• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK DAN MAKNA PERCAKAPAN SENI SANDUR DI DESA SIDOKUMPUL, KECAMATAN BANGILAN, KABUPATEN TUBAN: KAJIAN ETNOLINGUISTIK. Siti Nurul Hidayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BENTUK DAN MAKNA PERCAKAPAN SENI SANDUR DI DESA SIDOKUMPUL, KECAMATAN BANGILAN, KABUPATEN TUBAN: KAJIAN ETNOLINGUISTIK. Siti Nurul Hidayah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

BENTUK DAN MAKNA PERCAKAPAN SENI SANDUR

DI DESA SIDOKUMPUL, KECAMATAN BANGILAN, KABUPATEN TUBAN:

KAJIAN ETNOLINGUISTIK Siti Nurul Hidayah

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan makna pada percakapan seni Sandur dan faktor-faktor yang melatarbelakangi percakapan seni Sandur di desa Sidokumpul. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnolinguistik, dengan data percakapan keempat tokoh pada seni Sandur dalam bahasa Jawa. Model analisisnya menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menghasilkan berupa tulisan dan rekaman video. Penemuan data akan menghasilkan berdasarkan fakta dan informasi yang diberikan kepada seorang informan. Istilah deskriptif ini menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta sedangkan kualitatif berhubungan dengan bahasa dan masyarakat. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak yang dibantu dengan teknik catat dan rekam, dan metode wawancara. Temuan penelitian ini adalah pertama, seni Sandur menunjukkan makna dari humor yang disajikan oleh pemain mengandung unsur etnolinguistik bangsa Indonesia dalam bentuk pantun dan majas dengan intonasi nada bicara yang diatur dengan baik. Unsur etnolinguistik pada budaya seni Sandur digambarkan melalui persepsi, sikap, perilaku, etika, dan moral yang disajikan. Kesenian ini merupakan model budaya yang disebut nilai budaya yang bertema mistis dan kejawen. Kedua, faktor-faktor yang melatarbelakangi percakapan seni Sandur adalah faktor budaya, faktor usaha, faktor menghibur, dan keakraban.

Kata-kata kunci: percakapan, sandur, etnolinguistik PENDAHULUAN

Sandur merupakan sebuah kesenian rakyat tradisional di Jawa Timur khususnya di daerah Tuban. Kesenian ini termasuk folklor setengah lisan, karena pementasannya mengandung bentuk percakapan dan akrobatik atau hal-hal yang mistis, selanjutnya akan mengundang roh halus misalnya salah satu pemain disuruh untuk menjadi pemerannya yakni jaran dawuk (kuda dawuk) di situ pemain akan menampilkan aksinya untuk memakan beling, bekatul dan lain-lain. Sandur juga termasuk sebuah teater yang mempunyai unsur-unsur, di antaranya percakapan, tarian, tembang (lagu), akrobatik serta memiliki unsur yang mistis pada pertunjukkannya. Pertunjukkan sandur menggambarkan aktivitas masyarakat pedesaan yang sebagian besar mata pencahariannya adalah petani, yang selanjutnya akan diperankan oleh keempat tokoh inti dalam pementasan Sandur yaitu Pethak, Balong, Cawik, Tangsil, dan Germo yang terlibat dalam percakapan, serta pemain pendukung lainnya adalah panjak gong, panjak gendang, panjak saron (gamelan) dan panjak ore (sebutan untuk orang-orang yang menyanyikan tembang-tembang pengiring).

Tujuan dari pertunjukan seni Sandur adalah sebuah ungkapan rasa syukur para petani atas hasil panen yang melimpah dan harapan selanjutnya supaya hasil panen di musim tanam selanjutnya akan lebih baik lagi dari sebelumnya. Selain itu, pertunjukkan Sandur juga dipentaskan pada saat acara hajatan hamil 7 bulan, khitanan, dan acara lain yang gunanya untuk menghibur masyarakat tertentu. Ciri khas dari Sandur adalah percakapan yang mengandung unsur humor dan akrobatik. Menurut

(2)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

Nababan (1984:49) berpendapat kebudayaan adalah sistem aturan-aturan komunikasi dan interaksi yang memungkinkan suatu masyarakat terjadi, terpelihara, dan dilestarikan. Keberadaan bahasa dan budaya juga harus didekatkan keduanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat.

