• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Ritonga (2017) yang melakukan penelitian dengan judul Analisis Perencanaan Pajak Melalui Metode Penyusutan Dan Revaluasi Aset Tetap Untuk Meminimalkan Beban Pajak Pada PT. Taspen ( Persero ) Cabang Utama Medan. Teknik analisis yang digunakan adalah metode kualitatif dengan cara menganalisis data dengan pemikiran yang objektif dan ditulis dengan deskriptif. Kebijakan revaluasi asset tetap yang dilakukan oleh PT.TASPEN (PERSERO) berdampak pada meningkatnya nilai buku asset tetap dan kebijakan revaluasi asset tetap yang dilaksanakan oleh PT.Taspen pada tahun 2010 berdampak pada membesarnya beban pajak yang harus dibayar perusahaan.

Nur & Rischara Tara Sagala (2017) yang meneliti tentang Revaluasi Aset Tetap Terhadap Beban Pajak Dan Peningkatan Nilai Aset Pada PT.Wiveris Herbatama. Teknik analisis yang digunakan adalah metode kualitatif dengan cara menganalisis data dengan pemikiran yang objektif dan ditulis dengan deskriptif. Kesimpulan penelitian ini adalah Pertama, bahwa jumlah beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan lebih kecil ketika tidak melakukan revaluasi aset tetap dibandingkan dengan ketika perusahaan melakukan revaluasi aset tetap. Kedua bahwa, nilai buku aset pada beberapa aset PT. Wiveris Herbatama mengalami peningkatan yang cukup besar. Meskipun PT. Wiveris Herbatama harus membayar pajak lebih besar setelah melakukan revaluasi aset tetap, tetapi nilai buku aset tetap pada perusahaan mengalami peningkatan yang besar, sehingga mencerminkan nilai aset yang sebenarnya pada PT. Wiveris Herbatama dan ini akan berdampak pada laporan keuangan perusahaan yang bisa memperlihatkan laporan keuangan yang sehat.

Alamsyah (2018) yang meneliti Analisis Perencanaan Pajak Melalui Metode Penyusutan Dan Revaluasi Aset Tetap Pada PT Pembangunan Perumahan (Persero),Tbk.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, oleh karenanya penelitian ini mengumpulkan fakta-fakta dilapangan serta mengidentifikasi data yang membahas

(2)

permasalahan perencanaan pajak PT. Pembangunan Perumahan (persero). Berdasarkan hasil penelitian yang didukung data dan informasi yang telah dibahas sebelumnya, peneliti menarik kesimpulan bahwa PT. Pembangunan Perumahan (persero), Tbk telah melakukan revaluasi aset tetap sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan nomor 191/PMK.010./2015 tentang penilaian kembali aset tetap. Aset Tetap dinilai dengan menggunakan cost model dan revaluation model serta metode penyusutan yang digunakan adalah garis lurus pada seluruh aset tetap sehingga dengan dilakukannya penyusutan dan revaluasi aset tetap maka PT. Pembangunan Perumahan (persero), Tbk dapat menghemat beban pajak yang harus dibayar.

Nadeak (2011) yang meneliti dengan judul “ Pengaruh Revaluasi Aset Tetap Terhadap Penghematan Pajak pada PT. Kabelindo Murni” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penilain kembali aset tetap pada PT Kabelindo Murni, Tbk serta untuk mengetahui apakah dengan melalui revaluasi aset tetap PT Kabelindo Murni tbk dapat menghemat pajak. Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui dokumentasi yang diperoleh dari perusahaan. Data yang dikumpulkan meliputi data laporan keuangan sebelum dan sesudah revaluasi aset tetap. Hal ini terjadi karna ada peningkatan biaya depresiasi sebesar Rp 119.497.552 yaitu dari Rp 3.661.573.699 sebelum dilakukan revaluasi menjadi Rp 3.781.071.251 setelah dilakukan revaluasi.

