• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 2016 PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS MADURA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 2016 PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS MADURA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 2016

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA – FKIP – UNIVERSITAS MADURA

Pamekasan, 28 Mei 2016

(4)

iii Tim Penilai Makalah (Reviewer):

1. Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd.(Universitas Negeri Surabaya) 2. Dr. H. Hobri, M.Pd. (Universitas Jember)

3. Dr. Edy Bambang Irawan, M.Pd. (Universitas Negeri Malang) 4. Evawati Alisah, M.Pd (UIN MALIKI Malang)

5. Ukhti Raudhatul Jannah, M.Pd.(Universitas Madura) 6. Sri Indriati Hasanah, M.Pd. (Universitas Madura) EDITOR:

Hasan Basri Moh. Zayyadi Sri Irawati Hairus Saleh

Chairul Fajar Tafrilyanto Agus Subaidi

Harfin Lanya Ema Surahmi Septi Dariyatul Aini Fetty Nurita Sari Rohmah Indahwati PENATA LETAK :

Akbar Iman DESAIN COVER:

Fauzi Rahman TEBAL BUKU:

PENERBIT:

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MADURA

BEKERJA SAMA DENGAN

Ganding Pustaka, Jogjakarta

c Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan Pertama, Mei 2016

ISBN No. 978-602-74238-7-9

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi rabbil’alamin. Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga prosiding ini dapat terselesaikan dengan baik. Prosiding ini berisi kumpulan makalah dari berbagai daerah di Indonesia yang telah dipresentasikan dan didiskusikan dalam Seminar Nasional Pendidikan yang diadakan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Madura Pamekasan pada Hari Sabtu, 28 Mei 2016. Seminar ini mengangkat tema “Peran Matematika dan Pembelajarannya Dalam Mengembangkan Kearifan Budaya Lokal Untuk Mendukung Pendidikan Karakter Bangsa”.

Prosiding ini disusun untuk mendokumentasikan gagasan dan hasil penelitian terkait pembelajaran matematika, terapan matematika dan teknologi pembelajaran. Selain itu, diharapkan prosiding ini dapat memberikan wawasan tentang perkembangan dalam pembelajaran dan upaya-upaya yang terus dilakukan demi terwujudnya pendidikan berkemajuan. Artikel yang diterbitkan dalam prosiding ini telah melalui beberapa tahapan proses seleksi, dimulai dari seleksi awal terhadap abstrak-abstrak yang dikirimkan untuk dipresentasikan pada seminar nasional; dilanjutkan dengan proses presentasi oral, sekaligus review melalui tanya jawab oleh sesama peserta seminar.

Dalam penyelesaian prosiding ini, kami menyadari bahwa dalam proses penyelesaiaannya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini panitia menyampaikan ucapan terima kasih dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya, kepada :

1. Rektor Universitas Madura Pamekasan, Drs.Abdul Roziq, MH, yang telah memberikan dukungan dan memfasilitasi kegiatan ini.

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Madura Pamekasan, Dra. Sri Harini, MM, atas segala support dan motivasi dalam kegiatan ini.

3. Pembicara tamu, Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd dan Dr. H. Hobri, M.Pd

4. Bapak/Ibu/Mahasiswa seluruh panitia yang telah meluangkan waktu, tenaga, serta pemikiran demi kesuksesan acara ini.

5. Bapak/Ibu seluruh dosen, guru dan pejabat instansi penyumbang artikel hasil penelitian dan pemikiran ilmiahnya dalam kegiatan seminar nasional ini.

Akhir kata, jika ada yang kurang berkenan selama penyelenggaraan kegiatan seminar maupun dalam penerbitan buku prosiding ini mohon dimaafkan. Semoga apa yang telah kita lakukan ini bermanfaat bagi kemajuan kita di masa depan. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Pamekasan, Mei 2016 Ketua Panitia

Hasan Basri, M.Pd

(6)

v

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Penilai Makalah iii

Tim Editor iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi v

1. Peran Matematika dan Pembelajarannya dalam Mengembangkan Kearifan Budaya Lokal untuk Mendukung Pendidikan Karakter Bangsa

Mega Teguh Budiarto ... 1 2. Lesson Study for Learning Community: Review Hasil Short Term on Lesson

Study V di Jepang

Hobri ... 12 3. Membangun Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Melalui Scientific Approach

dalam Pembelajaran Matematika

A Mujib MT ... 22 4. Pengaruh Outdoor Learning Pelajaran Matematika Bab Geometri Terhadap

Hasil Belajar Siswa

Achmad Rofiudin & Anisa Fatwa Sari... ... 28 5. Pembelajaran Matematika Berbasis Discovery Learning

Afif Alfa Robi ... 33 6. Peran Keterampilan Berpikir Kreatif Dalam Pemecahan Masalah Matematika

Afifah Nur Aini ... 38 7. Profil Berpikir Kritis Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Trigonometri

Ditinjau dari Kemampuan Matematika Tinggi

Agus Subaidi ... 44 8. Pengaruh ICE BREAKING Terhadap Daya Serap Siswa Pada Pembelajaran

Matematika Di SMA Taruna Surabaya

Ahmad Irfan Alfaruqi & Agustin Ernawati. ... ... 50 9. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Pendekatan Saintifik

Untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Akhmad Hasan Sani & Hobri ... 56 10. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Melalui Pendekatan

Constructive Controversy

Alfia Nur Filah ... 62 11. Analisis Buku Matematika Kelas IX Kurikulum 2013 Berdasarkan

Kesesuaiannya Dengan Materi Matematika Menurut Kriteria Bell Dan Pendekatan Saintifik

Alfin Fajriatin ... 67

(7)

12. Kajian Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Self-Confidence Siswa Pada Pembelajaran Matematika

Andi Kriswanto ... 74 13. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Pendekatan Saintifik

Model Problem Based Learning dan High Order Thinking Materi Barisan dan Deret SMK Kelas X

Anggraeny Endah Cahyanti, Hobri, & Nanik ... 79 14. Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Fungsi Kuadrat Pada

Siswa Kelas XI SMKN I Sumenep

Arini Rabbi Izzati, Gatot Muhstyo, & I Made Sulandra ... 85 15. Fungsi Kognitif Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Soal Geometri Ditinjau

Dari Gender

Athar Zaif Zairozie ... 92 16. Penentuan Cara Hafalan Terbaik dalam Kitab Alfiyah Ibnu Malik dengan

Menggunakan Metode Weighted Product

Buhari, Tony Yulianto, & Kuzairi ... 100 17. Profil Berpikir Relasional Siswa SMA Dalam Pemecahan Masalah Matematika

Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Independent

Chairul Fajar Tafrilyanto ... 105 18. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Pendekatan Saintifik

Berbasis Potensi Keunggulan Lokal Kabupaten Banyuwangi

Chrise Putrining Galih, Sunardi, & Muhtadi Irfan ... 115 19. Koneksi Matematika dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah

Donny Youngki Rangkuti ... 120 20. Meningkatkatkan Kemampuan Spasial Melalui Model Pembelajaran Project

Based Learning (PJBL)

Elly Anjarsari ... 126 21. Permainan Tradisional dalam Pembelajaran Matematika SD Sebagai Bentuk

Interaksi Sosial Siswa

Ema Surahmi ... 132 22. Peran Scaffolding dalam Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

Endah Indriyana ... 140 23. Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Saintifik Terhadap

