BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pendapatan
Akuntansi bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh berbagai pihak, baik pihak eksternal maupun pihak internal yang erat kaitannya dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan pilihan yang tepat diantara berbagai alternatif yang ada. Informasi tersebut disajikan dalam laporan keuangan seperti neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Salah satu informasi yang dihasilkan akuntansi adalah informasi tentang pendapatan. Pendapatan merupakan salah satu unsur yang cukup penting dalam laporan keuangan yaitu dalam laporan laba rugi, karena pendapatan menunjukkan hasil dari kinerja operasional perusahaan.
Istilah pendapatan berhubungan dengan pertambahan dalam sumber
pendapatan suatu usaha yang berasal dari penjualan barang dan jasa. Bagi
perusahaan industri dan perusahaan dagang pendapatan diperoleh dari penjualan
barang dagangannya, demikian juga bagi perusahaan jasa pendapatan diperoleh
dari penjualan jasanya. Istilah pendapatan dan penghasilan sering ditafsirkan
dengan arti yang sama sebab dalam bahasa Indonesia terdapat keseragaman dalam
pemakaian kedua istilah tersebut. Dari sudut akuntansi, istilah pendapatan yang
diterjemahkan dari kata revenue berbeda dengan penghasilan yang diterjemahkan
dari kata income. Kedua istilah tersebut dalam kenyataannya sering diterjemahkan
dengan arti yang sama bahkan kedua istilah tersebut seringkali saling menggantikan, sehingga hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam menginterpretasikan informasi akuntansi yang dihasilkan.
Menurut IAI (PSAK No. 23, 2004, halaman 01) “ menerjemahkan kata income sebagai penghasilan dan revenue sebagai pendapatan. Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain)”.
Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan dan penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
Ikatan Akuntan Indonesia (PSAK No. 23, 2004, halaman 02, paragraph 06) memberikan definisi pendapatan sebagai berikut : “pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”.
Definisi ini menggambarkan bahwa arus masuk diakui sebagai pendapatan,
jika berasal dari operasi normal perusahaan dan arus masuk tersebut haruslah
yang diterima dan dapat diterima oleh perusahaan. Jumlah yang ditagih atas nama
pihak ketiga, seperti pajak pertambahan nilai, jumlah yang ditagih atas nama
prinsipal, bukanlah digolongkan sebagai pendapatan, dan tidak mengakibatkan
kenaikan ekuitas. Arus masuk yang bukan berasal dari operasi normal perusahaan
tidak dapat disebut sebagai pendapatan, namun digolongkan sebagai keuntungan
(gain), misalnya keuntungan dari penjualan aktiva tetap perusahaan, disposisi
kewajiban, atau ketika harga aktiva tertentu berubah dan biasanya dihasilkan dari transaksi dan kejadian yang tidak memiliki tujuan utama dalam mencari laba.
Menurut Kieso dan Weygandt (2002:4), “pendapatan adalah arus masuk aktiva dan/atau penyelesaian kewajiban akibat penyerahan atas produksi barang, pemberian jasa, atau kegiatan menghasilkan laba lainnya yang membentuk operasi utama atau inti perusahaan yang berkelanjutan selama suatu periode”.
Dari definisi yang dikemukakan oleh Kieso dan Weygandt dapat diketahui bahwa mereka lebih memfokuskan pendapatan merupakan arus masuk dari hasil aktivitas normal perusahaan dan bagaimana perusahaan dapat menyelesaikan kewajiban yang berasal dari penjualan produk ke konsumen, penerimaan jasa, maupun aktivitas lain sehingga memberikan kontribusi kepada perusahaan untuk terus berkelanjutan (going concern).
Hendriksen ( Belkaoui, 2006:278) mengemukakan ada tiga pendekatan mengenai konsep pendapatan, yaitu :
1. Pendekatan yang menekankan pada arus masuk aktiva bersih (inflow of net assets).
Merupakan pendekatan yang menekankan pada arus masuk aktiva bersih lebih fokus pada faktor terciptanya arus masuk aktiva bagi perusahaan daripada faktor sumber atau asal pendapatan itu sendiri. Aktiva umumnya bertambah pada saat penjualan ataupun pada saat penyerahan barang dan jasa.
2. Pendekatan yang menekankan pada arus keluar barang dan jasa (outflow of goods and services).
Pendekatan ini menekankan pada arus keluar barang atau jasa
dimulai dari penciptaan barang dan jasa yang dinamakan dengan
produk perusahaan. Produk tersebut kemudian disalurkan kepada
konsumen atau produsen lainnya sehingga timbul pendapatan bagi
perusahaan. Menurut APB Statement No.4, pengertian pendapatan
ditinjau outflow concept. Pendapatan adalah peningkatan jumlah aktiva, atau penurunan jumlah kewajiban perusahaan, yang timbul dari transaksi penyerahan barang atau jasa, atau aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode, yang diakui dan diukur berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3. Produk perusahaan yang dihasilkan dari penciptaan barang atau jasa oleh usaha selama periode tertentu.
Yaitu dengan mempertimbangkan bahwa konsep produk lebih superior dibandingkan dengan konsep arus keluar dan konsep arus masuk, dengan kata lain bahwa konsep produk adalah netral dalam hal pengukuran (jumlah) dan penentuan waktu (tanggal pengukuran) dari pendapatan.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (PSAK No.23, 2004, halaman 01, paragraph 01), pendapatan dapat timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi berikut ini :
a) Penjualan barang b) Penjualan jasa
c) Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalty, dan deviden.
Ad. a) Penjualan barang
Menurut IAI (PSAK No. 23, 2004, halaman 04, paragraph 13), Pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut ini dipenuhi yaitu :
1. Perusahaan telah memindahkan resiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli
2. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual
3. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal
4. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut.
5. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan
transaksi penjualan dapat diukur dengan andal.
Ad. b) Penjualan jasa
Menurut IAI (PSAK No. 23, 2004, halaman 06, paragraph 19), Pendapatan atas penjualan jasa diakui jika kondisi berikut dipenuhi :
1. Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal,
2. Besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan,
3. Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal,
4. Biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk menyelesaikan tersebut dapat diukur dengan andal.
Ad. c) Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalty, dan deviden.
Menurut IAI (PSAK No. 23, 2004, halaman 08, paragraph 29), Pendapatan yang timbul dari penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak lain tersebut harus diakui dengan dasar sebagai berikut:
1.Bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang memperhitungkan hasil efektif aktiva tersebut,
2.Royalti harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan subsitusi perjanjian yang relevan,
3.Dalam metode biaya (cost method), dividen tunai harus diakui bila hak pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan.
Pendapatan dalam arti luas menitikberatkan kepada keseluruhan aktivitas
perusahaan baik aktivitas utama atau aktivitas lain, yang berasal dari kenaikan
aktiva, berkurangnya kewajiban, dan juga dapat memberikan perubahan ekuitas
perusahaan. Dalam arti sempit, pendapatan merupakan pemusatan aktivitas
perusahaan terutama aktivitas utama yang berakibat kepada kenaikan aktiva atau
pengurangan kewajiban dan yang bisa menyebabkan perubahan ekuitas.
