• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi (studi fenomenologi pada seorang mahasiswi di Kota Yogyakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi (studi fenomenologi pada seorang mahasiswi di Kota Yogyakarta)"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Yosua Drita Prasetya Adi

(111114068)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Yosua Drita Prasetya Adi

(111114068)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

Bukankah telah Kuperintahkan

kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah

hatimu? Jangan kecut dan tawar hati,

sebab TUHAN, Alahmu, menyertai engkau,

ke manapun engkau pergi.”

Yosua 1;9

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus

Orangtuaku tercinta

Program Studi Bimbingan dan Konseling USD

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

KEBERMAKNAAN HIDUP

MAHASISWI YANG SUDAH PERNAH MELAKUKAN ABORSI (Studi Fenomenologi pada Seorang Mahasiswi di Kota Yogyakarta)

Yosua Drita Prasetya Adi Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi memaknai hidup. Subjek penelitian ini adalah seorang mahasiswi yang berasal dari kota Jakarta dan berkuliah di kota Yogjakarta. Keadaan yang jauh dari pantauan orang tua membuat subjek menjalani kehidupan seks yang bebas dengan kekasihnya, perilaku subjek ini mengakibatkan subjek hamil diluar hubungan pernikahan. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya subjek memutuskan untuk melakukan aborsi. Makna hidup dalam penelitian ini, khusus membahas tentang bagaimana subjek yang sudah pernah melakukan aborsi menerima pengalaman aborsi sebagai bagian dari hidupnya untuk menjalani kehidupannya ke depan.

Penelitian ini adalah penelitian studi fenomenologi dengan metode kualitatif dan dengan alat pengumpulan data wawancara dan observasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara yang disusun berdasarkan 4 aspek yang dianggap berpengaruh terhadap makna hidup mahasiswi yang pernah melakukan aborsi, yaitu (1) Cinta, (2) Keluarga, (3) Seksualitas, (4) Aborsi. Analisis data yang dilakukan dengan proses reduksi data dan pengkodean. Untuk mengukur validitas penelitian ini, peneliti menggunakan teknik trianggulasi dimana peneliti melakukan wawancara dengan pihak yang terkait dengan subjek.

(9)

ABSTRACT

MEANINGFUL LIFE OF

A FEMALE STUDENT WHO ONCE HAD AN ABORTION (Phenomenology Study on a Student in Yogyakarta)

Yosua Drita Prasetya Adi Sanata Dharma University

2017

This research was aimed at finding how a female student who once had an abortion finds meaning in life. The subject of this research was a female student from Jakarta who studies in Yogyakarta. Being far from parents makes subject have casual sex life with her lover, which caused subject to get pregnant outside the marriage boundary. With many considerations, eventually subject decided to have an abortion. The meaning of life, in this research, will focus on how subject, who once had an abortion, accepts this experience as a part of her life to continue her life.

This research was a phenomenology study research with qualitative method and with the data collection of interview and observation. Data collection in this research used interview arranged based on 4 aspects considered influential on the meaning of life of a female student who once had an abortion, i.e. (1) Love (2) Family (3) Sexuality (4) Abortion. Data analysis was done by reduction process and coding. TO measure the validity of this research, the author used triangulation technique where the author interviewed people connected to subject.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas pertolongan dan penyertaanNya dalam persiapan, pelaksanaan serta penyelesaian laporan penelitian dalam bentuk skripsi ini.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari program studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

2. Drs. Budi Sarwono, M.A selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan tulus telah memberikan waktu, motivasi, masukan, dan banyak pembelajaran berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan yang berguna bagi penulis.

4. “Sulis” yang bersedia meluangkan waktu untuk menjadi subjek dalam penelitian ini.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Fokus Penelitian ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Hasil Penelitian ... 7

G. Batasan Istilah ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Kebermaknaan Hidup... 10

1. Makna Hidup ... 10

2. Sumber-sumber Makna Hidup ... 12

3. Cinta ... 15

4. Keluarga ... 18

(13)

B. Aborsi ... 24

1. Pandangan Medis... 24

2. Pandangan Hukum... 25

3. Perdebatan tentang Aborsi ... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Subjek Penelitian ... 31

C. Teknik Pengumpulan Data ... 32

1. Wawancara ... 32

2. Observasi ... 34

D. Analisis Data ... 35

1. Reduksi Data ... 35

2. Pengkodean/ Coding ... 36

E. Validitas Penelitian ... 37

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN ... 39

A. Pelaksanaan Penelitian ... 39

B. Deskripsi Data ... 41

1. Data Observasi... 41

2. Data Wawancara ... 47

C. Pembahasan ... 53

1. Pemaknaan Cinta ... 53

2. Pemaknaan Keluarga ... 56

3. Pemaknaan Seksualitas ... 59

4. Pemaknaan Aborsi ... 62

D. Triangulasi Teori Kebermaknaan Hidup ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Implikasi ... 69

C. Keterbatasan Penelitian ... 69

D. Saran ... 70

(14)

DAFTAR TABEL

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Sebagai Subjek ... 73

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Sebagai Informan... 74

Lampiran 3. Lembar Observasi ... 75

Lampiran 4. Hasil Observasi ... 77

Lampiran 5. Verbatim Wawancara Terstruktur I Subjek ... 82

Lampiran 6. Verbatim Wawancara Terstruktur II Subjek ... 89

Lampiran 7. Verbatim Reduksi Subjek ... 94

Lampiran 8. Verbatim Tematik Subjek ... 98

Lampiran 9. Verbatim Wawancara Terstruktur I Informan ... 102

Lampiran 10. Verbatim Wawancara Terstruktur II Informan ... 107

Lampiran 11. Verbatim Reduksi Informan ... 111

(16)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini dipaparkan latarbelakang masalah yang mendeskripsikan mengenai fenomena yang terjadi dilapangan. Selain itu pada bab ini juga dideskripsikan identifikasi masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, dan batasan istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Makna hidup merupakan hal yang oleh seseorang dipandang penting, dirasakan berharga, dan diyakini sebagai sesuatu yang besar serta dapat dijadikan tujuan hidup. Makna hidup juga memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainnya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Frankl (dalam Koeswara, 1992) menegaskan bahwa makna kehidupan berbeda dari individu yang satu dengan individu yang lain, bahkan dari momen yang satu dengan momen yang lain.

(17)

sendiri dalam hidup untuk melaksanakan tugas konkret yang harus diisi. Karenanya tidak bisa dipindahkan dan hidupnya pula tidak bisa diulang.

Mahasiswa adalah orang yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tugas dan tanggung jawab mahasiswa adalah belajar dengan lebih mandiri dibandingkan dengan seseorang yang belajar dijenjang pendidikan dibawah perguruan tinggi. Sebagian besar mahasiswa di Indonesia biasanya merantau demi menuntut ilmu dengan harapan dapat menjadi sarjana yang berkualitas dan dapat bekerja untuk menjamin kehidupannya dimasa depan. Kehidupan mahasiswa dari berbagai macam latar belakang budaya, keadaan ekonomi, dan agama yang berbeda ini membuat keberagaman kehidupan para mahasiswa di kota Yogyakarta yang disebut sebagai kota Pelajar. Perbedaan latar belakang mahasiswa ini dapat saling mempengaruhi antara mahasiswa satu dangan yang lainnya, keadaan mahasiswa yang hidup jauh dari pantauan orang tua dan tinggal di rumah kontrakan maupun kos secara mandiri ini membuat mereka terlampau jauh dalam menjalin relasi dengan lawan jenis di kota Yogyakarta.

(18)

ke-tiga ditempati oleh remaja SMP yaitu (1,63). Secara keseluruhan, remaja yang hamil diluar nikah terbesar terjadi pada tahun 2002 sebanyak 640 kasus, kemudian pada tahun 2004 sebanyak 560 kasus , dan pada tahun 2005 sebanyak 551 kasus.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh DKT (diskusi kelompok teraarah) mengumumkan hasil survei 2011 yang difokuskan pada perilaku seksual remaja dan kaum muda berusia 15-25 tahun, yang merupakan hasil wawancara langsung terhadap 663 responden di lima kota besar di Indonesia yakni Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Dan ternyata hasil presentasi bagi seorang yang pernah berhubungan seks tertinggi terdapat di kota Bandung diikuti Yogyakarta dan Bali, untuk jenis kelamin paling banyak oleh pria yang berumur 20-25 tahun. Temuan lain dari hasil seks survey lainnya yakni berdasarkan profesi peringkat tertinggi, responden yang pernah berhubungan seks dilur nikah ditempati oleh mahasiswa.

