EKSISTENSI BANK SYARIAH MANDIRI
SKRIPSI
Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Akuntansi
Oleh :
Tiara Listyaning Karina 0613010253/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2010
HUBUNGAN PELAKSANAAN PEMBIAYAAN (BAGI HASIL)
MUDHARABAH BESERTA RISIKONYA TERHADAP
EKSISTENSI BANK SYARIAH MANDIRI
yang diajukan Tiara Listyaning Karina
0613010253/FE/EA
telah disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
PROF. DR. H. Soeparlan Pranoto, MM, AK Tanggal : ...
Mengetahui :
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Drs. Ec. Saiful Anwar, Msi NIP : 030 194 43
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAK ... xi
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II: KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN SEBELUMNYA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 11
2.2. Kajian Teori ... 13
2.2.1. Telaah Umum Bank Syariah ... 13
2.2.2. Pembinaan dan Pengawasan Bank Syariah ... 19
2.2.3. Mudharabah ... 21
2.2.4. Pengertian Risiko ... 28
2.2.5. Pengertian Eksistensi ... 30
105 ... 31
2.2.7. Teori yang Mendasari Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri ... 33
2.2.8. Teori yang mendasari Risiko Pelakanaan Pembiayaan Mudharabah terhadap Eksistensi Bank Syariah Mandiri ... 34
2.3. Kerangka Pikiran ... 36
2.4. Hipotesis Penelitian ... 37
BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variable ... 38
3.1.1. Definisi Operasional ... 38
3.1.2. Pengukuran Variable ... 39
3.2. Populasi dan Sample ... 41
3.2.1. Populasi ... 41
3.2.2. Sample ... 41
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.3.1. Jenis Data ... 43
3.3.2. Sumber Data ... 43
3.3.3. Pengumpulan Data ... 43
3.4. Uji Kualitas Data... 43
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 44
3.5.1. Teknik Analisis Korelasi Product Moment... 44
3.5.2. Uji Hipotesis ... 47
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 49
4.1.1. Sejarah Bank Syariah Mandiri ... 49
4.1.2. Profil Bank Syariah Mandiri ... 51
4.1.3. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri ... 52
4.1.4. Shared Value Bank Syariah Mandiri ... 53
4.1.5. Penghargaan Bank Syariah Mandiri ... 54
4.1.6. Macam – Macam Jenis Pembiayaan dalam Perbankan Syariah ... 56
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 57
4.2.1. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah ... 57
4.2.2. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah ... 60
4.2.3. Eksistensi Bank Syariah ... 62
4.3. Analisis Korelasi Product Moment ... 64
4.3.1. Uji Normalitas ... 64
4.3.2. Koefisien Korelasi ... 64
4.3.3. Signifikansi ... 66
4.4. Pembahasan ... 67
4.4.2. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian
Terdahulu ... 72 4.4.3. Keterbatasan Penelitian ... 74
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 75 5.2. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel 1.1 Perkembangan Jaringan Operasional Perbankan Syariah... 3
Tabel 1.2 Perkembangan Pembiayaan tahun 2006 – 2009 ... 7
Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional... 16
Tabel 2.2 Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil... 17
Tabel 4.1 Penghargaan Tahun 2010 ... 54
Tabel 4.2 Data Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009 ... 58
Tabel 4.3 Data Risiko Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009 ... 60
Tabel 4.4 Data Jumlah Pendapatan Bagi Hasil Tahun 2005 – 2009 ... 62
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas ... 64
Tabel 4.6 Koefisien Korelasi ... 65
Tabel 4.7 Tingkat Signifikan ... 66
Tabel 4.8 Rangkuman Perbedaan Penelitian Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu ... 72
Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah ... 26
Gambar 2.2 Diagram Kerangka Pikir... 36
Gambar 4.1 Kurva Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009 ... 58
Gambar 4.2 Kurva Risiko Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009 ... 61
Gambar 4.3 Kurva Jumlah Pendapatan Bagi Hasil Tahun 2005 – 2009 ... 63
Lampiran 1 : Data Penelitian
Lampiran 2 : Output Uji Normalitas
Lampiran 3 : Input Data – Data Variable Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah, Risiko, dan Eksistensi ditinjau dari Pendapatan Bagi Hasil pada Tahun 2005 – 2009
Lampiran 4 : Output Korelasi Product Moment
Lampiran 5 : Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi
Lampiran 6 : Laporan Keuangan Neraca Bank Syariah pada Tahun 2005 – 2009 Lampiran 7 : Laporan Keuangan Laba Rugi Bank Syariah Mandiri pada tahun
2005 – 2009
Lampiran 8 : Catatan Atas Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri pada tahun 2005 – 2009
HUBUNGAN PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH
(BAGI HASIL) BESERTA RISIKONYA TERHADAP
EKSISTENSI BANK SYARIAH MANDIRI
Oleh :
Tiara Listyaning Karina
ABSTRAK
Keadaan dunia usaha yang tidak menentu dan susah diprediksi serta belum lagi kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten dalam menjalankan sebuah usaha membuat risiko pemberian kredit modal kerja menjadi sangat besar. Pihak bank syariah seakan menerima apa adanya tanpa melakukan terobosan yang berarti untuk meningkatkan kinerjanya dalam pembiayaan mudharabah, karena itu, langkah yang lebih diperlukan dewasa ini adalah mempersiapkan segala prasarana, apalagi kenyataannya belum semua produk perbankan syariah sudah dilaksanakan. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan dan menguji secara empiris hubungan antara pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan risiko yang ditimbulkan dengan eksistensi bank Syariah Mandiri.
Penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu pelaksanaan pembiayaan mudharabah (X1), risiko pelaksanaan mudharabah (X2) dan eksistensi bank syariah
Mandiri (Y). Obyek penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri, dengan sampel penelitian adalah jumlah pembiayaan mudharabah, pendapatan bagi hasil (profit sharing) serta non performing financing pada tahun 2005 sampai tahun 2009.
Berdasarkan analisis korelasi product moment menyimpulkan bahwa peningkatan pelaksanaan mudharabah berdampak nyata terhadap peningkatan eksistensi bank syariah, sedangkan peningkatan risiko pelaksanaan mudharabah tidak berdampak nyata terhadap penurunan eksistensi bank syariah pada tahun 2005 – 2009.
Keywords : Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah, Risiko Pelaksanaan Mudharabah Dan Eksistensi Bank Syariah Mandiri
ii
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Pelaksanaan Pembiayaan (Bagi Hasil) Mudharabah Beserta Risikonya Terhadap Eksistensi Bank
Syariah Mandiri ”.
Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. R. Teguh Soedarto, MP., selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin. N, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi., selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE, MSi, selaku Ketua Progdi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
iii selama penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Ec. Muslimin, MSi, selaku Dosen Wali terima kasih atas bimbingannya selama ini.
7. Segenap tenaga pengajar, staff, dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
8. Kedua orang tua terima kasih atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan bantuannya secara moril maupun materiil yang telah diberikan selama ini. Serta saudaraku Mas Dika dan Mbak Flow terima kasih atas dukungan, dan doanya.
Penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis memohon kepada seluruh pihak untuk memberikan kritik dan saran membangun agar dalam penulisan yang selanjutnya dapat lebih baik dan bermanfaat bagi yang memerlukan.
