• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Kesehatan Gigi dan Kebutuhan Perawatan Gigi Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status Kesehatan Gigi dan Kebutuhan Perawatan Gigi Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Status Kesehatan Gigi dan Kebutuhan Perawatan Gigi Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung

R. Putri. Noer Fadilah1/Sri Susilawati2/Dede Soetardjo

ABSTRAK

Status kesehatan gigi dan mulut pada karyawan PERUM DAMRI Bandung dapat mempengaruhi produktivitas kerja.Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung. Metode penelitian bersifat deskriptif, dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara stratified random sampling. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 286 karyawan dari 1000 karyawan PERUM DAMRI Bandung. Penilaian status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi menggunakan oral health surveys basic methods dari WHO.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang mengalami kerusakan gigi sebesar 97,9% (280 orang) dan status kesehatan gigi yang paling banyak adalah gigi berlubang atau karies yaitu sebanyak 249 orang. Kebutuhan perawatan gigi yang paling banyak dibutuhkan karyawan PERUM DAMRI Bandung adalah tumpatan yaitu sebanyak 266 orang (93,01%) yang terdiri dari tumpatan satu permukaan yaitu sebanyak 212 orang (74,13%) dan tumpatan pada dua permukaan atau lebih yaitu sebanyak 54 orang (18,88%).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyakit karies gigi dengan tingkat keparahan tinggi merupakan keadaan yang paling banyak ditemukan.Prioritas utama perawatan gigi adalahtumpatan, yaitu tumpatan pada satu permukaan dan tumpatan dua permukaan atau lebih.

Kata kunci : Status kesehatan gigi, Kebutuhan perawatan gigi, PERUM DAMRI Dental Health Status and Dental Health Treatment Needed inEmployees of PERUM DAMRI Bandung. R. Putri Noer Fadilah – 16010060146

Ket : 1

: Mahasiswa Magister Fakultas Kedokteran Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran 

2

(2)

ABSTRACT

Dental health status of employees of PERUM DAMRI Bandung can affect work productivity. The objective of the study was to find out dental health status and dental treatment needed in employees of PERUM DAMRI Bandung. The methode of the study was descriptive, with the technique was using stratified random sampling. The sample consisted by 286 employees from 1000 employees of PERUM DAMRI Bandung. To assess of dental health status and dental treatment needed was using oral health surveys basic methodsfrom WHO.

Results showed that employees who experience tooth decay by 97.9% (280 people) and dental health status is the most widely cavities or caries that is counted 249 people. Dental treatment needs of the most needed by the employee PERUM DAMRI Bandung is the filling that is as many as 266 people (93.01%), which consists of one surface filling that is as many as 212 people (74.13%) and surface filling in two or more as many as 54 people (18.88%).

From the results of this study concluded that the disease dental caries with high severity is the most common circumstances. Dental treatment need is a top priority filling, arefilling on one surface and two filling on the surface or more.

Key words : Dental health status, Dental treatment need, PERUM DAMRI

 

 

 

 

 

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Penyakit mulut adalah bagian integral dari kesehatan secara umum.Dengan bertambahnya angka harapan hidup, kesehatan gigi dan mulut semakin jelas memegang peranan utama dalam peningkatan kualitas hidup seseorang.Kesehatan mulut yang buruk dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan secara keseluruhan, yang disertai penurunan kemampuan mengunyah dan makan, sehingga mempengaruhi asupan nutrisi.Nutrisi memiliki peranan penting dalam memelihara kesehatan tubuh pada umumnya, dan kesehatan gigi dan mulut pada khususnya. Kesehatan gigi dan mulut yang buruk pada kelompok dewasa dapat menyebabkan berbagai penyakit hingga menurunkan produktivitas kerja dan kualitas hidup (Probosuseno, 2010).

Masalah kesehatan gigi dan mulut mempunyai kontribusi bagi semua karyawan dan keluarganya serta mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemajuan perusahaan. Data status kesehatan gigi pada pekerja, diperlukan untuk mengetahui perkembangan penyakit gigi dan memperkirakan kebutuhan perawatan gigi pada karyawan atau pekerja, serta untuk penyusunan program kesehatan gigi sehingga pelayanan dalam kesehatan gigi dapat dilaksanakan dengan efisien dan efektif. Selain itu, kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi sumber daya yang dapat diefisienkan dan tugas-tugas karyawan dalam bekerja dapat diefektifkan.

Masalah kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut, sesuai dengan Keputusan Direksi PERUM DAMRI No: SK.143/KP.501/DAMRI-1996 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi pegawai PERUM DAMRI beserta keluarganya, pada bagian ketujuh tentang pemeriksaan, pengobatan dan perawatan gigi Pasal 11 ayat (1), (2), dan (3), yang berbunyi :

(1) Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan gigi harus dilakukan di Poliklinik Gigi yang disediakan oleh Perusahaan atau Rumah Sakit Pemerintah.

(2) Biaya pengobatan dan perawatan gigi baik untuk pegawai maupun untuk keluarganya mendapatkan penggantian secara penuh (100%).

(3) Perusahaan tidak memberikan penggantian biaya untuk pembelian dan pemasangan gigi palsu.

Sampai saat ini, tidak ada klinik gigi dan mulut pada PERUM DAMRI Bandung maka data status kesehatan gigi dan mulut di PERUM DAMRI Bandung belum diketahui. Status kesehatan gigi dan mulut pada karyawan PERUM DAMRI Bandung penting untuk diketahui karena kesehatan gigi dan mulut mempunyai pengaruh yang besar terhadap produktivitas karyawan PERUM DAMRI.

(4)

berjumlah 111 orang, dan adminstrasi pimpinan berjumlah 140 orang. Karyawan PERUM DAMRI terdiri dari pria berjumlah 978 orang, dan wanita berjumlah 22 orang. Usia karyawan PERUM DAMRI Bandung adalah kurang dari 30 tahun berjumlah 111 orang, usia 30-49 tahun berjumlah 760 orang, dan usia 50-56 tahun berjumlah 129 orang.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), status kesehatan gigi dan mulut khususnya pada kelompok usia produktif menunjukkan bahwa indeks DMF-T pada kelompok usia 18 tahun adalah 1,41 dan pada kelompok usia 35-44 tahun adalah 4,46. Prevalensi karies aktif pada kelompok usia 18 tahun adalah 41,2% dan prevalensi pengalaman karies pada kelompok usia 18 tahun adalah 50,8%. Sedangkan prevalensi karies aktif pada kelompok usia 35 – 44 tahun adalah 53,8% dan prevalensi pengalaman karies pada kelompok usia 35 – 44 tahun adalah 80,5% (Riskesdas, 2007).