Berdasarkan uraian di atas, topik ini akan dikaji dengan beberapa alasan: (1) memiliki ciri khas yang berbeda dibandingkan dengan sandur-sandur di daerah lain, yakni pada isi percakapannya mengandung unsur komedi, pantun dan bentuk bahasanya yang unik. (2) mendokumentasikan percakapan dalam bentuk pertunjukkan seni Sandur, (3) pemain Sandurnya adalah laki-laki serta lebih banyak prosesnya ketika melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas. Melihat keunikan seni Sandur di desa Sidokumpul sangat berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu, penulis tertarik dengan objek kesenian tersebut karena di dalam percakapannya terdapat unsur humornya dan layak untuk diteliti. Berdasarkan penelusuran data di atas, masalah tersebut belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, maka topik penelitian ini akan dikaji dari segi percakapannya untuk memperoleh bentuk dan makna-makna budaya yang sesuai dengan masyarakat Tuban.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

Dalam penelitian deskriptif terdapat tiga tahap metode penelitian, yaitu (1) metode pengumpulan data, (2) metode analisis data, dan (3) metode penyajian hasil analisis data. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cakap atau wawancara. Mewawancarai adalah suatu hal wajib bagi seorang peneliti supaya mendapatkan jawaban dari suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada informannya. Menurut Singarimbun, (dalam Effendi dan Tukiran, 2012:207) menyatakan wawancara merupakan suatu proses berinteraksi dan berkomunikasi kepada orang lain yang melibatkan lebih dari dua orang. Dalam proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Teknik simak bebas libat cakap adalah Penjaringan data dapat dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut berpartisipasi dalam proses pembicaraan. Dalam teknik ini, peneliti tidak dilibatkan langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai pemerhati-pemerhati terhadap calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang berada di luar dirinya (Sudaryanto, 1988:4 dalam Kesuma, 2007:44).

Data yang disimak dengan teknik ini dapat berupa data dari sumber lisan dan tertulis.

Yang terakhir teknik rekam dan teknik catat pada metode penelitian ini untuk menghasilkan sebuah data diperlukan perekaman pada objek yang akan diteliti. Metode ini dengan cara mengundang para pemain seni Sandur dan mementaskannya, pementasannya ini bertempat di halaman rumah dan selanjutnya merekam pementasan seni sandur sampai selesai. Perekaman ini berlangsung pada tanggal 30 Mei 2015 pukul 20.00 - 00.00 WIB. Setelah direkam kemudian peneliti mencatat dan mengamati percakapan seni Sandur. Kemudian dari hasil data yang diperoleh selanjutnya ditranskip dan dianalisis berdasarkan bentuk dan makna pada percakapan seni Sandur.

Tahap terakhir yang dilaksanakan oleh peneliti apabila data sudah selesai dianalisis, kemudian disajikan dengan menggunakan metode penyajian formal dan informal.

Namun, dalam penyajian analisis data ini berfokus menggunakan metode penyajian analisis data secara informal. Maksudnya adalah penyajian hasil analisis data menggunakan kata-kata biasa (lih.Sudaryanto 1993:14, dalam Kesuma 2007: 71).

(3)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk dan Makna Percakapan dalam Pertunjukkan Seni Sandur 1.1 Bentuk Pantun

Data 1

Pethak : sriwikutil temumpang mejo melu Wak Tangsil ora ditompo

(Menit ke 50:10) Terjemah

Pethak : sriwikutil naik Meja

ikut paman Tangsil tidak diterima

Data diatas, terdapat bentuk pantun yang ditandai dengan setiap bait memiliki dua baris dan berirama a-a. Pantun tersebut dapat dilihat dari kata Sriwikutil yang merupakan tembung orang susah atau nyanyiannya orang susah. Pantun tersebut menggambarkan Pethak yang hidupnya kesusahan dan ingin mencari pekerjaan. Bentuk ekspresinya yang sedih, dengan muka yang menunduk kebawah ketika ia sedang mencari pekerjaan tetapi akhirnya ditolak oleh juragan Balong.

Makna yang terkandung dalam percakapan di atas adalah segala sesuatu yang dilakukan tentunya memiliki tujuan tersendiri. Tujuan Pethak hidup yang dicari adalah supaya dalam menjalani kehidupannya sehari-hari bermanfaat bagi orang lain.