Peningkatan Pemahaman dan Berpikir Kreatif Serta Disposisi Matematika Siswa SMP

Endang Poetri Astutik ... 147

(8)

vii

24. Potensi Model Pembelajaran Open-Ended Kolaboratif dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif pada Siswa Akademik Atas dan Bawah

Eni Titikusumawati ... 153 25. Berpikir Kritis Siswa SMA dalam Menyelesaikan Pemecahan Masalah Sistem

Persamaan Linear Tiga Variabel Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent

Fais Satur Rohmah, Sunardi, & I Made Tirta ... 160 26. Proses Berpikir Siswa dalam Aktivitas Koneksi Matematika Melalui Problem

Solving

Fatimatuzzuhro, Susanto, & Hobri ... 166 27. Scaffolding untuk Membantu Komunikasi Matematis Siswa Impulsif dalam

Menyelesaikan Masalah Sistem Pertidaksamaan Linear Dua Variabel

Feriyanto ... 173 28. Proses Berpikir Mahasiswa Dalam Mengkonstruksi Bukti Pada

Pembelajaran Geometri Ditinjau Dari Teori Van Hielle

Fetty Nuritasari ... 180 29. Pengaruh Strategi Pembelajaran Matematika Lah Bako Terhadap Hasil Belajar

Siswa Sebagai Bentuk Kearifan Budaya Lokal Kota Jember

Fury Styo Siskawati ... 190 30. Profil Pemahaman Siswa Smp Kelas VII Terhadap Konsep Persamaan dan

Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Ditinjau dari Kemampuan Matematika

Galuh Tyasing Swastika ... 197 31. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model kooperatif Tipe Jigsaw dengan

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Mengembangkan Kreatifitas Siswa SMP/MTs Kelas VII pada pokok Bahasan Persamaan Linier Satu Variabel dan Aritmetika Sosial

Hanifatul Atiqah ... 201 32. Profil Pemahaman Siswa SMP Berkemampuan Matematika Tinggi Terhadap

Konsep Perbandingan

Harfin Lanya ... 208 33. Potensi Pemanfaatan Facebook sebagai Madia Pembelajaran untuk Mahasiswa

Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Madura

Hasan Basri & Ukhti Raudhatul Jannah ... 212 34. Soal PISA Berbasis Android Mobile Learning Sebagai Media Melatih

Kemampuan Literasi Matematika

Hassan Asy Syaibani ... 217 35. Efektifitas Matematika dalam Menafsirkan Al-Qur`an dalam Upaya

Peningkatan Kompetensi Siswa antara Pemahaman Konsep Matematika dengan Nilai Akhlaqul Karimah Sebagai Generasi Bangsa Berkarakter

Heryanto Cahyohadi ... 225

(9)

36. Problem Based Learning Ditinjau dari Teori Belajar Kontekstual Yang Relevan

Hessy Susanti ... 231 37. Profil Calon Guru Berdasarkan Indikator SEARS MT

Ichwan Handi Pramana ... 238 38. Pemanfaatan Program Aplikasi Statistical Package For The Social Sciences

(SPSS) Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Statistika Matematika II Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun

Ika Krisdiana ... 243 39. Pengaruh Mind Map terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran

Matematika

Imam Muhtadi Azhil & Moch. Lutfianto ... 247 40. Pengembangan Paket Soal Model PISA Konten Change And Relationship

Untuk Mengukur Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa

Inge Wiliandani Setya Putri & Hobri ... 252 41. Profil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Geometri Melalui Proses

Pemecahan Masalah

Joni Susanto ... 259 42. Hasil Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika Dengan

Pendekatan Saintific Pada Materi Peluang (The Result Analysis Of Student Difficulities In Math Problem Solving In The Matter Opportunities)

Komarudin A., Susanto, & Nanik Yulianti ... 262 43. Berpikir Lateral Pada Matematika

Labibah Nilna Faizah ... 269 44. Pengembangan Paket Soal Berdasarkan TIMSS 2015 Mathematics Framework

Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VIII

Lukman Jakfar Shodiq, Dafik, & I Made Tirta ... 273 45. Analisis Kesesuaian Karakteristik Indikator 5m (Mengamati, Menanya,

Menggali Informasi, Menalar,

dan Menyajikan) Pada Buku Matematika K13 Kelas VII

M Qoyum Zuhriawan, Sunardi, & I Made Tirta ... 279 46. Implementasi Model Pencapaian Konsep Pada Pembelajaran Matematika

M. Imamuddin ... 284 47. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Model Problem Based

Learning untuk Meningkatkan Berfikir Tingkat Tinggi

Moh. Abdul Qohar ...

292

(10)

ix

48. Profil Berpikir Siswa Sekolah Menengah Kejuruan dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Gender

Moh. Zayyadi & Wildan Heri Maulana . ...

297

49. Proses Berpikir Koneksi Matematis Materi Persamaan Garis Lurus Siswa Kelas VIII

Mohamad Irfan Fauzy ...

301

50. Kendali Optimal Pemanenan Pada Model Prey Predator dengan Adanya Makanan Alternatif dan Fungsi Holling TIPE III

Mohammad Rifa’i ...

309

51. Pengaruh Pemberian Teka-Teki Matematika Terhadap Minat Belajar dan Hasil Belajar Siswa

Mohammad Yusuf Efendi & Kurnia Noviartati ...

313

52. Keterkaitan Frekuensi Waktu Olahraga dengan Kemampuan Berhitung Siswa Muhammad Adi Priyanto & Moch. Lutfianto ...

320

53. Profil Berpikir Statistis Siswa SMP Ditinjau dari Gaya Kognitif

Muhammad Jamaluddin ...

327

54. Analisis Koneksi Matematis Siswa SMA dalam Memahami Masalah Matematika (Kasus Siswa Berkemampuan Tinggi)

Muhammad Romli ...

334

55. Kemampuan Berfikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Gaya Belajar

Nafisatur Rohmah ...

341

56. Pembelajaran Menggunakan Model LC 5E-STAD dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fungsi Kuadrat dan Grafiknya

Nahrowi ...

347

57. Mengenal Matematika dan Pembelajarannya dalam Perspektif Filsafat Ilmu Nila Herawati ...

352

58. Analisis Buku Matematika Kurikulum 2013 Berdasarkan Pendekatan Saintifik dan Domain Kognitif Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)

Novem Khoirul Ambarwati, Hobri, & Muhtadi Irvan ...

358

59. Proses Berpikir Lateral Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif dan Gender

Novita Eka Muliawati ...

366

60. Lesson Study dalam Pembelajaran Matematika pada Pokok Bahasan Prisma dan Limas Tegak Di SMP Negeri 3 Pamekasan

Nur Fitriyah Indraswari ...

374

(11)

61. Kajian Logika Matematika dalam Al-Qur’an

Nurul Imamah Ah ... 380 62. Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa dalam Mengkonstruksi

Teorema pada Matematika

Nuris Hisan Nazula ...

387

63. Penerapan Tahap Ikonik (Teori Bruner) Pada Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangat Bulat

Nurul Laily ...

