• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS BIOCHAR LIMBAH SEKAM PADI, ARANG TEMPURUNG KELAPA DAN BATUBARA DALAM REDUKSI EMISI GAS METANA (CH4) DI LAHAN PADI SKALA LABORATORIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EFEKTIFITAS BIOCHAR LIMBAH SEKAM PADI, ARANG TEMPURUNG KELAPA DAN BATUBARA DALAM REDUKSI EMISI GAS METANA (CH4) DI LAHAN PADI SKALA LABORATORIUM"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS BIOCHAR LIMBAH SEKAM PADI, ARANG TEMPURUNG KELAPA DAN BATUBARA DALAM

REDUKSI EMISI GAS METANA (CH4) DI LAHAN PADI SKALA LABORATORIUM

SKRIPSI

RINALDI SUKARNO

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M/1440 H

(2)

EFEKTIFITAS BIOCHAR LIMBAH SEKAM PADI, ARANG TEMPURUNG KELAPA DAN BATUBARA DALAM

REDUKSI EMISI GAS METANA (CH4) DI LAHAN PADI SKALA LABORATORIUM

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Oleh

Rinaldi Sukarno 11150960000089

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M/1440 H

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

RINALDI SUKARNO. Efektifitas Biochar dari Limbah Sekam Padi, Arang Tempurung Kelapa dan Batubara dalam Reduksi Emisi Gas Metana (CH4) di Lahan Padi Skala Laboratorium. Dibimbing oleh IRAWAN SUGORO dan NURMAYA AROFAH

Pemanasan global terjadi ketika laju peningkatan gas rumah kaca (GRK) terus bertambah di atmosfer. Salah satu gas rumah kaca yaitu metana (CH4), yang bersumber dari aktivitas pertanian seperti lahan sawah. Pertanian menyumbang emisi CH4 yang cukup tinggi dari emisi antropogenik global, masing-masing untuk CH4 dan nitrogen oksida (NOx). Lahan sawah menyumbang emisi CH4 dari emisi antropogenik global. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh penambahan bahan pembenah tanah yaitu biochar terhadap emisi gas CH4 dan kualitas tanah pada lahan sawah serta produktivitasnya. Biochar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bahan dasar berbeda diantaranya sekam padi (B1), tempurung kelapa (B2) dan batubara (B3). Padi yang digunakan adalah varietas Sidenuk. Penelitian ini dilakukan secara ex situ, dengan variasi pengukuran pada umur 7, 14, 28, 56 dan 84 HST (hari setelah tanam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan biochar tidak mempengaruhi emisi gas CH4 dan kualitas tanah akan tetapi mempengaruhi pertumbuhan padi Sidenuk. Rata-rata emisi gas CH4

perlakuan B1, B2, dan B3 sebesar 21,95; 21,01 dan 22,13 mg/m2.jam lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol sebesar 16,10 mg/m2.jam. Berdasarkan analisa C dan N, kualitas tanah yang ditambah biochar lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Pemberian biochar menyebabkan tinggi tanaman padi lebih tinggi sebesar 5,4 - 6,4 % dibandingkan kontrol, sedangkan untuk jumlah anakan mengalami peningkatan sebesar 5,6 – 12,3 % dibandingkan kontrol.

Kata kunci : Biochar, CH4, padi, tanah

(6)

ABSTRACT

RINALDI SUKARNO Biochar Effectiveness of Rice Husk Waste, Coconut Shell and Coal in Reducing Methane Gas (CH4) in Paddy Fields on a Laboratory Scale.

Guide by IRAWAN SUGORO and NURMAYA AROFAH

Global warming occurs when the rate of increase in greenhouse gases (GHG) continues to increase in the atmosphere. One of the greenhouse gases is methane (CH4), which comes from agricultural activities such as rice fields.

Agriculture contributes to CH4 emissions which are quite high from global anthropogenic emissions, respectively for CH4 and nitrogen oxide (NOx). Paddy fields contribute to CH4 emissions from global anthropogenic emissions. This study aims to observe the effect of adding soil enhancers, namely biochar on CH4 gas emissions and soil quality in paddy fields and their productivity. Biochar used in this study has different basic ingredients including rice husk (B1), coconut shell (B2) and coal (B3). The rice used is the Sidenuk variety. This research was carried out ex situ, with variations in measurements at ages 7, 14, 28, 56 and 84 HST (days after planting). The results showed that the addition of biochar did not affect CH4

gas emissions and soil quality but did affect the growth of Sidenuk rice. The average CH4 gas emissions of treatment B1, B2 and B3 amounted to 21.95; 21.01 and 22.13 mg / m2.hours higher than the controls of 16.10 mg / m2.hours. Based on C and N analysis, the soil quality added by biochar was lower than the control. Giving biochar causes higher rice plant height of 5.4 - 6.4% compared to controls, while for the number of tillers increased by 5.6 - 12.3% compared to controls.

Key word : Biochar, CH4, paddy fields, soils

(7)
(8)

i KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektifitas Biochar dari Limbah Sekam Padi, Arang Tempurung Kelapa dan Batubara dalam Reduksi Emisi Gas Metana (CH4) di Lahan Padi Skala Laboratorium”. Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar S1 bagi mahasiswa pada program Studi Kimia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan skripsi hingga selesai, terutama kepada yang saya hormati.

1. Dr. Irawan Sugoro, M.Si, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama berlangsungnya penelitian serta meluangkan waktunya untuk berdiskusi.

2. Nurmaya Arofah, M.Eng, selaku Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, pengetahuan, serta bimbingannya sehingga banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan laporan ini.

(9)

ii 3. Drs. Dede Sukandar, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Hendrawati, M.Si dan Nurhasni, M.Si selaku penguji yang akan memberikan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Bapak Dimin dan Ibu Suminah atas segala cinta, doa, pengorbanan, nasihat dan motivasinya kepada penulis.

7. Seluruh staf PAIR BATAN, Pak Dono, Ibu Ania, Pak Dika dan Pak Dinar yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya selama penelitian berlangsung.

8. Teman-teman kimia angkatan 2013 dan teman-teman seperjuangan di PAIR BATAN yang senantiasa memberi dukungan dan keceriaan selama berjalannya penelitian.

9. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Untuk itu kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Allah SWT membalas semua amal baik yang telah diberikan.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi wabarokatuh

Jakarta, Januari 2019

RINALDI SUKARNO

(10)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Hipotesis Penelitian ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Biochar ... 6

2.2. Proses pembentukan CH4 ... 10

2.3. Tanah Sawah ... 15

2.4. Sekam padi ... 17

2.5. Tempurung Kelapa ... 17

2.6. Batubara ... 18

2.7. Padi Inpari Sidenuk ... 19

2.8. Kromatografi Gas (GC) ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

3.2. Alat dan Bahan ... 23

3.2.1. Alat ... 23

3.2.2. Bahan ... 23

3.3. Diagram alir ... 24

3.3.1. Pembuatan biochar dan media tanam... 24

3.3.2. Perawatan padi ... 24

3.4. Prosedur Kerja ... 25

(11)

iv

3.4.1. Pembuatan Biochar ... 25

3.4.2. Pembuatan Media Simulasi Tanah Padi ... 25

3.4.3. Persemaian dan Perawatan Padi ... 25

3.5. Uji Parameter... 26

3.5.1. Pengukuran Suhu dan pH ... 26

3.5.2. Pengukuran Kadar Air, Abu dan Bahan Organik Biochar ... 26

3.5.3. Pengukuran Karbon Organik Tanah. ... 27

3.5.4. Pengukuran Kadar Nitrogen Total Tanah ... 28

3.5.5. Pengukuran Rasio C/N ... 29

3.5.6. Analisa Volatil Fatty Acids (VFA) Parsial ... 29

3.5.7. Pengambilan dan Pengukuran Gas CH4 ... 30

3.5.8. Analisis Kadar Fosfor (P) Tanaman ... 31

3.5.9. Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan ... 32

3.4. Analisa data ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1. Kadar air, abu dan bahan organik biochar ... 36