Berdasarkan hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Status Kesehatan Gigi dan Kebutuhan Perawatan Gigi Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung pada tahun 2010.

METODELOGI PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah bersifat dekriptif yaitu metodepenelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005).

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian pada karyawan PERUM DAMRI Bandung yaitu sejumlah 1000 orang, terbagi atas 5 subpopulasi (strata) yaitu subpopulasi pengemudi 407 orang, kondektur 284 orang, petugas lintas (PPA/Timer) 58 orang, teknik 111 orang, dan administrasi pimpinan 140 orang. Sampel penelitian ini adalah karyawan PERUM DAMRI Bandung. Berdasarkan rumus pengambilan sampel, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 286 sampel.

Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah cara stratifikasi (stratified random sampling) yaitu pengambilan sampel secara acak dari suatu populasi, dimana populasi yang dianggap heterogen atau berbeda menurut suatu karakteristik tertentu. Terlebih dahulu dikelompok-kelompokkan dalam beberapa subpopulasi, sehingga tiap subpopulasi yang ada memiliki anggota sampel yang relatif homogen atau sama (Umar, 2008).

Ukuran Sampel :

(5)

n = N 1 + N (d2) Keterangan :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = Tingkat kepercayaan signifikansi yang diinginkan (umumnya 0,05).

Faktor Pembanding (sample fraction (f))

Untuk menentukan jumlah elemen tiap subpopulasi berbeda, maka diperlukan faktor pembanding atau sample fraction (f) dari tiap subpopulasi dengan cara membandingkan jumlah elemen tiap subpopulasi dengan jumlah seluruh elemen populasi (Umar, 2008).

f = nx Keterangan :

N f = Faktor pembanding atau sample fraction (f) nx= Subpopulasi tiap elemen (misal n1, n2, n3,.... dst) N= Jumlah populasi

Sampel diambil (x) dengan cara = fn X n Keterangan :

fn = Faktor pembanding (f1 , f2, f3...n) n = Sampel populasi (286 orang)

Tabel 1. Ukuran Sampel Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung

Subpopulasi Nilai (f) Sampel Diambil (x)

Pengemudi 0,407 116

Kondektur 0,284 81

Petugas Lintas 0,058 17

Teknik 0,111 32

Administrasi Pimpinan 0,14 40

JUMLAH 1 286

Variabel Penelitian

Variabel dari penelitian ini adalah :

1) Status kesehatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung. 2) Kebutuhan perawatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung.

Status Kesehatan Gigi

Status kesehatan gigi yaitu menggambarkan keadaan yang terjadi di dalam rongga mulut termasuk gigi yang merupakan jaringan keras, dan jaringan pendukung lainnya.

(6)

0 : Gigi dalam keadaan sehat

Gigi dicatat sebagai gigi sehat jika tidak menunjukkan adanya karies klinis yang telah dirawat atau karies yang tidak dirawat. Tahapan yang mendahului kavitas karies, serta kondisi lain yang serupa dengan tahap-tahap awal karies, tidak termasuk karena tidak dapat didiagnosis. Dengan demikian, yang termasuk dalam kriteria gigi sehat yaitu :

‐ Gigi dalam keadaan kapur putih atau bintik-bintik putih.

‐ Gigi yang berubah warna atau bintik-bintik/noda kasar yang tidak lembut. ‐ Gigi dengan pit atau fisur terjadi pewarnaan pada email dan tidak terdapat

tanda-tanda kerusakan pada email, dasar ataupun dinding yang lunak. ‐ Pada gigi terdapat pit pada email yang hitam, mengkilap, keras. - Kondisi gigi dengan adanya lesi seperti abrasi.

1 : Gigi berlubang/karies

Gigi dicatat sebagai gigi berlubang/karies pada pit/fisur, atau pada permukaan gigi yang halus, jika terdapat rongga yang jelas, kerusakan email, dasar atau dinding yang lunak. Sebuah gigi dengan tumpatan atau sealant, tetapi terjadi juga kerusakan dapat termasuk kategori ini. Apabila mahkota telah hancur karena karies dan hanya sisa akar yang tertinggal, karies yang dinilai berasal di mahkota dan karena itu dinilai sebagai karies hanya mahkota.

2 :Karies Sekunder.

Gigi yang ditermasuk kedalam kategori karies sekunder yaitu apabila pada gigi tersebut terdapat satu atau lebih tumpatan/restorasi permanen dan juga satu atau lebih daerah yang mengalami kerusakan.

3 : Tumpatan tanpa karies

Suatu gigi dinyatakan gigi yang telah ditumpat tanpa adanya karies, apabila pada gigi tersebut terdapat satu atau lebih restorasi permanen dan tidak terdapat karies sekunder atau karies primer di daerah lain pada daerah tersebut. Gigi dengan menggunakan mahkota yang dikarenakan oleh karies, termasuk dalam kategori ini.

4 : Gigi dicabut/hilang sebagai akibat dari karies.

Kode ini digunakan untuk gigi tetap yang telah dicabut atau hilang oleh karena karies.

5 : Gigi tetap dicabut/hilang karena sebab lain.

Kode ini digunakan untuk gigi tetap yang kemungkinan tidak ada secara kongenital, atau dicabut untuk keperluan orthodontik, atau karena penyakit periodontal, dan trauma.

6 : Fissure sealant

Kode ini digunakan untuk gigi dimana fissure yangtelah diulas dengan

(7)

7 : Gigi penyangga. Gigi dengan menggunakan Mahkota. Gigi dengan menggunakan Veneer

Kode ini digunakan untuk menunjukkan gigi yang merupakan bagian dari sebuah jembatan cekat, yaitu sebagai penyangga/abutment jembatan. Kode ini juga dapat digunakan untuk mahkota yang ditempatkan untuk alasan lain bukan diakibatkan oleh karies. Selain itu, kode ini juga digunakan untuk gigi yang menggunakan veneer atau pelapis yang melapisi permukaan labial gigi yang tidak terdapat tanda-tanda karies atau restorasi tersebut.

