• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Anak

Batasan usia anak diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Berdasarkan fase perkembangannya, anak dapat dikategorikan menjadi bayi (0 – 2 tahun), prasekolah (2 – 5 tahun), anak-anak (6 – 11 tahun), dan remaja (11 – 18 tahun) (Guerra et al., 2012).

(1) Bayi

Sesaat setelah lahir hingga berusia 2 tahun, seseorang dapat disebut sebagai bayi. Pada fase ini, terjadi interaksi dan hubungan keterikatan antara bayi dengan ibu atau pengasuhnya, yang menjadi katalis untuk perkembangan kognitif, linguistik, sosial-emosional, dan tingkah laku pada fase-fase berikutnya (Guerra et al., 2012).

(2) Anak prasekolah

Anak prasekolah mengalami perkembangan yang signifikan pada kondisi biologis, kognitif, psikososial, dan spiritual (Afridawaty, 2018). Perawakan anak prasekolah bercirikan hilangnya lemak bayi, penambahan massa otot, dan perubahan ukuran tengkorak sebagai persiapan untuk pertumbuhan gigi permanen. Pada fase ini, anak sudah mampu mengkoordinasikan otot besar, mengendalikan gerakan dan keseimbangan, serta mengkoordinasikan mata dengan tangan (Mansur, 2019).

(3) Anak-anak

Anak-anak usia 6 – 11 tahun, yang disebut juga anak usia sekolah, dapat dikarakteristikkan sebagai individu yang mulai memperlihatkan perbedaan di berbagai segi dan bidang. Misalnya, perbedaan intelegensi, bahasa, kepribadian, dan perkembangan fisik

(2)

5

(Guerra et al., 2012; Walandendow et al., 2016). Pada fase ini, individu mulai memiliki kemampuan logika, beradaptasi, bersosialisasi, mengendalikan emosi, berkompitisi, dan mengerjakan tugas sederhana (Saputri and Safitri, 2017).

(4) Remaja

Remaja merupakan masa peralihan perkembangan dari anak- anak menuju dewasa (Putro, 2017). Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan individu usia 10-19 tahun sebagai remaja (World Health Organization, 2020a). Pada fase ini, terjadi perubahan hormonal, fisik, psikoseksual dan terjadi proses pembentukan orientasi masa depan (Putro, 2017).

2. Anak Panti Asuhan a. Definisi panti asuhan

Panti asuhan merupakan sebuah lembaga untuk menampung anak yatim, yatim piatu, dan sebagainya (Magdalena et al., 2014).

Definisi lain mengatakan bahwa panti asuhan adalah sebuah rumah kediaman dengan ukuran cukup besar yang memberi asuhan dan perawatan bagi anak-anak terlantar dalam jangka waktu tertentu serta memberi pemenuhan kebutuhan fisik, mental, dan sosial. Indonesia merupakan negara kedua di dunia yang memiliki jumlah panti asuhan terbanyak (Ningrum, 2012). Jumlah panti asuhan yang terdaftar di lembaga sosial ada lebih dari 8.000 (Sutinah, 2018).

Fungsi dari panti asuhan antara lain, membimbing dan mengarahkan anak terlantar supaya memperoleh perkembangan yang sehat, memberi keterampilan bekerja, menyediakan ketentraman jasmani dan rohani, dan memberi pendidikan serta bimbingan bagi anak.

Anak terlantar memiliki ciri-ciri kurang kasih sayang dari orang tua, lingkungan keluarga yang tidak mendukung perkembangan anak, memiliki pendidikan dan pengetahuan kurang, kurang bermain, dan

(3)

6

kurang memiliki kepastian tentang hari esok (Ningrum, 2012;

Magdalena et al., 2014).

b. Definisi anak panti asuhan

Anak panti asuhan terdiri dari anak yatim, piatu, yatim piatu, anak dengan keluarga yang mengalami perpecahan, dan anak yang keluarganya tidak mampu melaksanakan fungsi dan peran sosial secara wajar dalam waktu relatif lama (Magdalena et al., 2014). Mayoritas masih memiliki satu bahkan kedua orang tua yang memiliki masalah ekonomi. Mereka dibesarkan di panti asuhan supaya mendapatkan pendidikan yang utuh. (Ningrum, 2012).

