• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA USIA IBU DAN RIWAYAT ABORTUS DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLETUS DI RSB UMMI KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA USIA IBU DAN RIWAYAT ABORTUS DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLETUS DI RSB UMMI KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2015"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA USIA IBU DAN RIWAYAT ABORTUS DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLETUS

DI RSB UMMI KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2015

Antika Putri1 Marlina2 Ulfah Jamil3

Intisari

Abortus merupakan penghentian kehamilan sebelum umur 20 minggu kehamilan lengkap. Istilah ini digunakan untuk janin hidup maupun janin mati dengan berat  500 gram. Abortus disebabkan tiga faktor, faktor maternal, faktor janin, dan faktor paternal Abortus dapat dialami oleh semua ibu hamil, faktor- faktor risikonya meliputi usia dan adanya riwayat abortus berulang. Studi pendahuluan yang peneliti lakukan di RSB Ummi Kota Tasikmalaya kasus ibu hamil yang mengalami abortus inkompletus sebanyak 41 orang (8,4%) pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 71 orang (11,3%). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara usia ibu dan riwayat abortus dengan kejadian inkompletus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional dengan pendekatan restosfektif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh semua ibu hamil yang mengalami kejadian abortus pada tahun 2013-2014 di RSB Ummi Kota Tasikmalaya sebanyak 112 orang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya ada pada kategori umur < 20 tahun yaitu sebesar 50,9%, riwayat abortus pada responden ada pada kategori tidak mempunyai riwayat abortus yaitu sebesar 76,8%, ada hubungan usia dan riwayat abortus dengan abortus inkompletus di RSB Ummi Kota Tasikmalaya tahun 2015 dengan nilai p sebesar 0,000. Hendaknya lebih meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan khususnya dalam menangani kasus abortus inkompletus.

Kata Kunci : Usia, riwayat abortus, abortus inkompletus

1 Penulis

2 Pembimbing 1

3 Pembimbing 2

(2)

LATAR BELAKANG

Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs adalah Deklarasi Milenium 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Target umumnya adalah tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Pemerintah Indonesia turut dalam penandatanganan MDGs ini di Yew York. Deklarasi berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah tujuan pembangunan dalam Milenium ini adalah : menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup dan membangun kemitraan global untuk pembangunan (Puspitasari, 2012).

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tertinggi di ASEAN,

AKI merupakan parameter kesehatan ibu disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik, sebaliknya bila AKI rendah menggambarkan pelayanan kesehatan ibu sudah baik (Saifuddin, 2010).

Menurut data World Health Organization (WHO) persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 15-40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil, dan 60-75%

angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu.

Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15 %.

Namun demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, karena abortus buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila telah terjadi komplikasi (Kemenkes RI, 2010).

Pada tahun 2011, diperkirakan bahwa sekitar 2 juta aborsi terjadi di Indonesia. Perkiraan ini adalah angka tahunan aborsi sebesar 37 aborsi per 1.000 perempuan usia reproduksi (15 – 49 tahun). Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, dalam skala regional sekitar 29 aborsi

(3)

per 1.000 perempuan usia reproduksi, ternyata perkiraan ini cukup tinggi.

Kebanyakan aborsi di Indonesia dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih dan banyak juga (yang jumlahnya tidak diketahui) yang mengupayakan penguguran kandungan sendiri (Guttmacher Institute, 2012).

Di Jawa Barat angka kejadian abortus 4,20% dari jumlah kematian ibu sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup, atau sekitar 437 orang per tahun mengalami abortus (Dinkes Jawa Barat, 2014).. Sementara itu berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, jumlah kasus abortus pada ibu hamil bulan Januari-Maret tahun 2015 diperoleh sebanyak 139 orang ibu hamil yang mengalami abortus, dari jumlah tersebut sebanyak 67 orang (48,2%) mengalami abortus inkompletus, 33 orang (23,7%) abortus insipien, dan sebanyak 39 orang (28,1%) mengalami abortus provokatus (Dinkes Kota Tasikmalaya, 2014).