Surabaya, Oktober 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pemikiran tentang konsep ilmu ekonomi yang bersumber dari
Al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW saat sekarang mengalami
perkembangan yang cepat dan matang, oleh sebab itu, perbankan sebagai
sektor penting ekonomi dalam hal ini ekonomi islam, kehadirannya sudah
cukup lama diinginkan oleh umat muslim di seluruh dunia.
Gagasan pendirian bank Islam sudah dicetuskan para ekonom
muslim sejak dahulu, namun belum bisa direalisasikan karena kondisi
yang belum memungkinkan. Tujuan pendirian lembaga syariah ini tidak
lain sebagai upaya kaum Muslimin yang mendasari seluruh aspek
kehidupan ekonominya yang berlandaskan Al – Quran dan As – Sunnah,
hal ini disebabkan karena secara fiqih bunga dikategorikan riba dan haram,
serta penerapan sistem bunga banyak membawa dampak negatif.
Pengembangan perbankan syariah nasional pada dasarnya merupakan
bagian dari program restrukturisasi perbankan nasional.
Sedikitnya ada tiga hal yang menjadi tujuan pengembangan
perbankan yang berdasarkan prinsip islam tersebut. Pertama, memenuhi
kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima
konsep bunga. Kedua, terciptanya dual banking system di Indonesia yang
mengakomodasikan baik perbankan konvensional maupun perbankan
syariah yang akan melahirkan kompetisi yang sehat dan perilaku bisnis
yang berdasarkan nilai – nilai moral, yang pada gilirannya akan
meningkatkan market disciplines dan pelayanan bagi masyarakat. Ketiga,
mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sektor riil dan
membatasi kegiatan spekulasi atau tidak produktif karena pembiayaan
ditujukan pada usaha – usaha yang berlandaskan nilai – nilai moral (
Mulya E. Siregar dan Nasirwan, Januari 2007 ).
Munculnya akuntansi di Indonesia tidak terlepas dari
kemunculan lembaga keuangan syariah pada tahun 1990, dengan ditandai
berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di
Indonesia, kemunculan Bank Syariah dan lembaga Keuangan Syariah
lainnya termasuk Bank Syariah Mandiri mendorong munculnya pemikiran
– pemikiran baru dalam bidang akuntansi berkaitan dengan penerapan nilai
– nilai syariah dalam dunia akuntansi, tak dipungkiri, Bank Muamalat dan
Bank Syariah Mandiri sangat mendominasi kompetisi perbankan syariah (
Majalah Info Bank, 2008:56 ).
Selama tahun 2009, Bank Syariah Mandiri mengukir prestasi
dengan mendapatkan 12 penghargaan dari berbagai instansi dan media,
salah satu diantaranya pada tanggal 30 Juli 2009 mendapat Golden
Trophy Award atas prestasi ”Penghargaan atas kinerja BSM dengan
predikat ’Sangat Bagus’ selama 5 tahun berturut – turut” yang diberikan
oleh Majalah Info Bank (Bank Syariah Mandiri, 2009).
Tabel 1.1 Perkembangan Jaringan Operasional perbankan Syariah di
Seluruh Indonesia
Kelompok Bank 2005 2006 2007 2008 2009
Bank Umum Syariah 3 3 3 5 6
Unit Usaha Syariah 19 20 26 27 25
BPRS 92 105 114 131 139
Jumlah Kantor BUS & UUS 504 531 597 822 998 Jumlah Layanan Syariah - 456 1.195 1.470 1.929
Sumber : Bank Indonesia
Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa di awal tahun 2008, di tengah
optimisme terhadap kondisi ekonomi yang semakin kondusif seiring
dengan berlanjutnya trend penurunan suku bunga, perbankan syariah
mencatatkan pertumbuhan volume usaha yang cukup signifikan. Pada
tabel di atas jumlah unit usaha syariah semakin bertambah dari 19 unit
pada tahun 2005 menjadi 27 unit pada tahun 2008, akan tetapi memasuki
tahun 2009 unit usaha tersebut sedikit berkurang menjadi 25 unit, dan
jumlah layanan syariah yang semakin meningkat sebesar 1.929 telah
menunjukkan keberadaa bank syariah yang mulai dikenal dan diminati
oleh masyarakat ( Bank Indonesia, 2007 ).
Kemampuan sistem perbankan syariah tumbuh pesat saat
perekonomian global sedang terpuruk menjadikannya sistem yang patut di
pertimbangkan di perbankan nasional. Sepanjang tahun 2007, akses
masyarakat terhadap manfaat yang ditawarkan produk dan layanan
perbankan syariah juga terus meningkat, sejalan dengan peningkatan
jaringan operasional. Perkembangan industri keuangan syariah secara
sebagai landasan operasional perbankan syariah di Indonesia. Sebelum
tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan non – bank
yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya,
hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi –
institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai
dengan syariah.
Menjawab kebutuhan masyarakat bagi terwujudnya sistem
perbankan yang sesuai syariah, pemerintah telah memasukkan
kemungkinan tersebut dalam undang-undang yang baru. UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan yang kemudian disempurnakan menjadi UU No.
10 Tahun 1998 yang secara implisit telah membuka peluang kegiatan
usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara
rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang
Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Ketentuan perundang – undangan
tersebut telah dijadikan sebagai dasar hukum beroperasinya bank syariah
di Indonesia yang menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual
banking system) di Indonesia ( Adiwarman, 2008:32 ).
Bagi kaum muslimin, kehadiran bank syariah dapat memenuhi
kebutuhan akan sebuah lembaga keuangan yang bukan hanya sebatas
melayani secara ekonomi namun juga spiritual, bagi masyarakat lainnya,
bank syariah adalah sebagai sebuah alternatif lembaga jasa keuangan di
samping perbankan konvensional yang telah lama ada. Ini terkait dengan
intermediary), dengan tugas pokoknya menghimpun dana dari
masyarakat, dan diharapkan dengan dana yang dimaksud dapat memenuhi
kebutuhan dana kredit atau pembiayaan yang tidak disediakan baik oleh
pihak swasta maupun negara dalam upaya meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Peran bank sebagai perantara keuangan adalah mengambil
posisi tengah di antara orang – orang atau pihak yang berlebihan dana
(penyimpan, penabung, deposan) dan orang – orang / pihak yang
membutuhkan atau kekurangan dana (peminjam, debitor, investor). (
Muhammad, 2005 )
Tidak banyak pelaku ekonomi yang mengembangkan usahanya
di kalangan perbankan belum memahami dengan baik konsep dan praktek
produk syariah, salah satunya melalui pembiayaan mudharabah, padahal,
dalam pembiayaan yang menganut sistem bagi hasil ini pemilik dana dan
pengelola dana akan memperoleh keuntungan atau kerugian dengan
jumlah yang sama.