B. Sumber dan Jenis pendapatan
Pendapatan yang diperoleh oleh suatu perusahaan mungkin saja berasal dari sumber yang berbeda-beda dan dengan jenis yang berbeda pula. Kesalahan dalam menentukan sumber dan jenis pendapatan yang akan diperoleh berhubungan erat dengan masalah pengakuan pendapatan tersebut. Pada dasarnya pendapatan tersebut timbul dari hasil penjualan barang atau penyerahan jasa kepada pihak lain dalam periode akuntansi tertentu.
Pendapatan dapat timbul dari penjualan, proses produksi, pemberian jasa, termasuk pengangkutan dan proses penyimpanan (earning process). Sumber pendapatan ini mungkin saja berbeda-beda sesuai dengan jenis usaha yang dikelola. Pada perusahaan dagang, pendapatan ini timbul terutama dari penjualan barang dagangan (merchandise inventory). Pada perusahaan industri (manufaktur), pendapatan terutama diperoleh dari penjualan produk selesai (finished goods), sedangkan pada perusahaan jasa, pendapatan diperoleh pemberian atau penyerahan jasa kepada pihak lain.
Bentuk pendapatan yang akan diterima oleh perusahaan bermacam-macam
tergantung darimana timbulnya pendapatan itu sendiri. Untuk pendapatan yang
timbul dari proses penjualan barang dagangan dan pemberian atau penyerahan
jasa kepada pihak lain, perusahaan dapat menerima imbalan berupa arus masuk
bruto berupa kas atau yang setara dengan kas, sedangkan pendapatan yang timbul
dari pengakuan aktiva perusahaan oleh pihak lain akan menimbulkan pendapatan
yang akan diperoleh perusahaan dalam bentuk :
1. Bunga, merupakan pembebanan untuk penggunaan kas atau setara dengan kas atau jumlah terhutang kepada perusahaan.
2. Royalti, merupakan pembebanan untuk penggunaan aktiva jangka panjang perusahaan, misalnya merek, paten, dan lain-lain
3. Dividen, merupakan distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber pendapatan meliputi semua hasil (proses) yang diperoleh dari kegiatan perusahaan. Dan pada umumnya sumber pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan tersebut dapat dikelompokkan atas :
a. Pendapatan operasional b. Pendapatan non operasional
Ad. a. Pendapatan Operasional
Pendapatan operasional perusahaan diperoleh dari hasil aktivitas - aktivitas normal perusahaan, baik dari hasil penjualan barang dagangan, maupun penyerahan jasa. Pendapatan ini dapat juga muncul dari kegiatan utama perusahaan lainnya yang menjadi tujuan utama perusahaan dan berhubungan langsung dengan usaha (operasi) pokok perusahaan yang bersangkutan.
Pendapatan ini sifatnya normal sesuai dengan tujuan utama perusahaan dan
terjadinya berulang-ulang selama perusahaan melakukan kegiatannya. Adapun
jenis pendapatan operasional untuk tiap-tiap perusahaan berbeda-beda. Jenis
pendapatan yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh bidang usaha yang dijalankan oleh perusahaan bersangkutan.
Ad.b. Pendapatan Non Operasional
Pendapatan yang diperoleh dari sumber lain diluar kegiatan utama perusahaan digolongkan sebagai pendapatan non operasional. Pendapatan non operasional sering juga disebut dengan pendapatan lain-lain atau other revenue.
Pendapatan ini diterima perusahaan tidak secara berkesinambungan atau terus- menerus, karena timbul dari suatu keadaan yang tidak direncanakan sebelumnya.
Besarnya jumlah pendapatan non operasional ini umumnya lebih kecil daripada pendapatan operasional perusahaan, namun dapat menambah besarnya laba yang akan diperoleh perusahaan.
Adapun jenis pendapatan non operasional dapat dibedakan sebagai berikut 1. Pendapatan yang diperoleh dari penggunaan aktiva atau sumber ekonomi
perusahaan oleh pihak lain. Contohnya pendapatan bunga, pendapatan sewa, pendapatan royalty, dan lain-lain.
2. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan aktiva diluar barang dagangan utama atau hasil produksi, contohnya penjualan surat-surat berharga, penjualan aktiva tetap berwujud, dan lain-lain.
Pendapatan non operasional ini harus disajikan secara terpisah dalam satu
pos tersendiri, dalam penyajian pendapatan diluar usaha, dalam perhitungan laba
rugi ditempatkan pada bagian atas kelompok tersendiri yang dibuat pendapatan
dan laba diluar usaha. Pos pendapatan ini biasa disebut dengan pos luar biasa.
C. Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan
Jenis dan lamanya proses penerimaan pendapatan yang diperoleh antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya berbeda-beda, hal ini tergantung pada jenis dan luas kegiatan perusahaan. Akibat adanya perbedaaan diatas, maka metode pengakuan dan pengukuran pendapatan yang digunakan juga berbeda, misalnya antara perusahaan dagang yang menjual barang secara tunai dengan perusahaan jasa konstruksi yang menangani proyek-proyek jangka panjang. Pada perusahaan dagang, pendapatan diakui apabila perusahaan telah menerima imbalan berupa kas atau setara kas yang diperoleh akibat penyerahan barang dagangan, sedangkan pada perusahaan jasa konstruksi, pendapatan kontrak jangka panjang diakui dengan mengukur tingkat penyelesaian kerja di lapangan.
1. Pengakuan Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang penting dalam penentuan laba suatu perusahaan, oleh karena itu, pengakuan pendapatan yang tepat diperlukan untuk memperoleh suatu laporan laba rugi yang andal dan dapat dipercaya.
Penetapan jumlah pendapatan yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi akan mengakibatkan laporan keuangan yangn dihasilkan perusahaan menjadi dasar yang menyesatkan dalam pengambilan keputusan.
Menurut IAI (PSAK No. 23, 2004, halaman 05, paragraph 17), “pendapatan
diakui hanya bila besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan
transaksi tersebut akan mengalir kepada perusahaan”. Pendapatan diakui dalam
laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan berkaitan
dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan pendapatan terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban. Misalnya kenaikan bersih aktiva yang timbul dari penjualan barang dan jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembayaran hutang.
Masalah pengakuan pendapatan telah menjadi salah satu pusat perhatian, terutama mengenai penerapan pendekatan transaksi untuk mengukur laba telah menuntut badan perumus Standar Akuntansi Keuangan untuk memusatkan perhatian pada persoalan penentuan waktu (timing) pada saat pengakuan pendapatan, yaitu : Kapan pendapatan dicatat (recorded) dan diakui (recognized).
Untuk menjawab pertanyaan ini maka perusahaan haus mengetahui kondisi apa yang harus dipenuhi agar dapat dilakukan pengakuan suatu pendapatan.
