• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Teori Kebijakan Dividen Ada beberapa teori kebijakan dividen antara lain (Fauzi, 2012): a. Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller : - PENGARUH PROFITABILITY DAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN TUNAI DENGAN LIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2.1 Teori Kebijakan Dividen Ada beberapa teori kebijakan dividen antara lain (Fauzi, 2012): a. Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller : - PENGARUH PROFITABILITY DAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN TUNAI DENGAN LIK"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian tentang “pengaruh profitability dan investment opportunity set terhadap kebijakan dividen tunai dengan likuiditas sebagai variabel moderating (pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)” memiliki landasan teori yaitu:

2.1 Teori Kebijakan Dividen

Ada beberapa teori kebijakan dividen antara lain (Fauzi, 2012):

a.Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller :

Menurut Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012), nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio (DPR), tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan kelas risiko perusahaan. Jadi, dividen adalah tidak relevan.

Pernyataan Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012) ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang “ lemah “ seperti: 1. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional. 2. Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan

saham baru. 3. Tidak ada pajak

(2)

Pada praktiknya pasar modal yang sempurna sulit ditemui, biaya emisi saham baru dan pajak pasti ada, kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah.

Beberapa ahli menentang pendapatan Modigliani dan Miller tentang dividen adalah tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri dapat berasal dari laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru. Jika modal sendiri berasal dari laba ditahan, biaya modal sendiri sebesar biaya modal sendiri dari laba ditahan. Tapi bila berasal dari saham biasa baru, biaya modal sendiri adalah biaya modal sendiri dari saham biasa baru.

(3)

b.Teori “ The Bird in the Hand “

Gordon dan Lintner (dalam Fauzi, 2012) menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika DPR rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari pada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih pasti dari pada capital gains yield. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Keuntungan berasal dari dividen (dividend yield) ditambah keuntungan dari capital gains (capital gains yield).

Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012) menganggap bahwa argumen Gordon dan Lintner ini merupakan suatu kesalahan (Modigliani dan Miller menggunakan istilah “ The Bierd in the hand Fallacy “). Menurut Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012), pada

akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama.

c.Teori Perbedaan Pajak

(4)

karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains

yield tinggi. Jika pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas capital

gains, perbedaan ini akan makin terasa.

Jika manajemen percaya bahwa teori “ Dividen tidak relevan “ dari Modigliani dan Miller (dalam Fauzi, 2012) adalah benar, maka perusahaan tidak perlu memperdulikan berapa besar dividen yang harus dibagi, Jika mereka menganut teori “ The Bird in the Hand “, mereka harus membagi seluruh EAT dalam bentuk dividen. Dan bila manajemen cenderung mempercayai teori perbedaan pajak (Tax Differential Theory), mereka harus menahan seluruh EAT atau DPR

= 0 %. Jadi ke 3 teori yang telah dibahas mewakili kutub – kutub ekstrim dari teori tentang kebijakan dividen.

d.Teori “ Signaling Hypothesis “

(5)

perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dividen masa mendatang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau keanikan dividen yang dibawah keanaikan normal (biasanya) diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit dividen waktu mendatang.

e.Teori “ Clientele Effect “.

Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu Dividend payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang

(6)

2.2 Profitability

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen (Sartono, 2010).

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Laba inilah yang akan dijadikan dasar pembagian dividen perusahaan, apakah dividen tunai atau dividen saham. Rasio profitabilitas yang biasa digunakan adalah return on investmentt (ROI). Jika profitabilitas perusahaan tinggi maka dividen yang akan diberikan perusahaan juga akan tinggi (Kadir, 2010).

Pengukuran profitabilitas dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Sartono, 2010):

1. Gross Profit Margin

Gross Profit Margin adalah rasio antara penjualan dikurangi

harga pokok penjualan dengan penjualan.

2. Net Profit Margin

Net Profit Margin adalah rasio antara laba setelah pajak dengan

penjualan.

Penjualan – Harga Pokok Penjualan

(7)

3. Return On Investasi

Return On Investasi atau return on assets adalah rasio antara laba

setelah pajak dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.

