat Ekspor Tanhut Kementerian Perdagangan (2014) yang tersedia pada Tabel 1, produk turunan sabut kelapa yang diproduksi Indonesia terdiri dari tiga produk yaitu raw coir coconut fibres (serat sabut kelapa mentah), coir coconut fibres processed (serat sabut kelapa olahan), dan floor covering of coconut fibres (coir) not tufted or flocked (penutup lantai dari serat sabut kelapa yang tidak berumbai). Ketiga produk turunan sabut kelapa tersebut diekspor ke berbagai negara di dunia.

Berdasarkan Tabel 1 tersebut bahwa ekspor produk sabut kelapa kebanyakan adalah serat sabut kelapa bukan serbuk sabut kelapa. Padahal dalam pengolahan sabut kelapa juga menghasilkan bahan sisa berupa serbuk yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dimanfaatkan dengan baik. Pemanfaatan limbah sisa sabut kelapa yaitu serbuknya dapat dijadikan peluang usaha yang menguntungkan. Limbah sisa pengolahan sabut kelapa dapat dimanfaatkan sebagai media tanam dalam pertanian yang dikenal dengan nama cocopeat.

Cocopeat merupakan produk sampingan dari cocofiber (serat sabut kelapa) yang komposisinya banyak terdapat pada butir sabut kelapa. Berdasarkan penemuan Malingkay (2007), pengolahan sabut kelapa menjadi serat sabut kelapa menghasilkan 35 persen serat sabut kelapa dan 65 persen debu sabut kelapa atau serbuk sabut kelapa.

Permintaan serbuk sabut kelapa (cocopeat) dari pasar internasional sangat tinggi. Permintaan ekspor untuk cocopeat berasal dari Negara Inggris, Jerman, Jepang, Belgia, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Australia, dan Cina.

Berdasarkan pernyataan Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia1 (AISKI 2013) Indonesia saat ini hanya mampu berkontribusi sekitar 10 persen dalam memenuhi kebutuhan sabut kelapa dunia yang mencapai 500 000 ton per tahun. Sedangkan Srilanka dan India mampu memasok 70 persen kebutuhan sabut kelapa dunia.

Dengan demikian, usaha pengolahan cocopeat ini diharapkan dapat memenuhi kekurangan 20 persen kebutuhan pasar karena potensi produksi kelapa Indonesia yang tinggi.

Pemanfaatan cocopeat adalah sebagai media rumput lapangan golf, animal bed, filter air biologi, menyerap tumpahan minyak, dan media tanam hidroponik dengan berbagai keunggulan dibanding media lain. Menurut Foale (2003), serbuk sabut kelapa yang tidak berguna dapat menjadi campuran media tanam hortikultura karena dapat menyimpan kelembaban yang tinggi.

Media tanam cocopeat yang berada di pasar internasional umumnya berupa cocopeat balok. Keunggulan media tanam cocopeat balok adalah ringan, praktis, dan mudah dibawa. Kebutuhan masyarakat moderen yang serba instan membuat media cocopeat kian digemari. Selain praktis dan ringan, cocopeat balok mudah didistribusikan. Karena itu, media tanam cocopeat balok akan menjadi alternatif media tanam praktis yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat sekarang ini.

Pengembangan unit usaha cocopeat memerlukan bahan baku utama berupa sabut kelapa. Dengan demikian, usaha pengolahan cocopeat harus didirikan di wilayah yang memiliki sumber bahan baku berupa kelapa. Salah satu wilayah penghasil kelapa yang potensial di Indonesia adalah Jawa Barat. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (2013), produktivitas kelapa di Jawa Barat pada tahun

1 Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI). 2013. http://m.facebook.com/BPP (diacu tanggal 30 April 2015)

(17)

2012 sebesar 1 374 kg per hektar. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang masuk dalam enam besar produsen kelapa tertinggi di Jawa Barat dengan produksi mencapai 16 208.4 ton lebih besar dari produksi rata-rata produksi kelapa Indonesia sebesar 3 132.8 ton (BPS 2012).

Bisnis pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok dapat dikembangkan dengan pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur).

Keberadaan wirakop penting karena letak perkebunan kelapa rakyat tersebar secara luas (Suryana 2006) sehingga dibutuhkan sosok yang dapat menjembatani terkumpulnya bahan baku sabut kelapa. Peran wirakop dalam menghasilkan tingkat produksi yang lebih tinggi sehingga meningkatkan bargaining power dari petani dalam hal peningkatan nilai jual cocopeat juga sangat dibutuhkan. Peran wirakop dalam peningkatan volume penjualan cocopeat dilakukan melalui kerja sama dengan seluruh petani kelapa.

Usaha pengolahan cocopeat balok akan dijadikan sebagai unit usaha koperasi dengan bantuan wirakoperasi. Hal tersebut didasarkan pada keberadaan koperasi di Bogor yang belum memiliki unit usaha di bidang pengolahan cocopeat.

Padahal, berdasarkan data dari BPS (2012) Kabupaten Bogor memiliki potensi produksi kelapa yang tinggi.

Dengan peluang tersebut maka perlu dilakukan perencanaan bisnis cocopeat agar dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat petani kelapa di Kabupaten Bogor. Analisis kelayakan usaha perlu dilakukan agar para investor tertarik untuk menginvestasikan dananya pada usaha pengolahan cocopeat.

Perencanaan bisnis akan mengacu pada salah satu perusahaan pengolah sabut kelapa yang ada di Cilodong, Kabupaten Depok, Jawa Barat yaitu CV Serat Kelapa. Pemilihan CV Serat Kelapa sebagai acuan dalam pendirian unit usaha dikarenakan belum adanya perusahaan pengolah cocopeat di Kabupaten Bogor.

Perusahaan CV Serat Kelapa ini telah melakukan pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat curah. Karena itu, perusahaan CV Serat Kelapa dapat dijadikan acuan dalam mendirikan unit usaha pengolahan cocopeat balok.

Perumusan Masalah

Serbuk sabut kelapa atau cocopeat memiliki potensi yang besar dalam dunia pertanian. Pemanfaatannya sebagai media tanam terbaik dapat menjadikan cocopeat sebagai produk yang bernilai jual tinggi. Berdasarkan penelitian Khotimah et al. (2008) cocopeat sebagai media tanam lebih menarik di mata konsumen dibanding media yang lain. Hal tersebut membuktikan bahwa cocopeat memiliki peluang pasar yang baik.

Industri pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat belum berkembang dengan baik di Indonesia. Hal tersebut disebabkan kualitas dan kuantitasnya yang belum memenuhi kebutuhan pasar. Saat ini kebutuhan pasokan masih dipenuhi oleh negara-negara seperti Srilangka dan India yang dapat menghasilkan produk cocopeat dengan standar mutu dan jumlah yang memadai. Berdasarkan kasus pada CV Serat Kelapa, pengolahan cocopeat hanya sampai pada cocopeat curah.

Sedangkan kebutuhan dunia memerlukan cocopeat dalam bentuk cocopeat balok.

(18)

Oleh sebab itu, diperlukan teknologi yang memadai dalam pengolahan cocopeat menjadi cocopeat balok.

