• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI RW 2 WILAYAH PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI RW 2 WILAYAH PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

44

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI RW 2 WILAYAH PUSKESMAS BATUA

KOTA MAKASSAR

Manjilala1, Donna Inrivianthy2, Fatmawaty Suaib1

1Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar

2Alumni, Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar

Abstract

Backgrounds: Nutrition problem is a health problem that influenced by many factors.

Malnuorished toddlers has slow growth and development than the healthy toddler, if the problem has not solve it can caused health problem until the toddler become mature.

Aged of 0-24 months is a golden period of growth and development.

Objectives: This research aims to determine the relationship of protein intake with toddlers nutritional status aged 6-24 months in RW 2 Puskesmas Batua Area Makassar City.

Methods: This research is an descriptive-analytic with cross sectional study design. The population were all the toddler aged 6-24 months in RW 2 Puskesmas Batua. Sample was selected by random sampling method. Total sample were 35 toddler. The statistical analysis test that used was chi square with the degree of significancy 0,05.

Results: The results showed that protein intake 17 toddler was good (48,6%) compared to the others (51,4%). Based on data analysis found that there were not significant relationship between protein intake with toddlers nutritional status aged 6-24 months based on bb/u index with p:0,125, tb/u index with p: 0,380 and bb/tb index with p: 0,323.

Conclusions: There were not significant relationship between protein intake with toddlers nutritional status aged 6-24 months in RW 2 Puskesmas Batua area Makassar city

Keywords : Protein, Nutritional status and Toddler. PENDAHULUAN

Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat yang dipengaruhi oleh banyak faktor, oleh karena itu penanggulangan masalah gizi tidak dapat dilakukan dengan pendekatan kesehatan saja tetapi juga harus melibatkan sektor lain seperti pendidikan, agama dan sosial

.

Masalah gizi muncul karena tidak seimbangnya penjamu (manusia), agens (sumber penyakit), dan lingkungan. Akibatnya terjadi ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh dan lama kelamaan simpanan akan habis (Supariasa, dkk., 2002)

Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Indonesia sebanyak 19,6%, prevalensi pendek sebanyak 37,2%

dan kurus sebanyak 12,1%. Sementara data untuk sulawesi selatan yang mengalami masalah gizi tidak jauh berbeda dengan data nasional, sebanyak 25,6% tergolong gizi kurang dan gizi buruk, sebanyak 40,9%

tergolong pendek dan sebanyak 11,0%

tergolong kurus. Makassar adalah salah satu kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki prevalensi masalah gizi yang tergolong tinggi. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 28,1%

tergolong gizi kurang dan buruk, sebanyak 21,1% tergolong pendek dan sebanyak 13,2%

tergolong kurus.

Penyediaan makanan pada anak-anak sebenarnya tidak berbeda dengan penyediaan makanan lainnya, baik dalam jenis makanan,

(2)

45 proporsi maupun cara penyajian. Namun, yang

perlu diperhatikan adalah zat gizi yang terkait dengan proses pertumbuhan, yakni protein.

Kekurangan protein akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tubuh sehingga akan menjadikan anak pendek. Di samping itu, penyediaan makanan pada anak juga harus memperhatikan pertumbuhan otak dan kecerdasan (Irianto, 2006). Asupan zat gizi berpengaruh terhadap status gizi seseorang.

Status gizi baik atau optimal terjadi jika tubuh memperoleh zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan meningkat pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan, baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih (Almatsier, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wira (2013) ada hubungan bermakna antara asupan gizi dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas III Pakuan Baru Kota Jambi dan Hasmirawati (2010) bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi balita berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB di desa Romangloe Gowa

Berdasarkan uraian masalah di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Asupan Zat Gizi Protein dengan Status gizi balita usia 6-24 bulan di RW 2 Wilayah Kerja Puskesmas Batua Kota Makassar

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan dengan desain cross sectional study.