390

64. Mengembangkan Kreativitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Aktivitas Pengajuan Masalah

Oktaviyanto Catur Fajar Mulyono ... 395 65. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar

Siswa

Orthio Rizki Pratama & Anisa Fatwa Sari ... 399 66. Pembelajaran Matematika dalam Kelas Inklusi (Studi Pada SDN 1 Medana

Kab. Lombok Utara)

Parhaini Andriani ... 403 67. Penggunaan Berbagai Jenis Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan Motivasi

Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Media Pembelajaran Matematika

R. A. Rica Wijayanti ... 410 68. Pengembangan Soal Matematika Model TIMSS Tipe Short Answer

Menggunakan Aplikasi Interaktif Berbasis Android Untuk Siswa Kelas VIII

Rachma Windasari ... 415 69. Pengembangan Model Problem Creating Setting Peer Learning Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif

Ratih Puspasari & Subanji ... 421 70. Study Komparatif Antara Metode Cooperative Think Pair And Share Melalui

Pendekatan Metakognitif dan Metode Improve Untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Pokok Bahasan Lingkaran Di SMPN 1 Pasrujambe Tahun Ajaran 2014-2015

Restin Suliani & Deka Anjariyah ... 431 71. Berpikir Logis dan Sikap Positif dalam Matematika Melalui Realistic

Mathematics Education (RME)

Risa Aries Diana MR ... 438 72. Profil Pemahaman Siswa SMP dalam Menyelesaikan Masalah Bangun Ruang

Sisi Datar Ditinjau Berdasarkan Gaya Kognitif Field Dependent

Risang Narendra ... 443

(12)

xi

73. Level Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru Matematika dalam Memecahkan Masalah Geometri Analitik

Rohmah Indahwati ... 447 74. Berpikir Kritis Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Berdasarkan

Gender

Roisatun Nisa’ ... 451 75. Profil Berpikir Visual Siswa SMP Laki-laki dalam Memecahkan Masalah

Geometri

Septi Dariyatul Aini ... 455 76. Pemahaman Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Aljabar Ditinjau dari

Kecerdasan Spasial

Setia Widia Rahayu ... 461 77. IbM Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Bulungan “Workshop Media

Pembelajaran “Recycle Handmade” beserta Cara Membelajarkannya”

Shinta Wulandari, Suciati , & Jero Budi Darmayasa ... 469 78. Integrasi Problem Based Learning (PBL) dalam Lesson Study For Learning

Community

Siska Ari Andini & Hobri ... 473 79. Representasi Siswa SMP dalam Memahami Masalah Volume Bangun Ruang

Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa

Sri Hartatik ... 477 80. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Program Linier Menggunakan Aplikasi

Geogebra

Sri Irawati & Sri Indriati Hasanah... 485 81. Proses Berpikir Siswa Sma Perempuan dengan Gaya Kognitif Field

Independent dalam Memecahkan Masalah Matematika

Suesthi Rahayuningsih ... 492 82. Pengembangan Soal Matematika Model PISA Konten SPACE AND SHAPE

Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Analisis Model RASCH

Suryo Purnomo, Dafik & Kusno ... 499 83. Notice Guru Dalam Pembelajaran Terkait Upaya Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa

Syaifuddin ... 507 84. Pengaruh K-3D Terhadap Pemahaman Konsep Jarak Topik Geometri Kelas X

Syaiful Bakhri & Mohammad Zahri ... 513

(13)

85. Analisis Proses Berpikir Siswa Pada Materi Geometri Berdasarkan Teori Van Hiele Berbasis Scientific Approach

Tirta Primasyah HPS, Susanto & Nanik Yulianti .. ... 520 86. Profil Kemampuan Literasi Matematika Siswa Melalui Soal Matematika Tipe

PISA

Titiek Indahwati ... 526 87. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis CONSTRUCTIVE

CONTROVERSYAPPROACHES DAN CONFLICT RESOLUTION untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Titis Rini Chandrasari, Dafik & Muhtadi Irfan ... 531.

88. Perbandingan Pemilihan Jenis Laptop Menggunakan Metode SAW Dan TOPSIS

Tony Yulianto, Luthfi & Kuzairi ... 537 89. Pengembangan Paket Tes Penalaran Proporsional Siswa SMP (Development of

Mathematical Reasoning Test Package For Junior High School)

Tri novita irawati Susanto & Muhtadi Irvan ... 543 90. Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII SMP Melalui

Lembar Kegiatan Siswa Dengan Pendekatan Saintifik Pokok Bahasan Teorema Pythagoras

Uji Rosanti ... 550 91. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Scientific Approach Dengan

discovery Learning Terintegrasi Hots Materi Pola Bilangan Kelas VII SMP

Weindy Pramita Ariandari, Hobri & Dafik ... 558 92. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Model Pendekatan Berbasis

Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Y. Danni Prihartanto ... 564 93. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui

Pembelajaran Berbasis Masalah

Yudy Tri Utami ... 570

(14)

Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

180

PROSES BERPIKIR MAHASISWA DALAM MENGKONSTRUKSI BUKTI PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI DITINJAU DARI TEORI VAN HIELLE

Fetty Nuritasari

Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Alamat: Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan

Email: Fettynuritasari@gmail.com

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir mahasiswa dalam mengkonstruksi bukti pada pembelajaran geometri ditinjau dari teori Van Hielle. Mengungkapkan proses berpikir itu dilakukan ketika mahasiswa mulai mengerjakan pembuktian dari teorema geometri yang tidak pernah terbukti sehingga berpikir tentang mengkonstruk bukti berdasarkan tahapan pada teori Van Hielle. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif . hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa tahap proses berpikir mahasiswa dalam membangun geometri dengan proses mengkonstruksi bukti dilakukan oleh beberapa tahap, diantaranya yaitu: a. Tingkat 0 (visualisasi).

Pada tingkat ini mengenal bentuk-bentuk geometri hanya sekedar karakteristik visual dan penampakannya, b. Tingkat 1 (analisis). Pada tingkat ini sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun geometri yang diamati, c.Tingkat 2 (abstraksi). Pada tingkat ini sudah mengenal dan memahami sifat-sifat suatu bangun geometri yang satu sama lainnya saling berhubungan, d.

Tingkat 3 (deduksi). Pada tahap ini telah mampu menarik kesimpulan yang bersifat umum dan menuju ke hal-hal yang bersifat khusus, e. Tingkat 4 (rigor). Pada tingkat ini, sudah mulai menyadari pentingnya ketepatan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.

Kata Kunci: Proses Berpikir, Mengkonstruksi Bukti, Pembelajaran Geometri, Teori Van Hielle

Pendahuluan

Matematika merupakan ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam proses kehidupan manusia. Dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini dilandasi oleh matematika. Hal ini sesuai dengan pernyataan Erman Suherman, dkk (2003: 25) bahwa matematika tumbuh dan berkembang sebagai penyedia jasa layanan untuk pengembangan ilmu-ilmu yang lain sehingga pemahaman konsep suatu materi dalam matematika haruslah ditempatkan pada prioritas yang utama.

Mata pelajaran matematika diberikan untuk membekali kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. Selain itu, mata pelajaran matematika juga membekali kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang berubah, tidak pasti dan kompetitif (Depdikdas, 2006).

Pembuktian pada pembelajaran geometri tidak hanya dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep matematika, juga dapat melatih berpikir untuk meningkatkan kemampuan bernalar dan membangun karakter

peserta didik (de walle, 1990; soedjadi, 2000;

van hiele dalam fuys, dkk., 1988), tetapi kegiatan mengkonstruksi bukti akan mengoptimalkan hasil belajar dan mengembangkan kemampuan mereka mengkonstruksi bukti matematika lebih lanjut (de Villiers, 1999; Hemmi, dkk., 2010; Moore, 1994). Karena itu memahami proses berpikir mahasiswa dalam mengkonstruksi bukti dalam kegiatan belajar geometri sangat penting, sebagai bahan pertimbangan penyelenggaraan pembelajaran untuk memperoleh hasil optimal sesuai kemampuan berpikir mahasiswa.

