ATSI - Rakorans Telematika & Media 2008 KADIN – Jakarta, 23 Juni 2008
Peluang dan Hambatan Bisnis Industri Telekomunikasi
di Era Konvergensi
Rakornas Telematika dan Media 2008
Kamar Dagang Dan Industri Indonesia
Jakarta, 23 Juni 2008
Latar Belakang
Resiko-resiko yang Mungkin Dihadapi oleh Operator Selular
Jumlah Transaksi
Resiko Pasar
Resiko Teknologi Resiko Regulasi
Spektrum untuk layanan Telekomunikasi ? BHP ?
Tariff, interkoneksi terkait teknologi
Struktur Lisensi yang belum jelas
Kompatibilitas Jaringan
Ketersedian perangkat pengguna
Jenis Teknologi/jaringan Akses
Ketersediaan energi listrik
Resiko Manajemen &
Organisasi Resiko Lingkungan
Peduli terhadap kesehatan &
keamananan
Perencanaan sesuai dampak lingkungan
Acceptance dari masyarakat terhadap menara
telekomunikasi
Kompetisi dari eksisting maupun operator baru
Resiko investasi
Resiko Regulasi dan Kepastian Hukum.
Banyak pemain
?
?
Keuntungan ?
Waktu
Pendapatan Usaha
Pengetahuan yang cukup
Organisasi dengan biaya yang effisien & efektif
ATSI - Rakorans Telematika & Media 2008 KADIN – Jakarta, 23 Juni 2008
Pola Pikir
Empat pilar untuk mencapai Tujuan Utama
Terwujudnya masyarakat informasi yang sejahtera melalui penyelenggaraan komunikasi dan informatika yang efektif dan efisien dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
• Penyediaan infrastruktur telekomunikasi secara meluas hingga ke daerah-daerah.
• Memanfaatkan aset dan jaringan yang dimiliki oleh seluruh elemen bangsa untuk mendukung pembangunan infrastruktur telekomunikasi Right of Way
• Efisiensi di seluruh unsur industri, operator, pemerintah/regulator, vendor
• Penggunaan teknologi secara maksimum untuk kepentingan dan kemanfaatan masyarakat luas
Percepatan Penggelaran Jaringan Akses
Utilisasi Secara Maksimum Infrastruktur
Efisiensi Industri Seluler
Dukungan Teknologi yang Tepat
Perlu dukungan Regulator
Kendala Teknis yang menjadi perhatian bagi Operator
Roll Out Network
High Cost Economy
Inefisiensi Penggunaan
Teknologi
• Proses perijinan terlalu banyak (site, ISR)
• Kelangkaan energi listrik
• Keamanan
• Terlalu banyak macam biaya dan pungutan (PAD, fasos, fasum)
• Berbagai reaksi masyarakat terhadap pendirian menara telekomunikasi, meskipun ijin sudah ada biaya tambahan
• Biaya frekuensi operator seluler cukup tinggi dibandingkan penggunaan komersial lain seperti penyiaran
• Belum semua kemampuan teknologi dapat digunakan secara maksimal walaupun sudah digelar akibat peraturan tidak memperbolehkan atau belum di atur
• Sharing Infrastruktur di tingkat jaringan
Solusi
• Harmonisasi peraturan antar Departemen terkait & Pemerintah pusat dengan Pemerintah daerah
• Upaya effisiensi dari Pemerintah baik pusat & daerah sehingga tidak mengakibatkan cost yang tinggi
• Right of way perlu diatur
• Public consultation lebih intensive
• Perlu aturan yang akomodatif dan flexible terhadap perkembangan teknologi & bisnis
UU &
Peraturan yang out
• Cetak Biru Kebijakan Telekomunikasi Indonesia, UU &
Peraturan pendukungnya sudah perlu direvisi untuk
• Perlu diperbaharui
•Cetak biru Kebijakan
•Undang Undang
ATSI - Rakorans Telematika & Media 2008 KADIN – Jakarta, 23 Juni 2008
Faktor Penghambat bagi Operator Selular
Issue yang dihadapi oleh Operator Selular
• Tarif
– Desakan Pemerintah untuk menurunkan tarif telah dilaksanakan oleh Operator.
Lonjakan jumlah pelanggan dan trafik , diperkirakan berdampak kepada penurunan kualitas perbaikan kualitas dan kapasitas banyak kendala dan membutuhkan waktu
– Operator telah melaksanakan seluruh upaya efisiensi dalam rangka penurunan tarif. Upaya efisiensi ini diharapkan dilakukan juga oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, dengan tidak menerbitkan aturan baru yang berdampak kepada
penambahan beban biaya operator. Saat ini biaya Operator sudah cukup besar dalam bentuk BHP Jasa Telekomunikasi, BHP Frekuensi, dan USO
– Pemerintah di daerah banyak menerapkan berbagai retribusi terkait dengan pendirian menara telekomunikasi menimbulkan biaya tinggi bagi operator.
