• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Laparatomi

2.1.1 Definisi Laparatomi

Tindakan insisi pembedahan melalui dinding perut atau peritoneum biasa dikenal dengan Laparotomi. Seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant menggunakan kata “laparotomi” pertama kali untuk merujuk operasi semacam ini pada tahun 1878 oleh. Kata lapara” berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang rusuk dan pinggul. Sedangkan “tome” berarti pemotongan. Kata tersebut terbentuk dari dua kata Yunani, “lapara” dan “tome”(Setiawan et al., 2017) Laparatomi merupakan jenis operasi bedah mayor yang dilakukan di daerah abdomen. Pembedahan dilakukan dengan cara memberikan sayatan pada bagian lapisan-lapisan dinding abdomen untuk memperjelas organ abdomen yang mengalami masalah seperti kanker, obstruksi, perforasi, dan perdarahan. Sayatan yang dilakukan dalam proses laparatomi dapat menimbulkan luka yang berukuran besar dan dalam, sehingga waktu pemulihan yang lama dan proses perawatan berkelanjutan dibutuhkan. Ada 4 metode dalam proses pembedahan abdomen yaitu Midline incision. Paramedian, Transverse upper abdomen incision dan

Transverse lower abdomen (Jong & Sjamsuhidajat, 2019).

Laparotomi adalah prosedur pembedahan yang melibatkan rongga Abdomen yang dapat dilakukan dengan operasi terbuka. Operasi abdomen meliputi operasi pada beberapa organ dalam abdomen yaitu kandung empedu, duodenum, usus halus dan usus besar, Dinding abdomen guna memperbaiki hernia umbilikalis, femoralis, dan inguinalis, usus buntu dan pancreas (Tjokroprawiro, 2015).

(2)

2.1.2 Indikasi Laparatomi

Menurut (Jong & Sjamsuhidajat, 2019) indikasi dilakukannya laparatomi adalah sebagai berikut:

a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

Trauma Abdomen diartikan sebagai kerusakan struktur yang terletak di antara diafragma dan pelvis yang disebabkan oleh luka tumpul atau tusuk. Yang kemudian dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1) Trauma penetrasi (trauma abdomen dan menembus ke dalam rongga peritoneum) yang disebabkan oleh: luka tusuk, luka tembak. 2) Trauma tumpul (trauma abdomen yang tidak menembus ke dalam rongga peritoneum), bisa disebabkan karena pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau

sit-belt (sabuk pengaman).

b. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan pada selaput selaput serosa rongga perut yang diklasifikasikan menjadi primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) yang disebabkan oleh penyakit hati kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh apendisitis perforasi, perforasi lambung dan penyakit ulkus duodenum, perforasi usus besar (yang paling umum adalah kolon sigmoid), dan proses pembedahan adalah penyebab peritonitis tersier.

c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)

Obstruksi usus dapat diartikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi Usus biasanya menyerang usus besar karena kanker, dan berkembang secara perlahan. Obstruksi total dari usus kecil adalah suatu kondisi Situasi darurat yang

(3)

membutuhkan diagnosis dini dan pembedahan. Penyebabnya bisa karena perlengketan (lengkung usus melekat pada area penyembuhan atau di jaringan parut setelah operasi abdomen), Intususepsi (bagian usus menembus ke bagian lain di bawah karena penyempitan lumen), Volvulus (Usus besar yang memiliki mesocolon dapat terpuntir sendiri dan menyebabkan penyumbatan dengan menutupnya lingkaran usus), hernia (tonjolan usus) melalui area lemah dalam usus atau dinding dan otot perut), dan tumor (tumor dalam dinding usus, meluas ke rongga usus atau tumor diluar usus yang menyebabkan tekanan pada dinding usus)

d. Apendisitis

Apendisitis mengacu pada radang usus buntu yaitu suatu tambahan seperti kantong berada di bagian bawah sekum. Penyebab paling umum apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis selaput lendir dan menyebabkan peradangan. Selain itu terdapat beberapa penyebab terjadinya apendisitis yaitu: 1) Tumor perut 2) Pankreatitis (radang pankreas) 3) Abses (area yang terinfeksi secara lokal) 4) Adhesi (pita jaringan parut yang terbentuk setelah trauma atau pembedahan) 5) Diverticulitis (peradangan pada struktur kistik di dinding usus) 6) Perforasi usus 7) Kehamilan ektopik (kehamilan terjadi di luar rahim) 8) Benda asing (seperti peluru dari korban penembakan) 9) Pendarahan internal

2.1.3 Jenis-Jenis Anestesi Laparatomi

Pasien yang akan menjalani proses laparotomi akan menerima anestesi guna meringankan rasa nyeri selama proses laparatomi. Berikut adalah jenis-jenis anestesi.