Pembelajaran matematika di

Universitas tidak dapat dipisahkan sama sekali

dengan definisi matematika itu sendiri. Elea

Tingsih sebagaimana dikutip oleh Erman

Suherman, dkk (2003: 16) menyatakan bahwa

secara etimologis perkataan matematika

berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh

dengan bernalar”. Sedangkan James dan James

sebagaimana dikutip Erman Suherman, dkk

(2003: 16) menyebutkan bahwa matematika

adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,

susunan, besaran, dan konsep-konsep yang

berhubungan satu dengan yang lainnya dengan

jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam

tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan

geometri.

(15)

Berdasarkan kurikulum, perlu kiranya dibedakan antara matematika sekolah dan matematika universitas agar pembelajaran matematika dapat memenuhi tuntutan inovasi pendidikan pada umumnya. Ebbut da Straker dalam Depdiknas (2003: 3), mendefinisikan matematika sekolah yang selanjutnya disebut sebagai matematika, sebagai berikut:

1) Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan.

2) Matematika sebagai kreatifitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan.

3) Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah.

4) Matematika sebagai alat berkomunikasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika universitas adalah matematika yang telah dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual mahasiswa, serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi siswa.

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses untuk menciptakan lingkungan belajar mahasiswa dengan menggunakan suatu rancangan pembelajaran yang mengoptimalkan proses dan hasil belajar mahasiswa. Belajar matematika sendiri bersandar pada empat pilar pendidikan dari UNESCO, yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Implementasi dalam pembelajaran matematika terlihat dalam pembelajaran dan penilaian yang besifat learning to know (facts, skills, concept, and principle), learning to do (doing mathematics), learning to live together (cooperative learning in mathematics), dan learning to be (enjoy mathematics) (depdiknas, 2007: 4).

Menarik untuk membicarakan pandangan berbagai ahli matematika dalam pembelajaran. Pengertian tentang keruangan merupakan hal penting untuk menginterpretasi, memahami dan dihargai sebagai sifat-sifat dalam dunia geometri.

Geometri telah mengambil semua ruang dimana anak-anak tinggal, bernafas dan bergerak. Ruang dimana mahasiswa harus belajar untuk mengetahui, mengeksplor, agar dapat hidup, bergerak dan bernafas dengan lebih baik (NCTM, 1989). Matematika sekolah memberikan dasar pemahaman tentang keruangan melalui dasar-dasar teori geometri. Pembelajaran geometri yang membangun aktivitas praktis dan pemahaman

sangat diperlukan.

Oleh karena itu, bukan hanya pengalaman sebelumnyalah yang menyebabkan sulitnya mengkonstruksi bukti bagi mahasiswa namun sangat dibutuhkan pula pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dimana pengetahuan tersebut tersimpan secara permanen dalam memorinya. Pembuktian dirasakan sulit bagi mahasiswa karena dalam mengkonstruksinya dibutuhkan kecakapan dalam memilih strategi dan membutuhkan penggalian pengetahuan di memori yang sudah diperoleh jauh sebelumnya. Sehingga mahasiswa diberikan suatu masalah yang terbiasa dkerjakan melalui pembuktian yang dilakukan, sesuai dalam buku NCTM (2000:

344) bahwa “Menghubungkan suatu bukti seringkali merupakan cara alami dalam berfikir dari suatu masalah”

Salah satu teori yang sangat mendasar untuk digunakan dalam pembelajaran geometri adalah penggunaan teori van hielle. Teori ini menunjukkan bahwa tingkat berpikir geometri mahasiswa dapat dipakai sebagai prediktor kemampuan mahasiswa dalam menulis bukti geometri. Disamping itu tingkat perkembangan geometri dapat digunakan untuk pertimbangan penyusunan bahan geometri.

Teori Van Hielle menyatakan tingkat berpikir geometri mahasiswa secara berurutan melalui 5 tahap/level. Menurut Crowley (1987: 1), Van Hielle menyatakan bahwa terdapat 5 tingkat berpikir dalam bidang geometri, yaitu:

a. Tingkat 0 (visualisasi). Pada tingkat ini mengenal bentu-bentuk geometri hanya sekedar karakteristik visual dan penampakannya.

b. Tingkat 1 (analisis). Pada tingkat ini sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun geometri yang diamati.

c. Tingkat 2 (abstraksi). Pada tingkat ini sudah mengenal dan memahami sifat-sifat suatu bangun geometri yang satu sama lainnya saling berhubungan.

d. Tingkat 3 (deduksi). Pada tahap ini telah mampu menarik kesimpulan yang bersifat umum dan menuju ke hal-hal yang bersifat khusus.

e. Tingkat 4 (rigor). Pada tingkat ini, sudah mulai menyadari pentingnya ketepatan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.

Peneliti memilih teori Van Hielle

sebagai dasar pengklasifikasian dalam

menyusun soal-soal geometri karena alasan

(16)

182 1. Berfokus pada materi geometri.

2. Mengkaji tingkatan-tingkatan pemahaman dalam belajar geometri.

3. Menjelaskan deskripsi yang lebih operasional.

4. Memiliki keakuratan untuk mendeskripsikan tingkatan berpikir mahasiswa dalam geometri.

Dalam pembelajaran mengkonstruksi bukti geometri dilengkapi keterangan jelas.

Oleh sebab itu, penelitian ini bermaksud mendeskripsikan proses berpikir mahasiswa dalam mengkonstruksi bukti pada pembelajaran geometri ditinjau dari teori Van Hielle.

Metode

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif atau dinamakan penelitian kualitatif. Affifuddin dan Beni Ahmad Saebani (2009: 57-58) menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti merupakan instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triagulasi (gabungan), analisis data berupa induktif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi. Dalam penelitian ini didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku yg di amati.tujuannya untuk mengetahui secara langsung kemampuan proses berpikir pada materi geometri menurut tingkat perkembangan berpikir geometri Van Hielle.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Madura semester 4 offering A berjumlah 29 mahasiswa. cara pengambilan subjek penelitian yaitu cara pusposive sampling (sampel tujuan) dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai yaitu mengetahui kemampuan berpikir mahasiswa ditinjau dari teori Van Hielle.

Data yang diperoleh langsung dari subjek dari hasil tes mahasiswa dan wawancara. Instrumen penelitian berupa tes dan wawancara. Wawancara yang dilakukan adalah berbasis tugas untuk mengingkap proses berpikir mahasiswa selama mengkonstruksi bukti hingga memahaminya.

Analisi data dilakukan terhadap setiap subjek.

Instrumen yang dilakukan yaitu:

1. Membuktikan “jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180 derajat”

2. Menyusun bukti lain dari “jumlah besar sudu-sudut suatu segitiga adalah 180 derajat”

3. Menggunakan pengetahuan selama menyelesaikan tugas 1 dan tugas 2 untuk menyelesaikan masalah. Untuk itu diberikan dua tugas berikut:

B

A C D

a. Membuktikan bahwa ∠BCD sama dengan jumlah ∠BAC dan ∠ABC, jika titik C terletak di antara A dan D.

b. Membuktikan bahwa jumlah besar sudut-sudut jajargenjang adalah 360 derajat.