4.2. Suhu Tanah ... 37

4.3. pH Tanah ... 39

4.4. Rasio C/N Tanah Padi ... 41

4.5. Volatile Fatty Acids (VFA) Tanah Padi ... 44

4.6. Emisi CH4 ... 46

4.7. Tinggi dan Jumlah Anakan Padi ... 50

4.8. Kadar Karbon, Nitrogen dan Fosfor Tanaman ... 54

BAB V PENUTUP ... 57

5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 69

(12)

v DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Biochar. ... 6

Gambar 2. Mekanisme biochar menangkap kontaminan organik, ... 7

Gambar 3. Proses produksi CH4 dari bahan organik secara anaerobik... 10

Gambar 4. Varietas Sidenuk umur 56 HST... 20

Gambar 5. Bagan komponen Instumentasi Kromatografi Gas. ... 21

Gambar 6. Pembuatan biochar dan media tanam padi ... 24

Gambar 7. Perawatan padi ... 24

Gambar 8. Reaktor penampung gas CH4 ... 30

Gambar 9. Suhu tanah padi yang diberi perlakuan C (kontrol), B1 (biochar sekam padi), arang tempurung kelapa (B2) dan batubara (B3) ... 37

Gambar 10. Nilai pH tanah padi setelah tanam (C: Kontrol, B1: biochar sekam padi, B2: arang tempurung kelapa dan B3: batubara ... 39

Gambar 11. Tahapan proses nitrifikasi ... 43

Gambar 12. Tinggi padi yang diberi perlakuan C (kontrol), B1 (biochar sekam padi), B2 (arang tempurung kelapa) dan B3 (batubara) ... 51

Gambar 13. Anakan padi yang diberi perlakuan C (kontrol), B1 (biochar sekam padi), B2 (arang tempurung kelapa) dan B3 (batubara) ... 53

(13)

vi DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Emisi CH4 dari sumber alami (netral dan kegiatan manusia ... 16

Tabel 2. Komponen sekam padi (Prabawati 2008) ... 17

Tabel 3. Komposisi tempurung kelapa ... 18

Tabel 4. Kadar air, abu dan bahan organik biochar ... 36

Tabel 5. Kadar C, N dan rasio C/N tanah ... 41

Tabel 6. Kadar VFA pada sedimen padi ... 45

Tabel 7. Nilai emisi CH4 satu musim tanam. ... 47

Tabel 8. Kadar C, N dan P pada gabah dan jerami padi. ... 54

(14)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Anova gas CH4 terhadap perlakuan ... 69

Lampiran 2. CH4 terhadap umur tanam ... 70

Lampiran 3. Anova pH terhadap perlakuan ... 71

Lampiran 4. Anova pH terhadap umur tanam ... 72

Lampiran 5. Anova tinggi tanaman terhadap perlakuan ... 73

Lampiran 6. Anova tinggi tanaman terhadap umur tanam ... 75

Lampiran 7. Anova jumlah anakan terhadap perlakuan ... 76

Lampiran 8. Anova jumlah anakan terhadap umur tanam ... 77

Lampiran 9. Anova perbedaan suhu terhadap perlakuan ... 78

Lampiran 10. Anova perbedaan suhu terhadap umur tanam ... 79

Lampiran 11. Perhitungan kadar air, kadar abu dan kadar bahan organik (%) ... 80

Lampiran 12. Perhitungan kadar air tanah ... 81

Lampiran 13. Perhitungan C-Organik tanah ... 81

Lampiran 14. Perhitungan N organik tanah ... 82

Lampiran 15. Perhitungan rasio C.N ... 82

Lampiran 16. Perhitungan gas CH4 ... 83

Lampiran 17. Perhitungan C organik pada gabah ... 86

Lampiran 18. Perhitungan C organik jerami ... 88

Lampiran 19. Perhitungan N pada gabah ... 89

Lampiran 20. Perhitungan N pada jerami ... 91

Lampiran 21. Perhitungan P gabah ... 92

Lampiran 22. Perhitungan P jerami ... 93

Lampiran 23. Kondisi penelitian dari lahan sawah secara ex situ ... 95

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemanasan global terjadi akibat meningkatnya kadar gas rumah kaca (GRK). Terdapat enam gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global, yaitu karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), hidroperfluoro karbon (HFC), perfluorokarbon (CFC), dan sulfur heksaflorida (SF6) (Knapp et al., 2011). Gas CH4 merupakan kontributor kedua terbesar penyebab pemanasan global setelah CO2. Gas CH4 berpotensi 25-30 kali lebih besar menyebabkan pemanasan global dibandingkan CO2 (Zhang., et al., 2018).

Pertanian menyumbang sekitar 50-60% dari emisi antropogenik global untuk CH4 dan nitrogen oksida (NOx) (Reay et al., 2007). Lahan padi menyumbang emisi 15-20% dari total emisi antropogenik global (Xu et al., 2007; Li et al., 2011).

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-A’raaf ayat 58 yang berbunyi:

اًدِّكَن َّلَِّإ ُج ُرْخَي َلَ َثُبَخ يِّذَّلا َو ِّهِّ ب َر ِّنْذِّإِّب ُهُتاَبَن ُجُرْخَي ُبِّ يَّطلا ُدَلَبْلا َو َنو ُرُكْشَي ٍم ْوَقِّل ِّتاَي ْلْا ُف ِّ رَصُن َكِّلَذَك

:فارعلأا[

58 ]

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. [Al-A'raaf:58].

Berdasarkan ayat di atas, tanaman-tanaman yang tumbuh baik dan subur berawal dari kondisi tanah dan pengelolaannya yang baik dan tanaman yang mudah

(16)

2 rusak atau tidak tumbuh sama sekali berawal dari cara pengelolaannya yang tidak tepat. Daerah tropis basah seperti Indonesia banyak dijumpai tanah yang telah mengalami proses pelapukan lanjut. Tanah memiliki sifat kadar hara, kapasitas tukar kation (KTK), pH dan bahan organik yang rendah, sedangkan untuk kapasitas tukar anion (KTA), kadar aluminium dapat tukar, oksida dan kadar liat tergolong tinggi (Lehmann & Rondon, 2006). Berdasarkan permasalahan kualitas tanah tersebut, maka diperlukan rehabilitasi tanah dengan bahan organik pembenah tanah yakni biochar.

Biochar merupakan produk dari degradasi termal (panas) bahan organik dalam kondisi ketiadaan oksigen (pirolisis) atau dengan kata lain biomassa yang telah mengalami proses pirolisis dalam kondisi nol oksigen (Verheijen et al., 2010).

Biochar memiliki kemampuan dalam melepaskan karbon dan nitrogen secara perlahan serta mempengaruhi aktivitas mikroorganisme, sehingga memperbaiki sifat tanah (Lehmann & Joseph, 2006).

Selain bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas tanah, biochar mampu untuk mengurangi emisi GRK seperti N2O, CO2 dan CH4 (Roger 2001). Biochar yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tiga bahan baku berbeda yaitu sekam padi, tempurung kelapa dan batubara. Sekam padi merupakan kulit atau lapisan terluar padi berwarna kekuningan atau keemas an yang membungkus butir beras. Sekam padi mengandung selulosa yang dapat dikonversi menjadi arang (Siahaan et al., 2013). Sekam padi mengandung lignin 10%, selulosa 20-35%, hemiselulosa 11-30% dan beberapa bahan lainnya (Naqvi et al., 2014). Tempurung kelapa kebanyakan hanya dianggap sebagai limbah industri pengolahan kelapa.

Ketersediannya yang melimpah dianggap sebagai masalah lingkungan. Bahan ini

(17)

3 merupakan bahan yang terbaharukan atau renewable dan murah (Gilar et al., 2013).

Kandungan kimia dalam tempurung kelapa yaitu karbon 74,3%, oksigen 21,9%, silikon 1,4%, kalium 0,5% dan sulfur 1,7% (Esmar, 2011). Batubara yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis lignit yang tidak dimanfaatkan, karena telah mengalami pelapukan akibat terdedah lama di lapangan. Batubara dapat langsung digunakan tanpa dibakar terlebih dahulu karena telah menhgalami pemanasan di dalam perut bumi.

Penambahan biochar sejauh ini sangat menguntungkan terutama untuk tanaman padi, jagung, sorgum, berbagai kacang-kacangan, sayur-sayuran dan buah- buahan (Lehmann, 2007). Biochar kaya akan unsur karbon (C) organik yang stabil untuk lahan pertanian. Biochar dalam mengatasi perubahan iklim dapat menghambat produksi emisi CH4, khususnya di lahan padi (Woolf, 2010). Namun, biochar yang dihasilkan dari berbagai jenis bahan baku memiliki sifat fisiokimia yang berbeda seperti luas permukaan, muatan permukaan dan berbagai sifat kimia lainnya. Selain itu, bahan baku yang berbeda juga akan mempengaruhi kemampuan dalam mereduksi CH4 (Awasthi, 2017).

