• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTITAS BUKU KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN. Penyusun: Tim Pokja Lemdiklat Polri T.A Editor :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTITAS BUKU KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN. Penyusun: Tim Pokja Lemdiklat Polri T.A Editor :"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN

Penyusun:

Tim Pokja Lemdiklat Polri T.A. 2018

Editor :

1. KOMBES POL Dr. S.M. Handayani, M.Si.

2. AKBP Henny Wuryandari, S.H.

3. AKBP Noffan Widyayoko,S.I.K.,M.H.

4. AKBP Dr. Idodo Simangunsong.

5. PENDA Dwi Hardjanti.

6. BRIPDA Dimas Imron Pamungkas.

Hanjar Pendidikan Polri

Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS)

Diterbitkan oleh:

Bagian Kurikulum dan Hanjar Pendidikan dan Pembentukan Biro Kurikulum

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Tahun 2018

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang menggandakan sebagian atau seluruh isi Bahan Ajar (Hanjar) Pendidikan Polri ini, tanpa izin tertulis dari Kalemdiklat Polri.

(4)

DAFTAR ISI

Cover ... i

Sambutan Kalemdiklat Polri ... iii

Keputusan Kalemdiklat Polri ... v

Lembar Identitas ... vii

Daftar Isi ... viii

Pendahuluan ... 1

Standar Kompetensi ... 2

MODUL 1 KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM (UU RI nomor 9 tahun 1998) ...3

Pengantar ...3

Kompetensi Dasar ...3

Materi Pelajaran ...4

Metode Pembelajaran ... 4

Alat/Media Bahan, dan Sumber Belajar ...5

Kegiatan Pembelajaran ... 5

Tagihan/Tugas ...6

Lembar Kegiatan ...6

Bahan Bacaan ...7

1. Pengertian-pengertian yang berhubungan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ... 8

2. Asas dan tujuan kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum ... 8

3. Hak dan kewajiban masyarakat dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ... 9

(5)

viii KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN

4. Bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat di muka

umum... 10

5. Sanksi dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ... 13

Rangkuman ...14

Latihan ...14

MODUL 2 PENANGANAN KONFLIK SOSIAL (UU RI nomor 2012) ...15

Pengantar ...15

Kompetensi Dasar ...15

Materi Pelajaran ...16

Metode Pembelajaran ... 16

Alat/Media Bahan, dan Sumber Belajar ...17

Kegiatan Pembelajaran ... 17

Tagihan/Tugas ...18

Lembar Kegiatan ...18

Bahan Bacaan ...19

1. Pengertian-pengertian terkait penanganan konflik sosial ...21

2. Penanganan konflik mencerminkan asas ...20

3. Penanganan konflik bertujuan ...22

4. Ruang lingkup penanganan konflik meliputi ...23

5. Sumber konflik ...23

6. Pencegahan konflik ... 23

7. Penghentian konflik ... 25

8. Upaya pasca konflik ...27 9. Kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik sosial 28

(6)

10. Peran serta masyarakat dalam penanganan konflik sosial 33

Rangkuman ...34

Latihan ...34

MODUL 3 PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN KEPALDA DAERAH ...35

Pengantar ...35

Kompetensi Dasar ...35

Materi Pelajaran ...36

Metode Pembelajaran ... 37

Alat/Media Bahan, dan Sumber Belajar ...37

Kegiatan Pembelajaran ... 38

Tagihan/Tugas ...39

Lembar Kegiatan ...39

Bahan Bacaan ...40

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILU 1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan pemilu ...40

2. Asas pemilu ...42

3. Prinsip pemilu ...42

4. Tujuan pemilu ...43

5. Pelaksanaan pemilu ...43

6. Larangan dalam kegiatan kampanye ...44

PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA 1. Pengertian-pengertian yang berhubungan dengan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota ... 45 2. Tahapan pemilihan ... 48

3. Ketentuan kampanye ...49

(7)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN x

4. Partisipan masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan...52

5. Penanganan laporan pelanggaran pemilihan ...52

6. Kode etik, pelanggaran administrasi, penyelesaian sengketa tindak pidana pemilihan, sengketa tata usaha negara dan perselisihan pemilihan ... 53 7. Ketentuan pidana dalam Undang-undang pemilihan Gubernur, Bupati dan walikota ... 57 Rangkuman ...65

Latihan ...68

MODUL 4 Keterbukaan informasi publik (UU RI nomor 14 tahun 2008) Pengantar ...69

Kompetensi Dasar ...69

Materi Pelajaran ...70

Metode Pembelajaran ... 70

Alat/Media Bahan, dan Sumber Belajar ...71

Kegiatan Pembelajaran ... 71

Lembar Kegiatan ...72

Bahan Bacaan ...72

1. Pengertian-pengertian yang berhubungan dengan UU RI nomor 14 tentang keterbukaan informasi publik ... 73 2. Asas undang-undang keterbukaan info publik ...74

3. Tujuan undang-undang keterbukaan informasi publik ...75

4. Ruang lingkup badan publik undang-undang keterbukaan informasi publik ...76

5. Hak dan kewajiban pemohon dan pengguna informasi publik ...77

6. Jenis-jenis informasi publik ...78

(8)

7. Mekanisme memperoleh informasi publik... 83

8. Komisi informasi ...84

9. Keberatan dan penyelesaian sengketa melalui komisi informasi ...85

10. Langkah-langkah gugatan ke pengadilan dan kasasi ...87

11. Ketentuan pidana dalam undang-undang keterbukaan informasi publik ... 88 Rangkuman ...91

Latihan ...92

MODUL 5 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (UU RI nomor 14 tahun 2008) ... 93 Pengantar ...93

Kompetensi Dasar ...93

Materi Pelajaran ...94

Metode Pembelajaran ... 94

Alat/Media Bahan, dan Sumber Belajar ...95

Kegiatan Pembelajaran ... 95

Tagihan/Tugas ...96

Lembar Kegiatan ...96

Bahan Bacaan ...97

1. Pengertian korupsi ... 97

2. Kondisi yang mendukung muculnya korupsi ...98

3. Korupsi kerugian negara ...99

4. Korupsi suap menyuap ...99

5. Korupsi pemerasan ...100

6. Korupsi penggelapan dalam jabatan ...101

(9)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN xii

7. Korupsi perbuatan curang ...102

8. Korupsi benturan kepentingan dalam pengadaan ...103

9. Korupsi gratifikasi ... 103

10. Peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi ...107

Rangkuman ...109

Latihan ...110

MODUL 6 NARKOTIKA (UU RI nomor 35 tahun 2009) ...111

Pengantar ...111

Kompetensi Dasar ...111

Materi Pelajaran ...112

Metode Pembelajaran ... 112

Alat/Media Bahan, dan Sumber Belajar ...113

Kegiatan Pembelajaran ...113

Tagihan/Tugas ...114

Lembar Kegiatan ...114

Bahan Bacaan ...115

1. Pengertian-pengertian yang berhubungan dengan narkotika ...116

2. Asas, tujuan dan ruang lingkup undang-undang narkotika ...117

3. Penggolongan dan jenis narkotika ...118

4. Peredaran narkotika ...118

5. Pembinaan dan pengawasan peredaran narkotika ...119

6. Peredaran dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika ...120

(10)

7. Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang

pengadilan ...121

8. Peran serta masyarakat ...128

Rangkuman ...130

Latihan ...131

MODUL 7 INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN ATAU PENODAAN AGAMA ... 132

Pengantar ...132

Kompetensi Dasar ...132

Materi Pelajaran ...133

Metode Pembelajaran ... 134

Alat/Media Bahan, dan Sumber Belajar ...134

Kegiatan Pembelajaran ...135

Tagihan/Tugas ...136

Lembar Kegiatan ...136

Bahan Bacaan ...137

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU RI nomor 11 tahun 2008) 1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik ... 137

2. Asas dan tujuan informasi dan transaksi elektronik ... 139

3. Ujaran kebencian (Hate Speech) ... 139

4. Penyelenggaraan sistem elektronik ... 142

5. Penyelesaian Sengketa ... 143

6. Penyidikan ... 143

(11)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN xiv 7. Perbuatan dan ketentuan pidana informasi dan transaksi

elektronik ... 145

PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN ATAU PENODAAN AGAMA (UU RI nomor 1 tahun 1965) 1. Pengertian penodaan agama ... 149

2. Ketentuan pelanggaran penodaan agama ... 149

3. Larangan penodaan agama dan ancaman pidana ... 149

Rangkuman ...151

Latihan ...152

(12)

MODUL KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN

34 JP (1530 menit)

Pendahuluan

Sebagaimana diketahui bersama setelah reformasi bergulir, begitu banyak produk perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pembuat Undang-Undang, diantara produk Undang-undang tersebut ada yang mencantumkan sanksi pidana bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut, oleh karena itu Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokoknya yang tercantum dalam Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Menegakkan hukum disini terutama dalam bidang hukum pidana.

Modul Kapita Selekta Perundang-undangan ini disusun untuk melengkapi pengetahuan peserta didik Sekolah Inspektur Polisi dalam memahami perundang-undangan tertentu di luar KUHP dan KUHAP, mengingat lulusan peserta didik Sekolah Inspektur Polisi adalah sebagai First Line Supervisor atau pemimpin di garis depan baik sebagai polisi tugas umum.

Idealnya semakin banyak pemahaman hukum di luar KUHP dan KUHAP, semakin baik tetapi karena terbatasnya alokasi waktu yang diberikan untuk mata pelajaran Kapita Selekta Perundang-undangan ini hanya 34 JP, maka yang disajikan dalam mata pelajaran ini hanya 7 (enam) Undang-undang yang dipilih dengan pertimbangan sering dihadapi Polri dalam melaksanakan tugas sehari-hari, yaitu:

a. Undang-Undang RI Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum;

b. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial;

c. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-undang RI Nomor 1 tahun 2014 tentang Pilkada;

d. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang.

(13)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 2

e. Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi;

f. Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika;

g. Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik (Edaran Kapolri Nomor: SE/06/X/2015 soal penanganan ujaran kebencian (Hate Speech); dan Undang- undang RI nomor 1 tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.

Standar Kompetensi

Memahami Perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan tugas Polri.

(14)

MODUL

01

KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM (UU RI Nomor 9 tahun 1998 )

4 JP (180 menit)

Pengantar

Dalam modul ini dibahas materi tentang pengertian-pengertian dalam undang-undang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, asas dan tujuan, hak dan kewajiban masyarakat dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat di muka umum, dan sangsi dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Tujuan diberikannya materi ini adalah agar peserta didik memahami tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Kompetensi Dasar

Memahami tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Indikator hasil belajar:

1. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berhubungan dengan Undang-undang RI nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum;

2. Menjelaskan asas dan tujuan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum;

3. Menjelaskan hak dan kewajiban masyarakat dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum;

4. Menjelaskan bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat di muka umum;

5. Menjelaskan sanksi dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

(15)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 4

Materi Pelajaran

Pokok bahasan:

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Sub pokok bahasan:

1. Pengertian-pengertian dalam undang-undang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum;

2. Asas dan tujuan dalam menyampaikan pendapat dimuka umum;

3. Hak dan kewajiban masyarakat dan aparatur Pemerintah dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum;

4. Bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat di muka umum;

5. Sangsi dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Metode Pembelajaran

1. Metode ceramah

Metode ini digunakan pendidik untuk digunakan untuk menjelaskan materi tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

2. Metode Brainstorming (curah pendapat)

Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat peserta didik tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

3. Metode tanya jawab

Metode ini digunakan pendidik untuk bertanya dan menjawab kepada peserta didik dalam rangka mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disampaikan.

4. Metode penugasan

Metode ini dugunakan pendidik untuk menugaskan peserta didik membuat resume tentang materi yang diberikan.

(16)

Alat /medial, Bahan, dan Sumber Belajar

1. Alat/media:

a. White Board;

b. Laptop;

c. LCD Projector;

d. OHP;

e. Slide;

f. Spidol;

g. Penghapus.

2. Bahan:

a. Alat tulis;

b. Kertas Flipchart/HVS.

3. Sumber belajar:

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang undang-undang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Kegiatan Pembelajaran

1. Tahap awal : 10 menit Pendidik melaksanakan:

a. Membuka kelas dan memberikan salam;

b. Perkenalan;

c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran;

d. Pendidik menyampaikan rencana program pembelajaran.

2. Tahap inti : 160 menit

a. Pendidik menyampaikan materi kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum;

b. Pesesrta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami;

c. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah disampaikan;

d. Peserta didik melaksanakan curah pendapat tentang materi yang disampaikan oleh pendidik;

(17)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 6

e. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya atau menanggapi materi;

f. Pendidik menugaskan peserta didik untuk membuat resume.

3. Tahap akhir : 10 menit a. Penguatan materi.

Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara umum;

b. Cek penguasaan materi.

Pendidik mengecek penguasaan materi pembelajaran dengan bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik.

c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.

Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari pembelajaran yang disampaikan kepada peserta didik

Tagihan/Tugas

Peserta didik mengumpulkan resume dalam bentuk tulisan kepada pendidik.