Adanya penggunaan sistem bagi hasil ini akan menimbulkan hal
yang positif bagi perbankan syariah, yakni memungkinkan para nasabah
untuk ikut mengontrol perkembangan bank melalui fluktuasi profit yang
diterima, tidak berhubungan oleh fluktuasi suku bunga bank, memperkuat
eksistensi uang serta produk mudharabah yang ditawarkan oleh perbankan
syariah ini akan diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah, dengan adanya
pengawasan ini nasabah akan lebih merasa aman menabung atau
Dewan Pengawas dapat melakukan audit dan memberikan opini
yang menyatakan bahwa bank telah melaksanakan semua operasinya
berdasarkan landasan Syariah Islam, selain pihak bank, para nasabah
terutama pengusaha kecil dan menengah yang melakukan investasi di bank
syariah ini juga dapat memperoleh hasil yang diinginkan berupa
keuntungan sesuai dengan kesepakatan dan apabila mengalami kerugian,
maka besar kerugian yang diterima akan ditanggung bersama sesuai
dengan akad yang dilakukan ( Candra Bagus, 2008 ).
Permasalahan berikutnya, sebagian pelaku ekonomi khususnya
para pengusaha kecil dan menengah telah menginvestasikan modal yang
dimiliki dengan menggunakan prinsip bagi hasil Mudharabah di perbankan
Syariah tetapi ketentuan atau persyaratan untuk melakukan investasi
tersebut agak dipersulit oleh pihak bank, hal ini dikarenakan pembiayaan
mudharabah memiliki resiko yang sangat besar. Jumlah angsuran yang
dibayarkan nasabah pada bank tergantung dari hasil usaha.
Berdasarkan Laporan Perkembangan Perbankan Syariah tahun
2006 yang dipublikasikan Bank Indonesia, proporsi pembiayaan berbasis
bagi hasil yang terdiri atas pembiayaan mudharabah dan musyarakah
relatif mengalami penurunan 33% menjadi 31,5%, ternyata gejala ini tidak
hanya terjadi di Indonesia, tapi juga merupakan fenomena global
perbankan syariah di dunia ( Sri Nurhayati, 2008 ).
Keadaan dunia usaha yang tidak menentu dan susah diprediksi
dalam menjalankan sebuah usaha membuat risiko pemberian kredit modal
kerja menjadi sangat besar. Pihak bank syariah seakan menerima apa
adanya tanpa melakukan terobosan yang berarti untuk meningkatkan
kinerjanya dalam pembiayaan mudharabah, karena itu, langkah yang lebih
diperlukan dewasa ini adalah mempersiapkan segala prasarana, apalagi
kenyataannya belum semua produk perbankan syariah sudah dilaksanakan.
Tabel 1.2 : Perkembangan Pembiayaan Tahun 2006 – 2009
Jumlah (Milyar) Pertumbuhan (%) Pangsa (%) Jenis Pembiayaan
2006 2007 2006 2007 2006 2007
Mudharabah 2.335 4.406 23.0 88.7 11.4 15.8
Musyarakah 4.062 5.578 30.0 37.3 19.9 20.0
Piutang Murabahah 12.624 16.553 33.1 31.1 61.7 59.2
Piutang Istishna 337 351 19.6 4.2 1.6 1.3
Qard 250 540 100.6 115.6 1.2 1.9
Ijarah 836 516 164.7 (38.3) 4.1 1.8
Total 20.445 27.994 34.2 36.7 100.0 100.0
Jumlah (Milyar) Pertumbuhan (%) Pangsa (%) Jenis Pembiayaan
2008 2009 2008 2009 2008 2009
Mudharabah 7.441 10.412 68.9 39.9 19.5 22.2
Musyarakah 6.205 6.597 11.2 6.3 16.2 14.1
Piutang Murabahah 22.486 26.321 35.8 17.0 58.9 56.1 Piutang Istishna 369 423 5.1 14.6 1.0 0.9
Qard 959 1.829 77.6 90.7 2.4 4.0
Ijarah 765 1.305 48.3 70.6 2.0 2.7
Total 38.195 46.886 36.4 22.8 100.0 100.0
Sumber : Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah
2006 - 2009
Tabel di atas menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah
memiliki jumlah presentase yang lebih kecil jika dibandingkan dengan
pembiayaan berdasarkan akad jual – beli (murabahah) yang memiliki
jumlah presentase lebih besar dan menjadi produk unggulan bank syariah (
Risiko yang besar harus diperhitungkan oleh bank untuk menjaga
kesehatannya, bukan berarti menghindari produk yang berisiko tinggi
tersebut, tetapi dengan melakukan terobosan yang bisa menghindari atau
paling tidak meminimalisir risiko yang mungkin timbul. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengenal nasabah secara
personal dan seharusnya bank syariah melakukan berbagai penelitian yang
bertujuan untuk meminimalisir risiko yang mungkin timbul pada
pembiayaan mudharabah ( Sri Nurhayati, 2008 ).
Adanya kondisi diatas, maka akan dilakukan sebuah penelitian
dengan judul ”Hubungan Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah
(Bagi Hasil) beserta Risikonya terhadap Eksistensi Bank Syariah
Mandiri”. Peneliti memilih Bank Syariah Mandiri untuk dijadikan sebagai
obyek penelitian karena merupakan salah satu perbankan syariah yang
memiliki perkembangan cukup pesat. Alasan lain melakukan penelitian ini
adalah untuk mengetahui seberapa besar hubungan pelaksanaan
pembiayaan mudharabah dan risikonya terhadap eksistensi perbankan
syariah khususnya di Bank Syariah Mandiri.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki hubungan
2. Apakah risiko dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki
hubungan yang signifikan dengan eksistensi bank Syariah Mandiri ?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang dibuat,
maka tujuan penelitian adalah :
1. Untuk membuktikan dan menguji secara empiris hubungan yang
signifikan adanya pelaksanaan pembiayaan mudharabah terhadap
eksistensi bank Syariah Mandiri.
2. Untuk menguji secara empiris hubungan antara risiko yang
ditimbulkan dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah terhadap
eksistensi bank Syariah Mandiri.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam melakukan penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti
Dapat memperoleh informasi dan mengetahui seberapa besar
hubungan pembiayaan mudharabah dan risiko yang ditimbulkan pada
eksistensi bank Syariah Mandiri.
2. Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian berikutnya
khususnya dalam permasalahan penggunaan pembiayaan mudharabah
3. Bagi Praktisi
Dapat memperoleh pengetahuan sekaligus informasi mengenai
penggunaan pembiayaan mudharabah apabila menjadi nasabah di bank
syariah.
4. Bagi Perbankan Syariah
Merupakan suatu informasi sekaligus sebagai saran yang penting
dalam melakukan pelayanan pembiayaan mudharabah kepada nasabah
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN SEBELUMNYA
2.1 Penelitian Terdahulu
Bagian ini berisi fakta atau temuan serta penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti terdahulu, yang berhubungan dengan permasalahan
dalam penulisan skripsi ini.
1. Ikhwan Tri Maryono (2007)
Meneliti mengenai hubungan pembiayaan musyarakah, risiko
serta penyisihan kerugian dengan penerimaan keuntungan pada PT.
Bank Syariah Mandiri.
Permasalahan yang diangkat apakah pembiayaan musyarakah,
risiko serta penyisihan kerugian memiliki hubungan yang signifikan
dengan penerimaan keuntungan pada PT. Bank Syariah Mandiri ?
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ikhwan Tri Maryono
menyatakan bahwa variable pembiayaan musyarakah mempunyai
hubungan positiv yang signifikan dengan keuntungan. Berbeda halnya
dengan variable risiko dan penyisihan kerugian tidak mempunyai
hubungan yang signifikan dengan keuntungan.
