• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN STRES DAN STRATEGI KOPING IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK DIASUH ASISTEN RUMAH TANGGA. Abstrak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN STRES DAN STRATEGI KOPING IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK DIASUH ASISTEN RUMAH TANGGA. Abstrak."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN STRES DAN STRATEGI KOPING IBU BEKERJA YANG MEMILIKI ANAK DIASUH ASISTEN RUMAH TANGGA

Rachel Satyawati Yusuf

1

, Novy Helena Catharina Daulima

2

1.

Program Studi Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

2.

Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail : rachelsatyawati@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran stres dan strategi koping pada ibu bekerja yang memiliki anak diasuh oleh asisten rumah tangga. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif sederhana.

Sampel yang diteliti adalah ibu bekerja yang mempunyai anak diasuh asisten rumah tangga di Kelurahan Pondok Cina. Jumlah sampel yang diteliti adalah 88 ibu dan dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga berada pada tingkat stres sedang. Dari hasil penelitian sumber stres menunjukkan, bahwa sumber stres tekanan internal lebih besar dibandingkan sumber stres tekanan eksternal. Untuk hasil strategi koping, problem focused coping lebih banyak digunakan dibandingkan dengan emotion focused coping.

Kata kunci : stres, strategi koping, ibu bekerja

Abstract

The aim of the study was to look at the picture of stress and coping strategies on working mothers who have children cared for by household assistant. The study design used is simple descriptive. The samples studied were working mothers who have children taken care of by an assistant housekeeping in the Kelurahan Pondok Cina. The number of samples studied were 88 mothers and selected by purposive sampling technique . Results showed that mothers of children cared for household assistants are at moderate stress levels. From the results of the study indicate a source of stress, sources of stress that the internal pressure is greater than external pressure source of stress. For the coping strategies, problem focused coping is more widely used than emotion focused coping.

Keywords: stress, coping strategies, working mother

Pendahuluan

Bekerja merupakan suatu aktivitas yang menjadi sarana bagi manusia untuk menciptakan eksistensi dirinya menjadi lebih berarti. Pada era modern ini, jumlah perempuan yang berada dalam dunia kerja baik yang bekerja secara aktif maupun yang masih mencari pekerjaan semakin banyak. Di negara maju dan negara industri seperti Inggris dan Amerika Serikat (AS) 2/3 dari jumlah ibu adalah pekerja. Menurut data statistik Office for National Statistics (ONS, 2011), di Inggris terdapat 71 % wanita yang merupakan pekerja

dan merupakan wanita yang sudah menikah dan sudah memiliki anak.

Peningkatan jumlah perempuan yang bekerja di

luar rumah tidak hanya terjadi di luar negeri

seperti Inggris dan Amerika Serikat. Peningkatan

ibu yang bekerja di luar rumah juga terjadi di

Indonesia. Peningkatan angka perempuan yang

bekerja di Indonesia dapat dilihat dari data

Badan Pusat Statistik. Prosentase tertinggi

pekerja perempuan di daerah perkotaan yang

bekerja sebagai buruh atau pegawai yaitu

sebesar 52.98 %, lebih tinggi dibanding

prosentase pekerja laki-laki pada jenispekerjaan

yang sama yaitu 50.14 % (BPS, 2010).

(2)

Penduduk Jakarta yang berumur 15 tahun keatas dan berdasarkan kegiatan serta jenis kelamin, mengalami peningkatan jumlah prosentase perempuan yang bekerja dari 37.03

% tahun 2005 menjadi 44.86 % tahun 2010;

sedangkan prosentase perempuan yang tinggal dan mengurus rumah tangga menurun yaitu dari 43.32 % tahun 2005 menjadi 38.77 % tahun 2010 (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi DKI Jakarta, 2011).

Ibu yang tinggal di kota besar lebih banyak memilih bekerja karena faktor kepribadian dan untuk menunjukkan eksistensi dirinya melalui karir profesional. Tren meningkatnya jumlah ibu bekerja saat ini menimbulkan resiko baru terutama dalam hal pengasuhan anak. Ibu yang bekerja akan menghadapi dilema dalam hal pengasuhan anak, dimana ibu akan memilih menggunakan jasa babby sitter dengan biaya yang cukup mahal atau ibu akan memilih memberikan pengasuhan anak kepada asisten rumah tangga meskipun sangat berisiko bagi tumbuh kembang dan keamanan anak.