8 : Gigi tidak tumbuh/erupsi

Klasifikasi ini dibatasi untuk gigi permanen dan digunakan hanya untuk ruang gigi dengan gigi tetap yang tidak tumbuh, akan tetapi tidak terdapat gigi sulung. Gigi yang tidak erupsi tidak termasuk dalam perhitungan dalam karies gigi. Kriteria ini tidak termasuk untuk gigi yang hilang kongenital, atau gigi yang hilang karena trauma.

T : Trauma (Fraktur)

Gigi fraktur apabila suatu permukaan hilang oleh karena trauma dan tidak ada tanda karies.

9 : Gigi tidak termasuk kriteria di atas.

Kode ini digunakan untuk gigi permanen yang sudah erupsi tidak dapat dilakukan pemeriksaan karena beberapa alasan (misalnya hypoplasia parah, anomali gigi, dll).

Indeks DMF-T adalah indeks yang merupakan jumlah dari pengalaman kerusakan seluruh gigi atau gigi yang hancur (D), hilang atau dicabut (M), dan gigi ditambal (F) di gigi permanen (Pine, 1997). Informasi tentang indeks DMF-T dapat dihitung dari status kesehatan gigi berdasarkan kriteria WHO, pencatatannya adalah sebagai berikut (WHO, 1997) :

D (decayed) : Kerusakan gigi atau gigi yang hancur, dimana gigi yang mempunyai tanda karies yang tidak ditambal tapi masih dapat ditambal. Komponen D meliputi semua gigi dengan kode 1 atau 2.

M (missing) : Gigi yang telah dicabut atau hilang sendiri oleh karena karies. Komponen M terdiri dari kode 4 pada subjek dengan usia dibawah 30 tahun dan untuk subjek berusia 30 tahun atau lebih meliputi gigi-gigi dengan kode 4 atau 5, yaitu hilang karena karies atau oleh karena sebab lain.

F (filled) : Gigi mempunyai tambalan yang masih baik. Komponen F meliputi gigi dengan kode 3.

Untuk menghitung indeks DMF-T dipergunakan rumus sebagai berikut : Indeks DMF = Jumlah gigi D+M+F

(8)

Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Intensitas Karies Gigi (Pine, 1997).

Tingkat Keparahan Indeks DMF-T

Sangat rendah / very low 0,0 – 1,1

Rendah / low 1,2 – 2,6

Sedang / moderate 2,7 – 4,4

Tinggi / high 4,5 – 6,5

Sangat tinggi / very high > 6,6

Kebutuhan Perawatan Gigi

Kebutuhan perawatan gigi adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan kesehatan gigi untuk mencegah dan menghilangkan penyakit atau kecacatan. Kebutuhan perawatan gigi dapat ditetapkan sebagai jumlah dari perawatan gigi yang seharusnya dilakukan seseorang dalam waktu tertentu untuk mencapai keadaan gigi yang sehat (Burt dan Eklund, 2005). Pemeriksaan terhadap kebutuhan perawatan gigi dinilai berdasarkan indeks-indeks yang digunakan untuk mengukur status kesehatan gigi. Penilaian kebutuhan perawatan gigi dilakukan dengan kriteria seperti yang dianjurkan oleh WHO (WHO, 1997) :

0 : Tidak memerlukan perawatan

Kode ini digunakan bila gigi sehat, tidak dapat atau tidak akan dicabut atau tidak diberikan perawatan apapun.

P : Pencegahan dan perawatan pencegahan karies. F : Fissure sealant

Perawatan untuk pit dan fisur yang hitam dan dalam tetapi gigi dalam kategori sehat.

1 : Tumpatan satu permukaan

2 : Tumpatan dua permukaan atau lebih

Salah satu dari kriteria F, 1 atau 2 sebaiknya digunakan untuk : - Perawatan pendahuluan, karies primer atau sekunder. - Perawatan pewarnaan gigi atau kelainan perkembangan. - Perawatan lesi oleh karena trauma, abrasi, erosi, dan atrisi.

- Menggantikan tumpatan atau sealant yang tidak memuaskan. Sealant yang tidak memuaskan yaitu jika ada bagian yang hilang secara luas dan terbuka pada fisur, pit, atau penghubungnya, atau pada permukaan dentin, maka sebaiknya dilapis kembali.

Tumpatan yang tidak memuaskan jika terdapat satu atau lebih kondisi dibawah ini:

- Margin yang kurang/tidak sempurna yang menyebabkan kebocoran tumpatan sampai dentin.

- Margin yang overhang/kelebihan pada suatu restorasi - Fraktur pada restorasi yang ada

- Perubahan warna

(9)

4 : Veneer/Pelapis

Direkomendasikan untuk tujuan estetik. 5 : Perawatan pulpa dan restorasi

Kode ini digunakan untuk menunjukkan gigi yang mungkin memerlukan perawatan pulpa sebelum direstorasi dengan tambalan atau mahkota oleh karena proses karies yang sangat dalam dan meluas atau oleh karena gigi dipotong atau trauma.

6 : Pencabutan

Gigi dicatat sebagai indikasi untuk pencabutan gigi adalah sebagai berikut: - Karies merusak mahkota gigi sehingga tidak mungkin dilakukan restorasi. - Bila penyakit periodontal telah berlanjut jauh sehingga gigi hilang dan

tidak dapat berfungsi kembali, sehingga tidak mungkin dilakukan restorasi. - Bila gigi harus dicabut untuk memberikan tempat gigi tiruan yang akan

dibuat.

- Bila pencabutan diperlukan untuk kebutuhan orthodontik atau alasan kosmetik atau karena impaksi.

- Persistensi gigi sulung setelah dilakukan foto roentgen. 7,8 : Diperlukan untuk perawatan lain (khusus)

Penggunaan kriteria ini digunakan seminimal mungkin. Misalnya untuk keperluan orthodontik dan kebutuhan periodontal seperti scalling dan root planning.

9 : Not recorded. Perawatan gigi tidak termasuk kriteria diatas.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan pemeriksaan klinis langsung terhadap keadaan gigi untuk menentukan status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi dengan menggunakan alat ukur dari WHO yaitu form

kesehatan gigi dan mulut. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sonde

2. Kaca mulut 3. Pinset

4. Sarung tangan dan masker 5. Gelas kumur

6. Alkohol 70% 7. Tissue/kapas 8. Senter 9. Alat tulis

10.Formulir pemeriksaan

(10)

Tahap Penelitian

Tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mencatat identitas subjek pemeriksaan pada formulir pemeriksaan, seperti nama, umur, jenis kelamin, tingkat pekerjaan, alamat.