Menurut FASB, Concepts Statement No. 5 dalam Stice dan Skousen (2004:567), pendapatan dan keuntungan pada umumnya diakui ketika:
a. Pendapatan atau keuntungan tersebut telah direalisasi atau dapat direalisasi,
b. Pendapatan atau keuntungan tersebut diperoleh dari penyelesaian secara substansial atas aktivitas-aktivitas yang terkait dengan proses menghasilkan
Kedua kriteria tersebut secara umum dipenuhi pada saat penjualan, yang
sering kali terjadi ketika barang telah dikirimkan atau ketika jasa telah diberikan
ke pelanggan. Biasanya, aktiva dan pendapatan diakui bersamaan, dengan
demikian penjualan persediaan menghasilkan peningkatan dalam kas atau piutang
usaha dan peningkatan dalam pendapatan penjualan. Dalam kasus tertentu aktiva
kadang kala diterima sebelum pengakuan pendapatan dipenuhi. Misalnya jika
seorang klien membayar untuk jasa konsultasi di muka, maka suatu aktiva yaitu kas, dicatat dalam pembukuan meskipun pendapatan belum diperoleh, dengan demikian suatu kewajiban atau pendapatan diterima dimuka harus dicatat. Ketika kriteria pengakuan pendapatan dipenuhi seluruhnya, pendapatan diakui dan akun kewajiban tersebut dikurangi.
Sebagai ilustrasi bagaimana pendapatan diakui berdasarkan garis waktu pada penjualan adalah terlihat pada bagan di bawah (bagan 2). Di titik penjualan (point of sales), kedua kriteri pengakuan pendapatan biasanya dipenuhi. Yaitu, perusahaan telah menyediakan suatu produk/jasa (kriteria 2), dan pelanggan telah menyediakan pembayaran atau janji akan pembayaran masih berlaku (kriteria 1).
Disini ada pengecualian, pendapatan dapat diakui sebelum titik penjualan, atau dalam beberapa kondisi, pengakuan pendapatan dapat ditangguhkan sampai setelah titik penjualan. Secara umum, pendapatan tidak diakui sebelum titik penjualan karena (1) janji pembayaran yang masih berlaku belum diterima dari pelanggan atau (2) perusahaan belum menyediakan produk atau jasa.
Pengecualian terjadi ketika pelanggan memberikan janji pembayaran yang masih
berlaku dan terdapat kondisi yang secara kontrak menjamin penjualan tersebut.
Bagan 2. Garis Waktu dan Pengakuan Pendapatan
PENGECUALIAN:
Pendapatan dapat diakui sebelum titik penjualan apabila:
NORMAL:
Pendapatan pada umumnya diakui pada titik waktu ini.
PENGECUALIAN:
Pengakuan pendapatan harus ditangguhkan apabila :
Kriteria 1 : Telah direalisasi
Pelanggan memberikan suatu janji pembayaran yang valid DAN
Kriteria 1 biasanya dipenuhi pada titik ini
Pelanggan tidak memberikan suatu jaminan pembayaran yang masih berlaku pada saat penerimaan produk/jasa ATAU
Kriteria 2 : Selesai secara substansial
Terdapat kondisi yang secara kontraktual menjamin penjualan yang terjadi kemudian
Kriteria 2 biasanya dipenuhi pada titik ini.
Upaya yang signifikan tetap ada berdasarkan kontrak
Sumber : Stice dan Skousen (2004 : 568)
Menurut Harahap ( 2005:229 ), ada empat kejadian yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan saat diakui pendapatan, yaitu :
1. Pendapatan diakui selama berlangsungnya produksi
Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan- perusahaan konstruksi yang memiliki kontrak pembangunan yang sifatnya jangka panjang yang membutuhkan waktu penyelesaian yang lebih dari satu periode.
Dalam pekerjaan ini harga kontrak telah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati bersama.
2. Pendapatan diakui pada saat selesainya produksi
Dalam hal ini perusahaan akan mengakui pendapatannya apabila produksi yang dilakukan telah selesai seluruhnya. Hal ini dapat dilakukan apabila nilai pasar dari barang dapat ditentukan dengan pasti dan pemasarannya juga terjamin. Biasanya dijumpai pada perusahaan yang memproduksi logam mulia dan hasil pertanian.
3. Pendapatan diakui pada saat kas diterima
Pengakuan pendapatan hingga diterimanya uang tunai digunakan apabila dipenuhinya criteria sebagai berikut ini :
Sebelum titik Penjualan
Titik Penjualan Setelah titik Penjualan
a. Apabila tidak memungkinkan untuk mengukur nilai aktiva yang diterima secara tepat.
b. Apabila masih ada biaya-biaya yang material jumlahnya yang masih harus dikeluarkan, dan biaya tersebut tidak dapat ditaksir jumlahnya dengan tepat.
Pengakuan pendapatan seperti ini biasanya diterapkan oleh perusahaan yang melaksanakan penjualan cicilan atas barang dagangannya.
4. Pendapatan diakui pada saat penjualan
Dalam hal ini pendapatan diakui pada saat produk atau barang dagangan yang diserahkan ataupun jasa-jasa telah diberikan kepada pelanggan. Pengakuan pendapatan berdasarkan penjualan didasarkan pada hal berikut ini :
a. Harga jual telah ditentukan dengan pasti
b. Produk telah berada diluar perusahaan dan telah terjadi pertukaran suatu aktiva
c. Untuk sebagian besar perusahaan, penjualan merupakan peristiwa keuangan yang paling penting dalam kegiatan ekonomi perusahaan.
d. Sebagian besar biaya produksi telah tejadi dan dengan mudah dapat ditetapkan
Menurut Stice dan Skousen (2004:603), secara umum ada empat dasar (basis) dalam pengakuan pendapatan berdasarkan perkembangannya di dunia usaha, yaitu :
a. Akrual Penuh (Full Accrual)
Metode ini mengakui pendapatan pada saat barang dijual atau jasa diberikan dan dilaporkan dalam laporan laba rugi pada periode pandapatan tersebut dihasilan (earned). Biaya-biaya yang terjadi dilaporkan sebagai beban dalam periode terjadinya pendapatan tersebut. Dengan demikian, pendapatan ini terkait dengan beban pada periode yang sama berdasarkan konsep penandingan (matching principle).
b. Penjualan Cicilan (installment Sales)
Installment sales dapat diartikan sebagai penjualan cicilan. Metode ini diterapkan ketika adanya ketidakpastian penagihan atas kas.
