• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Authoritative Dengan Kemandirian Perilaku Pada Remaja Usia 14 18 Tahun Di SMAN 1 Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Authoritative Dengan Kemandirian Perilaku Pada Remaja Usia 14 18 Tahun Di SMAN 1 Bandung."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA AUTHORITATIVE DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PADA REMAJA USIA 14 – 18

TAHUN DI SMAN 1 BANDUNG

ABSTRAK

Lastri Yeni Indra. 2015. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua Authoritative

dengan Kemandirian Perilaku pada Remaja Usia 14 18 tahun di SMAN 1 Bandung.

Pembimbing : Dr. Poeti Joefiani, M. Si.

Ketika individu berada pada fase remaja pertengahan, individu memerlukan kemandirian perilaku karena banyak keputusan – keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang akan ia capai (Agustiani, 2006). Kemandirian perilaku dapat dilihat dari kemampuan mengambil keputusan sendiri, kekuatan terhadap pengaruh orang lain, dan self-reliance (Steinberg, 2014). Kemandirian remaja, salah satunya dipengaruhi oleh pola asuh orang tua (Conger, 1991 dalam Suryadi & Damayanti, 2003). Orang tua dengan pola asuh authoritative memberikan tuntutan yang jelas pada anak dan juga responsif (Steinberg, 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua

authoritative dengan kemandirian perilaku pada remaja usia 14 – 18 tahun di SMAN

1 Bandung.

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan metode penelitian korelatif. Pengukuran dilakukan menggunakan kuesioner dengan alat ukur yang mengacu pada teori Steinberg (2014) untuk alat ukur kemandirian perilaku dan teori Baumrind (Maccoby, 1980) untuk alat ukur pola asuh orang tua. Subjek penelitian adalah 85 siswa SMAN 1 Bandung yang berusia 14 – 18 tahun yang memiliki orang tua dengan pola asuh authoritative.

Berdasarkan uji korelasi, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0.027 dimana p-value < 0.05, dengan demikian H0 ditolak, sehingga dapat dinyatakan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua authoritative dengan kemandirian perilaku pada remaja usia 14 - 18 tahun di SMAN 1 Bandung.

(2)

PENDAHULUAN

Kemandirian pada remaja

menjadi hal yang penting untuk

dibahas karena beberapa ahli

Psikologi Perkembangan menekankan

hal ini. Selain Steinberg, Santrock

(2014) juga menjelaskan bahwa salah

satu kunci kesuksesan remaja dalam

beradaptasi dengan lingkungan adalah

kemandirian. Menurut Steinberg

(2014), ketika individu menginjak

usia remaja, individu akan

mengembangkan kemampuan

kemandirian yang dapat dilihat dari

aspek kemandirian emosional,

kemandirian perilaku dan

kemandirian nilai. Remaja akan

mengembangkan aspek kemandirian

emosional terlebih dahulu pada usia

remaja awal (10-13 tahun),

dilanjutkan dengan mengembangkan

aspek kemandirian perilaku pada usia

remaja pertengahan (14-17 tahun),

dan ketika kedua kemampuan ini

telah berkembang dengan baik,

barulah remaja akan mengembangkan

aspek kemandirian nilai pada usia

remaja akhir (18-21 tahun)

(Steinberg, 2014).

Kemandirian perilaku menjadi

penting untuk dikembangkan pada

fase remaja pertengahan karena

remaja akan membuat keputusan –

keputusan awal yang berkaitan

dengan tujuan vokasional yang ingin

remaja capai yang akan berpengaruh

untuk kehidupan remaja nantinya

(Agustiani, 2006). Kemandirian

perilaku dapat dilihat dari tiga hal,

yakni kemampuan remaja membuat

keputusan sendiri, remaja telah

memiliki kekuatan terhadap pengaruh

orang lain, dan memiliki self-reliance

(Steinberg, 2014).