Akibatnya, angka dari komplikasi medis dan kematian maternal dari aborsi yang tidak aman dapat diperkirakan cukup tinggi. Setiap tahunnya sekitar 2 juta aborsi yang

diinduksi terjadi di Indonesia, kematian yang disebabkan karena aborsi yang tidak aman adalah sebesar 14 – 16%

dari semua kematian maternal (Guttmacher Institute, 2012).

Ada 3 penyebab klasik kematian ibu yaitu perdarahan, keracunan kehamilan dan infeksi. Sebenarnya ada penyebab ke 4 yaitu abortus, 15-50%

kematian ibu disebabkan oleh abortus, komplikasi abortus berupa perdarahan atau infeksi dapat menyebabkan kematian. Itulah sebabnya mengapa kematian ibu yang disebabkan abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian, tapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis (Azhari, 2011).

Abortus merupakan penghentian kehamilan sebelum umur 20 minggu kehamilan lengkap. Istilah ini digunakan untuk janin hidup maupun janin mati dengan berat  500 gram.

Namun, janin tidak perlu diidentifikasi jika terdapat produk konsepsi lainnya (misalnya plasenta atau selaput ketuban). Abortus merupakan hasil yang tidak dikehendaki pada 15%-40%

dari semua kehamilan yang diketahui.

Semakin muda kehamilan, semakin mungkin terjadi abortus. Sekitar 75%

abortus terjadi sebelum umur 16

(4)

minggu, dan kira-kira 60% terjadi sebelum 12 minggu (Pernoll & Benson, 2009).

Abortus disebabkan tiga faktor, faktor maternal, faktor janin, dan faktor paternal (Mochtar, 2008). Abortus dapat dialami oleh semua ibu hamil, faktor-faktor risikonya meliputi usia dan adanya riwayat abortus berulang (Koesno, 2008). Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas dan usia ibu.

Pada ibu usia dibawah 20 tahun risiko terjadinya abortus kurang dari 2%.

Risiko meningkat 10% pada usia ibu lebih dari 35 tahun dan mencapai 50%

pada usia ibu lebih dari 45 tahun.

Peningkatan risiko abortus ini diduga berhubungan dengan abnormalitas kromosom pada wanita usia lanjut (Cunningham, 2012).

Usia dapat mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang dari 20 tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat reproduksi, kelainan pada

kromosom dan penyakit kronis (Manuaba, 2010).

Riwayat abortus pada penderita abortus nampaknya juga merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %.

Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45% (Prawirohardjo, 2009).

Adanya berbagai macam abortus tergantung penyebabnya, salah satunya adalah abortus inkompletus. Abortus inkompletus merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum (Wiknjosastro, 2005).

Studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada awal bulan Maret tahun 2015 di RSB Ummi Kota Tasikmalaya kasus ibu hamil yang mengalami

(5)

abortus sebanyak 41 orang (8,4%) pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 71 orang (11,3%).

Kejadian abortus inkompletus yang terjadi di RSB Ummi Kota Tasikmalaya rata-rata berumur > 35 tahun, namun ada beberapa ibu yang berumur < 20 tahun, selain itu juga ada banyak ibu hamil yang pernah mengalami abortus inkompletus sebelumnya. Tingginya kasus abortus di Kota Tasikmalaya terutama di RSB Ummi mungkin disebabkan karena perilaku ibu hamil yang kurang baik dalam menjaga kehamilannya, seperti kurangnya nutrisi selama kehamilan, jarang memeriksakan kehamilan ke petugas kesehatan, dan mungkin karena faktor pekerjaan.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut peneliti akan menggali mengenai kasus terjadinya abortus inkompletus pada ibu hamil yang dituangkan dalam karya tulis ilmiah dengan judul ” Hubungan Antara Usia Ibu dan Riwayat Abortus dengan Kejadian Abortus Inkompletus di RSB Ummi Kota Tasikmalaya Tahun 2015”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional dengan pendekatan restrospektif. Penelitian korelasional merupakan penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, dalam penelitian ini mengetahui hubungan usia ibu dan riwayat abortus dengan kejadian abortus inkompletus.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang mengalami kejadian abortus pada tahun 2013-2014 di RSB Ummi Kota Tasikmalaya sebanyak 112 orang.