Lembar Kegiatan

Peserta didik membuat resume tentang materi yang telah diberikan.

(18)

Bahan Bacaan

KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi : "kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang". Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan pasal 19 Deklarasi Universal Hak- Hak Asasi Manusia yangberbunyi:

"Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas-batas".

Perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan, tulisan, dan sebagainya tetap harus dipelihara agar seluruh tatanan sosial kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggaan hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan, dan arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum sehingga tidak menciptakan disintregasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang antara lain menetapkan sebagai berikut:

1. Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh.

2. Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan olehundang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;

(19)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 8

3. Hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan dan asas perserikatan Bangsa- Bangsa.

Sejalan dengan hal tersebut diatas rambu-rambu hukum harus memiliki karakteristik otonom, responsif, dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yang represif. Dengan berpegang teguh pada karakteristik tersebut maka undang-undang tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, merupakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat regulatif, sehingga di satu sisi dapat melindungi hak dan warga negara sesuai dengan pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, dan di sisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis, yang dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.

Undang-undang ini mengatur bentuk dan tata penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.

1. Pengertian-pengertian yang berhubungan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

a. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku;

b. Di muka umum adalah di hadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang;

c. Unjuk Rasa atau demontrasi adalah kegiatan yang dilakukan seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum;

d. Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak- arakan di jalan umum;

e. Rapat Umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu;

f. Mimbar Bebas adalah kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum yang dilakukan secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu.

2. Asas dan tujuan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

(20)

a. Asas

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada:

1) Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;

2) Asas musyawarah dan mufakat;

3) Asas kepastian hukum dan keadilan;

4) Asas proporsionalitas adalah asas yang meletakkan segala kegiatan sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang dilakukan oleh warga negara, institusi, maupun aparatur pemerintah, yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika institusional;

5) Asas manfaat.

b. Tujuan

Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah:

1) Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945;

2) Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;

3) Mewujudkan iklim yang konduksif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;

4) Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

3. Hak dan kewajiban masyarakat dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

a. Hak dan kewajiban warga negara

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk:

1) Mengeluarkan pikiran secara bebas;

2) Memperoleh perlindungan hukum.

(21)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 10

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

1) Menghormati hak-hak orang lain;

2) Menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;

3) Menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku;

4) Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum;

5) Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

b. Hak dan kewajiban aparatur pemerintah

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

1) Melindungi hak asasi manusia;

2) Menghargai asas legalitas;

3) Menghargai prinsip praduga tidak bersalah;

4) Menyelenggarakan pengamanan.

c. Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat

Masyarakat berhak berperan serta secara bertanggungjawab untuk berupaya agar penyampaian pendapat dimuka umum dapat berlangsung secara aman, tertib dan damai.

4. Bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat di muka umum

a. Bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka umum

Penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dalam bentuk

1) Unjuk rasa atau demontrasi;

2) Pawai;

3) Rapat umum;

4) Mimbar bebas.

b. Tata cara penyampaian pendapat di muka umum 1) Larangan pelaksanaan

Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:

a) Di lingkungan istana kepresidenan, adalah istana

(22)

presiden dan istana wakil presiden dengan radius 100 meter dari pagar luar;

b) Tempat ibadah;

c) Instalasi militer, rneliputi radius 150 meter dari pagar luar;

d) Rumah sakit;

e) Pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat;

f) Objek-objek vital nasional;

g) Pada hari besar nasional yaitu:

(1) Tahun baru;

(2) Hari raya nyepi;

(3) Hari wafat isa almasih;

(4) Isra mi.raj;

(5) Kenaikan isa almasih;

(6) Hari raya waisak;

(7) Hari raya idul fitri;

(8) Hari raya idul adha;

(9) Maulid nabi;

(10) 1 Muharam;

(11) Natal;

(12) Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus.

Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.

2) Tata pelaksanaan

Penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok selambat-lambatnya 3x24 jam sebelum kegiatan di mulai telah diterima oleh Polri setempat, kecuali bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan, dengan ketentuan apabila kegiatan dilaksanakan pada:

a) 1 (satu) Kecamatan. pemberitahuan ditujukan kepada Polsek setempat;

b) 2 (dua) Kecamatan atau lebih dalam lingkungan Kabupaten/Kotamadya. pemberitahuan ditujukan

(23)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 12 kepada Polres setempat;

c) 2 (dua) Kabupaten/Kotamadya atau lebih dalam 1 (satu) Propinsi, pemberitahuan ditujukan kepada Polda setempat;

d) 2 (dua) Propinsi atau lebih, pemberitahuan ditujukan kepada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Surat pemberitahuan penyampaian pendapat di muka umum memuat:

a) Maksud dan tujuan;

b) Tempat, lokasi dan rute;

c) Waktu dan lama;

d) Bentuk;

e) Penanggung jawab;

f) Nama dan alamat organisasi, kelompok atau perseorangan;

g) Alat peraga yang digunakan;

h) Jumlah peserta.

Penanggung jawab kegiatan wajib bertanggung jawab agar kegiatan penyampaian pendapat di muka umum terlaksana secara aman, tertib dan aman.

Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demontrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan lima orang penanggung jawab.

Setelah menerima surat pemberitahuan tentang penyampaian pendapat di muka umum, Polri wajib : a) Segera memberikan surat tanda terima

pemberitahuan;

b) Berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum;

c) Berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat;

d) Mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi dan rute.

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum, serta bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai

(24)

dengan prosedur yang berlaku.

Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat- lambatnya 24 jam sebelum waktu pelaksanaan.

5. Sanksi pidana dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

a. Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan undang- undang.

b. Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana dipidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satupertiga) dari pidana pokok.

(25)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 14

Rangkuman

1. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada asas keseimbangan antara hak dan kewajiban; asas musyawarah dan mufakat; asas kepastian hukum dan keadilan; asas proporsionalitas dan asas manfaat.

3. Penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dalam bentuk unjuk rasa atau demontrasi, pawai, rapat umum dan atau mimbar bebas.

4. Larangan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum di lingkungan istana kepresidenan, radius 100 meter dari pagar luar, tempat ibadah, Instalasi militer radius 150 meter dari pagar luar, Rumah sakit, Pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan Objek-objek vital nasional serta pada hari besar nasional.