Untuk menentukan pendapatan yang diperoleh dari penjualan
cicilan, perkiraan khusus harus digunakan untuk memberikan
informasi yang diperlukan untuk menentukan direalisasi atau
tidaknya laba kotor dalam setiap tahun operasi. Pada masing-masing tahun, beban operasi biasa dibebankan terhadap perkiraan beban dan ditutup pada perkiraan ikhtisar rugi laba sesuai dengan prosedur akuntansi biasa. Jadi kekhususan perhitungan laba bersih menurut metode penjualan cicilan seperti yang biasa diterapkan adalah penangguhan laba kotor sampai terealisasinya penagihan piutang dagang. Contoh yang paling umum pendekatan ini digunakan dalam kasus penjualan real estate dimana sama sekali tidak terdapat atau sedikit uang muka yang dibayarkan. Jangka waktu pembayaran bisa lebih dari 10-30 tahun. Sehingga tingkat kegagalan pembayaran yang tinggi pada tahun-tahun awal disebabkan pihak pembeli melakukan investasi kecil dalam kontrak dan juga disebabkan oleh harga pasar properti sering kali tidak stabil.
c. Pemulihan Biaya (Cost Recovery)
Di dalam metode cost recovery, tidak ada pendapatan atau laba yang diakui atas penjualan sampai biaya dari barang yang dijual telah dipulihkan atau tertutup melalui penerimaan kas. Semua penerimaan kas, baik bunga maupun bagian pokoknya, digunakana terlebih dahulu untuk menutup biaya barang yang dijual, kemudian, seluruh penerimaan berikutnya dilaporkan perusahaan sebagai pendapatan.
d. Dasar Kas (Cash Basis)
Pada cash basis, pendapatan diakui dan dilaporkan ke laporan laba rugi pada periode dimana kas diterima atau dibayar dan biaya dibukukan sebagai beban saat terjadinya.
Secara sistematis metode pengakuan pendapatan yang dijelaskan oleh Stice dan Skousen dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Metode Pengakuan Pendapatan
Metode Waktu pengakuan
pendapatan / laba
Perlakuan biaya produk atau biaya langsung
Accrual Basis Pada titik penjualan Dibebankan terhadap
pendapatan pada waktu penjualan atau
pelaksanaan jasa Installment Sales Pada saat pembayaran kas.
Biasanya sebagian dari pembayaran kas diakui
Ditangguhkan guna dikaitkan dengan sebagian dari setiap pembayaran
sebagai laba. kas. Biasanya dilakukan dengan menangguhkan laba yang diestimasi.
Cost Recovery Pada saat pembayaran kas.
Tetapi hanya setelah semua biaya dipulihkan (tertutup)
Ditangguhkan guna dikaitkan dengan total kas yang diterima.
Cash Basis Pada saat pembayaran kas Dibukukan sebagai beban pada saat terjadinya.
Sumber : Stice dan Skousen (2004 :603)
2. Pengukuran Pendapatan
Kemampuan dari akuntansi memberi suatu informasi yang baik dapat dilihat dari kemampuannya untuk memberikan konsep pengakuan pendapatan dengan tepat, sehingga membantu para pemakai dalam mengambil keputusan. Saat menentukan pendapatan diakui dapat ditinjau bila besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke perusahaan dapat diukur dan diprediksi dengan andal.
Pengakuan dan pengukuran merupakan bagian inheren, artinya suatu item
dari pendapatan terlebih dahulu ditetapkan pengakuannya, baru kemudian diukur
atau ditentukan nilainya. Menurut FASB (Statement of Financial Accounting
Concepts No.5) dinyatakan : “Pengukuran adalah pemberian nilai dengan atribut-
atribut pengukuran akuntansi pada item tertentu dari suatu transaksi berdasarkan
satuan ukur uang”.
Menurut IAI (PSAK No. 23, 2004, halaman 03, paragraph 08) :
“Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pemakai aktiva tersebut. Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan dikurangi jumlah diskon rabat dan volume rabat yang diperbolehkan perusahaan”
Pada umumnya imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan jumlah pendapatan adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau yang dapat diterima, namun apabila arus masuk atau setara kas ditangguhkan nilai wajar dari imbalan tersebut mungkin dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah pendapatan dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dengan pembeli atau pemakai aktiva tersebut.
Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat
diterima perusahaan dikurangi jumlah diskon dagang. Nilai wajar imbalan
ditentukan dengan pendiskontoan seluruh penerimaan di masa depan dengan
menggunakan suatu tingkat bunga tertentu. Nilai wajar disini dimaksudkan
sebagai suatu jumlah dimana aktiva mungkin ditukarkan atau suatu kewajiban
diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan
transaksi wajar, kemungkinan kurang dari jumlah nominal kas yang diterima atau
dapat diterima.
Dalam FASB (Statement of Financial Accounting Concepts No. 5) ada lima atribut atau dasar dalam pengukuran yang biasa digunakan, yaitu :
a. Harga Perolehan
b. Harga Kini atau Nilai Ganti c. Nilai Pasar
d. Nilai Bersih yang Dapat Direalisasi e. Nilai Sekarang yang Didiskontokan
Ad. a. Harga Perolehan
Harga perolehan adalah harga tunai ekuivalen untuk barang atau jasa pada tanggal perolehan. Tanah, bangunan, peralatan, dan hampir semua jenis persediaan merupakan contoh-contoh pos yang umum diakui menggunakan atribut biaya historis.
Ad. b. Harga Kini atau Nilai Ganti
Harga kini atau nilai ganti merupakan harga tunai ekuivalen yang akan dibayarkan sekarang untuk membeli atau mengganti jenis barang atau jasa yang sama.
Ad. c Nilai Pasar
Nilai pasar merupakan harga tunai ekuivalen yang dapat diperoleh dengan menjual suatu aktiva dalam likuidasi yang dilaksanakan secara terarah. Babarapa investasi dalam bentuk sekuritas atau surat berharga dilaporkan dengan menggunakan nilai pasar.
Ad. d. Nilai Bersih yang Dapat Direalisasi
Nilai ini merupakan jumlah kas yang diperkirakan akan diterima atau
dibayarkan dari hasil pertukaran aktiva atau kewajiban dalam kegiatan normal
perusahaan. Pada umumnya nilai ini sama dengan harga jual dikurangi biaya penjualan normal. Nilai bersih yang dapat direalisasi ini digunakan untuk mengakui piutang jangka pendek dan jenis-jenis kewajiban tertentu seperti hutang dagang.
Ad. e. Nilai Sekarang yang Didiskontokan
Nilai ini merupakan jumlah arus kas masuk bersih di masa mendatang yang didiskontokan pada nilai sekarang. Piutang jangka panjang dan kewajiban jangka panjang menggunakan atribut ini. Pengukuran pendapatan biasanya mengacu pada nilai sekarang dari kas atau yang setara dengan kas yang akhirnya akan diterima sebagai hasil proses dari suatu transaksi wajar dan biasanya harus diukur dengan nilai wajar yang diterima atau yang dapat diterima. Nilai ini menunjukkan ekuivalen kas ataupun nilai diskonto tunai dari uang yang diterima ataupun tagihan-tagihan dari uang yang akan diterima dalam pertukaran produk atau jasa yang ditransfer perusahaan kepada para pelanggannya.
Dalam pengukuran pendapatan, Belkaoui (2006:279) menjelaskan bahwa
“pendapatan itu diukur dalam hal nilai dari produk atau jasa yang dipertukarkan
dalam transaksi wajar (arm-length)”. Nilai ini mewakili ekuivalen kas bersih atau
nilai sekarang terdiskonto atas uang yang diterima atau akan diterima dalam
pertukaran dengan produk atau jasa yang ditransfer oleh perusahaan kepada
pelanggannya.
