• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Kinerja Perusahaan Sebelum dan Sesudah Penerapan Metode Balanced Scorecard (Studi Kasus pada ”PT. Sempurna Jasa Kami”).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Kinerja Perusahaan Sebelum dan Sesudah Penerapan Metode Balanced Scorecard (Studi Kasus pada ”PT. Sempurna Jasa Kami”)."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Suatu perusahaan dikatakan berhasil apabila perusahaan dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu alat yang dapat digunakan perusahaan untuk dapat lebih mungkin mencapai sasaran adalah dengan menyusun biaya kualitas. Dengan adanya biaya kualitas, perusahaan dapat merencanakan dan mengendalikan biaya-biaya yang akan dikeluarkan dan dapat mencegah kegagalan produk. Subjek dalam penelitian ini adalah Perusahaan Hilton yaitu perusahaan yang bergerak dalam bidang tekstil dan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan mengumpulkan data kemudian disajikan kembali disertai analisis serta penafsiran berdasarkan teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah perusahaan belum melakukan pengidentifikasian dan penggolongan biaya kualitas secara khusus sehingga perhitungan biaya kualitas masih tergabung dalam perhitungan biaya produksi. Data yang ada di perusahaan mengenai biaya kualitas hanyalah catatan yang menunjukkan jenis dan jumlah produk cacat yang terjadi serta aktivitas pengendalian kualitas yang dilakukan oleh perusahaan. Diharapkan dengan disusunnya biaya kualitas, perusahaan memiliki pedoman untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi kegiatan produksi dan dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kinerja perusahaan.

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL . . . i

HALAMAN PENGESAHAN . . . ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI . . . iii

ABSTRAK . . . iv

KATA PENGANTAR . . . v

DAFTAR ISI . . . viii

DAFTAR GAMBAR . . . xii

DAFTAR TABEL . . . xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian. . . .. . . .1

1.2 Identifikasi Masalah . . . . . . .6

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian . . . .7

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian . . . 7

1.5 Rerangka Pemikiran . . . 8

1.6 Metodologi Penelitian . . . . . 12

1.7 Lokasi Penelitian dan Lamanya Penelitian . . . .14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Manajemen . . . 15

2.1.1 Pengertian Akuntansi Manajemen . . . 10

2.1.2 Rerangka Konseptual Akuntansi Manajemen . . . 16

(3)

2.2.1 Manfaat Analisis Biaya Kualitas . . . 17

2.2.2 Pengukuran dan Pelaporan Biaya Kualitas . . . .19

2.2.3 Biaya Kualitas . . . .21

2.2.3.1 Pengertian Biaya . . . 22

2.2.3.2 Pengertian Kualitas . . . . . . . 24

2.2.3.2.1 Aspek-aspek Dasar Kualitas . . . .25

2.2.3.2.2 Dimensi Kualitas . . . .27

2.2.3.2.3 Perspektif Kualitas . . . 29

2.2.3.2.4 Faktor yang mempengaruhi Kualitas . . . 31

2.2.3.2.5 Ukuran Kualitas . . . 33

2.2.3.2.6 Ukuran Finansial Atas Kualitas . . . 33

2.2.3.2.7 Ukuran Nonfinansial Atas Kualitas . . . 34

2.2.4 Pengertian Biaya Kualitas . . . .36

2.2.4.1 Penggolongan Biaya Kualitas . . . 37

2.3 Pengertian Efisiensi dan Efektivitas . . . 42

2.3.1 Pengertian Efisiensi . . . .42

2.3.2 Pengertian Efektivitas . . . 43

2.4 Pengertian Pengendalian Kualitas . . . 44

2.4.1 Tujuan Pengendalian Kualitas . . . 46

2.5 Analisis Biaya Kualitas untuk Mengevaluasi Efektivitas dan Efisiensi Pengendalian Kualitas . . . .47

(4)