Latihan

1. Jelaskan pengertian-pengertian dalam undang-undang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum!

2. Jelaskan asas dan tujuan dalam menyampaikan pendapat dimuka umum!

3. Jelaskan hak dan kewajiban masyarakat dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum!

4. Jelaskan bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat di muka umum!

5. Jelaskan sangsi dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum!

(26)

MODUL

02

PENANGANAN KONFLIK SOSIAL (UU RI Nomor 7 tahun 2012)

4 JP (180 menit)

Pengantar

Modul ini membahas tentang pengertian-pengertian yang berhubungan dengan undang-undang penanganan konflik sosial, asas, tujuan dan ruang lingkup penanganan konflik, sumber konflik, pencegahan konflik, penghentian konflik, pemulihan pasca konflik, kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik, dan peran serta masyarakat dan pendanaan.

Tujuan diberikannya materi ini adalah agar peserta didik memahami penanganan konflik sosial dalam mendukung pelaksanaan tugas Kepolisian.

Kompetensi Dasar

Memahami tentang penanganan konflik sosial.

Indikator hasil belajar:

1. Menjelaskan pengertian-pengertian terkait penanganan konflik sosial;

2. Menjelaskan asas penanganan konflik sosial;

3. Menjelaskan tujuan penanganan konflik sosial;

4. Menjelaskan ruang lingkup penanganan konflik sosial;

5. Menjelaskan sumber konflik sosial;

6. Menjelaskan pencegahan konflik sosial;

7. Menjelaskan penghentian konflik sosial;

8. Menjelaskan pemulihan pasca konflik sosial;

9. Menjelaskan kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik sosial;

10. Menjelaskan peran serta masyarakat dalam penanganan konflik sosial.

(27)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 16

Materi Pelajaran

Pokok bahasan:

Penanganan konflik sosial.

Sub pokok bahasan:

1. Pengertian-pengertian terkait penanganan konflik social;

2. asas penanganan konflik sosial;

3. tujuan penanganan konflik sosial;

4. ruang lingkup penanganan konflik sosial;

5. Sumber konflik;

6. Pencegahan konflik;

7. Penghentian konflik;

8. Pemulihan pasca konflik;

9. Kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik sosial;

10. Peran serta masyarakat dalam penanganan konflik social.

Metode Pembelajaran

1. Metode ceramah

Metode ini digunakan pendidik untuk digunakan untuk menjelaskan materi tentang penanganan konflik sosial.

2. Metode Brainstormimg (curah pendapat)

Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat peserta didik tentang penanganan konflik sosial.

3. Metode tanya jawab

Metode ini digunakan pendidik untuk bertanya dan menjawab kepada peserta didik dalam rangka mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disampaikan.

4. Metode penugasan

Metode ini dugunakan pendidik untuk menugaskan peserta didik membuat resume tentang materi yang diberikan.

(28)

Alat /medial, Bahan, dan Sumber Belajar

1. Alat/media:

a. White Board;

b. Laptop;

c. LCD Projector;

d. OHP;

e. Slide;

f. Spidol;

g. Penghapus.

2. Bahan:

a. Alat tulis;

b. Kertas Flipchart/HVS.

3. Sumber belajar:

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.

Kegiatan Pembelajaran

1. Tahap awal : 10 menit

Pendidik melaksanakan apersepsi:

a. Pendidik memerintahkan peserta didik melakukan refleksi;

b. Pendidik mengaitkan materi yang sudah disampaikan dengan materi yang akan disampaikan;

c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Tahap inti : 160 menit

a. Pendidik menyampaikan materi penanganan konflik sosial;

b. Pesesrta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami;

c. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah disampaikan;

d. Peserta didik melaksanakan curah pendapat tentang materi yang disampaikan oleh pendidik;

e. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya atau menanggapi materi;

(29)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 18

f. Pendidik menugaskan peserta didik untuk membuat resume;

3. Tahap akhir : 10 menit a. Penguatan materi.

Pendidik memberikan ulasan secara umum terkait dengan kegiatan pembelajaran.

b. Cek penguasaan materi.

Pendidik mengecek penguasaan materi pembelajaran dengan cara bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik.

c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.

Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari pembelajaran yang disampaikan kepada peserta didik.

Tagihan/Tugas

Peserta didik mengumpulkan resume dalam bentuk tulisan kepada pendidik

Lembar Kegiatan

Peserta didik membuat resume tentang materi yang telah diberikan.

(30)

Bahan Bacaan

PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

Fakta terkini dari perkembangan Negara Republik Indonesia masih memperlihatkan terjadinya perseteruan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau terjadi konflik yang mengakibatkan ketidak amanan, disintegrasi sosial bahkan dapat menganggu stabilitas Nasional dan menghambat pembangunan Nasional. Oleh karena itu, Polri sebagaimana dalam pasal 13 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, memiliki tugas pokok untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, harus mampu melakukan penanganan konflik yakni serangkaian kegiatan Polri yang dilakukan secara sistematis, terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya konflik dan pemulihan pasca konflik.

Tindakan pencegahan konflik yang merupakan tatanan fungsi Pre Emtif Kepolisian dapat dilakukan dengan peningkatan kelembagaan dan sistem peringatan dini. Apabila upaya pencegahan telah dilaksanakan namun konflik sosial tetap terjadi, maka Polri harus melakukan langkah penghentian konflik, dengan jalan mengakhiri kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi konflik serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda. Tindakan penghentian konflik oleh Polri tentunya dilakukan dengan proporsional dan profesional mencerminkan asas:

kemanusiaan, hak asasi manusia, kebangsaan, kekeluargaan, kebhineka-tunggal-ikaan, keadilan, kesetaraan gender, ketertiban dan kepastian hukum, kearifan lokal, partisipatif, tidak memihak serta berlandaskan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.

Upaya pencegahan dan penghentian konflik perlu menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009, apabila konflik melibatkan massa yang cukup banyak maka tindakan kepolisian berpedoman pada Perkap 16 Tahun 2006 tentang tata cara lintas ganti dan cara bertindak dalam penanggulangan huru hara, dan bilamana sampai terjadi anarki maka diberlakukan Protap 1 Tahun 2010 tentang penanggulangan anarki.

Sosialisasi Undang-Undang dan peraturan kepolisian ini benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat untuk pelaksanaan tugas kepolisian (applicable), yang dapat dilaksanakan secara efektif di lingkungan internal maupun eksternal Polri dengan memperhitungkan aspek filosofis, yuridis dan sosiologis dalam menghadapi konflik. Namun upaya pertama tentunya dilakukan dengan cara mencegah tidak terjadi konflik dengan langkah-langkah sebagai berikut, memelihara kondisi

(31)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 20

damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi konflik, membangun sistem peringatan dini. Bila langkah pencegahan konflik telah dilakukan dengan baik namun tetap terjadi konflik tidak bisa dihindari maka langkah Polri dapat melakukan tindakan sebagai berikut, menghentikan semua bentuk tindakan fisik, koordinasi dengan pemerintah daerah/propinsi untuk penetapan status keadaan konflik, melakukan tindakan darurat penyelamatan dan perlindungan korban, bantuan penggunaan kekuatan fisik secara vertikal maupun dengan instansi TNI sesuai prosedur.