Pengasuhan anak oleh asisten rumah tangga selama ibu bekerja dapat mengakibatkan ibu mengalami stres. Organisasi Wahdah Islamiyah mengungkapkan bahwa sumber stres pada ibu bekerja yang mempunyai anak diasuh oleh asisten rumah tangga yaitu: (1) ibu merasa sangat dituntut untuk memberikan perhatian kepada anaknya sepulang bekerja meskipun ibu dalam kondisi yang sangat lelah; (2) masalah pengasuhan terhadap anak, biasanya dialami oleh para ibu yang memiliki anak kecil/balita/batita (semakin kecil usia anak, maka semakin besar tingkat stres yang dirasakan oleh ibu); (3) rasa bersalah karena meninggalkan anak untuk seharian bekerja apalagi jika asisten rumah tangga yang mengasuh tidak dapat diandalkan/dipercaya, sementara tidak ada famili yang mengasuh anak (Handayani, 2008).

Ibu yang bekerja diluar rumah membutuhkan koping yang tepat ketika mengalami stres saat memberikan pengasuhan anaknya kepada asisten rumah tangga dan menyesuaikan diri terhadap keputusannya untuk tetap menjadi wanita karir setelah memiliki anak (Rini, 2002).

Koping yang dapat dilakukan ketika ibu merasa stres adalah dengan berfokus pada masalah atau dengan menggunakan emosi. Penggunaan koping secara tepat dan benar akan dapat

menyelesaikan masalah yang dialami dan dihadapi.

Fenomena terkait stres yang muncul pada ibu bekerja yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga ini, sangat menarik untuk diteliti.

Oleh karena itu, peneliti tertarik mengidentifikasi stres (sumber stres dan tingkat stres) ibu serta strategi koping yang digunakan oleh ibu bekerja yang mempunyai anak diasuh oleh asisten rumah tangga untuk mengatasi stres yang dialami.

Metode

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif sederhana yang bertujuan untuk mengetahui gambaran stres dan strategi koping pada ibu bekerja yang memiliki anak diasuh oleh asisten rumah tangga. Populasi penelitian ini adalah ibu bekerja yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga di Kelurahan Pondok Cina.

Sampel penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi yang dimiliki sampel dalam penelitian ini adalah ibu bekerja yang berusia 25-50 tahun, anak yang diasuh asisten rumah tangga berada dalam rentang 6 bulan-12 tahun, dan bersedia untuk menjadi responden.

Instrumen penelitian berisikan 20 pernyataan terkait stres dan 10 pernyataan terkait strategi koping yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan “Skala Likert”. Hasil uji validitas kuesioener stres dari 30 responden diketahui nilai r > 0,346 dan uji reliabilitas memiliki nilai cronbach alpha yaitu 0, 925. Hasil uji validitas kuesioner strategi koping dari 30 responden diketahui nilai r > 0,361 dan uji reliabilitas memiliki nilai cronbach alpha yaitu 0, 822.

Penelitian ini melibatkan 88 ibu bekerja yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga dan dilakukan di Kelurahan Pondok Cina secara door to door. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pondok Cina karena di kelurahan ini memiliki cukup banyak komunitas ibu bekerja yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga.

Oleh karena itu, peneliti tertarik mengambil

responden di Kelurahan Pondok Cina untuk

melihat gambaran stres dan strategi koping

pada ibu bekerja yang memiliki anak diasuh

asisten rumah tangga.