Tingkat teknologi dan pengetahuan dari petani kelapa menjadi halangan dalam memasuki pasar industri cocopeat baik di pasar domestik maupun pasar luar negeri. Petani kelapa belum memanfaatkan sabut kelapa dengan baik.

Kebanyakan hanya mengolahnya menjadi barang kerajinan dan sebagian lagi dibuang bahkan dibakar. Padahal sabut kelapa dapat diolah menjadi cocopeat yang memiliki nilai jual yang baik dan menciptakan nilai tambah dari sabut kelapa.

Selain itu, sentralisasi komoditas kelapa belum terbentuk dengan baik.

Terbukti dengan jumlah perkebunan kelapa yang didominasi perkebunan rakyat.

Hal tersebut tercermin dari luas perkebunan rakyat kelapa mencapai 98 persen atau 3.74 juta hektar (Balai Koordinasi Penanaman Modal 2009). Oleh karena itu, ketersediaan kelapa tidak terpusat pada satu kelompok masyarakat saja melainkan tersebar di seluruh wilayah. Belum adanya sentralisasi komoditas kelapa menyebabkan ikatan antara petani kelapa belum terbentuk yang membuat posisi tawar petani kelapa menjadi rendah.

Wilayah di Jawa Barat yang memiliki produksi kelapa yang tinggi adalah Kabupaten Bogor. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2012), jumlah produksi kelapa di Kabupaten Bogor mencapai 16 208.4 ton dengan luas panen 6 726.6 ha. Jumlah produksi ini lebih besar dibandingkan jumlah produksi rata-rata kelapa di Indonesia yakni 3 132.8 ton (BPS 2012). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Bogor (2012), produksi kelapa di Kabupaten Bogor tersebar di berbagai wilayah. Berikut ini merupakan data tentang produksi kelapa di lima Kecamatan penghasil kelapa tertinggi di Kabupaten Bogor tersedia dalam Tabel 2.

Rincian lebih lengkap terdapat di Lampiran 1.

Tabel 2 Wilayah penghasil kelapa terbesar di Kabupaten Bogor tahun 2012

Kecamatan Kelapa

Luas (Ha) Produksi (Ton)

Ciampea 485.76 1167.88

Leuwiliang 466.56 1059.68

Rumpin 404.10 997.65

Cibungbulang 463.41 983.03

Kalapa nunggal 367.95 923.22

Total produksi Kabupaten Bogor 6726.61 16208.4

Sumber: BPS Kabupaten Bogor (2012)

Letak geografis dari empat kecamatan di Kabupaten Bogor tersebut sangat berdekatan, yaitu Ciampea, Leuwiliang, Cibungbulang, dan Rumpin. Oleh karena itu, ke-4 wilayah tersebut dapat dijadikan sentra produksi tanaman kelapa beserta produk turunan dari kelapa.

Tersebarnya letak dan posisi perkebunan kelapa di Bogor mengakibatkan jumlah produksi setiap wilayah hanya sedikit. Akan tetapi, apabila jumlah seluruh produksi kelapa tersebut digabungkan menjadi satu akan menghasilkan tingkat produksi yang tinggi. Kendala transportasi yang mahal dapat diatasi dengan

(19)

pendekatan pusat produksi kelapa. Menurut Indonesian Commercial Newsletter (2011) banyak lokasi perusahaan pengolah kelapa yang mendekati wilayah sentra kelapa utamanya di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi, dan Sumatera.

Berdasarkan kondisi tersebut maka diperlukan penanganan yang serius terkait dengan industri pengolahan kelapa dan produk turunannya. Berbagai kendala tersebut dapat ditangani dengan konsep wirakoperasi (cooperative entrepreneur). Wirakoperasi merupakan konsep, sedangkan orang yang menjalankan disebut wirakop. Wirakoperasi berbeda dengan entrepreneur lain (Baga et al. 2007). Wirakop merupakan seseorang yang memiliki kemampuan menjadi mediator dalam memecahkan permasalahan antara lingkungan bisnis dan sosial masyarakat.

Wirakop dapat membentuk sebuah kelembagaan yang dapat menampung sabut kelapa dari berbagai wilayah dan mengolahnya menjadi cocopeat dengan bantuan dari petani. Wirakop membutuhkan petani dalam memasok bahan baku sabut kelapa dikarenakan tidak memiliki keunggulan dalam memproduksi bahan baku. Sedangkan petani membutuhkan wirakop karena memiliki potensi yang baik dalam menjembatani petani dengan pasar. Di sisi lain, petani dapat meningkatkan posisi tawarnya dan memenuhi permintaan pasar sesuai standar mutu dengan bantuan wirakop.

Sosok wirakop akan berjalan bersama-sama dengan ribuan petani anggota untuk memajukan industri cocopeat. Adanya wirakop akan menjadikan input produksi berupa sabut kelapa yang awalnya tersebar akan membentuk daerah sentra produksi karena memiliki anggota yang tersebar di seluruh wilayah.

Wirakop akan mengembangkan sumberdaya yang dimiliki anggotanya baik berupa bahan baku sabut kelapa maupun sumberdaya manusia dalam mengelola usaha secara bersama-sama.

Petani kelapa tidak akan melakukan usaha pengolahan serbuk sabut kelapa secara individu. Selain bahan baku yang tidak mencukupi, kemampuan akses terhadap pasar yang kurang membuat petani tidak akan memiliki posisi tawar yang tinggi. Wirakop dibutuhkan untuk menjembatani petani yang memiliki produksi sabut kelapa yang kecil dan menjadikannya kelompok usaha bersama dalam wadah koperasi agar mendapatkan nilai tambah, posisi tawar, dan harga jual yang kompetitif. Dengan demikian, produk cocopeat dapat memenuhi kebutuhan pasar baik domestik maupun internasional yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani kelapa. Karena itu, penerapan konsep cooperative entrepreneur dalam menciptakan usaha pengolahan serbuk sabut kelapa (cocopeat) perlu dijalankan.

Dari penjelasan tersebut, perumusan masalah yang dapat diajukan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah rencana bisnis pengolahan cocopeat balok sebagai unit usaha koperasi dapat memberikan keuntungan apabila dijalankan?

2. Seberapa jauh bisnis cocopeat balok akan memberikan keuntungan apabila dikelola secara bersama dengan pendekatan wirakoperasi?

(20)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui keuntungan usaha pengolahan cocopeat balok apabila dikelola dalam unit usaha koperasi.

2. Mendeskripsikan keuntungan yang diperoleh dari usaha pembuatan cocopeat apabila dikelola secara bersama dengan pendekatan wirakoperasi.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat bagi petani kelapa adalah mengetahui keuntungan yang diperoleh dengan adanya usaha pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok melalui unit usaha koperasi.

2. Manfaat bagi masyarakat adalah mengetahui keuntungan usaha pembuatan cocopeat apabila dikelola secara bersama dengan pendekatan wirakoperasi.