(4)

a. Anestesi Umum

Anestesi umum akan menyebabkan pasien kehilangan sensasi dan kesadarannya. Otot akan menjadi lebih rileks dan mempermudah dalam proses pembedahan tersebut. Proses pembedahan yang menggunakan anestesi umum seringkali melibatkan prosedur mayor karena membutuhkan manipulasi jaringan yang luas.

b. Anestesi Regional

Anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada regio tubuh tertentu. Anestesi ini terdiri dari spinal anestesi, epidural anestesi, dan kaudal anestesi. Indikasi anestesi regional adalah pembedahan abdominal bawah, inguinal, urogenital, rektal dan ekstremitas bawah.

c. Anestesi Lokal

Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan. Obat yang digunakan akan menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Metode ini umumnya digunakan pada proses bedah minor yang mana pasien cenderung akan tetap terjaga kesadarannya (Rehatta, Hanindito, et al., 2019).

2.1.4 Cara / Metode Insisi Pembedahan a. Midline incision

Metode sayatan garis tengah adalah metode yang paling umum digunakan karena jarang terjadi perdarahan, eksplorasi yang lebih luas, dapat dengan cepat dibuka dan ditutup, dan tidak memotong ligamen dan saraf. Indikasinya yaitu terhadap eksplorasi gaster, pankreas, hati, limpa, dan di bawah pusar digunakan untuk mengeksplorasi ginekologi, kolon sigmoid rektal dan organ dalam pelvis (Setiawan et al., 2017).

(5)

b. Paramedian

Metode ini dilakukan sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi dua yaitu paramedian kiri dan kanan, dengan indikasi pada operasi lambung, pankreas, organ pelvis, eksplorasi usus bagian bawah. Metode ini memiliki keuntungan yaitu merupakan sayatan anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan mudah memperluas sayatan ke atas dan ke bawah (Setiawan et al., 2017).

c. Transverse upper abdomen incision

Yaitu sayatan pada bagian atas abdomen, seperti pembedahan kolektomi dan splenektomi (Setiawan et al., 2017).

d. Transverse lower abdomen incision

Sayatan melintang pada perut bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka seperti operasi usus buntu (Setiawan et al., 2017).

2.2 Konsep Perawatan Pasca Operasi 2.2.1 Definisi Perawatan Pasca Operasi

Pembedahan merupakan tindakan invasif yang dijalani individu yang menyebabkan terjadinya perubahan pada tubuh dan prosesnya terdiri dari tiga fase yaitu praoperatif, intraoperatif, dan postoperatif. Fase pasca operasi adalah fase dimana klien masuk ke ruang pasca anestesi dan selesai ketika luka akibat operasi telah sembuh. Tindakan keperawatan yang dilakukan selama fase pasca operatif, antara lain mengkaji respon klien (fisiologis dan psikologis) terhadap tindakan pembedahan, memberi penyuluhan dan memberikan dukungan kepada klien dan orang terdekat, melakukan intervensi untuk memfasilitasi proses penyembuhan dan mencegah komplikasi, dan merencanakan perawatan dirumah (Jong & Sjamsuhidajat, 2019).

(6)

Membantu klien mencapai status kesehatan yang paling optimal. Peran perawat selama fase pasca operatif sangat penting terutama untuk pemulihan klien merupakan tujuan dari perawatan pasca operasi. Anestesi menyebabkan adanya hambatan kemampuan klien untuk merespon terhadap stimulus lingkungan dan untuk membantu mereka sendiri, meskipun tingkat kesadaran klien mungkin akan sangat berbeda-beda. Selain itu, pembedahan dapat menyebabkan trauma pada tubuh dengan mengganggu mekanisme protektif dan homeostasis (Suriya & Zuriati, 2019).

Terdapat dua tahap tindakan pasca operasi yang akan dilakukan, yaitu tahap pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca operasi. Bagi klien yang menjalani proses pembedahan sehari, waktu normal pemulihannya terjadi hanya dalam 1 sampai 2 jam. Dan penyembuhan dilakukan dirumah. Untuk klien yang dirawat dirumah sakit, pemulihan terjadi selama 9 beberapa jam dan penyembuhan berlangsung selama satu hari atau lebih bergantung pada luasnya pembedahan dan respons klien (KEMENKES, 2020) 2.2.2 Masalah Pasca Operasi

Proses pembedahan terkadang melibatkan beberapa sistem tubuh secara langsung maupun tidak langsung, dan menjadi suatu pengalaman yang rumit bagi klien, diagnosa keperawatan berfokus pada variasi masalah aktual, potensial, dan kolaboratif. Masalah yang sering ditemukan pada pasca operatif adalah masalah sirkulasi, masalah urinarius, masalah luka, masalah gastrointestinal, dan masalah rasa aman nyaman (Sulistini et al., 2014).

