Analisis Differential Item Functioning (DIF) pada tes Adversity Response Profile (ARP)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh KHAIRUNNISA
131301015
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Analisis Differential Item Functioning (DIF) pada tes Adversity Response Profile (ARP)
Khairunnisa1 dan Dina Nazriani2 ABSTRAK
Seiring perkembangan zaman, alat tes Psikologi memunculkan administrasi tes baru, yang pada awalnya hanya dapat dilakukan secara manual (Paper and Pencil) tetapi saat ini dapat dilakuakan secara online. Perkembangan metode pelaksanaan tes ini memunculkan tantangan baru, yang berkaitan dengan evaluasi karakterisrik psikometri alat tes, salah satunya adalah pengujian DIF. DIF digunakan untuk mengukur bias yang mempengaruhi validitas. Pengujian DIF dilakukan dengan tujuan untuk melihat keadilan aitem suatu alat tes pada kelompok yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan instrumen Adversity Response Profile (ARP).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah instrumen ARP adil dan bisa digunakan baik saat diadministrasikan secara manual maupun online. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa terdapat 13 aitem yang mengadung DIF pada administrasi tes ARP yang berasal dari aspek Control, Origin & Ownership, Reach dan Endurence.
Keyword: Differential Item Functioning (DIF), Administrasi Tes, Tes ARP
1Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
2Dosen Departemen Psikologi Umum & Eksperimen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Analysis Differential Item Functioning (DIF) the Adversity Rersponse Profile (ARP)
Khairunnisa1 dan Dina Nazriani2
ABSTRACT
As the times progress, the Psychology instrument test has appeared on the administration of new tests, which in the past could only be done manually (Paper and Pencil) but can now be done online. The development of the method of carrying out this test raises new challenges, relating to the evaluation of psychometric characteristics of test instruments, one of which is DIF testing. DIF is used to measure the bias that affects the validity. DIF testing is done with the aim to see the item justice of a test instrument in different groups. This study using the Adversity Response Profile (ARP) instrument. The aims of this study is to find out whether ARP instruments are fair and can be used both when administered manually and online. From the results of this study it was found that there were 13 items containing DIF in the ARP test administration which came from the aspects of Control, Origin & Ownership, Reach and Endurence.
Keyword: Differential Item Functioning, Test Adminitration, ARP Test
1Student of Faculty of Psychology, University of North Sumatera
2 Lecturer of Department of General and Experimentl Psychology, University of North Sumatra
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal yang Berjudul Analisis DIF pada tes ARP ini dengan sebaik-baiknya.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal penelitian ini, sehingga proposal penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, yaitu kepada:
1. Kedua orang tua yang tak pernah lelah dan letih memberikan dukungan berupa doa, motivasi, semangat, materi, petuah-petuah serta nasehat yang mungkin masih banyak lagi yang tidak dapat saya sebutkan dan tidak akan dapat terbalaskan
2. Saudara-saudari saya yaitu (ayong, bang ngah, kakak dan abang) yang telah memberikan dukungan materi dan motivasi kepada saya
3. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog, selaku dekan Fakultas Psikologi USU 4. Dina Nazriani, MA sebagai dosen pembimbing skripsi. Terima kasih
sebesar-besarnya buat kakak yang selama ini telah mengarahkan saya dan memberi dukungan, masukan, dan kritik yang memudahkan proses penyusunan skripsi ini. Saya memnita maaf yang sebesar-besarnya jika selama ini ada perbuatan maupun kata-kata saya yang kurang berkenan di hati kakak. Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan kakak kepada saya.
5. Ibu Etti Rahmawati, M. Si, Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, M.Pd, Psikolog, dan Kak Amalia Meutia, M.Psi, Psikolog yang telah banyak memberikan saran dan juga masukan dalam penulisan skripsi ini
6. Ibu Dra, Emmy Mariatin MA., PhD., psi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat dan juga motivasi pada peneliti.
7. Abang Perpus (bang Maulana) dan seluruh staff dan pegawai fakultas Psikologi USU
8. Perguruan Tinggi STAIS yang telah bersedia memberikan data dan informasi untuk membantu proses penelitian saya ini
9. Sahabat-sahabat kampus (Jerni Hati, Yuni, Safira, mae, kak Rahel, kak Rizky, linka, Balqish, Yuspi dan Putri) yang telah menemani hari-hari saya di Fakultas Psikologi
10. Umeks Squad (Safira, Lida, Zega, Nita, Mutia, Fariz, Taufik, Nurul dan Nila) yang telah membagi suka duka selama menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat kos (Oza, Vinny, kak Rina, kak Rika dan Tina) yang rela selalu membuka telinga untuk mendengarkan curhatan-curhatan saya
12. Seluruh teman-teman mahasiswa yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis sadar akan ketidaksempurnaan dan kekurangan dalam skripsi ini, baik dalam hal sistem penyusunan maupun isinya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi pembelajaran agar lebih baik kedepannya dan semoga skripsi ini memiliki banyak manfaat bagi banyak pihak.
Medan, Juli 2018
Khairunnisa
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 11
A. Adversity Quotient (AQ) ... 11
1. Sejarah Adversity Quotient (AQ) ... 11
2. Dimensi AQ ... 12
3. Adversity Response Profile (ARP) ... 13
B. Differential Item Functioning (DIF) ... 14
1. Defenisi Differential Item Functioning (DIF) ... 16
2. Jenis Differential Item Functioning (DIF) ... 17
3. Metode Analisis DIF ... 18
4. Sumber Differential Item Functioning (DIF) ... 20
C. Administrasi Tes ... 22
1. Hal-Hal yang berkaitan dengan Administrasi Tes ... 22
D. Differential Item Functioning Administrasi tes pada tes ARP versi Manual dan Online ... 27
E. Hipotesa Penelitian ... 33
BAB III METODE PENELITIAN A. Data yang Digunakan ... 34
B. Subjek Penelitian ... 34
C. Defenisi Oprasional ... 36
a. Adversity Response Profile (ARP) ... 36
b. Administrasi Tes ... 36
c. Administrasi tes Online ... 36
d. Administrasi tes Manual ... 36
D. Instrumen Penelitian ... 36
E. Prosedur Pelaksaan Penelit Penelitian ... 37
1. Persiapan Penelitian ... 37
2. Pelaksanaan Penelitian ... 38
3. Pengolahan Data Penelitian ... 40
4. Hasil dan Pembahasan ... 40
5. Kesimpulan dan Saran ... 40
F. Metode Analisis Data ... 41
1. Reliabilitas ... 41
G. Program Komputer yang Digunakan ... 43
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Analisis Data ... 44
1. Gambaran Sampel Penelitian ... 44
2. Hasil Analisis ... 46
a. Reliabilitas ... 46
1. Reliabilitas Komposit ... 46
2. Reliabilitas dengan Winstep ... 47
b. Differential Item Functioning (DIF) ... 48
B. Pembahasan ... 51
Analisis DIF ... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
A. Kesimpulan ... 58
B. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blueprint berdasarkan item pada tes ARP ... 36 Tabel 2 Gambaran subjek penelitian pada kelompok manual
Berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan dan usia ... 43 Tabel 3 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin,
Pekerjaan dan usia pada kelompok online ... 44 Tabel 4 Reliabilitas skor komposit Manual dan Online ... 46 Tabel 5 Hasil analisis DIF per Aitem pada tes ARP ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Differential Item Functioning (DIF) Lampiran 2. Tabulasi Data Mentah
Lampiran 3. Alat Ukur ARP Lampiran 4. Tampilan Data Online
Lampiran 5. Surat Izin Pengambilan Data Lampiran 6. Dokumentasi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa baik gejala, proses maupun latar belakangnya, tetapi karena jiwa bersifat abstrak maka kita dapat mengetahui jiwa seseorang dengan tingkah lakunya (Muhibbin Syah, 2001). Dengan kata lain, ilmu Psikologi adalah salah satu ilmu yang mempelajari bagaimana seorang individu bertingkah laku dalam kehidupannya. Untuk mempelajari tingkah laku seseorang, ilmuwan Psikologi melakukan berbagai pengukuran terhadap prilaku individu tersebut, atau yang biasa disebut dengan tes Psikologi. Tes Psikologi bukan merupakan hal yang baru digunakan di Indonesia, tetapi tes Psikologi sudah sangat lumrah bahkan sering digunakan untuk berbagai tujuan diberbagai bidang di Indonesia, khususnya untuk melihat tingkat inteligensi, kepribadian, bakat (ability) seorang individu baik dalam setting pendidikan maupun dalam setting pekerjaan. Anastasi & Urbina (1997) mengungkapkan ada tiga kategori tujuan penggunaan tes Psikologi yaitu, pembuatan keputusan, penelitian Psikologi, dan pemahaman serta pengembangan diri.