Tugas 1 diberikan untuk menciptakan kondisi agar terjadi proses berpikir; tugas 2 untuk tahap proses pengerjaan; tugas 3 untuk tahap mengkonstruksi bukti.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif meliputi: reduksi data merupakan proses pengumpulan data penelitian; penyajian data berupa informasi dalam bentuk teks naratif yang disusun, diringkas, dan di atur agar mudah dipahami dan merencanakan kerja penelitian selanjutnya; penarikan kesimpulan didasarkan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber data di Universitas Madura.

Simpulan yang diperoleh melalui analisis data tersebut dijadikan pedoman untuk menyususn rekomendasi dan implikasi.

Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian

Subjek penelitian yaitu mahasiswa semester IV offering A FKIP matematika Universitas Madura terdiri dari S1 adalah laki- laki dan S2 adalah perempuan, menyelesaikan tugas 1 (T1), tugas 2 (T2) dan tugas 3 (T3) dalam bentuk gambar geometri. Kedua subjek belum pernah membuktikan teorema “jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180 derajat”, memaknai pernyataan tersebut secara aritmatik bahwa jumlah hasil pengukuran sudut-sudut berjumlah 180 derajat, pernah mempelajari hubungan sudut-sudut yang terbentuk oleh garis-garis berpotongan, dan mengkonstruksi bukti geometri.

Penyelesaian tugas sebagian besar

direpresentasikan dalam bentuk gambar. Jika

memperbaiki gambar i, subyek

merepresentasikannya dalam gambar ii,

demikian seterusnya hingga menghasilkan

gambar sebagai representasi penyelesaian

tugas yang benar menurut subyek. Untuk

memudahkan memahami proses berpikir yang

dilakukan subyek selama mengonstruksi

(17)

penyelesaian tugas, peneliti memberi indeks gambar menurut urutan pengonstruksiannya, dimulai dari i, ii, iii, dan seterusnya.

(Perhatikan gambar di bawah ini!) Keterangan:

Gambar atas: (i), (ii), dan (iii) Gambar bawah: (iv), dan (v)

Gambar 1. S1 T1

S1 (Laki-laki) menyelesaikan tugas T1 dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan lembar kerja penyelesaian T1, peneliti melakukan wawancara kepada S1. Petikan wawancara berbasis Gambar 1(iv) sebagai berikut:

P: “Setelah menulis semua ini (menunjuk gambar iv sekitar sudut-sudut), apa yang kamu pikirkan?”

S1: “Tadi mau…anu yang ini (sambil menunjuk sudut A

2

, sudut C dan sudut B

2

membentuk sudut lurus), tapi takut…(sambil menunjuk sudut C)”

P: “Maksudnya kamu mulai menduga bahwa sudut-sudut ini (menunjuk sudut A

2

, sudut C dan sudut B

2

membentuk sudut lurus) adalah bukti yang diminta?”

S1: “Iya”

P: “Tapi kamu menjawabnya kok takut,kenapa?”

S1: “(menunjuk A

2

dan B

2

) ada dua, (menunjuk C) gak ada”

P: “Bagus, trus apa yang kamu peroleh?”

S1: “Cara mengerjakannya untuk mencari pelurusnya.”

Berdasarkan pemahamannya ini, S1 membuat rencana penyelesaian tugas, kemudian mengonstruksi gambar 1(v), memeriksa dan memperbaiki yang salah, hingga ia yakin bahwa gambar tersebut merupakan penyelesaian tugasnya. S1 juga dapat menjelaskan makna gambar penyelesaian (gambar 1(v)). Ketika peneliti menanyakan makna “jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180 derajat” baginya, S1 menjelaskan usaha “mencari pelurus sudut- sudut segitiga”. Hal ini menunjukkan bahwa

disesuaikan dengan teori Van Hielle menyatakan mengkonstruksi bukti.

Wawancara terhadap S1 berdasarkan T1 menunjukkan bahwa proses berpikir yang terjadi dimulai dengan tahap identifikasi: (1) Visualisasi yaitu mengidentifikasi hal-hal prinsipil dalam lembar tugas, (2) Analisis yaitu melukis gambar mental (segitiga) untuk memperjelas masalah, (3) Abstraksi yaitu mengingat dan memilih pengetahuan atau pengalaman sebelumnya yang relevan dengan masalah, terutama hubungan sudut-sudut yang terbentuk oleh garis-garis berpotongan, (4) Deduksi yaitu menerapkannya dalam kondisi masalah (gambar 1(i)-(iv)), kemudian (5) Rigor yaitu mengorganisasikan semua data yang diperoleh untuk mengkonstruksi bukti tentang masalah geometri (gambar 1(iv)).

Tahap keempat adalah membuat rencana: (1) merumuskan masalah berdasarkan konsep masalah pada gambar 1(iv)), (2) merumuskan langkah-langkah penyelesaian. Tahap kelima adalah aplikasi rencana (gambar 1.(v)): (1) melengkapi gambar sesuai rencana penyelesaian, (2) memeriksa langkah langkah pembuktian, dan (3) memperbaiki yang salah.

Pada tahap ini, S1 dapat menyebutkan prosedur pembuktian yang dilakukannya, tetapi belum mampu memaknai seluruh rangkaian bukti yang telah dia susun.

Berdasarkan lembar tugas T2 dan wawancara yang dilakukan, terungkap bahwa S1 mengonstruksi bukti dengan mengikuti kelima tahap proses berpikir ketika menyelesaikan T1. Perbedaan keduanya terutama pada pembentukan konsep tentang masalah gambar. Pembentukan konsep tentang masalah T1 berlangsung dari proses menerapkan pengetahuan relevan (hubungan sudut yang terbentuk oleh garis-garis berpotongan) hingga merumuskan bahwa masalahnya adalah menemukan tiga sudut yang bersisian dan membentuk sudut lurus yang besarnya sesuai dengan ukuran masing- masing sudut segitiga. Sedangkan saat mulai mengerjakan T2, S1 telah memahami masalah seperti T1 tetapi dalam kondisi kerangka gambar penyelesaian yang berbeda dengan kerangka gambar penyelesaian T1.

Penyelesaian T2 membantu S1 mengalami

tahap proses berpikir lebih lanjut, yaitu tahap

kelima: pembentukan makna: (1) merumuskan

secara sederhana prosedur pengembangan

bukti-bukti, dan (2) merumuskan makna

rangkaian bukti, kemudian melakukan

evaluasi bukti: (1) menyusun bukti lain, (2)

memilih bukti yang lebih sederhana, dan (3)

(18)

184 Tujuan pemberian tugas T3 yang

utama bukan untuk mengetahui kemampuan S1 menyelesaikan tugas, tetapi menyiapkan kondisi agar dapat mengungkap apakah S1 telah memikirkan bukti “jumlah besar sudut sudut suatu segitiga adalah 180 derajat” sesuai teori Van Hielle.

Penyelesaian tugas 3).b) dilakukan dengan membagi jajargenjang menjadi dua segitiga. Bagi S1, jumlah besar sudut-sudut segitiga adalah 180 derajat, maka jumlah besar sudut-sudut jajargenjang sama dengan dua kali jumlah besar sudut-sudut segitiga atau 360 derajat. Berdasarkan analisis data, disimpulkan bahwa:

1) Proses bukti tugas T1 dan T2 bagi subyek adalah mencari sudut-sudut bersisian yang masing-masing sama dengan ukuran sudut-sudut segitiga dan membentuk sudut lurus. Menurut rumusan ini, subyek telah mengabstraksi prosedur yang kompleks. Subyek tidak terikat lagi dengan langkah melukis segitiga lebih dulu, kemudian melukis dua ruas garis yang dipotong oleh ruas garis lain, dan seterusnya. Subyek fokus pada proses menemukan tiga sudut saling berpelurus.