(19)

Yogyakarta banyak tertempel tulisan “Telat bulan, hub. 0852277xxxxx” dan

tulisan tersebut sebenarnya menawarkan obat untuk menggugurkan kandungan.

Kartono (1992) perubahan-perubahan yang sangat cepat pada zaman modern merupakan proses organis yang sangat dinamis, yang kemudian menimbulkan ketidakstabilan dan kurang adanya konsensus diantara anggota-anggota masyarakat mengenai pola dan tata cara kehidupan sehari-hari. Lalu terjadi sedikit sekali kontinuitas pengalaman dari kelompok masyarakat yang satu kedalam (menjadi) pola kehidupan kelompok lainnya. Lalu munculah yang disebut sebagai “cultural lag” atau perlambatan kultural, disebabkan oleh perubahan yang terus-menerus dan sangat cepat, disebabkan perubahan yang terus-menerus dan sangat cepat, sesuai dengan kecepatan perkembangan teknologi dan ilmiah; namun sebagian besar dari anggota masyarakatnya ternyata tidak mampu mengejar proses perubahan dan kemajuan tersebut.

Kartono (1989) pada zaman modern sekarang, pola hidup SEKS BEBAS dan CINTA BEBAS mulai banyak dianut oleh orang-orang muda. Hal ini terdapat baik di dunia Barat maupun di Timur. Sekalipun demikian, di dunia Timur pola cinta bebas dan seks bebas yang dikenal sebagai “kumpul

kebo” itu tidak sehebat seperti di Eropa dan Amerika, terutama di negara

-negara Skandinavia.

(20)

proses membantu orang-perorangan dalam memahami dirinya sendiri dan

lingkungan hidupnya, itu berarti bahwa tenaga bimbingan profesional di berbagai lembaga pendidikan melibatkan diri dalam segala usaha membantu siswa dan mahasiswa untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya dewasa ini.

Dari berberapa fakta yang dijelaskan pada latar belakang masalah, berbagai perilaku mahasiswi yang sudah tidak wajar inilah yang menjadi salah satu topik menarik bagi peneliti berkaitan dengan bidang Bimbingan dan Konseling, yakni pada pola bimbingan di sekolah yang masih mengedepankan budaya ketimuran dan terkesean menutup-nutupi fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Perubahan zaman yang sangat cepat pada zaman modern seperti sekarang ini, menuntut konselor untuk cerdas memilih topik bimbingan dengan menggunakan pembahasaan yang tepat sehingga mudah dipahami oleh generasi muda. Penelitian ini juga akan mendeskripsikan aspek kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah melakukan aborsi yang tetap mampu bertahan menjalani kehidupanya ditengah himpitan pengalaman masalalunya.

B. Identifikasi Masalah

(21)

di perguruan tinggi. Dari fenomena yang ada, harus diakui bahwa kegiatan seks dan aborsi pada kehidupan mahasiswi bukanlah hal yang asing lagi. Fenomena yang ada juga membuktikan bahwa penampilan mahasiswi yang terlihat sangat santun, tidak dapat menjamin bahwa mahasiswi tersebut belum pernah melakukan hubungan seks bahkan aborsi.

Jika dikaitkan dengan kebermaknaan hidup, fenomena yang ada akan membuktikan bahwa kebermaknaan hidup tidak hanya dimiliki oleh seseorang dengan kehidupannya yang baik dan tanpa cela dimasalalunya, tetapi kebermaknaan hidup juga ada pada seseorang dengan masalalu kelam sekalipun, dalam hal ini adalah mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah pernah melakukan anorsi.

D. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang akan dijawab adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah subjek yang pernah melakukan aborsi memaknai relasi cinta dalam kehidupannya?

2. Bagaimanakah subjek yang pernah melakukan aborsi memaknai relasi keluarga dalam kehidupannya?

(22)

4. Bagaimanakah subjek yang pernah melakukan aborsi memaknai hidupnya?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan subjek yang pernah melakukan aborsi dalam memaknai relasi cinta.

2. Mendeskripsikan subjek yang pernah melakukan aborsi dalam memaknai relasi keluarga.

3. Mendeskripsikan subjek yang pernah melakukan aborsi dalam memaknai seksualitas ketika berelasi dengan kekasihnya.

4. Mendeskripsikan subjek setelah melakukan aborsi dalam memaknai hidupnya.

F. Manfaat Hasil Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pengetahuan, khususnya dalam bidang penerapan bimbingan dan konseling, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Subjek

(23)

b. Bagi Penulis

1) Penulis memperoleh ilmu dan pemahaman yang mendalam tentang kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi.

2) Penulis dapat mengembangkan ilmu dan ketrampilannya dalam menggali mengenai kebermaknaan hidup mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi.

3) Penulis dapat mengembangkan ketrampilannya dalam bidang bimbingan dan konseling, berkaitan dengan satuan layanan bimbingan di sekolah.

G. Batasan Istilah

Supaya tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran menyangkut terminologi tertentu dalam judul penelitian ini, perlu dijelaskan penegasan-penegasan batasan istilah dalam judul :

1. Kebermaknaan Hidup

Mempunyai (mengandung) arti penting (dalam) dalam perjalanan kehidupan, atau bernyawa, masih terus ada, bergerak, bertumbuh sebagaimana manusia, binatang, dan tumbuhan. (Kamus Bahasa Indonesia)

2. Mahasiswi

(24)

3. Aborsi

Pengguguran kandungan. Aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku (kriminalitas). (Kamus Bahasa Indonesia)

4. Seksualitas

Seksualitas adalah suatu bentuk perilaku yang disadari oleh faktor fisiologis tubuh. Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan hubungan antar individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai dan emosi. (Kamus Bahasa Indonesia)

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab kajian pustaka ini peneliti akan membahas konsep-konsep teoritis mengenai kebermaknaan hidup, cinta, keluarga, seksualitas, dan aborsi.

A. Kebermaknaan Hidup 1. Makna Hidup

Bastaman (2007) menjelaskan, makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagai seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purposein life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan

kehidupan yang berarti dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness). Dan makna hidup ternyata ada dalam kehidupan itu sendiri, dan

dapat ditemukan dalam setiap keadaan, menyenangkan atau tak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Ungkapan seperti ”Makna dalam Derita” (Meaning in Suffering) atau “Hikmah dalam Musibah”

(Blessing in Disguise) menunjukan bahwa dalam penderitaan sekalipun makna hidup tetap dapat ditemukan. Bila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan dirasakan berguna, berharga dan berarti (meaningful) akan dialami. Sebaliknya bila hasrat ini tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna.

(26)

dipenuhi. Mengingat antara makna hidup dan tujuan hidup tak dapat dipisahkan.

Winkel dan Hastuti (2006) faktor-faktor tertentu dalam perkembangan manusia adalah pembawaan, lingkungan dan diri sendiri. Yang dimaksudkan dengan pembawaan ialah bekal keturunan yang diperoleh dari orang tua melalui proses generasi biologis. Bekal keturunan yang dasar adalah sama bagi semua manusia yang lain dalam perbekalan fisik dan perbekalan psikis. Semua manusia memiliki badan yang mampu berjalan tegak, duduk, melihat, mendengar; dan memiliki kemampuan berpikir, berperasaan dan berkemampuan. Namun, berdasarkan bekal keturunan juga, setiap manusia mempunyai ciri fisik dan psikis yang khusus untuk dirinya, misalnya memiliki konstitusi jasmani sendiri, habitus sendiri, vitalitas psikis sendiri, temperamennya sendiri dan taraf intelegensi sendiri. Konstitusi badan meliputi sel-sel, susunan jaringan, dan aneka cairan badan dengan susunan kimiawi yang bersifat individual; susunan alat-alat perlengkapan badan yang bercirikan individual pula, seperti peralatan dan pencernaan; daya tahan terhadap penyakit, apakah mudah atau sukar terkena penyakit; vitalitas jasmani atau daya tahan hidup yang berbeda-beda. Habitus adalah bentuk badan yang khas pada setiap manusia. Semua ciri fisik itu bukanlah sifat psikologis, melainkan cirri biologis; namun bermakna bagi alam batiniah.