Penelitian mengenai pengaruh penambahan biochar yang terbuat dari sekam padi, tempurung kelapa dan batubara belum pernah dilakukan, sehingga perlu dikaji sejauh mana pengaruh ketiga jenis bahan tersebut dalam mengurangi emisi CH4 dan peningkatan kualitas tanah padi serta produktivitasnya. Varietas padi yang digunakan adalah Sidenuk yang dihasilkan oleh BATAN melalui pemuliaan mutasi radiasi. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat ditemukan bahan baku terbaik biochar yang dapat mengurangi emisi CH4, tanpa mengurangi kualitas tanah sawah dan produktivitas padi.

(18)

4 1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh bahan baku biochar (sekam padi, tempurung kelapa dan batubara) terhadap produksi emisi gas CH4 di lahan padi?

2. Bagaimana pengaruh bahan baku biochar terhadap sifat kimia yang meliputi jumlah karbon dan nitrogen pada lahan padi?

3. Bagaimana pengaruh biochar terhadap pertumbuhan padi meliputi tinggi dan jumlah anakan?

1.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Bahan baku biochar dapat menghambat produksi emisi CH4 di lahan padi.

2. Bahan baku biochar mempengaruhi jumlah karbon dan nitrogen pada lahan padi.

3. Biochar dapat mempengaruhi tinggi dan anakan padi.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh jenis-jenis bahan baku biochar terhadap produksi gas

CH4 di lahan padi.

2. Mengetahui pengaruh penambahan biochar terhadap sifat kimia pada lahan padi.

3. Mengetahui pengaruh penambahan biochar terhadap pertumbuhan padi.

(19)

5 1.5. Manfaat

Berdasarkan tujuan yang diuraikan, manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya data biochar yang efektif dalam mereduksi emisi gas CH4 yang dihasilkan oleh lahan pertanian padi, untuk mencegah meningkatnya pemanasan global serta meningkatkan produktifitas padi.

(20)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biochar

Biochar merupakan bahan alternatif untuk perbaikan kesuburan tanah sekaligus untuk perbaikan lingkungan tanah yang rusak, berkelanjutan dan ramah lingkungan (Maftu’ah, 2015). Pemanfaatan biochar di lahan padi biasa digunakan sebagai amelioran tanah. Biochar merupakan residu pirolisis berbentuk arang yang mengandung karbon tinggi. Biochar mampu memperbaiki tanah melalui kemampuannya meningkatkan pH, meretensi air, meretensi hara dan meningkatkan aktivitas biota dalam tanah serta mengurangi pencemaran (Laird et al., 2008).

Gambar 1. Biochar (Tan et al, 2015).

Biochar adalah istilah ilmiah baru dalam pengendalian lingkungan. Menurut Lehmann dan Rondon (2006) produk ini didefinisikan sebagai produk yang kaya

(21)

7 akan karbon (C), ketika biomassa seperti kayu, pupuk atau daun yang dipanaskan dalam suatu tempat tertutup dengan kondisi minim udara atau tidak tersedia.

Shackley et al. (2012) mendefinisikan biochar lebih deskriptif sebagai padatan karbon berpori yang dihasilkan dari konversi termokimia bahan organik dalam keadaan ketiadaan oksigen yang memiliki sifat fisiokimia yang sesuai untuk penyimpanan karbon jangka panjang yang aman dan ramah lingkungan (Ahmad et al., 2014).

Biochar mempengaruhi akivitas mikroba dan biomassa tanah, mengubah bakteri tanah dan aktivitas enzim tanah dan membentuk kembali struktur populasi mikroba. Biochar tidak hanya mengubah lingkungan tanah tetapi banyak sekali dampak dari penggunaan biochar seperti meningkatkan pertumbuhan dari padi itu sendiri baik tinggi maupun jumlah anakan (Zhu et al., 2017).

Gambar 2. Mekanisme biochar menangkap kontaminan organik (Ahmad et al., 2014).

Biochar yang diproduksi pada suhu > 400 oC lebih efektif untuk penyerapan kontaminan organik karena luas permukaannya yang tinggi dan perkembangan

(22)

8 mikropori. Chen et al., (2008) memperkirakan bahwa partisi kontaminan organik menjadi fraksi biochar non-karbonisasi yang berasal dari jarum pinus adalah mekanisme serapan utama pada suhu pirolisis rendah (100 - 300 oC), sedangkan adsorpsi ke fraksi karbonisasi berpori dominan pada suhu tinggi (400 - 700 oC).

Polaritas permukaan dan aromatisitas merupakan karakteristik penting dari biochar, karena mereka mempengaruhi penyerapan kontaminan organik berair (Chen et al., 2008). Secara umum, pemanasan pada suhu > 500 oC, permukaan biochar menjadi kurang polar dan lebih aromatik karena hilangnya gugus fungsi yang mengandung O dan H, yang selanjutnya dapat mempengaruhi kontaminan organik.

Saat ini, karbon aktif yang merupakan arang yang telah diaktifkan dengan panas untuk meningkatkan mikropi dan luas permukaan dari sorben (Ahmad et al., 2014). Istilah “diaktifkan” biasanya digunakan untuk menggambarkan luas permukaan arang yang disempurnakan dengan perlakuan kimia atau tidak. Biochar sangat mirip dengan karbon aktif sehubungan dengan produksi biochar melalui pirolisis, dengan luas permukaan menengah sampai tinggi (Cao et al. 2011). Selain itu, biochar mengandung fraksi non karbon yang dapat berinteraksi dengan kontaminan tanah. Secara khusus, tingkat gugus fungsi karboksil, hidroksil dan fenolik yang mengandung O dalam biochar dapat secara efektif mengikat kontaminan tanah. Karakteristik multi fungsi biochar ini menunjukkan potensi sebagai ssorben lingkungan yang sangat efektif untuk kontaminan organik dan anorganik di tanah dan air. Karakteristik biochar yang serupa dengan karbon aktif telah menarik perhatian peneliti untuk digunakan dalam penghilangan kontaminan organik dalam pengolahan air dan perbaikan tanah (Ahmad et al. 2014).

(23)

9 Terdapat dua cara utama biochar yang dapat berperan dalam reduksi GRK.

Menurut Wolf (2008) yaitu pertama, biomassa yang seharusnya akan teroksidasi dalam jangka pendek dan menengah. Kedua, dengan cara dikonversi menjadi biochar akan dihasilkan kadar yang kaya akan karbon stabil terhadap pengaruh oksidasi. Maka, akan terjadi penyerapan karbon yang seharusnya teroksidasi ke atmosfer sebagai GRK menjadi karbon stabil yang tersimpan dalam tanah. Kedua, produk gas dan bio-oil hasil pirolisis dapat digunakan sebagai bahan bakar yang dapat menggantikan penggunaan bahan bakar (BBM). Dengan kata lain produksi biochar dapat secara simultan menghasilkan energi terbarukan. Karbon stabil (C) dalam biochar dapat menjadi penyimpan karbon (carbon sequestration) untuk jangka panjang. Selain itu proses ini juga dapat sebagai pengolah limbah biomassa (Robert et al. 2010).

Secara lebih detail Woolf et al..(2010) dalam Gambar 2 mengambarkan konsep biochar lestari (sustainable biochar concept). Dalam konsep ini diperlihatkan bahwa emisi output sistem lebih kecil,dibandingkan dengan input (CO2 yang diserap oleh tanaman penghasil biomassa melalui proses fotosintesis).

Proses pirolisis menghasilkan output bio-oil, syngas, panas proses, pencegahan pembusukan biomassa dan biochar yang diaplikasikan sebagai energi, pencegah emisi GRK tanah dan pembenah tanah akan menghasilkan dampak pengurangan emisi GRK (melalui pencegahan penggunaan bahan bakar fosil, pencegahan emisi CH4/N2O, penyimpanan C dan peningkatan produktivitas tanaman) juga memperlihatkan bahwa dalam proses aplikasi biochar sebagai pembenah tanah.

