• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREPARASI DAN KARAKTERISASI NANOKATALIS Ni0,6 Fe2Co0,4O4 UNTUK REAKSI HIDROGENASI KATALITIK CO2. (Skripsi) Oleh. Sanjaya Yudha Gautama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREPARASI DAN KARAKTERISASI NANOKATALIS Ni0,6 Fe2Co0,4O4 UNTUK REAKSI HIDROGENASI KATALITIK CO2. (Skripsi) Oleh. Sanjaya Yudha Gautama"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PREPARASI DAN KARAKTERISASI NANOKATALIS Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

UNTUK REAKSI HIDROGENASI KATALITIK CO

2

(Skripsi)

Oleh

Sanjaya Yudha Gautama

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

(2)

ABSTRACT

PREPARATION AND CHARACTERISATION OF Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

NANOCATALYST FOR REACTION HYDROGENATION CATALYTIC OF CO

2

By

Sanjaya Yudha Gautama

In this study, nano catalyst Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

has been prepared by sol gel – freeze dry method using pectin as an emulsifying agent, and then the sample was subjected to calcination treatment and subsequently characterized using the techniques of X-ray diffraction (XRD), Rietveld and Scherrer Methods, FTIR, PSA and SEM analysis. Its catalytic activity was tested for CO

2

/H

2

conversion to alcohol at a temperature of 200 - 400°C. The results of XRD characterization indicated that Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

calcined at 600°C materials consist of three crystalline phases which are Fe

2

NiO

4

(25.3%), Fe

3

O

4

(51.5%), and CoFe

2

O

4

(23.2%). The results of size analysis using both Scherrer method and SEM show that the size of the catalyst is in the range of 11,8 – 22,0 nm. Then, particle size analyzer (PSA) proved that particle size distribution is in the range of 0-2%. Catalytic activity tests showed that Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

nanocatalysts are active. Product analysis using gas chromatography indicates that the Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

nanocatalyst calcined at 600°C is the most active for conversion of CO

2

/H

2

at a reaction temperature of 200 °C and propanol yield is 53134.83 ppm.

Keywords; nano catalysts, pectin, , sol gel – freeze dry, alcohol

(3)

ABSTRAK

PREPARASI DAN KARAKTERISASI NANOKATALIS Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

UNTUK REAKSI HIDROGENASI KATALITIK CO

2

Oleh

Sanjaya Yudha Gautama

Pada penelitian ini telah dibuat nanokatalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

dengan metode sol- gel dan freezedry menggunakan pektin, serta dilakukan uji aktivitas katalitiknya terhadap reaksi konversi (CO

2

/H

2

) menjadi alkohol pada suhu 200 – 400°C. Hasil karakterisasi katalis setelah kalsinasi 600 °C menunjukan terbentuknya 3 fasa kristalin yaitu Fe

2

NiO

4

(25,3%), Fe

3

O

4

(51,5%), dan CoFe

2

O

4

(23,2%). Hasil analisis ukuran XRD menggunakan persamaan Scherrer dan analisis menggunakan SEM menunjukan ukuran katalis pada rentang 118 - 220 nm. Hasil analisis ukuran distribusi partikel menggunakan PSA menghasilkan katalis berskala nanometer pada rentang 0 - 2 %. Hasil uji aktivitas katalitik menunjukkan bahwa katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

aktif dan memiliki selektifitas yang tinggi. Analisis menggunakan kromatografi gas menunjukkan bahwa katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

pada suhu kalsinasi 600°C dengan suhu reaksi 200 °C paling aktif terhadap konversi CO

2

/H

2

menghasilkan propanol yaitu 53134,83 ppm.

Kata kunci ; nanokatalis, pektin, PSA, Scherrer, solgel-freezedry, SEM

(4)

PREPARASI DAN KARAKTERISASI NANOKATALIS Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

UNTUK REAKSI HIDROGENASI KATALITIK CO

2

Oleh :

Sanjaya Yudha Gautama

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 05 Mei 1993, anak kedua dari empat bersaudara, yang merupakan buah kasih dari pasangan ayahanda Drs. Joni Rene Rubiyanto dan ibunda Agnesia Evi Susilowati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Fransiskus 1 Tanjung Karang 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Xaverius 4 Bandar Lampung pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) BPK Penabur Bandar Lampung pada tahun 2011. Penulis diterima sebagai Mahasiswa jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negri (SBMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi

kemahasiswaan, Organisasi Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) periode

2011-2012 sebagai anggota Kader Muda HIMAKI (KAMI), periode 2012-2013

sebagai anggota Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia HIMAKI, dan periode

2013-2014 sebagai Kepala Biro Penerbitan HIMAKI. Penulis pernah menjadi

(8)

Jurusan Kimia. Asisten Kimia dasar periode 2014-2015 untuk Mahasiswa Jurusan

Kimia.

(9)

MOTTO

(Sanjaya Yudha Gautama)

(Jack Ma)

“Sometimes life is going to hit you in the head with a brick. Don’t lose faith.”

(Steve Jobs)

“Failure is an option here. If things are not failing, you are

not innovating enough.”

(Elon Musk)

(10)

Dengan segala Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, aku persembahkan karyaku ini untuk:

 Bapak dan Ibu tersayang, yang senantiasa mendo’akan, mendukung, memberi semangat, dan kegigihan serta perjuangan dan pengorbanan Ibu dan Bapak untuk ku sampai bisa seperti ini semoga kasih

sayang dan lindungan Tuhan Yesus tak lepas dari kalian.

 Kakak dan Adik-adikku Tiara, Galih, dan Gandhi, serta seluruh keluarga besar ku yang tidak dapat ku sebutkan satu persatu yang senantiasa mendoa’kan, mendukung dan memberi semangat, tanpa kalian aku

tak akan pernah meraih semua ini.

 Almamater tercinta Universitas Lampung.

 Rekan-rekan seperjuangan .

(11)

Segala puji dan syukur hanya milik Tuhan Yang Maha Esa karena berkat anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ʻʻ Preparasi Dan Karakterisasi Nanokatalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

untuk Reaksi Hidrogenasi Katalitik CO

2

’’ dengan baik. Semoga rahmat selalu senantiasa tercurah untuk kita semua sekarang sampai selama – lamanya. Amin.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Tidak sedikit masalah yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, tapi Puji Tuhan, karena kuasa-Nya, Dia memberikan orang – orang terpercaya yang dapat membantu penulis menghadapi masalah ini . Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah menjadi panutan, motivator, guru terbaik, serta sahabat yang selalu mendengarkan curhatan hati anak-Nya.

2. Bapak Dr. Rudy TM Situmeang, M.Sc., selaku pembimbing utama, guru, rekan, teman, sekaligus ayah bagi penulis yang dengan sabar memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.

3. Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D., selaku pembimbing II penulis, atas

saran, motivasi, masukan dan diskusi-diskusinya hingga selesainya skripsi

ini.

(12)

5. Bapak Prof. Sutopo Hadi, Ph.D. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan informasi, saran kepada mahasiswa.

6. Bapak Dr. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Kedua orang tua ku tersayang, Bapak Drs. R. Joni Rene R. dan Ibu Agnesia Evi Susilowati atas seluruh cinta, do’a, dan kasih sayang kepada penulis dari masih dalam buaian hingga saat ini. Semoga Tuhan Yesus tetap menjaga masa tua kalian hingga akhir hayat. Serta kakakku, Gentiara Surya Prativi dan kedua adikku Rene Hario Galih dan Pedro Anggara Gandhi, terima kasih telah menjadi saudaraku dan menemaniku di dalam keluarga indah ini.

9. Staf dan karyawan Badan Riset dan Standarisasi Nasional (Bandar Lampung) yang membantu dalam memfasilitasi penelitian ini.