Secara lanjut, dua interpretasi utama yang timbul dari konsep ini adalah : 1. Diskon kas dan pengurangan apa pun dalam harga tetap, seperti kerugian
dari piutang tak tertagih adalah penyesuaian yang diperlukan untuk menghitung ekuivalen kas bersih atau nilai sekarang terdiskonto atas klaim uang yang sebenarnya dan sebagai konsekuensinya, harus dikurangin ketika menghitung pendapatan.
2. Untuk transaksi non-kas, nilai pertukaran ditetapkan setara dengan nilai pasar wajar dari pengorbanan yang diberikan atau diterima, mana yang lebih mudah dan lebih jelas untuk dihitung.
D. Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan Jasa Konstruksi
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk ini mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Suatu transaksi diakui sebagai pendapatan jika transaksi itu dapat memenuhi beberapa kriteria yang sudah lazim diterima, dengan demikian, sebuah kejadian ekonomi akan mudah digolongkan sebagai pendapatan dengan menganalisis ciri-ciri transaksi tersebut sesuai dengan kriteria yang berlaku.
Perusahaan yang usahanya bergerak dalam bidang jasa, maka pendapatan
utamanya akan berasal dari hasil penjualan atau pendapatan atas jasa yang telah
diberikan kepada pihak lain. Jasa yang diberikan ini bermacam-macam jenis dan
bentuknya, tergantung dari usaha pokok yang dijalankan masing-masing
perusahaan bersangkutan. Pada perusahaan jasa konstruksi, pendapatan diperoleh dari hasil penyelesaian jasa konstruksi yang timbul akibat dari perjanjian pelaksanaan konstruksi antara perusahaan yang bersangkutan. Pada perusahaan jasa konstruksi, pendapatan diperoleh dari hasil penyelesaian jasa konstruksi yang timbul akibat dari perjanjian-perjanjian pelaksanaan konstruksi antara perusahaan dengan pihak lain.
Menurut IAI (PSAK No. 34, 2004, halaman 01, paragraph 02) : “Kontrak konstruksi adalah suatu kontrak yang dinegosiasikan secara khusus untuk konstruksi suatu asset atau suatu kombinasi asset yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi dan fungsi atau tujuan atau penggunaan pokok”.
Menurut pengertian di atas, kontrak konstruksi merupakan perjanjian yang dibuat antara perusahaan konstruksi dengan pemberi kerja untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang telah disepakati baik dalam harga kontrak maupun jenis pembangunan yang saling berkaitan dengan sejumlah asset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan dan penggunaan pokok. Kontrak seperti ini misalnya konstruksi pembangkit tenaga air yang membutuhkan sistem terpadu yang kompleks dalam pembangunannya.
Dalam pelaksanaan kontrak konstruksi atas suatu kontrak, ada sumber yang
dikorbankan untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut. Sumber ini dapat berupa
barang-barang modal, tanah, bahan baku, tenaga kerja, barang setengah jadi,
barang jadi, dan juga waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut.
Selain itu, biaya-biaya yang dikeluarkan merupakan faktor yang sangat penting dibutuhkan untuk menjalankan aktivitas pekerjaan yang dimaksud. Biaya konstruksi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan serta menyelesaikan pekerjaan kontrak konstruksi. Menurut IAI (PSAK No. 34, 2004, halaman 05, paragraph 15), biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kontrak konstruksi antara lain :
a. Biaya yang berhubungan langsung dengan kontrak tertentu,
b. Biaya yang dapat diterapkan pada pelaksanaan kontak pada umumnya dan dapat dialokasikan ke kontrak tersebut,
c. Biaya lain yang secara khusus dapat ditagihkan ke pemberi kerja sesuai isi kontrak.
Biaya yang berhubungan langsung dengan kontrak tertentu
Biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kontrak tertentu meliputi biaya-biaya yang dapat diterapkan kepada suatu kontrak untuk jangka waktu sejak kontrak itu diperoleh sampai dengan penyelesaian akhir kontrak tersebut.
Misalnya biaya pekerjaan lapangan, biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi, penyusutan sarana dan peralatan, maupun klaim dari pihak ketiga.
Biaya-biaya tersebut dapat dikurangi dengan keuntungan yang bersifat insidental yaitu keuntungan yang tidak termasuk dalam pendapatan kontrak, misalnya keuntungan dari penjualan kelebihan bahan dan pelepasan sarana dan peralatan pada akhir kontrak.
Biaya yang dapat diterapkan pada pelaksanaan kontak pada umumnya dan
dapat dialokasikan ke kontrak tersebut, yang meliputi :
1. Asuransi
2. Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan kontrak tertentu
3. Biaya-biaya overhead konstruksi
Biaya lain yang secara khusus dapat ditagihkan ke pemberi kerja sesuai isi kontrak.
1. Pengakuan pendapatan jasa konstruksi
Perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi, sumber utama pendapatannya diperoleh dari penyelesaian kontrak konstruksi. Ikatan Akuntan Indonesia (PSAK No. 34, 2004, halaman 03, paragraph 10), menyebutkan bahwa pendapatan kontrak terdiri dari :
a. Nilai pendapatan semula yang disetujui dalam kontrak
b. Penyimpangan dalam pekerjaan kontrak, klaim dan pembayaran intensif : (i) Sepanjang hal ini memungkinkan untuk menghasilkan pendapatan (ii) Dapat diukur secara andal
Penyimpangan yang disebut diatas adalah suatu instruksi yang diberikan oleh pemberi kerja mengenai perubahan dalam lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam suatu kontrak. Suatu penyimpangan dapat menimbulkan peningkatan atau penurunan dalam pendapatan kontrak. Contohnya, perubahan dalam spesifikasi atau rancangan asset atau perubahan lamanya kontrak.
Pembayaran intensif adalah jumlah tambahan yang dibayarkan kepada
kontraktor apabila standar-standar pelaksanaan yang telah dispesifikasikan telah
terpenuhi atau terlampaui. Misalnya, suatu kontrak mungkin mengizinkan suatu
pembayaran tambahan kepada kontraktor untuk suatu penyelesaian yang lebih awal dari suatu kontrak, oleh karena itu, jumlah pendapatan kontrak dapat meningkat atau menurun dari suatu periode ke periode berikutnya. Contohnya:
a. Kontraktor dan pemberi kerja mungkin menyetujui penyimpangan atau klaim yang meningkatkan atau menurunkan pendapatan kontrak pada periode setelah periode dimana kontrak pertama kali disetujui.
b. Nilai pendapatan yang disetujui dalam kontrak dengan nilai tetap dapat meningkat karena ketentuan-ketentuan kenaikan biaya.
c. Nilai pendapatan kontrak dapat menurun karena denda yang timbul akibat keterlambatan kontraktor dalam penyelesaian kontrak tersebut.
d. Bila dalam kontrak harga tetap terdapat harga tetap per unit output, pendapatan kontrak meningkat apabila jumlah unit meningkat.