Peningkatan biaya depresiasi tersebut dapat memberikan dampak pada penurunan laba perusahaan sehingga laba perusahaan sebagai dasar pengenaan PPh akan semakin kecil.

2.2. Kajian Pustaka 2.2.1 Perpajakan

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal pajak (DJP) yang merupakan salah saru direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Dasar hukum ketentuan Umum dan Tata

(3)

Cara Perpajakan adalah Undang-undang No.6 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009 (Katuuk, 2013).

2.2.2 Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak adalah suatu cara yang bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak dalam melakukan manajemen perpajakan usaha atau penghasilannya, perencanaan yang dimaksud adalah perencanaan pajak tanpa melakukan pelanggaran konstitusi atau Undang-Undang perpajakan yang berlaku. (Dina Mariyana, 2013) Strategi Umum Perencanaan Pajak sebagai berikut :

1. Tax Saving

Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang.

2. Tax Avoidance

Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21.

3. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak

Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.

4. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 23 atas penghasilan jasa atau sewa dll.

(4)

2.2.3 Strategi Perencanaan Pajak untuk Efesiensi Beban Pajak

Strategi mengefesienkan beban pajak (penghematan pajak) yang dilakukan oleh perusahaan haruslah bersifat legal, supaya tidak dapat menghindari sanksi-sanksi pajak di kemudian hari. Secara umum penghematan pajak menganut prinsip the least and latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undang-undang dan peraturan perpajakan (Sintia, 2016)

(Suandy, 2011, hal. 13) menyatakan agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perencanaan itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut :

1. Analysis of the existing data base (analisis informasi yang ada) dengan Faktor-faktor yang harus diperhatikan :

a. Fakta yang relevan. Dalam melakukan perencanaan pajak untuk perusahaan manajer dituntut untuk benar-benar menguasai segala situasi, baik segi internal maupun eksternal, selain itu manajer juga harus selalu memutakhirkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi agar perencanaan pajak dapat dilakukan secara tepat dan menyeluruh terhadap situasi transaksi-transaksi yang mempunyai dampak dalam perpajakan.

b. Faktor Pajak. Dalam menganalisa setiap permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan perencanaan pajak tidak terlepas dari dua hal utama yang berkaitan dengan faktor-faktor, (a), sistem perpajakan nasional yang dianut oleh suatu negara, (b) sikap Fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakan baik undang-undang domestic maupun tax treaty.

c. Faktor Nonpajak. Beberapa faktor nonpajak yang relevan untuk diperhatikan dalam penyusunan suatu perencanaan pajak, antara lain:

1. Masalah badan hukum

2. Masalah mata uang dan nilai tukar 3. Masalah pengawasan devisa 4. Masalah program insentif investasi 5. Masalah faktoe nonpajak lainnya

(5)

2. Design of one or more possible tax plans (buat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak). Metode yang harus diterapkan dalam menganalisis dan membandingkan beban pajak maupun pengeluaran lainnya dari suatu perencanaan adalah :

a. Apabila tidak ada rencana pembatasan pajak minimum.

b. Apabila ada rencana pembatasan pajak minimum yang ditetapkan, yang berhasil maupun gagal.

3. Evaluating a tax plan (evaluasi pelaksanaan rencana pajak)

Setelah memilih perencanaan pajak maka perlu evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksananaan perencanaan pajak terhadap beban pajak, perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternative perencanaan.

4. Debugging the tax plan (mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak) Perbandingan berbagai rencana harus dapat dibuat sebanyak mungkin sesuai dengan bentuk perencanaan pajak yang diinginkan, demi mendapatkan keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak yang harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi.

5. Updating the tax plan (mutakhirkan rencana pajak)

Pemutakhiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat dinamis. Oleh karena itu, harus diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang maupun faktor lain yang mempengaruhi perencanaan.

2.2.4 Aset Tetap

Aset tetap (fixed assets) merupakan aset tetap yang dibeli perusahaan dengan nilai yang relatif tinggi untuk digunakan dalam operasional perusahaan untuk jangka waktu yang lebih dari satu tahun. Kriteria asset tetap adalah :

1. Digunakan untuk operasional perusahaan, 2. Memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, 3. Memiliki nilai yang relatif tinggi.

