7 2.1 Keterikatan Kerja
2.1.1 Keterikatan Kerja
Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al. (2002 dalam Seppala et al. 2009) keterikatan kerja merupakan penjelas keterikatan karyawan yang merangkum dua pengertian dari job engagement dan employee engagement. Employee engagement maupun keterikatan kerja memiliki karakteristik dan aspek yang sama yaitu vigor, dedication dan absorption. Keterikatan kerja juga merupakan suatu hal positif dalam melaksanakan tugas, seseorang yang memiliki keterikatan kerja di dalam dirinya akan memiliki semangat yang tinggi, antusiasme dalam bekerja dan mereka akan terbenam dengan pekerjaan, sehingga merujuk pada kinerja dan produktifitas yang tinggi Xanthopoulou, Bakker, dan Fishbach (2013). Menurut Schaufeli (2011) keterikatan kerja akan membuat seseorang menjadi lebih inisiatif, proaktif, lebih jarang sakit, lebih sedikit membuat turnover, menunjukan produktifitas yang tinggi, meningkatkan kepuasan pelangan dan memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Murnianita (2012)mengungkapkan keterikatan kerja merupakan hubungan antara karyawan dengan pekerjaannya. Adapun pendapat lain, Khan (1990) menjelaskan bahwa keterikatan di konsepkan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Salah satu nilai tambah jika seseorang karyawan atau pekerja memiliki keterikatan tinggi maka akan diikuti dengan performa kinerja yang baik, sama seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Lin (2009) mengatakan bahwa rendahnya keterikatan kerja akan diikuti oleh performa karyawan yang rendah, ketika karyawan mempunyai keterikatan kerja yang rendah maka seorang tersebut akan menjadi seorang yang hadir secara fisik saja tetapi ketika seorang karyawan sepenuhnya terlibat dalam pekerjaannya maka ia akan memberikan energi dan fokus akan suatu pekerjaanya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian teori diatas mengenai keterikan kerja yaitu merupakan sebuah sikap positif yang merujuk pada sebuah perilaku karyawan dalam bekerja dengan mengekspresikan dirinya baik secara fisik kognitif dan emosional selama bekerja.
2.1.2 Dimensi Keterikatan Kerja
Menurut Schaufeli et al (2002) terdapat 3 dimensi dalam keterlikatan kerja yaitu:
1. Vigor
Curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. Juga kemauan untuk menginvestasikan
segala upaya dalam suatu pekerjaan, dan teteap bertahan meskipun menghadapi kesulitan.
2. Dedication
Merasa terlibat sangat kuat dalam suatau pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggan, inspirasi dan tantangan.
3. Absorption
Dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan serius terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam keterikatan kerja terdapat 3 aspek, yaitu vigor, dedication absorption.
2.2 Kepuasan Kerja 2.2.1 Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya adalah sebuah sikap umum terhadap pekerjaannya.
Kepuasan kerja adalah hasil dari sebuah persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting Luthans (2006). Menurut Smith, dkk (dalam Luthans, 2006) kepuasan itu sendiri dapat dilihat atau diidentifikasikan berdasarkan lima aspek yaitu pekerjaan itu sendiri, upah atau gaji, kesempatan promosi, pengawasan dan rekan kerja.