Meskipun, dari kalangan kelas bawah yang tidak memiliki harta benda apapun kecuali dirinya sendiri. Oleh sebab itu, Pethak selalu berusaha mencari pekerjaan. Karena tujuan hidup adalah bekerja dan tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa bekerja.

1.2 Bentuk Humor Data 2

Pethak : opo Wak prenggaweanku?

Tangsil : jabut asem sak oyoteLe Pethak : gak kuat Wak

Tangsil : nek gak kuat nang minggat kono Pethak : iyo Wak iyo

(Menit ke 50:03)

Terjemah

Pethak : paman, apa pekerjaanku?

Tangsil : mencabut asam sampai akarnya nak.

Pethak : tidak kuat paman.

Tangsil : kalau tidak kuat ya pergi sana.

Pethak : iya paman iya

Data di atas, terdapat bentuk humor yaitu oyote yang berarti ‘akarnya’. Kata

‘akar’ termasuk bagian tumbuhan yang biasanya tertanam di dalam tanah sebagai penguat dan menyerap air. Dengan demikian, salah satu percakapan dalam seni Sandur mengacu pada bentuk humor, yang bertujuan untuk menghibur penonton. Pada saat Tangsil memberikan pekerjaan yang begitu berat kepada Pethak dengan nada yang tinggi, supaya pekerjaan yang ditawarkan akan ditolak.

Penggunaan kata wak dalam percakapan yang mengandung bentuk humor diatas merupakan ciri khas panggilan bagi orang Jawa terutama Jawa Timur. Wak disini memiliki arti pak namun kata wak lebih mengarah pada kedekatan atau keakraban sedangkan kata pak memiliki batasan dalam tata krama terhadap sesama orang Jawa.

(4)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

Pemilihan kata wak dalam percakapan Sandur ini memang dimaksudkan untuk lebih akrab satu sama lain dan mengenalkan budaya Jawa Timur terkait panggilan dalam bentuk wak.

Makna yang terkandung dalam percakapaan di atas adalah Percakapan tersebut menunjukkan bahwa Pethak ingin mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya yang sedang merantau, Tangsil juga merasa orang biasa dari keluarga sederhana yang kurang mampu untuk menggaji seseorang. Oleh sebab itu, Tangsil berusaha menawarkan pekerjaan yang berat kepada Pethak yakni mencabut asam sampai akarnya supaya Pethak menolak dengan pekerjaan yang diberikan oleh Tangsil. Akhirnya, Pethak tidak mau karena pekerjaan tersebut terlalu berat dan tidak mungkin untuk dia kerjakan.

1.3 Bentuk Perintah Data 3

Pethak :oleh Kang olehem nyileh gaman?

Balong :oleh Cung oleh, tapi pepehi sek Cung.

Pethak :iyo Kang iyo.

Pepowah… pepeh

(Menit ke 1:02:47) Terjemah

Pethak :dapat mas, kamu pinjam gaman?

Balong :dapat nak dapat, tapi dipukuli pakai palu dulu nak.

Pethak : iya mas iya

Data di atas mengandung unsur bentuk perintah, dimana percakapan yang terjadi diantara Pethak dan balong terakit dengan kebiasaan orang Jawa pada zaman lampau yakni bertani atau berkebun dalam mencari nafkah. Selain itu penggunaan kata pepehi sek Cung yang memiliki arti ‘dipukuli pakai palu dulu nak’ merupakan tradisi Jawa sebelum menggunakan gaman atau dalam bahasa Indonesianya sabit sebagai alat untuk memotong rumput. Pepeh merupakan kegiatan dimana sabit di pukuli pake palu yang berguna untuk menipiskan sabit. Menurut kepercayaan orang Jawa dengan melakukan kegiatan tersebut maka sabit akan terasa lebih tajam dan mempermudah pekerjaan mereka dalam memotong rumput.