Pada tahun 2015, jumlah anak panti asuhan di seluruh dunia sekitar 140 juta, termasuk 61 juta di Asia, 52 juta di Afrika, 10 juta di Amerika Latin dan Karibia, 7,3 juta di Eropa Timur dan Asia Tengah.

Dari data tersebut, sekitar 69 juta anak menderita malnutrisi (UNICEF, 2015). Masih belum banyak penelitian yang meneliti pengaruh asuhan anak panti asuhan dengan status gizinya. Namun, anak panti asuhan memiliki risiko lebih tinggi untuk memiliki nutrisi dan kesehatan yang buruk karena tingkat ekonomi yang rendah dan perhatian yang kurang (Subedi et al., 2019).

c. Status gizi anak panti asuhan

Anak panti asuhan cenderung tumbuh dalam kondisi perekonomian yang rendah serta perhatian yang kurang. Hal ini menyebabkan anak panti asuhan berisiko untuk mengalami masalah nutrisi. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa prevalensi masalah nutrisi seperti kurus, kegemukan, dan obesitas masih banyak ditemukan pada anak panti asuhan (Subedi et al., 2019).

(4)

7 3. Obesitas

a. Definisi

Obesitas adalah kondisi akumulasi lemak dalam tubuh karena asupan energi lebih banyak daripada energi yang digunakan (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Obesitas pada anak menjadi permasalahan kesehatan yang serius di seluruh dunia, khususnya pada negara berkembang (World Health Organization, 2018). Anak dengan kelebihan berat badan atau obesitas biasanya akan bertumbuh dewasa dengan kondisi serupa. Hal ini dapat meningkatkan kasus penyakit tidak menular yang disebabkan obesitas, seperti diabetes atau penyakit kardiovaskular bahkan sejak usia yang lebih muda (World Health Organization, 2020b).

b. Klasifikasi obesitas

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah pengukuran yang biasa digunakan untuk menentukan apakah seseorang obesitas atau tidak. IMT diukur dengan cara membagi berat badan seseorang dalam satuan kilogram dengan kudrat tinggi badan dalam satuan meter (Putra et al., 2016).

Interpretasi IMT pada anak-anak berkaitan dengan usia dan jenis kelaminnya, sehingga kategorinya berbeda dari orang dewasa.

Seorang anak dikatakan overweight apabila indeks massa tubuhnya di atas atau sama dengan 85 persentil dan di bawah 95 persentil anak seusianya dengan jenis kelamin yang sama, sedangkan obesitas apabila indeks massa tubuhnya di atas atau sama dengan 95 persentil (CDC, 2018).

(5)

8

Tabel 2.1. Interpretasi Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Anak (CDC, 2018)

Kategori Range persentil

Underweight < 5 persentil

Normal 5 sampai <85 persentil Overweight 85 sampai <95 persentil

Obesitas >95 persentil

c. Epidemiologi

Prevalensi obesitas pada anak di dunia pada tahun 2016 mencapai lebih dari 41 juta. Setengah dari keseluruhan kasus obesitas anak terjadi di Asia (World Health Organization, 2020b). Kejadian obesitas pada anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Kasus obesitas di Indonesia sesuai dengan catatan Riskesdas 2018 adalah sebagai berikut

Tabel 2.2. Prevalensi obesitas di Surakarta, Jawa Tengah, dan Indonesia (Tim Riskesdas 2018, 2018a)

5-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun

Surakarta 18,02% 4,31% 11,47%

Jawa Tengah 9,1% 4,5% 3,7%

Indonesia 9,2% 4,8% 4,0%

Dari data tersebut, kasus obesitas di Surakarta masih tergolong tinggi baik di Jawa Tengah maupun di Indonesia.

d. Etiologi

Obesitas terjadi apabila ada penambahan jumlah dan ukuran sel lemak (Surudarma, 2017). Penyebab utama kelebihan berat badan atau obesitas pada anak adalah ketidakseimbangan antara kalori yang masuk dan keluar dari tubuh. Hal ini berkaitan dengan perubahan kebiasaan yang terjadi di masyarakat, seperti perubahan pola makan dan

(6)

9

berkurangnya aktivitas fisik. Pola makan pada jaman sekarang cenderung memiliki kadar gula dan lemak yang tinggi namun rendah vitamin dan mineral. Aktivitas fisik yang berkurang disebabkan karena perkembangan teknologi, transportasi, dan peningkatan urbanisasi (World Health Organization, 2020b).