3.1.1 Kegiatan Usaha . . . 49

3.1.2 Struktur Organisasi . . . 49

3.1.2.1 Struktur Organisasi . . . ..50

3.1.2.2 Uraian Tugas . . . 50

3.2 Metode Penelitian . . . 55

3.2.1 Prosedur Pengumpulan Data . . . 55

3.2.2 Langkah-langkah Penelitian . . . 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian . . . .58

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan . . . .58

4.1.2 Proses Produksi . . . 59

4.1.2.1Kegiatan Produksi . . . 59

4.1.2.2Alur Proses Produksi . . . 60

4.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas . . . 62

4.1.4 Jenis Kegagalan dan Penyebabnya . . . 65

4.1.5 Laporan Hasil Inspeksi . . . .66

4.1.6 Pengendalian Proses Produksi . . . 68

4.1.7 Pengumpulan Data . . . 68

4.2 Pembahasan . . . 77

4.2.1 Biaya Kualitas pada Perusahaan Hilton . . . 77

4.2.1.1 Penentuan Biaya Kualitas . . . 78

(5)

4.2.2 Ukuran Nonfinansial Atas Kualitas . . . 85

4.2.3 Analisis Biaya Kualitas pada Perusahaan Hilton . . . 86

4.2.3.1 Biaya Kualitas terhadap Total Biaya Kualitas . . . 86

4.2.3.2 Biaya Kualitas terhadap Biaya Produksi . . . 90

4.2.4 Tindakan Perbaikan dalam Menurunkan Biaya Kualitas . . . . 90

4.2.5 Harapan Biaya Kualitas Setelah Tindakan Perbaikan . . . 95

4.3 Pembahasan Tentang Analisis Biaya Kualitas Untuk Mengevaluasi Efektivitas dan Efisiensi Pengendalian Kualitas . . . 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan . . . .102

5.2 Saran . . . 106

(6)

DAFTAR GAMBAR

NOMOR JUDUL GAMBAR HALAMAN GAMBAR

(7)

DAFTAR TABEL

NOMOR JUDUL TABEL HALAMAN

TABEL

2.1 Contoh Laporan Biaya Kualitas . . . 21

4.1 Laporan Produksi Perusahaan Hilton . . . .67

4.2 Jumlah Produksi dan Produk Gagal . . . . . . 69

4.3 Jumlah Produk Gagal . . . 70

4.4 Faktor Penyebab Kegagalan Produk . . . 71

4.5 Persentase Faktor Penyebab Kegagalan Produk . . . .72

4.6 Biaya Kualitas Perusahaan Hilton . . . 89

4.7 Perbandingan Biaya Kualitas terhadap Biaya Kualitas . . . 94

4.8 Biaya Kualitas Yang Diharapkan pada Perusahaan Hilton . . . 97

4.9 Persentase Kenaikan (penurunan) Biaya Kualitas . . . 98

(8)

STRUKTUR ORGANISASI Perusahaan HILTON

SEKERTARIS DIREKTUR

PENJUALAN QUALITY CONTROL

PRODUKSI AKUNTANSI DAN KEUANGAN

GUDANG DAN PENGIRIMAN UMUM

DAN PERSONALIA

PACKING STEAMING

LINKING KNITING

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Penelitian

Memasuki tahun 2007 bagi Indonesia daya saing telah dan akan terus menjadi topik diskusi yang menarik di kalangan ekonom, pelaku bisnis, dan politisi. Boleh dikata “peningkatan daya saing” telah menjadi kata kunci yang sering didendangkan dalam setiap seminar, temu usaha, maupun pidato para pejabat. Ia menjadi obsesi semua orang. Ironisnya, konsepsi mengenai daya saing sering kali kabur dan disalahartikan. Banyak yang mengartikan bahwa daya saing negara sama dengan daya saing produk maupun daya saing perusahaan. Daya saing negara Indonesia makin merosot dari tahun ke tahun dan berada dalam peringkat papan bawah dari sampel negara yang diteliti setiap tahun. Begitu dilaporkan oleh World Competitiveness Report dan Global Competitiveness Report dalam laporan tahunannya selama 7 tahun terakhir (IMD, 2007; World Economic

Forum, 2006). Padahal suatu perusahaan yang menghasilkan produk yang memiliki daya

saing belum tentu memiliki daya saing untuk semua produk yang dihasilkannya. Demikian juga bila sejumlah perusahaan di suatu negara memiliki daya saing yang tinggi, belum tentu seluruh perusahaan di negara tersebut memiliki daya saing yang tinggi.