Pengambilan sampel penelitian ini yaitu menggunakan teknik Total Sampling yaitu sebanyak 112 orang.

HASIL PENELITIAN

Penelitian tentang hubungan usia dan riwayat abortus dengan kejadian inkompletus ini telah dilaksanakan pada 112 orang di RSB Ummi Kota Tasikmalaya. Hasil penelitian ini akan diuraikan dalam bentuk analisis univariat dan analisis bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan variabel bebas yaitu usia, riwayat abortus dan abortus inkompletus.

(6)

Berikut hasil penelitian akan diuraikan di bawah ini :

a. Usia Responden

Distribusi frekuensi usia responden, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Usia Responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya Tahun 2015

Umur Frekuensi Persentase

< 20 tahun 23 20,5

20-35 tahun 57 50,9

> 35 tahun 32 28,6

Jumlah 112 100

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar umur responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya ada pada kategori umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 57 orang (50,9%), sedangkan sebagian kecil ada pada kategori umur

< 20 tahun yaitu sebanyak 23 orang (20,5%).

b. Riwayat Abortus

Distribusi frekuensi riwayat abortus responden, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Riwayat Abortus Responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya Tahun 2015

Riwayat Abortus Frekuensi Persentase

Ya 26 23,2

Tidak 86 76,8

Jumlah 112 100

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya ada pada kategori tidak mempunyai riwayat abortus yaitu sebanyak 86 orang (76,8%), sedangkan sebagian kecil ada pada kategori mempunyai riwayat

abortus yaitu sebanyak 26 orang (23,2%).

c. Kejadian abortus

Distribusi frekuensi kejadian abortus responden, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

(7)

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Kejadian Abortus Responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya Tahun 2015

Abortus Inkompletus Frekuensi Persentase

Ya 30 26,8

Tidak 82 73,2

Jumlah 112 100

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya ada pada kategori tidak mengalami abortus yaitu sebanyak 82 orang (73,2%), sedangkan sebagian kecil ada pada kategori mengalami abortus yaitu sebanyak 30 orang (26,8%).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, dalam penelitian ini adalah hubungan usia dan riwayat abortus dengan abortus inkompletus, hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

a. Hubungan Usia dengan Abortus Inkompletus

Tabel 4

Hubungan Usia dengan Abortus Inkompletus di RSB Ummi Kota Tasikmalaya Tahun 2015

Usia

Abortus Inkompletus

Total p

value

Ya Tidak

f % F % f %

< 20 Tahun 6 26,1 17 73,9 23 100

0,000 20-35 Tahun 6 10,5 51 89,5 57 100

> 35 Tahun 18 56,3 14 43,8 32 100 Jumlah 30 26,8 82 73,2 112 100

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa responden dengan umur > 35 tahun cenderung mengalami abortus inkompletus sebanyak 18 orang (56,3%), sedangkan responden dengan umur 20-35 tahun banyak yang tidak

mengalami abortus inkompletus sebanyak 51 orang (89,5%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai hitung sebesar 0,000, jika dibandingkan dengan nilai 

(8)

(0,05), maka nilai hitung lebih kecil daripada nilai  (0,000 < 0,05), maka Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan usia dengan abortus

inklompletus di RSB Ummi Kota Tasikmalaya tahun 2015.

b. Hubungan Riwayat Abortus dengan abortus Inkompletus

Tabel 5

Hubungan Riwayat Abortus dengan Abortus Inkompletus di RSB Ummi Kota Tasikmalaya Tahun 2015

Riwayat Abortus

Abortus Inkompletus

Total p

value

Ya Tidak

f % f % F %

Ya 19 73,1 7 26,9 26 100

0,000 Tidak 11 12,8 75 87,2 86 100

Jumlah 30 26,8 82 73,2 112 100

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa responden dengan riwayat abortus cenderung mengalami abortus inkompletus sebanyak 19 orang (73,1%), sedangkan responden yang tidak mempunyai riwayat abortus tidak mengalami abortus inkompletus sebanyak 75 orang (87,2%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai hitung sebesar 0,000, jika dibandingkan dengan nilai  (0,05), maka nilai hitung lebih kecil daripada nilai  (0,000 < 0,05), maka Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan riwayat abortus dengan abortus inklompletus di RSB Ummi Kota Tasikmalaya tahun 2015.