Obesitas merupakan hasil dari reaksi komplek antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi habitus tubuh, aktivitas fisik, pemasukan dan pengeluaran energi. Faktor lingkungan meliputi ketersediaan sumber daya pangan, pilihan jenis makanan, dan tingkat serta jenis aktivitas fisik (Surudarma, 2017). Selain itu obesitas juga dipengaruhi oleh faktor hormonal dan obat-obatan (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

e. Faktor risiko

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya obesitas pada anak adalah :

1. Genetik

Orang tua yang kelebihan berat badan atau obesitas memiliki kecenderungan untuk menurunkannya pada anaknya. Apabila salah satu orang tua obesitas, maka peluang anaknya menjadi obesitas sebesar 40-50%. Apabila kedua orang tua obesitas, maka peluang anak menjadi obesitas menjadi sebesar 70-80% (P2PTM Kemenkes RI, 2020).

Obesitas dapat disebabkan oleh mutasi gen seperti gen Lep (ob), LepR (db), POMC, MCR4R, PC-1, dan TrkB.

Selain itu beberapa sindrom juga memiliki keterkaitan dengan kejadian obesitas, antara lain sindrom Prader-Willi, Sindrom Cohen, Sindrom, Turner, Sindrom Down, Sindrom Laurence-Moon-Biedl, dan Pseudohypoparathyroidism (Surudarma, 2017).

(7)

10 2. Asupan nutrisi

Tren makanan pada zaman sekarang lebih banyak berasal dari makanan olahan instan, minuman soft drink, jajanan cepat saji seperti burger, hotdog, pizza, dll (Sartika, 2017). Makanan cepat saji pada umumnya memiliki kandungan energi, kolesterol, dan garam yang tinggi namun rendah serat (Widyantara et al., 2014).

3. Asupan ASI

Bayi yang tidak dibiasakan mengonsumsi ASI melainkan lebih banyak mengonsumsi susu formula memiliki kecenderungan untuk obesitas pada usia 4-5 tahun (Sartika, 2017).

4. Gaya hidup

Sebuah studi menyatakan bahwa merokok meningkatkan risiko seseorang mengalami kelebihan berat badan (Lestari, 2017). Dari penelitian didapatkan data lebih dari 37,3% pelajar pernah merokok dan 30,9% di antaranya memulai sejak usia kurang dari 10 tahun (Sartika, 2017).

5. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang kurang, baik kegiatan harian maupun latihan fisik yang terstruktur, dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak. Jumlah aktivitas fisik pada masa anak-anak sangat penting karena akan berpengaruh pada kesehatan seumur hidupnya (Dewi, 2015). Kemajuan teknologi, seperti banyaknya kendaraan, adanya komputer, televisi, dan video games, menjadi penyebab berkurangnya aktivitas fisik anak zaman sekarang (Surudarma, 2017).

Anak yang menghabiskan waktu lebih dari 4 jam untuk berdiam diri per hari memiliki risiko obesitas dua kali lebih besar (Bhuiyan et al., 2013).

6. Waktu tidur

(8)

11

Waktu tidur yang kurang dapat menyebabkan peningkatan kadar ghrelin dan penurunan kadar leptin. Hal ini menyebabkan timbul peningkatan rasa lapar sehingga kurangnya waktu tidur secara tidak langsung menjadi faktor risiko obesitas pada anak (Surudarma, 2017).

f. Gejala/manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang muncul pada anak obesitas yaitu masa pubertas terjadi lebih cepat, pematangan tulang lebih cepat, pertumbuhan tinggi badan lebih cepat selesai (sehingga anak obesitas akan relatif lebih tinggi pada remaja awal namun akhirnya akan relatif pendek daripada anak seusianya), bentuk muka tidak proporsional, muncul dagu ganda, ukuran hidung dan mulut relatif kecil, ada timbunan lemak di lengan atas, payudara, perut, serta paha, muncul striae pada beberapa bagian tubuh. Pada anak laki-laki payudara terlihat membesar, penis terlihat kecil, jari terlihat kecil dan runcing (Surudarma, 2017)

g. Patofisiologi

Secara garis besar, obesitas terjadi jika asupan energi lebih besar daripada pengeluaran energi. Energi yang berlebih akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Mekanisme perubahan sel lemak pada anak dan dewasa sedikit memiliki perbedaan. Pada anak, sel lemak mengalami hiperplasia dan hipertrofi, namun setelah dewasa hanya akan terjadi hipertrofi sel lemak tanpa disertai hiperplasia (Surudarma, 2017).