Sesuai dengan perkembangan era globalisasi saat ini, individu dapat melihat perkembangan dunia pendidikan dan dunia kerja dengan menggunakan tes Psikologi, tes Psikologi merupakan sesuatu yang dibutuhkan untuk melihat apakah individu sesuai untuk suatu pendidikan tertentu atau pekerjaan tertentu. Contohnya dibidang pendidikan, tes Psikologi digunakan
untuk menentukan jurusan apa yang seseuai untuk siswa ketika ingin kuliah di Perguruan tinggi. Sedangkan di bidang pekerjaan, tes Psikologi digunakan untuk melihat sampai dimana kemampuan seorang individu dan menentukan jabatan apa yang sesuai dengan orang tersebut.
Tes Psikologi merupakan suatu pengukuran yang objektif dan sudah terstandart terhadap sampel dari suatu perilaku tertentu. Ada banyak jenis tes Psikologi sehingga fungsi dan tujuannya berbeda-beda. Menurut Kaplan dan Saccuzo (2005), ada dua jenis tes Psikologi, yaitu tes kepribadian (Personality test) dan tes kemampuan (ability test).
Menurut Cronbach (1970) tes kepribadian (personality test) adalah tes yang digunakan untuk mengetahui perbedaan diantara setiap individu, yang artinya tak seorang pun mempunyai karakteristik yang sama antara yang satu dengan yang lain. Sedangkan tes kemampuan (ability test) merupakan tes yang dibuat untuk mengukur kemampuan penalaran logis atau kempuan berfikir seseorang.
Salah satu tes kemampuan (ability test) yang umum dan sering digunakan adalah Adversity Response Profile (ARP), ARP banyak digunakan dibidang psikologi industri & organisasi dan lain-lain. ARP adalah suatu alat ukur yang dikembangkan oleh Paul Stoltz yang bebas dari pengaruh budaya.
Adversity Response Profile dibuat untuk memberikan suatu gambaran singkat dan sangat penting mengenai apa yang mendorong seseorang dan apa yang mungkin menghambat seseorang agar terlihat potensi dari dalam dirinya (Stoltz, 2000). Dibidang pendidikan sendiri khususnya diperguruan tinggi ARP sering digunakan untuk mengukur prestasi akademik, motivasi belajar,
self effacey, dengan tujuan untuk melihat bagaimana cara mahasiswa mampu bertahan ketika menghadapi kesulitan-kesulitan dan menjadikan kesulitan itu sebagai sebuah tantangan (Huda, 2013).
Salah satu kesulitan yang sering dihadapi oleh mahasiswa, yaitu ketika mahasiswa memutuskan untuk kuliah sambil bekerja. Berdasarkan data yang peneliti peroleh melalui wawancara (bulan Januari 2018) kepada 6 orang mahasiswa yang kuliah sambil bekerja terdapat beberapa alasan mengapa para mahasiswa tersebut menjalani kuliah sambil bekerja. Diantaranya adalah untuk menambah pengalaman, belajar mandiri, dan untuk membantu orang tuanya. Selain itu beberapa mahasiswa juga mengatakan bahwa banyak kesulitan yang dihadapi ketika kita memilih untuk kuliah sambil bekerja diantaranya, sukar membagi waktu, malas untuk mengerjakan tugas kampus, tidak dapat berorganisasi, jarang dapat bersosialisasi dengan teman, dll.
Menurut Motte dan Schwartz (dalam Daulay & Rola, 2009) kuliah sambil bekerja memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari kuliah sambil bekerja diantaranya adalah mahasiswa dapat membantu orang tua dalam membiayai kuliah, memperoleh pengalaman kerja, serta kemandirian ekonomis. Sedangkan kesulitan-kesulitan yang sering dihadapi mahasiswa dari kuliah sambil bekerja ditunjukkan pada data yang diperoleh National Center for Education Statistic pada tahun 2002, semakin banyak jam kerja mahasiswa dalam 1 minggu mempengaruhi nilai mereka secara negatif di perkuliahan (Santrock, 2011). Dari penelitian sebelumnya, juga ditemukan mahasiswa yang kuliah sambil bekerja di Universitas Sumatera Utara Medan
Area Khususnya mahasiswa Psikologi berjumlah 103 orang (Badan Statistik Universitas Medan Area, 2012).
Untuk melihat sejauh mana mahasiswa yang aktif kuliah sambil bekerja dalam menghadapi kesulitan dan menjadikan kesulitan tersebut sebagai sebuah tantangan atau malah mengakibatkan keterpurukan pada diri individu tersebut maka diperlukan tes ARP. Tes ARP dirancang untuk mengukur seberapa besar ukuran Adversity Quotient seorang individu. Tes ARP memiliki 30 pernyataan yang terdiri dari 2 aitem dari setiap pernyataan, yang kemudian dikelompokkan kedalam unsur Control, Origin & Ownership, serta Reach dan Endurerance, atau biasa dengan akronim CO2RE. Tujuan instrumen ARP ini adalah untuk mengukur bagaimana orang merespon kesulitan dan merupakan peramal kesuksesan yang ampuh (Stoltz, 2000). Di indonesia alat ukur ARP sudah digunakan lebih dari 7500 orang dari berbagai dunia, baik dibidang pendidikan, sekolah, olahraga, dll (Stoltz, 2000).
Berdasarkan hal ini, ARP bebas dari bias budaya dan cocok dipakai untuk beragam populasi termasuk responden yang tidak dapat berbicara bahasa inggris. ARP juga dapat digunakan di Indonesia tanpa adanya perubahan atau adaptasi terhadap aitem-aitemnya.
Sesuai dengan perkembangan zaman, saat ini alat tes Psikologi sudah lazim diberikan dalam bentuk Webside (online). Fenomena ini memunculkan masalah yang mungkin terjadi yaitu, perbedaan hasil ukur akibat perbedaan administrasi tes. Pengadministrasian tes ini juga dapat dilakukan secara
manual dan hingga saat ini tes ARP dapat juga dilakukan dan ditemui secara online (https://summitbyscottaddis.files.wordpress.com).
Pada awalnya semua alat tes menggunakan paper and pencil atau yang sering disebut pengadministrasian alat tes secara tertulis atau manual, tetapi seiring perkembangan zaman pengadministrasian menggunakan komputer bukan merupakan hal yang asing lagi didengar, lihat, bahkan lakukan.
Kemajuan teknologi tersebut memberikan revolusi yang baru untuk masyarakat dalam mengakses informasi yang bisa dilakukan melalui internet, maka dari itu pengadministrasian alat tes dapat dilakukan secara online.
Penggunaan alat tes menggunakan komputer sudah banyak dilakukan bahkan ada pula beberapa alat tes yang sudah dapat diakses secara online.
Seperti alat tes ARP, individu tidak perlu membuang-buang waktu untuk pergi ke biro Psikologi karena dapat dikerjakan dengan sistem online, meskipun individu tetap merasa cemas karena tidak adanya interaksi secara langsung (Kaplan & Sacuzzo, 2005). Ada beberapa keunggulan melakukan tes secara online seperti, hemat waktu dan biaya serta memudahkan pengadministrasian baik dari pihak testee maupun dari pihak tester (Anastasi & Urbina, 1997).