Untuk kontrak konstruksi, jangka waktu penyelesaian dari suatu kontrak mungkin meliputi dua atau lebih periode akuntansi, sedangkan laporan keuangan dibutuhkan untuk setiap periode akuntansi, bahkan dibutuhkan laporan keuangan dengan interval waktu yang lebih singkat, oleh karena itu, permasalahan utama dalam akuntansi kontrak konstruksi adalah menentukan saat yang tepat kapan pendapatan harus diakui. Apabila dilakukan kesalahan dalam pengakuan pendapatan maka akan mengakibatkan overstated atau understated dalam penyajian laporan keuangan.
Kesalahan tersebut berupa berpindahnya pendapatan suatu periode menjadi
pendapatan pada periode lainnya. Proses pengakuan pendapatan tersebut harus
berpedoman pada prinsip pengakuan pendapatan yang diatur pada standar
akuntansi keuangan. Pendapatan kontrak konstruksi dapat diakui bila kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal, dan dengan memperhatikan tahap penyelesaian aktivitas kontrak.
Pada umumnya, jenis kontrak yang terjadi bila dipandang dari segi waktu pelaksanaannya dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kontrak jangka panjang dan kontrak jangka pendek. Untuk kontrak jangka pendek, perusahaan tidak akan menemui kendala dalam mengakui jumlah pendapatan yang diperoleh karena umumnya penyelesaian pekerjaan tersebut akan dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat atau dalam satu periode kegiatan. Lain halnya dengan kontrak yang penyelesaiannya memakan waktu lebih dari satu periode akuntansi maka akan timbul suatu masalah yaitu bagaimana pengakuan pendapatan yang dilakukan terhadap kontrak konstruksi tersebut.
Ada dua metode akuntansi yang jelas berbeda untuk kontrak-kontrak pembangunan jangka pendek dan jangka panjang yang dikenal oleh profesi akuntansi menurut Kieso dan Weygandt (2002 : 9), yaitu :
a. Metode Persentase Penyelesaian b. Metode Kontak Selesai
Ad.a. Metode Persentase Penyelesaian
Di dalam metode persentase penyelesaian, pendapatan dan laba kotor diakui
pada setiap periode berdasarkan kemajuan proses konstruksi, yaitu persentase
penyelesaian. Biaya konstruksi ditambah laba kotor yang dihasilkan sampai hari
ini diakumulasi dalam sebuah akun persediaan (Konstruksi dalam proses), dan
termin diakumulasikan dalam akun kontra persediaan (Tagihan atas konstruksi dalam proses).
Tingkat kemajuan penyelesaian suatu pekerjaan ditentukan dengan membandingkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam suatu periode akuntansi dengan taksiran biaya yang diakui untuk penyelesaian pekerjaan tersebut. Pendapatan dan biaya yang telah diakui dalam suatu periode tertentu akan dipengaruhi oleh pendapatan dan biaya yang telah diakui pada periode sebelumnya.
Secara umum konsep dari metode persentase penyelesaian dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Perusahaan akan mengakui pendapatan dan biaya sesuai dengan kemajuan perusahaan dalam menyelesaikan kontraknya dan tidak menangguhkan pengakuan unsur-unsur ini sampai kontrak diselesaikan.
b. Pendapatan kontrak dihubungkan dengan biaya kontrak yang terjadi dalam mencapai tahap penyelesaian. Jumlah pendapatan yang diakui didasarkan pada ukuran tertentu dari kemajuan penyelesaian. Pengakuan ini memerlukan taksiran mengenai biaya-biaya yang masih akan dikeluarkan.
c. Timbulnya perubahan-perubahan taksiran atas biaya-biaya di kemudian hari merupakan hal yang biasa dan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan dibuat pada tahun dimana taksiran itu direvisi.
d. Pendapatan dan biaya yang diakui pada tahun tertentu dipengaruhi oleh
pendapatan dan biaya yang sudah diakui.
e. Biaya yang sebenarnya dikeluarkan dan laba yang diakui selama periode pembangunan dibebankan pada persediaan.
f. Jika perusahaan memproyeksikan kerugian atas kontrak sebelum penyelesaian, jumlah seluruh kerugian harus segera diakui.
Ada syarat atau kondisi dimana metode persentase penyelesaian digunakan untuk menghitung pendapatan suatu kontrak menurut Kieso dan Weygand, (2002:9), yaitu :
1. Kontrak itu secara jelas menetapkan hak-hak yang dapat dipaksakan pemberlakuannya mengenai barang atau jasa yang akan diberikan dan diterima oleh pihak yang terlibat dalam kontrak, imbalan yang akan dipertukarkan, serta cara dan syarat penyelesaian.
2. Pembeli/pemberi kerja dapat diharapkan untuk memenuhi semua kewajiban dalam kontrak
3. Kontraktor dapat diharapkan untuk melaksanakan kewajiban kontraktual tersebut.
Berkaitan dengan pengukuran tingkat penyelesaian pekerjaan ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kemajuan suatu kontrak menurut Stice dan Skousen, (2004:587). Metode tersebut dapat dibagi dalam dua kategori yaitu :
1. Ukuran Masukan (Input Measures), meliputi : a. Metode biaya ke biaya (cost to cost method)
b. Metode upaya yang dikeluarkan (efforts-expended method)
2. Ukuran hasil (Output Measures)
Ad. 1. Ukuran Masukan (Input Measures)
Ukuran masukan merupakan usaha yang digunakan untuk suatu kontrak.
Ukuran ini didasarkan pada hubungan yang ditetapkan atau yang diasumsikan antara satu unit input dengan produktivitasnya. Ukuran masukan ini meliputi : a. Metode biaya ke biaya (cost to cost method)
Di dalam metode ini, tingkat penyelesaian ditentukan dengan membandingkan antara biaya yang telah dikeluarkan dengan estimasi terakhir dari suatu total biaya yang diperkirakan untuk menyelesaikan suatu kontrak. Persentase dari biaya yang terjadi terhadap total biaya yang diperkirakan dikalikan dengan harga kontrak untuk menentukan pendapatan yang akan diakui sampai periode tersebut dan juga laba bersih yang diperkirakan dari kontrak guna memperoleh laba sampai periode tersebut.
b. Metode upaya yang dikeluarkan (efforts-expended method)
Metode upaya yang dikeluarkan didasarkan pada beberapa ukuran atas
pekerjaan yang telah dilakukan. Ukuran tersebut meliputi jam kerja buruh,
upah buruh, jumlah mesin dan lainnya. Tingkat penyelesaian diukur dengan
cara yang sama dengan yang digunakan dalam pendekatan biaya ke biaya,
yaitu diukur dengan cara membandingkan usaha yang dikeluarkan dengan
taksiran biaya yang masih diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Sebagai
contoh jika ukuran dari pekerjaan yang dilaksanakan adalah jam kerja maka
tingkat penyelesaiannya adalah rasio dari jam kerja yang sudah dilaksanakan
terhadap taksiran seluruh biaya jam kerja untuk menyelesaikan pekerjaan.