(24)

10 Emisi CH4 ditemukan menurun dalam studi inkubasi skala kecil dan jangka pendek sebelumnya (Yoo & Kang, 2012). Dalam percobaan lapangan ditemukan bahwa tanah pertanian secara signifikaan menurunnkan emisi CH4 tetapi tidak membuat perbedaan pada emisi CO2 dan N2O (Karhu et al., 2011).

2.2. Proses pembentukan CH4

Proses pembentukan CH4 di alam dilakukan oleh mikroorganisme (Reay et al.. 2007). Pembentukan CH4 merupakan proses digesti anaerobik. Proses digesti anaerobik adalah proses konversi biokimia yang dilakukan oleh beberapa jenis mikroorganisme. Mikroorganisme akan mengkonversi zat organik menjadi asam organik, kemudian diubah lagi menjadi CH4 dengan produk sampingan CO2. Secara rinci, proses dekomposisi anaerobik untuk menghasilkan CH4 terbagi ke dalam 4 fase yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis (Jeffery et al., 2016)). Diagram proses pembentukan CH4 dari bahan organik ditunjukkan oleh gambar 3.

Gambar 3. Proses produksi CH4 dari bahan organik secara anaerobik

(25)

11 Hidrolisis merupakan tahapan awal dalam degradasi anaerobik dari substrat organik kompleks. Selama hidrolisis, bakteri mengubah substrat organik kompleks ke senyawa sederhana. Hidrolisis dari molekul kompleks dibantu oleh enzim ekstraseluler yang diproduksi mikroorganisme hidrolisis (Singh et al..2015).

Beberapa contoh dari bakteri hidrolitik adalah Bacteriodes, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, dan Streptococcus (Yanti, 2009).

Tahapan kedua adalah asidogenesis yang akan mengkonversi bahan terlarut organik hasil hidrolisis menjadi asam lemak rantai pendek dan alkohol.

Selama proses asidogenesis terjadi proses fermentasi molekul organik terlarut.

Bakteri yang berperan dalam tahap asidogenesis berasal dari genus Pseudomonas, Bacillus, Clostridium, Micrococcus, dan Flavobacterium (Capareda 2013).

Asetogenesis merupakan suatu tahapan dimana Volatile Fatty Acids (VFA) terdegradasi secara total menjadi asam asetat, hidrogen, dan CO2 (Cheng, 2009).

Produk sampingan dari fase asetogenesis adalah asam propionat, asam butirat, dan alkohol. Bakteri yang terlibat dalam proses ini bersifat fakultatif, hidup berkolaborasi dengan bakteri metanogen, dan hanya dapat bertahan dalam simbiosis dengan jenis yang mengkonsumsi hidrogen. Mikroorganisme yang berperan dalam tahap asetogenesis adalah bakteri dari genus Syntrophomonas, Syntrophobacter, Methanobacillus, dan Desulfovibrio (Suriawiria, 2008).

Metanogenesis adalah tahapan terakhir dengan 2 proses, yaitu konversi asam asetat menjadi CH4 (asetotropik) dan konversi dari hidrogen menjadi CH4

dengan memanfaatkan CO2 (hidrogenotropik) (Capareda, 2013). Selain asam asetat dan hydrogen, terdapat substrat lain yang memungkinkan untuk proses

(26)

12 metanogenesis yaitu asam format, metanol, karbon monoksida, dan metilamin (Rao et al.,2013). Kelompok organisme metanogenesis berasal dari genus Methanosaeta, Methanosarcina, Methanobacterium, Methanococcus, Methanogenium, dan Methanobrevibacter (Liu & Withman, 2008). Pada tahap metanogenesis, terbentuk CH4 dan karbondioksida. Gas CH4 dihasilkan dari pemecahan asam asetat atau dari reduksi karbondioksida oleh bakteri asetotropik dan hidrogenotropik dengan menggunakan hidrogen. Tiga tahap pertama di atas disebut sebagai fermentasi asam sedangkan tahap keempat disebut fermentasi metanogenik (Zhuang, Q et al., 2000).

Tahap asetogenesis terkadang ditulis sebagai bagian dari tahap asidogenesis. Berbagai studi tentang digesti anerobik pada berbagai ekosistem menunjukkan bahwa 70 % atau lebih yang terbentuk diperoleh dari asetat. Asam asetat merupakan intermediet kunci pada seluruh fermentasi pada berbagai ekosistem tersebut. Reaksi kimia pembentukan CH4 (Yang et al., 2018) dari asam asetat dan reduksi CO2 dapat dilihat pada persamaan reaksi berikut:

C6H12O6 + 2 H2O 2 CH3COOH + 2 CO2 + 4 H2

2 CH3COOH 2 CH4 + 2 CO2

4 H2 + CO2 CH4 + 2 H2O C6H12O6 3 CO2 + 3 CH4

Emisi CH4 di dunia mencapai 600 Tg/tahun yang berasal dari sumber alami dan antropogenik sebesar 320 Tg/tahun. Sumber alami CH4 didominasi oleh aktifitas mikrorganisme melalui proses metanogenesis yang umum terjadi pada tanah tergenang (Reay et al., 2007). Beberapa faktor yang mempengaruhi gas CH4

yaitu potensial redoks (Eh), pH, suhu, dan bahan organik tanah serta varietas padi.

Eh tanah merupakan faktor penting dalam produksi CH4. Potensial redoks (Eh)

(27)

13 menunjukkan status reaksi oksidasi dan reduksi oksidan-oksidan tanah sebagai penyedia oksigen dalam tanah. Aktifitas bakteri metanogen dan metanotrof sangat tergantung dengan ketersediaan oksigen dalam kondisi tanah jenuh air. Berkaitan dengan kondisi reduktif, produksi CH4 terjadi pada kisaran nilai Eh -150 mV (Hou et al. 2000) dan bergerak sampai di bawah -300 mV. Hal ini karena mikroorganisme sebagai penghasil CH4 bekerja optimal pada nilai Eh kurang dari -150 mV (Setiyanto, 2004). Produksi CH4 tertinggi pada kisaran Eh -200 mV (Minamikawa

& Sakai, 2005), dan laju emisi CH4 tertinggi pada nilai Eh tersebut untuk berbagai perlakuan pengelolaan air berbeda-beda. Kisaran laju emisi CH4 maksimum berturut-turut 45, 20 dan 30 mg/m2/jam. Pada perubahan kadar air tanah dari kondisi jenuh dan tidak jenuh Eh bergerak antara +600 dan -300 mV (Li et al., 2011).

Sifat reaksi tanah yang dinyatakan dengan pH didasarkan pada jumlah ion H+ atau OH- dalam larutan tanah. Sebagian besar bakteri metanogen bersifat netrofilik, yaitu hidup pada kisaran pH antar 6 sampai 8. Pembentukan CH4

maksimum terjadi pada pH 6,9 hingga 7,1. Waktu yang dibutuhkan pada tiap jenis tanah berbeda. Pada tanah sawah di daerah tropis dimana suhu tanah berkisar 25- 30 oC, pembentukan CH4 dan N2O terjadi paling cepat pada tanah alkali dan berkapur, yaitu beberapa jam hingga beberapa hari setelah penggenangan (Setyanto, 2004).

Tanaman padi bertindak sebagai media bagi pelepasan CH4 yang dihasilkan dari dalam tanah ke atmosfer, melalui pembuluh aerenkim daun, batang dan akar padi. Selanjutnya, emisi CH4 akan dilepas melalui pori-pori mikro pada pelepah daun bagian bawah. Varietas padi mempunyai bentuk, kerapatan dan jumlah

(28)

14 pembuluh aerenkim yang berbeda. Perbedaan ini akan mempengaruhi kemampuan tanaman padi dalam melepaskan CH4. Biomassa akar dan tanaman juga berpengaruh terhadap emisi CH4 terutama pada stadium awal. Pada fase awal pertumbuhan tanaman padi banyak eksudat akar yang dilepas ke rizosfir sebagai hasil samping metabolisme karbon oleh tanaman (Setyanto, 2004). Semakin banyak eksudat akar emisi CH4 makin tinggi. Jumlah biomassa akar juga mempengaruhi emisi CH4. Makin banyak biomassa akar yang terbentuk maka emisi CH4 makin tinggi pula. Jumlah anakan juga merupakan faktor penentu besarnya pelepasan CH4. Semakin banyak anakan maka kerapatan dan jumlah pembuluh aeremkim meningkat (Wihardjaka, 2001).