Oleh karena itu, beberapa ekonom menentang konsep yang mengatakan bahwa negara bersaing di pasar global persis sama dengan yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Paul Krugman bahwa :

(10)

Jadi dengan adanya daya saing maka menurut Paul Krugman terdapat 2 alasan, yaitu:

“1. Dalam realitas, yang bersaing bukan negara, tetapi perusahaan dan industri. Kebanyakan orang menganalogkan daya saing negara identik dengan daya saing perusahaan. Bila negara Indonesia memiliki daya saing, belum tentu seluruh perusahaan dan industri Indonesia memiliki daya saing di pasar domestik maupun internasional.

2. Mendefinisikan daya saing negara lebih problematik daripada daya saing perusahaan. Bila suatu perusahaan tidak dapat membayar gaji karyawannya, membayar pasokan bahan baku dari para pemasok, dan membagi deviden, maka perusahaan itu akan bangkrut dan terpaksa keluar dari bisnis yang digelutinya.”

Perusahaan memang bisa bangkrut, namun negara tidak memiliki bottom line alias tidak akan pernah “keluar dari arena persaingan”. Suka atau tidak suka dengan kinerjanya, negara tidak bisa begitu saja keluar dari bisnis. Tidak seperti perusahaan, persaingan antar negara bukan merupakan zero sum game. Negara bersaing di pasar internasional tidak hanya sebagai pesaing, yang hanya untung di atas pengorbanan negara lain. Sebaliknya, ada interdependensi antar negara: sebagai pasar ekspor atau sebagai pemasok barang-barang impor. Oleh karena itu, bahwa negara-negara utama di dunia tidak dalam tingkat persaingan yang signifikan satu sama lain. Dengan kata lain, dalam konteks bisnis, persaingan antar produk atau perusahaanlah yang lebih menonjol.

(11)

Bagaimana daya saing industri Indonesia di pasar global? Dilihat dari indeks RCA (Revealed Comparative Advantage), ternyata tidak berubah. Indeks RCA menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut di dunia. Sejak 1982 keunggulan komparatif Indonesia meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata 19% per tahun hingga tahun 1994. Tidak berubahnya RCA Indonesia selama 1965-1982 besar kemungkinan karena ekspor kita masih didominasi oleh minyak dan produk pertanian yang padat sumberdaya alam (agricultural and resource based industries) (Kuncoro, 2006). Tidak mengherankan, sejak tahun 1983 Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor produk manufaktur yang padat sumberdaya alam, seperti kayu lapis, dan padat karya, seperti tekstil, garmen, mebel, dan alas kaki (Aswicahyono, 1996; Soesastro, 1998).

Untuk membawa keunggulan komparatif maka dapat didorong dengan adanya upaya bagi pemerintah maupun pihak luar atas partisipasinya. Misalkan ada seorang wartawan Jerman yang bekerja di Automotive News Europe memperingatkan perusahaan pembuat mobil Barat untuk tidak menganggap enteng China sebagai pesaing, seperti yang mereka lakukan di masa lalu terhadap Jepang dan Korea Selatan.

Menurut Jens Dralle dalam sebuah artikel baru-baru ini mengatakan:

“Banyak orang di Eropa yang hanya memerlukan mobil sebagai alat untuk mentransportasikan mereka dari titik A ke titik B. Dan mobil-mobil sederhana seperti itulah yang ditawarkan China ke Eropa.”