Ad. 2. Ukuran Hasil (output Measures)
Ukuran keluaran yang dibuat didasarkan pada perbandingan hasil yang telah dicapai atau diselesaikan secara fisik dengan keseluruhan pekerjaan yang harus dilaksanakan. Pengukuran fisik ini biasanya dilakukan dengan meminta bantuan para tenaga ahli seperti insinyur yang terlibat dalam proyek untuk mengevaluasi berbagai pekerjaan kemudian menaksir persentase pekerjaan yang telah selesai, selanjutnya pendapatan akan dapat ditentukan dengan nilai keseluruhan kontrak yang bersangkutan.
Metode yang biasa digunakan dalam praktek untuk menentukan tingkat kemajuan penyelesaian dalam perusahaan konstruksi adalah metode biaya-ke- biaya (cost-to-cost method). Menurut metode ini, persentase penyelesaian diukur dengan membandingkan biaya-biaya yang sudah dikeluarkan dengan taksiran jumlah seluruh biaya untuk meyelesaikan suatu kontrak seperti yang ditunjukan dalam formula berikut :
Setelah diketahui tingkat penyelesaian suatu proyek, maka pendapatan kontrak tersebut dapat dihitung dengan cara :
Setelah pendapatan diketahui, maka laba kotor dapat dihitung dengan rumus Pendapatan Kontrak = Persentase Selesai x Nilai Kontrak
Laba Kotor = Pendapatan – Biaya yang dikeluarkan pada periode berjalan
Untuk memperjelas penggunaan metode persentase penyelesaian diatas untuk suatu kontrak pembangunan jangka panjang, maka diberikan suatu ilustrasi sebagai berikut :
Winters Construction Company memiliki kontrak yang dimulai pada bulan juli 2005, untuk membangun jembatan senilai $ 5,500,000 dan diharapkan selesai pada bulan Oktober 2007 dengan taksiran biaya sebesar $ 5,000,000. Dalam realisasinya sampai akhir tahun 2006 taksiran jumlah seluruh biaya telah meningkat menjadi sebesar $ 5,050,000 dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 2. Perincian Taksiran Biaya Konstruksi
Keterangan 2005 2006 2007
Biaya-biaya sampai sekarang $ 1,250,000 $ 3,636,000 $ 5,050,000
Taksiran biaya penyelesaian $ 3,750,000 $ 1,414,000 -
Penagihan kemajuan selama setahun
$ 1,100,000 $ 2,900,000 $ 1,500,000
Kas yang diterima selama setahun $ 950,000 $ 2,050,000 $ 2,500,000
Persentase selesai dapat dihitung sebagai berikut :
Tabel 3. Perhitungan Metode Persentase Penyelesaian (Cost to Cost Method) Winters Construction Company
Metode Persentase Penyelesaian (cost to cost method)
Keterangan 2005 2006 2007
Harga Kontrak $ 5,500,000 $ 5,500,000 $ 5,500,000
Dikurangi Taksiran Biaya :
Biaya-biaya sampai sekarang $ 1,250,000 $ 3,636,000 $ 5,050,000 Taksiran biaya sampai selesai $ 3,750,000 $ 1,414,000 - Taksiran jumlah seluruh biaya $ 5,000,000 $ 5,050,000 $ 5,050,000 Takriran jumlah seluruh laba kotor $ 500,000 $ 450,000 $ 450,000
Persentase selesai 25 % 72 % 100%
Taksiran pendapatan dan laba kotor yang diakui setiap tahun dihitung sebagai berikut :
Tabel 4. Perhitungan Taksiran Pendapatan yang Diakui
Keterangan 2005 2006 2007
Pendapatan yang diakui pada tahun:
2005 : 25% x $ 5,500,000 2006 : 72% x $ 5,500,000 (-)pendapatan tahun 2005 Pendapatan tahun 2006 2007 : 100% x $ 5,500,000
(-)pendapatan tahun 2005 & 2006 Pendapatan tahun 2007
$ 1,375,000
$ 3,960,000
$ 1,375,000
$ 2,585,000
$ 5,500,000
$ 3,960,000
$ 1,540,000
Sedangkan taksiran laba kotor yang diakui untuk setiap tahun adalah : Tabel 5. Perhitungan Taksiran Laba yang Diakui
Keterangan 2005 2006 2007
Laba kotor yang diakui pada tahun:
2005 : 25% x $ 500,000 2006 : 72% x $ 450,000
Pengakuan laba kotor tahun 2005 Laba kotor tahun 2006
2007 : 100% x $ 450,000 Pengakuan laba kotor tahun 2005 dan 2006
Laba kotor tahun 2007
$ 125,000
$ 324,000
$ 125,000
$ 199,000
$ 450,000
$ 324,000
$126,000
Dengan dasar di atas, ayat-ayat berikut bisa dipersiapkan untuk mencatat : Tahun 2005
JURNAL
Tgl URAIAN REF.
POST
DEBIT KREDIT
31 des
1. Mencatat biaya pembangunan Konstruksi dalam proses
Bahan, tenaga kerja, kas, dll
2.Mencatat kemajuan penagihan Piutang dagang
Penagihan atas konstruksi dalam proses
$ 1,250,000 -
$ 1,100,000 -
-
$ 1,250,000
-
$ 1,100,000
3.Mencatat penerimaan tagihan Kas
Piutang dagang
4.Mencatatpengakuan pendapatan Konstruksi dalam proses
Beban pembangunan Pendapatan kontrak
$ 950,000 -
$ 125,000
$ 1,250,000 -
-
$ 950,000
- -
$ 1,375,000
Tahun 2006
JURNAL
Tgl URAIAN REF.
POST
DEBIT KREDIT
31 des
1. Mencatat biaya pembangunan Konstruksi dalam proses
Bahan, tenaga kerja, kas, dll
2.Mencatat kemajuan penagihan Piutang dagang
Penagihan atas konstruksi dalam proses
3.Mencatat penerimaan tagihan Kas
Piutang dagang
4.Mencatatpengakuan pendapatan Konstruksi dalam proses
Beban pembangunan Pendapatan kontrak
$ 2,386,000 -
$ 2,900,000 -
$ 2,050,000 -
$ 199,000
$ 2,386,000
-
$ 2,386,000
-
$ 2,900,000
-
$ 2,050,000
- -
$ 2,585,000
Tahun 2007
JURNAL
Tgl URAIAN REF.