(3)

Hasil

Tabel 1. Karakteristik Usia Ibu Bekerja Yang Memiliki Anak Diasuh Asisten Rumah Tangga di Kelurahan Pondok Cina (n=88)

Variabel Mean Median Modus Sd Minimal Maksimal

Usia Ibu 34,28 34,00 34 6,229 25 50

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata ibu bekerja yang memiliki anak diasuh oleh asisten rumah tangga berdasarkan kelompok usia adalah 34,28 dan di dominasi oleh ibu yang berusia 34 tahun

Tabel 2. Karakteristik Pekerjaan Ibu dan Usia Anak Yang Diasuh Asisten Rumah Tangga di Kelurahan Pondok Cina (n=88)

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%) Pekerjaan Ibu

Pegawai 65 73,9 %

Non-pegawai 23 26,1 %

Usia Anak Yang Diasuh Oleh Asisten Rumah

Tangga

Bayi 26 29,5 %

Toodler 21 23,9 %

Pra Sekolah 15 17,0 %

Sekolah 26 29,5 %

Tabel 2 menunjukkan bahwa subjek penelitian didominasi oleh ibu yang bekerja sebagai pegawai yaitu sebanyak 65 orang (73,9%) dan sisanya adalah ibu yang bekerja sebagai non-pegawai berjumlah 23 orang (26,1 %). Berdasarkan distribusi usia anak yang diasuh oleh asisten rumah tangga, terdapat usia anak bayi dan sekolah yang paling banyak diasuh asisten rumah tangga.

Tabel 3. Tingkat Stres Yang Dirasakan Ibu Berdasarkan Pekerjaan Ibu (n=88)

Pekerjaan

Responden Tingkat Stres Responden Total Ringan

n (%) Sedang

n (%) Tinggi n (%)

Pegawai 29

(33,0 %) 36

(40,9%) 0

(0,0%) 65 (73,9%) Non pegawai 10

(11,4 %) 12

(13,6 %) 1

(1,1 %) 23 (26,1 %)

Total 39

(44,3 %) 48

( 54,5 %) 1

(1,1 %) 88 (100,0 %)

Tabel 3 menunjukkan bahwa responden paling banyak merasakan stres dalam tingkat sedang.

Responden yang bekerja sebagai pegawai lebih banyak mengalami stres tingkat sedang dibandingkan dengan responden yang bekerja sebagai non pegawai.

Tabel 4. Tingkat Stres Yang Dirasakan Ibu Berdasarkan Usia Anak Yang Di Asuh Asisten Rumah Tangga (n=88)

Usia Anak Tingkat Stres Responden Total Ringan

n (%) Sedang

n (%) Tinggi n (%)

Bayi 11

(12,5 %)

14 (15,9%)

1 (1,1%)

26 (29,5%) Toodler

Prasekolah Sekolah

12 (13,6 %)

7 (8,0 %)

9 (10,2 %)

9 (10,2 %)

8 (9,1 %)

17 (19,3 %)

0 (0 %)

0 (0 %)

0 (0 %)

21 (23,9 %)

15 (17,0 %)

26 (29,5 %)

Total 39

(44,3 %)

48 ( 54,5 %)

1 (1,1 %)

88 (100,0 %)

Tabel 4 menunjukkan bahwa responden yang memiliki anak dengan usia bayi dan sekolah lebih banyak merasakan tingkat stres sedang.

Tabel 5. Sumber Stres Tekanan Internal Yang Dirasakan Ibu Berdasarkan Pekerjaan Ibu (n=88)

Pekerjaan

Ibu Sumber Stres Tekanan Internal Total Sedikit

n (%) Cukup

n (%) Banyak n (%)

Pegawai 29

(33,0 %) 36

(40,9%) 0

(0,0%) 65

(73,9%) Non pegawai 9

(10, 2%) 12

(13,6 %) 2

(2,3 %) 23 (26,1 %)

Total 38

(43, 2%)

48 ( 54,5 %)

2 (2,3 %)

88 (100,0 %)

Tabel 5 menunjukkan bahwa ibu yang bekerja

sebagai pegawai dan non pegawai cukup banyak

merasakan sumber stres dari tekanan internal.