(7)

2.2.3 Intervensi Keperawatan Pasca Operasi a. Penyuluhan pasien/keluarga

Kebanyakan pendidikan kesehatan pada tahap ini masih melanjutkan konsultasi yang diberikan sebelum operasi. Bisa jadi informasi yang sudah diberikan perlu diperkuat dengan pengulangan dan klarifikasi lebih lanjut. Perawat perlu menjelaskan pada pasien dan anggota keluarganya terkait obat yang harus tetap diminum saat di rumah, perawatan luka bedah, tanda dan gejala komplikasi, pembatasan kegiatan dan perawatan lanjutan (Setyawati, 2020).

b. Pemeliharaan fungsi pernapasan

1) Pemeliharaan kepatenan jalan napas

Banyaknya sekresi di jalan nafas bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas sebagian maupun total. Jika sekresi terkumpul di saluran pernapasan bagian bawah karena imobilisasi atau pernapasan dangkal maka dapat berkembang menjadi infeksi paru-paru. Guna menghindari obstruksi jalan nafas dan infeksi saluran nafas bawah, sekresi harus dikeluarkan melalui latihan seperti batuk yang efektif, pernapasan dalam dan mobilisasi. Saat melakukan intervensi jika tidak berhasil, sekresi harus dikeluarkan dengan penyedotan.

2) Menjaga pertukaran gas

Pertukaran gas dapat dipertahankan dengan manajemen oksigen, pernapasan dalam, batuk efektif, menguap, dan positioning (Muttaqien, 2010).

(8)

c. Pemeliharaan sirkulasi

1) Pertahankan aliran balik vena

Mencegah terjadinya tromboflebitis setelah operasi bisa dilakukan dengan intervensi keperawatan yang tepat. Misalnya, tidak memberi tekanan pada daerah popliteal. Jika perlu menopang kaki dengan bantal, perhatikan agar tekanan pada bantal merata.

2) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit

Kebanyakan pasien pasca operasi menerima cairan intravena guna menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemantauan asupan dan luaran harus dilakukan dengan cermat guna mencegah adanya kelebihan cairan. Pemberian cairan per oral bisa dimulai jika sudah ada gerakan peristaltis (ada flatus) dan refleks muntah serta batuk (Setyawati, 2020).

d. Pemeliharaan termoregulasi

Suhu tubuh harus selalu dipantau. Termometer aksila, oral dan rektal hanya bisa mengukur suhu kulit dan hasilnya tidak seakurat suhu tubuh yang diukur dengan termometer timpani atau termometer esofagus (Setyawati, 2020).

e. Peningkatan kenyamanan

Penanganan nyeri yang baik berawal dari hubungan saling percaya antara perawat-pasien. Perawat memberi penjelasan mengenai definisi dan sifat nyeri lalu cara menilai serta mengkomunikasikan nyeri yang dialaminya kepada perawatnya. Analgesik menjadi lebih efektif apabila diberikan sebelum nyeri yang dirasakan pasien semakin hebat (Setyawati, 2020).

(9)

f. Peningkatan eliminasi urin

Luaran urin harus dipantau secara ketat sampai ginjal berfungsi dengan baik kembali. Berkemih untuk pertama kali setelah operasi dapat dibantu dengan intervensi keperawatan, seperti membantu pasien pergi ke kamar mandi, membersihkan perineum dengan air, memberikan waktu dan privasi. Jika tindakan ini kurang efektif maka bisa dilakukan pemasangan kateter sesuai anjuran dokter (Risnawati, 2021).

2.2.4 Komplikasi Pasca Operasi

Menurut (Manuaba, 2009) komplikasi yang mungkin terjadi pasca operasi adalah infeksi, dehisens luka, iritasi kulit, ileus paralitik hingga pendarahan diikuti dengan beberapa tanda dan gejala yaitu gundah, gelisah, kulit dingin-basah-pucat, terus bergerak, merasa haus, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan kondisi pasien melemah.