(27)

a. Bebas memilih langkah tindakannya

b. Bertanggung jawab secara pribadi terhadap perilaku hidup dan sikapnya terhadap nasib.

c. Tidak ditentukan oleh kekuatan di luar dirinya.

d. Telah menemukan arti dalam kehidupnya yang sesuai dengan dirinya. e. Secara sadar mampu mengontrol diri, mampu mengungkapkan nilai-nilai

pengalaman, nilai-nilai kreasi dan nilai sikap. f. Telah mengatasi perhatian terhadap diri sendiri.

g. Berorientasi pada masa depan, mengarahkan diri pada tujuan dan tugas yang akan datang.

h. Memiliki alasan untuk meneruskan hidup, memiliki komitmen terhadap pekerjaan serta mampu memberi dan menerima cinta.

2. Sumber-sumber Makna Hidup

Bastaman (2007) dalam bukunya yang berjudul “Logoterapi” menjelaskan adanya tiga nilai-nilai dalam kehidupan yang perlu diterapkan dan dipenuhi untuk menemukan makna hidup.

a. Nilai-nilai kretif

(28)

arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Bekerja itu dapat menimbulkan makna dalam hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Bekerja itu dapat menimbulkan makna dalam hidup, secara nyata dapat kita alami apabila kita adalah seorang yang telah lama tak berhasil mendapat pekerjaan, kemudian seorang teman menawari suatu pekerjaan. Kalaupun gajinya ternyata tak terlalu besar, besar kemungkinan kita akan menerima pekerjaan itu karena kita akan merasa berarti dengan memiliki pekerjaan daripada tidak memiliki sama sekali.

Sehubungan dengan itu perlu dijelaskan pula bahwa pekerjaan hanyalah merupakan sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidup; makna hidup tidak terletak pada pekerjaan, tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaannya.

b. Nilai-Nilai Penghayatan

(29)

perasaan berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seorang akan merasakn hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.

Dalam hal-hal tertentu mencintai seseorang berarti menerima sepenuhnya keadaan orang itu seperti apa adanya serta benar-benar dapat memahami sedalam-dalamnya kepribadiannya dengan penuh perhatian. Cinta kasih senantiasa menunjukan kesediaan untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya kepada orang yang dikasihi, serta ingin menampilkan diri sebaik mungkin dihadapannya. Erich fromm, seorang pakar psikoanalisis modern, menunjukan empat unsur cinta kasih yang murni, yakni perhatian (care), tanggung jawab (responsibility), rasa hormat (respect), dan pengertian (understanding).

c. Nilai-Nilai Bersikap

(30)

dari yang semula diwarnai dengan penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan memang dapat memberikan makna dan guna apabila kita dapat memberikan sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi. Ini berarti dalam keadaan bagaimanapun (sakit, nista, dusta, bahkan maut) arti hidup masih tetap dapat ditemukan, asalkan saja dapat mengambil sikap yang tepat dalam menghadapinya.

3. Cinta

a. Cinta dengan Syarat

Allport (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa relasi yang sehat adalah relasi yang ditandai oleh kapasitas masing-masing individu yang terlibat untuk menunjukan keintiman dan perasaan terharu. Ada perbedaan antara hubungan cinta dari orang-orang yang neurotis harus menerima cinta jauh lebih banyak daripada kemampuanya untuk memberi cinta kepada orang lain. Apabila mereka memberi cinta, maka cinta itu diberikan dengan syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban yang tidak bersifat timbal-balik melainkan berpusat pada diri sendiri.

Rogers (dalam Rini, 2012) menyatakan bahwa munculnya cinta bersyarat ini merupakan akibat dari pengalaman masalalu individu yang dicintai dengan syarat-sayarat tertentu. Ciri dari cinta yang bersyarat adalah: “saya mencintaimu jika…” Dampak dari cinta bersyarat yang

(31)

Sikap defensif ditunjukan dengan tidak menampilkan diri apa adanya (menggunakan topeng). Sikap tersebut muncul terutama ketika terjadi kecemasan. Sayarat-syarat yang diberlakukan untuk diri sendiri akan membatasi tingkah lakunya dan mengubah kenyataan menjadi dunia khayalan yang diidealkan. Oleh karena itu, individu tidak mampu berinteraksi sepenuhnya dengan orang lain dan bersikap terbuka dengan lingkungannya. Dunia dipandang sebagai sesuatu yang mengancam. Syarat-syarat yang diterapkan untuk diri sendiri ini juga berlaku bagi orang lain. Oleh karena itu dalam berelasi, ia akan cenderung menerapkan standar dan syarat-syarat personalnya pada orang lain. Akibatnya, ia tidak mampu menerima orang lain apa adanya dan mencintainya dengan tulus.

Dalam relasi yang tidak sehat seperti itu, diri menjadi pusat relasi. Orang lain akan dipandang sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Ciri dari relasi semacam itu antara lain berupa: “tuntutan, ketidakpuasan, pengekangan, pembatasan, penyamaan, kecamburuan, dan iri hati”. Ini berlaku pada hampir semua jenis relasi, misalnya antara

teman, saudara, orangtua-anak, atasan-bawahan. Jadi tidak terbatas pada relasi antara laki-laki dan peremuan (pacaran, suami-isteri).

b. Cinta tanpa Syarat

(32)

dengan baik. Dengan kata lain, itu adalah kemampuan untuk keluar dari diri. Dalam relasi sehat, seorang mampu mengungkapkan partisipasi otentik dengan orang yang dicintai dan memerhatikan kesejahteraan diri maupun orang lain.

Cinta yang sejati mernurut Fromm (dalam Schultz, 1991) adalah hubungan manusia yang bebas dan sederajat, yaitu setiap orang dapat mempertaruhkan invidualitas masing-masing. Diri seseorang tidak akan terserap atau hilang dalam cinta terhadap orang lain. Diri tidak berkurang dalam cinta produktif, melainkan diperluas, dibiarkan terbuka sepenuhnya. Dengan demikian perasaan akan hubungan tercapai, tetapi identitas dan kemerdekaan seseorang tetap terpelihara. Cinta yang produktif menyangkut empat hal, yaitu : perhatian, tanggung jawab, penghormatan, dan penghargaan. Mencintai orang lain berarti memerhatikan kesejahteraannya, membantu pertumbuhan dan perkembangannya. Hal itu berarti memikul tanggung jawab untuk orang yang dicintai, antara lain dalam mau dan mampu mendengarkan kebutuhan-kebutuhannya. Mencintai juga memandang orang yang dicintai dengan penuh penghargaan dan menerima individualitasnya.

(33)

menyebut cinta itu sebagai perasaan terharu, yaitu pemahaman tentang kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa.

Fromm (dalam Schultz, 1991) menjalaskan lebih lanjut bahwa cinta yang produktif atau perasaan terharu merupakan kemampuan untuk memahami kesakitan, penderitaan, ketakuta-ketakutan, dan kegagalan-kegagalan yang merupakan ciri kehidupan manusia. Itulah yang disebut kemampuan “empati”. Dengan kapasitas tersebut, seseorang bisa menjadi

sabar terhadap tingkah laku orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Cinta yang produktif tidak akan membiarkan pasangannya menderita. Dengan cita yang produktif tidak mungkin seseorang akan menyakiti, memaksa, memerkosa, mencampakan atau bahkan mengaborsi kehidupan.

4. Keluarga

Sugeng (2010) menjelaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam suatu rumah tangga, berintraksi satu sama lain dan dalam perannya masih-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

(34)

anak hidup dalam lingkungan keluarga dan mendapatkan asuhan dari kedua orangtuanya. Hal yang pertama mengisi kepribadian si anak tidak lain dan tidak bukan adalah semua yang ada dalam keluarga tempat si anak tinggal atau diasuh dan dibesarkan didalamnya. Orangtuanya barangkali sadar atau tidak telah menanamkan kepada anak tersebut suatu kebiasaan-kebiasaan yang diwarisi dari nenek moyang dan pengaruh-pengaruh lain yang diterimanya dari masyarakat. Sementara itu, si anak akan menerima hal-hal atau ajaran yang diberikan oleh orang tua dengan daya peniruannya dan dengan senang hati, sekalipun ia kadang-kadang tidak menyadari atau mengetahui maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan dalam keluarga.