10. Mbak Liza selaku PLP (Pranata Laboratorium Pendidikan) Kimia Anorganik-Fisik, terima kasih atas kemudahan dan kelancaran yang diberikan dalam pengurusan peminjaman alat-alat laboratorium.

11. Mbak Nora dan Pak Gani, terima kasih atas kemudahan dan kelancaran

yang diberikan dalam pengurusan administrasi akademik.

(13)

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

13. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan saran, motivasi, dan dukungan kepada penulis.

14. Teman – teman satu tim: Eva Dewi Noviyanti Sirait S,Si., dan Fatma Maharani S,Si., yang telah duluan memperoleh gelar sarjana. Terima kasih atas kerja sama, motivasi, dan bantuan yang kalian berikan selama

penelitian ini.

15. Catalyst Crew: Kak Septian M.Si., dan Pak Rodhi M.Si., yang selama ini membimbing dalam proses penelitian ini. Kak Dani S.Si., mbak Lolita S.Si., dan mbak Surtini S.Si., yang terus membantu dengan memberikan bantuan, saran, ajaran, dan fasilitas dalam menjalankan penelitian ini. Feby dan Ana yang juga turut membantu melaksanakan penelitian ini.

16. Teman satu peer group Kimia Fisik; Eva (si tunangan), Fatma (Jjang), Endah (Gege), Umi (Umbel), Yusri (Yucli), Tata (Big Mom), Lusi(Luzee), Vevi, Ivan, dan Ramos. Terima kasih kalian telah memberikan motivasi, semangat, keceriaan buat tim yang selalu ngeyel ini.

17. Teman – teman peer group Biokimia: Ayu B (Ay – Ay), Ajeng, Ana, April, Uswa, Azis, Windy, Jeje. Peer group Anorganik: Melli, Dewi, Nopitasari, Asti, Rio W., Tamara, Rina, Yunia, Nico, Melly A., Irkham.

Peer group kimia organik: Ridho, Andri, Yulia, Jelita, Mirfat, Junaidi, Rio

F., Wagiran, Miftah, Arik. Peer group kimia analitik: Ayu F, Anggino,

Lewi, Daniar, Mila, Fany, Mardian, dan Mega, serta beberapa teman yang

(14)

18. Keluarga tempat Kerja Kuliah Nyata (KKN), Pak Slamet Riyadi dan keluarga serta teman-teman KKN Lampung Utara. Terima kasih atas pengalaman dan pendewasaannya selama di sana.

19. Teman-teman geng st. Tarcisius Anto, Lili, Neri, Vivo, dan lain-lain yang selalu membuat keceriaan di gereja.

20. Teman-teman dari TK Fransiskus, SD Fransiskus, SMP Xaverius, dan SMA BPK Penabur.

21. Keluarga di tempat Fitness, dari Platinum Gym: Bang Robby, Bang Idho, Bang Ivan, Bang Jeje, Bang Thamrin, dan Bang Satrio. Centra Fitness:

Koh Andi, Adhi, Arief, Mbak Dewi, Mbak Nita. Terima kasih karena telah mengajari bahwa keluarga tidak didapat di dalam rumah saja.

22. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang diberikan kepada penulis. Amin. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan menjadi langkah perkembangan teknologi selanjutnya bagi mahasiswa dan pembaca pada umumnya. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2016

Sanjaya Yudha Gautama

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……….. i

DAFTAR TABEL ………..………..…. iii

DAFTAR GAMBAR..………..…. iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang …..………..………...………. 1

B. Tujuan Penelitian …...…...………...….……... 6

C. Manfaat Penelitian ………..……...…… 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karbon Dioksida (CO

2

) ... 7

B. Spinel Ferite ... 9

C. Material Nanopartikel... 10

D. Katalis... 12

E. Hidrogenasi Katalitik CO

2

... 14

F. Karakterisasi Katalis... 17

1. Analisis Struktur Kristal... 17

2. Keasaman Katalis... 20

3. Analisis Morfologi Permukaan Katalis... 23

4. Penentuan Ukuran Partikel Katalis... 26

G. Kromatografi Gas... 28

III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian...……….…………... 30

B. Alat dan Bahan ………….…..………. 30

C. Prosedur Kerja …...………...………... 31

1. Pembuatan Nanokatalis... 31

2 Karakterisasi Katalis... 32

a. Analisis Struktur Katalis... 32

b. Analisis Keasaman Katalis... 32

c. Analisis Morfologi Permukaan Katalis... 33

d. Analisis Distribusi Ukuran Partikel Katalis... 33

3. Uji Aktivitas Katalis... 34

(16)

4. Analisis Produk dengan Kromatografi Gas... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Nanokatalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

... 36

B. Karakterisasi Nanokatalis... 39

1. Analisis Struktur Kristal... 39

2. Analisis Kuantitatif Struktur Kristal... 43

C. Analisis Keasaman Katalis... 46

D. Analisis Ukuran Partikel... 50

1. Analisis Ukuran Kristal... 50

2. Analisis Morfologi Permukaan... 51

3. Analisis Ukuran Partikel Menggunakan PSA... 53

E. Uji Aktivitas Katalis... 54

1. Analisis Produk Menggunakan Rapid Testing Strip... 55

2. Analisis Produk Menggunakan Kromatografi Gas... 57

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 61

B. Saran... 62 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Sifat-sifat fisika dan kimia dari CO

2

... 7 2 Puncak-puncak representatif masing-masing difraktogram acuan untuk

senyawa Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

...

41

3 Parameter sel pada material Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

berdasarkan perhitungan rietvield ...

44

4 Persentase fasa kristalin Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

... 44 5 Perubahan parameter kisi pada masing – masing fasa kristalin pada

katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

...

45

6 Keasaman katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

... 46 7 Perubahan nilai Full Width at Half Maximum (FWHM) berdasarkan

data XRD pada katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4..

...

50

8 Ukuran butir kristal menggunakan rumus Scherrer pada katalis

Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

...

51

9 Komponen atom dalam katalis menggunakan analisis EDS ... 52 10 Distribusi ukuran partikel katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

yang dikalsinasi pada

temperatur 600 °C...

54

11 Distribusi ukuran partikel katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

yang dikalsinasi pada temperatur 800 °C...

54

12 Hasil uji aktivitas katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

terhadap gas CO

2

/H

2

... 56 13 Hasil analisis uji aktivitas menggunakan kromatografi gas ... 57 14 Hasil kuantitatif propanol yang terbentuk dari konversi CO

2

pada

katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

...

59

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Model koordinasi antara CO

2

dengan logam ... 8

2 Struktur kristal spinel ferite ... 9

3 Siklus reaksi katalisis ... 13

4 Mekanisme karbida ... 16

5 Mekanisme enol ... 16

6 Mekanisme penyisipan CO ... 17

7 Proses pembentukan puncak pada XRD ... 19

8 Difraktogram nanokristal NiFe

2

O

4

... 19

9 Difraktogram standar NiFe

2

O

4

PDF 10-0325 ... 20

10 Skema instrumentasi FTIR ... 22

11 Contoh spektra FTIR dalam penentuan jenis situs asam ... 23

12 Skema kerja dari SEM ... 24

13 Mikrograf SEM dari Fe

2

O

3

... 25

14 Particle Size Analyzer (PSA) ... 27

15 Susunan komponen-komponen instrumentasi kromatografi gas ... 28

16 Skema reaktor katalitik ... 34

17 Gel membentuk Prekursor Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

... 37

18 Serbuk prekursor Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

setelah Freezedry ... 37

19 Profil suhu yang digunakan dalam proses kalsinasi ... 38

(19)