Selain itu, penggunaan kata Pepowah… pepeh dalam percakapan diatas, memiliki makna sama yakni memukul sabit dengan palu. Namun kata dasar memukuli dengan palu dalam bahasa Jawa adalah pepeh, sedangkan kata pepowah adalah penekanan dalam bahasa Jawa yang memiliki arti sangat memukuli dengan palu. Dalam hal ini berarti si pengucap mengerjakan hal tersebut dengan sungguh-sungguh sehingga mengucapkan kalimat Pepowah… pepeh. Karena kebiasaan mereka dengan pengucapan Pepowah… pepeh maka dapat dikatan mereka benar-benar melakukan pekerjaan tersebut. Oleh sebab itu, pengucapan dengan kalimat tersebut sudah menjadi kebiasaaan mereka dalam melakukan pekerjaan memukuli sabit dengan palu.

1.4 Bentuk Majas Data 4

Balong : Cung-cung kuwe gelak-gelek ning tengah prapatan adoh lor adoh kidul sing mbok sejo opo cung?

Pethak : yo kang aku ra dongko ra kayang ra kabur kanginan sak tiba-tibaku kang

(5)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

Balong : yo Cung kuwe ra dongko ra kayang ra kabur kanginan sak tiba- tibanem sing mbok sejo opo cung?

(Menit ke 50:20) Terjemah

Balong :nak-nak kamu tengak-tengok di tengah perempatan jauh dari utara jauh dari selatan yang kamu cari apa nak?

Pethak :iya mas, saya tidak punya jungkir balik sampai terjatuh-jatuh mas Balong :iya nak, kamu jungkir balik sampai terjatuh-jatuh yang kamu cari apa

nak?

Data di atas, mengandung unsur budaya dalam penggunaan bahasanya. Dimana bahasa yang digunakan didalamnya terdapat peribahasa dan budaya yang kental dengan orang Jawa kuno. Penggunaan bahasa dalam percakapan diatas di maksudkan dengan kehidupan sang Pethak yang dalam kehidupan sehari-harinya hidup sebatang kara dan tidak memiliki harta atau tempat tinggal. Sehingga penggunaan kata yo kang aku ra dongko ra kayang ra kabur kanginan sak tiba-tibaku kangmenggambarkan kehidupan nyata Pethak dalam mencari pekerjaan untuk mengisi kekosongan hari-harinya.

Makna yang terkandung dalam percakapan di atas adalah dimana percakapan terkesan seperti sangat dramatis dalam menghadapi suatu keadaan, dalam arti keadaan yang sulit menjadi sangat sulit dan terlihat seperti sangat menderita.Selain itu, makna yang terkandung menunjukkan keaslian budaya Indonesia dalam hal pengucapan kosa katanya. Terutama ucapan bagi kosa kata orang Jawa sehingga unsur etnolingistik terkandung dalam makna percakapan pemain Seni Sandur.

1.5 Bentuk Kesalahpahaman Data 5

Balong : kenopo cung kok balek?

Pethak : jare mbok kongkon budal ning belek Kang

Balong : yo cung kupingem kopok maeng mulo nek tak kongkon budal madhek Pethak : madhek ora eroh tegal sawahe

Balong : saiki ayo budal wong loro cung Pethak : iyo kang iyo…

(Menit ke 51:38)

Terjemah

Balong : kenapa nak kok balik?

Pethak : katanya disuruh berangkat di belek mas

Balong : ya nak, telingamu tuli tadi saya suruh berangkat untuk melihat-lihat di sawah

Pethak : lihat-lihat sawah, tidak tahu ladang sawahnya Balong : sekarang ayo berangkat berdua nak

Pethak : iya mas iya

Data di atas, terdapat bentuk kesalahpahaman yaitu belek yang berarti ‘nama desa’.Dengan demikian, salah satu percakapan yang diucapkan oleh tokoh Pethak bahwa maksud dari tokoh Balong adalah menyuruh pergi untuk Madhek yang berarti

‘lihat-lihat sawah’. Namun, respon yang didengar oleh Pethak yakni untuk pergi ke desa belek. Makna yang terkandung dalam percakapan di atas adalah dimana

(6)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

pendengaran yang terganggu dapat menimbulkan kesalahpahaman, dalam arti ketika komunikator atau sipenerima pesan (informasi) kurang mendengarkan apa yang dikatakan komunikasn (si pembawa pesan atau informasi) maka akan terbentuk unsure kesalahpahaman dalam menangkap informasi atau pesan yang disampaikan oleh komunikan.