(35)

dari keinginan masing-masing pihak menggunakan orang lain atau relasi sebagai sarana untuk memenuhi kekurangan diri.

Orang yang mampu untuk mengaktualisasikan dirinya adalah seseorang yang mampu untuk mengembangkan hubungan dengan penuh cinta. Cinta itu adalah suatu cinta khusus yang disebut dengan Being-love (B-love), bukan Deficiency-love (D-love). D-love didorong oleh kebutuhan-kebutuhan karena

kekurangan, khususnya oleh kekurangan kepuasan akan kebutuhan memiliki cinta. Ada ketergantungan yang kuat pada orang yang dicintai dan ketakutan kehilangan cinta yang sangat dibutuhkan. Hal itu akan muncul pada sikap yang posesif dan cemburu yang berlebihan.

Pada B-love, pribadi yang sehat, yang tidak menderita suatu kekurangan, tidak memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang yang dicintai, tidak mengalami ketakutan atau iri hati. Pribadi yang sehat tidak menerapkan cinta egoistis. Mereka memberi cinta dan perhatian demi pertumbuhan diri dan orang lain.

5. Seksualitas

a. Seksualitas dari Sudut Pandang Teologis

Winarsih (dalam Sumarah, 2012) menjelaskan bahwa ada empat kesimpulan tentang seksualitas dari sudut pandang teologis.

(36)

kita akan cenderung memperlakukan tubuh diri sendiri dengan semena-mena.

2) Percaya bahwa penebusan itu mungkin. Kita sering dilemahkan dengan godaan untuk membesar-besarkan kesalahan. Godaan ini menhalang-halangi kita untuk maju berkembang. Kita harus percaya bahwa kasih Tuhan melampaui segala dosa dan kelemaha kita.

3) Mengambil tanggung jawab atas hidup pribadi. Kita dianugerahi kebebasan sejati, yaitu kemampuan untuk menghendaki dan memilih hanya yang benar. Dengan kebebasan ini kita membuat pilihan. Kebebasan mengandung konsekuensi bahwa kita mengambil tanggung jawab atas setiap pilihan kita.

4) Merumuskan visi hidup dan fokus pada visi tersebut. bertumpu pada kesadaran “siapakah aku” dan “untuk apakah aku diciptakan?” akan

membantu merumuskan visi yang jelas membantu kita untuk membuat pilihan-pilihan yang tepat.

b. Seksualitas dari Sudut Pandang Psikologi

(37)

hal ini memang tidak dapat diubah, tetapi perlu dilakukan cara-cara agar tujuan dapat dicapai. Sebab, kepuasan seks dapat diperoleh bukan dari organ genital (seks) saja. Melainkan pula dapat diperoleh dengan berbagai tingkah laku. Hal itu dapat terwujud dengan cara memotivasi insting hidup yang mirip dengan tingkah laku seksual. Menurut Freud, semua aktivitas yang memberikan kenikmatan dapat dilacak hubungannya dengan insting seksual.

Allport (dalam Schutz, 1991) menyatakan bahwa bahwa syarat dari kapasitas keintiman adalah perasaan identitas diri yang berkembang. Hal itu berarti bahwa orang sehat atau matang menurut Allport adalah orang yang mampu untuk mengembangkan perhatian-perhatian diluar dirinya sendiri. Perluasan diri tersebut bukan sekedar bereinteraksi dengan orang lain atau melakukan aktifitas, tetapi benar-benar melibatkan diri secara otentik. Terlibat secara otentik berarti meyakini bahwa sebuah relasi yang yang dijalani adalah penting, dan penuh makna.

c. Seksualitas dari Sudut Pandang Biologis dan Medis

(38)

kepada manusia, agar spesies manusia tidak punah), yang melibatkan organ reproduksi kita.

Paradigma sehat, dapat dinyatakan dengan “lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Perilaku pencegahan mengandung arti: menghindari

sumber penyakit, melakukan deteksi diri, dan segera mencari pertolongan pengobatan bila mengalami gejala penyakit. Dalam kesehatan reproduksi, perilaku sehat meliputi; hubungan senggama yang hanya dilakukan dalam ikatan pernikahan, tidak berganti-ganti pasangan, melakukan deteksi dini, dan segera ke dokter bilamengalami gejala-gejala yang mencurigakan (termasuk gejala-gejala penyakit menular seksual).

d. Seksualitas dari Sudut Pandang Sosiologis

(39)

e. Seksualitas dari Sudut Pandang Agama Islam

Nur (dalam Sumarah, 2012) menyatakan seksualitas dari sudut pandang agama islam ialah. seks bukanlah kata yang selalu terasosiasi dengan perilaku kotor. Seks merupakan aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Dalam al-Qur’an, Allah tidak hanya mengajarkan bagaimana manusia menyembah Tuhannya, tetapi juga membicarakan tentang reproduksi, penciptaan, kehidupan keluarga, menstruasi, bahkan ejakulasi. Islam mengakui kekuatan dorongan seksual, tetapi masalah itu dibicarakan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah secara serius dalam konteks pernikahan dan kehidupan keluarga. Allah berfirman: “Jangan kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu sangat keji dan jalan yang sangat jahat” (QS al-Isra’ [17]:32); “Perempuan-perempuan jahat untuk lelaki

jahat, laki-laki jahat hanya untuk perempuan-perempuan jahat pula, perempuan-perempuan baik untuk laki-laki baik, laki-laki baik untuk perempuan-perempuan baik pula” (QS an-Nur [24]:26).

B. Aborsi

1. Pandangan Medis

(40)

a. Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.

b. Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).

c. Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.

2. Pandangan Hukum

Kusumasari (2011) menjelaskan undang-undang yang mengatur tentang abosi tertuang pada pasal 75 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

a. Ayat (1)

Pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan aborsi. b. Ayat (2)

(41)

1) Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan; atau

2) Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

c. Ayat (3)

Namun, tindakan yang tertuang pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kmpeten dan berwenang.

3. Perdebatan tentang Aborsi

Permana (2002) menjelaskan bahwa, aborsi dalam penentuan boleh atau tidaknya memperoleh kontrofersi. Ada pihak yang dinamakan pro-hidup dan juga pro-pilihan, yang sampai saat ini masih memperdebatkan tentang aborsi dengan berbagai pandangan masing-masing pihak.

a. Pro-hidup

(42)

ada di dalam kandungan sudah ada nyawanya sejak proses pembuahan, maka membunuh calon bayi sama dengan membunuh manusia lainnya. b. Pro-pilihan

Setiap wanita berhak memilih untuk melaksanakan fungsi keibuannya atau tidak. Hal ini sesuai dengan hak asasi kebebasan setiap manusia untuk menentukan nasib dan arah hidupnya sendiri, baik dengan cara legal maupun tidak legal.

Kartono (1992) menjelaskan bahwa kemandulan ini mau tidak mau mengantarkan pada maslah: abortus yang disengaja atau penguguran janin. Sebab pengguran tersebut seringkali menyebabkan peristiwa sterilitas pada diri wanita yang bersangkutan. Berkaitan dengan masalah abortus tersebut, tradisi dan hukum-hukum agama tertentu memberikan pengaruh yang imperatif (mengharuskan, memerintah) terhadap relasi seksual dan kehamilan.

Disebabkan oleh kepatuhan pada aturan agama, atau takut terhadap sanksi tradisi dan norma-norma religius tertentu, ada kalanya wanita secara sengaja melakukan abortus. Hukum-hukum sekuler/keduniawian dan hukum-hukum agama kuat mempengaruhi sikap wanita terhadap kehamilannya; yaitu bersikap menerima atau menolak kehamilannya dengan jalan melakukan pengguguran janin.

(43)

1) Kemiskinan dan kemampuan ekonomis. 2) Moralitas sosial.

3) Ketakutan terhadap orang tua.

4) Rasa malu dan aib terhadap tetangga serta handai taulan. 5) Relasi cinta yang tidak harmonis

6) Ketidak-sengajaan yang mengakibatkan “kecelakaan” dan terpaksa hamil.

7) Pihak pria melarikan diri dan tidak mau bertanggung jawab.