(12)

suksesnya penjualan sedan bermerek Logan yang dibuat Divisi Dacia Renault di Romania, yang dijual dengan harga sekitar 8.000 euro (9.300 dollar AS). (Kompas; Jumat, 22 Agustus 2007)

Menurut Remi Cornubert Direktur Mercer Management Consulting Biro Paris mengatakan bahwa:

“Meskipun demikian, mobil-mobil buatan China harus membuktikan diri bahwa kualitasnya memang layak diperhitungkan sebelum dapat menerobos pasar Eropa. Kami tidak membeli sebuah mobil seperti sebuah baju atau mainan plastik walaupun harganya sangat murah. Beralih ke produk China yang belum dikenal dan kualitasnya belum teruji tidak akan terjadi dalam waktu yang singkat.”

Dengan itu, mobil-mobil buatan China harus mempunyai citra atau kinerja yang lebih baik dan bukan sekedar produk yang dianggap murah terutama kualitasnya. Untuk itu agar produk China dapat menerobos pasar Eropa menurut pandangan Cornubert bahwa:

“Masuknya China ke pasar mobil Eropa adalah kenyataan, tetapi untuk menjadi sebuah fenomena itu soal lain diperlukan waktu yang tidak sebentar. Perusahaan pembuat mobil Korea Selatan, seperti Hyundai dan Daewoo, memerlukan waktu belasan tahun untuk memproduksi mobil yang menarik dan berkualitas baik.” Untuk mengantisipasi itu semua produk China harus dapat bekerja dengan efisien dan efektif dalam merakit dan menciptakan sesuatu yang menarik. Tetapi berbeda dengan pandangan Dudenhoeffer, ia mengatakan bahwa:

(13)

Dari beberapa pandangan yang telah dijelaskan maka semua produk China dapat menguasai dan menerobos ke Eropa pada tahun 2010. Tetapi hal itu harus menunggu agar kualitas produk China dapat berkembang tahap demi tahap. Berarti kualitas dari produk China tidak terlalu ketinggalan dengan produk-produk Eropa yang semakin berkembang setiap saat dan itu juga didukung oleh teknologi dalam pembuatan kualitas produk.

Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk meneliti mengenai biaya kualitas lebih lanjut. Adapun judul dari penulisan skripsi ini adalah “Analisis Biaya Kualitas Untuk Mengevaluasi Efektivitas dan Efisiensi Pengendalian Kualitas.”

1.2 Identifikasi Masalah

Setiap kegiatan yang dilakukan perusahaan pasti terkait erat dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas pun perusahaan memerlukan biaya. Oleh karena itu, pihak manajemen perusahaan harus dapat mengalokasikan biaya selama proses produksi dengan seefektif dan seefisien mungkin, sehingga dapat menghasilkan laba atau keuntungan yang semaksimal mungkin.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasikan beberapa masalah pokok yang akan mendasari penelitian ini, yaitu:

1. Masalah-masalah apa saja yang dihadapi oleh Perusahaan HILTON dalam melakukan aktivitas pengendalian kualitas?

(14)

3. Bagaimana perusahaan melakukan analisis biaya kualitas untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi pengendalian kualitas?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui masalah-masalah yang dihadapi Perusahaan HILTON dalam melakukan aktivitas pengendalian kualitas.

2. Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pengendalian kualitas di Perusahaan HILTON.

3. Untuk mengetahui bagaimana perusahaan melakukan analisis biaya kualitas terhadap evaluasi efektivitas dan efisiensi pengendalian kualitas.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut:

ƒ Bagi perusahaan

Memberikan masukan dalam mengambil kebijakan serta membantu dalam menentukan strategi yang tepat pada masa yang akan datang sehubungan dengan penerapan biaya kualitas.

ƒ Bagi penulis

(15)

tentang analisis biaya kualitas, dan untuk memenuhi persyaratan akademis untuk mengikuti sidang sarjana lengkap di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha.

ƒ Bagi pihak lain

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan sebagai bahan referensi untuk mereka yang ingin melakukan penelitian mengenai analisis biaya kualitas, khususnya untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi pengendalian kualitas.