Karena dalam bentuk abstraksi yang sederhana, bahkan subyek dapat menggunakan proses bukti tersebut menyelesaikan tugas lain (T3).

2) Konsep bukti yang dipahami subyek terbagi dua, yaitu makna secara geometri dan aritmatika. Secara geometri bermakna gabungan tiga sudut-sudut suatu segitiga membentuk sudut lurus, dan secara aritmatika bermakna jumlah ukuran sudut-sudut segitiga sama dengan 180 derajat.

3) Ketika subyek mengatakan “jumlah besar sudut-sudut segitiga adalah 180 derajat”, secara fleksibel subyek bermaksud menyatakan atau merujuk silih berganti proses dalam mengkonstruksi bukti.

teorema tersebut. Pada saat ini, teorema telah menjadi simbol yang menyatakan proses bukti, dan subyek memikirkan proses dalam mengkonstruksi bukti sesuai teori Van Hielle.

Berdasarkan hasil kerja dan wawancara terhadap S1 tersebut, disimpulkan bahwa subyek mengalami tahap berpikir lebih lanjut, yaitu merumuskan proses bukti, merumuskan konsep bukti, dan memikirkan proses dan konsep bukti tersebut sesuai dengan teori Van Hielle.

Data proses berpikir S2 tidak berbeda secara prinsipil dengan S1. Penyelesaian T1

oleh S2 terdiri dari 3 gambar, dimulai dengan mengidentifikasi data, mobilisasi dan organisasi data, merumuskan rencana dan mengaplikasikannya. Perbedaan terjadi pada tahap mobilisasi dan organisasi data. Setelah tahap identifikasi, S1 mengingat dan menerapkan pengetahuan relevan dengan masalah, dengan mengonstruksi 4 gambar (gambar 1.(i)-(iv), barulah S1 memahami konsepsi masalah, kemudian merumuskan rencana pembuktian. Sedangkan S2 sudah memahami konsepsi masalah sebelum mulai mengonstruksi gambar pertama. Tetapi tahap mobilisasi dan organisasi data proses berpikir S2 memenuhi karakteristik tahap berpikir S1.

S2 mengingat pengetahuan hubungan sudut- sudut yang terbentuk oleh garis-garis berpotongan, mengingat bahwa sudut 180 derajat adalah sudut lurus, mengadaptasikannya pada kondisi masalah, kemudian merumuskan konsepsi masalah bahwa masalah yang dihadapinya adalah mencari tiga sudut yang merupakan pelurus satu sama lain yang masing-masing besarnya sama dengan ukuran masing-masing sudut segitiga. Dengan demikian, perbedaan tersebut tidak prinsipil. S1 melakukan tahap mobilisasi dan organisasi data dengan tindakan langsung mengonstruksi gambar untuk memperjelas konsepsi masalah, sedangkan S2 melakukan tahap yang sama dengan proses berpikir dalam mental saja. Ada data lain yang menarik. Sama seperti S1, S2 belum memahami makna bukti setelah mengerjakan T1, tetapi telah memahami prosedur bukti yaitu “pertama- tama gambar segitiga dulu (menunjuk gambar segitiga), menarik garis-garis (menunjuk perpanjangan sisi-sisi segitiga dalam gambar), lalu menentukan hubungan antar sudut-sudut, sampai ketemu sudut berpelurus”.

Tugas kedua (T2) diselesaikan oleh S2 dalam 3 cara. Cara pertama berhasil pada gambar ketiga, penyelesaian kedua dalam satu gambar yang selesai dalam 43 detik, dan cara ketiga adalah penyelesaian yang paling sederhana. Berdasarkan data penelitian, subyek mengalami tahap proses berpikir lebih lanjut, yaitu tahap pembentukan makna dan evaluasi, dengan karakteristik yang sama dengan proses berpikir S1.

Tetapi berbeda dengan S1, S2 mencapai tahap mengkonstruksi bukti setelah menyelesaikan T3. Setelah menyelesaikan tugas, terungkap dalam wawancara hal-hal berikut. (Dengan memperhatikan gambar di samping!)

P: “Perhatikan sekali lagi gambarmu

(menunjuk Gambar 3). Pasti benarkah

(19)

pernyataan pada soal?”

S2: Berpikir agak lama, kemudian menjawab

“Ya”.

P : “Bagaimana bisa?”

S2: “Segitiga sudut-sudutnya 180 derajat. Ini sudut C (menunjuk sudut ACB). Sisanya ini kan membentuk sudut lurus (menunjuk sudut BCD), sama dengan sudut segitiganya”.

P: “Apa maksudnya?”

S2: “Jumlahnya 180 derajat”.

Gambar 2. T3 bagian a. S2

Berdasarkan data penelitian, S2 memahami proses mengkonstruksi bukti, dan memikirkannya secara tahapan teori Van Hielle. Artinya ketika subyek menyatakan redaksi teorema “jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga 180 derajat”, subyek sedang merujuk silih berganti mengkonstruksi bukti, baik makna secara geometri maupun aritmatik.

Perbedaannya dengan S1, S2 mencapai tahap pengerjaan berdasarkan teori Van Hielle setelah menyelesaikan T3, sedangkan S1 telah mencapai tahap tersebut sebelum menyelesaikan T3, yang terungkap ketika peneliti melakukan wawancara tentang rencana penyelesaian T3 menurut subyek.

Temuan lain adalah tingkat kemajuan berpikir. S1 melakukan beberapa kali mobilisasi dan organisasi data sebelum merumuskan rencana pembuktian, selama subyek mengkonstruksi gambar 1(i)-(iv).

Artinya setelah melakukan mobilisasi dan organisasi data berdasarkan gambar 1.(i), subyek tidak langsung ke tahap merumuskan rencana pembuktian. Mudah dilihat juga bahwa kedua subyek mencapai tahap berpikir evaluasi setelah mengonstruksi beberapa bukti berbeda, dan setiap kali mengonstruksi bukti, subyek melakukan kegiatan berpikir tahap pertama sampai kelima. Berdasarkan fakta- fakta ini, disimpulkan bahwa proses berpikir mengonstruksi bukti sebagai proses tidak selalu maju terus secara linier dari tahap visualisasi, ke tahap analisis, tahap absraksi, tahap deduksi dan organisasi data pada tahap rigor, sampai ke tahap tetapi kembali

Pembahasan

Untuk memperjelas fungsi temuan penelitian, perlu dibahas dukungan dan perbedaannya dengan teori yang relevan. Ada beberapa teori tentang proses berpikir memecahkan masalah yang berkaitan dengan masalah membuktikan. Walaupun ada perbedaan, tahap-tahap berpikir pada teori- teori tersebut dapat disejajarkan satu sama lain. Penelitian ini mengacu pada kemampuan berpikir mahasiswa pada setiap level tingkat berpikir Van Hielle yang diteliti, meliputi Level 0 (Visualisasi), Level 1 (Analisis), Level 2 (Deduksi Informal), Level 3 (Deduksi) dan Level 4 (Rigor). Selanjutnya dengan level yang dimaksud tadi, menyelesaikan masalah matematika yang diberikan berdasarkan langkah-langkah pada polya.