Perkembangan kemandirian

dipengaruhi oleh budaya, karena tiap

budaya memiliki harapan usia yang

berbeda agar remaja memiliki

kemampuan kemandirian. Sebuah

studi membandingkan antara budaya

Asia dan budaya Anglo. Didapatkan

hasil pada budaya Anglo (budaya

Barat) yang anak remaja dan orang

(3)

dan Hongkong memiliki harapan

kemandirian yang lebih cepat daripada

kultur Asia (budaya Timur) yang anak

dan remajanya juga tinggal di negara

yang sama (Feldman & Quatman,

1988; Rosenthal & Feldman, 1991

dalam Steinberg, 2014). Hal ini

membuat peneliti tertarik untuk

melihat lebih dalam bagaimana

kemandirian remaja pada budaya

Timur dalama hal ini di Indonesia.

SMAN 1 Bandung merupakan

salah satu SMA favorit yang ada di

kota Bandung. Salah satu visi SMAN

1 Bandung adalah mewujudkan

sumber daya manusia yang

berprestasi dan berbudi pekerti baik

sesuai dengan tujuan pendidikan

nasional. Berdasarkan hasil

wawancara yang peneliti lakukan

dengan staf bagian kurikulum di

SMAN 1 Bandung, diketahui bahwa

untuk mewujudkan visi ini maka

perlu ditanamkan adanya nilai - nilai

kemandirian pada diri siswa,

khususnya kemandirian perilaku.

SMAN 1 Bandung sudah berupaya

dalam mengembangkan kemandirian

perilaku siswa.

Melihat besarnya perhatian

SMAN 1 Bandung terhadap

penanaman nilai – nilai kemandirian

pada diri siswanya, sehingga peneliti

tertarik untuk meneliti lebih jauh

mengenai kemandirian yang ada di

remaja SMAN 1 Bandung sendiri.

Peneliti kemudian melakukan

wawancara terhadap tiga orang

remaja SMAN 1 Bandung.

Wawancara dilakukan pada VO (17

tahun), H (17 tahun), dan K (18

tahun). Dari hasil wawancara yang

dilakukan kepada tiga remaja SMAN

1 Bandung dapat dinyatakan bahwa

ketiga remaja sudah menunjukkan

kemandirian perilaku.

Usaha SMAN 1 Bandung

dalam mewujudkan kemandirian

perilaku ini tidak akan terwujud tanpa

adanya peran serta orang tua remaja di

SMAN 1 Bandung sendiri. Hal ini

disebabkan karena perlakuan orang tua

akan mempengaruhi seluruh

perkembangan yang terjadi pada

(4)

kemandirian (Conger, 1991 dalam

dalam Suryadi & Damayanti, 2003).

Perlakuan orang tua ini akan

tergambar dalam pola asuh yang

diterapkan oleh orang tua.

Terdapat empat pola asuh

yakni pola pengasuhan authoritative,

authoritarian, indulgent, dan

indifferent (Steinberg, 2014).

Pengelompokkan pola asuh ini

didasarkan atas tingkat dimensi

parental demandingness dan dimensi

parental responsiveness yang

diterapkan oleh orang tua kepada anak.

Parental responsiveness merupakan

derajat dimana orang tua merespon

kebutuhan anak dengan menerima dan

mendukung anak (Steinberg, 2014).

Sedangkan parental demandingness

merupakan sejauh mana harapan dan

tuntutan orang tua kepada anak agar

anak bersikap dewasa dan bertanggung

jawab (Steinberg, 2014).. Orang tua

dengan pola asuh authoritative,

menunjukkan perilaku parental

demandingness dan parental

responsiveness yang tinggi (Steinberg,

2014). Orang tua dengan pola asuh

authoritative akan dapat membantu

remaja mengembangkan kemampuan

kemandirian perilakunya, karena orang

tua dengan pola asuh authoritative

akan memberikan kesempatan bagi

remaja untuk mengatasi masalahnya,

namun tetap mengawasi remaja.