POST
DEBIT KREDIT
31
des . 1. Mencatat biaya pembangunan Konstruksi dalam proses
Bahan, tenaga kerja, kas, dll
2.Mencatat kemajuan penagihan Piutang dagang
Penagihan atas konstruksi dalam proses
3.Mencatat penerimaan tagihan Kas
Piutang dagang
4.Mencatatpengakuan pendapatan Konstruksi dalam proses
Beban pembangunan Pendapatan kontrak
5.Menutup perkiraan saat meyelesaikan pekerjaan
Penagihan atas konstruksi dalam proses
konstruksi dalam proses
$ 1,414,000 -
$ 1,500,000 -
$ 2,500,000 -
$ 126,000
$ 1,414,000 -
$ 5,500,000 -
-
$ 1,414,000
-
$ 1,500,000
-
$ 2,500,000
- -
$ 1,540,000
-
$ 5,500,000
WINTERS CONSTRUCTION COMPANY
Penyajian Laporan Keuangan-Metode Persentase Penyelesaian Perhitungan Laba Rugi (Partial)
2005 2006 2007
Pendapatan kontrak jangka panjang $ 1,375,000 $ 2,585,000 $ 1,540,000
Biaya-biaya pembangunan $ 1,250,000 $ 2,386,000 $ 1,414,000
Laba Kotor $ 125,000 $ 199,000 $ 126,000
Neraca (Partial)
2005 2006 2007 Aktiva Lancar :
Piutang dagang $ 150,000 $ 800,000
Persediaan
Konstruksi dalam proses: $ 1,375,000
Dikurangi : penagihan $ 1,100,000 $ 275,000 Kewajiban Lancar :
Penagihan atas kontrak konstruksi $ 4,000,000
Dikurangi: konstruksi dalam proses $ 3,960,000 $ 40,000
Tujuan dari pengukuran tersebut adalah untuk memiliki pengukuran kemajuan penyelesaian proyek yang realistis. Pengukuran input maupun output tidak selalu ideal. Kedua ukuran ini memiliki kekurangan-kekurangan tertentu.
Ukuran masukan didasarkan atas hubungan yang sudah ada antara suatu unit
masukan dan produktivitas. Jika terdapat inefisiensi dapat menyebabkan
produktivitas berubah, sehingga pengukuran tersebut menjadi tidak akurat,
sedangkan ukuran keluaran dapat menghasilkan ukuran yang tidak akurat bila
unit-unit yang digunakan baik waktu, upaya maupun biaya-biaya penyelesaiannya
tidak dapat dibandingkan.
Ad.b. Metode Kontrak Selesai
Menurut metode kontrak selesai, pendapatan dan laba kotor diakui hanya pada saat kontrak diselesaikan. Biaya konstruksi diakumulasikan dalam suatu akun persediaan (Konstruksi dalam proses), dan termin diakumulasikan dalam akun kontrak persediaan (Tagihan atas konstruksi dalam proses).
Menurut Kieso dan Weygandt (2002:9), Metode kontrak selesai digunakan hanya :
1. Jika perusahaan mempunyai kontrak jangka pendek
2. Jika syarat-syarat untuk menggunakan metode persentase penyelesaian tidak dapat dipenuhi
3. Jika terdapat bahaya yang melekat dalam kontrak itu diluar resiko bisnis yang normal dan berulang
Menurut IAI (PSAK No. 34, 2004, halaman 13, paragraph 50), pendapatan kontrak dapat diakui apabila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
1. Besar kemungkinan manfaat keekonomian yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan tertagih dan mengalir ke perusahaan; dan
2. Biaya kontrak yang dapat diatribusi ke kontrak, apakah dapat ditagih atau tidak ke pemberi kerja, dapat diidentifikasi dengan jelas dan diukur secara andal.
Keunggulan dari metode ini adalah bahwa pendapatan yang diperoleh
didasarkan atas hasil operasi, yaitu ditentukan setelah pekerjaan diselesaikan,
bukan atas dasar taksiran bagian pekerjaan yang belum diselesaikan, sehingga
tidak perlu dilakukan penyesuaian atas ketidakpastian taksiran tingkat
penyelesaian yang meliputi biaya dan kerugian yang tidak dapat diduga
sebelumnya.
Kelemahan dari metode ini adalah laporan keuangan yang disajikan tidak akan mencantumkan pendapatan dari suatu pekerjaan yang belum siap dikerjakan, walaupun untuk pekerjaan tersebut telah dikeluarkan sejumlah pengorbanan dan dibebankan pada periode tersebut, sebagai akibat dari metode ini, laporan keuangan perusahaan tidak akan mencantumkan suatu pendapatan dari suatu pekerjaan yang belum selesai dilaksanakan, meskipun tidak dapat disangkal secara tidak langsung pekerjaan itu sendiri telah menggunakan sumber daya perusahaan dan dibebankan pada periode tersebut sebagai biaya administrasi dan umum.
Ayat-ayat jurnal untuk mencatat biaya-biaya pembangunan, kemajuan penagihan, dan penagihan dari pelanggan akan sama dengan yang telah diilustrasikan menurut metode persentase penyelesaian dengan pengecualian pengakuan pendapatan dan laba kotor. Dengan menggunakan contoh sebelumnya, maka jurnal yang diperlukan adalah :
Tahun 2005
JURNAL
Tgl URAIAN REF.
POST
DEBIT KREDIT
. 31 . des
. 1. Mencatat biaya pembangunan Konstruksi dalam proses
Bahan, tenaga kerja, kas, dll
2.Mencatat kemajuan penagihan Piutang dagang
Penagihan atas konstruksi dalam proses
3.Mencatat penerimaan tagihan Kas
Piutang dagang
$ 1,250,000 -
$ 1,100,000 -
$ 950,000 -
-
$ 1,250,000
-
$ 1,100,000
-
$ 950,000
4.Mencatatpengakuan pendapatan No entry
Tahun 2006
JURNAL
Tgl URAIAN REF.
POST
DEBIT KREDIT
. 31 . des
.
. 1. Mencatat biaya pembangunan Konstruksi dalam proses
Bahan, tenaga kerja, kas, dll
2.Mencatat kemajuan penagihan Piutang dagang
Penagihan atas konstruksi dalam proses
3.Mencatat penerimaan tagihan Kas
Piutang dagang
4.Mencatatpengakuan pendapatan No entry
$ 2,386,000 -
$ 2,900,000 -
$ 2,050,000 -
-
$ 2,386,000
-
$ 2,900,000
-
$ 2,050,000
Tahun 2007
JURNAL
Tgl URAIAN REF.
POST
DEBIT KREDIT
. 31 . des
. 1. Mencatat biaya pembangunan Konstruksi dalam proses
Bahan, tenaga kerja, kas, dll
2.Mencatat kemajuan penagihan Piutang dagang
Penagihan atas konstruksi dalam proses
$ 1,414,000 -
$ 1,500,000 -
-
$ 1,414,000
-
$ 1,500,000
3.Mencatat penerimaan tagihan Kas
Piutang dagang
4.Mencatatpengakuan pendapatan Penagihan atas konstruksi dalam proses
Pendapatan kontrak konstruksi
Biaya pembangunan
Konstruksi dalam proses
$ 2,500,000 -
$ 5,500,000 -
$ 5,050,000 -
-
$ 2,500,000
-
$ 5,500,000
-
$ 5,050,000