Ruang Lingkup

Penelitian ini akan membahas tentang usaha pengolahan serbuk sabut kelapa (cocopeat) sebagai salah satu produk yang memanfaatkan limbah pengolahan sabut kelapa dengan menggunakan pendekatan perencanaan bisnis berbasis wirakoperasi (cooperative entrepreneur) yang akan didirikan di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Perencanaan bisnis yang dilakukan berupa pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat dalam bentuk balok yang siap diekspor sesuai standar mutu yang telah ditetapkan. Akan tetapi, terdapat keterbatasan data mengenai permintaan dan penawaran cocopeat secara internasional maka digunakan pendekatan dengan negara produsen terbesar yaitu India dan Srilangka.

Data tentang potensi tanaman kelapa terbatas hanya diperoleh dari pengamatan lapang wilayah Bogor barat yaitu Leuwiliang, Ciampea, dan Cibungbulang. Sedangkan data permintaan menggunakan pendekatan data ekspor produk olahan sabut kelapa dari Kementerian Perdagangan dan juga data perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama. Kegiatan perdagangan dilakukan ke luar negeri dengan ekspor. Ekspor dilakukan dengan metode Free on Board (FOB) kepada semua konsumen antar negara.

Usaha pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat balok ini merupakan salah satu dari unit usaha koperasi. Detail pendirian dan pengelolaan koperasi tidak dibahas dalam penelitian ini. Pembahasan terfokus pada unit usaha yang akan dijalankan. Aspek perencanaan bisnis yang digunakan dalam usaha pembuatan

(21)

cocopeat balok meliputi aspek produk, aspek pasar, aspek manajemen dan organisasi, aspek operasional, aspek kerja sama kooperatif, aspek finansial, dan aspek manajemen risiko. Sebagian besar aspek tersebut diperoleh berdasarkan pada hasil pengamatan di CV Serat Kelapa yang beralamat di Kecamatan Cilodong, Kabupaten Depok dengan penyesuaian pada tahun sekarang.

TINJAUAN PUSTAKA

Cocopeat merupakan limbah dari kelapa berupa serbuk dari sabut kelapa.

Pada umumnya, setiap pabrik pengolah sabut kelapa terdapat limbah yang disebut serbuk sabut kelapa. Keberadaan serbuk atau debu ini dapat menjadi bahan pencemar lingkungan jika tidak dilakukan pengolahan (Abidin et al. 2005).

Serbuk sabut kelapa akan menumpuk di lokasi pengolahan sabut kelapa. Padahal, serbuk sabut kelapa ini mempunyai nilai yang tinggi apabila dilakukan pengolahan dengan benar. Salah satunya adalah dimanfaatkan menjadi cocopeat balok.

Hasil samping dari produksi sabut kelapa adalah cocopeat. Setiap 1 butir sabut kelapa akan menghasilkan 0.39 kilogram serbuk sabut kelapa. Tidak hanya volumenya yang besar, serbuk tersebut juga memiliki potensi yang besar. Serbuk sabut kelapa tersebut akan memiliki nilai ekonomi yang tinggi apabila telah dilakukan proses penyaringan dan pengeringan dengan teknologi pengemasan yang memenuhi standar mutu yang diinginkan konsumen (Putra 2011).

Pemanfaataan serbuk sabut kelapa telah terjadi di Batang Jawa Tengah menjadi pengisi pada produk kerajinan plastik (Abidin et al. 2005). Hal tersebut sebagai upaya dalam mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah debu atau serbuk sabut kelapa. Dengan demikian, serbuk sabut kelapa dapat memiliki nilai jual. Apabila ketersediaan serbuk sabut kelapa sangat melimpah maka diperlukan upaya untuk mengatasinya dengan usaha yang lebih luas.

Pemanfaatan serbuk sabut kelapa bisa dilakukan dengan mengubahnya menjadi cocopeat balok. Salah satu kegunaan cocopeat adalah sebagai media tanam. Media tanam yang menggunakan serbuk sabut kelapa memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan media tanah. Berdasarkan penelitian Hasriani et al. (2013) media cocopeat memiliki daya simpan air yang sangat tinggi sehingga cocok untuk daerah yang sering mengalami kekeringan. Selain itu, bobot kering dari media cocopeat lebih ringan daripada media lain sehingga lebih mudah dalam pendistribusiannya. Pemanfaatan cocopeat yang lain yaitu dapat digunakan sebagai pelapis lapangan golf, hardboard, furfural, media ternak cacing, dan juga isolator listrik.

Industri serbuk sabut kelapa tidak hanya bermanfaat secara ekonomi dan lingkungan tapi juga sosial. Industri serbuk sabut kelapa ini tentunya akan membutuhkan tenaga kerja dalam mengelola usahanya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa industri serbuk sabut kelapa akan menyerap tenaga kerja.

Industri serbuk sabut kelapa telah ada di Indonesia, namun perkembangannya

(22)

belum sebaik industri serat sabut kelapa. Berikut ini merupakan alur pembuatan produk dari sabut kelapa yang berkembang dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: www.dekindo.com

Gambar 1 Alur pembuatan produk dari sabut kelapa

Saat ini, pangsa pasar industri serbuk sabut kelapa lebih besar untuk pasar ekspor dengan raw material. Sedangkan pengolahan serbuk sabut kelapa lebih lanjut masih jarang. Selain itu, potensi pasarnya di dalam negeri Indonesia belum optimal sehingga pasarnya lebih besar untuk pasar ekspor.

Perkembangan industri cocopeat mendapatkan respon yang positif dari masyarakat. Berdasarkan penelitian Khotimah et al. (2008) diperoleh hasil bahwa cocopeat sebagai media tanam lebih menarik di mata konsumen dibanding media yang lain. Oleh karena itu media tanam dari cocopeat dapat dikembangkan lebih lanjut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Setiadi (2001), menyatakan bahwa kualitas serbuk sabut kelapa tidak ditentukan oleh kapasitas mesin tetapi oleh kesegaran sabut. Sabut yang segar menghasilkan serbuk yang kadar airnya lebih tinggi daripada sabut tidak segar.

Sedangkan berdasarkan analisis finansial yang telah dilakukan industri sabut kelapa pada penelitian Setiadi (2001), usaha ini layak dijalankan. Namun industri tersebut sensitif terhadap penurunan harga jual produk daripada pengaruh kenaikan biaya variabel. Hal serupa juga terjadi pada penelitian Adiyati (1999) yang menyatakan bahwa industri media tanam lempengan dari serbuk sabut kelapa layak untuk dijalankan. Perusahaan tetap layak dijalankan apabila terjadi perubahan kenaikan harga variabel sampai 25 persen dan penurunan harga jual sebesar 16 persen.