• Sanksi & Denda
– Pembuatan RPP Sanksi Denda dapat menimbulkan masalah baru, substansi masih ada yang belum terkoordinasi antara RPP dengan PM QoS.
– Sanksi denda seharusnya merupakan bagian dari upaya terakhir pembinaan Pemerintah/BRTI kepada operator. Langkah-langkah pembinaan awal, sebelum sanksi denda itu sendiri dilaksanakan, yang seharusnya lebih rinci dituangkan dalam peraturan-peraturan tersebut
Faktor Penghambat bagi Operator Selular
Issue yang dihadapi oleh Operator Selular
• Pembuatan Peraturan Kurang Terkoordinasi Kepastian Hukum?
– Pemerintah perlu lebih meningkatkan koordinasi pada saat membuat peraturan- peraturan. Beberapa peraturan dikenali bertentangan dengan peraturan lain
ataupun peraturan diatasnya. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan peraturan menjadi multi-interpretatif. Dan selanjutnya menjadi masalah pada saat pelaksanaannya.
– Dipicu oleh peraturan pemerintah pusat, pemerintah di daerah menerbitkan beberapa peraturan yang menyebabkan pembangunan menara telekomunikasi menjadi terhambat/terhenti. Kerugian dirasakan oleh operator karena akan berpengaruh terhadap rencana penggelaran jaringan dan target bisnis.
Kemungkinan dapat terjadi berkurangnya layanan di suatu daerah.
• Arah Kebijakan Cetak Biru Perlu Diperbarui
– Saat ini teknologi telekomunikasi telah memungkinkan operator untuk berinovasi menyediakan layanan-layanan yang membantu pelanggannya untuk melakukan komunikasi dalam rangka aktivitas bisnis dan lainnya dengan cara yang lebih efisien. Namun dengan pengaturan yang ada, masih membatasi berdasarkan teknologi dan layanan. Struktur industri/perizinan telekomunikasi harus dirubah agar mengakomodir konvergensi
– Operator didorong untuk migrasi ke arah NGN, bagaimana pengaturannya?
ATSI - Rakorans Telematika & Media 2008 KADIN – Jakarta, 23 Juni 2008
Faktor Penghambat bagi Operator Selular
Issue yang dihadapi oleh Operator Selular
• Peran Regulator
– Fungsi BRTI dalam pembinaan perlu lebih ditingkatkan dan dielaborasi. Dalam beberapa hal, pernyataan BRTI di depan publik, sangat dirasakan tidak
merepresentasikan fungsi pembinaan, bahkan lebih menyudutkan operator.
– Fungsi BRTI sebagai tempat alternative dispute resolution perlu dihidupkan.
Apakah peran ini bagi BRTI memang ada bila kasus-kasus spesifik sektor telekomunikasi dilimpahkan begitu saja kepada KPPU, yang tentu saja tidak memandang kasus tersebut dari aspek teknis operasional telekomunikasi.
– Seberapa dalam dan detail BRTI melaksanakan fungsi pengaturan. Apakah peran BRTI akan masuk ke detail bisnis operasional atau hanya mengatur hal-hal yang utama dalam menjamin layanan telekomunikasi yang sehat?
Penutup
Harapan ATSI kepada Pemerintah
• Segera diresmikan arah kebijakan untuk 10 tahun kedepan dalam Cetak Biru Telematika yang akan
menampung hal-hal antara lain : Perubahan struktur industri, Perubahan Teknologi, Konvergensi disisi infrastruktur, bisnis
& perangkat / terminal pelanggan
• Revisi UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi, karena tidak dapat mengakomodasi perkembangan industri telekomunikasi secara menyeluruh dan konvergensi antar beberapa sub sektor industri.
• Pemerintah diharapkan lebih mengerti dinamika operasional bisnis dari industri telekomunikasi sehingga dapat memahami permasalahan para pelaku usaha, tanpa harus melakukan pengaturan yang berlebihan terhadap operator.
• Dalam iklim persaingan yang semakin ketat, sebaiknya Pemerintah melakukan pengaturan yang dapat menjamin terjadinya persaingan yang sehat tanpa harus mengatur secara detail bisnis operasionalnya.
• Diterbitkannya kebijakan dan aturan yang jelas sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dalam berusaha di sektor telekomunikasi serta melindungi pertumbuhan industri telekomunikasi. Setiap terjadi perubahan kebijakan, diperlukan aturan transisi agar tidak terjadi kejutan di pasar.
• Diperlukan upaya harmonisasi dan sinkronisasi yang lebih baik antara beberapa regulasi/peraturan Pemerintah baik Pemerintah yang melibatkan lintas sektoral maupun yang melibatkan Pemerintah pusat dan Daerah, maupun harmonisasi antar institusi regulator agar tidak menimbulkan goncangan di dalam
ATSI - Rakorans Telematika & Media 2008 KADIN – Jakarta, 23 Juni 2008