1.5 Rerangka Pemikiran

Dengan adanya peningkatan kualitas dalam membuat suatu produk, perusahaan tidak harus mengeluarkan biaya produksi yang besar, karena dengan memperhatikan kualitas maka produk yang dihasilkan terbebas dari kerusakan, sehingga terhindar dari pemborosan (waste) dan inefisiensi. Biaya yang dikeluarkan agar produk yang dihasilkannya berkualitas disebut dengan biaya kualitas. Biaya kualitas ini digunakan supaya produk yang dihasilkan tidak berkualitas rendah, karena produk yang berkualitas rendah akan merugikan konsumen. Sebaliknya, apabila perusahaan menghasilkan produk yang berkualitas baik, perusahaan akan memperoleh kepercayaan dari konsumen.

Menurut Horngren, Foster dan Datar (2003:654):

“The American Society for Quality Control defines quality as the total features and characteristics of a product or a service made are performed according to specifications, to satisfy consumers at the time of purchase and during use.”

(16)

atau spesifikasinya. Bila persyaratan tersebut dipenuhi, berarti barang atau jasa tersebut kualitasnya baik, dan jika tidak memenuhi syarat berarti barang atau jasa tersebut kualitasnya jelek.

Menurut Horngren, Foster dan Datar (2003:655):

“The cost of quality (COQ) refer to the costs incurred to prevent, or costs arising as a result of production a low quality product.”

Dengan demikian, biaya kualitas merupakan biaya-biaya yang timbul untuk mencegah terjadinya atau karena terjadinya kualitas yang rendah. Sementara itu, menurut Hansen dan Mowen (2005:7) pengertian biaya kualitas yaitu:

“Biaya kualitas adalah biaya yang timbul karena kemungkinan dari produk yang dihasilkan berkualitas jelek atau tidak sesuai dengan keinginan konsumen.”

Ada dua golongan besar biaya kualitas, yaitu biaya untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan biaya yang harus dikeluarkan karena menghasilkan produk cacat. Menurut Russell (1996:195), secara keseluruhan, biaya kualitas tersebut meliputi: (Ariani, 2003:9)

“1. Biaya untuk menghasilkan produk yang berkualitas (cost of achieving good quality), yaitu biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk membuat produk yang berkualitas sesuai dengan keinginan pelanggan, meliputi:

a. Biaya pencegahan (prevention costs), yaitu biaya untuk mencegah kerusakan atau cacat produk.

b. Biaya penilaian (appraisal costs), yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk mengadakan pengujian terhadap produk yang dihasilkan.

2. Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan menghasilkan produk cacat (cost of poor quality), meliputi:

a. Biaya kegagalan internal (internal failure costs), yaitu biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan telah menghasilkan produk yang cacat tetapi cacat produk tersebut telah diketahui sebelum produk tersebut sampai kepada pelanggan.

(17)

Menurut Hansen dan Mowen (2005:9) dilihat dari segi akuntansi, terdapat dua tipe biaya kualitas, antara lain:

“1. Biaya kualitas yang terlihat (observable quality costs)

Adalah biaya yang disajikan dalam catatan akuntansi organisasi. 2. Biaya kualitas yang tersembunyi (hidden costs)

Adalah biaya oportunitas yang terjadi karena kualitas jelek (biaya oportunitas biasanya tidak disajikan dalam catatan akuntansi). Pengecualian pada biaya kehilangan penjualan, biaya ketidakpuasan pelanggan, dan biaya kehilangan pangsa pasar, semua biaya kualitas adalah dapat terlihat dan dicatat dalam catatan akuntansi. Biaya tersembunyi adalah semua biaya yang berada dalam kategori produk gagal eksternal. Biaya kualitas yang tersembunyi bisa menjadi besar dan karena itu harus diestimasi.”

Apabila suatu perusahaan ingin membuat struktur laporan biaya kualitas, pertama kali yang harus dilakukan yaitu perusahaan harus mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan ke dalam kategori biaya kualitas tersebut. Dengan dilakukannya identifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan ke dalam kategori biaya kualitas, perusahaan dapat melakukan usaha untuk mencegah dan mendeteksi kualitas yang jelek yang mungkin terjadi, serta dapat mengetahui respon atas kualitas terhadap produk yang dihasilkan.