(4)

Tabel 6. Sumber Stres Tekanan Internal Yang Dirasakan Ibu Berdasarkan Usia Anak Yang Diasuh Asisten Rumah Tangga (n=88)

Usia Anak Sumber Stres Tekanan Internal Total Sedikit

n (%) Cukup

n (%) Banyak n (%)

Bayi 9 (10,2 %) 15 (17,0%) 2 (2,3 %) 26 (29,5%) Toodler

Pra Sekolah Sekolah

14 (15,9 %) 8 (9,1 %) 7 (8,0 %)

7 (8,0 %) 7 (8,0 %) 19 (21,6 %)

0 (0,0 %) 0 (0,0 %) 0 (0,0 %)

21 (23,9 %) 15 (17,0 %) 26 (29,5 %) Total 38 (43, 2%) 48( 54,5%) 2 (2,3 %) 88 (100,0%)

Tabel 6 menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak berusia bayi dan sekolah lebih banyak merasakan sumber stres tekanan internal dalam rentang cukup.

Tabel 7. Sumber Stres Tekanan Eksternal Yang Dirasakan Ibu Berdasarkan Pekerjaan Ibu (n=88)

Pekerjaan

Ibu Sumber Stres Tekanan Eksternal Total Sedikit

n (%)

Cukup n (%)

Banyak n (%)

Pegawai 29

(33,0%)

32 (36,4%)

4 (4,5 %)

65 (73,9%) Non

pegawai

14 (15, 9%)

7 (8,0 %)

2 (2,3 %)

23 (26,1 %)

Total 43

(48,9%)

39 ( 44,3 %)

6 (6,8 %)

88 (100,0 %)

Tabel 7 menunjukkan bahwa ibu yang bekerja sebagai pegawai lebih banyak merasakan sumber stres tekanan eksternal dalam rentang cukup.

Sedangkan ibu yang bekerja sebagai non pegawai lebih banyak merasakan sumber stres tekanan eksternal dalam rentang sedikit.

Tabel 8. Sumber Stres Tekanan Eksternal Yang Dirasakan Ibu Berdasarkan Usia Anak Yang Diasuh Asisten Rumah Tangga (n=88)

Usia Anak

Sumber Stres Tekanan Eksternal Total Sedikit

n (%)

Cukup n (%)

Banyak n (%)

Bayi 15 (17,0%) 9 (10,2 %) 2 (2,3 %) 26 (29,5%) Toodler

Pra Sekolah Sekolah

9 (10,2 %) 5 (5,7 %) 14 (15,9 %)

10 (11,4 %) 9 (10,2%) 11 (12,5 %)

2 (2,3 %) 1 (1,1 %) 1(1,1 %)

21 (23,9%) 15 (17,0 %) 26 (29,5 %) Total 43 (48,9%) 39 (44,3%) 6(6,8 %) 88 (100,0%)

Tabel 8 menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak usia bayi, toodler, pra sekolah, dan sekolah lebih banyak merasakan sumber stres tekanan eksternal dalam rentang sedikit.

Dilihat dari nilai skor total masing-masing pernyataan sumber stres, sumber stres tekanan internal lebih besar dirasakan oleh ibu dibandingkan dengan sumber stres tekanan eksternal. Skor total tekanan internal adalah 2225

sedangkan skor total tekanan eksternal adalah 1441.

Tabel 9. Strategi Koping Problem Focused Coping Berdasarkan Pekerjaan Ibu (n=88)

Pekerjaan

Ibu Strategi Koping

Problem Focused Coping Total Sedikit

n (%)

Cukup n (%)

Banyak n (%) Pegawai 4

(4,5 %) 40

(45,5%) 21

(23,9%) 65

(73,9%) Non

pegawai

2 (2,3 %)

17 (19,3 %)

4 (4,5 %)

23 (26,1 %)

Total 6

(6,8%)

57 ( 64,8%)

25 (28,4 %)

88 (100,0 %)

Tabel 9 menunjukkan bahwa ibu yang bekerja sebagai pegawai dan non pegawai cukup banyak yang menggunakan problem focused coping.

Tabel 10. Strategi Koping Problem Focused Coping Berdasarkan Usia Anak Yang Diasuh (n=88)

Usia

Anak Strategi Koping

Problem Focused Coping Total Sedikit

n (%) Cukup

n (%) Banyak n (%)

Bayi 1 (1,1 %) 15 (17,0%) 10 (11,4 %) 26 (29,5%) Toodler

Pra Sekolah Sekolah

4 (4,5 %) 0 (0,0%) 1 (1,1 %)

12 (13,6 %) 11 (12,5 %) 19 (21,6 %)

5 (5,7 %) 4 (4,5 %) 6 (6,8 %)

21 (23,9%) 15 (17,0 %) 26 (29,5 %) Total 6 (6,8 %) 57 (64,8 %) 25 (28,4 %) 88 (100,0%)

Tabel 10 menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak berusia bayi, toodler, pra sekolah, dan sekolah cukup banyak yang menggunakan strategi koping problem focused coping.