Bahan organik tanah memberikan sumbangan terhadap kesuburan pertumbuhan tanaman baik secara fisik, kimia dan biologis. Bahan organik merupakan penyedia unsur-unsur N, P dan S untuk tanaman. Ketersediaan substrat organik mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam tanah karena bertindak sebagai sumber energi. Secara fisik berperan dalam memperbaiki struktur tanah.

Sumber bahan organik yang ditambahkan sangat menentukan pembentukan CH4 di lahan sawah. Penelitian Wihardjaka (2001) dengan menggunakan beberapa jenis bahan organik memberikan hasil bahwa emisi CH4 terbesar didapat dari penambahan pupuk kandang, diikuti berturut-turut jerami segar, kompos dan tanpa bahan organik. Menurut Hadi (2001), pengomposan jerami padi dapat mereduksi emisi CH4 sampai separuhnya.

(29)

15 2.3. Tanah Sawah

Tanah sawah mempunyai beberapa dalam sistem klasifikasi tanah, yaitu rice soil, paddy soil, artificial hydromorphic soil dan aquorizem. Lahan sawah memiliki fungsi strategis sebagai penyedia bahan pangan utama bagi penduduk Indonesiaa.

Lahan sawah menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 69% di Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2009). Indonesia dengan luas lahan pertanian 6,8% dari luas lahan pertanian dunia diduga memberi kontribusi sebesar 3,4 – 4,5 Tg/tahun (Setyanto & Kartikawati, 2008). Lahan sawah padi merupakan kontributor penyumbang emisi gas rumah kaca, mengingat kondisinya yang selalu tergenang sehingga menghasilkan gas seperti CO2, N2O, dan CH4 yang berpotensi menimbulkan pemanasan global (Ussiri & Lal, 2012).

Secara global, suhu bumi mengalami peningkatan 0,8 C sejak satu abad yang lalu. Peningkatan suhu tersebut disebabkan ole bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akibat kegiatan manusia yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak gas dan batubara), alih fungsi lahan dan aktivitas pertanian (Setyanto, 2004). Emisi CH4 sebagai salah satu GRK, baik dari sumber alami (netral) dan kegiatan manusia (antropogenik) (tabel 1).

Gas CH4 diemisikan dari lapisan bawah tanah ke atmosfer melalui tiga cara, yaitu: (1) gelembung gas yang terbentuk dan terlepas ke permukaan air genangan melalui mekanisme ebulisi, (2) proses difusi melalui air genangan, dan (3) CH4 yang terbentuk masuk ke dalam jaringan perakaran tanaman padi dan bergerak secara difusi dalam pembuluh aerenkimia untuk selanjutnya dilepaskan ke atmosfer (Sharkey et al., 2012).

(30)

16 Tabel 1. Emisi CH4 dari sumber alami (netral dan kegiatan manusia

(antropogenik)

Sumber Emisi CH4

(Tg/th)

Standar emisi CH4

(Tg.th) Netral

Lahan basah

Samudera/laut lepas Sedimen laut Geologi

Kebakaran hutan Total emisi netral

100 4 5 14

2 145

Tdk Tdk 0,4 – 12,2

12 - 36 Tdk Tdk Antropogenik

Padi Hewan Pupuk

Pengisian lahan

Penanganan limbah cair Pembakaran biomassa Penambangan batubara Gas alam

Lain-lain

Bahan bakar bersuhu rendah Total emisi antropogenik

60 81 14 22 25 50 46 30 13 17 358

40 - 90 Tdk 7 -10

Tdk Tdk 27 – 80

Tdk 7 – 70 7 – 30 Tdk Tdk

Total 503

Tdk : tidak diketahui

Pengolahan lahan sawah dan keadaan tanah sawah yang dapat memacu metanogenesis yaitu pengelolaan air, pengolahan tanah, varietas, penggunaan pupuk, dan iklim (Panjaitan et al., 2015). Lahan sawah yang diberikan pupuk organik mempunyai struktur yang baik, dan tanah yang kecukupan bahan organik mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar dari pada tanah yang kandungan organiknya rendah. Umumnya pupuk organik mengandung hara makro nitrogen, fospat dan kalium rendah, tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup.

Bahan organik yang tersedia di tanah tersebut akan dimanfaatkan mikroorganisme dalam memproduksi CH4 (Yuan et al., 2014)

(31)

17 2.4. Sekam padi

Sekam merupakan salah satu residu dari pengolahan padi yang perlu ditangani lebih lanjut atau dilakukan pemanfaatan ulang. Volume sekam yang dihasilkan adalah 17% dari Gabah kering giling (GKG). Untuk penggilingan padi yang berkapasitas 5 ton/jam beras putih atau sekitar 7 ton GKG/jam akan dihasilkan sekam sekitar 0.85 ton/jam atau sekitar 8.5 ton/hari. Berat ini setara dengan sekitar 25m3/hari atau 7500 m3/tahun. Volume yang besar ini akan menjadi masalah serius dalam jangka panjang apabila tidak ditangani dengan baik. Sekam tesusun dari palea dan lemma (bagian yang lebih besar) yang terikat dengan struktur pengikat yang menyerupai kait. Sel-sel sekam yang telah masak mengandung lignin dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Prabawati, 2008). Komposisi sekam sebagaimana terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Komponen sekam padi (Prabawati 2008)

Kadar Presentase (%) C-organik

N-total P-total K-total Mg-total

SiO2

45,06 0,31 0,07 0,28 0,16 33,01

2.5. Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras dengan kadar air sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasar berat kering), dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Data komposisi kimia tempurung kelapa dapat kita lihat pada Tabel 3.

(32)

18 Tabel 3.Komposisi tempurung kelapa

Komponen Presentase (%) Selulosa

Hemiselulosa Lignin

Abu Komponen

ekstraktif Uronat anhidrat Nitrogen

Air

26,6 27,7 29,4 0,6 4,2 3,5 0,1 8,0 - -

Komposisi utama tempurung kelapa terdiri dari selulosa, lignin, hemiselulosa dengan kandungan atom-atom C, O, H dan N. teerial-material organic ini mengandung gugus fungsional seperti hidroksil (R-OH), alkane (R-(CH2)n-R’), karboksil (R-COOH), karbonil (R-CO-R), ester (R-CO-O-R’), gugus eter linear dan siklik (R-O-R’) dengan variasi jumlah (Meytij et al., 2013).

2.6. Batubara

Batubara adalah bahan bakar hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen yang dipengatuhi oleh panas dan tekanan yang berlangsung lama di alam dengan komposisi yang kompleks. Proses pembentukan batubara dapat melalui proses sedimentasi dan skala waktu geologi.

Pada proses sedimentasi, batubara terbentuk dari material tumbuh-tumbuhan yang terendapkan di dalam suatu cekungan pada kondisi tertentu serta mengalami kompaksi dan transformasi baik secara fisik, kimis dan biokimia. Pada saat pengendapan, awalnya material ini selalu membentuk lapisan-lapisan horizontal pada cekungan bumi (Hadi, 2012). Batubara diklasifikasikan berdasarkan derajat dan kualitas dari batubara tersebut, yaitu Gambut/Peat, golongan ini merupakan salah satu bahan bakar. Hal ini karena masih merupakan fase awal dari proses

(33)

19 pembentukan batubara. Endapan ini masih memperlihatkan sifat awal dari bahan dasarnya (tumbuh-tumbuhan). Lignit, golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa struktur kekar dan gejala pelapisan. Apabila dikeringkan, maka gas dan airnya akan keluar. Endapan ini bisa dimanfaatkan secara terbatas untuk kepentingan yang bersifat sederhana, karena panas yang dikeluarkan rendah. Sub-bitominous/bitumen menengah, golongan tersebut memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitaman dan sudah mengandung lilin. Endapan ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup dengan temperatur yang tidak terlalu tinggi. Bituminous, golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh (brittle) dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik. Berlapis dan tidak mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan. Endapan ini dapat digunakan antara lain untuk kepentingan transportasi dan industri. Antrasit, golongan ini berwarna hitam, keras, kilap tinggi, dan pecahannya memperlihatkan pecahan chocoidal. Pada proses pembakaran memperlihatkan warna biru dengan derajat pemanasan yang tinggi dan digunakan untuk berbagai macam industri besar yang memerlukan temperatur tinggi.