Jadi dengan diterapkannya biaya kualitas, perusahaan dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan persyaratan pelanggan dan bisa melakukan efektivitas dan efisiensi di seluruh operasi sehingga harga produk yang dihasilkan lebih kompetitif. Dampak dari semua itu adalah meningkatnya kepercayaan pelanggan, meningkatnya citra perusahaan yang semakin diakui dalam jaminan kualitas produknya, serta meningkatnya tingkat pendapatan perusahaan karena penjualan yang terus meningkat.

(18)

mencapai standar kualitas yang berarti mencakup semua keinginan baik sebelum, selama dan sesudah aktivitas. Menurut Besterfield mendefinisikan pengendalian kualitas sebagai berikut (Besterfield,2001:2-3):

“Quality control is the use of techniques and activities to achieve, sustain, and improve the quality of a product or service. It involves intergrating the following related techniques and activities:

1. Specification of what is needed.

2. Design of the product or service to meet the specifications.

3. Production or installation to meet the full intent of the spesifications. 4. Inspection to determine conformance to specifications.

5. Review of usage to provide information for the revision of specifications if needed.”

Menurut Fryman definisi pengendalian kualitas (2002:6), yaitu:

“Quality control at operational techniques necessary to satisfy all quality requirements. Inclusive is quality control is process monitoring and the elimination of root capture of satisfactory product or service quality performance.”

Sedangkan Juran (1988) mendefinisi pengendalian kualitas adalah sebagai berikut (Juran, seperti dikutip oleh Wadsworth, Stephens, Godfrey, 2002:27):

“Quality control is regulatory process through which we measure actual quality performance, compare it with standards, and act on the difference.”

(19)

1.6 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus. Metode ini merupakan suatu metode yang meneliti status kelompok manusia, suatu objek, kondisi, sistem pemikiran, atau kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis serta akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara hal-hal yang diselidiki. Sementara itu studi kasus adalah penelitian deskripsi yang berusaha mencermati individu atau suatu unit tertentu serta mencoba menentukan semua variabel penting yang melatar belakangi timbul dan berkembangnya variabel tersebut.

Data yang diperoleh dari objek penelitian ini akan dilakukan pengolahan, kemudian dianalisa dan dibandingkan dengan teori-teori yang telah dipelajari. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis antara lain:

1. Data primer (primary data)

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Dalam data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.

2. Data sekunder (secondary data)

(20)

historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan.

1.7 Lokasi dan Tempat Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan untuk penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada Perusahaan HILTON. Lokasi penelitian ini adalah di Jalan Leuwi Gajah No.98a Bandung.

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Selama ini Perusahaan Hilton melaksanakan analisis atas biaya kualitas, hal ini dapat dilihat dari:

ƒ Perusahaan Hilton dapat mengetahui secara tepat berapa biaya yang telah

dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pengendalian kualitasnya baik secara finansial maupun nonfinansial.

ƒ Perusahaan Hilton belum melakukan pengidentifikasian dan penggolongan

biaya kualitas secara khusus sehingga perhitungan biaya kualitas masih tergabung dalam perhitungan biaya produksi. Data yang ada di perusahaan mengenai biaya kualitas hanyalah catatan yang menunjukkan jenis dan jumlah produk cacat yang terjadi serta aktivitas pengendalian kualitas yang dilakukan oleh perusahaan, namun berapa besarnya biaya yang dikeluarkan tidak dihitung secara khusus.

(22)

ƒ Berdasarkan kegagalan produksi paling banyak terjadi pada Perusahaan

Hilton, disebabkan oleh 5 faktor, yaitu:

o Faktor Manusia

Manusia merupakan salah satu faktor utama penyebab kegagalan produk dengan persentase kegagalan 28.5%, yang terdiri dari cacat bordir 4%, cacat potong 9%, cacat sablon 4%, cacat karena terkena minyak mesin 2.5% dan cacat jahit 9%, yang pada umumnya dikarenakan keahlian, keterampilan, dan pengalaman yang belum mencukupi, kurangnya training, ketidakdisiplinan para pekerja, ketidaktelitian dalam pengerjaan.

o Faktor Mesin

Persentase kegagalan produk karena faktor mesin adalah 6.5% yang terdiri dari cacat bordir 3%, cacat karena terkena minyak mesin 0.5%, dan cacat jahit 3%, yang pada umumnya dikarenakan:

- Kesalahan operator dalam penggunaan mesin produksi atau penyetelan yang tidak benar.