2. Menyerahkan informed consent kepada subjek oleh peneliti untuk memberikan persetujuan atau tidaknya dilakukannya pemeriksaan.

3. Subjek penelitian duduk di kursi, kemudian diminta untuk membuka mulut. 4. Peneliti melakukan pemeriksaan/inspeksi secara sistematis kepada gigi subjek,

kemudian dinilai yang dimulai dari regio kanan atas, regio kiri atas, regio kiri bawah, dan terakhir adalah regio kanan bawah.

5. Mencatat hasil pemeriksaan pada formulir pemeriksaan.

Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan tahap sebagai berikut : 1. Pengumpulan data berdasarkan form kesehatan gigi dan mulut dari WHO. 2. Pengolahan data

Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. 3. Analisis data

Setelah semua data diperoleh dan diolah, kemudian disajikan berupa deskriptif data penelitian yaitu memaparkan hasil pemeriksaan status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi, dimana semua data yang diperoleh disusun ke dalam tabel, grafik, dan diagram melalui perhitungan distribusi frekuensi, sehingga dapat memperjelas masalah yang diteliti.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan pada karyawan PERUM DAMRI adalah di kantor PERUM DAMRI Jl. Soekarno Hatta KM 11 No. 787 Gede bage, Bandung. Waktu penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pada tanggal 1-10 April 2010.

HASIL PENELITIAN

Pengumpulan data dalam penelitian mengenai status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI yang ini dilakukan kepada 286 responden dengan keseluruhan populasi berjumlah 1000 orang melalui tahap pengambilan sampel dengan menggunakan metode stratified random sampling. Data ini diperoleh dari hasil pemeriksaan klinis secara langsung kepada responden berdasarkan formulir survei dasar kesehatan gigi dan mulut dari WHO tahun 1997.

(11)

diagram frekuensi berupa data yang didapat hasil penelitian. Data karakteristik subjek ini meliputi karakteristik responden, jumlah status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi berdasarkan jumlah responden, jumlah gigi tiap status kesehatan gigi, jumlah gigi yang memerlukan kebutuhan perawatan gigi, serta indeks DMF-T pada karyawan PERUM DAMRI Bandung.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia, dan tingkat jabatan responden terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Status Frekuensi Persentase Jenis Kelamin Pria Wanita 264 22 92,31% 7,69% Usia (Tahun) 20-29 30-39 40-49 50-56 84 60 90 52 29,37% 20,98% 31,47% 18,18% Tingkat Pekerjaan Pengemudi Kondektur Petugas Lintas Teknik Adminitrasi Pimpinan 116 81 17 32 40 40,56% 28,32% 5,94% 11,19% 13,99%

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 286 responden yang merupakan karyawan PERUM DAMRI Bandung, hampir seluruh responden berjenis kelamin pria yaitu sebesar 264 responden (92,31%), sedangkan sisanya berjenis kelamin wanita yaitu 22 responden (7,34%). Usia karyawan PERUM DAMRI Bandung yaitu berkisar antara 20 tahun hingga 56 tahun, sebagian besar dari responden berusia 40 - 49 tahun yaitu 90 responden (31,47%). Karakteristik responden berdasarkan menunjukkan bahwa tingkat pekerjaan pengemudi memiliki jumlah dan persentase terbesar yaitu 116 orang (40,56%).

Status Kesehatan Gigi Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung Berdasarkan Jumlah Responden

(12)

Tabel 4. Status Kesehatan Gigi Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung Berdasarkan Jumlah Responden.

GT STATUS Frekuensi PERSENTASE

0 Gigi Sehat 6 2,10%

1 Gigi berlubang/karies 249 87,06%

2 Karies sekunder 13 4,55%

3 Tumpatan tanpa karies 43 15,03%

4 Gigi di cabut/hilang karena karies 163 56,99%

5 Gigi di cabut/hilang karena sebab lain 15 5,24%

6 Fissure Sealent 0 0,00%

7 Protesa, Gigi penyangga, Mahkota, Veneer 22 7,69%

8 Gigi tidak erupsi 107 37,41%

T Trauma (fraktur) 33 11,54%

9 Gigi tidak termasuk kriteria diatas 2 0,70%

(13)

Grafik 1. Perbandingan Gigi Sehat dan Gigi Rusak Berdasarkan Jumlah Responden

Indeks DMF-T Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung

Indeks DMF-T dapat dihitung berdasarkan status kesehatan gigi menurut kategori WHO. Komponen D (decay) untuk gigi yang mengalami kerusakan atau gigi karies yaitu yang termasuk dalam kode 1 atau 2. Komponen M terdiri dari kode 4 pada subjek dengan usia dibawah 30 tahun dan untuk subjek berusia 30 tahun atau lebih meliputi gigi-gigi dengan kode 4 atau 5, yaitu hilang karena karies atau oleh karena sebab lain. Sedangkan komponen F (filling) termasuk dalam kode 3, yaitu gigi yang telah ditambal (WHO,1997).

Tabel 5. Indeks DMF-T Pada Karyawan PERUM DAMRI

Responden Jumlah Jumlah

D+M+F

Jumlah Sampel

Indeks DMF-T

Tingkat keparahan

D M F

Karyawan PERUM DAMRI Bandung

880 465 71 1416 286 4,951 Tinggi

(14)

Kebutuhan Perawatan Gigi Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung Berdasarkan Jumlah Responden

Hasil penelitian mengenai kebutuhan perawatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung berdasarkan jumlah responden dilakukan secara pemeriksaan klinis langsung kepada 286 orang responden.