4. Return On Equity

Return On Equity adalah rasio antara laba setelah pajak dengan

modal sendiri.

5. Profit Margin

Profit Margin adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak dengan penjualan.

EBIT PM =

Penjualan

Laba setelah pajak (EAT) NPM =

Penjualan

Laba setelah pajak (EAT) ROI =

Total Aktiva

Laba setelah pajak (EAT)

(8)

6. Rentabilitas Ekonomi

Rentabilitas Ekonomi adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak dengan total aktiva.

Adapun hubungan antara profitabilitas dengan dividen tunai adalah return yang diterima oleh investor dapat berupa pendapatan dividen dan

capital gain. Dengan demikian meningkatnya ROI juga akan meningkatkan

pendapatan dividen terutama cash dividend (Pujianti, 2005).

2.3 Investment Opportunity Set

Istilah set kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) muncul setelah dikemukakan oleh Myers (dalam Anugerah, 2008) yang memandang nilai suatu perusahaan sebagai sebuah kombinasi assets in place (aset yang dimiliki) dengan invesment options (pilihan investasi) pada

masa depan. Myers memperkenalkan istilah Investment Opportunity Set (IOS) yang menggambarkan tentang luasnya peluang investasi. Dalam hal ini, nilai perusahaan tergantung pada pilihan pembelanjaan (expenditure) perusahaan di masa yang akan datang. Jadi IOS tidak hanya menunjuk pada peluang investasi tradisional seperti eksplorasi mineral, tetapi juga pilihan pembelanjaan lainnya seperti periklanan, yang akan digunakan di masa depan untuk menjamin keberhasilan perusahaan.

EBIT RE =

(9)

Secara umum IOS dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur nilai-nilai IOS tersebut. Klasifikasi IOS tersebut adalah sebagai berikut (Kumar, 2007):

1. Proksi berdasarkan harga, proksi ini percaya pada gagasan bahwa prospek yang tumbuh dari suatu perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Perusahaan yang tumbuh akan mempunyai nilai pasar yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya (assets in place).

2. Proksi berdasarkan investasi, proksi ini percaya pada gagasan bahwa satu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara posistif pada nilai IOS suatu perusahaan. Kegiatan investasi ini diharapakan dapat memberikan peluang investasi di masa berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan.

3. Proksi berdasarkan varian, proksi ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva.

(10)

IOS berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi yang didasari suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (Pagalung, 2003).

IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang.

Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan, misalnya variabel pertumbuhan, variabel kebijakan dan lain-lain (Norpratiwi, 2004).

Dalam penelitian ini IOS diukur dengan menggunakan proksi Rasio EPS (Earning per Share) atau price ratio. Menurut Sutrisno (2009), EPS dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut :

Laba Saham Biasa EPS =

Saham Biasa yang Beredar

(11)

dampak pengumuman pada penerbitan baru akan bergantung pada informasi asimetri yang berasal dari aktiva yang dikuasai perusahaan atau berasal dari peluang investasi (Suharli, 2007). Sedangkan menurut Jensen (dalam Suharli, 2007), manajer cenderung untuk menginvestasikan arus kas bebas ke dalam peluang investasi dan memperbesar ukuran perusahaan meskipun tidak menguntungkan.

2.4 Likuiditas

Likuiditas perusahaan adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang, persediaan (Sartono, 2010).

Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas perusahaan dapat diukur dengan menggunakan current ratio (Kadir, 2010). Perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi akan memberikan dividen yang tinggi.

Pengukuran likuiditas dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Sartono, 2010):

1. Current Ratio

Current Ratio adalah rasio antara aktiva lancar dengan utang

(12)

2. Acid Test Ratio

Acid Test Ratio adalah rasio antara aktiva lancar dikurangi

persediaan dengan utang lancar.

Hanya perusahaan yang memiliki likuiditas baik yang akan membagikan labanya kepada pemegang saham dalam bentuk tunai. Sebaliknya, pihak manajemen perusahaan akan menggunakan potensi likuiditas yang ada untuk melunasi kewajiban jangka pendek ataupun mendanai operasi perusahaannya (Suharli, 2007).