(6)

PSAK No.16 (revisi 2012) menyatakan bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang,

1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan

2. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

PSAK No.16 (Revisi 2012)menyatakan bahwa aset tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, seperti:

1. Perolehan aset dengan tunai (cash);

2. Perolehan asset dengan cicilan (installment payment);

3. Perolehan dengan sewa guna usaha (leasing);

4. Perolehan dengan pertukaran.

Perolehan aset tetap diakui sebesar harga perolehannya (historical cost) ditambah dengan pengeluaran-pengeluaran yang timbul mulai dari proses pembelian hingga aset tersebut siap dioperasikan.

2.2.5 Revaluasi (Penilaian Kembali)

Penilaian kembali aset tetap atau sering disebut dengan revaluasi aset tetap adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut dipasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar.

Tujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan dapat melakukan penghitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya (Waluyo, 2011, hal. 191)

Tindakan penilaian kembali ini dilakukan karena aset tetap yang didasarkan pada harga perolehan (historical cost), sehingga dianggap kurang mencerminkan nilai atau potensi nyata yang dimiliki oleh perusahaan, sebagai akibat adanya fluktuasi harga atau nilai tukar yang cukup tinggi.

Penilaian kembali terhadap aset tetap perusahaan hanya dapat dilakukan oleh lembaga penilai, yaitu perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang diakui atau

(7)

memperoleh izin pemerintah, supaya dapat dilakukan secara objektif dan lebih profesional dan sekaligus terjadi check and balance. Dan yang kompeten dalam bidang tersebut adalah PT. Sucofindo Appraisal Utama/PT. Sucofindo Advisory Utama. Dasar penilaiannya adalah nilai pasar (market value) atau nilai wajar aset tetap tersebut yang berlaku pada saat revaluasi.

2.2.6 Revaluasi (Penilaian Kembali) Aset Tetap berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan

Perilaku akuntansi tentang penilaian kembali aset tetap sesuai ketentuan peraturan menteri keuangan ini perlu mendapatkan evaluasi juga bagaimana Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan mengatur meliputi berikut:

1. Penilaian kembali aset tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aset tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aset tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari pemerintah.

2. Nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aset yang bersangkutan.

3. Penilaian kembali aset tetap perusahaan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai.

4. Selisih antara nilai pengalihan aset tetap perusahaan dengan nilai sisa buku fiskal pada saat pengalihan merupakan keuntungan atau kerugian berdasarkan ketentuan undang- undang Pajak Penghasilan.

5. Selisih lebih penilaian kembali aset tetap perusahaan di atas nilai sisa buku komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan (perhatikan pengenaan pajaknya) harus dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama “Selisih Lebih penilaian kembali Aset Tetap Perusahaan tunggal...”.

6. Pemberian saham bonus atau pencatatan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aset tetap perusahaan, sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal seebagaimana dimaksud buka merupakan

(8)

objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

7. Dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal lebih besar dari pada selisih lebih penilaian kembali secara komesial, pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan objek pajak hanya sampai dengan sebesar selisih penilaian kembali secara komersial.

2.2.7 Revaluasi (Penilaian Kembali) Aset Tetap Menurut Peraturan Perpajakan Beberapa ketentuan umum revaluasi menurut aturan perpajakan dapat diringkaskan berikut ini (Sumarsan, 2012, hal. 165).

1. Revaluasi dilakukan atas seluruh aset tetap perusahaan termasuk tanah dengan status hak milik atau hak guna bangunan.

2. Revaluasi dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aset tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang memperoleh izin dari Pemerintah.

Jika hasil revaluasi tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya dapat ditetapkan oleh DJP.