20 Padatan bubuk Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

setelah proses kalsinasi ... 39

21 Difraktogram nanokatalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

sebelum uji aktivitas (a). T = 800°C, (b). T = 600°C ... 40

22 Pencocokan pola difraktogram antara Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

dengan NiFe

2

O

4

suhu 600° C (96-591-0065), Fe

3

O

4

(96-900-5842), dan CoFe

2

O

4

(96- 591-0064) ... 42

23 Pencocokan pola difraktogram antara Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

dengan NiFe

2

O

4

suhu 600° C (96-591-0065), Fe

3

O

4

(96-900-5842), dan CoFe

2

O

4

(96- 591-0064) ... 42

24 Hasil penghalusan antara hasil pola difraksi sinar – X terhadap sampel dengan perhitungan menggunakan program rietvield ... 43

25 Spektra deuterium mengubah hidrogen pada ikatan N

+

- H – O yang teradsorpsi (a) selama 4 jam, (b) penambahan D

2

O dan diisolasikan, (c) pencucian D

2

O selama 3 kali ... 47

26 Spektra inframerah (a) Pektin, (b) katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

suhu 600°C ,(c) katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

suhu 800°C ... 48

27 Mikrograf hasil analisis SEM dengan perbesaran (a) 1000x dan (b) 2000x (c) beberapa butir katalis 1, 2, dan 3 ... 51

28 Hasil analisis EDS pada katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

pada kalsinasi 600°C ... 52

29 Distribusi ukuran partikel katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

suhu 600°C ... 53

30 Analisis produk menggunakan Rapid Testing Strip ... 55

31 Terbentuknya padatan karbon pada uji aktivitas pada suhu Reaksi 400°C ... 56

32 Kromatogram produk hasil uji aktivitas katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

temperatur uji aktivitas 200°C, pada temperatur 600°C ... 57

33 Kromatogram produk hasil uji aktivitas katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

temperatur uji aktivitas 300°C, pada temperatur 600°C ... 58

34 Kromatogram produk hasil uji aktivitas katalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

temperatur uji aktivitas 200°C, pada temperatur 800°C ... 58

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Diagram alir penelitian ... 71

A. Sintesis dan karakterisasi katalis ... 71

B. Uji aktivitas katalis ... 72

Lampiran 2 Perhitungan Scherrer ... 73

Lampiran 3 Perhitungan derajat keasaman ... 74

Lampiran 4 Hasil uji PSA ... 75

Lampiran 5 Perhitungan konsentrasi propanol pada produk hasil uji aktivitas

Katalis ... 76

(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemanasan global mendapat perhatian dunia setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang diadakan PBB pada bulan Juli 1992 di Rio de Janeiro, yang lebih dikenal sebagai KTT Bumi (Sugiyono, 2002). Erat kaitannya dengan pemanasan global adalah emisi CO

2

, karena gas ini merupakan komponen utama, yakni 83 % dari gas rumah kaca (Indala, 2004). Sumber utama CO

2

adalah penggunaan bahan bakar fosil untuk berbagai kegiatan, terutama industri yang menyumbangkan 74 % dari total emisi CO

2

(Sugiyono, 2002). Emisi CO

2

ini diperkirakan akan terus meningkat karena masih besarnya ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sebagai pemenuh kebutuhan energi (Santosa dan Yudiartono, 2006).

Menyikapi hal tersebut, para peneliti telah melakukan pencarian sumber energi alternatif dan sumber energi terbarukan dengan cadangan yang berlimpah dan ramah lingkungan. Sumber energi tersebut antara lain, energi surya, energi angin, energi air, energi nuklir, dan energi berbasis biomassa (Kadiman, 2006). Saat ini, yang sedang menarik perhatian para peneliti adalah pemanfaatan gas CO

2

sebagai sumber energi terbarukan, sebagaimana yang kita ketahui bahwa gas CO

2

merupakan gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global (Sugiyono,

2006 ; Song, 2006).

(22)

Salah satu upaya pemanfaatan gas CO

2

adalah melalui konversi (Indala, 2004).

Salah satu metode konversi CO

2

yang banyak dikembangkan adalah hidrogenasi katalitik, karena dengan metode ini CO

2

dapat dikonversi menjadi metanol (Cabrera et al., 1998 ; Joo, 1999), LPG, etilen dan propilen (Fujiwara et al., 1995), serta olefin ringan atau hidrokarbon cair (Jun et al., 2006). Selain itu, metode ini juga dapat menghasilkan CO yang dapat digunakan dalam proses Fischer-Tropsch (Srinivas et al., 2009).

Produk hidrogenasi katalitik CO

2

sangat bergantung pada katalis yang digunakan.

Sebagai contoh, CO dihasilkan sebagai produk utama jika digunakan katalis logam Cu yang diembankan pada material karbon berpori, namun CH

4

akan dihasilkan jika digunakan katalis logam Ni atau Co dengan pengemban yang sama (Lapidus et al., 2006). Dengan demikian, pemilihan katalis yang tepat akan

mengarahkan reaksi ke arah produk utama yang diinginkan (Srinivas et al., 2009)

Konversi gas CO

2

menjadi senyawa kimia bermanfaat dilakukan dengan menggunakan katalis. Salah satu metode konversi gas CO

2

yang telah banyak dikembangkan adalah hidrogenasi katalitik untuk menghasilkan alkohol, karena dengan metode ini molekul-molekul gas CO

2

dapat berinteraksi sangat kuat

dengan logam transisi dan menimbulkan kepolaran dan kereaktifan sehingga dapat bereaksi dengan molekul-molekul syn-gas. Berdasarkan alasan ini, banyak

peneliti telah melaporkan pengembangan berbagai jenis katalis.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Situmeanget al., (2010) konversi

CO

2

/H

2

dengan katalis NiFe

2

O

4

(dimana perbandingan mol Ni terhadap Fe 0,1 –

0,5) yang dipreparasi menggunakan metode sol-gel sitrat dengan ukuran partikel

(23)

50 μm, serta uji aktifitas katalitik dilakukan pada kondisi suhu 100 – 400

o

C dan tekanan 1 atm, diperoleh senyawa alkohol metanol, etanol, propanol dan butanol.

Pada penelitian ini katalis Ni

0,2

Fe

0,8

O

4

adalah katalis yang memiliki aktivitas paling tinggi terhadap konversi CO

2

/H

2

menjadi alkohol pada suhu 200

o

C dan 400

o

C dengan rendemen alkohol 793,62 ppm.

Kemudian dilakukan pengembangan oleh Situmeang et al., (2013) konversi CO

2

/H

2

dengan katalis Ni

x

Co

y

Fe

1-x-y

O

4

(perbandingan mol x= 0,1 – 0,3 dan y = 0,2) dipreparasi dengan metode sol-gel putih telur dengan ukuran partikel 85 – 110 nm. Katalis diuji aktifitasnya pada kondisi suhu 600°C dengan tekanan 1 atm, diperoleh senyawa alkohol etanol dan propanol. Pada penelitian ini, katalis

Ni

0,2

Co

0,2

Fe

0,6

O

4

adalah katalis yang memiliki aktifitas tertinggi terhadap konversi CO

2

/H

2

menjadi alkohol pada suhu 600°C dengan rendemen alkohol 5.000 ppm.

Katalis berbasis kobalt (Co) juga telah banyak digunakan sebagai katalis untuk reaksi Fischer-Tropsch (Diehl and Khodakov, 2009; Breejen, et al., 2007), reaksi reduksi karbon dioksida (Khedr, et al., 2006) serta reaksi metanasi dan

desulfurisasi (Wan Abu Bakaret al., 2008).Storsǽte et al., (2005) melakukan

konversi H

2

/CO dengan katalis berpendukung kobalt (Co) pada kondisi suhu

483

o

K dan tekanan 20 bar, dengan selektifitas 40 – 45%. Chen et al., (2003)

melaporkan nanopartikel CoO

x

dan Au/CoO

x

(dimana x rasio atom antara 1.00

sampai 1.33) memiliki aktifitas yang tinggi terhadap reaksi oksidasi karbon

monoksida, dimana semakin tinggi nilai x aktifitas oksidasi karbon monoksida

semakin tinggi.