Perbedaan administrasi ini memunculkan konsep baru yang berkaitan dengan karakteristik psikometri dari alat tes tersebut, salah satu karakteristk yang berkaitan dengan hal ini adalah differential item funcioning (DIF) yang mengacu pada derajat keadilan tes ketika dikenakan pada dua kelompok yang berbeda yaitu administrasi tes secara manual ataupun online (America Educational Research Association., dalam Osterlind, 2010).
Menurut Messick (1995) pengadministrasian yang tidak relevan merupakan sumber utama biasnya interpretasi skor tes yang memicu terjadinya differential item funcioning, dimana differential item funcioning berkaitan erat dengan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Hal ini digunakan untuk melihat apakah kelompok tersebut mempunyai laten trait yang sama dalam memberikan respon ketika diberikan aitem yang sama. DIF penting untuk diuji ketika ada keraguan antara dua kelompok yang tidak akan mendapatkan perlakuan yang adil meskipun mendapatkan aitem yang sama.
Hal ini sama dengan perbedaan pengadministrasian tes baik secara manual maupun online, dimana hal ini perlu diperhatikan untuk melihat keadilan aitem pada alat tes yang diberikan di kedua kelompok.
Fenomena administrasi tes online, memunculkan suatu pertanyaan sejauh mana administrasi itu dapat berfungsi sama dan memberikan respon yang sama antara kedua kelompok yang mendapat pengadmistrasian yang berbeda, dalam hal ini aitem yang digunakan adalah aitem ARP (Kaplan &
Sacuzzo,2005).
Aslam & Rahmawati (2011) melakukan penelitian bahwa standarisasi instruksi pada pengadministrasian tes yang berbeda juga menghasilkan hasil yang berbeda dimana tes ini diberikan istruksi yang terstandart dan yang tidak terstandart dalam pengadministrasian Big five Inventory terhadap hasil Big Five Inventory. Dari hal ini kita dapat melihat bahwa pengadministrasian tes secara tidak terstandart saja dapat mempengaruhi hasil dari tes tersebut, begitu juga dengan pengadministrasian secara manual dan online (dalam Putri &
Nazriani, 2013)
Penggunaan komputer atau handphone sebagai media yang sudah banyak digunakan bukan merupakan hal yang baru digunakan untuk pengadministrasian secara online, walaupun pada dasarnya pengadministrasian secara online dianggap masih memiliki keterbatasan dan tidak dapat sepenuhnya digunakan untuk mendiagnosis individu, memang pada dasarnya tes secara online memiliki beberapa keunggulan salah satunya dapat menghemat waktu dan biaya, tetapi informasi yang didapatkan sangat terbatas dibandingkan dengan pengadmistrasian secara manual. Jika tes dilakukan secara manual individu yang berperan sebagai tester akan dapat mengobservasi dan berinteraksi secara langsung dengan testee dan informasi yang didapat akan lebih kaya. Tetapi kita tidak dapat memungkiri seiring perkembangan zaman, baik menggunaan tes secara manual dan online sudah sangat banyak digunakan.
Berdasarkan beberapa pernyataan diatas kita perlu melakukan pengujian untuk melihat apakah ada perbedaan respon antara kedua kelompok yang diberikan aitem yang sama dengan cara pengadministrasian yang berbeda, sehingga untuk melihat hasil tersebut uji DIF sangat penting dilakukan dalam penelitian ini. Selain itu, dengan pengujian DIF pada administrasi tes ARP, diharapkan pula teruji pula keadilan aitem baik secara manual maupun online.
Baik atau tidaknya suatu alat tes Psikologi juga tergantung pada kualitas dari alat tes itu sendiri. Tetapi hal ini sangat penting untuk dilakukan, karena hasil dari tes tersebut akan digunakan dalam penilain seseorang untuk mengambil suatu keputusan. Menurut Azwar (2017) ketepatan hasil tes
tergantung pada dua karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap alat tes yaitu, reliabilitas dan validitas. Menurut Azwar (2017) reliabilitas berarti sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya. Suatu tes dikatakan tidak reliabel apabila perbedaan yang terjadi sangat besar dari waktu kewaktu maka hasil pengukuran tersebut tidak dapat dipercaya, pengukuran yang hasilnya tidak reliabel tentu tidak dapat dikatakan akurat karena konsistensi menjadi syarat bagi akurasi. Sedangkan validitas mempunyai arti sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dapat menjalankan fungsi pengukurannya. Pengukuran dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila menghasilkan data yang secara akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur seperti yang dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut. Akurat dalam hal ini berarti tepat dan cermat sehingga apabila tes menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran maka dikatakan sebagai pengukuran yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2017).
Dari latar Belakang ini, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan menggunakan “Analisis Differential Item Functioning (DIF) pada tes ARP”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini di buat dalam bentuk pertanyaan yaitu: Apakah terdapat DIF administrasi tes pada tes ARP?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat DIF administrasi tes pada tes ARP baik secara manual maupun online.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dibidang Psikologi mengenai karakteristik psikometri alat ukur ARP yang ditinjau dari differential item funcioning administrasi tes.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kritik dan saran bagi pengguna tes ARP agar memperhatikan pengaruh perbedaan pengadministrasian tes baik dilakukan secara manual maupun online.
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi karakteristik psikometri pada tes ARP sehingga dapat melihat riabilitas dan valditas pada tes tersebut.
E. Sistematika Penulisan
Sistematikan penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang Adversity Quotion (AQ), Adversity Response Profile (ARP), Diffrensial Item Functional (DIF), Administrasi Tes, Hubungan antar variable dan Hipotesis Penelitian.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang data yang digunakan, subjek penelitan, intrumen penelitian, dan prosedur pelaksanaan penelitian.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang analisis data penelitian dan pembahasan pada penelitian.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Adversity Quotient (AQ) 1. Sejarah Adversity Quotient
Dalam kamus bahasa Inggris adversity quotient terbagi atas dua kata, yaitu adversity dan quotient. Jika diartikan tiap kata, adversity berasal dari kata adverse yang artinya kondisi tidak menyenangkan atau kemalangan. Dapat diartikan bahwa adversity adalah kesulitan atau ketidakberuntungan atau kemalangan. Quotient dalam kamus bahasa inggris adalah kualitas/karakteristik dalam suatu pengukuran kemampuan (Hasanah, 2010).
Adversity quotient pertama kali dikemukan oleh bapak Paul G Stoltz, PhD. Menurut Stoltz (2002) adversity quotient (AQ) dapat memberi tahu seberapa jauh kita mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang sedang kita hadapi tersebut, selain itu menurut Scoltz AQ juga dapat meramalkan siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur, siapa yang dapat melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensi mereka serta siapa yang akan gagal dan AQ juga dapat meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan.
Adversity Quotient mempunyai tiga bentuk. Pertama, AQ adalah suatu kerangka konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui
respon anda terhadap kesulitan. Terakhir, AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon kita terhadap kesulitan yang akan berakibat memperbaiki efektivitas pribadi dan profesional kita secara keseluruhan.
2. Dimensi Adversity Quotient
Stoltz (2000) mengungkapkan bahwa AQ memiliki empat dimensi yang disebut CO2RE yaitu:
1. C (Control/kontrol), berkaitan dengan bagaimana orang tersebut dapat mengendalikan dirinya dengan masalah yang ia hadapi.
Semakin tinggi kendali dari orang tersebut maka dia akan bertahan dan mampu mengendalikan masalahnya, sebaliknya semakin rendah kendali yang dimiliki maka orang tersebut tidak berdaya mengendalikan masalah yang ada dan akan mudah menyerah
2. O2 (Origin dan Ownership), Orang dengan O2 yang rendah cenderung selalu menyalahkan dirinya sendiri, memberi label negatif atas ketidakmampuan dirinya menghadapi kesulitan.