Peneliti melihat bahwa ketiga remaja

SMAN 1 Bandung yang memiliki

kemandirian perilaku berasal dari

orang tua yang menerapkan parental

demandingness dan parental

responsiveness yang sama-sama tinggi

sehingga peneliti tertarik untuk melihat

lebih dalam bagaimana hubungan

antara kemandirian perilaku dengan

pola asuh orang tua yang authoritative

pada remaja di SMAN 1 Bandung.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini

adalah rancangan penelitian non

eksperimental dengan menggunakan

metode korelasional. Peneliti mencoba

untuk menemukan ada atau tidaknya

hubungan antara pola asuh orang tua

(5)

pola asuh orang tua authoritative

dengan kemandirian pada remaja usia

14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung

didasarkan pada koefisien korelasi.

Data yang akan dikumpulkan oleh

peneliti bersifat kuantitatif.

Partisipan

Sampel pada penelitian ini

adalah remaja SMAN 1 Bandung yang

berusia 14 - 18 tahun dan tinggal

bersama dengan kedua orang tua sejak

lahir. Teknik pengambilan sampel

pada penelitian ini menggunakan

sampling quota convenience. Peneliti

mengelompokkan populasi siswa ke

dalam kategori kelas X, XI, dan XII.

Kemudian, peneliti mengambil

masing-masing satu kelas sebagai

sampel penelitian. Teknik sampling

quota convenience yang dilakukan

dalam pengambilan kelas diambil

berdasarkan ketersediaan teknis.

Menurut Fraenkel et al

(2012:103) untuk penelitian

korelasional dibutuhkan sekurang -

kurangnya 50 orang sebagai sampel

yang representatif. Pada penelitian ini,

peneliti menyebarkan kuesioner pada

100 orang siswa SMAN 1 Bandung

dan kemudian setelah pengembalian

kuesioner, diketahui bahwa 85 orang

memiliki pola asuh orang tua

authoritative. Dengan demikian, 85

orang siswa SMAN 1 Bandung

menjadi responden pada penelitian ini.

Pengukuran

Peneliti mengembangkan alat

ukur pola asuh orang tua dari

penelitian sebelumnya oleh Fitrianti

(2004) yang berdasarkan teori

Baumrind (dalam Maccoby, 1980).

Sedangkan untuk alat ukur

kemandirian perilaku, peneliti

menurunkan dari teori Steinberg

(2014).

Alat Ukur Pola Asuh Orang Tua Alat ukur pola asuh orang tua terdiri

atas 85 item yang terdiri atas dimensi

parental demandingness dan dimensi

parental responsiveness.

Alat Ukur Kemandirian Perilaku Alat ukur kemandirian perilaku terdiri

atas 40 item yang terdiri atas dimensi

kemampuan mengambil keputusan

(6)

diri terhadap pengaruh orang lain, dan

dimensi self-reliance.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan pengumpulan data yang

dilakukan terhadap 85 responden yang

memiliki pola asuh authoritative

diperoleh data sebagai berikut :

Nilai Sig. (2-tailed ) Hipotesi s Besar Korelas i Kriteri a Guilfor d

.027 H0

ditolak

.239 Korelasi

rendah

Berdasarkan tabel di atas

diketahui bahwa nilai p-value sebesar

0.027 dimana p-value < 0.05, dengan

demikian H0 ditolak. Hal ini

menunjukkan terdapat hubungan

antara pola asuh orang tua

authoritative dan kemandirian perilaku

pada remaja usia 14 - 18 tahun di

SMAN 1 Bandung. Nilai korelasi

sebesar 0.239 yang menunjukkan

derajat korelasi rendah menurut

kriteria Guilford.

Kemudian peneliti juga

melakukan perbandingan terhadap

korelasi dimensi kemampuan

mengambil keputusan sendiri, dimensi

memiliki kekuatan diri terhadap

pengaruh orang lain, dan dimensi

self-reliance dengan pola asuh

authoritative. Berikut hasil yang

peneliti peroleh :

Di men

si

Nilai Sig. (2-tailed) Hipo tesis Be sar Kore lasi Kri teria Guil ford Kemam puan Meng ambil Kepu tusan Sendiri

0.046 H0

dito

lak

0.218 Kore

Lasi ren dah Keku atan terhadap Penga ruh Orang Lain

0.111 H0

di

te

rima

0.174 Kore

lasi

sang

at

ren

(7)