Tabel 11. Strategi Koping Emotion Focused Coping Berdasarkan Pekerjaan Ibu (n=88)

Pekerjaan Ibu

Strategi Koping Emotion Focused Coping

Total Sedikit

n (%)

Cukup n (%)

Banyak n (%)

Pegawai 10 (11,4%) 46 (52,3%) 9 (10,2 %) 65 (73,9%) Non pegawai 7 (8,0 %) 14 (15,9 %) 2 (2,3 %) 23 (26,1%) Total 17 (19,3%) 60( 68,2%) 11 (12,5 %) 88 (100,0%)

Tabel 11 menunjukkan bahwa ibu yang bekerja sebagai pegawai dan non pegawai cukup banyak yang menggunakan emotion focused coping.

Tabel 12. Strategi Koping Emotion Focused Coping Berdasarkan Usia Anak Yang Diasuh (n=88)

Usia Anak Strategi Koping

Emotion Focused Coping Total Sedikit

n (%)

Cukup n (%)

Banyak n (%)

Bayi 6 (6,8 %) 17 (19,3%) 3 (3,4 %) 26 (29,5%) Toodler

Pra Sekolah Sekolah

6 (6,8 %) 1 (1,1 %) 4 (4,5 %)

14 (15,9 %) 12 (13,6 %) 17 (19,3 %)

1(1,1 %) 2 (2,3 %) 5 (5,7 %)

21 (23,9 %) 15 (17,0 %) 26 (29,5 %) Total 17 (19,3 %) 60 (68,2 %) 11 (12,5 %) 88 (100,0%)

(5)

Tabel 12 menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak berusia bayi, toodler, pra sekolah, dan sekolah cukup banyak yang memakai strategi koping emotion focused coping.

Dilihat dari nilai skor total masing-masing pernyataan penggunaan strategi koping problem dan emotion focused coping, problem focused coping lebih banyak digunakan dibandingkan dengan emotion focused coping. Skor total penggunaan problem focused coping adalah 1501 sedangkan skor total penggunaan emotion focused coping adalah 898.

Pembahasan

Stres dan strategi koping pada ibu bekerja yang mempunyai anak diasuh asisten rumah tangga dipengaruhi oleh karakteristik responden penelitian. Tingkat stres yang dirasakan dan sumber stres yang ditemui ibu, dipengaruhi oleh usia ibu, pekerjaan ibu, dan usia anak yang diasuh asisten rumah tangga. Karakteristik usia ibu dalam rentang 25-50 tahun, merupakan masa dewasa tengah yang berada pada tahap perkembangan psikososial Erikson (generativitas vs stagnasi) Erikson (1963 dalam Mansur & Budiarti, 2014).

Ibu yang gagal pada tahap generativitas (melakukan pengasuhan kepada anak), akan mengalami tahap stagnasi. Pada tahap stagnasi, ibu mengalami krisis dari dalam diri karena tidak memiliki waktu untuk membimbing serta mengasuh anak, sehingga ibu merasa stres dalam tingkat ringan hingga berat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bekerja yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga berada pada tingkat sedang. Ibu bekerja yang berada pada tingkat stres sedang, dapat dilihat berdasarkan pekerjaan dan usia anak yang diasuh asisten rumah tangga. Ibu yang bekerja sebagai pegawai lebih banyak yang merasakan stres tingkat sedang dibandingkan dengan ibu yang bekerja sebagai non pegawai. Hal ini disebabkan karena ibu yang bekerja sebagai pegawai lebih memiliki beban kerja dan tuntutan kerja yang tinggi di tempat kerja (Adnamazinda, 2012). Ibu bekerja dalam hal ini bisa saja menjadi tidak maksimal dalam melaksanakan tugas dan beban kerjanya baik sebagai pegawai dikantor maupun sebagai ibu bagi anak-anaknya dirumah.