(24)

Menurut El-Kherbawi (2010), katalis dengan berbagai macam campuran oksida logam dalam suatu sistem katalis mempunyai keaktifan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan logam tunggal itu sendiri. Kim et al., (2001) melaporkan bahwa katalis Ni

x

Zn

1-x

Fe

2

O

4-y

menunjukan efisiensi yang besar terhadap

dekomposisi gas CO

2

dibandingkan katalis NiFe

2

O

4-y

. Hwang dan Wang (2004) telah melakukan studi dekomposisi CO

2

menggunakan katalis Mn-Zn ferrite dan Mn-Ni ferrite nanopartikel. Dalam studi ini katalis Mn-Zn ferrite nanopartikel menunjukan aktifitas yang tinggi terhadap dekomposisi CO

2

dibandingkan katalis Mn-Ni ferite, dengan kandungan Mn yang sama.

Penggunaan metode sol gel didasarkan pada kemudahan memasukkan satu atau dua logam aktif sekaligus dalam prekursor katalis (Lambert dan Gonzalez, 1998).

Keuntungan dari metode ini meliputi: dispersi yang tinggi dari spesi aktif yang tersebar secara homogen pada permukaan katalis, tekstur porinya memberikan kemudahan difusi dari reaktan untuk masuk ke dalam situs aktif (Lecloux dan Pirard, 1998), luas permukaan yang cukup tinggi, peningkatan stabilitas termal (Lambert dan Gonzalez, 1998).

Selain itu, penggunaan teknik pengeringan, freeze drying dalam preparasi katalis

ternyata memberikan beberapa keuntungan seperti hasilnya homogen, murni dan

ukuran partikel dapat diproduksi ulang serta aktivitasnya seragam dan mempunyai

kemampuan untuk diproduksi kembali (Bermejo et al., 1997). Hal ini dengan jelas

mengindikasikan adanya pengaruh metode preparasi yang signifikan terhadap

perilaku katalis.

(25)

Burianova et al., (2011) melakukan preparasi katalis Ni

1-x

Co

x

Fe

2

O

4

/ 5SiO

2

(x=

0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0) dengan metode sol – gel TEOS, dan HNO

3

sebagai asam katalis. Katalis dikalsinasi sampai suhu 900°C dan dihasilkan ukuran antara 13 – 21 nm. Dilakukan kembali penelitian selanjutnya oleh Situmeang et al., (2015) konversi CO

2

/H

2

menggunakan katalis NiCo

x

Fe

2-x

O

4

(x = 0,1 – 0,3) yang dipreparasi dengan metode sol-gel dengan ukuran partikel 15-46 nm.

Material nanopartikel telah banyak menarik peneliti karena material nanopartikel menunjukan sifat fisika dan kimia yang sangat berbeda dari bulk materialnya, seperti kekuatan mekanik, elektronik, magnetik, kestabilan termal, katalitik dan optik (Mahalehet al., 2008; Derazet al., 2009). Material nanopartikel menunjukan potensi sebagai katalis karena material nanopartikel memiliki area permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang tersebar secara merata pada permukaanya.

Sifat ini menguntungkan untuk transfer massa di dalam pori-pori dan juga

menyumbangkan antar muka yang besar untuk reaksi-reaksi adsorpsi dan katalitik (Widegrenet al., 2003).

Berdasarkan penjelasan di atas dan mengacu pada penelitian sebelumnya, maka

dalam penelitian ini dilakukan preparasi nanokatalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

dengan

metode sol-gel, serta uji aktifitas katalitiknya terhadap reaksi konversi (CO

2

/ H

2

).

(26)

B. TujuanPenelitian

Mempelajari cara pembuatan nanokatalisNi

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

, dan menguji keaktifan nanokatalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

terhadap reaksi konversi (CO

2

/ H

2

) pada suhu 200 – 400

o

C.

C. ManfaatPenelitian

Memperoleh pengetahuan tentang pembuatan nanokatalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

dengan

metode sol-gel dan langkah awal dalam penanganan dan pemanfaatan gas CO

2

.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Karbon Dioksida (CO

2

)

CO

2

merupakan molekul linear yang simetris, dengan panjang ikatan C – O sebesar 1,16 Å (Volpin and Kolomnikov, 1972). Beberapa sifat-sifat fisika dan kimia dari CO

2

dirangkum dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Sifat-sifat fisika dan kimia dari CO

2

(Song et al., 2002)

Sifat-sifat Nilai dan Satuan

Panas pembentukkan pada 25 oC -393,5 kJ/mol Entropi pembentukkan pada 25 oC 213,6 J/K.mol Energi bebas Gibbs pembentukkan pada 25 oC -394,3 kJ/mol

Titik sublimasi pada 1 atm -78,5 oC

Titik tripel pada 5,1 atm -56,5 oC

Temperatur kritis 31,04 oC

Tekanan kritis 72,85 atm

Densitas kritis 0,468 g/cm3

Densitas gas pada 0 oC dan 1 atm 1,976 g/L Densitas cair pada 0 oC dan 1 atm 928 g/L

Densitas padat 1560 g/L

Panas terkandung dalam penguapan pada 0 oC 231,3 J/g Kelarutan dalam air

Pada 0 oC dan 1 atm Pada 25 oC dan 1 atm

0,3346 g CO2/100 g H2O 0,1449 g CO2/100 g H2O

Dari Tabel 1 di atas, panas pembentukkan (  H

0

) dan energi bebas Gibbs

pembentukkan (  G

0

) dari CO

2

adalah dua sifat penting. Nilai-nilai tersebut

(28)

secara luas digunakan untuk memperkirakan panas pembentukkan dan energi bebas Gibbs standar dari berbagai reaksi (Indala, 2004).

CO

2

adalah molekul yang sangat stabil, akibatnya sejumlah energi harus diberikan untuk mendorong reaksi ke arah yang diinginkan (Creutz and Fujita, 2000).

Namun, berdasarkan energi bebas Gibbs-nya, energi yang diberikan untuk melangsungkan reaksi akan lebih kecil jika CO

2

digunakan sebagai ko-reaktan bersama dengan reaktan lain yang memiliki energi bebas Gibbs yang lebih besar seperti metana, karbon (grafit), atau hidrogen (Song et al., 2002).

Karbon dioksida menunjukkan beberapa model koordinasi dengan senyawa logam transisi, yang pertama melalui donasi pasangan elektron bebas dari oksigen ke orbital kosong dari logam. Kedua melalui donasi elektron dari logam ke orbital karbon dengan membentuk turunan asam logam. Dan ketiga melalui

pembentukkan kompleks-π melalui ikatan ganda C = O. Ketiga model koordinasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.

M O C O

I II III

Gambar 1. Model koordinasi antara CO

2

dengan logam

(I) melalui donasi elektron bebas oksigen ke orbital kosong dari logam (II) melalui donasi elektron dari logam ke orbital karbon

(III) melalui pembentukkan kompleks-π melalui ikatan ganda C = O Dari ketiga model koordinasi di atas, model II dan III adalah model yang paling disukai. Model pertama hanya akan terjadi jika senyawa logam merupakan asam Lewis yang kuat (Volpin and Kolomnikov, 1972).