Akibatnya orang tersebut menjadi lumpuh oleh rasa bersalah berlebihan tapi dia tidak dapat melakukan apapun. Sedangkan orang dengan O2 tinggi melakukan perbaikan terus menerus, tetap gembira dan penyesalan sewajarnya (origin) dan akan lebih fokus pada tindakan untuk meningkatkan tanggung jawab (ownership).
3. R (Reach)berarti suatu jangkauan, sejauh mana kesulitan itu akan menjangkau sisi lain dari kehidupan orang tersebut. Semakin tinggi
jangkauan seseorang, semakin besar kemungkinannya dalam merespon kesulitan dan lebih berfokus pada masalah yang ia hadapi. Orang dengan AQ rendah akan memposisikan dirinya sebagai orang yang mengalami ketidakmampuan membatasi jangkauan masalah atas peristiwa yang sedang dihadapi.
4. E (Endurance/kemampuan) Orang yang memiliki endurance tinggi memiliki sikap optimis terhadap masalah yang dihadapi, selalu merespon kesulitan dan penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu dan kecil kemungkinan terjadi lagi, sebaliknya orang yang memiliki tingkat endurance rendah cenderung bersikap pesimis dan menganggap masalah yang ada bersifat abadi dan sulit untuk diperbaiki
3. Adversity Respon Profile (ARP)
Salah satu instrumen yang digunakan untuk mengukur AQ adalah Adversity Response Profile (ARP) yang dikembangkan oleh Paul Stoltz.
Berbeda dengan ukuran, tes, atau instrumen lain yang barangkali pernah kita kerjakan dimasa lalu, ARP dapat memberikan suatu gambaran singkat yang baru dan sangat penting mengenai apa yang mendorong dan apa yang mungkin menghambat kita untuk mengembangakan seluruh potensi yang ada didalam diri kita.
Dari tes ARP ini kita dapat menafsirkan dan mempelajari tentang AQ dan pola-pola kebiasaan yang mendasari cara kita melihat dan merespon peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam hidup kita. Adversity Response
Profile (ARP) telah dicoba oleh orang dari seluruh dunia dengan berbagai macam usia, ras, dan kebudayaan sesuai dengan yang disebutkan sebelumnya bahwa ARP bebas budaya. Selain itu, analisis formalnya juga mengungkapkan bahwa instrumennya merupakan tolak ukur yang valid untuk mengukur bagaimana orang memrespon kesulitan dan merupakan peramal kesuksesan yang ampuh.
Penelitian-penelitian diberbagai perusahaan, sekolah, maupun dibidang olah raga memperlihatkan bahwa ARP merupakan peramal kinerja yang efektif dan berperan dalam serangkaian kesuksesan lainnya. Stoltz (2000) mengatakan bahwa ARP menurut klien-kliennya memiliki hasil yang sangat hebat. Dengan kata lain, hasilnya masuk akal, tanpa memperdulikan latar belakang seseorang. Mereka mengganggap bahwa tes ARP sebagai sumber pemahaman yang penting mengenai kehiduapan mereka dan kehidupan orang- orang disekitar mereka.
Melalui tes ulang dan tes lanjutan, Adversity Response Profile juga terbukti sangat andal. Kaum profesional, mahasiswa, eksekutif, dan atlet-atlet yang mengikuti tesnya lebih dari satu kali selama beberapa bulan hasilnya tetap menunjukkan kekonsistenan. ARP memiliki 30 pernyataan yang setiap pernyataan terdiri dari 2 aitem.
B. Differential Item Funcioning (DIF)
Analisis aitem merupakan langkah awal yang krusial dalam pengembangan alat tes, yang meliputi berbagai jenis prosedur evaluasi. Ketika dilakukan pengembangan, perlu dilakukan pengamatan berkaitan dengan
karakteristik yang diukur. Untuk mengetahui kualitas alat tes, dapat dilihat karakteristik psikometrinya, yaitu validitas dan reabilitas. Dua hal ini saling beriringan, dimana tes tidak akan valid jika tidak teruji bahwa tes tersebut reliabel, dan hal ini berlaku sebaliknya. Meski demikian, para ilmuan psikologi menyadari bahwa validitas lebih penting dibandingkan reliabilitas. Hal ini karena, reliabilitas berfokus pada akurasi hasil tes, sedangkan validitas berfokus pada nature dari konstruk yang diukur (Putri & Nazriani,2013;
Coaley,2010).
Istilah bias pada suatu tes dikenal sebagai Differential Item Functioning (DIF). Berbagai teknik atau metode pendeteksian DIF telah banyak ditemukan dan digunakan. Hal ini bertujuan, untuk mengindikasikan suatu tes adil bagi semua golongan atau tidak.
Ahli pengukuran sering menyelidiki Differential Item Functioning (DIF) untuk demografi kelompok untuk memastikan bahwa tes yang adil. Studi DIF juga dapat dilakukan sebagai cara untuk memeriksa stabilitas sifat item di seluruh subkelompok penting (De Mars & Lau, 2011). Pada teori skor, baik klasik maupun modern, pendeteksian item bias dilakukan dengan membandingkan antara hasil jawaban pada item yang mudah dengan hasil jawaban pada item yang sukar.
Pada sudut pandang psikometri, perbedaan konsistensi intrapersonal maupun interpersonal merupakan hal yang krusial terhadap karakteristik psikometrisnya, yaitu validitas dan reliabilitas (Anastasi & Urbina, 1997).
Validitas adalah sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan
fungsi pengukurannya. Untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas yang baik, maka eror harus diminimalisir.
Reliabilitas dipengaruhi secara langsung pada random error (kesalahan yang berasal dari individu peserta tes), sedangkan kesalahan sistematik (systematic error) merupakan kesalahan yg berasal atas keanggotaan suatu kelompok (Osterlind, 2010), sehingga berkaitan dengan bias yang terjadi pada tes, yang juga dapat merusak validitasnya (Coaley, 2010; Osterlind, 2010).
DIF merupakan salah satu konsep dalam pengukuran bias (Sheppard, dkk., 2006) yang termasuk kesalahan sistematik (systematic error) dan dapat berpengaruh pada validitas. Meskipun DIF merupakan kesalahan sistematik yang berpengaruh terhadap validitas, namun didalam kelompok juga terdiri dari individu yang dapat memberikan kontribusi kesalahan, sehingga akan dapat berpengaruh pada reliabilitas dimana individu dalam kelompok merespons pada aitem yang terjangkit DIF tersebut.
1. Defenisi Differential Item Functioning (DIF)
Messick (1995) mengemukan bahwa konstrak yang tidak relevan merupakan sumber utama biasnya interpretasi skor tes. Varians konstrak yang tidak relevan dapat memicu aitem berfungsi tidak sama antar kelompok sehingga aitem mengalami differential item functioning (DIF).
Ada berbagai defenisi atau pengertian DIF dalam teori pengukuran dan penilaian. Setiap ahli memiliki pengertian yang berbeda-beda, menurut Zumbo (1999) ketika peserta tes dari dua kelompok yang mempunyai kemampuan yang sama, tetapi kelompok yang menjawab benar lebih sedikit dibandingkan
dengan kelompok lainnya maka hal inilah yang disebut DIF. Sedangkan menurut Hambleton (2001) suatu tes dikatakan DIF apabila adanya perbedaan skor perolehan yang disebabkan oleh adanya unsur yang menguntungkan atau merugikan peserta. Sedangkan Kamata dan Vaughn (2004) mengemukan bahwa DIF terjadi apabila suatu kelompok yang berbeda dengan kemampuan/laten trait yang sama mendapat skor harapan yang berbeda pada aitem yang sama.
2. Jenis Differential Item Functioning (DIF)
Analisis pengadministrasian tes ARP baik secara manual maupun online dapat dilakukan menggunakan DIF untuk mendeteksi adanya bias respon yang disebabkan perbedaan karakteristik antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Suatu tes dikatakan terdeteksi DIF apabila peserta tes dengan karakteristik yang sama, namun dari kelompok yang berbeda, memiliki peluang yang berbeda dalam menjawab atau merespon item dalam suatu tes yang diberikan.