Hipotalamus bertanggung jawab pada kontrol asupan makanan dan regulasi keseimbangan energi. Gangguan pada regulasi keseimbangan energi inilah yang bertanggung jawab terhadap obesitas.

Konsumsi makanan yang berlebihan baru akan menyebabkan obesitas apabila didukung engan gangguan regulasi energi tubuhnya (Berthoud et al., 2017). Tubuh memiliki sistem set point berat badan yang disebut dengan “adipostat”. Pada kondisi normal, apabila simpanan lemak

(9)

12

berkurang, adipostat rendah, maka hipotalamus akan merangsang rasa lapar dan menurunkan produksi energi. Sebaliknya, apabila simpanan lemak banyak, adipostat tinggi, maka hipotalamus akan menurunkan rasa lapar dan meningkatkan produksi energi (Surudarma, 2017).

Namun, konsumsi diet tinggi lemak yang berlebihan dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan hipotalamus, sehingga set point akan berubah (Berthoud et al., 2017).

h. Komplikasi

Seseorang anak yang obesitas memiliki kecenderungan untuk menjadi obesitas saat dewasa. Hal ini meningkatkan risiko berbagai penyakit seperti diabetes, penyakit jantung iskemik, kanker, hipertensi, hiperlipidemia, pubertas dini, menstruasi tidak teratur, sindrom ovarium polikistik, non alchololic fatty liver disease (NAFLD), steatohepatitis, asma, sleep apnea, gangguan muskulosekletal, dan gangguan psikologi seperti depresi, kurang percaya diri, isolasi sosial, serta ansietas (Kementerian Kesehatan RI, 2017; Surudarma, 2017). Selain itu, obesitas pada anak usia 6-7 tahun dapat menggangu aktivitas dan kreativitas selama masa pertumbuhan sehingga berdampak pada penurunan kecerdasan anak (Sartika, 2017).

4. Persentase Lemak Tubuh a. Definisi

Lemak adalah suatu makronutrien yang sangat diperlukan tubuh sebagai salah satu sumber energi untuk manusia beraktivitas. Lemak terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan terkadang disertai nitrogen serta fosforus (Santika, 2016). Selain berfungsi sebagai sumber energi, lemak tubuh juga memiliki fungsi sebagi penyusun membran sel, isolator suhu tubuh, mediator aktivitas biologik antar sel, pelindung organ tubuh, dan pelarut vitamin (A,D,E,K). Lemak tubuh dihitung dalam bentuk persentase melaui perbandingan antara jumlah lemak

(10)

13

tubuh dengan komposisi tubuh secara keseluruhan. Persentase lemak tubuh dipengaruhi oleh konsumsi dan pengeluaran kalori. Konsumsi berlebihan diiringi dengan pengeluaran yang kurang akan menyebabkan peningkatan persentase lemak tubuh (Tendean et al., 2018). Perempuan memiliki pertumbuhan massa lemak relatif lebih tinggi, karena adanya pertumbuhan pada jaringan payudara, pinggul, dan paha yang membentuk tubuh seorang perempuan (Weber et al., 2012).

b. Metode pengukuran

Persentase lemak tubuh dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran secara dapat menggunakan alat pencitraan seperti DEXA, CT, dan MRI. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat menggunakan air (underwater weighing), air displacement (BODPOD), atau bioimpedance analysis (BIA) (Purnell, 2018).

Studi menunjukkan bahwa BIA baik digunakan untuk penelitian epidemiologi karena keunggulannya yang cepat, mudah dibawa, non- invasif, dan dapat dioperasikan sendiri (Akindele et al., 2016; Nurtsani et al., 2019). Pengukuran menggunakan BIA dapat menunjukkan persentase lemak tubuh berdasarkan pengukuran komposisi tubuh dan mampu membedakan antara massa lemak dan massa non-lemak (Khalil et al., 2014). BIA bekerja mengukur lemak tubuh dengan cara mengukur impedansi tubuh manusia. Pengukuran dilakukan dengan cara mengalirkan arus bolak-balik (AC) frekuensi tertentu pada tubuh manusia, lalu besarnya impedansi dapat diukur melalui rumus tertentu.