Self-

Re

Lian

ce

0.310 H0 di

te

rima

0.112 Kore

lasi

sang

at

ren

dah

Dari pengolahan data juga

diketahui bahwa sebagian besar remaja

usia 14 – 18 tahun di SMAN 1

Bandung memiliki kemandirian

perilaku yang termasuk dalam kategori

tinggi yakni 52.9% dan responden

yang termasuk dalam kategori sedang

sekitar 47.1%. Diperoleh pula data

bahwa mayoritas responden dengan

kemandirian perilaku tinggi juga

termasuk dalam kategori tinggi pada

masing – masing dimensi. Dan

mayoritas responden yang memiliki

skor kemandirian perilaku sedang juga

mayoritas memiliki skor yang sedang pada masing – masing dimensi.

PEMBAHASAN

Terdapat hubungan antara pola

asuh orang tua authoritative dengan

kemandirian perilaku pada remaja usia

14 – 18 tahun di SMAN 1 Bandung.

Artinya orang tua dengan pola asuh

authoritative dimana orang tua

merespon kebutuhan remaja dengan

menerima dan mendukung remaja

(parental responsiveness) dan juga

memberikan tuntutan kepada remaja

(parental demandingness) ternyata

mendorong remaja untuk memiliki

kemandirian perilaku tinggi.

Pada penelitian ini didapatkan

hasil bahwa nilai korelasi antara pola

asuh orang tua authoritative dengan

kemandirian perilaku adalah sebesar

0.239. Dalam kriteria Guilford ini

termasuk dalam derajat korelasi

rendah. Peneliti berasumsi bahwa hal

ini disebabkan pada usia remaja

pertengahan yakni 14 – 18 tahun

merupakan masa transisi dimana

remaja mulai melepaskan

ketergantungannya pada orang tua dan

kemudian lebih dekat dengan teman –

temannya atau peernya (Muangman

dalam Sarwito, 2000). Dengan

demikian, pola asuh orang tua bukan

menjadi faktor tunggal dalam

penentuan kemandirian perilaku pada

remaja.

Peneliti juga mendapatkan data

(8)

mengambil keputusan sendiri

merupakan dimensi yang paling

berhubungan dengan pola asuh

authoritative. Hal ini bisa dimengerti

karena remaja sedang berada pada

tahap formal operational menurut

Piaget (Santrock, 2014). Pada tahap

ini, remaja sedang mengembangkan

kemampuan kognitif dalam beberapa

hal, yakni memiliki peningkatan dalam

kemampuan berpikir hipotesis, telah

mampu memahami perspektif orang

lain, dan juga telah mampu memberi

pertimbangan akan saran dari orang

lain (Steinberg, 2014).

Demikian pula pada dimensi

self-reliance. Dimensi ini menjadi

dimensi yang juga memiliki korelasi

yang rendah dengan pola asuh

authoritative. Self reliance merupakan

pengetahuan diri mengenai sejauh

mana dirinya mampu menghadapi

kesulitan dan tantangan dalam

hidupnya khususnya dalam memenuhi

tanggung jawab di sekolah dan di

rumah. Meskipun remaja sudah

mengembangkan self-reliance nya

pada masa remaja pertengahan, ia tetap

merasa masih membutuhkan orang lain

dalam hal ini adalah peer untuk

membantunya menghadapi masalah -

masalah tertentu (W.A. Collins &

Steinberg, 2006 dalam Steinberg,

2014). Hal inilah yang peneliti duga

mempengaruhi rendahnya nilai

korelasi antara self-reliance dengan

pola asuh orang tua authoritative.

Peneliti mendapatkan data

bahwa dimensi kekuatan terhadap

pengaruh orang lain merupakan

dimensi yang paling kurang

berhubungan dengan pola asuh

authoritative. Hal ini juga bisa

dimengerti karena pada usia remaja

pertengahan, peer menjadi hal paling

penting bagi remaja dan tekanan peer

juga semakin kuat (Steinberg, 2014).

Akibatnya, dalam beberapa

pengambilan keputusan remaja masih

dipengaruhi oleh peer.