Tabel 6. Kebutuhan Perawatan Gigi Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung Berdasarkan Jumlah Responden

GT PERAWATAN Frekuensi PERSENTASE

0 Tidak ada 1 0,35%

P Pencegahan karies 247 86,36%

F Fissure Sealent 176 61,54%

1 Tumpatan satu permukaan 212 74,13%

2 Tumpatan dua permukaan/lebih 54 18,88%

3 Protesa/Mahkota dan Jembatan 151 52,80%

4 Veneer/Pelapis 31 10,84%

5 Perawatan Pulpa dan Restorasi 43 15,03%

6 Pencabutan 188 65,73%

7 Kebutuhan Perawatan lain 0 0,00%

(15)

Grafik 2. Perbandingan Jumlah Responden yang Tidak Memerlukan Perawatan Gigi dan Memerlukan Perawatan Gigi

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1-10 April 2010 di kantor PERUM DAMRI Bandung Jl. Soekarno Hatta KM 11 No. 787, Gede bage, Bandung. Penelitian dilakukan berdasarkan formulir survei dasar kesehatan gigi dan mulut dari WHO. Berdasarkan data hasil pemeriksaan klinis yang peneliti berikan terhadap responden, maka diperoleh gambaran status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung tahun 2010.

Gambaran status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kesehatan gigi berdasarkan jumlah responden yaitu responden yang memiliki gigi sehat dari seluruh gigi dalam rongga mulut hanya 6 orang (2,10%) dan gigi yang mengalami kerusakan sebanyak 280 orang (97,9%), hal tersebut ditunjukkan pada grafik 1. Hal ini hampir serupa dengan pendapat Niniek Pratiwi (2009) tentang hubungan perilaku oral hygiene, status dan konsumsi gizi, sosbud, akses pelayanan kesehatan terhadap besaran Index DMFT yang menunjukkan bahwa angka kerusakan gigi di Indonesia berdasarkan surveikesehatan yang dilakukan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2001 menemukan sekitar 70% penduduk Indonesia pada usia 18 tahun mencapai 51,1%, dan usia 35-44 tahun mencapai 80,1 %.  

Grafik 2 menunjukkan bahwa hanya 1 orang responden (0,35%) yang tidak memerlukan kebutuhan perawatan apapapun dan sebanyak 285 orang responden (99,65%) yang memerlukan perawatan gigi. Sedangkan status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi berdasarkan jumlah gigi menunujukkan bahwa jumlah gigi yang mengalami kerusakan yaitu 1813 gigi (19,81%), dan jumlah gigi yang

0 50 100 150 200 250 300

Tidak Memerlukan

(16)

memerlukan perawatan sebanyak 5801 gigi (63,39%). Hal tersebut menunjukkan bahwa masih sangat banyak gigi yang memerlukan perawatan gigi dan gigi yang mengalami kerusakan. Hal ini berbeda dengan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2004 yaitu yang mengalami masalah gigi-mulutsebesar 39%, dan baru 29% di antaranya menerima perawatan. Jenis perawatan yangtertinggi adalah pengobatan, selanjutnya penambalan, bedah dan konsultasi.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar dari responden memiliki gigi berlubang/karies. Tabel 4 menggambarkan status kesehatan gigi berdasarkan jumlah responden yang menunjukkan bahwa responden yang memiliki gigi berlubang/karies yaitu sebanyak 249 responden (87,06%). Hal ini hampir serupa dengan pendapat Emmyr Faizal Moeis (2004) tentang menuju sehat gigi dan mulut Indonesia 2020, yang menunjukkan bahwa di Indonesia karies gigi menunjukkan peningkatan dalam 5 tahun terakhir, hampir 95% rakyat Indonesia mengalami penyakit gigi dan mulut. Secara umum, populasi negara ini dikatakan masih kurang pengetahuannya di bidang penyakit gigi serta hubungannya dengan penyakit-penyakit lainnya.  

Karies yaitu penyakit multifaktor sebagai hasil kombinasi dari 4 faktor utama yaitu inang dan gigi, mikroorganisme di dalam plak, substrat dan waktu (Pine, 1997). Karies adalah penyakit pada gigi akibat mikroorganisme yang menghasilkan pelarutan lokal dan kehancuran pada jaringan keras. Karies dikarenakan kerusakan dari demineralisasi dan terputusnya struktur-struktur pembentuk gigi sebagai hasil dari penurunan PH lokal dan demineralisasi gigi. Penurunan PH lokal terjadi sebagai hasil metabolisme plak (Roberson, dkk., 2006). Karies berdasarkan mulai terjadinya terdiri dari karies primer dan karies sekunder. Karies primer adalah karies yang terjadi pada lokasi yang belum pernah memiliki riwayat karies sebelumnya. Sedangkan karies sekunder adalah karies rekuren, dimana karies timbul pada lokasi yang telah memiliki riwayat karies sebelumnya dan yang ditemukan pada tembalan yang sudah ada. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah gigi dengan karies sekunder, yaitu sebanyak 13 responden (4,55%) seperti yang ditunjukkkan pada tabel 4. Sedangkan untuk responden yang terdapat tumpatan tanpa karies yaitu sebanyak 43 responden (15,03%) seperti yang ditunjukkan pada tabel 4. Hal tersebut dikarenakan masih sedikitnya responden yang perduli terhadap kesehatan giginya.  

(17)

karyawan itu sendiri, karena ketika dicabut gigi tidak semua gigi terambil masih menyisakan sisa akar, sehingga diperlukan untuk pencabutan pada sisa akar, namun responden merasa takut untuk melakukannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menggunakan protesa atau gigi tiruan sebagian lepasan hanya 22 responden (7,69%) dari keseluruhan responden (Tabel 4). Pada tabel 4 juga menunjukkan bahwa tidak ada responden yang menggunakan fissure sealant untuk mencegah karies yang lebih dalam. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih sedikit responden yang mengetahui tentang perawatan dan kesehatan mulut serta masih sedikit juga yang perduli akan kesehatan gigi-mulutnya.

Tabel 4 menunjukkan bahwa gigi yang tidak termasuk kriteria diatas yaitu 2 responden (0,70%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang tidak termasuk kriteria diatas adalah anomali gigi. Anomali gigi dalam penelitian ini berdasarkan pembentukan mahkota yang abnormal yaitu variasi dalam ukuran. Variasi dalam ukuran terdapat dua macam yaitu macrodontia dan microdontia. Dalam penelitian ini ditemukan gigi dengan Microdontia atau dwarfism (gigi cebol/kate) pada Insisif lateral permanen atas (Itjiningsih, 1991). Microdontia adalah gigi-gigi yang kecil dan abnormal, terutama mengenai insisivus lateral atas dan molar tiga permanen (Harty danOgston , 1993).