2.7. Padi Inpari Sidenuk

Padi inpari sidenuk merupakan padi unggul hasil pemanfaatan teknologi nuklir. Induk dari padi sidenuk merupakan padi diah suci yang diiradiasi gamma

60Co dengan dosis 0,20 kGy (Suprihatno et al., 2010). Karakteristik varietas padi inpari sidenuk yaitu berdasarkan Suprihatno et al., (2010):

(34)

20 .

Gambar 4. Varietas Sidenuk umur 56 HST Sumber : dokumen pribadi (2017) a. Status pelepasan : 2257 Kpts

/SR.120 /5/ 2011/ 2 Mei 2011.

b. Nomor Seleksi : Obs1703/Ps.J c. Asal Usul : Diah Suci

Diiradiasi gamma 60Co 0,20 kGy.

d. Umur tanaman : ± 103 hari e. Bentuk tanaman : tegak f. Tinggi tanaman : ±104 cm g. Anakan produktif : ±15 malai h. Warna kaki : hijau i. Warna batang : hijau

j. Warna daun : tak berwarna k. Warna daun : hijau

l. Muka daun : kasar m. Posisi daun : tegak n. Daun bendera : tegak o. Bentuk gabah : ramping p. Warna gabah : kuning bersih q. Kerontokan : sedang r. Kerebahan : tahan s. Tekstur nasi : pulen t. Kadar amilosa : 20,6 % u. Bobot 1000 butir : ±25,9 gram v. Potensi hasil : 9,1 ton/ha w. Ketahanan t hama : tahan terhadap

wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3

2.8. Kromatografi Gas (GC)

Kromatografi gas adalah teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian, yaitu dari 50 sampai 300 °C. Jika senyawa tidak mudah menguap atau tidak stabil pada temperatur pengujian, maka senyawa tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas. Dalam kromatografi gas terdapat fase gerak yang berupa gas, biasanya gas yang dipakai adalah gas inert atau tidak mudah bereaksi seperti helium dan nitrogen. Stationary atau fasa diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair

(35)

21 atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom (Harvey, 2000).

Prinsip dasar dari kromatografi gas adalah cara pemisahan menggunakan gas sebagai fase gerak. Zat yang akan dipisahkan dilewatkan dalam kolom yang diisi dengan fasa diam yang terdiri dari bahan yang halus, dan biasanya bersifat polar.

Gas pembawa akan mengalir melalui kolom dengan kecepatan tetap, memisahkan zat dalam gas atau cairan, atau dalam bentuk padat pada keadaan normal, dalam kromatografi gas eluen yang akan keluar terlebih dahulu ialah eluen yang memiliki titik didih yang lebih rendah yang dibawa bersama dengan fase gerak (gas), dan eluen yang memiliki titik didih lebih tinggi akan tertahan lebih lama dalam fasa diam. Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Secara umum bagian- bagian dari kromatografi gas adalah sebagai berikut :

Gambar 5. Bagan komponen Instumentasi Kromatografi Gas (Harvey, 2000).

Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas sangatlah penting. Gas yang dapat digunakan pada dasarnya haruslah inert, kering, dan bebas oksigen.

Kondisi seperti ini dibutuhkan karena gas pembawa ini dapat saja bereaksi dan dapat mempengaruhi gas yang akan dipelajari atau diidentifikasi.

Umumnya, sampel berupa cairan disuntikkan ke dalam tempat masukan cuplikan permukaan kolom yang suhunya 500C. Suhu tempat injeksi tidak boleh

(36)

22 terlalu tinggi sebab kemungkinan akan terjadi perubahan dari senyawa yang akan dianalisis. Kolom merupakan tempat berlangsungnya pemisahan komoponen campuran. Kolom berupa tabung gelas atau logam (stainless steel, tembaga, atau aluminium) dengan panjang 2 – 3 m dengan garis tengah 2 – 4 mm. tabung ini biasanya dibentuk melingkar agar mudah dimasukkan termostat (pengatur suhu).

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.

Detektor pada kromatografi merupakan sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen didalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor untuk analisa kuantitatif maupun kualitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fasa diam dan fasa gerak.

Detektor digunakan untuk memonitor gas pembawa yang keluar dari kolom dan merespon perubahan komposisi solut yang terelusi.

(37)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2017 di Laboratorium Pengujian Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jalan Lebak Bulus Pasar Jumat Jakarta Selatan.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat-alat utama yang digunakan adalah kromatografi gas (GC) Shimadzu tipe GC 14B, spektrofotometer UV-VIS Shimadzu UV 2450, ember volume 10 L, kaca penampung gas emisi gas CH4, kantung gas, alat destilasi, pH meter, termometer digital, neraca analitik, dan alat gelas kimia lainnya.

3.2.2. Bahan

Bahan–bahan yang digunakan adalah bibit padi varietas Sidenuk, limbah sekam padi dari BATAN, arang tempurung kelapa dari Pasar Cibinong, limbah batubara dari Tanjung Enim – Sumatera Selatan, pupuk NPK, glukosa, selenium, aquadest, molibdat vanadat, K2Cr2O7, HNO3, H2SO4, NaOH, dan HCl.

(38)

24 3.3. Diagram alir

3.3.1. Pembuatan biochar dan media tanam

Gambar 6. Pembuatan biochar dan media tanam padi

3.3.2. Perawatan padi

Gambar 7.Perawatan padi Sidenuk

Penyemaian

Masuk ke dalam pot

Pemberian pupuk NPK 50%

Pengukuran parameter : gas CH4, pH, suhu, VFA 84 HST, C-organik 84 HST,

total N, rasio C/N 84 HST, tinggi padi dan jumlah anakan

Proses peenyawahan

Penambahan biochar 50%

Uji tanah awal : C-organik, total N, rasio C/N dan emisi CH4

15 kg tanah Sekam padi

Reaktor

Dibakar sampai suhu 600oC

Biochar

(39)

25 3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Pembuatan Biochar

Biochar dihasilkan dengan cara pembakaran dalam sebuah reaktor dengan kondisi oksigen terbatas pada suhu 450 C. Sebanyak 10 kg sekam padi dibakar selama 120 menit pada suhu 450 C. Hasil pembakaran kemudian didinginkan dalam suhu ruang, selanjutnya biochar disaring menggunakan filter kasar. Untuk batubara dan arang tempurung kelapa tidak dilakukan pembakaran dalam reactor tetapi dihancurkan dan disaring dengan menggunakan filter kasar.

3.4.2. Pembuatan Media Simulasi Tanah Padi

Tanah yang berasal dari kawasan PAIR-BATAN Pasar Jumat dikeringkan pada suhu ruang green house ±30oC selama 2 minggu, kemudian ditimbang sebanyak 15 kg dan dimasukkan ke dalam pot. Tanah kering diberi air hingga terendam dan didiamkan selama 2 minggu agar tanah berubah menjadi media tanah sawah.

3.4.3. Persemaian dan Perawatan Padi

Penyemaian dilakukan pada lahan basah, varitas padi yang digunakan yaitu varietas Sidenuk. Padi tahap awal dilakukan persemaian dalam rumah kaca selama 12 hari. Padi berumur 12 hari dipindahkan ke dalam pot yang berukuran lebih besar. Padi yang sudah dipindahkan ke dalam media tanam berupa pot, diperhatikan ketinggian air. Pemberian pupuk menggunakan NPK, dimana N = urea, P = TSP dan K = KCl. Pengukuran sampel gas CH4 dilakukan selama perawatan padi, yaitu pada hari ke -0, 7, 14, 28, 56 dan 84 hari setelah tanam

(40)

26 (HST).. Pengukuran meliputi karbon organik, kadar nitrogen total, rasio C/N dan Volatile Fatty Acids (VFA) diukur pada umur 0 dan 84 HST. Sedangkan pH dan suhu diukur pada umur ke- 0, 7, 14, 28, 56 dan 84 HST, untuk tinggi tanaman, jumlah anakan diukur pada umur 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, 56, 63, 70, 77 dan 84 HST.

3.5. Uji Parameter

3.5.1. Pengukuran Suhu dan pH (SNI 06-6989.23-2005 dan SNI 03-6787- 2002)

Pengukuran suhu dan pH dilakukan terhadap media tanam selama masa tanam menggunakan termomter digital dan pH menggunakan pH mater.

Pengukuran dilakukan pada pagi, siang dan sore umur 0, 7, 14, 28, 56 dan 84 HST.