Penelitian ini dilaksanakan di RW 2 Wilayah Puskesmas Batua pada bulan Februari-Juni 2017. Populasi penelitian adalah semua balita yang ada di RW 2 wilayah kerja Puskesmas Batua. Sampel dipilih dengan metode acak sederhana dengan jumlah sampel 35 balita.

Instrumen yang digunakan ialah Kuesioner, formulir food recall timbangan digital, papan fiksasi microtoice, alat tulis,.

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kegiatan observasi dan wawancara. Adapun data primer yang dikumpulkan ialah sebagai berikut:

1. Karakteristik responden (nama, pendidikan, pekerjaan, usia) dikumpulkan

dengan melakukan wawancara dengan menggunakan formulir wawancara

2. Data asupan protein diperoleh melalui formulir food recall 24 jam

3. Status gizi diperoleh dari hasil pengukuran antropometri dengan menimbang berat badan, panjang badan anak lalu dibandingkan dengan umur standar WHO 2000

Sementara itu, data sekunder data yang diperoleh dari instansi terkait berupa berupa data demografis dan data gografis.

Data tentang asupan karbohidrat, protein, dan lemak yang diperoleh melalui wawancara langsung dari responden (ibu balita) menggunakan metode recall 24 jam kemudian dibandingkan dengan dengan kebutuhan pada AKG dan dianalisis menggunakan laptop dengan program Nutrisurvei 2008. Data antropometri sampel diolah secara manual dengan menggunakan aplikasi WHO Antro 2005 yang menampilkan Status Gizi sampel kemudian disajikan dalam bentuk grafik dan disertai narasi.

Analisis data yang dilakukan adalah analisis bivariate untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen.

Analisis data menggunakan laptop diolah dengan program SPSS untuk melihat variabel yang diteliti dengan Uji Chi Square.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden dan Sampel

Tabel 1

Karakteristik Responden dan Sampel

Karakteristik n1 %

Usia Ibu

19-29 tahun 30-50 tahun

13 22

37,1 62,9 Pendidikan Ibu

Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Perguruan tinggi

1 4 10 15 5

2,9 11,4 28,6 42,9 14,3 Pekerjaan Ibu

Ibu Rumah Tangga Karyawan swasta

34 1

97,1 2,9 Usia Balita

6-8 bulan 9-11 bulan 12-24 bulan

7 5 23

65,7 14,3 20 Jenis Kelamin Balita

Laki-laki Perempuan

17 18

48,6 51,4

(3)

46

Tabel 1 di atas menunjukkan responden pada penelitian ini pada umumnya berusia diantara 30-50 tahun sebanyak 22 orang (62,9%), berpendidikan tamat SMA sebanyak 15 orang (42,9%), bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 34 orang (97,1%).

Sampel pada umumnya berusia 12-24 bulan sebanyak 23 balita (20%) dan sampel pada umumnya berjenis kelamin perempuan sebanyak 18 balita (51,4%).

Asupan Protein

Tabel 2

Asupan Protein Balita 6-24 Bulan

Asupan Protein Jumlah

n1 %

Defisit 18 51,4

Baik 17 48,6

Tabel 2 menunjukkan hasil penelitian yang dilakukan di RW 2 Wilayah Puskesmas Batua Kota Makassar pada balita dengan usia 6-24 bulan, didapatkan bahwa 18 balita (51,4%) asupan protein defisit dan asupan protein baik sebanyak 17 balita (48,6%).

Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Balita

Tabel 3

Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Balita

Aspan Protein Berat Badan Menurut Umur

Total P

Baik Kurang

Defisit 15 (83,3%) 3 (16,7%) 18 (100%) 0,125

Baik 17 (100%) 0 (0%) 17 (100%)

Total 32 (91,4%) 3 (16,7%) 35 (100%) Berdasarkan hasil penelitian, bayi

yang asupan protein baik memiliki status gizi baik berdasarkan indeks BB/U sebanyak 17

(100%) balita dan yang asupan protein kurang 15 (83,3%) balita memiliki status gizi baik.