Dari nilai impedasi yang didapat, timbangan dapat menentukan persentase lemak tubuh seseorang (Muthouwali et al., 2017)

Khalil et al. (2014) memaparkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran BIA, sebagai berikut :

(1) Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki kadar lemak bebas yang berbeda. Rata-rata massa lemak pada laki-laki adalah 3,7 – 7,4 dan

(11)

14

perempuan adalah 5,6 – 9,4. Sebagai kesimpulan, laki-laki memiliki kadar massa lemak lebih tinggi dan massa lemak bebas lebih rendah daripada perempuan.

(2) Usia

Usia sangat berpengaruh pada perkembangan komposisi tubuh. Ketika manusia menua, terjadi peningkatan gradual pada massa lemak dan penurunan massa non-lemak. Pada sebuah penelitian, rata-rata massa lemak seseorang berusia 75 tahun adalah 11,0 (perempuan) dan 8,6 (laki-laki).

(3) Etnis

Perbedaan etnis memiliki peran dalam variasi komposisi tubuh. Hal ini berkaitan dengan lingkungan, nutrisi, dan budaya yang berbeda. Selain itu juga terdapat perbedaan dalam tinggi badan, struktur tubuh, ukuran tubuh, dan berujung pada variasi persentase lemak tubuh yang berbeda-beda antara etnis (Khalil et al., 2014).

Anak Asia pada umumnya memiliki persentase lemak tubuh lebih tinggi daripada anak Kaukasia (Liu et al., 2011).

c. Cut-off point lemak tubuh

Tabel 2.3. Cut-off persentase lemak tubuh berdasarkan usia dan jenis kelamin (Freedman et al., 2009)

Usia (tahun) Normal (%) Kegemukan (%) Obesitas (%) Laki-laki

<9 <22 22 – 26 >26

9 – 11,9 <24 24 – 34 >34

12 – 14,9 <23 23 – 32 >32

≥15 <22 22 – 29 >29

Perempuan

<9 <27 27 – 34 >34

9 – 11,9 <30 30 – 37 >37

12 – 14,9 <32 32 – 39 >39

≥15 <36 36 – 42 >42

(12)

15 5. Lingkar Lengan Atas (LILA)

a. Definisi

Lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu pemeriksaan antropometri yang dapat digunakan untuk mengukur gizi seseorang.

Berdasakan penelitian di Cina, lingkar lengan atas dapat digunakan sebagai indikator kelebihan berat badan atau obesitas pada anak usia 7- 12 tahun (Kumesan et al., 2016).

b. Metode pengukuran

Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dilakukan menggunakan pita pengukur. Pengukuran ini bisa dilakukan pada seseorang sejak usia 2 bulan. Pengukuran dilakukan pada lengan kanan di pertengahan lengan atas. Prosedur pengukuran LILA menurut CDC (2007) adalah sebagai berikut :

Prosedur pengukuran panjang lengan atas :

(1) Memposisikan pasien : pasien berdiri tegak dengan berat badan bertumpu pada kedua kaki, siku ditekuk 90o, telapak tangan menghadap ke atas.

(2) Menandai tempat pengukuran : menandai pada bagian akromion skapula.

(3) Melakukan pengukuran : pegang titik nol pita pada akromion, tarik pita lurus ke bawah pada bagian belakang lengan hingga mencapai olecranon.

(4) Mencatat hasil.

(5) Mencari titik tengah lengan atas : titik tengah dicari dengan membagi dua hasil panjang lengan atas lalu memberi tanda pada tempat tersebut. Hasil ini akan digunakan untuk mengukur lingkar lengan atas dan triceps skinfold thickness.

(13)

16

Gambar 2.1. Prosedur pengukuran panjang lengan atas (CDC, 2007) Prosedur pengukuran lingkar lengan atas :

(1) Memposisikan pasien : pemeriksa berdiri menghadap lengan kanan pasien. Pasien berdiri tegak, berat badan bertumpu pada kedua kaki secara seimbang, pundak relaksasi, lengan kanan dibiarkan menggantung lemas di samping badan.

(2) Melakukan pengukuran : lingkarkan pita pengukur di tengah lengan atas (bagian yang sudah ditandai). Memastikan ujung hasil pengukuran bertemu dengan titik nol pita. Pengamatan hasil dilakukan di sebelah lateral lengan.

(3) Mencatat hasil.