Penanganan konflik sosial ini tidak hanya menjadi tugas Polri saja namun secara kelembagaan penyelesaian konflik dilakukan bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, pranata adat/pranata sosial serta satuan tugas penyelesaian konflik.

1. Pengertian-pengertian terkait penanganan konflik sosial

a. Konflik sosial, yang selanjutnya disebut konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.

b. Penanganan konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.

c. Pencegahan konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini.

d. Penghentian konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi Konflik, serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda.

e. Pemulihan pasca konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

f. Pengungsi, adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa keluar dan/atau dipaksa keluar oleh pihak tertentu, melarikan diri, atau meninggalkan tempat tinggal dan harta benda mereka dalam jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat

(32)

dari adanya intimidasi terhadap keselamatan jiwa dan harta benda, keamanan bekerja, dan kegiatan kehidupan lainnya.

g. Status keadaan konflik adalah suatu status yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang tentang Konflik yang terjadi di daerah kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang tidak dapat diselesaikan dengan cara biasa.

h. Satuan tugas penyelesaian konflik sosial adalah lembaga bersifat ad hoc yang dibentuk untuk menyelesaikan Konflik di luar pengadilan melalui musyawarah untuk mufakat.

i. Pranata adat adalah lembaga yang lahir dari nilai adat yang dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat.

j. Pranata sosial adalah lembaga yang lahir dari nilai adat, agama, budaya, pendidikan, dan ekonomi yang dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat.

2. Penanganan konflik mencerminkan asas

a. Kemanusiaan, bahwa penanganan konflik harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional;

b. Hak asasi manusia, penanganan konflik harus menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak yang secara kodrati melekat pada manusia dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan oleh setiap orang, negara, hukum, dan Pemerintah, demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, serta keadilan;

c. Kebangsaan, adalah bahwa penanganan konflik harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik dengan tetap memelihara prinsip negara kesatuan Republik Indonesia;

d. Kekeluargaan, adalah bahwa penanganan konflik harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;

e. Kebhinneka-tunggal-ikaan, “asas kebhinneka-tunggal-ikaan“

adalah bahwa Penanganan Konflik harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan serta kondisi khusus daerah dan budayanya, khususnya yang menyangkut masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

f. Keadilan, adalah bahwa penanganan konflik harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, tanpa terkecuali;

g. Kesetaraan gender, adalah bahwa kesamaan kondisi bagi

(33)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 22

laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan haknya sebagai manusia agar mampu berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan sehingga memperoleh manfaat dan mampu berpartisipasi secara setara dan adil dalam pembangunan;

h. Ketertiban dan kepastian hokum, adalah bahwa penanganan konflik harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum;

i. Keberlanjutan, adalah bahwa penanganan konflik harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan untuk menciptakan suasana tenteram dan damai;

j. Kearifan local, adalah bahwa penanganan konflik harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dan dihormati di dalam masyarakat;

k. Tanggung jawab negara, adalah bahwa penanganan konflik merupakan tanggung jawab seluruh komponen negara, baik Pemerintah maupun masyarakat;

l. Partisipatif, adalah bahwa penanganan konflik melibatkan masyarakat dalam keseluruhan prosesnya, dari perencanaan, pembiayaan, hingga pengawasan;

m. Tidak memihak, adalah bahwa penanganan konflik berpegang teguh pada norma dengan tidak berpihak pada pihak manapun;

n. Tidak membeda-bedakan, adalah bahwa dalam penanganan Konflik harus memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membedakan antarkelompok masyarakat.

3. Penanganan konflik bertujuan

a. Menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera;

b. Memelihara kondisi damai dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan;

c. Meningkatkan tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;

d. Memelihara keberlangsungan fungsi pemerintahan;

e. Melindungi jiwa, harta benda, serta sarana dan prasarana umum;

f. Memberikan pelindungan dan pemenuhan hak korban;

g. Memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat serta sarana dan prasarana umum.

(34)

4. Ruang lingkup penanganan konflik meliputi a. Pencegahan konflik;

b. Penghentian konflik;

c. Pemulihan pasca konflik.

5. Sumber konflik

Konflik dapat bersumber dari:

a. Permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;

b. Perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku, dan antar etnis;

c. Sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau provinsi;

d. Sengketa sumber daya alam antarmasyarakat dan/atau antarmasyarakat dengan pelaku usaha;

e. Distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.

6. Pencegahan konflik

Pencegahan konflik dilakukan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dengan upaya:

a. Memelihara kondisi damai dalam masyarakat

Untuk memelihara kondisi damai dalam masyarakat setiap orang berkewajiban:

1) Mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya;

2) Menghormati perbedaan suku, bahasa, dan adat istiadat orang lain;

3) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya;

4) Mengakui persamaan derajat serta persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan warna kulit;

5) Mengembangkan persatuan indonesia atas dasar kebhinneka-tunggal-ikaan;

6) Menghargai pendapat dan kebebasan orang lain.

b. Mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara

(35)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 24 damai:

1) Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara damai.

2) Penyelesaian secara damai dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat.

3) Hasil musyawarah mufakat yang mengikat para pihak.

c. Meredam potensi konflik

Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban meredam potensi konflik dalam masyarakat dengan:

1) Melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang memperhatikan aspirasi masyarakat;

2) Menerapkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik;

3) Melakukan program perdamaian di daerah potensi konflik;

4) Mengintensifkan dialog antarkelompok masyarakat;

5) Menegakkan hukum tanpa diskriminasi;

6) Membangun karakter bangsa;

7) Melestarikan nilai pancasila dan kearifan lokal;

8) Menyelenggarakan musyawarah dengan kelompok masyarakat untuk membangun kemitraan dengan pelaku usaha di daerah setempat.

d. Membangun sistem peringatan dini

Pemerintah dan pemerintah daerah membangun sistem peringatan dini untuk mencegah melalui media komunikasi yang dapat berupa penyampaian informasi mengenai potensi konflik atau terjadinya konflik di daerah tertentu kepada masyarakat. Kemudian konflik di daerah yang diidentifikasi sebagai daerah potensi konflik dan/atau perluasan konflik di daerah yang sedang terjadi konflik.