M



C

O O



M O

C O

(29)

B. Spinel Ferite

Spinel ferite adalah material magnetik yang sangat penting, karena sifat magnetik, elektrik dan kestabilan termal dari material tersebut sangat menarik. Spinel ferite ini secara teknologi penting dan telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti media perekam magnetik, pemindai magnetik resonansi (MRI), katalis, sistem pembawa obat dan zat pewarna (Maensiri et al., 2007; Kasapoglu et al., 2007). Spinel ferite memiliki rumus umum AB

2

O

4

dimana A adalah kation-kation bervalensi 2 seperti Fe, Ni, Co, dll., yang menempati posisi tetrahedral dalam struktu kristalnya dan B adalah kation-kation bervalensi 3 seperti Fe, Mn, Cr dll., yang menempati posisi oktahedral dalam struktur kristalnya, serta terdistribusi pada lattice fcc yang terbentuk oleh ion O

2-

(Kasapoglu et al., 2007 ; Almeida et al., 2008 ; Iftimie et al., 2006). Gambar 2 berikut adalah struktur kristal spinel ferite.

Gambar 2. Struktur kristal spinel ferite

Kation – kation yang terdistribusi dalam struktur spinel terdapat dalam tiga bentuk

yaitu normal, terbalik (inverse) dan diantara normal dan terbalik. Pada posisi

normal ion – ion logam bervalensi 2 terletak pada posisi tetrahedral (posisi A)

atau dapat dituliskan (M

2+

)

A

[M

23+

]

B

O

4,

pada posisi terbalik (inverse) ion – ion

(30)

logam bervalensi 2 terletak pada posisi oktahedral (posisi B) atau dapat dituliskan (M

3+

)

A

[M

2+

M

3+

]

B

O

4

dan posisi diantara normal dan terbalik, setengah dari ion - ion logam bervalensi 2 dan 3 menempati posisi tetrahedral dan oktahedral atau dapat dituliskan (M

2+

M

3+

)

A

[M

1-x2+

M

2-λ3+

]

B

O

4

(Manova et al.,2005).

Nikel ferite (NiFe

2

O

4

) merupakan salah satu material spinel ferite yang sangat penting. Nikel ferite ini memiliki struktur spinel terbalik (inverse) yang mana setengah dari ion Fe mengisi pada posisi tetrahedral (posisi A) dan sisanya menempati posisi pada oktahedral (posisi B) hal ini dapat dituliskan dengan rumus (Fe

3+1.0

)[Ni

2+1.0

Fe

3+1.0

]O

2-4

(Kasapoglu et al., 2007 ; Maensiri et al., 2007).

NiFe

2

O

4

telah banyak digunkan sebagai katalis untuk benzoilasi toluene dengan benzil klorida dan kemampuan sebagai sensor gas klorin pada konsentrasi rendah (Ramankutty and Sugunan, 2001 ; Reddy et al., 1999 ; Iftimie et al., 2006) untuk reaksi hidrogenasi (CO

2

+ H

2

) menjadi senyawa alkohol (Situmeang et al., 2010).

C. Material Nanopartikel

Nanopartikel didefinisikan sebagai partikulat yang terdispersi atau partikel-

partikel padatan dengan ukuran partikel berkisar 10 – 100 nm (Mohanraj and

Chen, 2006 ; Sietsma et al., 2007 ; Abdullah dkk., 2008). Material nanopartikel

telah banyak menarik peneliti karena material nanopartikel menunjukkan sifat

fisika dan kimia yang sangat berbeda dari bulk materialnya, seperti kekuatan

mekanik, elektronik, magnetik, kestabilan termal, katalitik dan optik (Mahaleh et

al., 2008; Deraz et al., 2009). Ada dua hal utama yang membuat nanopartikel

berbeda dengan material sejenis dalam ukuran besar (bulk) yaitu : (a) karena

ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan antara luas

(31)

permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain; (b) ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, hukum fisika yang berlaku lebih didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum (Abdullah dkk., 2008).

Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan dengan fenomena- fenomena berikut ini. Pertama adalah fenomena kuantum sebagai akibat

keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel.

Fenomena ini berimbas pada beberapa sifat material seperti perubahan warna yang dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik dan magnetisasi. Kedua adalah perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom. Fenomena ini berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia. Perubahan-perubahan tersebut

diharapkan dapat menjadi keunggulaan nanopartikel dibandingkan partikel sejenis dalam keadaan bulk (Abdullah dkk., 2008).

Material nanopartikel menunjukkan potensi sebagai katalis karena material

nanopartikel memiliki area permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang

tersebar secara merata pada permukaanya, sifat ini menguntungkan untuk transfer

massa di dalam pori-pori dan juga menyumbangkan antar muka yang besar untuk

reaksi-reaksi adsorpsi dan katalitik (Widegren et al., 2003). Selain itu, material

nanopartikel telah banyak dimanfaatkan sebagai katalis untuk menghasilkan

(32)

bahan bakar dan zat kimia serta katalis untuk mengurangi pencemaran lingkungan (Sietsma et al., 2007).

Banyak metode yang telah dikembangkan untuk preparasi material nanopartikel, seperti metode pemanasan sederhana dalam larutan polimer. Secara sederhana prinsip kerja dari metode ini adalah mencampurkan logam nitrat dalam air dengan larutan polimer dengan berat molekul tinggi yang disertai dengan pemanasan (Abdullah dkk, 2008). Metode sintesis koloid, prinsip kerja dari metode ini adalah membuat suatu larutan koloid yang kemudian ditambahkan surfaktan, yang akan mendeaktivasi pertumbuhan partikel koloid dan melindungi permukaan koloid (Soderlind, 2008). Metode pembakaran, dalam metode ini logam nitrat

dicampurkan dengan suatu asam amino (glisin) dalam air, kemudian dipanaskan sampai mendidih dan sampai terbentuk bubur kering yang produknya berupa oksida logam (Soderlind, 2008). Metode kopresipitasi, prinsip kerja dari metode ini adalah dengan mengubah suatu garam logam menjadi endapan dengan menggunakan pengendap basa hidroksida atau karbonat, yang kemudian diubah ke bentuk oksidanya dengan cara pemanasan (Pinna, 1998). Metode Sol-Gel, prinsip kerja dari metode ini adalah hidrolisis garam logam menjadi sol, yang kemudian sol ini mengalami kondensasi membentuk gel (Ismunandar, 2006).

D. Katalis

Katalis didefinisikan oleh Berzelius sebagai suatu senyawa yang dapat

meningkatkan laju dari suatu reaksi kimia, tapi tanpa terkonsumsi selama reaksi

(Stoltze, 2000). Katalis dapat membentuk ikatan dengan molekul-molekul yang

bereaksi, dan membiarkan mereka bereaksi untuk membentuk produk kemudian

(33)

terlepas dari katalis. Suatu reaksi terkatalisis digambarkan sebagai suatu siklus peristiwa dimana katalis berpartisipasi dalam reaksi dan kembali ke bentuk semula pada akhir siklus. Siklus tersebut digambarkan pada Gambar 3 berikut (Chorkendroff and Niemantsverdriet, 2003).

Gambar 3. Siklus reaksi katalisis

Dari Gambar 3 di atas, siklus diawali dengan pengikatan molekul-molekul A dan B (reaktan) pada katalis. Kemudian A dan B bereaksi dalam bentuk kompleks ini membentuk produk P, yang juga terikat pada katalis. Pada tahap akhir, P terpisah dari katalis sehingga siklus kembali ke bentuk semula.