Berbagai kesulitan mengenai usaha pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat dapat diatasi dengan pendekatan wirakoperasi. Wirakoperasi merupakan seseorang yang berperan sebagai katalisator dalam melaksanakan sebuah bisnis di masyarakat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Baga (2011), menyatakan bahwa peran wirakoperasi lebih kompleks daripada wirausaha lainnya. Peran kompleks tersebut artinya tidak hanya mengejar keuntungan secara finansial tapi juga sosial. Wirakoperasi tidak hanya berusaha untuk menyukseskan usahanya sendiri tapi juga usaha para petani yang mengikut dibelakangnya. Hal tersebut karena pengembangan agribisnis di Indonesia akan sulit dikembangkan jika berjalan sendiri-sendiri sehingga butuh peran wirakoperasi sebagai pihak

Sabut

Serat

Serbuk

Cocopeat

Kompos

Furfural Isolator Hardboard

(23)

yang dapat melakukan sinergisitas (zero sum game). Menurut Baga (2011), wirakoperasi digambarkan sebagai karakter dengan locus of control yang sangat internal mempunyai need for achievement dan sikap altruism yang tinggi, perilaku kepemimpinan yang efektif dan seimbang.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Perilaku, Peran, dan Kinerja Wirakoperasi

Wirakoperasi merupakan suatu konsep tentang sikap wirausaha yang memahami sistem dan prinsip koperasi sehingga dapat mengembangkan suatu unit usaha koperasi. Berdasarkan Seminar Nasional tentang Kurikulum Kewirausahaan Koperasi tahun 1993 mendefinisikan bahwa kewirakoperasian merupakan suatu sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama.

Sedangkan berdasarkan Soedjono dalam Baga et al. (2009), cooperative entrepreneur atau yang dikenal dengan wirakoperasi merupakan orang yang memahami dan menghayati hakekat dan prinsip-prinsip koperasi dan berupaya melaksanakan secara konsisten dalam mengembangkan koperasi. Wirakoperasi berbeda dengan entrepreneur lain (Baga et al. 2009). Perbedaan tersebut diakibatkan perbedaan kebutuhan dalam hal peluang dan tantangan yang dihadapi.

Menurut Soedjono dalam Baga et al. (2009), peran wirakoperasi lebih kompleks karena bersama dengan banyak anggotanya. Ia akan bekerja bersama seluruh anggota koperasi untuk memajukan usahanya.

Menurut Baga et al. (2009) seorang wirakoperasi dituntut memberikan perhatian yang seimbang terhadap pengembangan aspek bisnis dan juga aspek organisasi koperasinya. Maka keberhasilan koperasi tidak hanya dinilai dari pengembangan bisnis yang baik tetapi juga keorganisasian koperasi yang baik pula.

Berdasarkan Baga et al. (2009) peran wirakoperasi tidak terlepas dari tujuan utamanya yaitu dalam meningkatkan kesejahteraan anggota dengan cara:

1. Menjaga loyalitas anggota dan memotivasi untuk terus berpartisipasi aktif dalam aktivitas koperasi.

2. Meningkatkan kualitas anggota koperasi baik secara individu maupun kelompok.

3. Menjaga kemurnian jati diri koperasi, khususnya prinsip dan nilai koperasi.

4. Penggunaan segala sumberdaya secara optimal dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota.

(24)

Baga et al. (2009) menambahkan bahwa selain peran tersebut kehadiran wirakoperasi juga terkait dengan kebutuhan untuk menemukan dan melaksanakan peluang koperasi yang biasa disebut efek koperasi. Efek koperasi adalah selisih manfaat apabila anggota bergabung dengan koperasi dibandingkan tidak bergabung menjadi anggota koperasi.

Menurut Ropke dalam Baga et al. (2009), wirakoperasi terdiri dari empat tipe dalam memulai usaha koperasi. Keempat tipe wirakoperasi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Wirakoperasi anggota, yaitu seorang anggota yang mampu menemukan dan memanfaatkan peluang yang ada untuk pertumbuhan koperasi. Akan tetapi kemungkinan akan hal ini sangat kecil karena kemampuan anggota dalam inovasi masih rendah.

2. Wirakoperasi manajer, yaitu manajer sebagai pelaksana dan penanggung jawab kegiatan operasional. Keberadaan manajer dalam koperasi sebagai seorang wirakoperasi tetap diperlukan untuk menciptakan peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan guna meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi.

3. Wirakoperasi birokrasi, yaitu pihak yang terlibat secara tidak langsung dalam pengembangan gerakan koperasi dan memacu perkembangan koperasi.

4. Wirakoperasi katalis, yaitu pihak yang berkompeten untuk mengembangkan koperasi walaupun tidak mempunyai hubungan langsung dengan koperasi.

Teori Perencanaan Bisnis

Perencanaan bisnis diperlukan untuk mengikuti perkembangan dan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat di masa mendatang (Firdaus 2008).

Tanpa adanya perencanaan perusahaan akan melakukan cara yang ekstrem untuk menghindari kerugian. Masalah yang dihadapi perusahaan akan sangat kompleks dan memiliki cakupan yang luas seperti perluasan pabrik, pasar, atau produk.

Berdasarkan Firdaus (2008) konsep perencanaan ada tiga, yaitu:

1. Perencanaan secara keseluruhan: mencakup penentuan tujuan umum perusahaan dalam jangka panjang dan pengembangan strategi jangka panjang.

Masalah utama yang ada mencakup masalah keuangan, produksi, kebutuhan tenaga kerja, penelitian, dan pengembangan, serta penentuan sasaran pasar dan program pemasarannya.

2. Perencanaan pemasaran: mencakup pengembangan program jangka panjang untuk masalah yang luas dalam bauran pemasaran.

3. Rencana pemasaran tahunan: mencerminkan proses perencanaan yang berjalan untuk satu periode waktu. Manajemen mengembangkan rencana induk yang mencakup kegiatan pemasaran setiap tahunnya.

Berdasarkan Miller (2008) rencana bisnis akan memberikan arahan strategis bagi keberlangsungan perusahaan. Rencana dapat mendeskripsikan tujuan dan cara mencapai target perusahaan dengan mengikuti rencana bisnis yang telah dituliskan. Menurut Miller (2008) ada dua alasan utama menciptakan rencana bisnis yaitu:

1. Mengartikulasikan arah strategis bisnis.

2. Mengomunikasikan arah strategis tersebut kepada orang lain atau perusahaan yang akan menyediakan dana bisnis (investor potensial).

(25)

Rencana bisnis disusun oleh perusahaan untuk memberikan gambaran usaha bagi kelompok sasaran yaitu pelanggan, karyawan, dan investor (Miller 2008).

Rencana bisnis dapat memberikan pengetahuan kepada pelanggan tentang misi dan pesan perusahaan. Rencana bisnis dapat menjadi sarana pemasaran untuk membangun kredibilitas perusahaan. Bagi karyawan, rencana bisnis dapat memberikan informasi tentang arah dan tujuan perusahaan. Sedangkan bagi investor, rencana bisnis mengandung semua informasi yang dibutuhkan oleh investor untuk mengambil keputusan terkait pendanaan. Informasi tersebut baik berupa bisnis yang akan dijalankan beserta pasarnya, rencana dan strategi mencapai target, bahkan informasi tentang orang yang akan melakukan bisnis (Miller 2008). Melalui informasi tersebut investor akan dapat menentukan ada atau tidaknya pendanaan bagi bisnis yang akan dilakukan.

Rencana Pemasaran

Pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang terdapat individu atau kelompok dalam mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Asmarantaka 2012). Rencana pemasaran harus disusun dengan tepat agar dapat mencapai tujuan usaha yang dijalankan.