SIMPULAN

Berdasarkan pengolahan data

yang dilakukan, dapat ditarik simpulan

bahwa terdapat hubungan antara

kemandirian perilaku dengan pola asuh

authoritative pada remaja usia 14 -18

(9)

korelasi antara kemandirian perilaku

dengan pola asuh authoritative pada

remaja usia 14 -18 tahun di SMAN 1

Bandung termasuk dalam kategori

rendah menurut kriteria Guilford. Dari

ketiga dimensi kemandirian perilaku,

hanya dimensi pengambilan keputusan

sendiri yang memiliki hubungan

dengan pola asuh authoritative.

SARAN

 Bagi orang tua yang ingin agar anak remajanya memiliki

kemandirian perilaku yang tinggi,

maka dapat menerapkan parental

demandingness dan parental

responsiveness dengan kadar yang

sama – sama tinggi. Demikian

pula bagi ahli psikologi

perkembangan yang memberikan

saran untuk client yang meminta

bantuan dalam meningkatkan

kemandirian perilaku anak

remajanya, maka dapat

ditekankankan bahwa pemberian

dukungan dan tuntutan kepada

anak remaja harus diberikan

dengan kadar yang sama – sama

tinggi.

 Untuk guru yang ingin agar siswanya memiliki kemandirian

perilaku dapat menerapkan sistem

pengajaran yang tidak hanya

menuntut siswa untuk mencapai

prestasi tertentu (parental

demandingness) melainkan juga

memberikan dukungan dan

perhatian pada siswa (parental

responsiveness).

 Hal yang juga perlu diperhatikan dalam tidak lanjut dari penelitian

ini kepada para orang tua adalah

pengawasan yang lebih ekstra

kepada pilihan kegiatan anak

remaja yang hanya sekedar

mengikuti teman, mengingat

dimensi kekuatan terhadap

pengaruh orang lain merupakan

dimensi terendah yang

berhubungan dengan pola asuh

authoritative.

(10)

Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi

Perkembangan. Bandung: PT

Refika Aditama.

Aprilia, Imas Diana. 2008.

Pengembangan Kemandirian

Remaja Tunarungu. Jurusan

Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia. Available at (diakses pada 18 Februari 2015)

http://file.upi.edu/Direktori/FI P/JUR._PEND._LUAR_BIA SA/197004171994022-IMAS_DIANA_APRILIA/A RTIKEL_1.pdf (diakses pada 18 Februari 2015)

Brown, James Dean 2011. Likert Items and Scales of Measurement.

University of Hawai‘i at

Mānoa. Available at

http://jalt.org/test/PDF/Brown 34.pdf (diakses pada 15 Desember 2015)

Budiman, Nandang. 2011.

Perkembangan Kemandirian

pada Remaja. Jurusan

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI. Available at http://ebookbrowsee.net/perke

mbangan-kemandirian-pdfd234962623 (diakses pada 30 Mei 2015)

Christensen, Larry B, et al. 2011.

Research Method, Design, and Analysis 11th ed. Boston : Pearson

Fedora, Dian Ariella. 2012. Pengaruh Gaya Pengasuhan Orang Tua terhadap Karakter Disiplin,

Tanggung Jawab, dan

Penghargaan pada Anak Usia

Middle Childhood. Skripsi

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Available at

http://lib.ui.ac.id/file?file=digi

tal/20320545-S-PDF-Dian%20Ariella%20Fedora.p df (diakses pada 30 Mei 2015)

Fitrianti, Rahmi. 2004. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua Authoritarian, Authoritative, Permissive, dan Indifferent dengan Penyesuaian Sosial

Mahasiswa. Skripsi Fakultas

Psikologi Universitas Padjadjaran (tidak dipublikasikan)

Fraenkel et al. 2012. How to Design and Evaluate Research in

Education. New York:

McGraw-Hill Companies, Inc.

(11)

and Use. United Stated : Pearson.

Gravetter, Frederick J dan Wallnau, Larry B. 2010. Statistics for the Behavioral Science 8th

edition. New York :

Wadsworth Cengage Learning.