3. Selisih revaluasi dikenakan pajak final sebesar 10%.

4. Penilaian kembali aset tetap tidak dapat dilakukan sebelum lewat jangka waktu lima tahun terhitung dari revaluasi terakhir.

5. Hasil revaluasi akan memperbaruhi nilai tercatat aset dan menjadi dasar penyusutan fiskal.

6. Revaluasi yang tidak memperoleh persetujuan DJP untuk penilaian kembali aset tetap, maka nilai revaluasi yang ditetapkan tidak dapat digunakan sebagai dasar melakukan penyusutan fiskal.

7. Perusahaan yang menjual aset yang telah direvaluasi sebelum masa penyusutan berakhir (kelompok 1 dan 2) atau sebelum 10 tahun dari tanggal revaluasi (kelompok lainnya), maka akan dikenakan tambahan pajak final sebesar selisih tarif terakhir dikurangi 10% (25% - 10% = 15%) dikalikan dengan keuntungan revaluasi aset.

(9)

Yang menjadi dasar hukum revaluasi aset tetap di Indonesia adalah Keputusan Menteri Keuangan RI No.486/KMK.03/2002 Tanggal 28 November 2002 tentang Tata Cara penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan. dan Undang- Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008. Dengan ketentuan sebagai berikut : a. Perhitungan Pajak atas Revaluasi (Penilaian Kembali) Aset Tetap

Dengan dilakukannya revaluasi, biasanya akan diperoleh peningkatan nilai aset tetap dari nilai sebelumnya, yang merupakan selisih lebih dari nilai aset tetap. Atas selisih lebih dari revaluasi di atas nilai sisa buku fiskal semula, dan setelah dikompensasikan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya, dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final sebesar 10%.

b. Pelaksanaan Revaluasi (Penilaian Kembali) Aset Tetap

Penilaian kembali (revaluasi) aset tetap merupakan salah satu bentuk kebijakan akuntansi terhadap seluruh aset tetap yang dimiliki perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.16 (Edisi Revisi 2012) “suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) atau model revaluasi (revaluation model) sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama

. Untuk tujuan perpajakan penilaian kembali (revaluasi) aset tetap dilaksanakan oleh perusahaan dengan berdasarkan pada peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dalam hal ini melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Surat Edaran dari Direktorat Jendral Pajak.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2002 ketentuab wajibpajak adalah.

1. Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang selanjutnya disebut perusahaan, dapat melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.

2. Wajib Pajak tidak termasuk Wajib Pajak yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.

(10)

Hal ini juga dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.486/KMK.03/2002 tentang Penilaian Kembali Aset Tetap perusahaan untuk tujuan Perpajakan dalam Pasal 2 (2) menyatakan “Penilaian kembali (revaluasi) dapat meliputi seluruh atau sebagian aset tetap perusahaan termasuk aset tetap perusahaan yang sudah pernah dilakukan penilaian kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya.

c. Tarif PPh Badan untuk Wajib Pajak Tertentu (Pasal 31E UU PPh)

Selain itu, wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-66/PJ/2010, ketentuan penerapan tarif Pasal 31E UU PPh adalah sebagai berikut:

1. fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat penyampaian SPT tahunan PPh wajib pajak badan, sehingga wajib pajak badan dalam negeri tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.

2. BUT merupakan subjek pajak luar negeri, sehingga tidak mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh.

3. batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan dalam negeri untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh.

4. peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh merupakan semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam tahun pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari indonesia maupun dari luar indonesia, meliputi:

(11)

a. penghasilan yang dikenai pajak penghasilan bersifat final;

b. penghasilan yang dikenai pajak penghasilan tidak bersifat final; dan c. penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

5. fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh tersebut bukan merupakan pilihan, sehingga bagi wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki akumulasi peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada huruf d di atas sampai dengan Rp50 miliar, tarif pajak penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri tersebut wajib mengikuti ketentuan pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh.

6. fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh ini berlaku untuk penghitungan pajak penghasilan terutang atas penghasilan kena pajak yang berasal dari penghasilan yang dikenai pajak penghasilan tidak bersifat final.