Berdasarkan Asmarantaka (2012), rencana pemasaran membahas tentang analisis target pasar dan bauran pemasaran. Analisis target pasar terdiri atas segmentasi pasar (segmenting), target pasar (targeting), dan posisi pasar (positioning). Penjelasan masing-masing komponen adalah sebagai berikut.

1. Segmentasi pasar

Segmen pasar merupakan kelompok pelanggan yang memiliki keinginan yang sama atau karakteristik yang homogen. Melalui segmen pasar tersebut perusahaan akan membagi pasar menjadi kelompok tertentu. Setiap kelompok tersebut akan membutuhkan produk dan strategi yang berbeda. Asmarantaka (2012) mengelompokkan segmen pasar berdasarkan: geografi (wilayah, ukuran kota, perkotaan, daerah pinggiran, dan pedesaan), demografi (usia, jenis kelamin, siklus hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, dan suku), dan perilaku (peristiwa, manfaat, status pemakai, dan sikap terhadap produk). Selain itu, segmen pasar harus efektif dengan karakteristik pasar dapat diukur, segmen relatif besar, dapat dijangkau secara efektif, segmen dapat dibedakan, dan antar segmen dapat diambil tindakan.

2. Target pasar

Target pemasaran merupakan kelompok dari pelanggan baik masyarakat atau organisasi yang akan langsung dituju dalam program pemasaran produk perusahaan. Berdasarkan Kotler dan Susanto dalam Asmarantaka (2012), ada lima pola pemilihan pasar sasaran yaitu konsentrasi tunggal, spesialisasi selektif, spesialisasi produk, spesialisasi pasar, dan cakupan seluruh pasar.

3. Posisi pasar

Analisis posisi pasar merupakan tanggapan konsumen atau pelanggan terhadap posisi produk atau merek tertentu dibandingkan dengan merek lain.

Penentuan posisi pasar berdasarkan pengakuan konsumen bahwa produk

(26)

memiliki karakteristik yang diinginkan, dibutuhkan, dan dirasakan oleh konsumen.

Sedangkan bauran pemasaran terdiri dari aspek produk (product), harga (price), tempat dan distribusi (place), serta promosi (promotion). Adapun penjelasan mengenai bauran pemasaran adalah sebagai berikut.

1. Produk

Produk merupakan titik sentral dari pemasaran. Bauran produk adalah kombinasi dari produk yang dihasilkan perusahaan sehingga dapat memperoleh keuntungan (Asmarantaka 2012). Berdasarkan produk yang telah dihasilkan akan dianalisis produk yang dapat memberikan kepuasan konsumen sehingga perusahaan dapat menentukan segmen pasarnya. Hal-hal yang termasuk dalam atribut produk adalah kualitas, rasa, higienitas, halal, dan lainnya.

2. Harga

Penentuan harga produk sangat penting karena menentukan volume penjualan dan keuntungan perusahaan. Harga juga menentukan jumlah permintaan konsumen. Hal-hal yang termasuk dalam bauran harga yaitu daftar harga, potongan harga, jangka pembayaran, harga eceran, harga grosir, dan jangka waktu pembayaran atau kredit. Penentuan harga ada beberapa cara yaitu:

a. Berdasarkan biaya (cost plus), cara ini dilakukan dengan menambahkan marjin tetap terhadap biaya dasar (harga pembelian).

b. Berdasarkan ROI (Return On Investment), metode ini mirip dengan cost plus yang dilanjutkan dengan penambahan biaya pengembalian modal.

c. Penetapan harga bersaing, cara ini dengan memperhitungkan kondisi pasar atau harga pesaing. Artinya, penetapan harga akan mengikuti harga rata-rata pasar atau harga dari perusahaan yang dominan (market leader).

3. Tempat dan distribusi

Tempat dan distribusi produk merupakan lokasi dan upaya perusahaan menjangkau pelanggan. Bauran lokasi dan distribusi mencakup lembaga yang menyalurkan produk, saluran yang dilalui, alat transportasi, cakupan wilayah, inventaris, dan waktu distribusi.

4. Promosi

Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tujuan menginformasikan, membujuk, mempengaruhi konsumen untuk membeli produk. Cara melakukan promosi dapat melalui berbagai media, yaitu televisi, majalah, koran, atau melalui mulut ke mulut (personal selling).

Dalam melakukan perencanaan pemasaran juga diperlukan adanya analisis pemasaran dan strategi pemasaran. Penjelasan mengenai analisis pemasaran dan strategi pemasaran adalah sebagai berikut.

1. Analisis Pemasaran

Pemasaran merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari petani (produsen primer) sampai ke konsumen akhir (Asmarantaka 2012). Mengalirnya produk mulai dari produsen ke konsumen tersebut menciptakan nilai guna dari suatu produk baik nilai bentuk, nilai tempat, nilai waktu, bahkan nilai kepemilikan.

Dalam pemasaran sebuah produk diperlukan sistem yang efisien.

Efisiensi pemasaran diukur dari tingkat kepuasan konsumen dan juga proses

(27)

produsen atau lembaga terlibat dalam mengalirkan produknya mulai produsen hingga konsumen akhir.

2. Strategi Pasar

Strategi pemasaran merupakan upaya untuk memadukan semua kegiatan dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi keinginan pelanggan sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan (Asmarantaka 2012).

Sedangkan menurut Miller (2008) strategi pasar merupakan cara mendeskripsikan perusahaan dalam mengejar peluang dalam melakukan beberapa aktivitas. Beberapa aktivitas tersebut adalah sebagai berikut.

a. Mengembangkan satu atau lebih produk maupun jasa baru untuk ditawarkan ke pasar.

b. Menetapkan pricing, packaging, dan positioning produk atau jasa tersebut secara unik.

c. Menempatkan produk atau jasa dengan jalur distribusi yang paling efektif dan sesuai dengan strategi penjualan.

d. Melakukan pemasaran dengan iklan dan promosi kepada konsumen sasaran.

Promosi ini bisa melalui pameran, katalog, maupun bentuk promosi lainnya.

Rencana Operasional Produksi Rencana Jumlah Produksi

Jumlah produksi dalam sebuah rencana produksi harus ditentukan agar dapat diketahui supply dan demand produk. Rencana jumlah produksi tersebut menyajikan penjelasan mengenai jumlah yang dapat mencapai titik impas dari suatu produk yang diproduksi. Rencana produksi juga akan mempengaruhi jumlah bahan baku, kapasitas mesin produksi, dan juga modal dari perusahaan.

Rencana Teknologi

Pemilihan teknologi dalam melakukan proses produksi memegang peranan penting akibat teknologi memberikan pengaruh bagi efektifitas produksi. Apabila terjadi kesalahan dalam pemilihan teknologi maka proses produksi bisa terhambat.

Teknologi yang perlu digunakan dalam proses produksi adalah teknologi pengurai sabut, pengayak, pengering, dan pengepres.