Secara umum, katalis dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu katalis

homogen dan katalis heterogen. Untuk katalis homogen, katalis dan reaktan

berada dalam fase yang sama. Sedangkan untuk katalis heterogen, katalis dan

reaktan berada pada fase yang berbeda. Untuk tujuan praktis, penggunaan katalis

(34)

heterogen saat ini lebih disukai dibandingkan dengan katalis homogen (Chorkendroff and Niemantsverdriet, 2003)

Saat ini, proses katalitik heterogen dibagi menjadi dua kelompok besar, reaksi- reaksi reduksi-oksidasi (redoks), dan reaksi-reaksi asam-basa. Reaksi-reaksi redoks meliputi reaksi-reaksi dimana katalis mempengaruhi pemecahan ikatan secara homolitik pada molekul-molekul reaktan menghasilkan elektron tak berpasangan, dan kemudian membentuk ikatan secara homolitik dengan katalis melibatkan elektron dari katalis. Sedangkan reaksi-reaksi asam-basa meliputi reaksi-reaksi dimana reaktan membentuk ikatan heterolitik dengan katalis melalui penggunaan pasangan elektron bebas dari katalis atau reaktan (Li, 2005).

E. Hidrogenasi Katalitik CO

2

Hidrogenasi katalitik CO

2

merupakan gabungan dua tahap reaksi yaitu pergeseran terbalik air dan gas (RWGS) dan reaksi sintesis Fischer-Tropsch (Joo dan Jung, 2003). Reaksi pergeseran terbalik air dan gas (RWGS) adalah reaksi antara CO

2

dengan H

2

untuk menghasilkan CO dan H

2

O. Konversi CO

2

menjadi CO ini memainkan peran yang sangat penting dalam hidrogenasi CO

2

, karena kestabilan CO

2

tidak memungkinkan untuk melakukan hidrogenasi secara langsung (Joo, 1999). Persamaan reaksi untuk RWGS adalah

O H CO H

CO

2

2

katalis

   

2

H

0

 41 kJ mol ,  G

0

 29 kJ mol (1)

CO yang dihasilkan dari RWGS kemudian mengalami reaksi hidrogenasi melalui

reaksi sintesis Fischer-Tropsch. Produk yang dihasilkan dapat berupa parafin-

(35)

parafin linear, α-olefin, ataupun hidrokarbon mengandung oksigen seperti alkohol dan eter (Bakhtiari et al., 2008).

Konversi gas CO

2

menjadi senyawa alkohol dapat dilakukan dengan mereaksikan gas CO

2

dengan gas H

2

, yang mana gas H

2

merupakan agen reduksi yang terbaik.

Reaksi pembentukan senyawa alkohol dari gas CO

2

dan H

2

seperti metanol (2) juga dapat diikuti dengan pembentukan produk-produk senyawa kimia lainnya seperti reaksi Sabatier (3), reaksi Bosch (4), reaksi pergeseran air dan gas (5) dimetileter (6), dan asam format (7). Mekanisme reaksi di atas dapat dituliskan di bawah ini :

CO

2

+ 3H

2

→ CH

3

OH + H

2

O ∆H

298

= -49,4 Kj mol

-1

(2) CO

2

+ 4H

2

→ CH

4

+ H

2

O ∆H

298

= -164,1 Kj mol

-1

(3) CO

2

+ 2H

2

→ C + 2H

2

O ∆H

298

= -14,6 Kj mol

-1

(4) CO

2

+ H

2

→ CO + H

2

O ∆H

298

= +42,3 Kj mol

-1

(5) CO

2

+ 6H

2

→ CH

3

OCH

3

+ 3H

2

O ∆H

298

= -112,2 Kj mol

-1

(6) CO

2

+ H

2

→ HCOOH ∆H

298

=+16,7 Kj mol

-1

(7) Reaksi (2), (3), (4),dan (6), adalah reaksi eksotermis sedangkan reaksi (5) dan (7) adalah reaksi endotermis. Pada reaksi di atas seluruh reaksi sebanding dan

bersaing (Atkins, 2004).

Mekanisme reaksi sintesis Fischer-Tropsch secara garis besar dikelompokkan menjadi 3 yaitu, mekanisme karbida, mekanisme enol, dan mekanisme penyisipan CO. Mekanisme karbida diajukan oleh Fischer dan Tropsch pada tahun 1926.

Dalam mekanisme ini, CO yang teradsorpsi dipisahkan menjadi C dan O, karbida

yang terbentuk kemudian terhidrogenasi menjadi CH

x

(monomer). Monomer

(36)

metilen terpolimerisasi spesies alkil permukaan kemudian mengalami terminasi membentuk produk. Mekanisme ini digambarkan pada Gambar 4 berikut (Fischer dan Tropsch, 1926).

Gambar 4. Mekanisme karbida

Mekanisme enol diajukan oleh Storch et al (1951). Dalam mekanisme ini, pertumbuhan rantai diinisiasi melalui kondensasi dua spesies hidroksikarbena teradsorpsi (CHOH

ads

) dengan mengeliminasi air. Mekanisme enol ini

ditunjukkan dalam Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Mekanisme enol

(37)

Mekanisme yang terakhir, mekanisme penyisipan CO diajukan oleh Pichler dan Schulz (1970). Mekanisme ini melibatkan penyisipan CO yang teradsorpsi ke dalam ikatan alkil metil. Karbon teroksigenasi kemudian mengalami hidrogenasi untuk menghilangkan oksigen. Gambar 6 berikut menunjukkan mekanisme penyisipan CO.

Gambar 6. Mekanisme penyisipan CO

F. Karakterisasi Katalis

Karakterisasi adalah hal yang sangat penting dalam bidang katalisis. Beberapa metode seperti difraksi, spektroskopi, dan mikroskopi memberikan kemudahan dalam menyelidiki sifat-sifat suatu katalis, sehingga diharapkan kita dapat mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang katalis agar kita dapat meningkatkan atau mendesain suatu katalis yang memiliki aktivitas yang lebih baik (Chorkendorf and Niemantsverdriet, 2003).

1. Analisis Struktur Kristal

Analisis struktur kristal katalis dilakukan menggunakan instrumentasi difraksi

sinar-X (X-ray Difraction/XRD). XRD merupakan salah satu metode karakterisasi

(38)

material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga saat ini. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu material berdasarkan fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel suatu material (Auda, 2009).

Metode XRD didasarkan pada fakta bahwa pola difraksi sinar-X untuk masing- masing material kristalin adalah karakteristik. Dengan demikian, bila pencocokan yang tepat dapat dilakukan antara pola difraksi sinar-X dari sampel yang tidak diketahui dengan sampel yang telah diketahui, maka identitas dari sampel yang tidak diketahui itu dapat diketahui (Skoog dan Leary, 1992).

Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan XRD untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg (Ismunandar, 2006):

n d . sin 

2 (8) dimana :

d = jarak antara dua bidang kisi (nm)

θ = sudut antara sinar datang dengan bidang normal n = bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan λ = panjang gelombang sinar-X yang digunakan (nm)

Gambar 7 berikut menunjukkan proses terjadinya pembentukkan puncak-puncak

difraksi pada XRD.

(39)

Gambar 7. Proses pembentukkan puncak pada XRD

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang yang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor, kemudian diterjemahkan sebagai puncak difraksi. Semakin banyak bidang kristal yang sama terdapat dalam sampel, semakin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkan. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu puncak bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi (Auda, 2009).

Gambar 8 berikut adalah contoh difraktogram sinar-X NiFe

2

O

4

yang dipreparasi menggunakan metode EDTA-assited hydrothermally.

Gambar 8. Difraktogram nanokristal NiFe

2

O

4

(Kasapoglu et al., 2007).

(40)

Difraktogram di atas diinterpretasikan melalui pencocokan dengan difraktogram standar. Gambar 9 berikut adalah difraktogram standar yang digunakan dalam pencocokan difraktogram di atas.

