• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konstruksi Pesan Lesbianisme Dalam Film “Yes Or No” dan Kaitannya dengan Penerimaan Masyarakat (Studi Semiologi Roland Barthes) T1 362009097 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konstruksi Pesan Lesbianisme Dalam Film “Yes Or No” dan Kaitannya dengan Penerimaan Masyarakat (Studi Semiologi Roland Barthes) T1 362009097 BAB I"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pesan adalah salah satu unsur pokok dalam komunikasi. Pesan berasal dari sebuah fakta, peristiwa atau ide yang dituangkan dalam bentuk tanda atau simbol, dalam bentuk bahasa verbal maupun non verbal. Bentuk-bentuk tersebut dapat dikatakan pesan selama komunikan sebagai penerima pesan dapat memaknai pesan tersebut. Dalam suatu proses komunikasi, pesan dikonstruksi oleh komunikator (pengirim pesan) berdasarkan kemampuannya dalam menciptakan atau menyusun tanda yang mengandung makna tertentu, dimana hal ini dipengaruhi pula oleh latar belakang sosial budaya dari komunikator. Sedangkan pada pihak komunikan (penerima pesan), adakah dia mampu menangkap pesan yang dikirimkan itu bergantung kepada kemampuannya menangkap makna dari tanda-tanda yang memuat pesan itu, dan hal ini ditentukan pula oleh latar belakang sosial budaya si penerima pesan.

Suatu masyarakat pada umumnya terbagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan identitas kultural mereka. Menurut Ting-Toomey, identitas kultural merupakan perasaan (emotional significance) dari seseorang untuk ikut memiliki (sense of belonging) atau berafiliasi dengan kultur tertentu. Masyarakat yang terbagi ke dalam kelompok-kelompok itu kemudian melakukan identifikasi kultural (cultural identification), yaitu masing-masing orang mempertimbangkan diri mereka sebagai representasi dari sebuah budaya partikular (Rahardjo, 2005:30). Identifikasi kultural ini akan menentukan individu-individu yang termasuk dalam in-group ataupun out-group. Salah satu identitas kultural yang terdapat dalam masyarakat adalah identitas gender.

(2)

2

95% dari masyarakatnya beragama Buddha (Prasetyo, 2012). Dalam kehidupan masyarakat Thailand, seksualitas tradisional tidak mencerminkan perbedaan yang jelas antara homoseksualitas, biseksualitas, dan heteroseksualitas sebagaimana yang digariskan tegas dan kentara oleh budaya Barat. Sebaliknya, yang paling menonjol dari semua perbedaan seksual adalah bipolaritas jenis kelamin dimana diantara kedua jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang mendasar, kathoey muncul sebagai identitas gender lain dalam masyarakat Thailand. Penggunaan istilah kathoey, yang digunakan untuk menggambarkan homoseksualitas, telah memberi ruang kepada kaum homoseksual untuk dapat mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat. Dewasa ini, sebagian besar penggunaan istilah kathoey lebih mengacu pada pria yang memiliki perilaku sosial feminin dan stereotip-stereotip lain yang muncul dalam masyarakat mengenai kaum tersebut. Gender ketiga yang dikenal dengan sebutan kathoey atau ladyboy ini telah menjadi corak dalam masyarakat Thailand selama berabad-abad. Raja-raja Thailand seringkali memiliki pasangan baik laki-laki maupun perempuan dan negara tidak pernah memiliki hukum yang melarang homoseksualitas atau perilaku homoseksual. Hal ini juga dapat terlihat dari banyaknya transgender yang terdapat di Thailand dan adanya ajang pemilihan

Miss Tiffany, yaitu event tahunan untuk memilih transgender sebagai ikon

transgender resmi yang berskala internasional (Uveryder, 2012). Selain itu, di beberapa sekolah di Thailand juga telah tersedia toilet yang diperuntukan bagi kaum kathoey ini, lengkap dengan lambangnya yaitu separuh laki-laki dan separuh perempuan (Neto, 2008).

(3)

3

sebagai biseksual yaitu seorang laki-laki atau seorang perempuan yang tertarik secara seksual kepada lawan jenis sekaligus kepada yang sejenis.

Gambaran kelompok masyarakat Thailand dengan budaya lesbian yang merupakan salah satu bentuk homoseksualitas ini pernah diungkapkan melalui sebuah film berjudul Yes or No. Film ini dirilis pada tahun 2010 dan diklaim sebagai film lesbian pertama di Thailand. Film ini disutradarai oleh Sarasawadee Wongsompetch yang adalah juga seorang lesbian. Dalam film ini ditampilkan juga gambaran tentang realitas masyarakat Thailand yang sebagian masih memandang penyimpangan orientasi seksual sebagai perilaku yang negatif, dan sebagian yang lain menganggap sebagai sesuatu yang lazim. Oleh karena pengungkapan yang demikian itu, maka film ini diterima secara positif oleh masyarakat pecinta film di Thailand.

Kecuali di negara asalnya, Thailand, film ini juga ternyata mendapat respon positif di beberapa negara seperti di Taiwan, Filipina, dan Hongkong. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya permintaan terjemahan film ini ke dalam bahasa Inggris oleh para fans yang berasal dari luar negara Thailand serta komentar para penonton film ini di jejaring internet yang mengatakan bahwa pada umumnya, film-film bertema homoseksual ditampilkan dengan cara yang vulgar (ekstrim), sedangkan dalam Yes or No, tema ini diangkat dengan cara yang sederhana dan enak ditonton. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh sang sutradara sehingga film tersebut bisa diterima oleh khalayak (penonton) dari negara lain yang berbeda latar belakang budayanya, khususnya dalam hal orientasi seksual.

(4)

4

masyarakat. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis tidak hanya menggali representasi realitas kelompok lesbian dalam masyarakat Thailand, tetapi juga ingin mengetahui bagaimana tanda-tanda dalam film ini dibangun sehingga film ini dapat diterima dengan baik tidak hanya di Thailand, tetapi juga di negara-negara lain yang masih menganggap lesbian sebagai sesuatu hal yang tabu.

.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana konstruksi pesan lesbianisme dalam film Yes Or No dalam kaitannya dengan penerimaan masyarakat?

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui konstruksi pesan lesbianisme dalam film Yes Or No dalam kaitannya dengan penerimaan masyarakat.

I.4. Manfaat Penelitian

1. Dari aspek teoritis penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penggunaan teori semiologi terhadap film sebagai bahan pembelajaran bagi ilmu komunikasi tentang cara mengkonstruksi pesan yang bersifat kontroversial ke dalam simbol yang dituangkan dalan bentuk audio visual, agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

berdasarkan data fuzzy time series multivariat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1) Menentukan input-output data; 2) Menentukan

baik. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak, kendala tersebut dapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)Hasil Ujian Nasional secara umum berbanding lurus dengan kualifikasi sekolah, dari yang tertinggi adalah

Menteri 4 No 26 Rt.12/04 Kel Sei Paring Martapura Mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang / Jasa untuk pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2013, seperti tersebut di bawah ini

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “

[r]

Sejalan dengan penelitian tersebut di atas, penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2009) tentang hubungan antara minat belajar matematika dan kemampuan spatial terhadap

[r]