Dalam pertunjukan bentuk kesalahpahaman seperti contoh percakapan diatas merupakan suatu hal yang bukan berarti dapat menimbulkan permasalahan dan pertengkaran. Namun, bentuk kesalahpahaman hanya didasari untuk menghibur para penonton sehingga menimbulkan gelak tawa dan dapat dinikmati oleh penonton saja.

Permasalahan yang menimbulkan kesalahpahaman hanyalah untuk menghibur para penikmat Seni Sandur ini, yakni masyarakat desa Sidokumpul Tuban. Bentuk kesalahpahaman merupakan bentuk etnolingustik dari penduduk yang merupakan penonton serta pemain Sandur. Perkataan yang diucapkan mengandung bentuk kesalahpahaman yang dapat membuat pengulangan perkataan dengan nada tinggi namun kesalahpahaman tersebut dibuat dikarenakan untuk memancing lawan bicara dalam bercanda.

1.6 Bentuk Pemaksaan Data 6

Tangsil : cah sembung dalu-dalu rene ono parigawe opo Le?

Pethak : golek ngengeran Wak Tangsil : ra nduwe Le

Pethak : nduwe wak nduwe

Tangsil : kandani ra nduwe kok mekso Pethak : nduwe wak

(Menit ke 49:50)

Terjemah

Tangsil : anak Sembung malam-malam kemari ada perlu apa nak?

Pethak : mencari pekerjaan paman Tangsil : tidak punya nak

Pethak : punya paman punya

Tangsil : dibilangi tidak punya kok maksa Pethak : punya paman

Dari data di atas, terdapat bentuk pemaksaan yaitu nduwe yang berarti

‘punya’.Dengan demikian, salah satu percakapan yang diucapkan oleh tokoh Pethak terdapat pengulangan kata Nduwe. Apabila dalam satu percakapan tersebut diucapkan hanya satu kata saja maka tidak akan mengandung bentuk pemaksaan melainkan bentuk informasi, tetapi dalam percakapannya ini terdapat dua pengulangan kata Nduwe Wak nduwe yakni mengandung bentuk pemaksaan.

Makna yang terkandung dalam percakapan di atas adalah penekanan dalam pengulangan perkataan pada percakapan diatas membuat kesan komunikasi yang terjadi terlihat seperti bentuk pemaksaan, sehingga dalam pengucapan dilakukan berulang- ulang. Percakapan para pemain mengacu pada makna yang ingin dikehendaki dan ingin dituruti. Pengulangan kata tersebut bertujuan untuk tokoh Pethak yang berharap lamaran pekerjaannya di terima di rumahnya Tangsil. Dalam hal ini bentuk pemaksaan pentas seni Sandur yang terjadi saat komunikasi yang berlangsung antar pemain

(7)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

bukanlah suatu paksaan yang negatif namun bentuk paksaan dalam percakapan pemain Sandur hanyalah suatu penekanan yang bersifat menggoda pemain lainnya sehingga memancing emosi yang lucu dan menghibur. Budaya orang jawa dalam merayu ketika menginginkan apa yang di harapkan menjadikan percakapan banyak mengandung bentuk paksaan, dalam arti bentuk paksaan disini hanya serupa dengan merayu namun terlihat memaksa.

1.7 Bentuk Mantra Data 6

Tangsil : ala etan pace Panjak : ala inggih Wak e Tangsil : ala kidul kali gede Panjak : ala inggih Wak e Tangsil : ala kulon deso Juron Panjak : ala inggih wak e Tangsil : ala lor Bangilan Panjak : ala inggih Wak e Tangsil : ala duwur langit Panjak : ala inggih Wak e Tangsil : ala ngisor lemah Panjak : ala inggih Wak e

Tangsil : tengah-tengahpanjak hore Panjak : ala inggih Wak e.

Tangsil :niat ingsun trotas tratas nratasi tegale Pethak Balong nrontong bis kolas kalis ora ono setan ora ono iblis sing mendelis Wak Tangsil dewe.