2.3 Konsep Motilitas Usus

Motilitas adalah kemampuan suatu organisme untuk bergerak secara mandiri menggunakan energi metabolik. Motilitas usus diatur secara otonom oleh sistem saraf enterik, tetapi dipengaruhi oleh hormon dan persarafan eksternal (Gibson, 2012). Gerakan pendural lokal (melalui otot longitudinal) dan segmentasi (kontraksi atau relaksasi serat otot sirkuler) dari usus halus digunakan untuk mencampur isi usus dan membawanya untuk kontak dengan mukosa. Pergerakan vili usus ((lamina muscularis mucosae) meningkatkan kondisi ini. Refleksi gelombang peristaltik (30 hingga 130 cm / menit) mendorong isi usus ke dalam rektum dengan kecepatan sekitar 1 cm / menit. Gelombang ini sangat kuat selama proses pencernaan (Timurawan, 2018).

(10)

Gerakan motilitas usus meliputi gerakan propulsif dan gerakan mencampur. Makanan bergerak maju sepanjang saluran dengan kecepatan yang sesuai untuk terjadinya pencernaan dan absorpsi disebabkan oleh gerakan propulsif (peristaltik). Rangsangan umum untuk peristaltik adalah peregangan usus saat sejumlah makanan terkumpul pada bagian manapun di dalam usus yang akan merangsang sistem saraf enterik untuk menimbulkan kontraksi usus dan menimbulkan gerakan peristaltik. Adapun gerakan Mencampur diperlukan agar isi usus tercampur rata setiap waktu (Safrida, 2015).

Menurut Rehatta, et al., (2019) anestesi memperlambat motilitas usus dan menyebabkan mual. Normalnya, selama tahap pemulihan segera setelah operasi, bising usus terdengar lemah atau hilang di keempat kuadran. terdapat beberapa tanda dan gejala pemulihan fungsi sistem gastrointestinal post operasi yaitu: adanya peristaltik usus, munculnya flatus pertama, defekasi yang pertama kali, dan serta timbulnya rasa lapar post operasi.

2.4 Konsep Mengunyah Permen Karet 2.4.1 Definisi Mengunyah/Mastikasi

Mengunyah/mastikasi adalah proses penggilingan makanan (partikel besar) secara mekanis menjadi partikel kecil, menggunakan gigi geligi. Pemecahan makanan ditujukan guna meningkatkan luas permukaan makanan, agar bisa bercampur dengan saliva, cairan rongga mulut, dan enzim pencernaan rongga mulut (Hamzah et al., 2020).

Mengunyah merupakan aktivitas sensomotorik. Proses mengunyah dimulai oleh suatu refleks mengunyah, yaitu masuknya makanan kedalam rongga mulut yang awalnya menimbulkan inhibis refleks otot pengunyah, sehingga menyebabkan rahang bawah turun. Penurunan ini kemudian menimbulkan

(11)

refleks regang pada otot rahang bawah sehingga menimbulkan kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah dan menimbulkan pengatupan gigi-geligi untuk menekan makanan pada permukaan gigi-geligi, dan selanjutnya akan menghambat kontraksi otot rahang bawah. Gerakan ini terjadi berulang-ulang, sampai makanan menjadi halus dan siap ditelan (bolus). Makanan dapat dikunyah dengan baik, peranan lidah, pipi dan palatum sangat penting. Kerja otot lidah, pipi dan palatum, makanan yang jatuh dari permukaan oklusi gigi akan ditempatkan kembali di atas gigi geligi, untuk selanjutnya dapat dilakukan pengunyahan kembali (Safrida, 2015).

2.4.2 Fungsi Mengunyah

Secara fisiologis, fungsi mengunyah pada manusia antara lain: memotong dan menggiling makanan, memperluas permukaan partikel makanan, merangsang sekresi saliva dan getah lambung, mencampur makan dengan saliva agar karbohidrat lebih mudah dicerna oleh amilase saliva, mencegah iritasi mukosa saluran cerna, mempengaruhi pertumbuhan jaringan mulut, membantu mencerna selulosa, serta menyiapkan makanan untuk siap ditelan. Mengunyah sangat diperlukan agar makanan menjadi lebih mudah bergerak, mudah dicerna, dan diserap tanpa perlu melukai saluran pencernaan yang dilalui (Hamzah et al., 2020).

2.5 Pengaruh Mengunyah Permen Karet terhadap Motilitas Usus

Beberapa tahun terakhir, penggunaan intervensi keperawatan dengan mengunyah permen karet telah dikatakan sebagai sebuah cara baru dan sederhana untuk mempercepat masa pemulihan pasca operasi, mengurangi dan mencegah ileus post operasi. Hal ini beraksi dengan menstimulasi motilitas usus melalui

(12)

refleks sefalik vagal dan dengan meningkatkan produksi hormon-hormon gastrointestinal yang berkaitan dengan motilitas usus (Ali Riad et al., 2019).