Pada dasarnya pekerjaan itu sendiri dilihat dari sejauh mana seseorang karyawan memandang pekerjaan tersebut menarik atau tidak. Menurut Locke (1976) kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaannya, yaitu didefinisikan kepuasan kerja sebagai kondisi emosional yang menyenangkan dan positif dari pekerjaan seseorang dan pengalaman yang ditemuinya. Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2008) kepuasan kerja adalah suatu perasaan tentang pekerjaan yang dihasilkan dari suatu evaluasi pada karakteristik- karakteristiknya, seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi yang memiliki perasaan yang positif mengenai pekerjaannya sedangkan seseorang dengan level yang rendah mengarah pada perasaan yang negatif . Selanjutnya, Werther dan Keith (1996) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah pandang individu terhadap pekerjaannya sebagai sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan. Menurut Hasibuan (2007) kepuasan kerja adalah merujuk pada sebuah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Adapun teori kepuasan kerja menurut Wexley dan Yukl (1977), yaitu 1) Discrepancy theory mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya diinginkan dengan yang apa yang mereka diterima. 2) Equity theory merupakan situasi dimana kepuasan dan ketidakpuasan seseorang tergantung pada persaan adil atau tidak adil terhadap sesuatu. Dengan demikian¸ seseorang akan merasa adil apabila perlakuan yang diterimanya menguntungkan bagi dirinya. Sebaliknya, seseorang akan merasa ketidakadilan
apabila perlakuan yang diterima di anggap merugikan dirinya. 3) Two factor theory, teori ini dikembangkan oleh Frederic Herzbeg dimana teori ini memandang kepuasan kerja muncul dari motivator intrinsic dan ketidakpuasan kerja dilihat dari ketidak beradaan faktor-faktor extrinsic (Gibson, Ivancevich, & Donnelly, 1996).
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para peneliti diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu bentuk pandangan individu mengenai pekerjaannya yang menyenangkan atau tidak menyenangkan baik secara emosi ataupun sikap.
2.2.3 Aspek-aspek Kepuasan kerja
Didalam alat pengukuran kepuasan kerja Job Descriptive Index yang dikembangkan oleh Smith, dkk (dalam Luthans, 2006) mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu:
1. Pekerjaan itu sendiri
Merujuk pada hal dimana pekerjaan memeberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belakar, kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
2. Gaji/Upah
Dalam hal ini merujuk pada jumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini dapat dilihat sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi.
3. Kesempatan Promosi
Adanya kesempatan untuk maju dalam organisasi.
4. Pengawasan
Kemampuan atasan untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.
5. Rekan Kerja
Tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial.
2.3 Kinerja 2.3.1 Kinerja
Menurut Mangkunegara (2007), kinerja adalah sebuah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Sedangkan menurut Hasibuan (2006) menyatakan bahwa kinerja merupakan sebuah gabungan dari tiga faktor, yaitu kemampuan dan minat seseorang
pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkatan motivasi pekerja.
Selain itu (Robbins & Judge, 2008) berpendapat bahwa kinerja adalah sebuah proses hasil pelaksanaan tugas yang dicapai oleh pegawai melalui kemampuan yang ada dengan batasan- batasan berdasarkan dengan kriteria yang telat ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan dalam visi dan misi yang telah ditetapkan. Pada dasarnya kinerja seseorang merupakan hasil dari seberapa banyak seseorang tersebut memberikan kontribusi kepada organisasi seperti kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran ditempat kerja dan sikap. Menurut Gomez (2003) kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh para peneliti diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa kinerja adalah sebuah hasil atau pencapaian kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan untuk mewujudkan tujuan organisasi atau visi-misi yang sudah ditetapkan bersama
2.3.2 Dimensi Kinerja
Di dalam penelitian ini, penilaian kinerja akan menggunakan sistem manajemen kinerja Polri yang sudah di atur dalam Peraturan Kapolri Nomor 16 tahun 2011 yaitu peraturan yang mengatur sistem penilaian kinerja pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan sistem manajemen kinerja yang dibagi berdasarkan indikator – indikator penilaian berupa faktor generik dan faktor spesifik , yaitu:
a. Penilaian generik, dinilai berdasarkan 10 faktor kinerja anataralain : 1. Kepemimpinan
2. Jaringan sosial 3. Komunikasi
4. Pengendalian emosi 5. Agen perubahan 6. Integritas 7. Empati
8. Pengelolaan administrasi 9. Kreativitas
10. Kemandirian.
b. Penilaian kinerja spesifik meliputi lima faktor kinerja yang telah disesuaikan dengan tugas, fungsi, dan tanggung jawab.