Gambar 9. Difraktogram standar NiFe

2

O

4

PDF 10-0325 (PCPDFwin, 1997)

Dari Gambar 9 di atas, puncak-puncak yang mewakili NiFe

2

O

4

terdapat pada 2θ 35,73

o

, 62,974

o

, 57,409

o

dan 30,319

o

.

2. Keasaman Katalis

Keasaman katalis dapat dikategorikan menjadi dua yaitu jumlah situs asam dan jenis situs asam. Jumlah situs asam memberikan informasi tentang banyaknya situs asam yang terkandung pada katalis, yang pada umumnya berbanding lurus dengan situs aktif pada katalis yang menentukan keaktifan suatu katalis.

Penentuan jumlah situs asam dalam katalis dapat dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri melalui adsorpsi basa adsorbat dalam fasa gas pada permukaan katalis (ASTM, 2005).

Basa adsorbat yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah situs asam katalis

antara lain amoniak atau piridin. Jumlah situs asam menggunakan adsorpsi

(41)

amoniak sebagai basa adsorbat merupakan penentuan jumlah situs asam total katalis, dengan asumsi bahwa ukuran molekul amoniak yang kecil sehingga memungkinkan masuk sampai ke dalam pori-pori katalis. Sedangkan penentuan jumlah situs asam menggunakan piridin sebagai basa adsorbat merupakan penentuan jumlah situs asam yang terdapat pada permukaan katalis, dengan asumsi bahwa ukuran molekul piridin yang relatif besar sehingga hanya dapat teradsorpsi pada permukaan katalis (Rodiansono dkk., 2007).

Penetuan jenis situs asam pada katalis dapat ditentukan menggunakan spektroskopi infra merah (FTIR) dari katalis yang telah mengadsorpsi basa adsorbat (Seddigi, 2003). Spektroskopi inframerah adalah metode analisis yang yang didasarkan pada absorpsi radiasi inframerah oleh sampel yang akan menghasilkan perubahan keadaan vibrasi dan rotasi sampel. Frekuensi yang diabsorpsi tergantung pada frekuensi vibrasi dari molekul (karakteristik).

Intensitas absorpsi bergantung pada seberapa efektif energi foton inframerah dipindahkan ke molekul, yang dipengaruhi oleh perubahan momen dipol yang terjadi akibat vibrasi molekul (Åmand and Tullin, 1999)

Instumen FTIR menggunakan sistem yang disebut dengan interferometer untuk

mengumpulkan spektrum. Interferometer terdiri atas sumber radiasi, pemisah

berkas, dua buah cermin, laser dan detektor. Skema lengkap dari instrumentasi

FTIR ditunjukan pada Gambar 10.

(42)

Gambar 10. Skema instrumentasi FTIR.

Berdasarkan Gambar 10 cara kerja dari instrumentasi FTIR adalah sebagai berikut. Energi inframerah diemisikan dari sumber bergerak melalui celah sempit untuk mengontrol jumlah energi yang akan diberikan ke sampel. Di sisi lain, berkas laser memasuki interferometer dan kemudian terjadi “pengkodean spektra”

menghasilkan sinyal interferogram yang kemudian keluar dari interferogram.

Berkas laser kemudian memasuki ruang sampel, berkas akan diteruskan atau dipantulkan oleh permukaan sampel tergantung dari energinya, yang mana merupakan karakteristik dari sampel. Berkas akhirnya sampai ke detektor (Bradley, 2008).

Dari spektra yang dihasilkan dari FTIR, jenis situs asam (Brønsted-Lowry atau Lewis) yang terdapat pada katalis dapat diketahui melalui puncak-puncak serapan yang dihasilkan dari interaksi basa adsorbat dengan situs-situs asam tersebut. Pada penggunaan piridin sebagai basa adsorbat, situs asam Brønsted-Lowry akan ditandai dengan puncak serapan pada bilangan-bilangan gelombang 1485 – 1500,

~1620, dan ~1640 cm

-1

. Sedangkan untuk situs asam Lewis ditandai dengan

puncak-puncak serapan pada bilangan-bilangan gelombang 1447 – 1460, 1488 –

1503, ~1580, dan 1600 – 1633 cm

-1

(Tanabe, 1981).

(43)

Gambar 11 berikut adalah contoh spektra FTIR dalam analisis penentuan jenis situs asam dalam katalis.

Gambar 11. Contoh spektra FTIR dalam penentuan jenis situs asam (Rodiansono dkk., 2007)

3. Analisis Morfologi Permukaan Katalis

Interaksi antara gas dengan permukaan material dan reaksi-reaksi pada permukaan material memiliki peran yang sangat penting dalam bidang katalisis. Siklus awal katalisis diawali dengan adsorpsi molekul reaktan pada permukaan katalis. Oleh karena itu kita perlu untuk mempelajari morfologi permukaan dari katalis (Chorkendorff dan Niemantsverdriet, 2003). Untuk mempelajari morfologi permukaan katalis cara yang paling umum digunakan adalah instrumentasi Scanning Electron Microscopy (SEM) (Ertl et al., 2000).

SEM merupakan metode untuk menggambarkan permukaan suatu bahan dengan

resolusi yang tinggi. Resolusi yang tinggi pada SEM dihasilkan dari penggunaan

elektron dalam menggambarkan permukaan bahan. Resolusi yang dihasilkan juga

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop cahaya (0,1 – 0,2 nm untuk

SEM dan 200 nm untuk mikroskop cahaya) (Hanke, 2001).

(44)

SEM memiliki beberapa peralatan utama meliputi :

1. Pistol elektron, berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah melepas elektron misalnya tungsten.

2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetik karena elektron yang bermuatan negatif dapat dibelokan oleh medan magnet.

3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran.

Skema kerja dari SEM ditunjukan dalam Gambar 12 berikut.

Gambar 12. Skema kerja dari SEM

Dalam Gambar 12, sebuah pistol elektron memproduksi berkas elektron dan

dipercepat di anoda. Lensa magnetik kemudian memfokuskan elektron menuju

sampel. Berkas elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel

dengan diarahkan oleh kumparan pemindai. Ketika elektron mengenai sampel,

(45)

maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor (Hanke, 2001).

Gambar yang dihasilkan SEM, dibentuk dari elektron sekunder yang dipantulkan sampel pada peristiwa penembakan berkas elektron dari alat. Permukaan yang lebih tinggi akan memberikan warna yang lebih cerah daripada permukaan yang lebih rendah, ini diakibatkan oleh lebih banyaknya elektron sekunder yang dibebaskan menuju detektor (Ertl et al., 2000). Contoh mikrograf SEM untuk Fe

2

O

3

ditunjukan dalam Gambar 13.

Gambar 13. Mikrograf SEM dari Fe

2

O

3

(Dar et al., 2005)

Dari Gambar 13 di atas, beberapa informasi yang bisa didapatkan dari SEM

adalah perkiraan ukuran serta distribusi partikel, dan bentuk keseragaman

morfologi sampel.

(46)

4.Penentuan Ukuran Partikel Katalis

Analisis ukuran partikel katalis dilakukan menggunakan instrumentasi Particle Size Analyzer (PSA). PSA merupakan salah satu metode karakterisasi yang tidak hanya dapat digunakan untuk mengetahui ukuran partikel dari suatu material, namun juga dapat menginformasikan besaran distribusi ukuran partikel tersebut.

Sehingga dapat diasumsikan bahwa hasil pengukuran tersebut merupakan gambaran keseluruhan dari kondisi sampel. Hal ini lah yang menjadi kelebihan PSA dari instrumentasi lain yang pada umumnya menggunakan metode

mikroskopi dan holografi dalam penentuan ukuran partikel, seperti pada SEM dan TEM. Alat ini mampu mengukur ukuran partikel dan molekul dalam rentang 0,15 nm sampai 10 µm.