2. Purwantoro (2007)
Meneliti mengenai Hubungan Penghimpunan Dana Nasabah,
Penyaluran Dana Pinjaman serta Perolehan Pendapatan Bank Syariah
Mandiri Jakarta.
Permasalahan yang diangkat apakah penghimpunan dana
nasabah, penyaluran dana pinjaman serta perolehan pendapatan dari
jasa yang lain mempunyai hubungan terhadap pendapatan Bank
Syariah Mandiri?
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwantoro menyatakan
bahwa penyaluran dana pinjaman mempunyai hubungan positiv yang
signifikan dengan penerimaan pendapatan. Hal ini bertolak belakang
dengan variable perolehan pendapatan dari jasa yang lain yang tidak
mempunyai hubungan signifikan dengan penerimaan pendapatan.
3. Muhammad (2006)
Meneliti mengenai Atribut Proyek dan Mudharib dalam
Pembiayaan Mudharabah pada Bank Syariah di Indonesia.
Permasalahan yang diangkat, atribut (aspek - aspek) proyek apa
yang dipertimbangkan oleh shahibul mal dalam melakukan kontrak
pembiayaan mudharabah di bank syariah?
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad menyatakan
bahwa aspek – aspek yang dipertimbangkan dalam menyalurkan dana
atas suatu proyek dalam bentuk mudharabah adalah (1) biaya
pemantauan proyek; (2) tingkat kesehatan usaha; (3) usaha terus
berkembang; (4) kepastian pembayaran hasil; (5) jaminan proyek dan
tingkat returnnya; (6) tingkat risiko proyek dan sistem informasi
4. Oemar Haziem (2003)
Meneliti mengenai Kendala – Kendala Seputar Eksistensi
Perbankan Syariah di Indonesia.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah kendala apa saja yang
dihadapi oleh bank syariah di Indonesia dalam perkembangannya?
Hasil penelitian menyatakan bahwa kendala – kendala yang
mempengaruhi eksistensi bank syariah di Indonesia adalah kendala
fiqh (perbedaan pandangan mengenai bunga), masalah hukum yang
belum kuat, rendahnya sosialisasi bank syariah, serta kendala –
kendala operasional (keterbatasan jaringan syariah dan kurangnya
sumber daya manusia).
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Telaah Umum Bank Syariah
Bank Syariah atau Bank Islam adalah bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip – prinsip syariah islam. Bank syariah ini tata cara
beroperasinya mengacu pada ketentuan – ketentuan Al-Quran dan Hadist.
Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip – prinsip syariah islam
maksudnya adalah bank yang dalam seluruh kegiatan operasinya
dilakukan sesuai dengan syariah islam khususnya menyangkut tata cara
bermuamalat.
Tata cara bermuamalat itu dijauhi praktik – praktik yang
kegiatan – kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan
perdagangan atau praktik – praktik usaha yang dilakukan di zaman
Rasulullah ( Edy Wibowo dan Untung, 2005:33 ).
Perkembangan masyarakat yang semakin sadar akan Islam
sebagai agama yang mengatur kehidupan masyarakat secara komprehensif
dan universal, berhubungan juga pada sektor perbankan. Dengan semakin
merebaknya bisnis perbankan syariah, umat Islam di berbagai negara telah
berusaha untuk mendirikannya ( Antonio, 2002:55 ).
Pasal 66 UU No. 10 tahun 1998 membolehkan bank umum yang
melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan
usaha dengan berdasarkan prinsip syariah melalui :
a. Pendirian kantor cabang atau di bawah kantor cabang baru, atau
b. Pengubahan kantor cabang atau di bawah kantor cabang yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah ( Antonio,
2004:21 ).
Akomodasi peraturan perundang – undangan Indonesia terhadap
ruang gerak perbankan syariah ( Edy Wibowo dan Untung, 2005:35 )
terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan berikut :
1. Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang
2. Undang – undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Sentral. Undang –
Undang ini memberi peluang bagi BI untuk menerapkan kebijakan
moneter berdasarkan prinsip – prinsip syariah.
3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Umum dan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Kedua peraturan perundang –
undangan ini mengatur kelembagaan bank syariah yang meliputi
pengaturan tata cara pendirian, kepemilikan, kepengurusan dan
kegiatan usaha bank.
Karakteristik perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat
melalui beberapa hal, yaitu : (1) sistem keuangan dan perbankan yang
dianut, (2) aliran pemikiran atau mazhab dan pandangan yang dianut oleh
negara atau mayoritas muslimnya, (3) kedudukan bank syariah dalam
undang – undang, dan (4) pendekatan pengembangan perbankan syariah
dan produknya yang dipilih ( Ascarya, 2007:204 ).
Menurut Muhammad (2002) ”Dalam sistem perbankan syariah
dimana bank syariah menjadi manajer investasi, wakil atau pemegang
amanat dari pemilik dana atas investasi di sektor riil”. Sekalipun sistem
operasi kedua jenis bank itu pada dasarnya sama, namun jelas keduanya
berbeda. Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional dapat
Tabel 2.1 : Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah Bank Konvensional
Landasan Operasional
Berdasarkan prinsip syariah Islam
Bunga dalam berbagai
bentuknya dilarang
Menggunakan prinsip bagi hasil atas transaksi riil
Bebas nilai (berdasarkan prinsip materialitas)
Bunga sebagai instrumen
imbalan terhadap pemilik uang yang diterapkan di muka
Fungsi dan Peran
Hubungan dengan nasabah
adalah hubungan kemitraan (investor timbal balik pengelola investasi)
Pengelola dana kebijakan, ZIS (fungsi opsional)
Penghimpunan dana masyarakat dan memberikan pinjaman kredir dengan unsur bunga
Hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan debitur-kreditur
Tujuan Usaha Profit adalah falah oriented (mencari kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat)
Profit oriented
Risiko Usaha Dihadapi bersama antara bank dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran
Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait langsung dengan bank
Sistem Pengawasan Penghimpunan dan penyaluran dana
harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
Tidak terdapat dewan sejenis dan aspek moralitas sering kali terlanggar karena tidak adnya nilai-nilai religius yang mendasari operasional
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio (2004:34)
Prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar
beroperasinya bank Islam, hal yang paling menonjol adalah tidak
mengenal konsep bunga dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk
tujuan komersial, Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi
kemitraan/kerjasama dengan prinsip bagi hasil, sedangkan peminjaman
apapun, sehingga terdapat istilah bunga dan bagi hasil. Perbedaan bagi
hasil dan bunga dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.2 : Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil
Bagi Hasil Bunga
Penentuan nisbah bagi hasil dibuat saat akad dengan pedoman untung rugi
Penentuan bunga di awal waktu dengan selalu untung
Besarnya bagi hasil berdasarkan jumlah untung dan rugi yang diperoleh
Besarnya presentase untung berdasarkan modal yang dipinjamkan
Bagi hasil bergantung pada keuntungan atau kerugian usaha yang dijalankan
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan lainnya
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai peningkatan jumlah pendapatan
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat
Sumber : Triyuwono (2001:43)
Penentuan besarnya hasil usaha pada sistem bunga telah ditentukan
sebelumnya, sedangkan pada sistem bagi hasil ditentukan sesudah
berusaha. Karena hasil investasi di masa yang akan datang akan
dihubungani banyak faktor, baik faktor yang dapat diprediksikan maupun
tidak. Faktor yang dapat diprediksikan atau dihitung sebelumnya adalah
berapa banyaknya modal, nisbah yang disepakati. Sementara faktor
efeknya tidak dapat dihitung secara pasti adalah usaha (return).