Fuys(1988) dalam Husnaeni (2001) menyatakan bahwa untuk membantu mahasiswa melewati tahap berpikir dari suatu tahap ketahap berikutnya dalam belajar geometri diperlukan pengalaman belajar yang sesuai dengan tahapan berpikir Mahasiswa.

Proses untuk penguasaan ide atau konsep- konsep matematka memerlukan waktu dan tahapan yang relevan. Salah satu hipotesis deduktif tentang perkembangan mahasiswa yang berkaitan dengan belajar matematika khususnya dalam geometri adalah teori perkembangan berpikir van Hielle.

Van Hielle dalam teorinya menyatakan bahwa seseorang dalam belajar geometri akan mengikuti 5 tahap perkembangan berpikir yaitu tahap visualisasi, analisis, deduksi informal, deduksi, dan rigor.

(Burger & Culpeper, 1993: 141-243) Dalam hal ini setiap tahap menunjukkan karakteristik proses berpikir seseorang dalam memahami geometri. Ke-5 tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap visualisasi

Menurut Clement dan Batista (1992:

427), tahap visualisasi adalah tahap

pengenalan konsep-konsep geometri

dalam matematika yang di dasarkan pada

karakteristik visual atau penampakan

bentuknya. Dalam hal ini penalaran

mahasiswa masih didominasi oleh

persepsinya. Pemahaman mahasiswa

terhadap bangun-bangun geometri masih

berdasarkan pada kesamaan bentuk dari

apa yang dilihatnya. Bangun geometri

dikenal secara keseluruhan bukan secara

bagian-bagian. Pada tahap ini mahasiswa

dapat membedakan suatu bangun dengan

lainnya tanpa harus menyebutkan sifat-

(20)

186 Kemampuan berpikir mahasiswa masih

berdasarkan pada kesamaan bentuk secara visual.

2. Tahap Analisis

Clemen & Batista (1992) dalam Husnaeni (2001: 28) menyatakan bahwa siswa pada tahap ini mengakui dan dapat mencirikan bentuk-bentuk bangun geometri berdasarkan sifat-sifatnya, dan sudah tampak adanya analisis terhadap konsep- konsep geometri.

3. Tahap Deduksi Informal

Tahap ini dikenal dengan tahap abstraksi/relasional ( Clemen & Batista, 1992: 427). Pada tahap ini menurut Kahfi (2000), mahasiswa dapat melihat hubungan sifat-sifat dalam suatu bangun (misal dalam jajar genjang, sisi yang berhadapan sejajar berakibat sudut-sudut yang berhadapan juga sama besar.

Mahasiswa dapat menyusun definisi abstrak (definisi menjadi bermakna), siswa juga dapat menemukan sifat-sifat dari kumpulan bangun pada tahap berpikir deduksi informal. Ketika mahasiswa menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun, mereka merasa perlu mengorgansir sifat-sifat tersebut. Satu sifat bisa menjadi menjadi perantara sifat- sifat lain, sehingga definisi tidak sekedar sebagai bentuk deskripsi, akan tetapi sebagai cara pengorganisasian yang logis.

4. Tahap Deduksi

Tahap ini juga dikenal dengan deduksi formal (Clements & Batista, 1992) Mahasiswa yang telah mencapai kemampuan berpikir tahap ini telah dapat menyusun teorema-teorema dalam sistem aksiomatis, dapat mengkonstruksi bukti- bukti orisinil.

Menurut Husnaeni (2001), mahasiswa dapat membuat serangkaian pernyataan pernyataan logis yang memenuhi untuk menarik kesimpulan yang merangkum pernyataan tersebut. Mahasiswa telah dapat memahami hubungan timbal balik antara syarat perlu dan cukup. Mahasiswa juga berpeluang untuk mengembangkan lebih dari satu cara pembuktian, dan menyadari perlunya pembuktian melalui serangkaian penalaran deduktif.

5. Tahap Rigor

Pada tahap ini mahasiswa bernalar secara formal dalam sistem matematika, dan dapat mengkaji geometri tanpa referensi model-model. Sasaran penalaran adalah hubungan-hubungan antara konstruk- konstruk formal. Produk penalarannya

adalah mengelaborasi dan membandingkan sistem-sistem aksiomatis pada geometri.

Menurut pandangan van Hiele, pembelajaran geometri hanya akan efektif apabila sesuai dengan struktur kemampuan mahasiswa (Husnaeni,

2001). Dengan demikian

pengorganisasian pembelajaran baik isi dan materi maupun strategi pembelajaran merupakan peran strategis dalam mendorong kecepatan mahasiswa untuk melalui tahap-tahap belajar geometri.

Van Hiele dalam Kahfi (2000) berkeyakinan bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak diperoleh lewat ceramah, tetapi melalui pemilihan latihan yang tepat. Oleh karena itu van Hiele menawarkan lima tahap pembelajaran yang berurutan dan sekaligus merupakan peran guru dalam mengelola proses pembelajaran, yaitu (1) Inquiri, (2) Orientasi Terarah, (3) Uraian , (4) Orientasi bebas, dan (5) Integrasi. ( D’Augustine dan Smith, 1992; Clement dan Batista, 1992).

Hasil penelitian yang telah dijelaskan menunjukkan bahwa pengonstruksian bukti sebagai proses dalam pembelajaran terdiri dari lima tahap. Tahap pertama sampai kelima hampir paralel dengan kemajuan berpikir untuk membuktikan menurut teori Van Hielle di atas, menurut data penelitian, terutama terhadap S1, pembentukan konsep

tentang masalah merupakan akumulasi visualisasi dan pembuktian organisasi data/deduksi (gambar i-iv). Setelah visualisasi dan deduksi/organisasi data sejak gambar i, barulah pada gambar iv S1 menyadari bahwa masalah yang dihadapinya (T1) adalah mencari tiga sudut yang membentuk sudut lurus dan berukuran sama dengan masing- masing sudut segitiga. Berdasarkan konsep inilah S1 merumuskan rencana atau langkah- langkah pembuktian, dan mengaplikasikannya pada gambar v.

Walaupun S1 mampu mengonstruksi bukti berdasarkan tugas T1 dan menjelaskan maksudnya, tetapi dalam wawancara berdasarkan penyelesaian T1, S1 hanya mampu merumuskan prosedur penyusunan bukti, tetapi belum menyadari maknanya.

Setelah peneliti mewawancarai S1 tentang

langkah-langkah penyelesaian tugas T2 dan

memintanya merumuskan makna dari bukti

yang disusunnya, barulah subjek mampu

merumuskan makna rangkaian bukti dan

menyederhanakan prosedur-prosedur dari

(21)

seluruh penyelesaian yang berhasil dia susun.

Hal ini menunjukkan bahwa seseorang memerlukan waktu untuk memahami makna bukti yang ada. Rumusan hasil penelitian ini menjawab dengan tegas fenomena “mengapa ada yang mampu mengonstruksi bukti tetapi kurang atau tidak memahami makna bukti yang disusunnya”. Hasil penelitian ini memberi penjelasan dengan gamblang, “tahap memberi makna terabaikan”. Hasil penelitian ini juga mengamanatkan hal yang penting, bahwa pembentukan makna merupakan kegiatan yang perlu diberi waktu yang cukup, suatu tahap penting dalam pengonstruksian bukti dalam pembelajaran, agar mahasiswa memahami bukti yang dikonstruksinya.