Prinsip kerja PSA pada dasarnya menggunakan metode Dinamyc Light Scattering (DLS). Suatu material yang akan dianalisis (sampel) dimasukkan kedalam

suspensi yang telah diinduksi oleh penambahan molekul pelarut. Hal ini

menyebabkan partikel dari material akan bergerak bebas secara acak bersamaan dengan molekul pelarut mengikuti aturan gerak Brown. Molekul pelarut bergerak karena adanya energi termal. Saat partikel terus bergerak dan kemudian

ditembakan cahaya, kecepatan gerak partikel akan berfluktuasi akibat adanya

intensitas cahaya yang dihamburkan oleh partikel tersebut, kecepatan gerak ini

bergantung pada besarnya ukuran partikel. Pengukuran dilakukan dengan prinsip

bahwa partikel-partikel yang lebih kecil akan bergerak lebih cepat daripada

partikel-partikel yang lebih besar (Skoog et al., 1996).

(47)

PSA terbagi dalam dua metode, terdiri atas : spesimen.

a. Metode kering (Dry Dispersion Unit)

Metode ini memanfaatkan aliran udara sebagai media pelarut partikel yang akan dianalisis. Metode ini lebih baik digunakan pada material yang berukuran besar atau kasar, karena hubungan yang terjadi antar partikel cukup lemah dan kecil memungkinkan partikel saling beraglomerasi.

b. Metode basah (Wet Dispersion Unit)

Metode ini memanfaatkan media cair untuk mendispersi partikel yang akan dianalisis. Pada umumnya metode ini lebih baik digunakan pada material yang berukuran nano dan submicron, karena akan besar kemungkinan untuk partikel saling beraglomerasi.

Gambar 14. Particle Size Analyzer (PSA)

(48)

G. Kromatografi Gas

Kromatografi adalah metode pemisahan suatu campuran berdasarkan partisi substansi antara dua fase, yaitu fase stasioner yang memiliki luas permukaan yang besar dan fase bergerak yang mengalir sepanjang fase diam. Kromatografi gas merupakan cabang kromatografi yang saat ini paling populer, dimana substansi yang dianalisis terdapat dalam keadaan gas atau keadaan uap (Brewer, 1998).

Dalam kromatografi gas, sampel diuapkan dan dibawa oleh fase bergerak berupa gas pembawa (carrier gas) melalui kolom. Sampel terpartisi pada fase diam, berdasarkan perbedaan kekuatan interaksinya dengan fase diam pada temperature yang diberikan. Komponen-komponen sampel (disebut solut atau analit) terpisah satu sama lain berdasarkan tekanan uap relatif dan afinitasnya terhadap fase stasioner. Proses pemisahan ini disebut elusi (McNair and Miller, 1997).

Sistem kromatografi gas terdiri dari 6 komponen utama yaitu, gas pembawa dan pengendali aliran, injektor, detektor, oven, kolom dan suatu sistem data. Susunan komponen-komponen kromatografi gas ditunjukan oleh Gambar 15 (Rood, 2007).

Gambar 15. Susunan komponen-komponen instrumentasi Kromatografi Gas

(49)

Komponen penting dalam kromatografi gas yaitu :

1. Tangki Pembawa gas yang dilengkapi dengan pengatur tekanan 2. Tempat injeksi sampel

3. Kolom

4. Detektor yang dilengkapi dengan thermostat 5. Penguat arus (amplifier)

6. Rekorder atau integrator

(50)

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas Lampung. Analisis jenis situs asam katalis dilakukan di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung. Analisis distribusi ukuran partikel dan struktur kristal dilakukan di BATAN Serpong. Analisis morfologi katalis dilakukan di Laboratorium Universitas Gadjah Mada. Dan uji katalitik katalis dilakukan di Laboratorium Anorganik-Fisik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2015 sampai Oktober 2015.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, pengaduk magnetik, furnace, neraca analitik, difraktometer sinar-X, Scanning Electron Microscopy, Fourier Transform Infra Red (FTIR), reaktor katalitik, Kromatografi Gas (KG), desikator dan peralatan gelas laboratorium.

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, feri nitrat

Fe(NO

3

)

3

.9H

2

O (Merck, 99%), nikel nitrat Ni(NO

3

)

2

.6H

2

O (Merck, 99%), kobalt

nitrat Co(NO

3

)

3

.6H

2

O (Merck, 99%), piridin (J.T. Baker), C

5

H

5

N, Pektin, gas

argon (Bumi Waras 99,95%), gas hidrogen (BOC 99,99%), gas CO

2

(BOC

99,99%), dan akuades/bides.

(51)

C. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Nanokatalis

Pembuatan nanokatalis Ni

0,6

Fe

2

Co

0,4

O

4

dilakukan dengan cara melarutkan 8 gram pektin dalam 400 mL aquades. Larutan kemudian diaduk menggunakan magnetik stirer pada suhu 27

o

C sampai diperoleh larutan yang homogen. Kemudian larutan pektin ditambahkan 25 mL amonia NH

3

untuk menjaga pH larutan dalam keadaan basa. Kemudian ke dalam larutan tersebut ditambahkan tetes demi tetes secara perlahan sebanyak 40 mL larutan yang mengandung 1,8407 gram Ni(NO

3

)

3

.6H

2

O, 400 mL larutan yang mengandung 8,52117 gram Fe(NO

3

)

3

.9H

2

O dan 120 mL larutan yang mengandung 1,2281 gram Co(NO

3

)

2

.3H

2

O yang dilarutkan dalam akuades menggunakan heating magnetic stirrer pada suhu ruang sampai

campuran benar-benar homogen. Kemudian sistem larutan tersebut dipanaskan pada suhu 150˚C hingga volum larutan berkurang dan membentuk gel. Gel yang didapatkan selanjutnya di frezee dry untuk menghilangkan molekul air sampai terbentuk serbuk kering. Serbuk kering tersebut dibagi menjadi dua bagian sama banyak ke dalam cawan penguap, kemudian dikalsinasi sampai suhu 600˚C pada cawan pertama dan 800˚C pada cawan kedua dengan laju temperatur 1˚C/menit.

Kemudian katalis digerus hingga halus menggunakan mortar, ditimbang dan

dilanjutkan untuk uji karakterisasi katalis.

Gambar

Gambar 2. Struktur kristal spinel ferite
Gambar 3. Siklus reaksi katalisis
Gambar 4. Mekanisme karbida
Gambar 6. Mekanisme penyisipan CO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam mengatasi pengagguran di Kota Yogakarta Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi melakukan beberapa strategi

kartu peserta tes untuk ditunjukkan kepada Panitia. Apabila dalam keadaan yang mendesak, maka peserta dapat menunjukkan Kartu Keluarga atau surat keterangan

Operator R2 dan R3 yang memetakan setiap vektor ke bayangan simetrisnya terhadap suatu garis atau bidang disebut operator.. pencerminan yang

Saran yang dapat disampaikian berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu, (1) disarankan kepada guru yang mengajar IPA untuk menerapkan model pembelajaran

Dari hasil penelitian yang telah dilaksa- nakan dalam dua siklus dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada mata pelajaran Bahasa Jawa ma- teri

Saleh Darat, qana>’ah memiliki arti beragam, termasuk di dalamnya, menerima sedikit atas apa yang diberikan (nrimo kelawan sekedik sangking peparing), tidak berharap pada

Walau bagaimanapun, TIADA caj keuntungan tambahan yang akan dikenakan sepanjang tempoh tersebut Pada akhir 3 bulan tersebut, anda perlu membayar ansuran bulanan penuh anda

Tingkat kepuasan konsumen dalam penggunaan aplikasi GOPAY berada pada kategori sangat puas dengan skor indeks kepuasan sebesar 86,53%, dengan skor indeks kepuasan