Teknologi pengurai sabut digunakan untuk memisahkan antara sabut kelapa dengan serbuk sabutnya. Serbuk sabut inilah yang nantinya akan digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan cocopeat balok. Selanjutnya dilakukan proses pengayakan serbuk sabut kelapa untuk memperoleh serbuk yang halus dan dikeringkan dengan mesin pengering. Sedangkan mesin pengepresan digunakan sebagai alat untuk membentuk cocopeat menjadi balok-balok yang mudah dikemas.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang melakukan proses produksi. Tenaga kerja yang melakukan seluruh proses kegiatan produksi usaha.

Tenaga kerja perlu direncanakan mulai dari jumlah, jenis pekerjaan, dan juga gaji yang akan dibayarkan. Jenis pekerjaan menuntut kualitas dan kuantitas pekerja

(28)

yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tenaga kerja harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Perencanaan Bahan Baku

Perencanaan bahan baku produksi berupa sabut kelapa dikumpulkan melalui petani kelapa yang menjadi anggota koperasi. Bahan baku kelapa yang berada di petani umumnya hanya sedikit, namun jumlah yang sedikit tersebut akan terkumpul banyak jika dilakukan dengan pendekatan wirakoperasi. Salah satu limbah yang dihasilkan dari produk turunan kelapa tersebut adalah sabut kelapa yang bisa diolah menjadi serbuk sabut kelapa (cocopeat). Sedangkan bagian dari kelapa lainnya akan dijual kepada perusahaan mitra pengolah produk turunan kelapa lainnya.

Perencanaan Lokasi dan Tata Letak

Pemilihan lokasi yang tepat dapat menjadikan proses produksi menjadi lebih efektif. Lokasi sebaiknya mendekati sumber bahan baku agar mampu menekan biaya produksi. Selain itu pemilihan lokasi bisa juga didasarkan pada pasar, tenaga kerja, sarana dan prasarana seperti air, listrik, dan transportasi.

Perencanaan tata letak bangunan juga harus dipertimbangkan mulai dari ruang produksi, penyimpanan, penjualan, dan yang lainnya agar usaha bisa berjalan secara baik.

Rencana Manajemen dan Organisasi

Kegiatan manajemen perusahaan pada dasarnya menjelaskan rencana organisasi dan tanggung jawab masing-masing pemegang personalia yang tergabung dalam perusahaan. Rencana organisasi tersebut digambarkan dalam sebuah bagan organisasi. Dalam rencana organisasi perlu mempertimbangkan hal- hal sebagai berikut.

Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha

Pengembangan sebuah perusahaan tidak terlepas dari adanya legalitas badan hukum dari pemerintah. Izin usaha tersebut tercermin dari bentuk perusahaan yang dapat berupa PT, CV, Firma, dan lainnya. Perizinan dalam bentuk SNI, NPWP, PIRT, dan sebagainya juga diperlukan. Tanpa adanya izin usaha dan bentuk usaha, suatu perusahaan tidak akan dapat memasarkan produknya dengan lancar.

Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan bagan yang menggambarkan susunan kepengurusan dengan disertai jabatan masing-masing personal. Struktur organisasi tersebut menunjukkan hubungan kerja antara satu pihak dengan yang lainnya yang tersusun secara terencana.

Deskripsi Kerja

Deskripsi kerja merupakan penjelasan dari pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing personal berdasarkan pada tanggung jawab dan jabatan yang

(29)

dimiliki. Masing-masing personal tersebut memiliki hak, kewajiban, dan tugas yang berbeda agar dapat bekerja secara baik.

Upah dan gaji

Upah dan gaji merupakan balas jasa atas usaha yang telah dilakukan oleh masing-masing pihak dalam struktur organisasi perusahaan. Upah dan gaji tersebut besarnya berbeda-beda sesuai dengan jabatan yang dimiliki dan juga sesuai batas upah minimum regional di setiap wilayah. Berbagai hal tersebut diperlukan dalam merancang sebuah usaha. Tanpa adanya rencana organisasi yang jelas sebuah usaha akan kesulitan membagi pekerjaan ke dalam jenis pekerjaan. Selain itu, status legal perusahaan diperlukan karena menyangkut badan hukum sebuah usaha.

Rencana Keuangan

Berdasarkan Nurmalina et al. (2010) aspek keuangan yang perlu direncanakan dalam bisnis adalah sebagai berikut.

Kriteria Investasi

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total present value penerimaan (benefit) dengan total present value pengeluaran (cost) atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0 (NPV>0).

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Sebuah bisnis dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR) atau tingkat suku bunga yang berlaku.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif.

Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai Net B/C rasio lebih besar dari 1 (Net B/C Rasio>1).

4. Payback Period (PP)

Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis finansial. Metode perhitungan ini digunakan untuk menghitung tingkat pengembalian modal bisnis tersebut.

Cash Flow

Laporan arus kas (cash flow) merupakan suatu laporan keuangan yang berisi pengaruh kas dari kegiatan operasi perusahaan, kegiatan investasi, dan juga kegiatan pendanaan perusahaan dalam satu periode produksi perusahaan. Laporan ini dapat dikatakan sebagai ringkasan penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan dalam satu periode produksi.

Laporan arus kas terdiri atas inflow dan outflow sebagai berikut.

(30)

1. Inflow

Inflow berisikan kegiatan transaksi yang menciptakan keuntungan pada kas. Arus kas inflow terdiri atas:

a. Hasil penjualan produk.

b. Penerimaan investasi saham.

c. Nilai sisa.

2. Outflow

Outflow merupakan arus kas yang berisi kegiatan yang mengakibatkan pengeluaran kas antara lain sebagai berikut.

a. Pengeluaran biaya bahan baku dan tenaga kerja, serta biaya produksi lain.

b. Biaya administrasi.

c. Pembelian aktiva tetap.

d. Pembayaran kembali investasi.

e. Pembayaran pajak, dividen, bunga, dan pengeluaran lainnya.

Laba Rugi

Laporan laba rugi perusahaan merupakan laporan yang menggambarkan kinerja perusahaan selama periode tertentu (Nurmalina et al. 2009). Dalam laporan laba rugi beberapa kegiatan yang dirangkum mencakup pendapatan dari penjualan produk, beban produksi yang dikeluarkan, beban yang timbul akibat pemasaran dan pendistribusian barang, dan beban keuangan dalam menjalankan bisnis.

Rencana Manajemen Risiko

Organisasi perusahaan selalu menanggung risiko dalam menjalankan usahanya. Risiko merupakan seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan (Muslich 2007). Sedangkan berdasarkan Siahaan (2009), risiko memiliki definisi yang sama dengan ketidakpastian (uncertainty).

Berdasarkan Siahaan (2009) risiko dibedakan menjadi risiko murni dan risiko spekulasi. Suatu risiko disebut murni jika suatu ketidakpastian terjadi dan menimbulkan kerugian. Misalnya produk mengalami kerusakan karena kebakaran, kebanjiran, atau bencana tak terduga lainnya seperti kematian. Sebaliknya risiko spekulasi merupakan ketidakpastian yang akan menimbulkan kerugian atau keuntungan. Misalnya keputusan untuk investasi dapat menimbulkan keuntungan tetapi juga dapat menimbulkan kerugian.

Cara lain yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan risiko adalah sejauh mana ketidakpastian berubah karena perubahan waktu (Siahaan 2009).