Ibu yang memiliki anak berusia bayi dan sekolah lebih banyak merasakan tingkat stres sedang.

Anak berusia bayi akan memasuki tahap perkembangan psikososial percaya versus tidak percaya (Erikson, 1963 dalam Mansur & Budiarti, 2014). Pada penelitian ini, anak berusia bayi yang diasuh oleh asisten rumah tangga akan lebih cenderung percaya kepada asisten rumah tangga dibandingkan dengan ibunya yang sangat sibuk bekerja. Hal ini terjadi karena kebutuhan fisik dan emosional anak lebih banyak dipenuhi oleh asisten rumah tangga dibandingkan dengan ibunya. Jika ibu tidak memiliki waktu dan strategi khusus untuk berinteraksi dengan anak yang ditinggalkan sewaktu bekerja, anak (bayi) akan merasa cemas serta tidak nyaman ketika bersama ibu. Hal inilah yang membuat ibu bekerja menjadi stres.

Anak berusia sekolah akan memasuki tahap perkembangan psikososial industri versus inferioritas (Erikson, 1963 dalam Mansur &

Budiarti, 2014). Ibu bekerja memiliki keterbatasan waktu untuk bersama dengan anak. Ibu bekerja yang memiliki anak usia sekolah tidak mempunyai cukup waktu mendampingi anak belajar dan mengerjakan PR dari sekolah. Ibu yang sangat sibuk dalam pekerjaannya, merasa stres karena ibu tidak dapat memantau keterampilan dan kemampuan yang dimiliki anak dalam dunia sekolahnya.

Pemakaian strategi koping pada ibu bekerja, dipengaruhi juga oleh karakteristik usia ibu. Ibu yang berada dalam rentang umur 25-30 akan lebih cenderung menggunakan emotion problem coping dibandingkan problem focused coping (Chamberlain & Lyons, 2006). Dalam penelitian ini, rata-rata umur ibu bekerja yang memiliki anak diasuh oleh asisten rumah tangga adalah 34,28 tahun dan lebih banyak yang menggunakan problem focused coping ketika menyelesaikan masalah dibandingkan menggunakan emotion focused coping.

Berdasarkan riset penelitian yang dilakukan oleh

Dewi (2010) mengenai strategi koping pada

pekerja dan penelitian yang dilakukan oleh

Miranda (2013) terkait strategi koping pada ibu

yang memiliki anak berkebutuhan khusus, strategi

koping yang lebih efektif dan sering digunakan

adalah problem focused coping, ketika terdapat

suatu masalah, individu dapat menyelesaikan

masalah secara langsung. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian yang diperoleh peneliti, hasil

penelitian menunjukkan bahwa ibu bekerja yang

memiliki anak diasuh oleh asisten rumah tangga

lebih banyak yang menggunakan problem focused

(6)

coping ketika menyelesaikan masalah dibandingkan menggunakan emotion focused coping. Hal ini dapat disebabkan karena ibu bekerja yang mempunyai anak diasuh asisten rumah tangga mempunyai ketahanan, kegigihan, dan keteguhan dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada sehingga permasalahan dapat terselesaikan secara langsung.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan analisis terhadap data yang didapatkan, bahwa rata-rata umur ibu yang menjadi responden adalah 34,28 tahun. Pekerjaan ibu bekerja yang mempunyai anak diasuh oleh asisten rumah tangga didominasi oleh ibu yang bekerja sebagai pegawai. Pada penelitian ini, anak yang diasuh oleh asisten rumah tangga di dominasi oleh anak usia (6 bulan- 12 tahun (bayi)) dan anak usia sekolah (5-12 tahun (usia sekolah)).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, ibu bekerja yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga berada pada tingkat stres sedang. Sumber stres yang dirasakan oleh ibu paling banyak didapat dari tekanan internal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor total dari stresor tekanan internal lebih besar dibandingkan stresor tekanan eksternal. Strategi koping yang sering digunakan oleh ibu bekerja yang mempunyai anak diasuh oleh asisten rumah tangga adalah problem focused coping. Dari hasil penelitian, skor total problem focused coping lebih besar dibandingkan emotion focused coping.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang perlu menjadi bahan pertimbangan untuk beberapa pihak yang terkait.