Indeks DMF-T pada karyawan PERUM DAMRI Bandung sebesar 4,951 yaitu termasuk kriteria tinggi menurut skor WHO (4,5-6,6). Hal tersebut ditunjukan pada Tabel 5 yang memperlihatkan bahwa jumlah gigi yang terkena karies D (decay) sebanyak 880 gigi, hilang atau dicabut karena karies M (missing) sebanyak 465 gigi, dan telah ditambal F (filling) sebanyak 71 gigi dari total responden yang ada, sehingga diperoleh indeks DMF-T pada karyawan PERUM DAMRI Bandung adalah 4,951. Hal ini berarti dari setiap orang, rata-rata yang memiliki gigi rusak (decay) atau hilang (missing) atau ditambal (filling) atau dari ketiga keadaan tersebut yaitu kurang lebih sebanyak 5 gigi. Usia karyawan PERUM DAMRI Bandung yaitu 20 tahun hingga 56 tahun, hal tersebut dapat menggambarkan untuk mengetahui indeks DMF-T berdasarkan usia. Hal tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurmala Situmorang (2005) tentang dampak karies gigi dan penyakit periodontal terhadap kualitas hidup, yang menunjukkan bahwa indeks DMF-T berdasarkan kelompok usia 15-65 tahun yaitu (6,03) masih tinggi menurut skor WHO.

(18)

primer. Tumpatan satu permukaan tidak hanya digunakan untuk karies, namun dapat digunakan untuk gigi dengan lesi sebagai akibat dari abrasi, atrisi, maupun erosi. Selain itu, tumpatan satu permukaan juga dapat digunakan untuk gigi yang mengalami trauma khususnya untuk gigi anterior. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gigi yang paling banyak memerlukan tumpatan adalah pada gigi posterior yang memerlukan restorasi dengan bahan tambal yang dapat menahan daya kunyah.

Berdasarkan tabel 6, menunjukkan bahwa kebutuhan perawatan gigi yang juga banyak diperlukan oleh karyawan PERUM DAMRI Bandung adalah pencegahan karies yaitu sebanyak 247 orang (86,36%). Hal tersebut diakibatkan sebagian besar responden yaitu karyawan yang memiliki gigi dengan adanya bercak-bercak atau

white spot, berubah warna, dan noda kasar yang tidak lembut dapat menyebabkan karies pada permukaan gigi. Kebersihan mulut yang kurang dijaga juga dapat menyebabkan kerusakan pada gigi. Tujuan utama dari prencegahan karies yaitu harus menurunkan jumlah bakteri yang kariogenik. Perawatan pencegahan dibuat untuk membatasi demineralisasi gigi karena bakteri kariogenik sehingga dapat mencegah terjadinya kavitas pada gigi. Selain itu, pencegahan karies dapat dilakukan dengan pemberian fluoride baik topikal maupun sistemik (Roberson, dkk., 2006).

Hasil penelitian dan berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang memerlukan kebutuhan perawatan pencabutan gigi yaitu sebanyak 188 responden (65,73%). Pencabutan gigi berdasarkan kriteria dari WHO antara lain gigi dengan kerusakan mahkota yang sedemikan rupa luas dan besarnya sehingga tidak dapat ditambal, gigi impaksi, gigi untuk keperluan ortodontik, gigi dengan penyakit periodontal yang tidak dapat ditambal, gigi untuk keperluan pemakaian protesa (WHO, 1997). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak responden yaitu karyawan PERUM DAMRI Bandung mengalami kehilangan mahkota gigi akibat karies sehingga akar giginya tertinggal dan memerlukan pencabutan. Terdapat beberapa responden yang sudah dicabut gigi, namun hanya mahkotanya saja yang terambil, sehingga akarnya masih tertinggal dan responden mengeluh kesakitan. Hal tersebut dapat termasuk indikasi untuk pencabutan akar gigi.

Kebutuhan perawatan lain yang juga banyak dibutuhkan oleh responden yaitu karyawan PERUM DAMRI Bandung adalah fissure sealant. Pada tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang memerlukan kebutuhan perawatan fissure sealant sebanyak 176 orang (61,54%). Fissure sealant digunakan untuk menutup pit dan fisur yang dalam dengan suatu bahan komposit pada permukaan oklusal, untuk mencegah karies yang lebih dalam. Sealants mempunyai tiga pencegahan efektif yang penting yaitu : pertama, secara mekanis sealants mengisi pit dan fisur dengan acid-resistant resin. Kedua, karena pit dan fisur sudah terisi, sealants menyangkal

Streptococcusmutans dan organisme kariogenik yang lain. Ketiga, sealants

(19)

Pada tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah responden yang membutuhkan perawatan pemakaian protesa yaitu gigi tiruan sebagian lepasan atau gigi tiruan sebagian cekat (mahkota dan jembatan) adalah sebanyak 151 orang (52,80%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat banyak gigi responden yang tidak memakai protesa atau gigi tiruan ketika kehilangan gigi akibat dicabut atau hilang dengan sendirinya, ataupun karena alasan lain. Akibat dari kehilangan gigi tanpa adanya penggantian adalah migrasi dan rotasi gigi, erupsi berlebih, penurunan efisiensi kunyah, gangguan pada sendi temporo-mandibular, memburuknya penampilan, terganggunya kebersihan mulut, dll. Hilangnya kesinambungan lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran, miring, atau berputarnya gigi, karena tidak lagi menempati posisi normal untuk menerima beban kunyah, maka akan mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Selain itu apabila gigi sudah tidak mempunyai antagonis lagi, maka akan terjadi erupsi berlebih (overeruption) (Gunadi, dkk., 1991). Oleh karena itu, diperlukan perawatan penggunaan gigi tiruan sebagian baik lepasan maupun cekat, untuk mencegah terjadinya kelainan pada jaringan lainnya. Untuk pilihan perawatan prostodontik dapat dinilai dengan menggunakan skala hilangnya gigi, dimana pada skala tersebut yang pertama digunakan untuk mengganti kehilangan satu atau beberapa gigi adalah gigi tiruan cekat atau mahkota dan jembatan, kemudian gigi tiruan sebagian lepasan dan skala titik yang terakhir adalah gigi tiruan lengkap atas dan bawah untuk kasus kehilangan gigi seluruhnya (Gunadi, dkk., 1991).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kebutuhan perawatan penggunaan protesa, yang sesuai dengan potential demandskaryawan adalah gigi tiruan sebagian lepasan. Potential demands adalah keinginan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dimana dari keinginan karyawan lebih memilih untuk memakai gigi tiruan sebagian lepasan yang harganya lebih terjangkau. Penilaian kebutuhan perawatan gigi tidak hanya penilaian klinis, tetapi juga penilaian dari psikologi dan sosial (Pine, 1997).Salah satu penilaian psikologi dan sosial adalah keinginan dari individu itu sendiri.