Tabel 4

Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Balita

Aspan Protein Panjang Badan Menurut Umur

Total P

Baik Kurang

Defisit 13 (72,2%) 5 (27,8%) 18 (100%) 0,380

Baik 14 (82,4%) 3 (17,6) 17 (100%)

Total 27 (77,1%) 8 (22,9%) 35 (100%) Berdasarkan indeks PB/U sebanyai 14

(82,4%) balita memiliki panjang badan yang normal dan asupan protein baik dan 13

(72,2%) balita memiliki panjang badan normal namun asupan protein kurang.

Tabel 5

Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Balita

Aspan Protein

Berat Badan Menurut Panjang

Badan Total P

Baik Kurang

Defisit 15 (83,3%) 3 (16,7%) 18 (100%) 0,323 Baik 16 (94,1%) 1 (5,9%) 17 (100%)

Total 31 (88,6%) 4 (11,4%) 35 (100%)

(4)

47 Sementara itu, berdasarkan indeks

BB/PB 16 (94,1%) balita yang asupan proteinnya baik memiliki status gizi normal sedangkan balita yang asupan proteinnya kurang 15 (83,3%) balita yang status gizinya normal

Berdasarkan hasil analisa statistik menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi balita di RW 2 Wilayah Puskesmas Batua Kota Makassar berdasarkan indeks BB/U, PB/U dan BB/PB. Hasil uji chi-square hubungan asupan protein dengan status gizi balita berdasarkan indeks BB/U dengan nilai ρ=

0,125, indeks PB/U dengan nilai ρ= 0,380 dan indeks BB/PB dengan nilai ρ= 0,323.

PEMBAHASAN Asupan Balita

Protein merupakan zat gizi yang terdapat banyak didalam tubuh, bersumber dari pangan hewani dan nabati, dan nilai biologis hewani lebih tinggi dibandingkan nabati (Almatsier, 2010). Berdasarkan hasil pengumpulan data di RW 2 Puskesmas Batua dengan menggunakan metode wawancara dengan bantuan formulir recall 2x24 jam, maka didapatkan 51,4% yang asupan proteinnya kurang, 48,6% yang asupan proteinnya baik

Hasil penelitian yang dilakukan di RW 2 asupan protein ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Annisa (2015) menunjukkan bahwa asupan protein cukup sebanyak 36,7%, dan kurang sebanyak 63,3%

baik. Hal ini disebabkan oleh jarangnya mengkonsumsi sumber protein baik nabati maupun hewani serta jumlah/porsi makanan sumber protein hewani yang kurang karena pada umumnya anak balita hanya diberikan kuah ikan masak sehingga tidak memenuhi kebutuhan proteinnya.

Kebutuhan protein untuk balita usia 6- 24 bulan umumnya 12-28 gram. Kebutuhan protein sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan karena bilamana asupan energi kurang karena berbagai hal maka asupan protein akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga protein tidak cukup tersedia untuk pembentukan jaringan dan untuk memperbaiki jaringan yang rusak (Almatsier, 2010)

Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan menggunakan metode antropometri yang dilakukan di RW 2 Puskesmas Batua dengan jumlah sampel 35 balita berusia 6-24 bulan, maka didapatkan status gizi balita dengan indikator BB/U baik sebanyak 91,4%

dan kurang sebanyak 8,6%. PB/U normal sebanyak 77,1% dan pendek sebanyak 22,9%.

BB/PB normal sebanyak 88,6% dan kurus sebanyak 11,4%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasruddin (2013) di Desa Minasa Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros dengan indikator BB/U menunjukkan bahwa 94,2% balita tergolong baik dan 5,8%

tergolong kurang. PB/U menunjukkan bahwa 84,2% balita tergolong normal dan 15,8%

balita tergolong pendek. BB/PB meunjukkan bahwa 78,9% balita tergolong normal dan 21,1% tergolong kurus.