Membangun sistem peringatan dini dilakukan pemerintah dan pemerintah daerah dengan cara:

1) Penelitian dan pemetaan wilayah potensi konflik;

2) Penyampaian data dan informasi mengenai konflik secara cepat dan akurat;

3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;

4) Peningkatan dan pemanfaatan modal sosial;

5) Penguatan dan pemanfaatan fungsi intelijen sesuai

(36)

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Penghentian konflik

Penghentian konflik dilakukan melalui:

a. Penghentian kekerasan fisik

Penghentian kekerasan fisik dikoordinasikan dan dikendalikan oleh Polri dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan/atau tokoh adat dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Penetapan status keadaan konflik

Status keadaan konflik ditetapkan apabila konflik tidak dapat dikendalikan oleh Polri dan terganggunya fungsi pemerintahan.

Status keadaan konflik terdiri atas:

1) Skala kabupaten/kota, terjadi apabila eskalasi Konflik dalam suatu daerah atau wilayah kabupaten/kota dan memiliki dampak hanya pada tingkat kabupaten/kota.

Ditetapkan oleh bupati/wali kota setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPRD kabupaten/kota;

2) Skala provinsi, terjadi apabila eskalasi Konflik dalam suatu daerah atau wilayah kabupaten/kota dan/atau beberapa kabupaten/kota dalam suatu provinsi dan memiliki dampak sampai pada tingkat provinsi.

Ditetapkan oleh gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPRD provinsi;

3) Skala nasional, terjadi apabila eskalasi Konflik mencakup suatu daerah atau wilayah kabupaten/kota dan/atau beberapa provinsi dan memiliki dampak secara nasional. Ditetapkan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPR.

Tindakan dalam keadaan konflik:

1) Skala Kabupaten/Kota, Pembatasan dan penutupan kawasan konflik, pembatasan diluar rumah dan kawasan konflik, pelarangan memasuki area konflik;

2) Skala Provinsi, Penutupan kawasan konflik sementara, pembatasan orang di luar rumah, pelarangan memasuki kawasan konflik;

3) Skala Nasional, Penutupan kawasan konflik sementara, pembatasan orang di luar rumah, pelarangan memasuki kawasan konflik.

Status keadaan konflik berlaku paling lama 90 (sembilan puluh) hari. Berdasarkan evaluasi terhadap perkembangan

(37)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 26

pengendalian keadaan Konflik dari masing-masing skala maka Pemerintah/Pemda dapat memperpanjang jangka waktu Status Keadaan Konflik paling lama 30 (tiga puluh) hari, setelah berkonsultasi kepada pimpinan DPR/DPRD dalam waktu 10 (sepuluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu Status Keadaan Konflik .

Dalam hal keadaan konflik dapat ditanggulangi sebelum batas waktu yang Pemerintah/Pemda berwenang mencabut penetapan Status Keadaan Konflik.

c. Tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya, meliputi:

1) Penyelamatan, evakuasi, dan identifikasi korban konflik secara cepat dan tepat;

2) Pemenuhan kebutuhan dasar korban konflik;

3) Pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi, termasuk kebutuhan spesifik perempuan, anak-anak, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus;

4) Pelindungan terhadap kelompok rentan;

5) Upaya sterilisasi tempat yang rawan Konflik;

6) Penyelamatan sarana dan prasarana vital;

7) Penegakan hukum;

8) Pengaturan mobilitas orang, barang, dan jasa dari dan ke daerah Konflik;

9) Penyelamatan harta benda korban konflik.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban diatur dalam Peraturan Pemerintah.

d. Bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI.

Dalam status keadaan konflik dari masing-masing skala kepala daerah dapat meminta bantuan penggunaan kekuatan TNI kepada pemerintah dan untuk skala Nasional Presiden berwenang mengerahkan kekuatan TNI setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPR, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikoordinasikan oleh Polri dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI berakhir apabila:

1) Telah dilakukan pencabutan penetapan status keadaan konflik;

(38)

2) Berakhirnya jangka waktu status keadaan konflik.

8. Pemulihan pasca konflik

Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban melakukan upaya pemulihan pasca konflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur, yang meliputi :

a. Rekonsiliasi

Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan rekonsiliasi antara para pihak yang dapat dilakukan dengan pranata adat dan/atau pranata sosial atau satuan tugas penyelesaian konflik sosial dengan cara:

1) Perundingan secara damai;

2) Pemberian restitusi; dan/atau 3) Pemaafan.

b. Rehabilitasi

Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan rehabilitasi di daerah pasca konflik dan daerah terkena dampak konflik, sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya.

Pelaksanaan rehabilitasi meliputi:

1) Pemulihan psikologis korban Konflik dan pelindungan kelompok rentan;

2) Pemulihan kondisi sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketertiban;

3) Perbaikan dan pengembangan lingkungan dan/atau daerah perdamaian;

4) Penguatan relasi sosial yang adil untuk kesejahteraan masyarakat;

5) Penguatan kebijakan publik yang mendorong pembangunan lingkungan dan/atau daerah perdamaian berbasiskan hak masyarakat;

6) Pemulihan ekonomi dan hak keperdataan, serta peningkatan pelayanan pemerintahan;

7) Pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus;

8) Reproduksi bagi kelompok perempuan;

9) Peningkatan pelayanan kesehatan anak-anak;

10) Pemfasilitasian serta mediasi pengembalian dan

(39)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 28 pemulihan aset korban Konflik.

c. Rekonstruksi

Rekonstruksi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya. Pelaksanaan meliputi:

1) Pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan dan/atau daerah pascakonflik;

2) Pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian;

3) Perbaikan sarana dan prasarana umum daerah konflik;

4) Perbaikan berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi;

5) Perbaikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus;

6) Perbaikan dan pemulihan tempat ibadah.

9. Kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik sosial a. Kelembagaan

Kelembagaan penyelesaian konflik terdiri atas:

1) Pemerintah;

2) Pemerintah daerah;

3) Pranata adat dan/atau pranata sosial;

4) Satuan tugas penyelesaian konflik sosial.

b. Mekanisme pranata adat dan/atau pranata sosial

1) Penyelesaian konflik dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan mengedepankan pranata adat dan/atau pranata sosial yang ada dan diakui keberadaannya;

2) Pemerintah dan pemerintah daerah mengakui hasil penyelesaian konflik melalui mekanisme pranata adat dan/atau pranata sosial;

3) Hasil kesepakatan penyelesaian konflik melalui mekanisme pranata adat dan/atau pranata sosial memiliki kekuatan yang mengikat bagi kelompok masyarakat yang terlibat dalam konflik;

4) Dalam hal penyelesaian konflik melalui mekanisme pranata adat dan/atau pranata sosial tidak dapat diselesaikan, maka penyelesaian konflik dilakukan oleh