1. Pelayanan Keperawatan

Perawat komunitas, jiwa, dan juga keluarga sebaiknya melakukan sosialisasi terkait stres dan pemakaian strategi koping pada ibu bekerja yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga. Perawat juga dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan tingkat stres yang dirasakan oleh masing–masing individu.

2. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan stres dan strategi koping pada ibu bekerja yang mempunyai anak diasuh oleh asisten rumah tangga. Penelitian

selanjutnya yang tertarik dengan penelitian terkait stres dan strategi koping ibu bekerja yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga, sebaiknya melakukan penelitian kualitatif. Peneliti tidak hanya menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data, tetapi juga melakukan wawancara yang lebih mendalam kepada ibu. Selain itu, peneliti juga dapat menghubungkan karakteristik usia ibu, pekerjaan ibu, dan usia anak yang diasuh asisten rumah tangga dengan tingkat stres, sumber stres, dan strategi koping pada ibu bekerja yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga.

3. Pendidikan Keperawatan

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, khususnya koordinator mata ajar keperawatan jiwa dan komunitas, dapat menjadikan Kelurahan Pondok Cina sebagai lahan praktik mahasiswa keperawatan.

Sehingga mahasiswa keperawatan dapat memberikan edukasi kepada komunitas ibu bekerja yang memiliki anak diasuh asisten rumah tangga terkait stres dan strategi koping dan tindakan keperawatan untuk menangani stres yang dialami masing-masing individu.

Mahasiswa juga dapat bekerja sama dengan kader-kader di Kelurahan Pondok Cina untuk memberikan penyuluhan mengenai cara-cara mengatasi stres dengan pemakaian strategi koping yang sesuai.

Referensi

Adnamazinda, R. (2012, Desember 9). Jadi wirausaha lebih baik daripada pegawai?.

Suara Merdeka.

Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Perempuan Dan Keluarga Berencana Provinsi DKI Jakarta. (2011). Profil Statistik Gender Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011. Jakarta:

Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Perempuan Dan Keluarga Berencana Provinsi DKI Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kota Depok (BPS Kota Depok). (2012). Kota Depok dalam angka 2012. Depok: BPS - Statistic of Depok Municipality.

BPS (2010, 28 Juni). Badan Pusat Statistik.

September 25, 2013.

(7)

Chamberlain, K. & Lyons. (2006). Health Psychology. Cambridge: Cambridge University Press.

Handayani (2008, 29 Mei). Wanita bekerja.

Oktober 10, 2013.

http://wahdah.or.id/muslimah/wanita bekerja.html

ONS. 2011. Office for national statistic.

September 20, 2013.

Mansur, H. & Budiarti, T. (2014). Psikologi ibu dan anak untuk kebidanan. Penerbit

Salemba Medika.

Rini, F.J. (2002, 28 Mei). Wanita Bekerja.

Diambil pada tanggal 28 April 2014 dari http://www.epsikologi.com/artikel/individual/

wanita-bekerja copy right tahun 2005-2011

Referensi

Dokumen terkait

4/670/HPPB/PbB tanggal 24 Januari 1972, ditentukan bahwa Bilyet Giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandardisir bentuknya kepada penyimpan dana untuk

Proksi yang didasari suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki

Questions testing this objective will often begin with one of the following words: deine , state , describe , explain ( using your knowledge and understanding ) or outline

Situs pemesanan tiket kereta ini dibuat melihat kondisi sekarang dimana keterbatasan.jumlah petugas di loket loket penjualan tiket juga menyebabkan kesulitan dalam melayani

Berdasarkan aturan dalam pelelangan umum dengan pascakualifikasi, maka panitia pengadaan diharuskan melakukan pembuktian kualifikasi terhadap data-data kualifikasi perusahaan,

Penulis sekiranya dapat memberikan alternatif pilihan dalam pengaturan lampu lalu lintas tersebut sehingga dapat mengurangi kemacetan pada suatu

Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat RKP Desa adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun merupakan penjabaran dari RPJMD yang

[r]