Berat badan dan tinggi badan sangat baik untuk meneliti status gizi balita saat ini karena secara terpengaruhi langsung oleh asupan makan yang dikosumsi sehari-hari.

Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi status gizi selain dari asupan dan penyakit infeksi. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi status gizi balita adalah pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua. Namun keadaan dilapangan menunjukkan bahwa balita dengan status giz baik rata-rata dijumpai pada responden dengan pendidikan yang kurang karena waktu di rumah untuk mengurus anak lebih banyak, serta lebih seringnya anak diberikan susu formula dalam jumlah/porsi lebih banyak.

Hubungan Asupan dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-Square ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi balita di Rw 2 Puskesmas Batua berdasarkan kategori BB/U p= (0,125), PB/U p= (0,380), BB/PB p= (0,323).

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Islamiyah di Posyandu Nusa Indah Kelurahan Kaluku Bodoa Kelurahan Tallo (2013) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi balita. Selain itu penelitian serupa juga dilakukan oleh Andani dkk (2016) di Taman Penitipan Anak Lusendra Kota Semarang yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi bayi dan balita

Asupan protein yang baik sangat berpengaruh terhadap masa anak-anak yang masih mengalami masa pertumbuhan, pertambahan jumlah sel, pembesaran ukuran sel dan kematangan sistem reproduksi, dimana fungsi utama protein yaitu untuk

(5)

48

pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (Almatsier, 2010)

Tidak adanya hubungan antara protein dengan status gizi pada penelitian ini dikarenakan faktor penyediaan makanan, dapat dilihat dari hasil recall jumlah dan proporsi sumber protein yang dikonsumsi balita tidak sesuai dengan usianya. Selain itu faktor lain seperti penyakit infeksi yang sering dialami dalam waktu yang lama menyebabkan penyerapan makanan menjadi tidak optimal sehingga dapat mempengaruhi status gizi balita. Asupan nutrisi pada balita juga terkait dengan pengetahuan dan pendidikan orang tua serta pendapatan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi dapat berpengaruh pada status gizi anak. Ini terlihat pada ibu balita yang menjadi responden kebanyakan hanya memberikan susu formula serta makanan seadanya dengan porsi kecil dan tidak mempertimbangkan variasi dan kandungan gizi dari makanan.

KESIMPULAN

1. Asupan Protein balita usia 6-24 bulan di RW 2 Puskesmas Batua tergolong kurang yaitu 51,4%

2. Status gizi balita usia 6-24 bulan di RW 2 Puskesmas Batua dari 35 sampel berdasarkan kategor BB/U baik sebanyak 91,4%, PB/U normal sebanyak 77,1%, dan BB/PB normal sebanyak 88,6%.

3. Dari hasi uji Chi-Square menunjukkan tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi balita berdasarka indikator BB/U p= 0,125, PB/U p= 0,380, dan BB/PB p= 0,323 SARAN

1. Kepada petugas gizi setempat agar melakukan penyuluhan kepada orang tua anak tentang pentingnya pengetahuan tentang gizi, dan pola makan balita untuk meningkatkan asupan dan status gizi balita

2. Kepada peneliti selanjutnya dengan sampel yang lebih besar, serta memperhatikan faktor-faktor lain seperti penyakit infeksi, persediaan makanan dan pola asuh anak.

DAFTAR PUSTAKA

Adani V, Dina Rahayuning P, M. Zen Rahfiludin. (2016). Hubungan Asupan Makanan (Karbohidrat, Protein, Lemak) dengan Status Gizi Bayi dan Balita (Studi pada Taman Penitipan Anak Lusendra Kota Semarang).

Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 4 (3).

Almatsier S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.

Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.

Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anindita P. (2012). Hubungan tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga, kecukupan protein & zinc dengan stunting (pendek) pada balita usia 6—

35 bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal kesehatan masyarakat. Volume 1(2), 617—626.