7. untuk menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan, wajib pajak badan dalam negeri yang telah memenuhi persyaratan fasilitas pengurangan tarif pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh wajib menggunakan tarif PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh.

Contoh Perhitungan Tarif yang peredaran usaha diatas Rp. 4.5 Milyard dan tidak lebih dari Rp. 50 milyard.

Peredaran bruto PT. ABC dalam tahun 2018 Rp. 30.000.000.000 Beban/pengeluaran menurut ketentuan Pajak Rp. 27.000.000.000 Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 3.000.000.000 PPh yang terutang dihitung sebagai Berikut :

Jumlah peredaran bruto yang memperoleh fasilitas sebagai Berikut Rp. 4.800.000.000

X X Rp. 3.000.000.000 Rp 480.000.000 Rp. 30.000.000.000

(12)

Jumlah peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas

Dasar Penghasilanr Kena Pajak (PKP) Rp. 3.000.000.000 Maksimal PKP yg memperoleh fasilitas Rp. (480.000.000) Penghasilan Kena Pajak tidak memperleh fasilitas Rp. 2.520.000.000 50 % X 25 % X Rp. 480.000.000,00 = Rp. 60.000.000

25 % X Rp. 2.520.000.000,00 = Rp. 630.000.000 PPh yang terutang 2018 = Rp. 690.000.000 d. Beban Penyusutan Aset Tetap

Aset Tetap yang disajikan dalam laporan keuangan harus dinilai berdasarkan udang- undang no 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan pasal 11, berbunyi ayat 1

“Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. ayat 2 “Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas

Ketentuan undang-undang perpajakan berkaitan dengan pengakuan beban/biaya penyusutan atas harga perolehan Aset Tetap tetap berwujud dihitung dengan menggunakan metode dan pengelompokan aset tetap sebagai Berikut :

Kelompok Aset Tetap Berwujud

Masa Manfaat

Tarif Penyusutan

Garis Lurus Saldo Menurun 1. Selain Bangunan

Kelompok 1 4 tahun 25% X HP 50% X NB

(13)

Kelompok 2 8 tahun 12,5% X HP 25% X NB Kelompok 3 16 tahun 6,25% X HP 12,5% X NB Kelompok 4 20 tahun 5% X HP 10 % X NB 2. Bangunan

Permanen 20 tahun 5% X HP -

Tidak Permanen 10 tahun 10% X HP -

e. Tata Cara dalam Pelaksanaan Revaluasi (Penilaian Kembali) Aset Tetap Prosedur yang harus diikuti dalam proses penilaian kembali aset tetap adalah:

1. Wajib pajak yang melakukan penilaian kembali aset tetap untuk tujuan perpajakan wajib mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak dengan mengajukan permohonan kepada Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib Pajak terdaftar (KPP domisili), paling lambat 30 hari kerja setelah tanggal dilakukannya penilaian kembali aset tetap dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam lampiran 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan:

a) Fotokopi surat ijin usaha jasa penilai yang dilegalisir oleh instansi pemerintah yang berwenang untuk menerbitkan surat ijin usaha tersebut.

b) Laporan penilaian perusahaan jasa penilai atau ahli penilai profesional yang diakui pemerintah.

c) Daftar Penilaian Kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.

d) Laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aset tetap yang telah diaudit oleh akuntan publik.

e) Surat keterangan tidak mempunyai tunggakan pajak dari KPP tempat WP terdaftar.

2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setelah meneliti pemberitahuan wajib pajak, wajib menerbitkan pengesahan atas neraca penyeusaian paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberitahuan diterima secara lengkap.

3. Apabila setelah jangka waktu diatas, Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum menerbitkan pengesahan maka neraca penyesuaian wajib pajak dianggap disetujui.

(14)

4. Wajib pajak yang kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus pembayaran PPh Final yang terutang dalam rangka penilaian kembali aset tetap perusahaan dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran.