(Menit ke 1:14:02) Terjemah

Tangsil : bagian timur pace Panjak : ala inggih paman Tangsil : bagian selatan sungai Panjak : ala inggih paman Tangsil : bagian barat desa Juron Panjak : ala inggih paman Tangsil : bagian utara Bangilan Panjak : ala inggih paman Tangsil : bagian atas langit Panjak : ala inggih paman Tangsil : bagian bawah tanah Panjak : ala inggih paman

Tangsil : bagian tengah-tengah panjak hore Panjak : ala inggih paman

Tangsil : saya berniat

Data di atas, terdapat bentuk mantra yaitu niat ingsun trotas tratas nratasi tegale Pethak Balong nrontong bis kolas kalis ora ono setan ora ono iblis sing mendelis Wak Tangsil dewe yang berarti “saya berniat untuk menerobos kebun Pethak Balong berlubang-lubang tidak ada setan tidak ada iblis yang tidak peduli Wak Tangsil sendiri”. Dengan demikian, salah satu percakapan yang diucapkan oleh tokoh Tangsil terdapat ucapan mantra yang berguna untuk membuat Tangsil lebih yakin akan niatnya.

(8)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

Makna yang terkandung dalam percakapan di atas adalah bentuk perkataan yang mengandung unsur mantra, dimana ucapan bermakna bahwa Tangsil bertekat menerobos kebun Pethak Balong tanpa memperdulikan setan maupun iblis.Hal ini dilakukan guna untuk memperkuat diri dan meyakinkan diri agar tetap dan lebih berani sehingga menghilangkan rasa takut dalam diri.Dalam arti mantra disini membuat semangat diri sendiri. Mantra dalam seni Sandur ini merupakan nilai budaya yang megandung kategori pandangan hidup seseorang. Mantra digunakan untuk memperkuat keyakinan dalam diri seseorang. Selain itu,bentuk mantra merupakan salah satu bentuk budaya orang Jawa. Dimana kebudayaan dalam Jawa merupakan perilaku serta perkataan yang khas dan menunjukan ciri bahwasannya ia merupakan asli orang Jawa.

1.8 Bentuk Informasi Data 8

Balong : kenopo Cung kok balek?

Pethak : alase sungil Kang

Balong : ngundang Wak e Cung kon danyangi Pethak : ngundang kudu wong tuo Kang Balong : iyo Cung iyo… Niat Ingsun…..

(Menit ke 1:08:20) Terjemah

Balong : kenapa nak kok balik?

Pethak : hutannya angker mas

Balong : mengundang paman nak suruh mengusir setan Pethak : mengundang harus orang tua mas

Balong : iya nak iya… niat ingsun…

Data di atas, terdapat bentukinformasi yang dipakai adalah Sungil. Kata Sungil artinya angker dan danyang yang artinya mengusir makhluk halus.Phetak memberikan informasi kepada Balong bahwa sawah yang dituju ternyata angker dan untuk mengusir makhluk halus itu dengan cara mengundang Tangsil. Namun, bukan Pethak yang mengundang tetapi Balong yang ditugaskan untuk mengundang Tangsil. Makna yang terkandung dalam percakapan di atas adalah tempat yang akan ditanami sesuatu harus bersih dari gangguan makhluk apapun. Gangguan-gangguan ini biasanya kalau tidak dibersihkan maka proses penanaman akan gagal dan tidak akan menuai hasil panenannya.

Dalam percakapan diatas dengan penggunaan kalimat alase sungil Kang dan ngundang Wak e Cung kon danyangi merupakan identik khas orang Jawa, dimana orang Jawa kuno yang identik dengan mistis sehingga masih mempercayai hal-hal yang berbau mistis seperti percakapan diatas. Orang Jawa kuno yang kejawen ketika menemukan suatu hal yang mistis maka akan mengundang leluhurnya atau seseorang seperti dukun serta melakukan suatu sesajen yang dapat mengusur setan. Hal tersebut sudah menjadi tradisi orang Jawa dalam mengusir roh halus sehingga percakapan diatas masih memiliki hubungan dengan budaya Jawa. Bentuk Informasi yang disajikan dalam percakapan pemain Sandur merupakan budaya mereka dalam mengutarakan serta menyampaikan suatu informasi. Dimana informasi disampaikan dengan bahasa yang khas asli orang Jawa ini merupakan unsur budaya jawa dalam seni ini sangatlah kental.

(9)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Percakapan Seni Sandur

Pertama faktor budaya, dalam hal ini percakapan pada Seni Sandur terdapat unsur budaya jawa yang kental dengan mantra dalam ucapannya. Mantra dan pantun yang diucapkan dalam seni sandur merupakan gaya bahasa yang termasuk kategori kebudayaan Jawa dan mengandung pelajaran baik yang biasanya berupa nasihat, anjuran, perintah, larangan, dan teguran.