Annisa, (2015), Gambaran pola pemberian makan dan asupan serta status gizi anak usia 6-24 bulan di daerah pesisir pantai di kelurahan mallawa kecamatan mallusetasi kabupaten barru.Poltekkes Makassar, Karya Tulis Ilmiah

Aritonang. (2010). Menilai Status Gizi. PT.

Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas). 2010

Gibson, R. S. (2005). Principles of Nutritional Asesment. Second Edition. Oxford University Press Inc, New York

Hasmirawati R. (2010). Hubungan Tingkat Pendapatan dan Asupan Zat Gizi Dengan Statis Gizi Anak Balita di Desa Romangloe. Gowa. Skripsi

Irianto DP. (2006). Panduan Gizi Lengkap.

Yogyakarta; Penerbit Andi.

Kementerian Kesehatan RI. (2009). Profil kesehatan kota Makassar. Makassar Mardhatillah. (2009). Hubungan tingkat asupan

energy dan tigkat asupan zat gizi makro dengan status gizi anak balita pada keluarga prasejahtera dalam perkampungan kumuh di kelurahan antang kecamatan manggala kota Makassar. Skripsi

Muchtadi D. (2009). Gizi Anti Penuaan Dini.

Badung; Alfabeta

Nurhidayah. (2014). Gambaran Praktek Pemberian Mp-Asi, Asupan Gizi dan Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan di Desa Minasa Upa Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros. Karya tulis ilmiah.

Jurusan gizi poltekkes makassar Riskesdas (2013). Badan penelitian dan

Pengembangan Kesehatan

Departemen Kesehatan RI. Jakarta Sandjaja A. (2009). Kamus gizi. Jakarta; Buku

Kompas

(6)

49 Sediaoetama AD. (2000). Ilmu Gizi Untuk

Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Dian Rakyat. Jakarta

Supariasa IDN. (2002). Penilaian Status Gizi.

Jakarta; Buku Kedokteran EGC.

Syahputra WH. (2013). Hubungan Asupan Gizi dengan Status Gizi Balita Gizi Buruk Menurut Respons Perkembangan Status Gizinya Di Wilayah Kerja

Puskesmas III Pakuan Baru.Jambi.

Skripsi

Purwaningrum S, Yuniar. (2012). Hubungan Antara Asupan Makanan dan Status Kesadaran Gizi Keluarga Dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I Bantul. Jurnal Penelitian. Vol.6, No. 3: Pp144-211

Gambar

Tabel  1  di  atas  menunjukkan  responden  pada  penelitian  ini  pada  umumnya  berusia  diantara  30-50  tahun  sebanyak  22  orang  (62,9%),  berpendidikan  tamat  SMA  sebanyak  15  orang  (42,9%),  bekerja  sebagai  ibu rumah tangga sebanyak 34 orang

Referensi

Dokumen terkait

Once the Doctor had explained that he was interested in the journal, and that really he just wanted to have a good look at it, Curtis told Holiday to stop being melodramatic and put

Dalam hal lain, peranan Notaris untuk menghindari timbulnya sengketa dari akta pengikatan jual-beli hak atas tanah adalah bahwa dalam pembuatannya harus dilengkapi dengan kuasa

Based on observation during the job training in Sahid Jaya Hotel Solo for three months, Kitchen Section has two functions. They are as the majoring of producing food and

Jumlah individu musuh alami hanya yang berada berjarak 1 m dari sarang lebah dikoleksi kemudian dihitung dengan menggunakan counter.. Musuh alami yang dikoleksi, diawetkan

Variabel FBIR secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap CAR dan memberikan kontribusi sebesar 3,69 persen terhadap CAR pada Bank

Pemberian air kelapa hibrida dibandingkan air putih sebanyak 200 ml setiap 15 menit selama latihan 75 menit tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap status hidrasi

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax. Tri

Mengembangkan budaya 5S (senyum, sapa, salam, sungkem, dan sopan) untuk Membentuk Karakter Cinta Damai. Penerapan budaya 5S dimaksudkan untuk membentuk