Guilford, J.P dan Fruchter, Benjamin. 1978. Fundamental Statistics in Psychology and Education 6th ed. New York : Mc Graw Hill Book Co. Inc.

Kaplan and Sacuzzo.2001.

Psychological Testing

Principles, Applications and

Issue. USA: Wadsworth

Thomson Learning.

Karma, I Nyoman. 2002. Hubungan

antara Pola Pengasuhan

Orangtua dan Otonomi

Remaja (Studi tentang

Remaja Pertengahan Pada Budaya Sasak di Kabupaten

Lombok Barat). Jurnal

Psikologi Vol.9, No 1, Maret 2002

Kerlinger, F.N. 2004. Asas-asas

Penelitian Behavioral.

Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Lewin, Miriam. 1979. Understanding

Psychological Research. New

York: John Wiley & Sons.

Maccoby, Eleanor E. 1980. Social Development: Psychological Growth and the Parent-child

Relationship. New York:

Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian.

Bogor : Penerbit Ghalila Indonesia.

Neuman, W.L. 2007. Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approach 2nd ed.

Boston: Pearson Education.

Pande, S.S. et al. 2013. Correlation

Between Diffuclty &

Discrimination Indices of

MCQs in Formative Exam in Physiology. South-East Asian Journal of Medical Education. 7(1): 45 – 50

PPBDB Online Kota Bandung. 2015.

Info Sekolah SMA. Available at http://ppdb.bandung.go.id (diakes pada 4 Oktober 2015)

Santrock, John W. 2014. Adolescence 15th edition. New York Mc Graw – Hill Education.

Sarwito, Sarlito Wirawan. 2000.

(12)

kelima. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Steinberg, L. 2014. Adolescence 10th ed. New York : Mc Graw Hill, Inc.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Edisi Keenam. Bandung : Tarsito.

Suryadi, Denrinch dan Damayanti, Cindy. 2003. Perbedaan Tingkat Kemandirian Remaja Putri Yang Ibunya Bekerja

Dan Tidak Bekerja. Jurnal

Psikologi Vol. 1 No. 1, Juni 2003. Available at http://download.portalgaruda. org/article.php?article=62907 &val=4564 (diakses pada 18 Februari 2015)

Waryanto, Budi dan Millafati, Yuan Astika. 2006. Transformasi

Data Skala Ordinal ke

Interval dengan

Menggunakan Makro

Minitab. Informatika

Pertanian Volume 15, Institut Pertanian Bogor. Available at http://www.litbang.pertanian.

go.id/warta-ip/pdf- file/4.budiwaryantoipvol-15.pdf (diakses pada 30 September 2015)

Zaduqisti, Esti. 2009. Stereotipe Peran

Gender bagi Pendidikan

Anak. Muwazah vol. 1 No.1, Januari – Juni 2009.

Available at

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah rumusan faktor-faktor penentu calon mahasiswa dalam memilih jurusan dan universitas, yang diharapkan dapat membantu para praktisi Humas dan

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Đurišić &amp; Bunijevac (2017) melaporkan bahwa keterlibatan orang tua memberikan peluang bagi sekolah untuk terus berinovasi

Penambahan glutathione pada medium maturasi ataupun medium kultur dengan konsentrasi yang tepat untuk melindungi embrio dari serangan radikal bebas yang mungkin terjadi saat gamet

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari

Pada penelitian ini terlihat bahwa emisi gas buang CO yang dihasilkan ketika menggunakan bahan bakar dengan RON 95 (pertamax plus) jauh lebih rendah dibandingkan

Berdasarkan hasil dapatan kajian daripada setiap laluan khas, didapati keputusan ujian korelasi yang diperolehi menunjukkan nilai pekali korelasi di antara kekuatan bahagian atas

Harapannya dengan melalukan eksperimen pembuatan foot scrub yang berasal dari bahan baku alami yaitu kulit buah naga merah dan air rebusan daun pepaya dapat menjadi pedoman

Menyatakan bahwa Karya Seni Tugas Akhir saya tidak terdapat bagian yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi mana pun dan juga