Penerapan sistem bunga jika terjadi kerugian akan ditanggung
oleh nasabah saja sedangkan dalam sistem bagi hasil kerugian akan
ditanggung kedua belah pihak baik bank maupun nasabah. Hal ini sesuai
dengan prinsip bank Islam yaitu menjalin kemitraan dengan nasabah.
Persoalan bunga bank yang disebut sebagai riba bertentangan
æóãóÇ ÂÊóíúÊõãú ãöäú ÑöÈðÇ áöíóÑúÈõæó Ýöí
ÃóãúæóÇáö ÇáäøóÇÓö ÝóáÇ íóÑúÈõæ ÚöäúÏó
Çááøóåö æóãóÇ ÂÊóíúÊõãú ãöäú ÒóßóÇÉò
ÊõÑöíÏõæäó æóÌúåó Çááøóåö ÝóÃõæáóÆößó åõãõ
ÇáúãõÖúÚöÝõæäó (
٩
)
Wanaa aataitum min ribal liyarbuu fi amwaalin naasi falaa yarbuu ’indallaahi wamaa aataitum min zakaatin turiiduuna wajhallahi fa’uulaa’ika humul mudz’ifuuna.
Artinya :
”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Ar-Ruum : 39)
æóÃóÎúÐöåöãõ ÇáÑöøÈóÇ æóÞóÏú äõåõæÇ Úóäúåõ
æóÃóßúáöåöãú ÃóãúæóÇáó ÇáäøóÇÓö ÈöÇáúÈóÇØöáö
æóÃóÚúÊóÏúäóÇ áöáúßóÇÝöÑöíäó ãöäúåõãú ÚóÐóÇÈðÇ
ÃóáöíãðÇ (
)
Wa akhdzihimur ribaa wa qadnuhuu ’anhu wa aklihim amwaalan naasi bilbaathili wa a’tadnaa lilkaafiriina minhum ’adzaaban aliiman.
” ... dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan
untuk orang – orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.”
Tafsiran ayat – ayat tersebut menunjukkan bahwa riba masih
merupakan indikasi bukan keharusan. Namun tetap menolak bahwa riba
seolah – olah dapat menolong mereka yang membutuhkan merupakan
perbuatan yang diridhai Allah. Isi ayat tersebut sangat mencela riba dan
menggolongkan mereka memakan riba sama dengan orang yang mencuri
harta orang lain dan Allah mengancam pelaku tersebut dengan siksa yang
pedih. Allah membenci dan melarang riba dan menghalalkan sedekah (
Muhammad, dkk, 2002 ).
2.2.2 Pembinaan dan Pengawasan Bank Syariah
Menurut Antonio, (2004:118) dalam Pasal 29 ayat (1) UU No. 7
Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 ditetapkan bahwa Pembinaan dan
Pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Kemudian pada ayat (2)
berbunyi :
”Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan, modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lainnya yang berhubungan dengan
usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
Pasal 30 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 menentukan landasan
hukum kewajiban bank untuk menyampaikan laporan dan penjelasan
mengenai usahanya yaitu : ”Bank wajib menyampaikan kepada Bank
Indonesia, segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut
tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Sedangkan dalam ayat (2) dan (3) berbunyi antara lain sebagai
berikut :
(2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan
bagi pemeriksaan buku – buku dan berkas – berkas yang ada padanya.
(3) Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan
sebagaimana dalam ayat (1) dan (2) tidak diumumkan dan bersifat
rahasia.
Pengaturan mengenai pengawasan Bank Indonesia pada Bank
Syariah sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tersebut terkait
dengan tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang – Undang No.
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Hal ini tampak dalam bunyi
ketentuan pasal 8 Undang – Undang tersebut berbunyi : ”Untuk mencapai
tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai
tugas sebagai berikut : a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan c)
Untuk menjaga kegitan bank syariah ( Antonio, 2004:70 ) agar
senantiasa berjalan sesuai dengan nilai – nilai syariah, maka diperlukan
suatu badan Independen yang terdiri dari para pakar syariah muamalah
yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang perbankan. Dewan
Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu fungsi dalam organisasi bank
syariah yang secara internal merupakan badan pengawas syariah, dan
secara eksternal dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan
masyarakat.
Fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam organisasi bank syariah
adalah sebagai berikut :
1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan kantor
cabang syariah mengenai hal – hal yang terkait dengan aspek syariah.
2. Sebagai mediator antara bank dan Dewan Syariah Nasional (DSN)
dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan
jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah
Nasional.
3. Sebagai perwakilan Dewan Syariah Nasional yang ditempatkan pada
bank. Kewajiban melapor pada Dewan Syariah Nasional, sekurang –
kurangnya satu kali dalam setahun.
4. Menyampaikan hasil laporan keuangan kepada Dewan Syariah
Nasional.
Menurut Heri Sudarsono (2004:69), Mudharabah berasal dari
kata adhdharbu fil ardhi, yaitu berpergian untuk urusan dagang. Disebut juga Qiradh yang berasal dari kata Al-Qardhu yang berarti al-qarth’u (potongan), karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan.
Menurut PSAK No. 59, Mudharabah adalah akad kerja sama
usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Keuntungan usaha
secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, apabila rugi ditanggung oleh pemilik dana selama kerugian itu
bukan akibat kelalaian pengelola dana. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola dana, maka
pengelola tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Pembiayaan mudharabah terdiri dari dua jenis, yakni
mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya (
Muhammad, 2005:208 ).
Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik
dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara
dan objek investasi, sebagai contoh, pengelola dana dapat diperintahkan
untuk tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya, tidak
penjamin, atau tanpa jaminan atau pula mengharuskan pengelola dana
untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga ( PSAK No.
59:2 ).
Ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia No.07/DSN-MUI/IV/2000, tentang Pembiayaan Mudharabah
adalah sebagai berikut :
1. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
(LKS (Lembaga Keuangan Syariah) dengan pengusaha).
2. Mudharabah boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah
disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah dan LKS tidak ikut
serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak
untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
3. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk
tunai dan bukan piutang.
4. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,
namun agar mudharib tdak melakukan penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya
dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal – hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
Rukun dan syarat pembiayaan mudharabah sesuai Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.07/DSN-MUI/IV/2000
1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatalan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal – hal berikut :
a. Penawaran dan permintaan harus menunjukkan tujuan kontrak
(akad)
b. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat akad
c. Akad dituangkan secara tertulis dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia
dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut :
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya
b. Modal tidak berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada
mudharib, baik secara bertahap maupun tidak sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai
kelebihan dari modal.
Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi :
a. Harus diperuntukkan kepada kedua pihak dan tidak boleh
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui
dan dinyatakan pada waktu kontrak (akad) dan harus dalam bentuk
nisbah dari keuntungan yang sesuai kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal – hal berikut: Kegiatan usaha adalah hak eksklusif
mudharib tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai
hak untuk melakukan pengawasan :
a. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan
mudharabah, yaitu keuntungan.
b. Pengelola tidak boleh menyalai hukum syariah islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah.
Skema Pembiayaan Mudharabah
Perjanjian Bagi Hasil
Keahlian/
ketrampilan Modal 100%
Nisbah X % Nisbah Y %
Pengambilan
modal pokok
Gambar 2.1
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio, 2004, hal 98
Gambar diatas dapat dijelaskan bahwa bank dan nasabah
bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu proyek usaha dengan perjanjian
bagi hasil, kemudian perjanjian bagi hasil dijalankan dengan nasabah
menyumbangkan keahlian/ketrampilan, sementara bank menyediakan
modalnya. Setelah usaha berjalan, maka ada pembagian keuntungan antara
nasabah dan bank dimana besarnya telah disepakati pada awal kontrak,
karena bank yang mengeluarkan modal maka modal tersebut akan kembali
pada bank sebagai pengambilan modal pokok setelah proyek usaha Nasabah
(Mudharib)
Bank (Shahibul Maal)
Proyek / Usaha
Pembagian Keuntungan
berjalan. Landasan syariahnya terdapat dalam Quran surat
Al-Muzzamil 20 :
æóÂÎóÑõæäó íóÖúÑöÈõæäó Ýöí ÇáÃÑúÖö íóÈúÊóÛõæäó
ãöäú ÝóÖúáö Çááøóåö.... (
)
Wa aakhoruuna yadhribuuna fi alardhi yabtaghuuna min fadhlillahi
Artinya :
”... dan jika dari orang – orang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT... ”. (Qs Al-Muzzamil : 20)
Menurut Muhammad (2002:76), mengemukakan empat fungsi
pengusaha/pelaksana dalam akad mudharabah, antara lain :
1. Mudharib : Pengelola dana, melakukan dhorb, yakni perjalanan dan pengelolaan usaha. Dhorb ini dapat dianggap sebagai saham penyertanya.
2. Pemegang Amanah : Mudharib menjaga dan mengusahakannya
dalam investasi dan mengembalikannya sesuai
dengan akad dan kesempatan bersama.
3. Waki : Mewakili Shahibul Maal untuk melakukan
kegiatan usaha.
4. Syarik : Sebagai partner penyerta yang berhak menerima
keuntungan dengan yang telah disepakati
bersama.
Untuk mengurangi timbulnya perselisihan terutama atas biaya –
pendapatan/hasil bruto, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
keuntungan/hasil netto yang dibagi hasilkan, dengan catatan bahwa biaya
– biaya yang dapat menimbulkan keraguan tentang keabsahannya seperti
transportasi mudharib, uang makan atau lelah, uang saku dan semacamnya
tidak perlu dimasukkan untuk mengurangi pendapatan bruto tersebut (
Muhammad, 2002:77 ).
2.2.4 Pengertian Risiko
Risiko menurut Riyanto (1995:156) adalah sejumlah
kemungkinan hasil yang diketahui, atau kemungkinan terjadinya suatu
peristiwa diantara kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi, dengan
demikian, maka risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai probabilitas
tidak dicapainya suatu tingkat keuntungan yang diharapkan atau
kemungkinan pengembalian yang diterima menyimpang dari yang
diharapkan.
Menurut Woorkbook level 1 Global Association of Risk
Professionals-Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (2005:A4) risiko
didefinisikan sebagai ”Change of bad outcome”. Maksudnya risiko yaitu
suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang
dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola
semestinya.
Risiko kredit menurut H. Mahsyud Ali (2006:199) adalah risiko
jatuh tempo penerima kredit telah gagal memenuhi kewajiban – kewajiban
kepada bank, singkat kata, credit risk adalah risiko kerugian bagi bank karena debitur tidak melunasi kembali pokok pinjamannya.
Kemampuan pengelolaan risiko semakin disadari sebagai salah
satu key success factor kelangsungan usaha suatu institusi keuangan, sejalan dengan meningkatnya tantangan usaha yang dipicu proses
globalisasi yang meningkatkan saling ketergantungan antara sektor
keuangan suatu negara dengan negara lainnya, ketatnya persaingan usaha
dan kemajuan teknologi informasi yang mendorong semakin variatif dan
kompleksnya produk keuangan. Jenis risiko bank syariah menurut Risk
Management Guide IFSB (2004): Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko
Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Reputasi sebagaimana bank
konvensional.
Risiko dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah berupa risiko
kredit yakni kerugian yang diakibatkan dari penghentian mudharabah
sebelum masa akad berakhir karena nasabah menggunakan dana itu bukan
seperti yang disebut dalam kontrak (side treaming), lalai dan adanya
kesalahan yang disengaja, serta penyembunyian keuntungan oleh nasabah.
Nasabah tidak jujur maka diakui sebagai pengurangan pembiayaan
mudharabah, rugi pengelolaan yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan
mudharib dibebankan pada pengelola dana (mudharib) ( Sofyan S.
Harahap. Wiroso dan Muhammad Yusuf, 2005: 316 ).
2.2.5 Pengertian Eksistensi
Eksistensi menurut Poerwadarmita (1982) adalah adanya
kehidupan. Eksistensi juga merupakan keberadaan, yang dalam hal ini
adalah kehadiran bank syariah di lingkungan masyarakat, terutama
masyarakat muslim ( Muhammad Yusuf, 2005:316 ).
Eksistensi bank syariah, manfaatnya tidak hanya dapat dinikmati
oleh umat Islam saja, lebih dari itu, sejak awal kelahirannya, bank syariah
diformulasikan untuk memberikan rahmat bagi siapa saja yang ingin
melakukan transaksi dengan bank syariah. Baik itu, umat Islam sendiri
ataupun umat di luar Islam, oleh karena itu, tidak ada halangan bagi umat
lain, non muslim, untuk bertransaksi dengan bank syariah, tidak salah jika
ada yang mengungkapkan bahwa, “Bank syariah untuk semua“, bagi
semua pihak yang telah merasakan ’manisnya madu’ bank syariah, akan
berfikir ulang jika ingin ’meninggalkan’ bank syariah, dari sisi
keuntungan, bank syariah tidak kalah menariknya dibanding dengan bank
konvensional ( Fatiaali, 2008 ).