Kartono (1992) kembali menjelaskan bahwa pada banyak wanita, peristiwa abortus ini sangat menyedihkan hati dan jiwanya, disamping menyebabkan kesakitan jasmaniah. Selanjutnya mengenai wanita-wanita yang melakukan abortus dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

1) Wanita-wanita yang bersifat aktif-agresif dan “revolusioner”. Pada umumnya tipe ini berusaha menentang norma-norma sosial dan sanksi tradisional, mereka sangat marah dan mendendam pada suami atau kekasihnya, dan merasa sanggup menanggung segala konsekuaensi dari tindakannya. Ide-idenya mengenai janin yang dikandungnya itu negatif, sedangkan calon bayinya dianggap sebagai beban dan kesusahan bagi dirinya. Maka tanpa ragu sedikitpun juga, dan dengan

(44)

2) Tipe kedua adalah wanita yang bersifat pasif lemah. Ia tidak menghendaki berfungsi keibuan, dan menolak janinnya. Kehamilannya dianggap sebagai suatu “kecelakaan” dan sebagai nasib

buruk. Selanjutnya ia tidak mampu berbuat sesuatupun juga, kecuali abortus. Sekalipun pada hakekatnya ia adalah ibu sejati yang tidak akan menolak anaknya sendiri, namun oleh kelemahan hati dan kepasifannya, ia merasa “dipaksa” oleh konvensi-konvensi sosial dan tekanan masyarakat lingkungannya untuk mengugurkan anaknya. 3) Tipe ketiga adalah wanita yang dengan sadar dan

pertimbangan-pertimbangan intelektual dingin menghayati keadaan diri dan

kehamilannya sebagai sesuatu yang “belum diharapkan”. Dan

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian tentang jenis penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, tahap-tahap penelitian, analisis data, dan validitas penelitian.

A. Jenis Penilitian

Penelitian ini digolongkan dalam penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dimana proses penelitiannya didasarkan pada teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti untuk menemukan solusi dalam permasalahan tersebut. Alasan peneliti menggunakan kualitatif, karena berkaitan dengan konsep pada judul dan rumusan masalah yang dikemukakan pada pendahuluan. Abdurahman (2003) menjelaskan bahwa melalui metode pendekatan kualitatif, peneliti akan melakukan penelitian secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap organisasi, kelompok atau lembaga, dan gejala tertentu dalam masyarakat.

(46)

studi fenomenologi merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia.

Misiak dan Sexton (1988) menjelaskan bahwa fenomenologi psikologi adalah suatu prosedur yang lebih terbatas dan spesifik, yang dirancang untuk mengeksplorasi kesadaran dan pengalaman manusia (persepsi-persepsi, perasaan-perasaan, ingatan-ingatan, gambaran-gambaran, gagasan-gagasan, dan berbagai hal yang lain dalam kesadaran) yang segera atau langsung. Fenomenologi psikologi bisa juga didefinisikan sebagai observasi dan deskripsi sistematis atas pengalaman individu yang sadar dalam situasi tertentu.

Alasan peneliti menggunakan menggunakan jenis penelitian fenomenologi sehubungan dengan judul ialah, kebermaknaan hidup berarti kesadaran diri dalam menghadapi suatu peristiwa yang kemudian menjadi sebuah pengalaman. Kesadaran diri merefleksikan pada sesuatu yang dipersepsi, dirasakan, diingat, digambarkan, digagas, dan berbagai hal lain dalam kesadaran, inilah yang disebut dengan menjadi fenomenologi. Penelitian ini dibuat untuk mendapatkan deskripsi mengenai kehidupan mahasiswi yang sudah pernah melakukan aborsi.

B. Subjek Penelitian

(47)

satu rumah kos di Yogyakarta. Sedangkan pacar subjek sendiri juga berasal dari kota Jakarta dan tinggal di rumah kos yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah kos subjek. Dalam kehidupan berpacarannya, subjek menjalani hubungan seks diluar status pernikahan, sehingga mengakibatkan subjek hamil. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya subjek dan pacar subjek memutuskan untuk melakukan tindakan aborsi pada kandungannya, yaitu dengan cara meminum obat penggugur kandungan yang subjek dapatkan dari iklan-iklan yang sering terdapat di pinggir-pinggir jalan atau di tiang-tiang lampu lalu lintas di kota Yogyakarta.

C. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa metode pengumpulan data pada peneltian kualitatif, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi, (Sugiyono, 2010: 194). Penelitian ini sendiri menggunakan metode wawancara secara mendalam, dan observasi.

1. Wawancara

Wawancara informasi adalah alat untuk mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh penulis secara lisan. Informasi yang dibutuhkan berupa deskripsi umum kasus, latar belakang kehidupan keluarga, lingkungan fisik, sosioekonomi, sosiokultural, pertumbuhan jasmani, riwayat kesehatan, perkembangan kognitif, perkembangan sosial dan status sosial, ciri-ciri kepribadian.

(48)

yang akan dibicarakan, menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan, dan mengidentifikasi tindak lanjut wawancara yang telah di diperoleh (Sugiyono, 2010: 322). Selain itu peneliti menyiapkan alat rekam suara seperti tape recorder ataupun handphone untuk merekam hasil wawancara dengan subjek. Hasil wawancara sendiri akan dirubah dalam bentuk verbatim dengan cara menuliskan setiap kata per kata percakapan dalam wawancara. Dalam penelitian ini peneliti telah menyiapkan panduan wawancara terstruktur. Panduan wawancara terstruktur dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Daftar Pertanyaan Wawancara

Aspek Daftar Pertanyaan

Cinta 1. Bagaimana hubungan saudara dengan pacar saudara? 2. Bagaimanakah arti cinta menurut saudara?

3. Bagaimana saudara menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam berrelasi dengan pacar saudara?

Keluarga 1. Bagaimanakah hubungan saudara dengan keluarga saudara? 2. Bagaimanakah saudara memaknai relasi dengan keluarga? 3. Bagaimana saudara menyikapi masalah-masalah yang terjadi

dalam berrelasi dengan orang tua saudara?

Seksual 1. Bagaimakah saudara memandang hubungan seks pranikah? 2. Bagaimana saudara memaknai diri saudara dalam hubungan

seks?

3. Bagaimana saudara menyikapi hubungan seks yang saudara lakukan?

(49)

2. Observasi

Teknik pengumpulan data kedua yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan peneliti untuk mengamati perilaku dan proses kerja subjek. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis observasi partisipatif moderat dengan terlibat dalam kegiatan sehari-hari subjek. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh subjek dalam beberapa kegiatan (Sugiyono, 2010: 310). Dengan observasi pastisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. Dalam setiap observasi ini peneliti menyiapkan catatan lapangan untuk mencatat setiap perilaku dan proses kerja subjek sebagai sumber data. Catatan lapangan juga sering digunakan peneliti ketika dalam proses menjalankan teknik wawancara baik terstruktur maupun tidak terstruktur. Lembar observasi, dapat dilihat pada halaman di bawah ini:

Tabel 2. Lembar Observasi Hari :

Tanggal : Waktu :

ASPEK DESKRIPSI

(50)

D. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini ialah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan catatan lapangan yang didapatkan melalui observasi secara langsung, sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan pada orang lain. Proses analisis data sendiri dimulai dari pembuatan verbatim melalui rekaman wawancara, reduksi data, coding, dan analisisnya. Verbatim adalah percakapan wawancara dengan cara menuliskan setiap kata per kata jawaban dan pertanyaan yang sudah diajukan kepada subjek. Sebelum menganalisis, peneliti melakukan proses reduksi data. Selanjutnya peneliti menentukan coding untuk masing-masing aspek pada daftar pertanyaan berupa kode. Maksud dan arti kode itu sendiri hanya diketahui oleh peneliti. Selanjutnya peneliti membuat analisis berdasarkan data yang sudah ada, dan menyajikannya dalam bentuk teks deskriptif. Berikut ini merupakan prosedur kerja reduksi data dan coding dalam membantu analisis penelitian ini:

1. Reduksi Data

(51)

2. Pengkodean/Coding

Pengkodean/coding yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengkodean terbuka/open coding (Strauss & Corbin, 2003: 56). Pengkodean terbuka merupakan bagian dari analisis yang terutama berkaitan dengan pemberian nama dan pengelompokan fenomena melalui pemeriksaan data yang cermat. Dalam penelitian ini hanya ada dua prosedur yang digunakan oleh peneliti yaitu:

a. Pelabelan Fenomena

Dalam pelabelan fenomena, peneliti memisah-misahkan amatan, kalimat, paragraf, dan menamai insiden, ide, atau peristiwa-peristiwa dengan sesuatu yang mewakili fenomena. Kalau tidak, maka akan menemukan kesulitan dan sangat kebingungan karena akan terlalu banyak nama (Strauss & Corbin, 2003: 57). Peneliti menggunakan kode yang sesuai dengan hasil lapangan baik wawancara maupun observasi. b. Variasi cara pengkodean terbuka

(52)

rinci melalui pengkodean yang telah dibuat oleh peneliti (Strauss & Corbin, 2003: 69-70).