5. PPh Final yang terutang atas selisih lebih nilai penilaian kembali aset tetap harus dibayar lunas ke Kas Negara dengan menggunakan SSP paling lambat 15 hari kerja setelah tanggal diterbitkannya Keputusan Persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

6. Dalam hal wajib pajak dikenakan sanksi tambahan PPh Final sebesar 20% karena melakukan pengalihan aset tetap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan revaluasi sebelum berakhir masa manfaat baru golongan aset tersebut, maka tambahan PPh Final tersebut harus dibayar lunas ke Kas Negara paling lambat 15 hari kerja setelah akhir bulan terjadinya pengalihan aset tetap tersebut.

7. Pembukuan Penilaian Kembali (Revaluasi) Aset Tetap

Selisih lebih penilaian kembali aset tetap dibukukan dalam rekening “Selisih Penilaian Kembali Aset Tetap” dan dimasukkan kelompok rekening Modal Saham.

Selisih lebih penilaian kembali aset tetap dicatat ke dalam jurnal penyesuaian adalah sebagai berikut:

a) Penyajian jurnal penyesuaian

Aset tetap/Harta xxxx

Akumulasi Penyusutan aset xxxx Selisih penilaian kembali aset xxxx (Mencatat selisih lebih penilaian kembali aset tetap) b) Perubahan akumulasi penyusutan aset tetap:

Beban penyusutan xxxxx

Akumulasi penyusutan xxxxx

(mencatat perubahan akumulasi penyusutan aset tetap)

c) Jurnal penyesuaian aset tetap berdasarkan nilai perolehan aset tetap yang baru sebagai berikut:

Aset tetap/Harta xxxxx Beban Penyusutan xxxxx

Selisih penilaian kembali aset xxxxx

(15)

Akumulasi penyusutan xxxxx (Jurnal penyesuaian aset tetap setelah revaluasi)

8. Pengalihan Aset yang Telah Dinilai Kembalim Wajib pajak tidak diperkenankan untuk mengalihkan aset yang telah dinilai kembali sebelum jangka waktu yang telah ditentukan, yaitu 5 tahun, kecuali pengalihan tersebut dilakukan kepada pemerintah atau dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha. Apabila wajib pajak melakukan pengalihan aset tidak sesuai ketentuan tersebut, maka atas selisih lebih penilian kembali aset tanpa dikompensasikan dengan kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya, dikenakan tambahan PPh yang bersifat final sebesar 10% dari selisih lebih revaluasi diatas nilai sisa buku fiskal semula.

Referensi

Dokumen terkait

Tansatrisna Maju Bersama mengalami kesulitan dalam melakukan pengecekan data karyawan dan anggota yang hadir maupun yang berhalangan hadir karena pada saat pencatatan data

Embriogenesis somatik dan regenerasi tanaman pada kultur in vitro organ bunga kakao.. Kemungkinan pemanfaatan limbah kulit buah kakao ( Theobroma cacao L.)

Dari hasil penelitian yang diperoleh, didapatkan beberapa Gambaran minuman Tradisional Jawa barat dari segi sejarah,tata cara menghidangkan maupun rasa lalu

a. Tujuan penelitian dinilai cukup bermanfaat. Desain penelitian dapat menjamin bahwa penelitian akan mencapai tujuannya. Tujuan penelitian tidak dapat dicapai dengan

Menurut IFRS perusahaan bisa melakukan penilaian kembali (revaluasi) aset tetap secara periodik pada nilai wajarnya. Penilaian harus meliputi pengurangan dari akumulasi penyusutan

suatu situasi atau kejadian, sehingga penelitian ini sering disebut sebagai penelitian survei, (b) tujuan khusus penelitian ini adalah g p j p mencari informasi faktual secara

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian doktrinal bahwa norma hukum didefinisikan dalam perspektif tatanan kaidah hukum tertulis

Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan bahwa tata letak ruang SMK Negeri 4 Banjarmasin dari tata letak meja sirkulasi sudah tepat yang berdekatan dengan