Eksistensi bank syariah di Indonesia merupakan sesuatu yang
fenomenal, hal ini terlihat dengan adanya satu Direktorat di Bank
Indonesia yang khususnya mengatur perbankan syariah. Sebuah gambaran
kemajuan yang pesat bagi pengembangan dunia perbankan syariah di
Indonesia. Data di Bank Indonesia sampai Desember 2009 menyebutkan
baik kantor yang berasal dari Bank Umum Syariah, Bank Konvensional
yang membuka Unit Usaha Syariah atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Eksistensi bank syariah dapat dilihat melalui jumlah pendapatan
bagi hasil (Profit Sharing). Pendapatan menurut Soemarso (2003:230)
merupakan peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
konstribusi penanaman modal. Pendapatan bagi hasil menurut Kamus
Istilah Akuntansi Syariah (2005) merupakan penerimaan laba yang
diperolah dari pengelolaan dana mudharabah dan musyarakah. Sesuai
dengan akad – akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, maka hasil
penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan lembaga
keuangan syariah, hal ini dikatakan sebagai sumber – sumber pendapatan
lembaga keuangan syariah dapat diperoleh dari :
1. Bagi hasil atau kontrak mudharabah atau kontrak musyarakah
2. Keuntungan atas kontrak jual – beli (al bai)
3. Hasil sewa atas kontrak ijarah wa iqtina
2.2.6 Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 105
Pedoman ini menurut Muhammad ( 2005:198 ) bertujuan untuk
mengatur perlakuan akuntansi (karakteristik, pengakuan, pengukuran,
aktivitas bank Syariah dan beberapa hal penting dalam pernyataan ini
meliputi :
1. Pernyataan ini ditetapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan
rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang
beroperasi di Indonesia.
2. Hal – hal umum yang tidak diatur dalam pernyataan ini mengacu pada
standar pernyataan standar akuntansi keuangan yang lain dan atau
prinsip akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
3. Usaha bank banyak dipengaruhi ketentuan peraturan perundang –
undangan yang dapat berbeda dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum.
4. Pengukuran investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar
jumlah yang dibayarkan dan dalam bentuk aset non kas diukur sebesar
nilai wajar pada saat pembayaran.
5. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
non kas kepada pengelola dana.
6. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan
keuangan sebesar nilai tercatat, dan pengelola dana menyajikan
transaksi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai
tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah. Bagi hasil dana syirkah
pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di
kewajiban.
7. Pemilik dana mengungkapkan hal – hal terkait transaksi mudharabah
tetapi tidak terbatas pada rincian jumlah investasi mudharabah,
penyisian kerugian investasi dan isi kesepakatan utama usaha
mudharabah. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam
laporan keuangan dana syirkah temporer dari pemilik dana sebesar
nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah, serta bagi hasil yang
sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana
disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di kewajiban.
2.2.7 Teori yang Mendasari Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah
Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri
Perkembangan perbankan syariah dapat dilihat salah satunya dari
pelaksanaan pembiayaan mudharabah yang merupakan produk utama dan
andalan bagi lembaga keuangan dan perbankan Islam. Produk tersebut
mempunyai peran strategis, karena merupakan alternatif dari bank
konvensional (bank dengan bunga) untuk tujuan investasi.
Teori yang mendasari pelaksanaan pembiayaan mudharabah pada
bank syariah adalah teori Elastisitas oleh Cantillon (1767) : ”Uang bisa
bertambah pada waktu terjadi kenaikan kegiatan ekonomi dan juga
berkurang pada saat turunnya kegiatan ekonomi” ( Faried Wijaya dan
kegiatan ekonomi memiliki hubungan yang dominan dalam penambahan
dan pengurangan uang.
Hubungan teori Elastisitas dengan variable yang diteliti oleh
penulis adalah keberadaan atau eksistensi perbankan syariah tergantung
oleh penerimaan keuntungan yang diterima bank pada saat kenaikan
kegiatan ekonomi yang salah satunya berupa peningkatan pelaksanaan
penyaluran pembiayaan, khususnya mudharabah oleh bank kepada
nasabah, begitu pula sebaliknya apabila tingkat pelaksanaan pembiayaan
semakin rendah maka akan mempengaruhi perkembangan eksistensi
perbankan syariah di Indonesia.
2.2.8 Teori yang Mendasari Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah
terhadap Eksistensi Bank Syariah Mandiri
Pelaksanaan pembiayaan mudharabah, teori yang mendasari
risiko berhubungan dengan eksistensi perbankan syariah adalah teori
permintaan yang dikemukakan oleh Samuelson (1988) dengan menyatakan
bahwa jika harga naik maka jumlah output yang diminta akan turun,
demikian sebaliknya jika harga turun maka jumlah output yang diminta
akan naik ( Suherman Rosyidi : 1998 ).
Teori tersebut menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan tingkat
harga dalam suatu produk yang ditawarkan oleh perusahaan maka jumlah
output yang diminta akan turun, demikian sebaliknya jika terjadi
Kenaikan tingkat harga disebabkan adanya peningkatan harga
bahan baku suatu produk, kebanyakan perusahaan menginginkan produk
yang diciptakan berkualitas bagus tetapi konsekuensinya perusahaan harus
meningkatkan harga suatu produk sehingga terjadi penurunan output yang
diminta oleh konsumen, demikian sebaliknya, jika perusahaan mampu
menciptakan suatu produk dengan harga yang murah dan kualitas bagus
maka jumlah output yang diminta konsumen akan meningkat.
Teori ini dihubungkan dengan variable penelitian dapat
disimpulkan, adanya hubungan yang erat antara teori permintaan dengan
risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah berupa risiko kredit yaitu :
semakin besar risiko kredit yang diterima oleh bank maka semakin
menurun pelaksanaan pembiayaan mudharabah yang dilakukan. Ini
dikarenakan bank masih bersikap hati-hati dan tidak berani untuk
mengambil risiko apabila pembiayaan mudharabah dilaksanakan. Hal
tersebut disebabkan nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya sebelum
akad mudharabah berakhir.
Adanya penurunan pelaksanaan pembiayaan tersebut dapat
mempengaruhi eksistensi perbankan syariah yang semakin menurun
karena nasabah yang ingin melakukan pembiayaan mudharabah dipersulit
oleh pihak bank yang belum sepenuhnya siap menghadapi risiko yang
ditimbulkan. Begitu pula sebaliknya, jika risiko kredit yang dimiliki
dilakukan bank dengan nasabah semakin tinggi dan akan meningkatkan
eksistensi perbankan syariah di Indonesia.
2.3 Kerangka Pikiran
Pada hakekatnya kerangka pemikiran ini merupakan upaya untuk
mencoba menjawab secara ringkas permasalahan yang telah
diidentifikasikan secara rasional melalui alur pikiran yang didasarkan pada
kerangka logis.
Secara tidak langsung yang dimaksud dengan kerangka
pemikiran sebenarnya telah dideskripsikan atau terdapat dalam bahasan
landasan teori, jadi sumber kerangka pemikiran adalah bahasan landasan
teori yang dihubungkan dengan variable penelitian dalam upaya
memecahkan masalah.
Kerangka pikir yang digambarkan dalam penelitian ini adalah:
Diagram Kerangka Pikir
Korelasi Pearson
Gambar 2.2
X1
X2
Keterangan :
Y = Eksistensi Bank Syariah Mandiri
X1 = Pelaksanaan pembiayaan mudharabah
X2 = Risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan, penelitian terdahulu, teori elastisitas
oleh Cantilon, teori permintaan uang, maka dalam penelitian ini dapat
ditarik suatu hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan
pembiayaan mudharabah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri.