E. Validitas Penelitian

Dalam wawancara untuk mengumpulkan informasi, peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk melihat validitas penelitian. (Sugiyono, 2010: 330) menjelaskan bahwa ada dua jenis triangulasi yaitu, triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Sedangkan triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Data diperoleh dari beberapa pihak yang terkait dengan subjek.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif Patton (dalam Moleong, 2009: 330-331). Hal itu dapat dicapai dengan jalan, membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

(53)
(54)

BAB IV

LAPORAN HASIL PENILITIAN

Bab ini berisi tentang pelaksaaan penelitian, dan informasi-informasi yang telah diperoleh di lapangan sebagai hasil studi fenomenologi dengan metode seperti yang telah dijelaskan pada sebelumnya. Informasi diperoleh langsung dari subjek dan dari pihak terkait. Penulis berusaha mendalami tentang keadaan subjek. Berkaitan dengan kode etik maka nama Subjek dalam studi kasus ini merupakan nama samaran, selain itu beberapa informasi juga disamarkan agar identitas klien tidak diketahui.

A. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dengan Subjek dimulai pada hari sabtu, tanggal 10 desember 2017 dengan datang ke kos tempat tinggal subjek. Peneliti mempersiapkan pedoman wawancara, perekam suara berupa handphone dan surat persetujuan untuk menjadi subjek. Penelitian dengan

Subjek masih terus berlanjut sampai pada bulan Januari 2017 karena peneliti mengalami kesulitan untuk bertemu dengan Subjek. Penyebabnya adalah kesibukan dari Subjek berkaitan dengan tugas kuliah yang memasuki masa ujian akhir semester yang tidak bisa ditinggalkan oleh Subjek.

(55)

subjek dari pacar Subjek sendiri. Berikut agenda pertemuan peneliti dengan dan Informan terkait:

Tabel 3. Agenda Pertemuan Peneliti dengan Subjek dan Informan

SUBJEK 1

No. Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan 1. Sabtu, 10

Desember 2016

Observasi Mengikuti kegiatan Sulis bersama dengan kekasih Sulis. 2. Senin, 12

Desember 2016

Observasi Mengikuti kegiatan Sulis bersama dengan teman-teman Sulis.

3. Selasa, 13 Desember 2016

Observasi Mengikuti kegiatan Sulis dalam mengerjakan proyek tugas kampus.

4. Jumat, 16 Desember 2016

Menggali Informasi Informasi tentang kehidupan Sulis melalui kekasih Sulis

5. Selasa, 20 Desember 2016

Observasi Mengikuti kegiatan Sulis bersama dengan kekasih Sulis. 6. Sabtu, 7 Januari

2017

Wawancara Menggali informasi melalui wawancara dengan Sulis.

7. Senin, 9 Januari 2017

Observasi Mengikuti kegiatan Sulis dari pagi sampai menjelang malam. 8. Jumat,10 Januari

2017

Wawancara informan

Menggali informasi melalui wawancara dengan kekasih sulis. 9. Kamis,26

Januari 2017

Wawancara 2 Menggali informasi lebih dalam melalui wawancara dengan Sulis 10. Kamis,26

januari 2017

Wawancara informan 2

(56)

B. Deskripsi Data 1. Data Observasi

a. Penghimpunan Data Subjek

Nama : Sulis (disamarkan) Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Oktober 1993 Usia : 23 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Alamat Rumah : DKI Jakarta Alamat Sekarang : Yogyakarta Agama : Islam

Penampilan Fisik : Tinggi 160cm, berat badan 60kg, kulit kuning langsat, rambut lurus panjang sampai pundak, hidung mancung, mata sedikit sipit, bibir tipis, gaya penampilan sporti.

Penampilan Psikis : Cuek, tenang, perfeksionis, idealis. Sumber Informasi : Subjek dan pacar subjek.

b. Sejarah Kehidupan Subjek

(57)

gaun-gaun yang indah. Hobi dan kesenangan Sulis, pada akhirnya memotivasi Sulis untuk bersekolah di SMK jurusan tata busana.

Orang tua Sulis sudah melihat Sulis, sehingga orang tua Sulis menyetujui dan menyekolahkan Sulis di SMK jurusan tata busana, sehingga bakat Sulis semakin terasah dan semakin matang. Saat lulus dari SMK Sulis lebih memilih berkuliah di jurusan photography di salah satu Universitas di Yogyakarta. Dengan alasan Studi, Sulis harus berpisah dengan orang tuanya yang berada di kota Jakarta. Keadaan ini memaksa Sulis harus tinggal di salah satu rumah kos-kosan di kota Yogyakarta. Sejak masa SMK Sulis sudah berpacaran dengan teman satu sekolahnya namun dengan jurusan yang berbeda. Secara tidak sengaja, pacar Sulispun meneruskan studinya di Yogyakarta. Dengan keadaan yang sama-sama jauh dari pantauan orang tua, kehidupan berpacaran Sulis menjadi tak terkendali lagi, sehingga Sulis dan pacarnya melakukan hubungan seks pranikah yang berujung pada kehamilan Sulis. Situasi ini membuat Sulis terpaksa harus melakukan aborsi demi nama baik keluarga dan Sulis sendiri.

c. Analisis Data Subjek

1) Latar Belakang Kehidupan Keluarga

(58)

ayah Sulis, sedari Sulis kecil kebiasaan berkumpul dan bercerita dengan keluarga sudah dilakukan setelah makan malam.

Peneliti, berusaha memperoleh data mengenai keterbukaan Sulis dengan keluarganya, hal ini dirasa penting bagi peneliti untuk mengetahui seberapa dekat Sulis dengan keluarganya. Berikut kutipan langsung dari hasil wawancara tanggal 7 Januari 2017:

Eee, iya si bang.. saya disini cerita sama orang tua, kalau misalkan saya di sini, saya ngobrol lagi ngapain, cerita tentang kuliah, ya macem-macemlah pokoknya. Tapi kalau soal cinta mah kadang-kadang doang critanya. (WS-6.1B)

Keterbukaan dalam keluarga Sulis menjadi lebih harmonis dan lebih dekat dengan anggota keluarga lain. Orang tua Sulis juga selalu mendukung apa yang menjadi cita-cita anak-anaknya, dibuktikan dengan dukungan orang tua yang merestui keinginan Sulis untuk bersekolah sesuai dengan minat yang diinginkan oleh Sulis. Kedua kakak Sulis saat inipun sudah bekerja dan berkarier dibidangnya masing-masing.

Dalam keluarga, orang tua Sulis selalu menekankan dan mengingatkan anak-anaknya untuk selalu beribadah. Peneliti berusaha memperoleh data mengenai tingkat spiritualitas Sulis dengan menggunakan wawancara, tingkat spritualitas Sulis dirasa penting bagi peneliti untuk mengetahui apakah latar belakang kehidupan keluarga berpengaruh terhadap pribadi Sulis. Hal ini dibuktikan dengan kutipan wawancara tanggal 7 Januari 2017 :

(59)

2) Lingkungan Fisik, Sosio-Ekonomi dan Sosio-Kultural

Lingkungan fisik dimana keluarga Sulis tinggal adalah perumahan yang cukup mewah di pusat kota, dengan kodisi keamanan yang terjamin. Mayoritas masyarakat di daerah Sulis tinggal adalah pendatang dari berbagai daerah sebagai pekerja di kota Jakarta. Dengan alasan kesibukan, karakter masyarakat dimana keluarga Sulis tinggal sedikit tertutup. Masyarakat dimana keluarga Sulis tinggal kurang aktif untuk mengikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan ataupun kegiatan sosial. 3) Pertumbuhan Jasmani dan Riwayat Kesehatan

Pertumbuhan jasmani dan kesehatan Sulis sangatlah baik jika melihat rekam medisnya. Namun pada saat masih bayi, Sulis menceritakan bahwa dirinya hanya meminum susu formula saja, hal ini dikarenakan Sulis alergi terhadap ASI (air susu ibu). Hal ini tidak mempengaruhi kondisi kesehatan Sulis hingga saat ini. Justru pada masa sekolah dasar, Sulis menceritakan bahwa keadaan fisiknya terlihat lebih cepat pertumbuhannya daripada teman-teman sebayanya.