- Kemacetan pada mesin, karena kurangnya perawatan yang diberikan perusahaan.

- Kerusakan atau keusangan pada suku cadang mesin (sparepart).

o Faktor Metode

(23)

minyak mesin 1% dan cacat jahit 3%, yang pada umumnya dikarenakan:

- Tidak adanya pengarahan secara rutin. - Instruksi yang tidak tertulis.

o Faktor Bahan Baku

Bahan merupakan faktor utama dalam produksi, sehingga kegagalan yang diakibatkan bahan baku memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 48% yang dikarenakan cacat kain sebesar 48, yang pada umumnya dikarenakan:

- Kualitas bahan baku yang tidak baik, biasanya akan menghasilkan produk yang berkualitas tidak baik pula.

- Bahan baku yang terlambat, ini terjadi karena belum adanya pemilihan supplier bahan baku yang dapat memasok bahan baku yang kualitasnya baik dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

o Faktor Lingkungan

Persentase kegagalan produk karena faktor lingkungan adalah 7% yang terdiri dari cacat potong 4%, cacat karena terkena minyak 1%, dan cacat jahit 2%, yang pada umumnya dikarenakan:

- Suhu udara yang terlalu panas, karena kurangnya ventilasi dan banyaknya debu membuat udara di pabrik panas.

(24)

3. Setelah melakukan analisis pada Perusahaan Hilton dengan membandingkan masing-masing biaya kualitas dengan total biaya kualitas dan membandingkan biaya kualitas dengan total biaya produksi, terlihat bahwa:

ƒ Pada tahun 2006, biaya kegagalan internal dan eksternal perusahaan cukup

besar bila dibandingkan dengan biaya pencegahan dan penilaian. Proporsi biaya kegagalan yang terdiri dari biaya kegagalan internal dan eksternal adalah 59.90% dari keseluruhan biaya kualitas. Proporsi biaya pengendalian yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian adalah 40.10% dari keseluruhan biaya kualitas.

ƒ Total biaya kualitas tahun 2006 adalah sebesar 5.04% dari biaya produksi.

Setelah melakukan analisis biaya kualitas maka diharapkan biaya produksi dapat ditekan sebesar 0.63% dari tahun sebelumnya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan yang telah penulis lakukan, penulis memberikan saran untuk bahan pertimbangan dalam melakukan perbaikan, yaitu:

1. Perusahaan sebaiknya melakukan analisis biaya kualitas yang terjadi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

ƒ Mengidentifikasi biaya yang termasuk dalam biaya kualitas.

ƒ Menggolongkan biaya kualitas ke dalam 4 kategori biaya yaitu biaya

(25)

ƒ Membuat laporan tertulis mengenai biaya kualitas.

ƒ Melakukan analisis atau evaluasi atas keseluruhan kegiatan pengendalian

kualitas yang telah dilakukan perusahaan.

Setelah melakukan langkah-langkah diatas maka perusahaan dapat melihat golongan biaya kualitas yang mana yang paling besar, apa penyebabnya dan jika golongan biaya tersebut dapat dikurangi, maka dapat dicari kegiatan apa yang harus ditambahkan atau dihilangkan.