Dalam seni sandur ini ucapan mantra terkait dengan pandangan hidup orang Jawa yang melihat suatu kejadian dengan waspada dan berhati-hati, kemudian menimbulkan persepsi bahwa orang Jawa memiliki sifat titen “teliti‟. Titen yang dimiliki orang Jawa ini adalah teliti dalam segala hal termasuk membaca keadaan dan tanda-tanda alam, sehingga orang Jawa terutama orang Jawa zaman dahulu memiliki rasa peka yang tinggi dalam menjalani hidupnya baik antara hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, manusia, ataupun dengan alam. Oleh karena itu, rasa peka tersebut maka orang Jawa dapat menghubungkan atau menganalogikan hal/kejadian tertentu dengan pilihan leksikon yang berasal dari lingkungan sosial budaya di sekitarnya sebagai pembentuk peribahasa Jawa atau mantra.

Kedua faktor usaha, faktor yang melatarbelakangi percakapan pada seni Sandur selanjutnya adalah faktor usaha, dimana percakapan yang terjadi antara pemain bersangkutan dalam usaha Pethak mencari suatu pekerjaan. Usaha Pethak dalam percakapan Sadur merupakan bagaimana Pethak tidak putus asa dalam mencari pekerjaan dengan mencari dan menanyakan kepada Juragan Germo dan Tangsil.

Percakapan yang terjadi akibat Pethak yang selalu menanyakan dan curahan hatinya dalam mencari suatu pekerjaan, sehingga percakapan Sandur terkait dengan usaha Pethak dalam mencari pekerjaan.

Ketiga faktor menghibur, pertunjukan seni Sandur yang dapat dinikmati oleh penonton dari berbagai kalangan tanpa ada batasan usia. Kesenian yang sudah umum bagi masyarakat Tuban sering dinantikan. Dikarenakan dalam penggunaan bahasa yang di gunakan oleh pemain bermaksud untuk menghibur penonton sekalipun itu terlihat kasar atau Ngoko dalam ungkapan bahasa jawanya. Dalam hal ini faktor menghibur ini hanya untuk menyenangkan para penikmat dan penonton seni Sandur saja. Pertunjukan seni Sandur ditujukan bertujuan untuk memunculkan kesan lucu sehingga menghibur para warga Tuban yang menikmati seni yang sudah mulai punah. Penggunaan bahasa jawa Ngoko dalam pertunjukan seni ini walaupun terlihat kurang sopan dapat dimaklumi dan dianggap penonton hanya sekedar untuk hiburan bagi para penikmatnya.

Keempat faktor keakraban, penggunaan bahasa pada seni Sandur antara pemain dengan lawan pemainnya dengan berbagai macam usia dan profesi. Yakni mulai dari yang termuda hingga yang paling tua dan mulai dari yang kaya maupun yang miskin dalam aktting pemainnya. Faktor tersebut yang pertama menurut klasifikasi peneliti adalah faktor keakraban, faktor ini memicu adanya salah satu kelompok pemain menggunakan bahasa Jawa Ngoko pada saat pemainnya disuruh untuk melakukan suatu pekerjaan. Pada saat melakukan komunikasi mereka selalu menggunakan bahasa Jawa Ngoko meskipun pada siapa meraka berbicara. Hal tersebut dilakukan karena memiliki tujuan tertentu. Adapun tujuan tersebut adalah dengan niatan untuk merekatkan hubungan tali silaturrahim kepada para pemainnya yang sudah saling kenal. Hal ini serupa dengan artian merekatkan keakraban antara pemain sehingga tidak menunjukkan tingkatan antara pemain. Dalam arti pemain seni Sandur tersebut menjalin hubungan

(10)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

yang akrab tanpa batasan usia dan pekerjaan sehingga komunikasi yang terjadi mengalir sebagaimana melakukan percakapan antara teman sejawat.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang ada maka dapat disimpulkan bahwa bentuk- bentuk yang terdapat pada data bahasa percakapan seni Sandur, yakni Pantun merupakan wajah dari keaslian masyarakat Indonesia terutama dengan bahasa yang yang digunakan yakni jawa sehingga menunjukkan identitas dirinya sebagai asli orang Jawa. Seni Sandur menunjukkan makna dari humor yang disajikan oleh pemain mengandung unsur etnolinguistik bangsa Indonesia dalam bentuk pantun. Penggunaan majas pada setiap percakapan dalam Seni Sandur menunjukkan adanya unsur etnolinguistik. Majas menggambarkan kondisi yang sebenarnya dari kehidupan sehari- hari.