(40)

satuan tugas penyelesaian konflik sosial;

5) Penyelesaian Konflik melalui mekanisme pranata adat dan/atau pranata sosial difasilitasi oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melibatkan aparatur kecamatan dan kelurahan/desa setempat.

c. Satuan tugas penyelesaian konflik sosial

Merupakan lembaga penyelesaian konflik yang bersifat Ad Hoc, dibentuk oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam hal:

1) Tidak ada pranata adat dan/atau pranata sosial di daerah konflik;

2) Tidak berfungsinya pranata adat dan/atau pranata sosial di daerah konflik;

3) Tidak berjalannya mekanisme musyawarah untuk mufakat melalui Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial;

4) Tidak tercapainya kesepakatan melalui mekanisme musyawarah pranata adat dan/atau pranata sosial;

5) Telah ditetapkannya status keadaan konflik.

d. Tugas dan fungsi satuan tugas penyelesaian konflik sosial Satuan tugas penyelesaian konflik sosial bertugas menyelesaikan konflik sosial melalui musyawarah untuk mufakat, mengikat bagi kelompok masyarakat yang terlibat dalam konflik. Jika penyelesaian konflik tidak tercapai, penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan.

Fungsi satuan tugas penyelesaian konflik sosial menyelenggarakan:

1) Pencarian fakta dan pemberian kesempatan kepada pihak yang berkonflik untuk menyampaikan fakta dan penyebab terjadinya konflik;

2) Pencarian data atau informasi di instansi pemerintah dan/atau swasta terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3) Koordinasi dengan instansi terkait untuk memberikan pelindungan kepada korban, saksi, pelapor, pelaku, dan barang bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

4) Perumusan opsi yang dapat disepakati dengan mempertimbangkan kepentingan pihak yang berkonflik;

5) Perumusan kesepakatan yang telah dicapai;

6) Penghitungan jumlah kerugian dan besaran kompensasi, restitusi, rehabilitasi, dan/atau

(41)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 30 rekonstruksi;

7) Penyampaian rekomendasi kepada pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam upaya rehabilitasi dan pemulihan pascakonflik;

8) Penyampaian laporan akhir pelaksanaan tugas dan fungsi satuan tugas penyelesaian konflik sosial kepada pemerintah/pemerintah daerah dengan tembusan kepada DPR/DPRD.

e. Pembentukan, penetapan, dan pembubaran satuan tugas penyelesaian konflik sosial

Pembentukan satuan tugas penyelesaian konflik sosial dilakukan melalui mekanisme:

1) Pembentukan satuan tugas penyelesaian konflik sosial untuk menyelesaikan Konflik skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/wali kota;

2) Pembentukan satuan tugas penyelesaian konflik sosial untuk menyelesaikan konflik skala provinsi dilakukan oleh gubernur; dan/atau

3) Pembentukan satuan tugas penyelesaian konflik sosial untuk menyelesaikan konflik skala nasional diusulkan oleh menteri yang membidangi koordinasi urusan politik, hukum, dan keamanan kepada Presiden.

Satuan tugas penyelesaian konflik sosial berakhir apabila:

1) Konflik telah diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat; atau

2) Penyelesaian konflik diajukan oleh pihak yang berkonflik melalui pengadilan.

Dalam hal keadaan konflik skala kabupaten/kota meningkat menjadi keadaan konflik skala provinsi, satuan tugas penyelesaian konflik sosial kabupaten/kota tidak dengan sendirinya dibubarkan.

Dalam hal keadaan konflik skala provinsi meningkat menjadi keadaan konflik skala nasional, satuan tugas penyelesaian konflik sosial kabupaten/kota dan provinsi tidak dengan sendirinya dibubarkan.

Penyelesaian konflik selama proses di pengadilan, difasilitasi oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah, yang mencakup pemantauan, pengendalian, dan pengamanan terhadap pihak yang berkonflik tanpa intervensi terhadap proses peradilan.

f. Keanggotaan satuan tugas penyelesaian konflik sosial

Keanggotaan satuan tugas penyelesaian konflik sosial

(42)

kabupaten/kota terdiri atas unsur pemerintah daerah dan masyarakat.

Unsur pemerintah daerah terdiri atas : 1) Bupati/wali kota;

2) Ketua DPRD kabupaten/kota;

3) Instansi pemerintah dan/atau satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan kebutuhan;

4) Kepala kepolisian resor;

5) Komandan Distrik Militer/Komandan satuan unsur TNI;

6) Kepala kejaksaan negeri.

Unsur masyarakat harus memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 % (tiga puluh persen), terdiri atas:

1) Tokoh agama;

2) Tokoh adat;

3) Tokoh masyarakat;

4) Pegiat perdamaian;

5) Wakil pihak yang berkonflik.

Keanggotaan satuan tugas penyelesaian konflik sosial provinsi terdiri atas unsur pemerintah daerah dan masyarakat.

Unsur pemerintah terdiri atas:

1) Gubernur;

2) Ketua DPRD provinsi

3) Instansi pemerintah dan/atau satuan kerja pemerintah daerah provinsi sesuai dengan kebutuhan;

4) Kepala Kepolisian Daerah;

5) Panglima Daerah Militer/Komandan satuan unsur TNI;

6) Kepala Kejaksaan Tinggi;

7) Unsur Pemerintah Daerah pada Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial Skala Kabupaten/Kota.

Unsur masyarakat harus memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 % (tiga puluh persen), terdiri atas:

1) Tokoh agama;

2) Tokoh adat;

(43)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 32 3) Tokoh masyarakat;

4) Pegiat perdamaian;

5) Wakil pihak yang berkonflik dari satuan tugas penyelesaian konflik sosial skala kabupaten/kota.

Keanggotaan satuan tugas penyelesaian konflik sosial skala nasional terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat.

Unsur pemerintah terdiri atas:

1) Kementerian yang membidangi koordinasi urusan politik, hukum, dan keamanan;

2) Kementerian yang membidangi koordinasi urusan kesejahteraan rakyat;

3) Kementerian yang membidangi urusan dalam negeri;

4) Kementerian yang membidangi urusan pertahanan;

5) Kementerian yang membidangi urusankeuangan negara;

6) Kementerian yang membidangi urusan kesehatan;

7) Kementerian yang membidangi urusan sosial;

8) Kementerian yang membidangi urusan agama;

9) Polri;

10) TNI;

11) Kejaksaan agung;

12) Badan nasional penanggulangan bencana;

13) Komisi nasional hak asasi manusia;

14) Unsur pemerintah daerah dari satuan tugas penyelesaian konflik sosial skala provinsi yang berkonflik;

15) Instansi pemerintah terkait lainnya sesuai dengan kebutuhan.