Dalam kehidupan sehari-hari Sulis selalu menerapkan pola hidup sehat, seperti selalu memilih-milih makanan yang sehat dan pengolahan yang bersih. Sepadat apapun dengan berbagai tugas kuliahnya, Sulis selalu menyempatkan waktu untuk berolahraga, sehingga Sulis tidak pernah terkena penyakit yang begitu berarti.

(60)

aborsinya. Sulis terkadang merasa terbawa perasaan jika ada cerita maupun acara televisi yang mirip dengan pengalaman aborsinya. Tidak hanya itu, Sulis juga terkadang akan merasa lemas jika melihat anak kecil yang mungkin saat ini umurnya sama dengan anak Sulis.

4) Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif Sulis cukup baik, hal itu dikarenakan keluarga Sulis yang selalu mendukung perkembangan dan cita-cita Sulis. Misalnya dalam hal menentukan karier, orang tua Sulis memberikan kebebasan kepada Sulis untuk menentukan studinya untuk mendukung kariernya sendiri. Dukungan dari keluarga seperti itu sudah diterima Sulis sejak kecil, sehingga membantu perkembangan kognitifnya. Sulis menjadi pribadi yang berani dan bebas untuk mengungkapkan pendapat walaupun Sulis adalah orang yang sedikit pendiam.

Berkaitan dengan pengalaman aborsi yang pernah Sulis lakukan, Sulis sempat mengalami keterpurukan secara kognitif. Pasca melakukan aborsi, Sulis tidak dapat berkonsentrasi secara penuh terhadap apa yang sedang dilakukannya. Hal ini membuat Sulis menjadi malas untuk masuk kuliah dan harus mengulang beberapa mata kuliah.

5) Perkembangan Sosial dan Status Sosial Sekarang ini

(61)

sementara ibu Sulis hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja. Namun keadaan ekomomi keluarga Sulis sudah sedikit berubah, karena kedua kakak Sulis sudah bekerja dan tidak lagi menjadi tanggungan orang tua Sulis lagi.

Sulis tinggal di rumah kos yang terbilang mewah untuk kelas mahasiswa di kota Yogyakarta, kondisi rumah kos Sulis terlihat sangat bersih dan aman, karena keamanan dan kebersihan sudah termasuk dalam fasilitas rumah kos Sulis. Rumah kos dimana Sulis tinggal bisa dikatakan sangat bebas, karena rumah kos Sulis membolehkan laki-laki atau perempuan untuk menyewanya.

Kehidupan sosial di rumah kos Sulis kurang begitu terjalin dengan baik, mengingat teman satu rumah kos Sulis tidak hanya mahasiswa, tetapi juga para karyawan, kebiasaan saling menyapa hanya sekedarnya saja tanpa mengenal pribadi lain secara mendalam. Pergaulan Sulis dengan teman-teman kuliahnya terjalin sangat baik, Sulis tidak pernah membeda-bedakan dalam memilih teman, tetapi untuk bercerita tentang perasaan pribadi, Sulis hanya memilih beberapa teman saja yang dianggapnya cocok dengan pribadinya.

6) Ciri-ciri Kepribadian

(62)

lingkungannya. Sulis adalah pribadi yang cukup pendiam namun dia ramah kepada orang lain. Sulis adalah tipe orang yang cukup terbuka dan royal dengan teman-temannya.

2. Data Wawancara a. Pemaknaan Cinta

1) Nilai-nilai Kreatif

Peneliti berusaha mendalami kehidupan Sulis dengan menggunkan wawancara terstruktur tentang bagaimana Sulis memaknai nilai-nilai kreatif dalam kehidupan relasi cinta Sulis dengan kekasihnya. Hal ini dirasa penting bagi peneliti karena dengan mengetahui bagimana Sulis melibatkan diri pada relasi cinta, dapat disimpulkan apakah Sulis mampu mengembangkan makna hidupnya atau tidak.

Ee... Hubungan saya dengan pacar saya sangat baik bang, saya mencintai dia, dan dia mencintai saya. Ee.. Hubungan saya dan pacar saya saling melengkapi, kami pokoknya sudah saling melengkapi satu sama lain. Terus ketika saya membutuhkan pacar saya, pokonya dia selalu ada buat saya bang. Kalau dibandingkan sama orang lain yang lagi pacaran, ya kwalitasnya lebihlah.. Soalnya udah enam tahun pacaran. Terus pacar saya adalah orang terdekat saya. (WS-4.C1)

2) Nilai-nilai Penghayatan

(63)

suatu nilai yang dihayati atau diyakini oleh Sulis dapat mempengaruhi seberapa berarti hidup Sulis dalam beralasi cinta.

Ee.. Buat saya arti cinta itu ya melengkapi, setia, menerima apa adanya, terus komitmen, terus tidak menyakiti, kayak saya butuh saya, dan pacar saya butuh saya. Oiya, satu lagi bang, cinta itu ada sampe saya enggak ada nanti. (WS-6.C2)

3) Nilai-nilai Sikap

Peneliti ingin mengetahui bagaimana Sulis memaknai nilai-nilai sikap dalam relasi cinta dengan kekasihnya, hal ini dirasa penting bagi peneliti karena, dalam kehidupan berelasi tidaklah selalu mulus dalam menyelesaikan suatu masalah, pasti ada suatu konflik-konflik yang terjadi didalamnya. Untuk itu, dengan menggunakan wawancara terstruktur, peneliti menggali bagaimana Sulis dan kekasihnya menyikapi masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan berelasi.

Emm.. Kalau ada masalah, saya selalu mendiskusikan dengan pacar saya untuk mencari penyelesaiannya, tapi pas dulu awal pacaran, saya dan pacar saya sering ribut, ujungnya putus.. terus nyambung lagi gitulah, namanya juga masih labil, sering egois, tapi kalau sekarang udah beda sih.. Kami selalu diskusi buat seleseinn masalah. Udah gak jaman lagi deh tu egois-egoisan pokonya mah gemana baiknya buat masa depan. (WS-9.C3)

b. Pemaknaan Keluarga 1) Nilai-nilai Kreatif

(64)

pada relasi dalam keluarga, dapat disimpulkan apakah Sulis mampu mengembangkan makna hidupnya atau tidak.

Ee.. Sama keluarga hubungan saya baik-baik aja bang, intinya komunikasi sama keluarga sih, saya kan jauh.. Ya paling Cuma kontekan lewat hp, intinya saya sayang banget sama keluarga. (WS-11.K1)

2) Nilai-nilai Penghayatan

Peniliti ingin mengetahui bagaimana Sulis memaknai nilai-nilai penghayatan dalam relasi dengan keluarga, karena dengan mengetahui arti hubungan keluarga menurut pandangan Sulis, peneliti dapat memperoleh data tentang hal-hal apakah yang dihayati sebagai dasar hubungan relasi dengan keluarga Sulis. Hal ini dirasa penting bagi peneliti karena suatu nilai yang dihayati atau diyakini oleh Sulis dapat mempengaruhi seberapa berarti hidup Sulis dalam beralasi dengan keluarga.

Kalau relasi sama keluarga buat saya sangat penting. Kalau enggak ada keluarga, ya enggak tau mau jadi apa.. mereka yang ngedidik saya bang.. mencintai saya, ngasih makan saya, berjuang buat saya, jadi saya enggak mau kehilangan mereka, saya juga enggak mau mereka kecewa, dan terus mau banggain mereka. (WS-12.K2)

3) Nilai-nilai Sikap

(65)

terstruktur, peneliti menggali bagaimana Sulis dan keluarganya menyikapi masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan berelasi.