Berdasarkan pendekatan tersebut risiko dibedakan menjadi risiko statis dan risiko dinamis. Risiko statis bisa bersifat murni maupun spekulatif yang berasal dari masyarakat yang tidak berubah atau berada dalam keseimbangan stabil.

Sedangkan risiko dinamis timbul karena adanya perubahan dalam masyarakat baik murni maupun spekulatif.

Cara pengelompokan risiko yang lain yaitu dengan membedakannya menjadi risiko subjektif dan risiko objektif (Siahaan 2009). Risiko subjektif berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami keragu-raguan atau cemas akan suatu kejadian baik bersifat murni, spekulasi, statis, maupun dinamis.

(31)

Sedangkan risiko objektif adalah probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan sesuai pengalaman yang biasanya untuk risiko murni statis. Risiko objektif ini merupakan risiko yang mudah diamati secara akurat karena dapat diukur.

Setelah melakukan proses identifikasi risiko dan pengukuran risiko yang terjadi pada perusahaan tahap manajemen risiko selanjutnya adalah menangani risiko yang terjadi (Siahaan 2009). Dalam menghadapi risiko, perusahaan melakukan beberapa tindakan preventif untuk mencegah risiko. Akan tetapi ada pula perusahaan yang bersikap proaktif dan berani menanggung risiko usaha.

Perusahaan dapat menggunakan upaya mitigasi untuk mengalihkan risiko.

Berbagai tindakan dalam menangani risiko tersebut merupakan bagian dari manajemen risiko perusahaan. Manajemen risiko kini menjadi pertimbangan dan tidak dapat dihindarkan dari perusahaan (Muslich 2007).

Manajemen risiko merupakan proses sistematis mengelola (to manage) ancaman risiko (Siahaan 2009). Empat langkah dalam mengelola risiko adalah dengan identifikasi risiko, mengevaluasi risiko, menyeleksi tehnik manajemen risiko, dan pelaksanaan serta mengkaji ulang keputusan manajemen risiko.

Berdasarkan manajemen risiko tradisional manajemen risiko kerap dihubungkan dengan risiko murni. Risiko murni harus dihadapi perusahaan meskipun sulit diukur dan tidak berarti menghilang begitu saja. Perusahaan hanya kehilangan kesempatan untuk menyadari perlunya memiliki teknik terbaik dalam menangani risiko.

Namun, berdasarkan manajemen risiko yang baru atau integrated risk management dan enterprise risk management mencerminkan keinginan mengelola semua risiko baik risiko murni maupun spekulasi. Oleh karena itu sekarang muncul departemen khusus yang menangani risiko.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kerangka pemikiran operasional merupakan langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian. Langkah pertama yang dilakukan adalah identifikasi potensi. Indonesia merupakan salah satu penghasil kelapa tertinggi di dunia. Hal tersebut juga berdampak terhadap penyediaan limbah sabut kelapa yang banyak.

Salah satu cara pengolahan sabut kelapa adalah dengan menjadikannya cocopeat balok sebagai media tanaman. Cocopeat balok dari sabut kelapa terbukti memiliki keunggulan dibanding media tanam yang lain. Hal tersebut mengakibatkan permintaan cocopeat balok yang semakin tinggi.

Langkah selanjutnya yaitu dengan mengidentifikasi permasalahan riset yang ada. Seperti yang kita ketahui bahwa ketersediaan limbah serbuk sabut kelapa yang melimpah dapat menimbulkan pencemaran apabila tidak diolah dengan baik.

Padahal serbuk sabut kelapa (cocopeat) dapat diolah menjadi cocopeat balok sebagai media tanam alternatif yang memiliki nilai jual tinggi. Pengelolaan serbuk sabut kelapa tersebut menjadi cocopeat balok membutuhkan peran wirakoperasi mengingat keberadaan bahan baku yang tersebar. Selain itu, kebutuhan akan teknologi pengolahan yang sesuai standar mutu membuat peran wirakoperasi

(32)

semakin dibutuhkan. Alur pemikiran kerangka operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Rencana operasional penelitian Industrialisasi cocopeat balok dengan prinsip wirakoperasi.

Melakukan analisis nonfinansial meliputi aspek produk, operasional, manajemen dan organisasi, pemasaran, dan manajemen resiko.

Melakukan analisis finansial dengan kriteria investasi meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan Payback period.

Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi

di Kabupaten Bogor

 Indonesia merupakan salah satu penghasil kelapa tertinggi di dunia.

 Serbuk sabut kelapa dapat dimanfaatkan menjadi cocopeat yang bernilai jual tinggi.

 Permintaan cocopeat balok di luar negeri sangat tinggi.

 Keberadaan perkebunan kelapa yang tersebar dan terpisah-pisah.

 Serbuk sabut kelapa di tingkat petani kurang dimanfaatkan dengan baik.

Belum berkembangnya produksi cocopeat dalam negeri dan belum terpenuhinya permintaan pasar.

Peran

wirakoperasi

(33)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, usaha pengolahan cocopeat belum berkembang dan belum memenuhi permintaan pasar. Kemudian, peran wirakoperasi nantinya yang akan membentuk usaha dalam wadah unit usaha koperasi. Dengan demikian dapat terbentuk industrialisasi cocopeat balok dengan prinsip wirakoperasi. Selanjutnya dilakukan analisis finansial dan nonfinansial terkait usaha yang akan didirikan. Analisis finansial yang dilakukan yaitu analisis kelayakan investasi. Analisis kelayakan investasi dilakukan karena biaya investasi awal yang digunakan begitu besar dan keuntungan yang dicapai perusahaan belum bisa untuk menutupi biaya investasi. Oleh sebab itu, usaha tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek dan memerlukan beberapa periode produksi. Selain itu, nilai mata uang untuk sekian periode sudah berbeda sehingga diperlukan perhitungan kriteria investasi.

Setelah proses analisis finansial dan nonfinansial dilakukan, proses selanjutnya adalah pendirian bisnis pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok dengan pendekatan wirakoperasi. Pendekatan wirakoperasi diperlukan dalam rangka pengumpulan bahan baku dari petani ke unit usaha koperasi dan juga dalam menjembatani petani dengan pasar. Wirakoperasi bertugas mengelola usaha dan mencari pasar potensial untuk pemasaran produk.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Bogor barat tepatnya di Kecamatan Leuwiliang, Ciampea, dan Cibungbulang dengan melibatkan petani kelapa, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pertanian, Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K), dan juga perusahaan pengolah sabut kelapa yang ada di Jawa Barat. Perusahaan pengolah sabut kelapa yang dipilih adalah CV Serat Kelapa yang berlokasi di Cilodong, Kabupaten Depok. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan potensi wilayah yang tinggi dalam menghasilkan produk perkebunan kelapa. Pengambilan data dilakukan selama tiga bulan pada bulan Desember 2014 sampai Februari 2015 dalam pengambilan data.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Kedua data tersebut diperoleh dari keterangan petani kelapa dalam melakukan kegiatan usaha budi daya kelapa dan juga perusahaan yang mengolah sabut kelapa. Data kualitatif menyangkut kegiatan usaha dari mulai keadaan usaha, perkembangan, kegiatan budi daya, dan juga data lain yang berkaitan dengan