DIF dibedakan menjadi dua jenis yaitu uniform DIF dan non uniform DIF. Uniform DIF terjadi ketika kedua kelompok peserta tes memiliki peluang yang sama (uniform) untuk menjawab atau merespon item pada setiap tingkat kemampuan atau trait. Contoh uniform DIF pada item tertentu, laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan sebesar X cenderung memberi persetujuan yang berbeda, dimana laki-laki cenderung memberikan persetujuan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Begitu juga laki-laki dan perempuan yang memiliki kemampuuan sebesar Y cenderung memberikan persetujun yang
berbeda, dimana laki-laki tetap cenderung memberikan persetujuan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Sementara non uniform didalam DIF terjadi ketika kedua kelompok peserta tes tidak memiliki peluang yang sama (non uniform) untuk menjawab atau merespon item pada setiap tingkat kemampuan atau trait. Contoh non uniform didalam DIF seperti, pada item tertentu dimana pada kelompok laki- laki dan perempuan yang memiliki kemampuan sebesar X, cenderung memberikan persetujuan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Namun pada kelompok laki-laki dan perempuan yang memiliki kemampuan sebesar Y, kelompok laki-laki cenderung memberikan persetujuan lebih rendah dibandingkan perempuan (Embereston dan Riese, 2000).
3. Metode Analisis DIF
Sumintono dan Widhiarso (2013) mengemukakan ada berbagai metode yang digunakan untuk mengidentifikasi DIF. Salah satu metode berkaitan dengan Item Response Theory (IRT). IRT merupakan kerangka umum dari fungsi matematika yang khusus menjelaskan interaksi antara orang (person) dan butir soal/aitem (item test). Tidak seperti halnya CTT yang berfokus pada hasil skor yang didapat, IRT tidak bergantung pada sampel butir soal tertentu atau orang yang dipilih dalam suatu ujian (biasa disebu item free dan person free). Pola ini menyebabkan pengukuran yang dilakukan lebih tepat dan butir soal pun dilakukan kalibrasi. Pemodelan Rasch (Rasch Model) yang diperkenakan oleh Georg Rasch pada 1960-an yang merupakan salah satu model IRT yang paling populer.
Pemodelan rasch merupakan hasil pengujian yang yang dilakukan sendiri oleh Dr. Georg Rasch dimana, Dr. Rasch memberikan dua buah tes pada siswa SD kelas 4, 5, dan 6. Dia mendapati bahwa bahwa siswa kelas 6 lebih sedikit membuat kesalahan jawaban dibandingkan kelas 4 dan 5 pada soal yang sama. Kemudian, dia menggambarkan grafik untuk menggambarkan hasil dari kedua tes tersebut, dan mendapati bahwa galat (error) dari suatu tes perhubungan dengan galat pada tes yang lain, perbandingannya sama pada ketika kelas yang diuji tersebut. Hal ini berarti derajat kesulitan antara kedua tes sudah didapatkan. Jika hal ini dibandingkan, didapati bahwa peluang untuk menjawab soal dengan benar sama ketika kemampuan siswa dibandingkan dengan tingkat kesulitan soal. Dengan kata lain, siswa mempunyai peluang kesempatan 50% menjawab soal dengan benar, ketika didapati abilitas siswa sama dengan tingkat kesulitan soal.
Ide sederhana dan jitu dari pengamatan hasil ujian serta grafik yang dibuatnya tersebut mendorong Dr. Rasch membuat satu pernyataan populer, bahwa “kesempatan untuk menyelesaikan satu soal bergantung pada rasio antara abilitas seseorang dan tingkat kesulitan soal”. Setelah itu, Pemodelan Rasch terus dikembangkan menjadi berbagai cabang hingga saat ini. Namun, prinsip dasarnya adalah sama, yaitu model probabilistik yang didefenisikan sebagai “a person having a greater ability than another person should have the greater probability of solving any item of the type in questio, and similarly, one item being more difficult than another means that for any person the probability of solving the second item is the greater one” (Rasch,1960 dalam Bond and Fox, 2007). Jika diartikan secara sederhana adalah sebagai berikut
individu yang memiliki tingkat abilitas yang lebih besar dibandingkan individu lainnya seharusnya memiliki peluang yang lebih besar untuk menjawab soal dengan benar. Dengan prinsip yang sama, butir yang lebih sulit menyebabkan peluang individu untuk mampu menjawabnya menjadi kecil.”
Pemodelan Rasch juga dapat dilakukan dengan melalui kalibrasi instrumen. Dengan kata lain, data hasil pengukuran yang didapat melalui penerapan sistem pengukuran standart yang digunakan dalam ilmu eksakta (mengukur panjang dengan mistar dan sentimeter, suhu dengan termometer, atau berat dengan timbangan kilogram), juga bisa dilakuakan seperti halnya dalam penelitian ilmu sosial (pendidikan,psikologi,pemasaran, komunikasi, sosiologi, ilmu politik,dll.)
4. Sumber Differential Item Functioning (DIF)
DIF dapat dideteksi dengan berbagai teknik dan pendekatan guna menentukan apakah suatu tes sesuai atau tidak dengan ketentuan Psikometrik yang ada, yang berlaku untuk semua orang dan semua populasi. Menurut Hortensius (2012) mengemukakan bahwa sumbes terjadinya DIF berhubungan dengan suatu keanggotaan tertentu seperti, perbedaan antara kelompok, kelas sosial dan ekonomi, daerah tempat tinggal, ras, jenis kelamin, wilayah, budaya dan etnis. Selain itu menurut Sumianto & Widhiarso (2013) mengemukakan bahwa bias individu disebabkan oleh performa individu yang berbeda pada keberfungsian butir yang berbeda, misalnya peneliti memiliki dua tes yang sama, tetapi diadminstrasikan dengan cara yang berbeda (paper-pencil versus komputer. Hal ini sejalan dengan penelitian Aslam (2011) tes yang
menggunakan instruksi terstandarisasi maupun yang tidak terstandarisasi mempengaruhi hasil tes yang dilakukan dengan kata lain penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa pengdministrasian yang sama (secara manual), tetapi dilakukan dengan instruksi yang berbeda (tidak terstandart) dapat mempenaruhi hasil tes, apalagi pengadministrasiannya secara keseluruhan jelas berbeda seperti halnya pada administrasi manual maupun online.
Untuk melihat perbandingan dua kelompok baik secara manual maupun online digunakanlah analisis DIF. Sesuai dengan konsep DIF yaitu membandingkan dua kelompok yang berbeda dan melihat keberfungsian aitem apakah sama atau tidak jika diberikan kepada dua kelompok yang berbeda.
Selain itu suatu aitem dikatakan DIF apabila dua kelompok yang memiliki kemampuan yang sama memperoleh hasil yang berbeda pada suatu tes. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hulin (1983) Secara konseptual, DIF dikatakan muncul pada sebuah tes, jika peserta yang mempunyai kemampuan yang sama pada konstruk yang diukur oleh tes, tetapi dari kelompok yang berbeda, mempunyai peluang yang berbeda dalam menjawab tes terebut.
Secara statistik DIF dapat dinyatakan dalam bentuk probabilitas.
Artinya, orang yang mempunyai kemampuan yang sama tetapi tidak memiliki peluang yang sama untuk memperoleh jawaban yang benar. Kemudian Angoff, lebih lanjut menjelaskan ”An is Biassed if equal able (or Proficient) individuals, from difference group, do not have equal probabilities of answering the item cooectly”.
Menurut Sumintono & Widhiarso (2013) DIF dapat terjadi ketika sebuah butir (aitem) lebih memihak pada salah satu individu dengan
karakteristik tertentu. Di pihak lain, individu dengan karakteristik oposisinya justru dirugikan. Contohnya aitem sebuah tes anak melibatkan gambar berupa salju untuk dikenali kejanggalannya. Bagi anak-anak yang pernah berinteraksi dengan salju, soal ini cukup mudah dipahami, sebaliknya bagi anak-anak yang tidak pernah berinteraksi dengan salju, soal ini sulit untuk dipahami.
Beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa Pemodelan Rasch didalam DIF diperlukan untuk mengetahui apakah aitem-aitem yang diberikan mempunyai bias dalam kategori responden tertentu atau tidak.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas peneliti menggunakan pemodelan Rasch untuk mendeteksi adanya aitem/butir yang terjangkit DIF.
C. Administrasi Tes
1. Pengertian Administrasi Tes
Pengertian administrasi tes dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu:
a. Administrasi tes dalam arti sempit
Menurut Soewarno Handayaningrat “Administrasi secara sempit berasal dari kata Administratie (bahasa Belanda) yaitu meliputi kegiatan catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, keti- mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan administrasi dalam arti sempit merupakan kegiatan ketatausahaan yang meliputi kegiatan catat- mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan surat serta hal-
hal lainnya yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh informasikembali jika dibutuhkan.
b. Administrasi dalam arti luas.
Menurut The Liang Gie mengatakan“Administrasi secara luas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Administrasi secara luas dapat disimpulkan pada dasarnya semua mengandung unsur pokok yang sama yaitu adanya kegiatan tertentu, adanya manusia yang melakukan kerjasama serta mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Pendapat lain mengenai administrasi dikemukan oleh Sondang (2000) ia mengemukakan“Administrasi adalah keseluruhan proses kerjaasama antara 2 orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Berdasarkan uraian dan definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa administrasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama dalam suatu organisasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan uraian definisi administrasi, maka dapat disimpulkan bahwa Pengadministrasian tes adalah proses kegiatan pelaksanaan tes yang dimulai dari proses perencanaan, penyusunan naskah tes sampai dengan pelaksanaan tes (mengerjakan tes ).
2. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Administrasi Tes
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan menyelenggarakan suatu tes (Anastasi & Urbina, 2007), yaitu:
a. Persiapan tester sebelum dilakukan tes
Prosedur tes yang baik adalah persiapan sebelumnya yang berarti didalam pelaksanaan tes tidak boleh terjadi hal yang darurat, yang tidak dipersiapkan sebelumnya. Harus dilakukan berbagai cara untuk mencegah hal-hal yang darurat, hanya karena dengan cara ini keseragaman tes dapat dijamin.
Menghafal instruksi tes secara verbal juga merupakan hal penting untuk pelaksanaan tes perorangan maupun teskelompok, dimana instruksi dibacakan kepada peserta tes, , selain itu digunakan pemahaman (keakraban) terhadap pernyataan-pernyataan yang harus dibaca guna mencegah salah baca dan keragu-raguan dan memungkinkan cara yang lebih alamiah dan informal selama penyelenggaraan tes.
Persiapan materi tes adalah langkah awal penting lainnya, dimana pada saat akan melaksanakan tes bahan-bahan yang berhubungan dengan tes harus dipersiapkan. Hal ini berguna untuk memperlancar kegiatan tes yang akan dilakukan, dimana, bahan tes seharusnya ditempatkan di meja dekat dengan tester sehingga mudah dijangkau oleh tester tetapi tidak menggangu perhatian peserta tes. Dalam tes kelompok, semua blanko tes, lembar jawaban, pensil yang digunakan,
atau bahan-bahan lain yang dibutuhkan seharusnya diuji, dihitung, diperiksa dan diatur terlebih dahulu sebelum hari tes.
Untuk tes individual, pelatihan administrasi tes adalah hal yang sangat penting. Pelatihan yang dilakukan haruslah meliputi demonstrasi dan pelatihan pemberian instruksi dan dilakukan lebih dari satu tahun.
Untuk tes yang sifatnya kelompok, perlu diadakan briefing terlebih dahulu antara tester dan penyelenggara tes, sehingga masing-masing pihak mengetahui dengan baik tugas dan fungsi yang akan dilakukan.
b. Kondisi Tes
Prosedur tes yang terstandarisasi berlaku tak hanya pada instruksi-instruksi verbal, penentuan waktu, bahan-bahan, dan aspek- aspek tes lainnya, tetapi juga pada lingkungan tes. Perhatian harus diberikan pada pemilihan ruang tes yang sesuai. Ruangan harus bebas dari suara dan gangguan yang tidak perlu, serta seharusnya memiliki pencahayaan, ventilasi, tempat duduk dan ruangan yang memadai bagi orang yang mengikuti tes. Langkah-langkah khusus juga harus diambil untuk mencegah interupsi selama tes dilaksanakan. Menempelkan tanda dipintu bahwa tes sedang berlangsung adalah cara yang efektif.
Sedangkan, untuk tes yang kelompoknya lebih besar mengunci pintu atau menempatkan asisten diluar setiap pintu mungkin diperlukan untuk mencegah masuknya orang-orang yang datang terlambat.
Penting untuk menyadari sejauh mana kondisi tes bisa mempengaruhi skor tes. Bahkan aspek-aspek situasi tes yang tampaknya tidak penting bisa amat mempengaruhi kinerja orang yang dites.
Misalnya, sekelompok siswa yang mengikuti tes diberikan sebagian kelompok kursi dan meja dan sebagian lagi diberikan kursi tanpa meja, hasilnya siswa yang mengikuti tes dengan kursi dan meja memperoleh nilai yang tinggi dibandingkan dengan siswa yang mengikuti tes tanpa meja (T.L. Kelly, 1943; Trakler dan Hilkert, 1942; dalam Anastasi &
Urbina,1997).
F.O.Bell, Hoff and Hoyt (1964) mengemukakan bahwa penggunaan lembar jawaban yang tidak terstandarisasi juga mempengaruhi hasil dari skor tes (dalam Anastasi dan Urbina,1997).
Administrasi yang menggunakan lembar jawaban yang terpisah pada anak dibawah kelas lima sekolah dasar dapat memyebabkan skor tes lebih rendah dibandingkan dengan lembar jawaban yang tidak dipisah dari soal dan disatukan dalam bentuk booklet.
Banyak kondisi tes yang dapat mempenagruhi hasil tes, hal ini telah terbukti pada tes bakat dan tes kepribadian. Faktor lain, seperti apakah penguji orang asing atau orang yang sudah dikenal oleh peserta tes, bisa cukup menimbulkan perbedaan pada skor tes (Sacks,1952;Tsudxuki, Hatta & Kuze, 1957; dalam Anastasi & Urbina, 1997). Selain itu Wickes (1956) mengungkapkan cara dan prilaku tester seperti tersenyum, menganggukkan kepala, memberi komentar pujian seperti “baik” juga terbukti memeberi penagruh terhadap hasil tes (dalam Anastasi & Urbina, 1997).
Ada tiga hal yang harus di perhatikan pada saat melakukan pengadministrasian tes. Pertama, ikuti prosedur tes secara terstandart
secara terperinci. Kedua, catatlah setiap kondisi tes yang dianggap tidak biasa dalam arti yang dapat berpenagruh terhdap peserta tes maupun hasil tes sekecil apapun. Ketiga, jadikanlah catatan yang telah dibuat mengenai kondisi tes menjadi bahan pertimbangan pada saat menginterppretasi hasil tes.
c. Memperkenalkan tes: Rapport dan orientasi peserta tes
Istilah “Rapport” mengacu pada upaya tester dalam meningkatkan minat peserta tes dan meningkatkan kerja sama pada saat tes sedang berlangsung serta mendorong testee memberika respon yang tepat pada sasaran-sasaran tes. Teknik yang digunakan dalam membangun Rapport pada administrasi tes sangat berhubungan dengan administrasi tes. Pada saat membangun rapport, keseragaman kondisi tes terhadap semua peserta tes sangat penting agar semua tes dapat dibandingkan.