Hubungan likuiditas dengan dividen tunai adalah semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk didalamnya kewajiban membayar dividen kas yang terutang). Tingginya current ratio menunjukkan keyakinan investor terhadap kemampuan perusahaan membayar dividen yang dijanjikan (Pujianti, 2005).

Aktiva Lancar

CR = Utang Lancar

Aktiva Lancar - Persediaan ATR =

(13)

2.5 Kebijakan Dividen Tunai

Kebijakan dividen merupakan keputusan pembayaran dividen yang mempertimbangkan maksimalisasi harga saham saat ini dan periode mendatang. Dalam penentuan besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan pada perusahaan yang sudah merencanakan dengan menetapkan target Dividend Payout Ratio didasarkan atas perhitungan keuntungan yang

diperoleh setelah dikurangi pajak (Pujianti, 2005). Untuk dapat membayar dividen dapat dibuat suatu rencana pembayaran sebagai berikut:

1. Perusahaan mempunyai target Dividend Payout Ratio jangka panjang. 2. Manajer memfokuskan pada tingkat perubahan dividen dari pada tingkat

absolut.

3. Perubahan dividen yang meningkat dalam jangka panjang, untuk menjaga penghasilan. Perubahan penghasilan yang sementara tidak untuk mempengaruhi Dividend Payout Ratio.

4. Manajer bebas membuat perubahan dividen untuk keperluan cadangan.

(14)

Pertimbangan manajerial dalam menentukan dividend pay out ratio adalah (Sartono, 2010):

1. Kebutuhan dana perusahaan

Kebutuhan dana bagi perusahaan dalam kenyataannya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen yang akan diambil. Aliran kas perusahaan yang diharapkan, pengeluaran modal dimasa datang yang diharapkan, kebutuhan tambahan piutang dan persediaan, pola pengurangan utang dan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi posisi kas perusahaan harus dipertimbangkan dalam analisis kebijakan dividen.

2. Likuiditas

Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap invetasi perusahaan dan kebijakan pemenuhan dana. Keputusan investasi akan menentukan tingkat ekspansi dan kebutuhan dana perusahaan, sementara itu keputusan pembelanjaan (keputusan pemenuhan kebutuhan dana) akan menentukan pemilihan sumber dana untuk membiayai investasi tersebut.

3. Kemampuan meminjam

(15)

4. Keadaan pemegang saham

Jika kepemilikan saham perusahaan relatif tertutup, manajemen biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dan dapat bertindak dengan tepat. Jika hampir semua pemegang saham berada dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gain, maka perusahaan dapat mempertahankan dividend payout yang rendah. Untuk perusahaan yang jumlah pemegang sahamnya besar hanya dapat menilai dividen yang diharapkan pemegang saham dalam konteks pasar.

5. Stabilitas Dividen

Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik daripada dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas disini dalam arti tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukkan oleh koefisien arah yang positif. Apabila faktor lain sama, saham yang memberikan dividen yang stabil selama periode tertentu akan mempunyai harga lebih tinggi daripada saham yang membayar dividennya dalam prosentase yang tetap terhadap laba.

Menurut Naveli (dalam Suharli, 2006), secara umum kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari 3 kebijakan ini, yaitu:

1. Constant Dividend Payout Ratio

(16)

(b) menentukan dividen yang akan diberikan dalam setahun sama dengan jumlah persentase tetap dari keuntungan tahun sebelumnya, dan (c) menentukan proyeksi payout ratio untuk jangka waktu panjang.

2. Stable Per Share Dividend

Kebijakan yang menetapkan besaran dividen dalam jumlah yang tetap. Kebijakan ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan laba yang tinggi.

3. Reguler Dividend Plus Extra

Dalam kebijakan ini, perusahaan akan memberikan suatu tingkat dividen yang relatif rendah tetapi dalam jumlah yang pasti, dan memberikan tambahan apabila perusahaan membukukan laba yang cukup tinggi.