Responden yang memerlukan kebutuhan perawatan untuk perawatan pulpa dan restorasi berdasarkan tabel 6 yaitu hanya 44 orang (15,03%) dari 286 responden. Perawatan pulpa adalah perawatan pada jaringan lunak yang terletak ditengah-tengah gigi, dimana apabila cedera pada pulpa bisa menimbulkan ketidaknyamanan dan penyakit (Walton dan Torabinejad, 2008). Pada penelitian ini persentase yang diperoleh hanya sedikit responden yang membutuhkan perawatan pulpa.

(20)

langsung atau tidak langsung. Veneer juga dapat digunakan untuk gigi yang diastema (Roberson, dkk., 2006).

Data-data hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa status kesehatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung berdasarkan gigi yang dinyatakan sehat secara keseluruhan dari rongga mulut masih sangat kurang atau sangat buruk, begitu juga dengan karyawan yang memerlukan kebutuhan perawatan adalah hampir semua responden memerlukan perawatan gigi. Karena dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 1 responden yang tidak memerlukan kebutuhan perawatan gigi apapun.

Menurut Hiremath (2007), wanita lebih menganggap kesehatan gigi-mulut mereka dan lebih memperhatikan untuk pencegahan kerusakan estetik pada gigi dari pada pria. Namun, untuk ekstraksi atau pencabutan gigi dan penggunaan protesa lebih rendah pada wanita dibandingkan dengan pria. Hal tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan, dimana mayoritas dari karyawan berjenis kelamin wanita lebih memperhatikan kesehatan gigi dan mulutnya. Selain itu, kerusakan gigi pada wanita jauh lebih rendah dibandingkan dengan pria.

Informasi yang peneliti dapat dari pernyataan-pernyataan diatas yaitu status kesehatan gigi yang buruk dan indeks DMF-T yang tinggi, serta hampir semua responden memerlukan kebutuhan perawatan gigi. Hal tersebut karena kurangnya pengetahuan serta keinginan untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut dari para responden. Pengetahuan dapat merupakan motivasi dari diri sendiri maupun dari lingkungan sekitar. Selain pengetahuan yang baik, dibutuhkan pula sikap dan tingkah laku yang baik dalam pembentukan perilaku kesehatan gigi dan mulut yang baik. Perilaku inilah yang nantinya dapat mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Selain itu, tidak adanya dokter gigi perusahaan dapat mempengaruhi status kesehatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI yang termasuk kategori buruk. Karena keterbatasan penghasilan karyawan mengakibatkan kurangnya perawatan gigi kepada instansi atau pelayanan kesehatan gigi lainnya. Masih banyak yang beranggapan bahwa biaya untuk melakukan perawatan gigi masih cukup tinggi, sehingga menyebabkan karyawan tidak punya motivasi untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan baik.

Karyawan PERUM DAMRI Bandung masih termasuk kedalam potential demands. Dimana banyak yang karyawan menginginkan perawatan gigi, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, khususnya kesehatan gigi dan mulut.

(21)

Oleh karena itu, menjaga kesehatan gigi dan mulut merupakan hal yang penting untuk efektivitas kerja, karena apabila karyawan dalam keadaan sakit, terutama sakit gigi, maka akan menyebabkan tertundanya pekerjaan. Selain itu, kebutuhan perawatan gigi yang dilakukan oleh setiap karyawan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan dan kelainan gigi - mulut lebih lanjut. Sehingga efektivitas dan efisiensi karyawan dalam bekerja dapat meningkat seiring dengan meningkatnya kesehatan terutama kesehatan gigi dan mulut.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar status kesehatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung adalah tidak sehat, dengan tingkat kerusakan gigi yang tinggi.

2. Kebutuhan perawatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung yang menjadi prioritas utama adalah tumpatan yang terdiri dari tumpatan satu permukaaan dan tumpatan dua permukaan atau lebih. Selanjutnya adalah pencegahan karies, pencabutan, fissure sealant, protesa atau mahkota dan jembatan, perawatan pulpa dan restorasi, veneer atau pelapis.

Saran

Untuk peningkatan status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi, sebaiknya dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Perlu adanya motivasi dari karyawan sendiri akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, serta mengurangi kebiasaan buruk yang dapat menyebabkan kerusakan gigi. Karena kesehatan gigi dan mulut yang buruk dapat bermanifestasi menjadi penyakit lain yang lebih berat.

2. Perlu adanya dokter gigi perusahaan serta didirikannya klinik kesehatan gigi dan mulut untuk menunjang kesehatan gigi dan mulut bagi karyawan, juga bagi para keluarga karyawan yang membutuhkan perawatan gigi.

3. Perlu adanya kerjasama antara tenaga kesehatan dengan mahasiswa FKG Unpad dalam pengadaan penyuluhan-penyuluhan kesehatan gigi dan mulut secara merata dan berkala untuk meningkatkan kebersihan gigi - mulut, pengetahuan serta perilaku karyawan terhadap kesehatan gigi dan mulutnya. 4. Perlu adanya kerjasama dan koordinasi yang lebih baik dari instansi-instansi

terkait yang memiliki wewenang terhadap status kesehatan gigi dan kebutuhan perawatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Beck, D.J. 1968.Dental Health Status of The New Zealand Population in Late Adolescence and Young Adulthood.A Survey Conducted by the Dental Health Division of the Departement of Health. In Community Oral Health (ed. C. M. Pine). London : Wright.

Bradshaw, J. 1972. A Taxonomy of social need. In Problems and Progress in Medical Care, 7th series. In Essential Dental Public Health (edDaly, B ; Watt, R ; Batchelor, P ; Treasure, E.). New York : Oxford.

Burt, B.A ; Eklund, S.A ; Lewis, D.W. 1992. Dentistry, Dental Practice, and the Community. Fourth Edition.Philadhelphia : W.B. Saunders Company.

Burt, B.A ; Eklund, S.A. 2005. Dentistry, Dental Practice, and the Community.Sixth Edition. Missouri : Elsevier Saunders.

Cooper, M.H. 1975. Rationing Health Care. London : Croom Helm.

Daly, B ; Watt, R ; Batchelor, P ; Treasure, E. 2002. Essential Dental Public Health.

New York : Oxford.

Davies, G.N ; Kruger, B.J ; Homan, B.T. 1969. Australian Dental Journal.In

Community Oral Health (ed. C. M. Pine). London : Wright.

Davies, G.N ; Horowitz, H.S ; Wada, W. 1973. Community Dental Oral Epidemiology. The Assessment of Dental Caries for Public Health Purposes.In Community Oral Health (ed. C. M. Pine). London : Wright. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi

Ketiga, Cetakan 1. Jakarta : Balai Pustaka.

Detels, R; McEwen, J; Beaglehole, R; Tanaka, H. 2002. Public Health, The Methods of Public Health. Fourth Edition. New York : Oxford university Press. Donabedian, A. 1973. Aspects of Medical Care Administration. Specifying

Requirements for Health Care.In Community Oral Health (ed. C. M. Pine). London : Wright.

(23)

Gunadi, H.A; Margo, A; Burhan, L.K; Suryatenggara, F; Setiabudi, I. 1991. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan. Jakarta : Hipokrates.

Harshanur, I.W. 1991. Anatomi Gigi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Harty, F.J and Ogston, R. 1993. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. (Terjemahan).

Hiremath, SS. 2007. Textbook of Preventive and Community Dentistry. India : Elsevier.

Komalawati, D.V. 1999. Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik.Suatu tinjauan Yuridis. (Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Matthew, G.K. 1971. Measuring Need and Evaluating Service. In : Portfolio for Health McLachaln, G., ed). In Community Oral Health (ed. C. M. Pine). London : Wright.

Moeis, E.F. 2004. Menuju Sehat Gigi dan Mulut Indonesia 2020. Available online at

:

http://dentamediaopini.blogspot.com/2009/12/menuju-sehat-gigi-dan-mulut-indonesia.html (diakses pada 4 Februari 2010).

Notoadmodjo, S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : PT Rineka Cipta.

--- . 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.

Pine, C.M. 1997.Community Oral Health.London : Wright.

Pratiwi, L.N. 2009. Hubungan Perilaku Oral Hygiene, Status dan Konsumsi Gizi, Sosbud, Akses Pelayanan Kesehatan terhadap Besaran Index DMFT. Available online at : http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-

gdl-res-2009-ninieklpra-3193&q=jumlah&PHPSESSID=374ccd0bcfec80685ae90e350331b462

(diakses pada 8 Febrauri 2010).

Probosuseno., dr., SpPD. 2010. Masalah gigi dan mulut lansia. Available online at

(24)

Riskesdas 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Available online at

:www.litbang.depkes.go.id/download/Riskesdas (diakses pada 5 Februari

2010).

Roberson, T.M; Heymann, H.O; Jr. Swift, E.J. 2006.Art and Science of Operative Dentistry. Fifth Edition. Missouri : Elsevier.

Schonfeld, W.H. 1981 Estimating Dental Treatment Needs from Epidemiological data. Journal of Public Health Dentistry.In Community Oral Health (ed. C. M. Pine). London : Wright.

Sheiham, A. and Spencer, A. 1997. Health Needs Assessment. InEssential Dental Public Health (edDaly, B ; Watt, R ; Batchelor, P ; Treasure, E.). New York : Oxford.

Situs Web Survei Kesehatan Nasional. 2004. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Available online at :http://www.litbang.depkes.go.id/~surkesnas2 (diakses 4 februari 2010, pada pukul 07:08).

Suwargiani, A.A. 2008. Indeks def-t dan DMF-T, Masyarakat Desa Cipondoh dan Desa Mekarsari Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang. Available online at :

http://www.resources.unpad.ac.id/unpad/Mayarakat%20Desa%20Cipondoh.P DF

Tampubolon, N.S. 2005. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal Terhadap

Kualitas Hidup. Medan. Available online at

http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/.../ppgb_2005_nurmala_situmorang.pdf.(d

iakses pada 10 Februai 2010).

Umar, H.2008. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi Kedua. Jakarta : PT Raja Grafindo Perada.

Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 2010. Available online at

:www.litbang.depkes.go.id/.../UU...36%20Tahun%202009%20Tentang%20K

esehatan/1.UU36-09-Kesehatan (diakses pada 20 maret 2010).

Walton, R.E ; Torabinejad, M. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Edisi Tiga. Jakarta : EGC. (Terjemahan).

(25)

WHO. 2005. Global Goals for the Year 2020. Available online at

http://www.whocollab.od.mah.se/index.html (diakses pada 4 februari 2010,

Gambar

Tabel 2.  Klasifikasi Tingkat Intensitas Karies Gigi (Pine, 1997). Tingkat Keparahan Indeks DMF-T
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Status  Frekuensi Persentase
Tabel 4. Status Kesehatan Gigi Pada Karyawan PERUM DAMRI Bandung Berdasarkan Jumlah Responden
Tabel 5.  Indeks DMF-T Pada Karyawan PERUM DAMRI
+3

Referensi

Dokumen terkait

1) Setiap awal pembelajaran, peserta didik harus membaca teks yang tersedia di buku teks pelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Kelas XII. 2) Peserta didik

(1) Subbidang Tenaga Teknis Kegrafikaan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan program, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi, dan penyusunan laporan

[r]

Semarang Autocomp Manufacturing Indonesia, khususnya kepada pimpinan perusahaan dan mengambil strategi yang tepat untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan

Keempat aspek kemampuan representasi telah dilatihkan kepada peserta didik pada setiap tahap pembelajaran berbasis multi representasi ini, sehingga terjadi peningkatan

Unsur video klip yang diteliti adalah bahasa lirik. Pada tingkat firstness , tanda tersebut mengandung firman Allah Q.S Al-Kafirun ayat 6. Pada tingkat secondness tanda

Pada daerah yang serangan Fusarium sp nya tinggi (populasi100 sel/g tanah) penggunaan jamur Gliocladium sp disarankan dapat dilakukan secara terus menerus selama

[r]