D. Differential Item Functioning Administrasi tes pada Adversity Response Profile versi Manual dan Online
Psikologi berasal dari bahasa Yunani, Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harfiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, oleh karena “ilmu jiwa” diganti menjadi ilmu prilaku yang dapat diamati, dirasakan, dilihat dan tampak oleh mata. Jadi
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang prilaku manusia. Untuk mengukur prilaku manusia diperlukan tes Psikologi.
Tes Psikologi berguna untuk mengukur perbedaan-perbedaan reaksi individu yang sama terhadap berbagai situasi yang berbeda. Penggunaan alat tes psikologi digunakan diberbagai bidang Psikologi seperti: Bidang kepribadian yang mencakup pemeriksaan orang-orang yang mengalami gangguan emosi yang parah dan masalah-masalah prilaku lainnya, dibidang pendidikan tes psikologi digunakan untuk mengklarifikasi anak- anak berdasarkan kemampuan mereka, mana pembelajar yang cepat dan lamban, konseling pendidikan untuk tingkat sekolah dan universitas, dan menyeleksi orang-orangyang melamar masuk sekolah profesional dan, dibidang industri dan organisasi hampir seluruhnya menggunakan tes psikologi dimana digunakan untuk penerimaan karyawan,penunjukkan tugas, pemindahan, promosi, ataupun pemutusan hubungan kerja dll.
(Anatasi & Urbina, 1997).
Salah satu tes yang sering digunakan didalam dunia pendidikan maupun dunia perusahaan adalah tes Adversity Respon Profile, tes ARP merupakan tes yang digunakan untuk melihat AQ seseorang yang bertujuan untuk melihat bagaimana individu mengatasi masalah yang sedang dihadapi dan menjadikannya sebagai sebuah peluang didalam kehidupannya.
Dibidang pendidikan khususnya diperguruan tinggi kita dapat melihat bagaimana cara mahasiswa ketika menghadapi suatu kesulitan dengan menggunakan tes ARP. Kesulitan-kesulitan yang sering dihadapi
mahasiswa salah satunya ketika seorang mahasiswa memilih untuk kuliah sambil bekerja, dimana untuk melihat sejauh mana mahasiswa dapat mengendalikan kesullitan yang dihadapi menjadi sebuah tantangan atau sebaliknya kita dapat melihatnya dengan melakukan tes ARP.
Tes ARP juga telah banyak digunakan, hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh bapak Stoltz (2000) bahwa tes ARP telah digunakan lebih dari 7500 dari seluruh dunia dengan berbagai macam karir, usia, ras dan kebudayaan. Karena banyaknya penggunaan tes ARP seiring perkembangan zaman, tes ARP ini tidak hanya dapat diadministrasikan secara manual tetapi tes ini juga dapat diadministrasikan secara online.
Karena adanya pengadministrasian secara manual maupun online pada tes ARP maka memunculkan konsep baru yang berkaitan dengan karaktarakteristik psikometri alat tes, salah satu karakteristik psikometri yang berkaitan adalah DIF yang bertujuan untuk melihat derajat keadilan tes ketika dikenakan pada dua kelompok yang berbeda baik secara manual maupun secara online, sesuai dengan konsep DIF yaitu untuk membandingkan dua kelompok.
Pada hakikatnya pengadmistrasian dilakukan dengan meggunakan paper-and-pencil, tetapi seiring berkembangnya zaman penggunaan komputer mempengaruhi setiap fase pada pemberia tes, termasuk administrasi, skoring, pemberian laporan, dan interpretasi (FB,baker,1989;Butcher,1987;Gutkin & Wise, 1991; Roid, 1986; dalam Anastasi dan Urbina,1997). Penggunaan komputer dan internet
memberikan revolusi baru pada dunia alat tes, sehingga memunculkan metode plaksaanaan baru yaitu adminisrasi secara online.
Dalam penggunaan tes online ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu bagaimana individu tersebut bekerja, bagaimana mereka memproses informasi dan bagaimana mereka mampu breaksi pada situasi yang berbeda, termasuk pada perbedaan metode yang diberikan sewaktu administrasi tes (Bushnell & Mullin,1987). Salah satu tes yang menggunakan pengadmistrasian manual maupun online adalah tes ARP dimana tes ini banyak dilakukan oleh bidang psikologi industri dan organisasi.
Administrasi tes online merupakan metode yang menggunakan komputer, dimana tes paper-and-pancil yang biasa disebut administrasi tes manual, didesain dalam versi elektronik dan di-posting ke Web site (Osterlind,2010). Adanya administrasi tes secara online yang didasarkan pada penggunaan komputer memunculkan perbedaan dalam pengadministrasian tes. Pada administrasi tes secara online, peserta langsung memberi instruksi yang sudah ada pada layar komputer, tempat administrasi tes sudah ada bahkan bisa dilakukan oleh orang-orang yang berbeda negara, tidak menggunakan paper dan pencil melainkan menggunakan media elektronik seperti komputer, laptop atau smartphone (Kaplan & Sacuzzo, 2005; Osterlind, 2010). Usaha membangun rapport juga hampir tidak ada karena minimnya interaksi peserta tes kepada tester (Kaplan & Sacuzzon,2005 dalam Putri & Nazriani, 2014).
Adanya perbedaan pengadministrasian pada tes ARP, maka akan memungkinkan bias pengukuran yang disebabkan oleh performa butir yang berbeda ketika diterapkan pada dua sampel yang berbeda, untuk melihat hasil dari perbedaan tersebut digunakan anaslisis aitem (Sumintono & Widhiarso, 2013). Pada pengembangan alat tes, analisis aitem merupakan langkah awal yang krusial, yang meliputi berbagai jenis prosedur evaluasi termasuk karakteristik yang diukur (Coaley, 2010).
Analasis aitem memiliki berbagai istilah yang dalam psikometri dinamakan dengan butir yang terjangkit keberfungsian butir diferensial/Differentian Item Functioning (Zumbo, 1999), DIF merupakan salah satu konsep dalam pengukuran bias yang berpengaruh pada validitas (Coaley,2010). DIF mencul ketika peserta memiliki kemampuan yang sama dari kelompok yang berbeda, namun memiliki kesempatan yang tidak sama dalam merespon aitem (cenderung setuju pada pernyataan aitem tertentu). Hal ini berarti DIF adalah sebuah kondisi dimana individu dari kelompok yang berbeda, memiliki kemungkinan berbeda dalam menyetujui sebuah pernyataan aitem setelah laten trait yang diukur dikondisikan setara (Zumbo,1999; Rahmawati,2010 dalam Putri &
Nazriani 2014)
Penelitian mengenai DIF mencakup dua kelompok yang diuji, yaitu Kelompok Referensi (Reference Group) dan Kelompok Fokal (Focal Group). Dimana admistrasi secara manual dianggap sebagai kelompok refrensi diakrenakan tes secara manual merupakan senttingan asli yang menjadi awal mula, dasar dan acuan dalam pengadministrasian tes.
Sedangkan administrasi secara online dianggap yang menjadi kelompok fokal. (Camilli & Shepard, 1994 dalam Putri & Nazriani, 2013ll).
Pengadministrasian secara manual memiliki keunggulan dimana teter dapat berinteraksi secara langsung dan mengobservasi para peserta tes yang tidak bisa didapatkan dari pengadministrasian secara online (komputer), dimana penggunaan komputer juga memiliki kekurangan pada interpretasiyang berkaitan dengan Clinical judgement (Putri & Nazriani, 2014 dalam Kaplan & Sacuzzon,2005). Walaupun demikian penggunaan tes menggunakan komputer juga mempunyai beberapa keuntungan seperti mengurangi bias, menghemat waktu, data langsung masuk kedalam sistem komputer (meningkatkan akurasi skoring), mengurangi biaya, hasil respon tepat waktu karena terinput secara langsung ke komputer dan lebih dapat mengontrol bias. Hal ini dapat meminimalisir kesalahan yang terjadi pada pengadministrasian secara manual pada hal standarisasi, kontrol dan error saat skoring.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa penadministrasian secara online lebih nyaman dibandingan secara manual, hal ini sejalan dengan pendapat Locke dan Gilbert pada tahun 1995 yang menunjukkan bahwa peserta tes memberikan pengalaman positif dengan komputer.