3.5.2. Pengukuran Kadar Air, Abu dan Bahan Organik

Biochar diambil secukupnya untuk dianalisis kadar air. Sebanyak 2,0 g biochar dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 2 jam.. Cawan diangkat dengan penjepit dan dimasukkan ke dalam desikator. Setelah dingin cawan ditimbang. Bobot yang hilang adalah bobot air. Pengukuran kadar air diukur menggunakan rumus berikut :

Kadar Air (%) = (kehilangan bobot / bobot contoh) x 100%... (1) faktor kadar air (fk) = 100 / (100 – kadar air) ... (2)

Cawan yang telah dibersihkan dipanaskan dalam tanur pada suhu 100 105°C selama 3 jam lalu ditimbang sebagai bobot kosong. Contoh yang telah diuapkan ditimbangteliti ± 5 g dan dinyatakan sebagaibobot awal, kemudian cawan

(41)

27 tersebutdisimpan dalam tanur pada suhu 550°Cselama 6 jam. Setelah pemanasan cawandimasukan dalam desikator dan setelahdingin ditimbang sampai diperoleh bobottetap sebagai bobot akhir.

Kadar abu = 𝑐−𝑎

𝑏−𝑎 𝑥 100% ………....(3)

Keterangan

a : bobot cawan kosong (g) b : bobot cawan dan sampel (g)

c : bobot cawan dan sampel setelah pengabuan (g)

Kadar bahan organik, mengkalkulasikan dengan kadar abu.

Kadar bahan organic (KBO)

%KBO = 100 - kadar abu (%)……….(4)

3.5.3. Pengukuran Karbon Organik Tanah (Agus et al., 2005).

Pengukuran karbon organik dilakukan dengan metode spektrofotometri (Agus et al., 2005). Sampel sedimen dimasukkan sebanyak 0,5 g dalam labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan berturut-turut 5 ml larutan K2Cr2O7 2N dan 7 ml H2SO4 pekat kemudian dikocok dan dibiarkan 30 menit. Untuk standar, sebanyak 5 ml larutan standar glukosa 5000 ppm C dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu ditambahkan 5 ml H2SO4 dan 7 ml larutan K2Cr2O7 2N. Dikerjakan pula blanko yang digunakan sebagai standar 0 ppm C. Masing-masing diencerkan dengan air bebas ion dan setelah dingin volume ditera hingga 100 ml, kemudian dikocok dan dibiarkan semalam. Sehari kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Kadar C organik dapat diukur dengan perhitungan sebagai berikut :

Kadar C organik (%) = ppm kurva x 10 /mg sampel x fk... (5)

(42)

28 Keterangan:

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – %ka).

3.5.4. Pengukuran Kadar Nitrogen Total Tanah (Sudarmadji et al., 1996) Pengukuran kadar nitrogen total menggunakan metode Kjedahl.

Dimasukkan sampel tanah sebanyak 1 g tanah dengan ukuran < 0,5 mm kedalam tabung digest. Ditambahkan 1 g campuran selenium dan 10 ml H2SO4 (pekat), didekstruksi hingga suhu 350 oC (3-4 jam). Dekstruksi selesai bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih kehijauan. Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 100 ml. Setelah homogen dan dingin dipipet sebanyak 5 mL, masukkan ke dalam labu destilasi. Tambahkan 10 mL larutan NaOH 30% melalui dinding dalam labu destilasi hingga terbentuk lapisan dibawah larutan asam. Labu destilat dipasang dan dihubungkan dengan kondensor, lalu ujung kondensor dibenamkan dalam cairan penampung. Uap dari cairan yang mendidih akan mengalir melalui kondensor menuju erlemeyer penampung. Erlenmeyer penampung diisi dengan 10 mL larutan HCl 0,1 N yang telah ditetesi indikator metil merah. Hasil destilasi dengan kertas lakmus, jika hasil sudah tidak bersifat basa, maka penyulingan dihentikan. Setelah proses destilasi, tahap selanjutnya adalah titrasi. Hasil destilasi yang ditampung dalam erlemeyer berisi HCl 0,1 N ditambahkan indikator metil merah sebanyak 5 tetes dan langsung dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan warna merah muda menjadi kuning, kemudian dihitung kadar N%:

Kadar N (%) = (V.HCL – V.NaOH)x 0,1 x BM Nitrogen

𝑤 𝑥 100 % ... (6)

(43)

29 Keterangan: V. HCl : volume HCl (ml)

V. NaOH : volume NaOH (ml) BM Nitrogen : berat molekul W : berat sampel (mg)

3.5.5. Pengukuran Rasio C/N (Parmaswari et al., 2011)

Rasio C/N merupakan indikator yang menunjukan proses mineralisasi- immobilisasi unsur hara oleh bakteri dekomposer bahan organik. Rasio C/N optimal diantara 10-20 yang berarti telah terjadi proses dekomposisi bahan organik menjadi anorganik (Pramaswari et al., 2011). Perhitungan rasio C/N menggunakan rumus sebagai berikut :

𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 (𝐶)

𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 (𝑁)

=

𝑥

𝑦

... (7) Keterangan:

X = Kadar karbon (C), Y = Kadar nitrogen (N)

3.5.6. Analisa Volatil Fatty Acids (VFA) Parsial (Bachruddin, 1996)

VFA parsial dianalisis menggunakan alat kromatografi gas (GC). Sampel sebanyak 5 ml sampel sedimen dimasukkan ke dalam tabung eppendorf, kemudian ditambahkan dengan 1 ml H2SO4 15%. Tabung eppendorf disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Setelah itu, ekstrak sebanyak 0,4 µl cairan jernih diinjeksikan ke dalam GC. Perbedaan partisi atau absorbsi pada fase diam (kolom) dan fase gerak (gas) memunculkan puncak pada layar monitor GC. VFA sampel dapat diukur dengan membaca kromatogram standar acuan VFA yang konsentrasinya telah diketahui.

(44)

30 3.5.7. Pengambilan dan Pengukuran Gas CH4 (Minamikawa et al., (2015)

Sampel gas diambil dengan menancapkan kaca penampung gas ke dalam pot. Masing-masing kaca penampungan ditancapkan dengan kedalaman sekitar 5 cm. Bagian ujung selang dihubungkan dengan kantung penampung gas. Sampel gas diambil setelah 1 jam, dan gas CH4 diambil pada pagi, siang dan sore hari.

Pengambilan sampel dilakukan pada umur ke-0, 7, 14, 28, 56 dan 84 HST.

Kemudian, gas pada gas bag tersebut diuji dengan alat kromatografi gas untuk mengetahui konsentrasi gas CH4 yang dihasilkan. Kromatografi yang digunakan berjenis Shimadzu 8A dengan detektor flame ionization detector (FID) dan kolom terbuat dari stainless steel dengan ukuran 6m x 2mm. Perhitungan emisi gas CH4

dilakukan dengan persamaan yang digunakan oleh Minamikawa et al. (2015).

Gambar 8. Reaktor penampung gas CH4

Keterangan :

a. Karet (tempat mengambil gas menggunakan syringe) b. Kipas (menghomohenkan kondisi udara di dalam kaca) c. Dudukan baterai (sumber energi kipas)

d. Selang (menampung gas di gas bag) e. Tabung kaca (reactor penampung gas CH4)

Jumlah produksi gas CH4 yang dihasilkan dapat diketahui dengan melihat penambahan volume gas pada gas bag. Gas yang tertampung ditarik sebanyak

(45)

31 20 ml menggunakan siring dan dimasukkan secara perlahan ke dalam gas bag 10 ml. Kemudian, gas pada gas bag tersebut diuji dengan alat kromatografi gas untuk mengetahui konsentrasi gas metana yang dihasilkan. Perhitungan emisi gas metana dilakukan dengan persamaan yang digunakan oleh Harvani dan Wiharjaka (2015)

E CH4 = dc

dtxV

Ax 𝜌 x

[

273,2+𝑇273,2

]

... (8) Keterangan :

E CH4 = emisi gas CH4 (mg/m2/menit) dc/dt = ppm/jam

V/A = volume boks/luas boks (m3/m2)

T = temperatur rata-rata dalam pengambilan contoh gas (oC) ρ = densitas CH4 (0.717 kg/m3)

3.5.8. Analisis Kadar Fosfor (P) Tanaman (Suharyani et al., 2012)

Sampel dianalis terlebih dahulu kadar air. Kemudian sampel imasukkan ke dalam erlenmayer dan ditambah HCl 3 N sebanyak 20 ml, kemudian di destruksi sampai mendidih. Pengenceran dilakukan dengan aquades sampai volume 100 ml.

pewarna P terdiri dari 1,2 g NH4MO7O24; 0,277 g K (SbO) C4H4O6; 0,5 H2O;

aquades 100 ml; dan 1,06 asam askorbat dan di homogenkan. Sampel dan pewarna P yang sudah diencerkan 10 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan perbandingan 2:1. Sampel kemudian dianalisis spektrofotometri dengan Panjang gelombang 693 nm apabila sudah terjadi perubahan warna menjadi biru.