PEMBAHASAN

1. Usia Responden yang mengalami Abortus Inkompletus

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar umur responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya ada pada kategori umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 57 orang, umur < 20 tahun sebanyak 23 orang, dan umur > 35 tahun sebanyak 32 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan umur > 35 tahun cenderung banyak mengalami abortus inkompletus dibandingkan dengan responden dengan usia < 20 tahun dan 20-35 tahun. Ini terjadi karena pada umur tersebut fungsi reproduksi sudah mengalami penurunan.

(9)

Hal ini sejalan dengan pendapat Wiknjosastro (2005) yang menyatakan bahwa umur paling untuk hamil adalah 20-35 tahun. Umur merupakan salah satu faktor yang menggambarkan kematangan seseorang baik secara fisik, psikis dan sosial. Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor resiko yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun fungsi reproduksi sudah mengalami penurunan dibandingkan dengan fungsi reproduksi normal (Risma, 2007).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa umur ibu lebih dari 35 tahun cenderung mengalami abortus dibandingkan dengan umur ibu 20-35 tahun. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Kusniati (2007) dengan judul hubungan beberapa faktor ibu dengan kejadian abortus spontan yang menjelaskan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan kejadian abortus spontan disebabkan karena

pasangan usia subur masih kurang memahami tentang usia reproduksi sehat. Dilihat dari hasil penelitian diatas maka ada kesesuaian antara penelitian dengan teori yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara umur ibu hamil dengan kejadian abortus

2. Riwayat Abortus

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya ada pada kategori tidak mempunyai riwayat abortus yaitu sebanyak 86 orang, sedangkan sebagian kecil ada pada kategori mempunyai riwayat abortus yaitu sebanyak 26 orang. Hal ini menunjukkan bahwa riwayat abortus merupakan faktor resiko tejadinya abortus inkompletus untuk kehamilan selanjutnya, selain itu juga riwayat abortus pada penderita abortus juga merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang.

Hal ini sejalan dengan pendapat Prawirohardjo (2009) yang menyatakan bahwa kejadian abortus yang disebabkan karena riwayat abortus sekitar 3 – 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1

(10)

kali abortus spontan, pasangan punya resiko 15 % untuk mengalami keguguran lagi sedangkan bila pernah 2 kali, resikonya akan meningkat 25 %.

Beberapa studi meramalkan bahwa resiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45 %.

Ibu dengan riwayat sudah pernah mengalami abortus dua kali berturut- turut maka kehamilan berikutnya hanya 63 % berjalan normal, tetapi kehamilan keempat berjalan normal hanya sekitar 16 % (Rustam, 2008).

3. Abortus Inkompletus

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya ada pada kategori tidak mengalami abortus inkompletus yaitu sebanyak 82 orang, sedangkan sebagian kecil ada pada kategori mengalami abortus inkompletus yaitu sebanyak 30 orang. Responden yang tidak mengalami abortus inkompletus termasuk kedalam komplikasi kehamilannya lainnya seperti : abortus spontan, abortus imminens, abortus insipien, dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena responden dengan kejadian abortus inkompletus mungkin

disebabkan karena adanya riwayat abortus.

Abortus inkompletus merupakan Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum (Wiknjosastro, 2005). Faktor penyebab terjadinya abortus inkompletus diantaranya adalah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.