Sebenarnya dari kecil, saya dan kakak saya sudah dididik buat saling terbuka, jadi apa aja masalahnya, saya cerita sama orang tua, atau ibu.. keluarga saya selalu menerima atau siap ndengerin apa aja crita saya. Ah, adem deh kalau udah cerita sama mereka, masalahnya jadi krasa enteng tu loh.. (WS-13.K3)

c. Pemaknaan Seksualitas 1) Nilai-nilai Kreatif

Peneliti berusaha mendalami kehidupan Sulis dengan menggunkan wawancara terstruktur tentang bagaimana Sulis memaknai nilai-nilai kreatif dalam kehidupan seksual dengan kekasihnya. Hal ini dirasa penting bagi peneliti karena dengan mengetahui bagimana Sulis melibatkan diri pada kehidupan berelasi dari sudut pandang seksualitas, dapat disimpulkan apakah Sulis mampu mengembangkan makna hidupnya atau tidak.

Eeh.. seks itu kalau menurut saya, itu hubungan yang harusnya dilakukan buat orang yang sudah matang. Jadi tidak dipaksakan, sama kalau orang itu sudah mempunyai komitmen yang benar-benar, seks itu bukan cuma nafsu buat tidur aja gitu. (WS-14.S1)

2) Nilai-nilai Penghayatan

(66)

suatu nilai yang dihayati atau diyakini oleh Sulis dapat mempengaruhi seberapa berarti hidup Sulis dalam memaknai hubungan seksual.

Sebenernya, saya ngerasa berdosa karena saya sudah melakukan hal itu, tapi saya sudah mantep mau serius sama pacar saya, soalnya saya liat pacar saya juga serius, jadi ya nglakuin walau belum nikah. (WS-15.S2)

3) Nilai-nilai Sikap

Peneliti ingin mengetahui bagaimana Sulis memaknai nilai-nilai sikap dalam hubungan seksualitas dengan kekasihnya, hal ini dirasa penting bagi peneliti karena, dibalik hubungan seks yang dilakukan tanpa status pernikahan selalu ada motivasi-motivasi yang mendorong Sulis untuk melakukannya. Untuk itu, dengan menggunakan wawancara terstruktur, peneliti menggali bagaimana Sulis menyikapi hubungan seks yang dilakukan dengan kekasihnya.

Emh.. saya ngerasa dosa sih, tapi saya cinta sama pacar saya, dah percaya bahwa dia gak akan ninggalin saya sampai nikah nanti.. udah lewat juga sih, yang penting sama-sama yakinlah.. buat hidup bareng juga, terus kita juga udah komitmen, jadi ya saya enggak takut lagi. (WS-16.S3)

d. Pemaknaan Aborsi 1) Nilai-nilai Kreatif

(67)

dapat disimpulkan apakah Sulis mampu mengembangkan makna hidupnya atau tidak.

Ee.. Alasannya, soalnya saya takut ngecewain keluarga besar saya, saya takut kalau hidup saya tu berantakan, intinya saya enggak mau malu-maluin keluarga saya dimasyarakat, saya enggak bisa bayangin, betapa hancurnya keluarga terutama orang tua saya kalau tau saya hamil, lebih baik mati kalau kayak gitu kejadiaanya. Saya takut banget dan bingung juga. (WS-17.A1)

2) Nilai-nilai Penghayatan

Peniliti ingin mengetahui bagaimana Sulis memaknai nilai-nilai penghayatan melihat aborsi, karena dengan mengetahui arti aborsi menurut pandangan Sulis, peneliti dapat memperoleh data tentang hal-hal apakah yang dihayati sebagai dasar Sulis melakukan aborsi. Hal ini dirasa penting bagi peneliti karena suatu nilai yang dihayati atau diyakini oleh Sulis dapat mempengaruhi perilakunya.

Emh.. Awalnya saya anggap aborsi itu bisa simple menyelesaikan masalah, tapi ternyata saya salah.. Rasanya hampir mati nahan sakit waktu habis minum obat, perut saya kaya mau meledak rasanya, sakit.. aborsi sebenernya enggak nyelesain masalah si bang, saya jadi kaya punya phobia sama apa yang pernah saya lakuka. Sampai sekarangpun, saya masih inget, keinget terus sama aborsi.. Ngerilah pokoknya. Terus saya ngerasa kaya punya dosa besar gara-gara kelakuan saya sendiri. Ah lemes deh kalau suruh inget-inget itu. Saya kaya sampah bang.. gak guna. (WS-18.A2)

3) Nilai-nilai Sikap

(68)

juga ingin mengetahui bagaimana Sulis menyikapi kehidupannya setelah melakukan aborsi.

Emh.. Awalnya takut, saya pikir itu harus dilakukan, saya udah mateng dan siap ngelakuin demi nama baik keluarga, itu sakit banget si rasanya, saya jadi pembunuh anak saya sendiri bang! Saya enggak mau kalau orang lain tau si sebenernya. (WS-19.A3.1)

Emh, saya tau saya busuk kaya sampah.. Tapi intinya sih, sekarang gemana saya harus hidup, terus saya juga udah tobat, terus saya mau banggain orang tua ajalah sekarang, saya enggak mau banget orang tua saya kecewa, dan saya juga pengen hidup kaya orang lain. Terus nikah sama pacar saya, terus saya mau ngelahirin adiknya anak saya yang saya bunuh. (WS-20.A3.2)

C. Pembahasan

1. Pemaknaan Cinta a. Nilai-nilai Kreatif

(69)

juga dapat menilai kwalitas keterlibatan dirinya dalam menjalin hubungan. (WS-4.C1), (WK-4.C1)

Relasi Sulis dan kekasihnya bukan lagi relasi yang bersyarat, tetapi relasi yang tanpa syarat dan sehat. Seperti yang diungkapkan oleh Allport (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa relasi yang sehat adalah relasi yang ditandai oleh kapasitas masing-masing individu yang terlibat untuk menunjukan keintiman dan perasaan terharu. Ada perbedaan antara hubungan cinta dari orang-orang yang neurotis harus menerima cinta jauh lebih banyak daripada kemampuanya untuk memberi cinta kepada orang lain. Apabila mereka memberi cinta, maka cinta itu diberikan dengan syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban yang tidak bersifat timbal-balik melainkan berpusat pada diri sendiri.

b. Nilai-nilai Penghayatan

Memaknai nilai-nilai penghayatan dalam relasi cinta, Sulis menyadari bahwa dalam menjalani kehidupan berelasi, dirinya haruslah menerima diri kekasihnya dengan berbagai kekurangan yang melekat pada dirinya, saling melengkapi kekurangan satu sama lain, setia dalam keadaan susah maupun senang, dan saling berkomitmen satu sama lain sebagai ungkapan dan tanda cinta. Sulis juga memandang bahwa cinta yang sejati itu, akan ada sampai dirinya mati. (WS-6.C2), (WK-5.C2)

Gambar

Tabel 3. Agenda Pertemuan Peneliti dengan Subjek dan Informan ..................... 40
tabel di bawah ini:
Tabel 2. Lembar Observasi
Tabel 3.  Agenda Pertemuan Peneliti dengan Subjek dan Informan

Referensi

Dokumen terkait

Latihan Mindfulness dengan cara mengenal kemampuan diri sendiri pada klien harga diri rendah merupakan salah satu teknik untuk meningkatkan harga diri dan percaya diri melalui

%elain rumah sehat dan jamban, sarana sanitasi lain yag diperiksa di antaranya %/B, %/L dan tempat pengolahan sampah. Dari hasil pemeriksaan yang

Indikator Kinerja Kegiatan 001 Jumlah Penyelesaian Administrasi Perkara (yang Sederhana, dan Tepat Waktu) Ditingkat Pertama dan Banding di Lingkungan Peradilan Agama (termasuk

menurut pendapat mereka tangis itu merupakan ekspresi ketakutan dan keinginan akan regresi. Pada waktu anak masih dalam kandungan, ia berada didalam keadaan yang serba sempurna,

tujuan dan pandangan yang jelas dalam membidik masa depan mereka, memiliki prinsip dan kepercayaan yang tinggi dalam kehidupannya. keuntungan bagi umat adalah

direncanakan. Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut perusahaan dapat menerapkan kebijakan yang tidak terlepas dari potensi yang dimiliki dari setiap komponen. Karena

[r]

Berdasarkan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang sudah dilaksanakan, maka dapat diambil simpulan bahwa guru-guru SMK Negeri Kabupaten Sarolangun sebagai peserta