Tetapi kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa administrasi tes menggunakan komputer sama reliabelnya dengan administrasi tes secara manual (Kaplan & Sacuzzo,2005; Groth-Marnat,1999). Tetapi biar bagaimanapun pengadmisinstrasian secara secara manual tidak bisa digantikan seutuhnya walaupun penggunaan tes secara online memiliki
beberapa keunggulan, terlepas dari itu tidak ada yang bisa menggantikan secara penuh keutamaan yang dilakukan secara mandiri yang dilakukan individu itu sendiri. Dimana tes manual juga merupakan settingan asli yang dapat dianggap menjadi kelomok refrensi (Refrence Group) dan kelompok fokal (focal group).
Situasi yang berbeda dalam pelaksanaan tes akan berpengaruh pada hasil skor subjek. Selain itu perbedaan metode dalam memberikan tes juga mempenaruhi hasil tes. Sejulain itu tujuan dilakukan DIF pada tes ARP untuk melihat keberfungsian aitem ketika dilakukan pengadministrasian pada kelompok yang berbeda.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti ingin meneliti mengenai perbedaan Differential Item Functioning pengadministrasian tes pada Adversity Response Profile versi manual dan Online.
E. Hipotesis
Ada Differential Item Functioning pengadministrasian tes pada Adversity Response Profile versi Manual dan Online.
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desaian penelitian (Sugiyono, 2013).
Menurut Sugiyono (2012) penelitian deskriptif adalah metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap onbjek yang diteiti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagai mana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku.
A. Data yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah aitem-aitem ARP yang terdiri dari dua kelompok yaitu, kelompok manual dan online
B. Subjek Penelitian
Adversity Response Profile pada penelitian ini diberikan untuk mahasiswa yang kuliah sambil bekerja yang memasuki masa dewasa awal (emerging adulthood), yang dimulai dari rentang usia 18 hingga 25 tahun (Santrock,2011). Mahasiswa adalah individu yang sedang menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi (Siswoyo, 2007). Kuliah adalah proses
pembelajaran dalam tingkat perguruan tinggi dan bekerja adalah melakukan kegiatan atau pekerjaan paling sedikit satu jam berturut-turut selama seminggu untuk memperoleh pendapatan dan keuntunagan (Badan Pusat Statistik). Maka kulliah sambil bekerja adalah mahasiswa yang sedang dalam proses pembelajaran pada tingkat perguruan tinggi yang melakukan pekerjaan paling sedikit satu jam berturut-turut selam seminggu untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan.
Menurut Kohen (dalam Ronen,1981) bentuk pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa adalah jenis pekerjaan paruh waktu atau Part Time. Berdasarkan Badan Pusat Statistik yang dimaksud dengan kerja Part Time adalah kerja dibawah jam normal (kurang dari 35 jam seminggu).
Dalam penelitian ini sendiri, yang dimaksud dengan kerja part time/
kerja paruh waktu adalah kerja yang dilakukan oleh mahasiswa yang menjadikan kerja paruh waktu (kurang dari jumlah jam kerja normal) sebagai pekerjaan sambilan disamping tugasnya untuk belajar diperguruan tinggi.
Teknik sampling yang digunakan adalah incident sampling. Incident sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang ditemui cocok dengan sumber data (Sugiyono, 2012).
Menurut pemodelan Rasch ukuran sampel dengan tingkat kepercayaan 95% sebanyak 50 orang (Sumianto & Widhiarso,2013). Yang mana pada penelitian ini subjek terdiri dari kelompok manual sebanyak 70 orang dan kelompok online 70 orang.
C. Defenisi Oprasional
a. Adversity Response Profile (ARP)
ARP adalah gambaran respon individu ketika menghadapi kesulitan, respon individu diukur dengan menggunakan instrumen Adversity Response Profile (ARP).
b. Administrasi Tes
Administrasi tes adalah proses kegiatan pelaksanaan tes yang dimulai dari proses kegiatan pelaksanaan tes yang dimulai dari proses perencanaan, penyusunan alat tes sampai dengan pelaksanaan tes (mengerjakan tes).
c. Administrasi tes Online
Administrasi tes secara online merupakan proses pengerjaan tes melalui handphone, komputer atau laptop dengan cara masing-masing peserta diberikan link skala untuk mengerjakan tes ARP secara online dengan tempat yang tidak ditentukan dan waktu yang telah ditetapkan oleh peneliti.
d. Administrasi tes manual
Administrasi tes secara manual merupakan proses pengerjaan tes dengan cara mengumpulkan peserta dalam suatu ruangan pada waktu yang telah ditetapkan dengan menggunakan media pensil dan kertas (Paper and Pencil) dalam bentuk booklet.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini adalah Adversity Response Profile yang dikemukan oleh Paul Stoltz yang terdiri dari 30 pernyataan, dimana setiap pernyataan terdiri dari dua aitem. Tes ARP juga terdiri dari kalimat
pernyataan favorable dan unfavourable. Kalimat pernyataan tersebut direspon dengan memilih angka 1-5. Angka 1 berarti sangat tidak mendekati diri anda hingga angka 5 sangat mendekati diri anda. Aitem diisi dengan cara melingkari angka yang paling mendekati dengan diri individu. Blueprint adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Blueprint berdasarkan aitem pada tes ARP
No Dimensi Nomor butir aitem Jumlah
Aitem
Persen Favourable Unfavourable
1. Kontrol (Control) 10.1, 13.1, 17.1, 23.1, 27.1
1.1, 6.1, 8.1, 9.1, 16,1, 18.1, 19.1, 26.1, 28.1, 29.1
15 25 %
2. Asal usul dan Pengakuan (Origin dan Ownership)
10.2, 13.2, 17.2, 23.2, 27.2
1.2, 6.2, 8.2, 9.2, 16.2, 18.2, 19.2, 26.2, 28.2, 29.2
15 25 %
3. Jangkauan (Reach) 3.1, 20.1, 25.1 2.1, 4.1, 5.1, 7.1, 11.1, 12.1, 14.1, 15.1, 21.1, 22.1, 24.1, 30.1
15 25 %
4. Daya tahan (Endurance) 3.2, 20.2, 25.2, 2.2, 4.2, 5.2, 7.2, 11.2, 12.2, 14.2, 15.2, 21.2, 22.2, 24.2, 30.2
15 25 %
TOTAL 60 100%
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Penelitian
Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a. Membuat gambaran penelitian yang dimulai dari latar belakang, merumuskan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, dan juga metode penelitian.
b. Mencari Alat ukur Adversity Response Profile yang akan digunakan untuk penelitian.
c. Mengumpulkan subjek penelitian dengan menggunakan teknik sampling yaitu teknik incedental sampling, baik untuk subjek kelompok manual maupun untuk subjek kelompok online.
d. Memeriksa kembali subjek penelitian, baik kelompok manual maupun kelompok online.
e. Mengurus surat izin di Psikologi USU untuk kelompok subjek manual f. Mencetak skala dan mempersiapkan peralatan untuk keperluan
penelitian
g. Mempersiapkan rewerd untuk subjek penelitian h. Melaksanakan penelitian
2. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara memberikan administrasi tes yang berbeda pada kedua kelompok, yaitu kelompok manual dan kelompok online. Kelompok yang sudah mengisi online tidak diperbolehkan untuk berperan dalam mengikuti tes secara manual. Tes secara manual maupun online dilakukan pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Kelompok pada administrasi tes manual akan diberikan prosedur sebagaimana pelaksanaan administrasi tes secara manual, yaitu dikumpulkan dan dipersilahkan masuk ke ruangan tertentu. Kemudian, tester akan membagikan instrumen tes ARP dan menyampaikan instruksi