Mahmoud & Mohammad (2018) menyatakan bahwa aktivitas mengunyah (mastikasi) tidak hanya melibatkan gigi tetapi juga jaringan periodontal, yang terdiri dari dua jaringan lunak, gusi dan ligamentum periodontal, dan dua jaringan kapur, sementum gigi dan tulang alveolar. Pergerakan rahang seperlunya membutuhkan aktivitas otot-otot mastikasi dan sendi temporomandibular. Akibatnya, apabila proses mastikasi menstimulasi motilitas usus seperti meningkatnya sekresi gaster, beberapa bagian dari struktur oral dapat pula dilibatkan oleh aktivitas motorik. Mengunyah permen karet menyebabkan seseorang merasakan reaksi yang disebabkan oleh stimulasi abdomen serta sekresi dari getah lambung dan usus. Hal ini akan menyebabkan keinginan orang tersebut untuk makan dan meningkatkan peristaltik dan mempercepat proses pemulihan ileus (Gayathri et al., 2020).

Terdapat tiga mekanisme utama yang dipercaya oleh beberapa peneliti terkait pemulihan fungsi motilitas usus dengan mengunyah permen karet. Pertama stimulasi motilitas usus oleh cephalic-vagal yang menyebabkan pelepasan hormon pencernaan, selain itu proses ini juga terbukti meningkatkan level saraf dan faktor humoral yang kemudian meningkatkan fungsi di beberapa segmen berbeda saluran pencernaan. Kedua mengunyah permen karet merupakan sebuah bentuk pemberian 'makan palsu', di mana zat makanan dikunyah tetapi tidak sampai masuk ke perut. Pemberian makan palsu dapat meningkatkan stimulasi kolinergik vagal usus, yang menyebabkan pelepasan hormon gastrointestinal seperti gastrin, neurotensin, dan polipeptida pankreas. Ketiga adanya dorongan untuk melepas cairan pankreas dan saliva (Short et al., 2014).

(13)

Mengunyah berfungsi sebagai Sham Feeding (makan palsu) yang dapat mempengaruhi stimulasi vagal dan pelepasan hormon-hormon gastrointestinal dan meningkatkan sekresi saliva serta cairan getah pankreas, gastrin, dan neurotensin yang dapat mempengaruhi proses motilitas usus, duodenum, dan rektum di perut manusia. mengunyah permen karet adalah suatu treatment yang dipercaya memberikan hasil dalam menstimulasi usus halus untuk kembali bekerja normal kembali pasca pembedahan. Proses mengunyah sendiri seperti makan dimana ada massa dalam mulut yang merangsang saraf parasimpatis yang dapat menstimulasi saluran pencernaan dan juga jarang menimbulkan respon muntah. Fase rilis cephalic hormonal terjadi melalui aktivasi vagal serabut eferen dalam menanggapi sesuatu yang berhubungan dengan makanan rangsangan sensorik. Dengan demikian, mencicipi makanan dan mengunyah memunculkan rilis hormonal sebelum merangsang sekresi hormon gastrointestinal, yang pada akhirnya akan meningkatkan motilitas usus (Basri & Sulistiyawati, 2018).

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan sebelas program, yaitu pemberdayaan konsumen dan peningkatan kapasitas lembaga perlindungan konsumen termasuk kapasitas lembaga

Selanjutnya Tabel 4 menunjukkan bahwa setelah dilakukan pemberdayaan kader kesehatan, ada perubahan persepsi masyarakat tentang stigma pada penderita TB Paru dari

48 Berdasarkan hasil plot terlihat bahwa pertumbuhan rumput laut Gracilaria gigas dapat dimodelkan secara logistik dengan menggunakan model pertumbuhan logistik

Hubungan yang dianalisa dibatasi pada pola hubungan antara perkembangan sistem keuangan, yang diwakili oleh variabel sektor perbankan (Kredit dan Pembiayaan),

 Anak dengan HIV/AIDS memiliki kerentanan untuk ditelantarkan dikarenakan stigma dari masyarakat. Mereka rentan ditelantarkan oleh keluarganya jika orang tuanya sudah

serta tidak meledak-ledak, pernah mengungkapkan perkataan yang mendalam seperti ini “Jika dalam ini “Jika dalam satu posisi catur dimana saya harus memilih antara 2 keputusan yang

secara objektif. 6) progaranm komunikasi keatas yang efektif mencakup tindakan untuk menanggapi masalah. 7) Progran komunikasi keatas yang efektif menggunakan berbagai

Wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon ceritera dari kisah Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya India, tetapi tidak