4. Hubungan Usia dengan Abortus Inkompletus

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan umur > 35 tahun cenderung mengalami abortus inkompletus sebanyak 18 orang. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai hitung sebesar 0,000, jika dibandingkan dengan nilai  (0,05), maka nilai hitung lebih kecil daripada nilai  (0,000 < 0,05), maka Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan usia dengan abortus inklompletus di RSB Ummi Kota Tasikmalaya tahun 2015. Adanya

(11)

hubungan ini disebabkan karena usia dapat berpengaruh terhadap abortus inkompletus. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah usia resiko terjadi komplikasi kehamilan seperti abortus semakin tinggi, ini terjadi karena pada usia > 35 tahun sudah mengalami penurunan reproduksi, sehingga resiko terjadinya abortus sangat besar.

Hal ini sejalan dengan pendapat Manuaba (2010) yang menyatakan bahwa usia juga dapat mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang dari 20 tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat reproduksi, kelainan pada kromosom, dan penyakit kronis.

Usia ibu mempunyai pengaruh terhadap kehamilan, diusia kurang dan 20 tahun adalah umur yang dianggap terlalu muda untuk hamil dan melahirkan karena endometrium belum slap menerima hasil konsepsi dan bila hamil diatas 35 tahun diaman organ reproduksi dan fungsi organ tubuh lainnya sudah mulai menurun dan

kesehatan ibu tidak sebaik dulu (Scoot, 2008).

5. Hubungan Riwayat Abortus dengan abortus Inkompletus

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan riwayat abortus cenderung mengalami abortus inkompletus sebanyak 19 orang.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai hitung sebesar 0,000, jika dibandingkan dengan nilai  (0,05), maka nilai hitung lebih kecil daripada nilai  (0,000 < 0,05), maka Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan riwayat abortus dengan abortus inklompletus di RSB Ummi Kota Tasikmalaya tahun 2015. Hal ini disebabkan karena dengan adanya riwayat abortus, ibu hamil akan beresiko mengalami abortus kembali.

Ini terjadi karena faktor psikologis yang dapat menganggu ibu dalam menghadapi kehamilan, trauma pernah mengalami abortus sebelumnya dapat memicu terjadinya abortus selanjutnya.

Ibu dengan riwayat sudah pernah mengalami abortus dua kali berturut- turut maka kehamilan berikutnya hanya 63 % berjalan normal, tetapi kehamilan

(12)

keempat berjalan normal hanya sekitar 16% (Rustam, 2008). Menurut pendapat Danvers (2005), semakin tinggi riwayat abortus, semakin besar pula risiko terjadinya abortus.

Penelitian Maconochie dkk (2001) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat abortus dengan kejadian abortus. Sebagian besar pasien abortus yang menjadi sampel penelitian ini tidak pernah mengalami abortus sebelumnya karena sebagian besar sampel penelitian adalah primigravida.

Sebagian besar pasien mengalami abortus pada usia reproduksi. Danvers berpendapat bahwa peningkatan umur ibu saat hamil berhubungan dengan peningkatan terjadinya abnormalitas kromosom sehingga meningkatkan risiko terjadinya abortus. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat tersebut karena didapatkan hasil bahwa jumlah abortus semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur pasien abortus. Penelitian Maconochie dkk juga menunjukkan bahwa terjadinya abortus semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu.

Menurut Danvers (2005), risiko abortus akan semakin meningkat ketika

riwayat kehamilan ibu bertambah.

Kehamilan lebih dari tiga kali mempunyai risiko terjadinya serviks inkompeten sehingga dapat menyebabkan abortus. Sebagian besar abortus terjadi pada pasien dengan kehamilan pertama kali. Abortus justru semakin menurun seiring dengan pertambahan jumlah kehamilan yang pernah dialami pasien. Penelitian Maconochie dkk juga menunjukkan bahwa kehamilan pertama mempunyai risiko abortus yang lebih tinggi daripada kehamilan kedua dan ketiga.

Akan tetapi, risiko abortus kembali meningkat setelah kehamilan keempat.

Penyebab kejadian ini belum dapat diketahui secara pasti. Penelitian Widyastuti dan Eka (2012) di Palembang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor usia dengan kejadian abortus.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Usia responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya sebagian besar ada

(13)

pada kategori umur < 20 tahun yaitu sebesar 50,9%.