(14)

17

c. Cut-off point lingkar lengan atas (LILA)

Tabel 2.4. Cut-off lingkar lengan atas anak dan remaja laki-laki overweight (Mazicioǧlu et al., 2010)

Usia (tahun) Cut-off (cm)

6 18,1

7 18,1

8 18,9

9 20,4

10 19,9

11 21,9

12 21,9

13 22,6

14 22,8

15 24,9

16 24,2

17 25,7

Tabel 2.5. Cut-off lingkar lengan atas anak dan remaja perempuan overweight (Mazicioǧlu et al., 2010)

Usia (tahun) Cut-off (cm)

6 17,9

7 18,2

8 18,7

9 20,2

10 20,6

11 20,5

12 22,6

13 22,8

14 23,8

15 23,9

16 23,9

17 24,5

(15)

18 d. Kelebihan

Komposisi tubuh seseorang ditentukan dari massa otot dan perubahan kadar lemak, yang merupakan cerminan dari asupan dan pengeluaran nutrisi pada periode waktu tertentu. Beberapa penelitian menunjukkan bahawa komposisi tubuh seseorang dapat diprediksi melalui pengukuran lingkar lengan atas (Jaswant and Nitish, 2014).

Pengukuran antropometri lingkar lengan tergolong sangat praktis.

Beberapa kelebihan dari pengukuran LILA adalah cepat, mudah, serta harganya terjangkau (Jaiswal et al., 2017). Selain itu, lingkar lengan atas tidak dipengaruhi oleh gerakan pernafasan dan distensi abdomen postprandial, sehingga hasilnya mungkin lebih dapat diandalkan daripada pengukuran lingkar pinggang (Rerksuppaphol and Rerksuppaphol, 2017).

e. Kelemahan

Komposisi lengan atas sudah menjadi perhatian sejak beberapa dekade terakhir, namun penggunaannya sebagai alat ukur status gizi dan komposisi tubuh keseluruhan masih terbatas. Penelitian mengenai hubungan lingkar lengan atas dengan status gizi dan komposisi tubuh masih sedikit jumlahnya (Jaswant and Nitish, 2014).

6. Hubungan Lingkar Lengan Atas (LILA) dengan body fat

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kumesan et al. (2016), didapatkan hasil bahwa ada hubungan kuat antara penambahan LILA dengan persentase body fat. Pada penelitian lain dikatakan bahwa pengukuran obesitas menggunakan LILA masih belum terlalu banyak diteliti, namun dari penelitian yang sudah ada menunjukkan hasil bahwa LILA dapat digunakan sebagai alat ukur obesitas (Jaiswal et al., 2017).

(16)

19 B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2. Kerangka pemikiran penelitian

C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara Lingkar Lengan Atas (LILA) dengan body fat pada anak panti asuhan Surakarta.

Gambar

Tabel 2.3. Cut-off persentase lemak tubuh berdasarkan usia dan jenis  kelamin (Freedman et al., 2009)
Gambar 2.1. Prosedur pengukuran panjang lengan atas (CDC, 2007)  Prosedur pengukuran lingkar lengan atas :
Gambar 2.2. Kerangka pemikiran penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sedang, untuk ukuran kebocoran yang lebih besar, laju penurunan tekanan lebih cepat dan selanjutnya, injeksi akumulator dapat terjadi lebih awal, tetapi tidak cukup untuk

Resistor dengan nilai tahanan yang tepat sangat diperlukan dalam mengatur nilai tegangan yang tepat untuk bisa mengoperasikan suatu rangkaian dengan sempurna.. Dalam

patofisiologi antara lain: 1) Penurunan aliran darah serebral akut, seperti pada sinkop vasovagal, gangguan jantung, penyumbatan pembuluh darah paru dan obstruksi

Ini berarti bahwa kegiatan penegakan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila aparat yang berwenang telah menjatuhkan

Prosentase capaian adalah perbandingan antara target dengan Realisasi yang dicapai pada tahun 2018, dengan demikian : 587 / 589 x 100% = 99% sehingga pencapaian target

Terdapat sebilangan calon yang tidak dapat menjawab soalan dengan tepat dan sepenuhnya seperti dapat membantu memperjuangkan taraf wanita dalam sukan dengan

1.6.3 Berbicara untuk menyampaikan maklumat dengan tepat tentang sesuatu perkara daripada pelbagai sumber dengan menggunakan ayat yang mengandungi rangkai kata

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi