HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA AUTHORITATIVE DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PADA REMAJA USIA 14 – 18
TAHUN DI SMAN 1 BANDUNG
ABSTRAK
Lastri Yeni Indra. 2015. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua Authoritative
dengan Kemandirian Perilaku pada Remaja Usia 14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung.
Pembimbing : Dr. Poeti Joefiani, M. Si.
Ketika individu berada pada fase remaja pertengahan, individu memerlukan kemandirian perilaku karena banyak keputusan – keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang akan ia capai (Agustiani, 2006). Kemandirian perilaku dapat dilihat dari kemampuan mengambil keputusan sendiri, kekuatan terhadap pengaruh orang lain, dan self-reliance (Steinberg, 2014). Kemandirian remaja, salah satunya dipengaruhi oleh pola asuh orang tua (Conger, 1991 dalam Suryadi & Damayanti, 2003). Orang tua dengan pola asuh authoritative memberikan tuntutan yang jelas pada anak dan juga responsif (Steinberg, 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua
authoritative dengan kemandirian perilaku pada remaja usia 14 – 18 tahun di SMAN
1 Bandung.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan metode penelitian korelatif. Pengukuran dilakukan menggunakan kuesioner dengan alat ukur yang mengacu pada teori Steinberg (2014) untuk alat ukur kemandirian perilaku dan teori Baumrind (Maccoby, 1980) untuk alat ukur pola asuh orang tua. Subjek penelitian adalah 85 siswa SMAN 1 Bandung yang berusia 14 – 18 tahun yang memiliki orang tua dengan pola asuh authoritative.
Berdasarkan uji korelasi, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0.027 dimana p-value < 0.05, dengan demikian H0 ditolak, sehingga dapat dinyatakan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua authoritative dengan kemandirian perilaku pada remaja usia 14 - 18 tahun di SMAN 1 Bandung.
PENDAHULUAN
Kemandirian pada remaja
menjadi hal yang penting untuk
dibahas karena beberapa ahli
Psikologi Perkembangan menekankan
hal ini. Selain Steinberg, Santrock
(2014) juga menjelaskan bahwa salah
satu kunci kesuksesan remaja dalam
beradaptasi dengan lingkungan adalah
kemandirian. Menurut Steinberg
(2014), ketika individu menginjak
usia remaja, individu akan
mengembangkan kemampuan
kemandirian yang dapat dilihat dari
aspek kemandirian emosional,
kemandirian perilaku dan
kemandirian nilai. Remaja akan
mengembangkan aspek kemandirian
emosional terlebih dahulu pada usia
remaja awal (10-13 tahun),
dilanjutkan dengan mengembangkan
aspek kemandirian perilaku pada usia
remaja pertengahan (14-17 tahun),
dan ketika kedua kemampuan ini
telah berkembang dengan baik,
barulah remaja akan mengembangkan
aspek kemandirian nilai pada usia
remaja akhir (18-21 tahun)
(Steinberg, 2014).
Kemandirian perilaku menjadi
penting untuk dikembangkan pada
fase remaja pertengahan karena
remaja akan membuat keputusan –
keputusan awal yang berkaitan
dengan tujuan vokasional yang ingin
remaja capai yang akan berpengaruh
untuk kehidupan remaja nantinya
(Agustiani, 2006). Kemandirian
perilaku dapat dilihat dari tiga hal,
yakni kemampuan remaja membuat
keputusan sendiri, remaja telah
memiliki kekuatan terhadap pengaruh
orang lain, dan memiliki self-reliance
(Steinberg, 2014).
Perkembangan kemandirian
dipengaruhi oleh budaya, karena tiap
budaya memiliki harapan usia yang
berbeda agar remaja memiliki
kemampuan kemandirian. Sebuah
studi membandingkan antara budaya
Asia dan budaya Anglo. Didapatkan
hasil pada budaya Anglo (budaya
Barat) yang anak remaja dan orang
dan Hongkong memiliki harapan
kemandirian yang lebih cepat daripada
kultur Asia (budaya Timur) yang anak
dan remajanya juga tinggal di negara
yang sama (Feldman & Quatman,
1988; Rosenthal & Feldman, 1991
dalam Steinberg, 2014). Hal ini
membuat peneliti tertarik untuk
melihat lebih dalam bagaimana
kemandirian remaja pada budaya
Timur dalama hal ini di Indonesia.
SMAN 1 Bandung merupakan
salah satu SMA favorit yang ada di
kota Bandung. Salah satu visi SMAN
1 Bandung adalah mewujudkan
sumber daya manusia yang
berprestasi dan berbudi pekerti baik
sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional. Berdasarkan hasil
wawancara yang peneliti lakukan
dengan staf bagian kurikulum di
SMAN 1 Bandung, diketahui bahwa
untuk mewujudkan visi ini maka
perlu ditanamkan adanya nilai - nilai
kemandirian pada diri siswa,
khususnya kemandirian perilaku.
SMAN 1 Bandung sudah berupaya
dalam mengembangkan kemandirian
perilaku siswa.
Melihat besarnya perhatian
SMAN 1 Bandung terhadap
penanaman nilai – nilai kemandirian
pada diri siswanya, sehingga peneliti
tertarik untuk meneliti lebih jauh
mengenai kemandirian yang ada di
remaja SMAN 1 Bandung sendiri.
Peneliti kemudian melakukan
wawancara terhadap tiga orang
remaja SMAN 1 Bandung.
Wawancara dilakukan pada VO (17
tahun), H (17 tahun), dan K (18
tahun). Dari hasil wawancara yang
dilakukan kepada tiga remaja SMAN
1 Bandung dapat dinyatakan bahwa
ketiga remaja sudah menunjukkan
kemandirian perilaku.
Usaha SMAN 1 Bandung
dalam mewujudkan kemandirian
perilaku ini tidak akan terwujud tanpa
adanya peran serta orang tua remaja di
SMAN 1 Bandung sendiri. Hal ini
disebabkan karena perlakuan orang tua
akan mempengaruhi seluruh
perkembangan yang terjadi pada
kemandirian (Conger, 1991 dalam
dalam Suryadi & Damayanti, 2003).
Perlakuan orang tua ini akan
tergambar dalam pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua.
Terdapat empat pola asuh
yakni pola pengasuhan authoritative,
authoritarian, indulgent, dan
indifferent (Steinberg, 2014).
Pengelompokkan pola asuh ini
didasarkan atas tingkat dimensi
parental demandingness dan dimensi
parental responsiveness yang
diterapkan oleh orang tua kepada anak.
Parental responsiveness merupakan
derajat dimana orang tua merespon
kebutuhan anak dengan menerima dan
mendukung anak (Steinberg, 2014).
Sedangkan parental demandingness
merupakan sejauh mana harapan dan
tuntutan orang tua kepada anak agar
anak bersikap dewasa dan bertanggung
jawab (Steinberg, 2014).. Orang tua
dengan pola asuh authoritative,
menunjukkan perilaku parental
demandingness dan parental
responsiveness yang tinggi (Steinberg,
2014). Orang tua dengan pola asuh
authoritative akan dapat membantu
remaja mengembangkan kemampuan
kemandirian perilakunya, karena orang
tua dengan pola asuh authoritative
akan memberikan kesempatan bagi
remaja untuk mengatasi masalahnya,
namun tetap mengawasi remaja.
Peneliti melihat bahwa ketiga remaja
SMAN 1 Bandung yang memiliki
kemandirian perilaku berasal dari
orang tua yang menerapkan parental
demandingness dan parental
responsiveness yang sama-sama tinggi
sehingga peneliti tertarik untuk melihat
lebih dalam bagaimana hubungan
antara kemandirian perilaku dengan
pola asuh orang tua yang authoritative
pada remaja di SMAN 1 Bandung.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian ini
adalah rancangan penelitian non
eksperimental dengan menggunakan
metode korelasional. Peneliti mencoba
untuk menemukan ada atau tidaknya
hubungan antara pola asuh orang tua
pola asuh orang tua authoritative
dengan kemandirian pada remaja usia
14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung
didasarkan pada koefisien korelasi.
Data yang akan dikumpulkan oleh
peneliti bersifat kuantitatif.
Partisipan
Sampel pada penelitian ini
adalah remaja SMAN 1 Bandung yang
berusia 14 - 18 tahun dan tinggal
bersama dengan kedua orang tua sejak
lahir. Teknik pengambilan sampel
pada penelitian ini menggunakan
sampling quota convenience. Peneliti
mengelompokkan populasi siswa ke
dalam kategori kelas X, XI, dan XII.
Kemudian, peneliti mengambil
masing-masing satu kelas sebagai
sampel penelitian. Teknik sampling
quota convenience yang dilakukan
dalam pengambilan kelas diambil
berdasarkan ketersediaan teknis.
Menurut Fraenkel et al
(2012:103) untuk penelitian
korelasional dibutuhkan sekurang -
kurangnya 50 orang sebagai sampel
yang representatif. Pada penelitian ini,
peneliti menyebarkan kuesioner pada
100 orang siswa SMAN 1 Bandung
dan kemudian setelah pengembalian
kuesioner, diketahui bahwa 85 orang
memiliki pola asuh orang tua
authoritative. Dengan demikian, 85
orang siswa SMAN 1 Bandung
menjadi responden pada penelitian ini.
Pengukuran
Peneliti mengembangkan alat
ukur pola asuh orang tua dari
penelitian sebelumnya oleh Fitrianti
(2004) yang berdasarkan teori
Baumrind (dalam Maccoby, 1980).
Sedangkan untuk alat ukur
kemandirian perilaku, peneliti
menurunkan dari teori Steinberg
(2014).
Alat Ukur Pola Asuh Orang Tua Alat ukur pola asuh orang tua terdiri
atas 85 item yang terdiri atas dimensi
parental demandingness dan dimensi
parental responsiveness.
Alat Ukur Kemandirian Perilaku Alat ukur kemandirian perilaku terdiri
atas 40 item yang terdiri atas dimensi
kemampuan mengambil keputusan
diri terhadap pengaruh orang lain, dan
dimensi self-reliance.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan pengumpulan data yang
dilakukan terhadap 85 responden yang
memiliki pola asuh authoritative
diperoleh data sebagai berikut :
Nilai Sig. (2-tailed ) Hipotesi s Besar Korelas i Kriteri a Guilfor d
.027 H0
ditolak
.239 Korelasi
rendah
Berdasarkan tabel di atas
diketahui bahwa nilai p-value sebesar
0.027 dimana p-value < 0.05, dengan
demikian H0 ditolak. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan
antara pola asuh orang tua
authoritative dan kemandirian perilaku
pada remaja usia 14 - 18 tahun di
SMAN 1 Bandung. Nilai korelasi
sebesar 0.239 yang menunjukkan
derajat korelasi rendah menurut
kriteria Guilford.
Kemudian peneliti juga
melakukan perbandingan terhadap
korelasi dimensi kemampuan
mengambil keputusan sendiri, dimensi
memiliki kekuatan diri terhadap
pengaruh orang lain, dan dimensi
self-reliance dengan pola asuh
authoritative. Berikut hasil yang
peneliti peroleh :
Di men
si
Nilai Sig. (2-tailed) Hipo tesis Be sar Kore lasi Kri teria Guil ford Kemam puan Meng ambil Kepu tusan Sendiri
0.046 H0
dito
lak
0.218 Kore
Lasi ren dah Keku atan terhadap Penga ruh Orang Lain
0.111 H0
di
te
rima
0.174 Kore
lasi
sang
at
ren
Self-
Re
Lian
ce
0.310 H0 di
te
rima
0.112 Kore
lasi
sang
at
ren
dah
Dari pengolahan data juga
diketahui bahwa sebagian besar remaja
usia 14 – 18 tahun di SMAN 1
Bandung memiliki kemandirian
perilaku yang termasuk dalam kategori
tinggi yakni 52.9% dan responden
yang termasuk dalam kategori sedang
sekitar 47.1%. Diperoleh pula data
bahwa mayoritas responden dengan
kemandirian perilaku tinggi juga
termasuk dalam kategori tinggi pada
masing – masing dimensi. Dan
mayoritas responden yang memiliki
skor kemandirian perilaku sedang juga
mayoritas memiliki skor yang sedang pada masing – masing dimensi.
PEMBAHASAN
Terdapat hubungan antara pola
asuh orang tua authoritative dengan
kemandirian perilaku pada remaja usia
14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung.
Artinya orang tua dengan pola asuh
authoritative dimana orang tua
merespon kebutuhan remaja dengan
menerima dan mendukung remaja
(parental responsiveness) dan juga
memberikan tuntutan kepada remaja
(parental demandingness) ternyata
mendorong remaja untuk memiliki
kemandirian perilaku tinggi.
Pada penelitian ini didapatkan
hasil bahwa nilai korelasi antara pola
asuh orang tua authoritative dengan
kemandirian perilaku adalah sebesar
0.239. Dalam kriteria Guilford ini
termasuk dalam derajat korelasi
rendah. Peneliti berasumsi bahwa hal
ini disebabkan pada usia remaja
pertengahan yakni 14 – 18 tahun
merupakan masa transisi dimana
remaja mulai melepaskan
ketergantungannya pada orang tua dan
kemudian lebih dekat dengan teman –
temannya atau peernya (Muangman
dalam Sarwito, 2000). Dengan
demikian, pola asuh orang tua bukan
menjadi faktor tunggal dalam
penentuan kemandirian perilaku pada
remaja.
Peneliti juga mendapatkan data
mengambil keputusan sendiri
merupakan dimensi yang paling
berhubungan dengan pola asuh
authoritative. Hal ini bisa dimengerti
karena remaja sedang berada pada
tahap formal operational menurut
Piaget (Santrock, 2014). Pada tahap
ini, remaja sedang mengembangkan
kemampuan kognitif dalam beberapa
hal, yakni memiliki peningkatan dalam
kemampuan berpikir hipotesis, telah
mampu memahami perspektif orang
lain, dan juga telah mampu memberi
pertimbangan akan saran dari orang
lain (Steinberg, 2014).
Demikian pula pada dimensi
self-reliance. Dimensi ini menjadi
dimensi yang juga memiliki korelasi
yang rendah dengan pola asuh
authoritative. Self reliance merupakan
pengetahuan diri mengenai sejauh
mana dirinya mampu menghadapi
kesulitan dan tantangan dalam
hidupnya khususnya dalam memenuhi
tanggung jawab di sekolah dan di
rumah. Meskipun remaja sudah
mengembangkan self-reliance nya
pada masa remaja pertengahan, ia tetap
merasa masih membutuhkan orang lain
dalam hal ini adalah peer untuk
membantunya menghadapi masalah -
masalah tertentu (W.A. Collins &
Steinberg, 2006 dalam Steinberg,
2014). Hal inilah yang peneliti duga
mempengaruhi rendahnya nilai
korelasi antara self-reliance dengan
pola asuh orang tua authoritative.
Peneliti mendapatkan data
bahwa dimensi kekuatan terhadap
pengaruh orang lain merupakan
dimensi yang paling kurang
berhubungan dengan pola asuh
authoritative. Hal ini juga bisa
dimengerti karena pada usia remaja
pertengahan, peer menjadi hal paling
penting bagi remaja dan tekanan peer
juga semakin kuat (Steinberg, 2014).
Akibatnya, dalam beberapa
pengambilan keputusan remaja masih
dipengaruhi oleh peer.
SIMPULAN
Berdasarkan pengolahan data
yang dilakukan, dapat ditarik simpulan
bahwa terdapat hubungan antara
kemandirian perilaku dengan pola asuh
authoritative pada remaja usia 14 -18
korelasi antara kemandirian perilaku
dengan pola asuh authoritative pada
remaja usia 14 -18 tahun di SMAN 1
Bandung termasuk dalam kategori
rendah menurut kriteria Guilford. Dari
ketiga dimensi kemandirian perilaku,
hanya dimensi pengambilan keputusan
sendiri yang memiliki hubungan
dengan pola asuh authoritative.
SARAN
Bagi orang tua yang ingin agar anak remajanya memiliki
kemandirian perilaku yang tinggi,
maka dapat menerapkan parental
demandingness dan parental
responsiveness dengan kadar yang
sama – sama tinggi. Demikian
pula bagi ahli psikologi
perkembangan yang memberikan
saran untuk client yang meminta
bantuan dalam meningkatkan
kemandirian perilaku anak
remajanya, maka dapat
ditekankankan bahwa pemberian
dukungan dan tuntutan kepada
anak remaja harus diberikan
dengan kadar yang sama – sama
tinggi.
Untuk guru yang ingin agar siswanya memiliki kemandirian
perilaku dapat menerapkan sistem
pengajaran yang tidak hanya
menuntut siswa untuk mencapai
prestasi tertentu (parental
demandingness) melainkan juga
memberikan dukungan dan
perhatian pada siswa (parental
responsiveness).
Hal yang juga perlu diperhatikan dalam tidak lanjut dari penelitian
ini kepada para orang tua adalah
pengawasan yang lebih ekstra
kepada pilihan kegiatan anak
remaja yang hanya sekedar
mengikuti teman, mengingat
dimensi kekuatan terhadap
pengaruh orang lain merupakan
dimensi terendah yang
berhubungan dengan pola asuh
authoritative.
Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi
Perkembangan. Bandung: PT
Refika Aditama.
Aprilia, Imas Diana. 2008.
Pengembangan Kemandirian
Remaja Tunarungu. Jurusan
Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia. Available at (diakses pada 18 Februari 2015)
http://file.upi.edu/Direktori/FI P/JUR._PEND._LUAR_BIA SA/197004171994022-IMAS_DIANA_APRILIA/A RTIKEL_1.pdf (diakses pada 18 Februari 2015)
Brown, James Dean 2011. Likert Items and Scales of Measurement.
University of Hawai‘i at
Mānoa. Available at
http://jalt.org/test/PDF/Brown 34.pdf (diakses pada 15 Desember 2015)
Budiman, Nandang. 2011.
Perkembangan Kemandirian
pada Remaja. Jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI. Available at http://ebookbrowsee.net/perke
mbangan-kemandirian-pdfd234962623 (diakses pada 30 Mei 2015)
Christensen, Larry B, et al. 2011.
Research Method, Design, and Analysis 11th ed. Boston : Pearson
Fedora, Dian Ariella. 2012. Pengaruh Gaya Pengasuhan Orang Tua terhadap Karakter Disiplin,
Tanggung Jawab, dan
Penghargaan pada Anak Usia
Middle Childhood. Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Available at
http://lib.ui.ac.id/file?file=digi
tal/20320545-S-PDF-Dian%20Ariella%20Fedora.p df (diakses pada 30 Mei 2015)
Fitrianti, Rahmi. 2004. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua Authoritarian, Authoritative, Permissive, dan Indifferent dengan Penyesuaian Sosial
Mahasiswa. Skripsi Fakultas
Psikologi Universitas Padjadjaran (tidak dipublikasikan)
Fraenkel et al. 2012. How to Design and Evaluate Research in
Education. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
and Use. United Stated : Pearson.
Gravetter, Frederick J dan Wallnau, Larry B. 2010. Statistics for the Behavioral Science 8th
edition. New York :
Wadsworth Cengage Learning.
Guilford, J.P dan Fruchter, Benjamin. 1978. Fundamental Statistics in Psychology and Education 6th ed. New York : Mc Graw Hill Book Co. Inc.
Kaplan and Sacuzzo.2001.
Psychological Testing
Principles, Applications and
Issue. USA: Wadsworth
Thomson Learning.
Karma, I Nyoman. 2002. Hubungan
antara Pola Pengasuhan
Orangtua dan Otonomi
Remaja (Studi tentang
Remaja Pertengahan Pada Budaya Sasak di Kabupaten
Lombok Barat). Jurnal
Psikologi Vol.9, No 1, Maret 2002
Kerlinger, F.N. 2004. Asas-asas
Penelitian Behavioral.
Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
Lewin, Miriam. 1979. Understanding
Psychological Research. New
York: John Wiley & Sons.
Maccoby, Eleanor E. 1980. Social Development: Psychological Growth and the Parent-child
Relationship. New York:
Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian.
Bogor : Penerbit Ghalila Indonesia.
Neuman, W.L. 2007. Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approach 2nd ed.
Boston: Pearson Education.
Pande, S.S. et al. 2013. Correlation
Between Diffuclty &
Discrimination Indices of
MCQs in Formative Exam in Physiology. South-East Asian Journal of Medical Education. 7(1): 45 – 50
PPBDB Online Kota Bandung. 2015.
Info Sekolah SMA. Available at http://ppdb.bandung.go.id (diakes pada 4 Oktober 2015)
Santrock, John W. 2014. Adolescence 15th edition. New York Mc Graw – Hill Education.
Sarwito, Sarlito Wirawan. 2000.
kelima. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Steinberg, L. 2014. Adolescence 10th ed. New York : Mc Graw Hill, Inc.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Edisi Keenam. Bandung : Tarsito.
Suryadi, Denrinch dan Damayanti, Cindy. 2003. Perbedaan Tingkat Kemandirian Remaja Putri Yang Ibunya Bekerja
Dan Tidak Bekerja. Jurnal
Psikologi Vol. 1 No. 1, Juni 2003. Available at http://download.portalgaruda. org/article.php?article=62907 &val=4564 (diakses pada 18 Februari 2015)
Waryanto, Budi dan Millafati, Yuan Astika. 2006. Transformasi
Data Skala Ordinal ke
Interval dengan
Menggunakan Makro
Minitab. Informatika
Pertanian Volume 15, Institut Pertanian Bogor. Available at http://www.litbang.pertanian.
go.id/warta-ip/pdf- file/4.budiwaryantoipvol-15.pdf (diakses pada 30 September 2015)
Zaduqisti, Esti. 2009. Stereotipe Peran
Gender bagi Pendidikan
Anak. Muwazah vol. 1 No.1, Januari – Juni 2009.
Available at