Unsur masyarakat harus memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 % (tiga puluh persen), terdiri atas:

1) Tokoh agama;

2) Tokoh adat;

3) Tokoh masyarakat;

4) Pegiat perdamaian;

5) Wakil pihak yang berkonflik dari satuan tugas penyelesaian konflik sosial skala provinsi;

6) Lembaga masyarakat lain yang terkait sesuai dengan

(44)

kebutuhan.

Penetapan anggota satuan tugas penyelesaian konflik sosial unsur masyarakat dengan mempertimbangkan ketokohan, integritas, dan moralitas.

Anggota satuan tugas penyelesaian konflik sosial berhenti atau diberhentikan karena:

1) Masa tugas satuan tugas penyelesaian konflik sosial telah berakhir;

2) Penggantian personel oleh instansi yang bersangkutan;

3) Meninggal dunia;

4) Mengundurkan diri secara tertulis.

10. Peran serta masyarakat dalam penanganan konflik sosial Masyarakat dapat berperan serta dalam Penanganan Konflik Sosial, berupa:

a. Pembiayaan;

b. Bantuan teknis;

c. Penyediaan kebutuhan dasar minimal bagi korban konflik;

dan/atau

d. Bantuan tenaga dan pikiran.

Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat dalam penanganan konflik diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(45)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 34

Rangkuman

1. Asas Penanganan konflik adalah kemanusiaan, hak asasi manusia, kebangsaan, kekeluargaan, kebineka tunggal-ikaan, keadilan, kesetaraan gender, ketertiban dan kepastian hukum, keberlanjutan, kearifan local, tanggung jawab negara, partisifasi, tidak memihak, tidak membeda-bedakan.

2. Tujuan penanganan konflik adalah:

a. Menciptakan kehidupan yang aman;

b. Memelihara kondisi damai;

c. Meningatkan tenggang rasa dan tolernasi;

d. Memelihara keberlangsungan pemerintah;

e. Melindungi jiwa, harta benda, sarana umum;

3. Ruang lingkup penanganan konflik adalah:

a. Pencegahan konflik b. Penghentian konflik c. Pemulihan pasca konflik

4. Sumber konflik antara lain politik, ekonomi, sosial budaya, antar umat beragama, suku, etnis, masyarakat dengan pelaku usaha, distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang.

5. Masyarakat dapat berperan serta dalam penanganan konflik, berupa pembiayaan, bantuan teknis, penyediaan kebutuhan dasar minimal bagi korban konflik dan/atau bantuan tenaga dan pikiran.

Latihan

1. Jelaskan pengertian-pengertian yang berhubungan dengan penanganan konflik sosial!

2. Jelaskan asas, tujuan dan ruang lingkup penanganan konflik!

3. Jelaskan sumber konflik!

4. Jelaskan tentang pencegahan konflik!

5. Jelaskan tentang penghentian konflik!

6. Jelaskan tentang pemulihan pasca konflik!

7. Jelaskan kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik!

8. Jelaskan peran serta masyarakat dan pendanaan!

(46)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 35

MODUL

03

PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH

4 JP (180 Menit)

Pengantar

Dalam modul ini dibahas tentang pengertian tentang pemilihan umum, asas, prinsip, tujuan pemilihan umum, pelaksanaan pemilu dan dan larangan kampanye

Tujuannya adalah agar peserta didik dapat memahami pokok-pokok isi Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu dan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Kompetensi Dasar

1. Memahami pokok-pokok isi Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu.

Indikator hasil belajar:

a. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu;

b. Menjelaskan asas pemilu;

c. Menjelaskan prinsip pemilu;

d. Menjelaskan tujuan pemilu;

e. Menjelaskan pelaksanaan pemilu;

f. Menjelaskan larangan kampanye.

2. Memahami tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Indikator hasil belajar:

a. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berhubungan dengan pemilihan gubernur, bupati dan walikota;

b. Menjelaskan tahapan pemilihan;

c. Menjelaskan ketentuan kampanye;

d. Menjelaskan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan;

(47)

KAPITA SELEKTA PERUNDANG-UNDANGAN 36 SEKOLAH INSPEKTUR POLISI SUMBER SARJANA

e. Menjelaskan penanganan laporan pelanggaran pemilihan;

f. Menjelaskan kode etik, pelanggaran administrasi, penyelesaian sengketa, tindak pidana pemilihan, sengketa tata usaha negara dan perselisihan hasil pemilihan;

g. Menjelaskan beberapa ketentuan pidana dalam undang- undang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota

Materi Pelajaran

1. Pokok bahasan:

Pokok-pokok isi Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu.

Sub pokok bahasan:

a. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Undang- undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum;

b. Asas pemilu;

c. Prinsip pemilu;

d. Tujuan pemilu;

e. Pelaksanaan pemilu;

f. Larangan kampanye.

2. Pokok bahasan:

Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

a. Pengertian-pengertian yang berhubungan dengan Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota;

b. Tahapan pemilihan;

c. Ketentuan kampanye;

d. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan;

e. Penanganan laporan pelanggaran pemilihan;

f. Kode etik, pelanggaran administrasi, penyelesaian sengketa, tindak pidana pemilihan, sengketa tata usaha negara dan perselisihan hasil pemilihan;

g. Ketentuan pidana dalam Undang-undang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Referensi

Dokumen terkait

Mission Coordinator (SMC) di satuan wilayah hukumnya dan berkewajiban memberikan atau menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pelaksanaan operasi SAR

a. Pengecekan terhadap objek yang akan dikawal meliputi jumlah orang dan barang yang dibawa. Pembagian tugas dan mengatur posisi siapa yang berada di depan, di samping,

"Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan

PERMESINAN BANTU 10 PENDIDIKAN PEMBENTUKAN TAMTAMA POLAIR Bagian-bagian Oil Water Separator (OWL). Berfungsi sebagai tabung pemisah antara air got dan minyak / kotoran

Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut UUD, dan dapat pula tidak tertulis. UUD menempati tata urutan peraturan perundang- undangan tertinggi dalam

a. Gangguan yang bersifat konseptual yang bersumber dari upaya-upaya terencana yang dilakukan dan dikembangkan oleh pihak lawan yang dilakukan dan di kembangkan

f) Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri yang selanjutnya disingkat Densus 88 AT Polri adalah unsur pelaksana tugas pokok Polri di bidang penanggulangan

(4) Jumlah, letak dan jenis-jenis alat pemadam kebakaran dan alat pengendali kerusakan di dlam kamar mesin bersama dengan peng gunaannya dan berbagai kecermatan