2. Perusahaan perlu melaksanakan dan mengevaluasi efektivitas dan efisiensi pengendalian kualitas yang lebih terencana agar persentase kegagalan yang terjadi dapat diturunkan semaksimal mungkin dengan mencegah terjadinya pengulangan kegagalan yang sama. Salah satunya adalah dengan menggunakan beberapa metode statistik yang dimaksudkan agar semua kesalahan yang akan terjadi akan dapat ditekan sehubungan dengan adanya metode statistik ini. Jadi semua persentase kegagalan selama proses produksi dapat ditekan dengan adanya pengendalian kualitas dari perusahaan itu sendiri. 3. Untuk mengurangi biaya kualitas yang terjadi, perusahaan sebaiknya

melakukan tindakan perbaikan yang menitikberatkan pada kegiatan yang bersifat pencegahan dan penilaian, antara lain dengan:

ƒ Memberikan peningkatan pelatihan bagi pegawai yang memiliki posisi inti

(26)

pengarahan mengenai tugas-tugas yang akan mereka kerjakan dan pelatihan cara mengoperasikan mesin yang ada, dan pengiriman.

ƒ Dengan menerapkan sistem punishment rewardship bagi para pegawainya,

memberikan bonus untuk karyawan yang dapat mencapai target produksi tepat pada waktunya.

ƒ Memperhatikan perawatan untuk mesin-mesin, perawatan dilakukan

dengan memperbaiki mesin yang ada agar berjalan seoptimal mungkin. Hal ini diterapkan untuk sedapat mungkin mengurangi kegagalan yang terjadi akibat kesalahan manusia (human error).

ƒ Membeli Clotch Inspection Machines agar proses pemeriksaan bahan baku

kain dapat diperiksa dengan lebih teliti dalam waktu yang lebih cepat, sehingga cacat karena kain dapat terditeksi lebih dini.

ƒ Memilih pemilihan supplier dengan lebih selektif.

ƒ Pemasangan kipas angin atau penambahan ventilasi udara yang

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert N, and Vijay Govindarajan. 2004. Management Control Systems. Edisi 11. New York: McGraw Hill/Irwin.

Assouri, S. 2004. Edisi Revisi. Manajemen Produksi dan operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Besterfield, Dale H. 2001. Edisi 8. Quality Control. Englewood Cilffs: Prentice Hall International Inc.

Carter, William K. and Milton F. Usry. 2001. Cost Accounting. Edisi 11. Australia: DAME.

Feigenbaurn, Armad V. 2001. Total Quality Control. Edisi 9. New York: McGraw Hill/Irwin.

Garrison, Ray H., Eric W. Noreen. 2001. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.

Gasperz, Vincent. 2001. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umar.

Hansen, Don R. and Maryanne M. Mowen. 2003. Management Accounting. Edisi 6. Ohio: South Western.

Horngren, Charles T., George Foster, Srikant M. Datar. 2003. Cost Accounting: A Managerial Emphasis. Edisi 5. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice, Hall.

Kaplan, Robert S. and Anthony A. Atkinson. 2001. Advanved Management Accounting. Edisi 5. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Kohler. 2001. Dictionary for Accountant. Edisi 8. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. Edisi 6. Yogyakarta: Aditya Media.

Nasution. 2001. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

(28)

Supriyono, RA. 2001. Akuntansi Manajemen. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah hasil uji hipotesis ANOVA untuk maqasid index, tujuan syariah pembentukan keadilan, dan tujuan syariah kepentingan publik

pencatatan transaksi keuangan nasabah secara tertib, teratur, sistematis dan benar yang dilakukan unit-unit kerja yang berada dibawah supervisinya. 2)

dengan Pemerintah Belanda mengenai Kerja Sama Maritim yang ditandatangani.. tanggal 22 April 2016 di

Teringat kembali bagaimana In Hyeong selalu membagi cokelatnya, hanya untuknya dan In Hyeong tidak membaginya pada Yong Hwa, Yong Hae dan Jin Ho yang

(1) Pengelolah Hotel atau kawasan khusus wisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 berkewajiban melaporkan jenis dan nama/merk minuman beralkohol yang diedarkan di

pengorbanan, cinta dan Kasihnya, serta doa yang tidak henti-hentinya dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di

2 Adapun perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan oleh saudari Tety Yuliana dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Tety

Strategi true or false bila diterapkan di SD bisa digunakan sebagai strategi alternatif yang dinilai lebih bisa memahami karakteristik siswa yang lebih menyukai belajar