Ppm kurva diperoleh dari kurva standar.

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃 = (𝑝𝑝𝑚 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑥 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛)

(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 10000) 𝑥 𝑓𝑘………...….(9)

(46)

32 Keterangan:

Fk : factor koreksi (100/100-kadar air)

3.5.9. Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai dari permukaan tanah hingga ujung daun dengan bantuan mistar, sedangkan jumlah anakan dihitung setiap batang padi yang muncul pada satu tanaman. Pengukuran dilakukan setiap minggu ke - 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan minggu ke- 12 setelah tanam.

3.4. Analisa data

Seluruh data yang diperoleh meliputi parameter kimia dan parameter biologi yang berperan dalam produksi emisi CH4 dianalisis menggunakan Statistical Package For The Social Science (SPSS 20) dengan uji analisis varians satu arah (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (α=0,05). Apabila terdapat perbedaan pengaruh, maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menentukan perbedaan tersebut. Pengambilan keputusan apakah terdapat perbedaan yang perlakuan biochar dengan menguji H0 (sig > 0,05) dan H1 (sig < 0,05) dengan keterangan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Jenis-jenis biochar (sekam padi, arang tempurung kelapa dan batubara) tidak berpengaruh terhadap reduksi emisi gas CH4.

H1 :Jenis-jenis biochar (sekam padi, arang tempurung kelapa dan batubara) berpengaruh terhadap reduksi emisi gas CH4.

(47)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kadar air, abu dan bahan organik biochar

Pengujian kadar air, abu dan bahan organik biochar dianalisis sebelum padi ditanam ke dalam tanah. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar air, abu dan organik dari masing-masing biochar memiliki nilai yang berbeda. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan komponen penyusun bahan dasar biochar sekam padi (B1), arang tempurung kelapa (B2) dan batubara (B3). Komponen utama sekam padi adalah selulosa, lignin dan silika (Bakri, 2009), sedangkan tempurung kelapa didominasi oleh lignin (Meytij et al., 2013). Batubara yang digunakan adalah jenis subbituminus yang didominasi rantai karbon (C) (Swastanti & Irwan, 2018).

Tabel 4. Kadar air, abu dan bahan organik biochar Kode kadar air (%) kadar abu

(%)

kadar bahan organik (%)

B1 4,11 27,12 72,88

B2 4,34 24,15 75,85

B3 7,85 4,10 95,90

Keterangan

B1 : Biochar sekam padi B2 : Arang tempurung kelapa B3 : Batubara

Kadar air yang diperoleh dari masing-masing biochar bervariasi. Kadar air tertinggi terdapat dalam biochar batubara (B3) sebesar 7,85% lebih tinggi dibandingkan dengan biochar sekam padi (B1) dan biochar tempurung kelapa (B2), sebesar 4,11% dan 4,34%. Tingginya kadar air pada batubara disebabkan tidak

(48)

36 mengalami perlakuan pemanasan. Hal itu karena batubara telah mengalami pemanasan terlebih dahulu di dalam perut bumi.

Kadar air biochar dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adanya air terikat baik dalam bentuk uap maupun cair, yang terperangkap pada molekul biochar selama proses pemanasan berlangsung. Hal ini karena adanya ikatan atom C pada arang belum mengalami pemecahan oleh panas sehingga uap air tetap terperangkap dalam ikatan molekul antara atom C dengan atom C yang lain (Fahri, 2017). Menurut Pari (2006), tingginya kadar air menunjukkan adanya air terikat yang disebabkan oleh struktur biochar yang tersusun oleh 6 buah atom C pada setiap sudut heksagonal, hal ini memungkinkan butir-butir air terlepas sehingga kadar air menjadi rendah. Selain itu, kadar air dalam biochar berkaitan terhadap kadar lignin dari bahan baku (Maftu’ah & Dedi, 2015).

Selain kadar air, dilakukan pula pengujian kadar abu. Kadar abu yang diperoleh dari masing-masing biochar memiliki nilai yang bervariasi pula. Kadar abu biochar sekam padi (B1) dan arang tempurung kelapa (B2) memiliki nilai yang besar yaitu 27,12 (B1) dan 24,15 (B2) %. Tingginya kadar abu yang diperoleh dapat mengurangi daya adsorpsi biochar (Fahri, 2017). Abu merupakan bahan yang tersisa apabila biomassa dipanaskan hingga berat konstan. Salah satu unsur utama yang terkandung dalam abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor.

Komposisi fraksi abu biochar sebagian besar tergantung pada kadar mineral dalam bahan baku karena sebagian besar unsur-unsur anorganik tidak menguap pada suhu pirolisis (Maftu’ah & Dedi, 2015). Bahan baku dan proses pirolisis menentukan jumlah distribusi bahan mineral pada biochar (Amonette & Joseph,

(49)

37 2009). Sebagian besar kadar mineral dalam bahan baku tersebut masih ada dalam biochar, dan sebagian lagi hilang (C, H dan O) selama proses pirolisis.

Kadar bahan organik pada biochar memiliki nilai beragam. Nilai tertinggi terjadi pada batubara yaitu sebanyak 96%, hal ini karena batubara memiliki kadar karbon yang lebih tinggi jika dibanding dengan biochar sekam padi dan biochar tempurung kelapa (Kusdarini, et al., 2017). Menurut Afandi et al. (2015) menyatakan bahwa unsur utama dalam bahan organik biochar adalah karbon.

Selain karbon, bahan organik juga mengandung N, P dan K serta hara mikro yang diperlukan oleh tanaman.

4.2. Suhu Tanah

Suhu tanah memegang peranan penting dalam aktivitas mikroorganisme tanah. Berdasarkan hasil analisis statistik, suhu tanah padi tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan biochar (p>0,05), kecuali pada umur 56 HST terlihat adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05).

Gambar 9. Suhu tanah padi yang diberi perlakuan C (kontrol), B1 (biochar sekam padi), B2 (arang tempurung kelapa) dan B3 (batubara)

34.33 31.33 31.00 29.00 29.33

31.67 31.67 30.33 27.33 28.67

31.00 32.00 31.00 29.33 28.3331.33 33.67 30.67 28.67 28.67

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

7 H S T 1 4 H S T 2 8 H S T 5 6 H S T 8 4 H S T Suhu(OC)

C B1 B2 B3

Gambar

Gambar 1. Biochar (Tan et al, 2015).
Gambar 2. Mekanisme biochar menangkap kontaminan organik (Ahmad et al.,     2014).
Gambar 3. Proses produksi CH 4  dari bahan organik secara anaerobik
Tabel 2. Komponen sekam padi (Prabawati 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

desain menampilkan ilustrasi dari gambar yang ada di videotron dikarenakan agar tidak ada perubahan yang sangat berbeda sehingga orang mengetahui bahwa desain iklan koran ini adalah

Beberapa hal yang dapat membantu dalam pembelajaran matematika tersebuat adalah sebagai berikut, (a) Siswa mempunyai tahapan perkembangan kognitif, sehingga guru

Unreal Engine versi 3 yang juga disebut sebagai Unreal Development Kit (UDK) merupakan engine yang mampu membuat gambaran virtual yang sesuai dengan dunia nyata. Pembangunan

Kemudian pada “Hierarchy” window tambahkan sebuah Game Object bernama “RockPair” untuk membuat Game Object dapat dilakukan dengan mengklik kanan pada “Hierarchy” window

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Pengalaman Kerja Praktek

Anindita Wahyu Kusuma Segenap pimpinan fakultas ilmu kesehatan, karyawan dan dosen, khususnya jurusan kesehatan masyarakat yang telah banyak membekali ilmu.. persatu,