Percakapan dalam seni Sandur mengandung kata perintah dan juga mengandung unsur keindahan yang terdapat pada irama dan nadanya. Dalam percakapan seni Sandur sangat dramatis dalam menghadapi suatu keadaan. Hal ini menunjukkan keaslian budaya Indonesia dalam hal pengucapan kosa katanya mengandung unsur etnolingistik.

Dalam seni Sandur, banyak menggunakan pantun sebagai gaya berbahasa, artinya gaya bahasa yang memiliki makna berarti bagi penutur kata maupun pendengar dan sesuai dengan ilmu Semantik.

Budaya dalam Seni Sandur yang diutarakan dalam bentuk kesalahpahaman merupakan bentuk etnolingustik dari penduduk yang merupakan penonton serta pemain Sandur. Bentuk pemaksaan dalam pentas seni Sandur bukanlah suatu paksaan yang negatif namun bentuk paksaan dalam percakapan pemain Sandur hanyalah suatu penekanan yang bersifat menggoda pemain lainnya sehingga memancing emosi yang lucu dan menghibur. Unsur etnolinguistik pada budaya seni Sandur digambarkan melalui persepsi, sikap, perilaku, etika, dan moral yang disajikan dalam kesenian ini merupakan model budaya yang disebut nilai budaya yang bertema mistis dan kejawen.

Gaya bahasa yang digunakan pemain memiliki diksi, dimana pilihan kata dengan cara yang tepat dengan nuansa- nuansa makna yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk dan nilai rasa yang dimiliki oleh kelompok masyarakat pendengar. Faktor yang mempengaruhi percakapan yang digunakan dalam seni Sandur ialah faktor budaya, faktor usaha, faktor menghibur, dan faktor keakraban. Pertunjukan seni Sandur bertujuan untuk menikmati pertunjukan dengan santai tanpa ada tekanan sehingga faktor keakraban dimunculkan dalam penggunaan bahasa pada seni Sandur tersebut. Berbagai bentuk yang dijabarkan pada penelitian diatas menunjukkan bahwa unsur etnolinguistik sangat berperan dalam budaya kejawen yang ada dalam Seni Sandur.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Sofian dan Tukiran. (Ed.) 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, Anggota Ikapi.

Kesuma, Tri MastoyoJati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta:

Carasvatibooks.

(11)

Skriptorium, Volume 6, Nomor 1

Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Referensi

Dokumen terkait

Ada tiga kabupaten yang memiliki IPM tertinggi yaitu Kota Bukitinggi, Kota Padang, dan Kota Padang Panjang untuk merencanakan pembangunan di Sumatera Barat harus

Dengan menggunakan FAHP Extent Analysis akan diperoleh bobot penilaian dari masing-masing kriteria secara lebih objektif, sehingga diharapkan pengambilan keputusan dengan

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan pengolahan tanah dan pembuatan bedengan, penanaman benih Jagung Pulut, pengaplikasian herbisida yang dilakukan satu kali pada umur

Dimana data mentah hasil kuisioner akan dilakukan klasifikasi terhadap komentar-komentar dari mahasiswa agar dapat diperoleh nilai sentimen dari setiap komentar

Saham perusahaan AKRA yang memiliki tingkat risiko tinggi dimana nilai beta lebih dari satu (β>1) yaitu 1,81450, maka tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor

Tujuan penelitian Untuk mengetahui efektifitas penerapan pendekatan CL versi STAD dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar Matematika peserta didik kelas

Dari uraian diatas pembelajaran generatif itu sendiri adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa ikut aktif dan berpartisipasi dalam proses belajar dengan keaktifan

peningkatan keamanan dan persenjataan tentunya memiliki tujuan untuk melindungi serta untuk menjaga pertahanan dan keamanan negaranya dari ancaman dan serangan nuklir