Langkah-langkah pengonstruksian bukti yang kompleks diabstraksi hingga menjadi sederhana. Misalnya prosedur penyelesaian T1 oleh S1 “pertama-tama gambar segitiga dulu (menunjuk gambar segitiga), menarik garis-garis (menunjuk perpanjangan sisi-sisi segitiga dalam gambar), lalu menentukan hubungan antar sudut-sudut, sampai ketemu sudut berpelurus”

dienkapsulasi menjadi proses, dengan mengabstraksi prosedur tersebut menjadi

“menggambar sudut-sudut bersisian yang berukuran sama dengan bangun sesuai data”.

Dengan proses ini, prosedur menjadi sederhana, dan dapat diterapkan bukan hanya pada segitiga lain, juga pada jajargenjang, misalnya tugas T3.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pemahaman tentang teorema sebaiknya dibangun melalui pemahaman buktinya.

Makna konseptual teorema lebih tepat dibangun melalui pemahaman proses bukti teorema, dan konsep maupun proses bukti masing-masing mengembangkan pengetahuan dan kompetensi dalam belajar. Walaupun peneliti telah berupaya secara sistematis,

objektif dan sungguh-sungguh melakukan dan merumuskan hasil penelitian ini, tetapi masih memiliki keterbatasan. Penelitian ini hanya didasarkan pada eksplorasi proses berpikir mahasiswa ketika mengonstruksi bukti suatu teorema yang belum pernah diselesaikannya, hingga mampu memikirkan bukti tersebut sesuai teori Van Hielle, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi hasil belajar. Bidang kajian penelitian ini masih terbatas, baik dari segi kajian teoritis, representasi bukti, pemilihan subjek dan materi penelitian. Untuk memperoleh hasil yang menjangkau faktor lebih luas, perlu ditindaklanjuti dengan penelitian lanjutan.

Penutup Kesimpulan

Bukti pembelajaran geometri yang dikonstruksi oleh mahasiswa Universitas Madura dapat dipandang sebagai mengkonstruksi bukti melalui teori Van Hielle. Proses berpikir mahasiswa Universitas Madura mengonstruksi bukti pada pembelajaran geometri tersebut sebagai proses dilakukan dalam lima tahap, yaitu: Visualisasi, Analisis, Deduksi Informal/Abstraksi, Deduksi dan Regor. Kemajuan berpikir mengonstruksi bukti sebagai proses tidak selalu maju terus secara linier dari tahap visualisasi, ke tahap abstraksi, sampai ke tahap regor/pembuktian, tetapi kembali beberapa kali ke tahap-tahap sebelumnya.

Saran

Untuk memaksimalkan hasil belajar, pembelajaran tentang teorema geometri bagi mahasiswa Universitas Madura sebaiknya mempertimbangkan cara pandang dan hasil penelitian ini

.

Daftar Rujukan

Affifuddin, Beni Ahmad Saebani. 2009.

Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: Pustaka Setia.

Burger,W. F & Culpepper, B. 1993.

Restructuring Geometry. Dalam P.S.Wilson.(Ed). Research Ideas for the Classroom (High school Mathematics). New York:

Macmillan Publishing Company.

Clement, D.H, dan Batista, M.T. 1992.

Geometry and Spatial Reasoning.

Dalam D.A. Grouws (Ed). Hand book of Research on Mathematics and Learning. N ew York: Macmillan Publishing Company.

Crowley, M. L. 1987. The Van Hielle Model of the Geometric Thought. Dalam Linguist, M. M. (eds) Learning and Teaching Geometry, K-12. Virginia:

The NCTM, Inc.

(22)

189 Mzone.mweb.co.za/residents/profmd/

proof.pdf, diakses 17 Juni 2016.

De Walle, J. A. (1990). Elementary School

Mathematics. Teaching

Developmently. New York: Longman.

Depdiknas, 2003. Peraturan Pemerintah Nomor 19 /2005 tentang Standar Nasional Pendidikan . Jakarta.

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

Depdiknas. (2007). Panduan Pembelajaran SMA-SBI. Jakarta: Depdiknas.

---. 2006.Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 22 /2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Sekolah Dasar . Jakarta.

---. 2007. Peraturan Menteri Nomor 41/ 2007, Tentang Standar Proses Fuys, D., Geddes, D., & Tischler, R.

(1988). The van Hiele model of Thinking in Geometry Among Adolescents. JRME Monograph Number 3.

Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Komtemporer. Bandung: JICA- Universitas Pendidikan Indonesia.

Fuys, D., Geddes, D., and Tischer, R. (1988).

The van Hiele Model of Thingking in Geometry Among Adolescens.

Journal for Research in Mathematics Education. Monograph no. 3. Reston : NCTM.

Hemmi, K., Lepik, M., Viholaenin, A. (2010).

“Upper Secondary School Teachers’

Views of Proof and Proving- an Explorative Croos-Cultural Study”.

Proceeding of the 16

th

Conference on Mathematical Views. Tallinn, Estonia.

Husnaeni (2001). Membangun Konsep Segitiga Melalui Penerapan Teori Van Hiele Pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan.Malang:

PPS Universitas Negeri Malang.

Kahfi, M.S. 2000. Merancang Pembelajaran Geometri di Sekolah Berdasarkan Tahap- Tahap Belajar Van Hiele.

Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika

Sekolah Menengah, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UM, 25 Maret l.

Mestika, Z. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia . Jakarta.

Moore, Robert C. (1994). “Making the Transition to Formal Proof”.

Educational Studies in Mathematics.

Vol. 27. Hal 249-266.

NCTM (1989). Principle and Standards for School Mathematics.

NCTM (2000). Principle and Standards for School Mathematics, Reston, Virginia.

Patricia. C. Alcaro, dkk. 2000. NCTM:

Reston VA. Hal 344.

Soedjadi, R. (2000). Kiat-kiat Pendidikan

Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti

Departemen Pendidikan Nasional.

Gambar

Gambar atas: (i), (ii), dan (iii)  Gambar bawah: (iv), dan (v)
Gambar 2. T3 bagian a. S2

Referensi

Dokumen terkait

Pertambahan bobot hidup ayam yang diberi bioaktif LB dalam bentuk gel kering, gel segar, daun kering maupun daun segar pada konsentrasi yang diuji (0,25– 1,0 g/kg) tidak berbeda

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi customer servicer pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Cirebon, mengetahui pelayanan nasabah pada Bank Muamalat

Dari hasil tersebut selanjutnya dapat diperoleh bahwa variabel yang termasuk dalam experiential marketing yaitu sense (panca indera), feel (perasaan), think (cara

Pertimbangan lain dari sisi teknologi traffic light control system dalam penelitian ini adalah belum dikembangkan (di Indonesia) model traffic light yang mampu

Hapus file README dan License Files yang ada di folder website wordpress anda melalui Cpanel -> File Manager seperti gambar berikut:.. Pindahkan sebagian Script pada Wp-Config

Pada musim kemarau ketika hutan rawa sudah mulai mengering, sebagian besar juvenil ikan yang memanfaatkan hutan rawa sebagai habitat asuhan telah keluar dari hutan

24 Distribusi status gingiva berdasarkan tingkat pendidikan (Tabel 7) tidak menunjukkan bahwa ibu hamil dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki

Dalam hal Nasabah tidak aktif melakukan transaksi di Mandiri dalam kurun waktu tertentu dan Nasabah tidak dapat dihubungi karena terjadinya perubahan alamat dan Nasabah