2. Riwayat abortus pada responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya sebagian besar ada pada kategori tidak mempunyai riwayat abortus yaitu sebesar 76,8%.

3. Kejadian abortus inkompletus pada responden di RSB Ummi Kota Tasikmalaya sebagian besar ada pada kategori tidak mengalami abortus inkompletus yaitu sebesar 73,2%.

4. Ada hubungan usia dengan abortus inkompletus di RSB Ummi Kota Tasikmalaya tahun 2015 dengan nilai p sebesar 0,000.

5. Ada hubungan riwayat abortus dengan abortus inkompletus di RSB Ummi Kota Tasikmalaya tahun 2015 dengan nilai p sebesar 0,000.

SARAN

1. Bagi RSB Ummi Kota Tasikmalaya Hendaknya lebih meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan khususnya dalam menangani kasus abortus inkompletus

2. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan agar lebih memacu mahasiswa dalam memahami

dan menerapkan ilmunya terutama dalam bidang ilmu patologi kebidanan untuk mendeteksi dini komplikasi- komplikasi dalam kehamilan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hendaknya menggali lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhinya terjadinya abortus inkompletus dengan menggunakan tempat dan metode yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Azhari, 2011. Upaya menurunkan angka kesakitan dan angka

kematian ibu.

http://adln.lib.unair.ac.id/files/di sk1/536/gdlhub-gdl-s3-2013- yusrizalfe-26755-19.--daf-a.pdf Cunningham, 2012. Obstetri William.

Edisi Kedelapan Belas.

Dinkes Jawa Barat, 2014. Profil Kesehatan Jawa Barat.

Bandung.

Guttmacher Institute, 2009. Aborsi di Indonesia.

https://www.guttmacher.org/pu bs/2008/10/15/Aborsi_di_Indon esia.pdf. Diakses tanggal 20 April 2015.

Kemenkes RI, 2010. Koordinasi Pemrograman Sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas. Tesis Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.

(14)

Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan, Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Edisi Revisi.

EGC, Jakarta.

Mochtar, 2008. Sinopsis Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Delfilutan, Edisi 2. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Pernoll & Benson, 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta:EGC

Prawirohardjo, 2009. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Cet 8.

Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

Scoot, 2008. Abortion in Young Women and Subsequent Mental Health.

Journal of Child Psychology &

Psychiatry.47(1): 16-24.

Wiknjosastro, 2005. Ilmu Kebidanan.

Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Hal itu setidaknya dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi Deni Heriyanto dan Ade Tirta Kamandanu, dua orang yang telah dan masih berkiprah sebagai atlit Pencak

Hasil rekonsiliasi antara data penerimaan menurut MPN dan data penerimaan menurut Kas Umum Negara pada Sistem Akuntansi Umum (SAU) menunjukkan adanya perbedaan

cancers of the liver. Ringe B, Pichlmayr R, Wittekind C, Tusch G. Surgical treatment of hepatocellular carcinoma: experience with liver resection and transplantation in 198

Di kuari Bukit Karang Putih, PT Semen Padang melakukan pemboran hampir 24 jam untuk memenuhi jumlah lubang ledak yang direncanakan dan hanya berhenti istirahat pada saat lubang

Kompetensi guru PAI dalam pengajaran, pembinaan dan pelatihan harus dapat mengantarkan peserta didiknya memiliki kemampuan dalam membaca dan menuliskan huruf-huruf

Berdasarkan analisis terhadap biaya pro- duksi dan tahapan kegiatan pembangunan tanam- an meranti karet dapat diketahui kebutuhan in- vestasi petani terhadap usaha budidaya

Yang membuat kurangnya tenaga pengereman pada sistem simulasi,seperti kerusakkan yang terjadi padamaster cylinder, kebocoran pada pipa dan flexible hoose, kotornya

Pada percob rcobaan ini aan ini, larut , larutan stan an standar dar Fe dan l Fe dan larutan arutan stand standar ar Mn den Mn dengan gan konsentrasi yang berbeda-beda