2.4 Dinamika Hubungan Antara Keterikatan kerja dan Kepuasan Kerja dengan Kinerja
Sumber daya Manusia adalah kunci utama keberhasilan suatu perusahaan. Menurut Gallup (2004) agar sumber daya manusia bekerja dengan maksimal, maka karyawan juga harus memiliki engaged terhadap perusahaan. Menurut Schaufeli et al (2002) keterikatan kerja adalah suatu hal positif dalam melaksanakan tugas, serta dapat memberikan pandangan yang berkaitan dengan sikap kerja yang terdiri dari vigor, dedication, dan absorption. Pada dasarnya keterikatan kerja juga membuat seseorang menjadi lebih inisiatif, proaktif, lebih jarang sakit, lebih sedikit membuat turnover, menunjukan produktifitas yang tinggi, meningkatkan kepuasan pelanggan dan memberikan keuntungan bagi perusahaan (Schaufeli, 2011).
Suatu keuntungan perusahaan ditentukan oleh kualitas karyawan itu sendiri, untuk itu perusahaan juga harus memperlakukan karyawan dengan baik agar karyawan dapat merasa puas dalam bekerja. Saks (2006) mengemukakan beberapa hasil mengenai manfaat keterikatan kerja, diantaranya kepuasan kerja pengujian membuktikan bahwa keterikatan kerja, berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Karyawan yang engaged sudah pasti memiliki rasa cinta kepada perusahaan mereka dan sudah pasti puas atas segala sesuatu yang melekat pada pekerjaannya. Dari penelitian yang dilakukan oleh ABC International Inc Aldira (2012), ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat keterikatan kerja karyawan maka semakin tinggi pula pencapaian organisasi terhadap target yang direcanankannya. Demikian pula, semakin tinggi tingkat keterikatan kerja karyawan semakin tinggi juga kepuasan kerja yang dirasakan seorang karyawan.
Adapun teori lain mengungkapkan bahwa, agar sumber daya manusia bekerja dengan maksimal maka karyawan juga harus memiliki engaged dengan perusahaan Gallup (2004), pendapat yang sama juga diungkapkan Bakker dan Demerouti (2007) ia mengungkapkan bahwa kualitas kinerja juga dipengaruhi oleh keadaan karyawan yang engaged terhadap pekerjaannya. Pada dasarnya sebuah kinerja yang baik atau berkualitas adalah kunci utama yang harus dimiliki seorang pekerja atau karyawan dalam sebuah pekerjaan. Menurut Xanthopoulou, dkk (2013) pekerja yang memiliki keterikatan kerja didalam dirinya maka seseorang tersebut akan memiliki semangat yang tinggi, antusiasme dalam bekerja dan mereka seringkali terbenam dengan pekerjaan sehingga cenderung memiliki kinerja dan produktifitas yang tinggi. Keterikatan di konsepkan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja Khan (1990). Salah satu nilai tambah jika seseorang karyawan atau pekerja memiliki keterikatan tinggi maka akan diikuti dengan performa kinerja yang baik, sama seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Lin (2009) mengatakan bahwa rendahnya keterikatan kerja akan diikuti oleh performa karyawan yang rendah.
Gibson (2000) mengungkapkan hubungan timbal balik antara kepuasan dan kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja dapat menyebabkan peningkatan kinerja, sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Robbins dan Judge (2008) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan tentang pekerjaan yang dihasilkan dari suatu evaluasi pada karakteristik-karakteristiknya, seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi meiliki
perasaan yang positif mengenai pekerjaannya sedangkan seseorang yang memiliki level yang rendah pada kepuasan merujuk pada perasaan yang negatif.Seorang karyawan dapat merasakan suatu pekerjaannya menguntungkan atau merugikan dirinya itu semua tergantung pada persepsi mereka apakah pekerjaannya memberikan kepuasan atau tidak, hal ini dapat dilihat berdasarkan kinerja yang diberikan, ketika suatu pekerja menilai suatu pekerjaan itu menyenangkan untuk dikerjakan, dan mereka mengatakan bahwa pekerjaan itu memberikan kepuasan kerja, maka keadaan ini dapat dilihat dari hasil pekerjaannya, jika kinerja yang dilakukan semakin baik maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut merasa puas atas pekerjaannya.
Figure 0-1.1 Kerangka Berfikir Keterikatan
Kerja
Kepuasan Kerja
Kinerja