(34)

tujuan penelitian. Sedangkan data kuantitatif menyangkut hasil produksi kelapa, harga produk, penjualan, serta data lain yang berkaitan dengan penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada petani kelapa, pengusaha pengolah produk kelapa, serta instansi terkait seperti UPTD dan BP3K Leuwiliang. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Pusat, Badan Pusat Statistik Bogor, Dinas Pertanian Jawa Barat, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Pusat, buku, internet, dan literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan melakukan wawancara mendalam kepada setiap pihak terkait mulai dari petani, pihak Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K), Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pertanian setempat, dan juga pemilik usaha pengolahan sabut kelapa yang menjadi acuan. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling. Informasi yang telah diperoleh dalam proses pencarian data dari seluruh stakeholder yang terlibat selanjutnya dikumpulkan dan dijadikan dasar dalam menyusun perencanaan.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dengan mengkaji aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek produk, aspek operasional, aspek manajemen dan organisasi, aspek kerja sama kooperatif, dan aspek manajemen risiko. Sedangkan data kuantitatif dengan mengkaji aspek finansial berdasarkan kriteria investasi yaitu NPV, IRR, net B/C, dan payback period. Data kemudian diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007.

Analisis Non Finansial 1. Aspek Produk

Aspek produk menentukan karakteristik produk mencakup bentuk, mutu, penampilan, warna, dan kemasan produk. Produk cocopeat yang akan dibuat berbentuk balok dengan mutu sesuai standar mutu SNI 19-4791-1998 dengan SK Penetapan 102/BSN-I/HK/05/1998.

(35)

2. Aspek Operasional

Aspek operasional menyangkut analisis lokasi bisnis, skala usaha, pemilihan teknologi dan peralatan, proses produksi, dan layout perusahaan.

Dalam aspek teknis perlu memperhatikan karakter produk mencakup standar mutu dan kualitas produk, penyimpanan, pengemasan, dan pengiriman.

Rencana bisnis yang akan dilakukan merupakan bisnis pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok yang dapat dimanfaatkan sebagai media tanam. Pengolahan tersebut berupa penguraian, pengayakan, pengeringan, dan pengepresan sabut kelapa sehingga menghasilkan cocopeat balok. Setelah produk jadi maka dilakukan proses pengemasan sebelum produk dipasarkan.

3. Aspek Manajemen dan Organisasi

Aspek manajemen dan organisasi menyangkut pemilihan bentuk badan usaha, perizinan bisnis, kepemilikan, struktur organisasi, deskripsi masing- masing jabatan, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Dalam penyusunan struktur organisasi juga dilengkapi dengan deskripsi kerja, jumlah, serta juga penetapan upah dan gaji karyawan berdasar spesifikasi kerja yang telah dibuat.

4. Aspek Pemasaran

Rencana pemasaran menyangkut analisis potensi pasar dan strategi pasar.

Strategi pemasaran dilakukan dengan proses seleksi pasar (market selection) dan bauran pemasaran (marketing mix development). Seleksi pasar terdiri atas pengenalan peluang pasar, analisis pelanggan, dan market sasaran. Sedangkan bauran pemasaran terdiri atas product, price, place, dan promotion.

Dalam melakukan analisis pasar diperlukan analisis sebagai berikut.

a. Segmenting

Segmenting ialah membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok pembeli yang berbeda berdasarkan karakteristik yang membutuhkan bauran produk atau bauran pemasaran yang berbeda. Kelompok konsumen tersebut memiliki tanggapan yang sama terhadap usaha pemasaran. Dalam melakukan proses analisis segmen digunakan aspek demografis, geografis, psikografis, maupun perilaku.

b. Targeting

Proses targeting konsumen dilakukan dengan proses mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen pasar dan memilih segmen mana yang akan dimasuki. Pada tahap targeting ini pasar yang ditentukan harus responsive terhadap produk atau program pemasarannya, potensi penjualan yang luas, pertumbuhan yang baik, dan dapat dijangkau media pemasaran.

c. Positioning

Penempatan posisi perusahaan dengan melakukan pengaturan agar produk menempati tempat yang jelas, beda, dan diinginkan konsumen dibanding produk lain.

(36)

Analisis Finansial

a. Net Present Value (NPV)

Bisnis dapat dikatakan layak apabila terdapat selisih antara manfaat dan biaya yang besar, disebut manfaat bersih (Net Present Value). NPV sebuah bisnis harus lebih besar daripada nol (NPV>0) apabila ingin dikatakan layak.

Hal tersebut berarti bahwa bisnis memberikan keuntungan atau manfaat.

Perhitungan NPV dapat dilakukan dengan rumus matematis sebagai berikut.

∑ t t t

n

t

Keterangan:

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnist (t = 0, 1, 2, 3, ... n) i = Discount rate (%)

b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan rasio antara manfaat bersih positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Hal tersebut mencerminkan manfaat bersih yang menguntungkan bisnis dari setiap kerugian bisnisnya. Perhitungan Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut.

t ∑ t t

t nt

t t

t nt

Keterangan:

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = Discount rate (%) t = Tahun

c. Internal Rate of Return (IRR)

IRR dapat menunjukkan besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang dilakukan. IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV nol (Nurmalina et al. 2010). Sebuah bisnis disebut layak apabila IRR lebih besar daripada opportunity cost of capital (DR). Cara menghitung IRR dengan menginterpolasi discount rate yang rendah (NPV positif) dengan yang lebih tinggi (NPV negatif) sebagai berikut.

- - Keterangan:

I1 = Nilai percobaan pertama untuk discount rate positif I2 = Nilai percobaan kedua untuk discount rate negatif

Referensi

Dokumen terkait

Dari latar belakang masalah tersebut, sebagai tahap pertama dalam pembuatan Augmented Reality, dibuatlah aplikasi untuk mendeteksi papan acuan yang berupa tanda

Four grammar topics were selected, namely Regular Plural form, Sub- ject Pronoun, Auxiliary Verbs Do/Does, and Irregular Past Tense Verbs as they were deemed to be

pada hadis shadh harus dari perawi thiqah dan tidak ada sanad pendukung baginya. Bagi al-Shâ fi„ î hadis shadh adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi thiqah

19 Tahun 2005, namun PP tersebut juga mengatur bahwa setiap satuan pendidikan tinggi dapat melampaui kedelapan standar minimum tersebut dengan merumuskan/

yang dipergunakan untuk memperoleh jumlah dari dua bilangan. Pengurangan adalah kebalikan dari penjumlahan. Media yang digunakan dalam pembelajaran adalah media kartu

Setelah dilakukan uji asumsi data indeks pemberdayaan gender pada Kota/Kabupaten di Jawa Timur periode tahun 2010-2015, dapat dinyatakan bahwa data tersebut

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka peneliti menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara simultan dan parsial antara Budaya

Perilaku Konsumen, Ekawati Rahayu Ningsih, hlm.. melakukan transaksi pada Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang Jepara. Dari kesemuanya tersebut peneliti rasa