Dividen payout ratio dalam penelitian ini diukur dengan rumus:

2.6 Kerangka Pemikiran

Kebijakan dividen sering dianggap sebagai signal bagi investor dalam menilai baik buruknya perusahaan, hal ini disebabkan karena kebijakan dividen dapat membawa pengaruh terhadap harga saham perusahaan. Dengan demikian seberapa besar porsi laba yang akan dibagikan dalam bentuk dividen dan seberapa besar porsi laba yang akan ditahan

Dividen Per Share

(17)

untuk diinvestasikan kembali, merupakan masalah yang cukup serius bagi pihak manajemen (Hatta, 2002).

Perusahaan yang memiliki likuiditas lebih baik maka akan mampu membayar dividen lebih banyak. Pada perusahaan yang membukukan keuntungan lebih tinggi (profitabilitas tinggi), ditambah likuiditas yang lebih baik, maka semakin besar jumlah dividen yang dibagikan. Pada perusahaan yang menginvestasikan dana lebih banyak akan menyebabkan jumlah dividen tunai yang dibayarkan berkurang, namun likuiditas yang baik mampu memperlemah hipotesis tersebut karena saat itu perusahaan dapat menunda pembayaran hutang jangka pendeknya (Suharli, 2007).

IOS berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi yang didasari suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (Pagalung, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Norpratiwi (2004) tentang Analisis Korelasi Investment Opportunity Set Terhadap Return Saham (Pada Saat Pelaporan Keuangan Perusahaan) menemukan bukti bahwa Market to book value of asset ratio (MKTBKASS), market to book value of equity ratio

(18)

Suharli (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh profitability dan investment opportunity set terhadap kebijakan dividen tunai dengan likuiditas

sebagai variabel penguat (studi pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2002-2003). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa likuiditas dapat digunakan sebagai variabel penguat (variabel moderator), tetapi dari kedua variabel independen hanya profitabilitas yang dapat mempengaruhi kebijakan jumlah pembagian dividen perusahaan. Dengan demikian penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan jumlah pembagian dividen perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas dan diperkuat oleh likuiditas perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1 : Model Penelitian. 2.7 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka dapat disusun hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

H1 = profitability berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen

tunai.

H2 = investment opportunity set berpengaruh signifikan terhadap

kebijakan dividen tunai. Profitability

Likuiditas

Kebijakan Dividen Tunai Investment

(19)

H3 = likuiditas sebagai variabel moderasi memiliki pengaruh signifikan

dalam hubungan antara profitability terhadap kebijakan dividen tunai.

H4 = likuiditas sebagai variabel moderasi memiliki pengaruh signifikan

Referensi

Dokumen terkait

Kita tidak akan terkejut apabila perkembangan minat peneliti, sarjana dan penulis Indonesia (atau pun Non-Indonesia) memiliki singgungan dengan isu-isu kemiskinan yang dibangun

Agar setiap gangguan satu jalur pompa dapat diatasi dengan cepat dari RKU maka diperlukan penggantian katup manual pada sistem pembersih pipa-pipa penukar panas

Banyak sekali pengawas yang telah datang silih berganti di SMP ini, mungkin itu dikarenakan terlalu sering adanya pergantian personil. Akan tetapi, pengawas yang terakhir

1) Terciptanya suasana pembelajaran yang menyenangkan dan meningkatkan peran aktif siswa dalam mengikuti pembelajaran IPS dengan terlibatnya siswa dalam kegiatan

P301 + P312 - JIKA TERTELAN: Hubungi PUSAT INFORMASI RACUN atau dokter jika merasa tidak enak badan P304 + P340 - JIKA TERHIRUP: Pindahkan korban ke udara segar dan istirahatkan

Oleh karenanya, syah apabila Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama di Bandung, Oleh karenanya, syah apabila Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama di Bandung, dalam

Di daerah pedesaan yang jauh dari bandar udara, kebiasan anak-anak jika melihat/mendengar pesawat udara sedang melintasi perkampungan mereka. Abdullah, mengamati