2. Diduga bahwa risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1 Definisi Operasional
Dalam penelitian yang berjudul ”Hubungan Pelaksanaan Pembiayaan (Bagi Hasil) Mudharabah beserta risikonya terhadap Eksistensi Bank Syariah Mandiri” mempunyai definisi operasional sebagai berikut :
a. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X1)
Adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di anatara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana (PSAK No. 105:1).
b. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X2)
Risiko yang terjadi pada pelaksanaan pembiayaan mudharabah berupa risiko kredit, yakni nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan bersama saat masa akad belum selesai. Semakin berani bank syariah mengambil risiko, maka semakin tinggi pula pelaksanaan pembiayaan mudharabah ( Arifin, 2002:357 ).
c. Eksistensi Bank Syariah (Y)
Merupakan keberadaan perbankan syariah Mandiri dalam melayani nasabah untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariah islam khususnya pelaksanaan pembiayaan mudharabah ( Muhammad Yusuf, 2005:316 ).
3.1.2 Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini pengukuran variabel dilakukan dengan melihat data hasil laporan pembiayaan mudharabah Bank Syariah Mandiri dari tahun 2005 – 2009 dengan menggunakan skala pengukuran data bentuk rasio. Skala data ini umumnya adalah merupakan nilai variabel data yang kontinyu dan mempunyai nol mutlak artinya pada posisi 0 setiap pengukuran, angka 0 tersebut tetap mempunyai arti dan dapat diperbandingkan (Husein Umar, 2002:86). Berikut pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian :
a. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X1)
Untuk mengukur pelaksanaan pembiayaan mudharabah tahun 2005 – 2009, peneliti menggunakan data yang berasal dari Laporan Keuangan Neraca bagian aktiva Bank Syariah Mandiri, yakni jumlah pembiayaan mudharabah setelah adanya pengurangan penyisihan kerugian (dalam rupiah).
Jumlah Pembiayaan Mudharabah Bersih (2005-2009) = Pembiayaan Mudharabah – Penyisihan Kerugian
Sumber : Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri b. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X2)
Untuk mengukur risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah tahun 2005 – 2009, peneliti menggunakan data yang berasal dari Catatan atas Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri, tepatnya pada jumlah pembiayaan mudharabah yang bermasalah (Non Performing Financing) (dalam prosentase).
c. Eksistensi Bank Syariah Mandiri (Y)
Pengukuran eksistensi Bank Syariah Mandiri tahun 2005 – 2009 peneliti menggunakan data yang berasal dari Laporan Laba Rugi Bank Syariah Mandiri. Peneliti mengukur eksistensi dengan melihat jumlah pendapatan bagi hasil (profit sharing) yang diperoleh dari kontrak mudharabah yang dilakukan, bagi hasil antara pemilik modal (Shahibul Maal) dengan pengelola (mudharib) harus disepakati di awal perjanjian (dalam rupiah).
Besarnya nisbah bagi hasil masing-masing pihak tidak diatur dalam syariah, tetapi tergantung dengan kesepakatan mereka.
pendapatan bagi hasil, dari jumlah tersebut dapat dilihat seberapa jauh bank syariah dikenal oleh masyarakat, khususnya nasabah yang melakukan pembiayaan mudharabah. Semakin besar pendapatan bagi hasil yang diperoleh bank syariah maka semakin tinggi tingkat eksistensinya.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi merupakan kelompok subyek atau obyek yang memiliki ciri atau karakteristik – karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subyek atau obyek yang lain, dan kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian ( Soemarsono, 2002:44 ).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan Neraca, Laba Rugi dan Laporan Pembiayaan Mudharabah dalam Catatan atas Laporan Keuangan dari tahun 2002 – 2009 pada Bank Syariah Mandiri.
3.2.2 Sampel
yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul – betul representatif (mewakili).
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probabilitas dengan sampling purposive, yakni teknik penentuan dengan pertimbangan tertentu ( Sugiyono, 2007:78 ). Pertimbangan tersebut diartikan bahwa untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaan pembiayaan mudharabah serta risiko yang ditimbulkan, maka yang digunakan oleh peneliti sebagai sampel sumber data adalah :
Laporan Keuangan Neraca, Laba Rugi dan Catatan atas Laporan Keuangan, tepatnya pada jumlah pembiayaan mudharabah, pendapatan bagi hasil (profit sharing) serta jumlah kegiatan (non performing financing) dari pembiayaan mudharabah yang macet atau tidak dapat tertagih lagi pada tahun 2005 sampai tahun 2009.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah sumber data sekunder mengenai jumlah pembiayaan mudharabah dan kerugian yang terjadi selama tahun 2005 sampai tahun 2009 dalam Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri.
3.3.2 Sumber Data
Data penelitian diperoleh dari Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri tahun 2005 hingga tahun 2009 yang diambil melalui situs www.syariahmandiri.com .
3.3.3 Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan browsing data Bank Syariah Mandiri yang sebagai obyek penelitian melalui media internet.
3.4 Uji Kualitas Data
3.4.1 Uji Normalitas
adalah metode Kolmogorov Smirnov. Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) lebih kecil dari 5%, maka distribusi adalah tidak normal. Namun jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) lebih dari 5% maka distribusinya adalah normal (Soemarsono, 2002:40)
3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.5.1 Teknik Analisis Korelasi Product Moment
Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi/hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel.
Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen.
Ada perbedaan mendasar antara korelasi dan kausalitas. Jika kedua variabel dikatakan berkorelasi, maka kita tergoda untuk mengatakan bahwa variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain atau dengan kata lain terdapat hubungan kausalitas. Kenyataannya belum tentu. Hubungan kausalitas terjadi jika variabel X mempengaruhi Y. Jika kedua variabel diperlakukan secara simetris (nilai pengukuran tetap sama seandainya peranan variabel-variabel tersebut ditukar) maka meski kedua variabel berkorelasi tidak dapat dikatakan mempunyai hubungan kausalitas. Dengan demikian, jika terdapat dua variabel yang berkorelasi, tidak harus terdapat hubungan kausalitas.
diteliti, misalnya model recursive, dimana X mempengaruhi Y atau non-recursive, misalnya X mempengaruhi Y dan Y mempengaruhi X.
(http://www.jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.htm)
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Korelasi Product Moment, yakni analisis korelasi yang berguna untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain. Jadi, tidak mempersoalkan apakah variabel tertentu tergantung kepada variabel lain. Simbol dari besaran korelasi adalah r yang disebut koefisien korelasi sedangkan simbol parameternya (rho) (Husein Umar, 2002:259 ).
Menurut Umar ( 2002:259 ), nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai +1, yang kriteria pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut :
1. Nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positiv, yaitu makin besar nilai variabel X (independen), maka makin besar pula nilai variabel Y (dependen) atau makin kecil nilai variabel X maka makin kecil pula nilai variabel Y.
2. Nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negativ, yaitu makin kecil nilai variabel X , maka makin besar nilai variabel Y atau makin besar nilai variabel X maka makin kecil pula nilai variabel Y. 3. Nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X
4. Nilai r =1 atau r = -1, artinya telah terjadi hubungan linier sempurna, berupa garis lurus, sedangkan untuk nilai r yang makin mengarah ke angka 0 (nol) maka garis makin tidak lurus.
Adapun rumus Korelasi Pearson adalah sebagai berikut :
r =
(Sugiyanto, 2004 : 177) Dimana :
i = 1, 2
r = Koefisien Korelasi Pearson Y = Eksistensi perbankan syariah Xi = Variabel X1 dan X2
X1 = Pelaksanaan pembiayaan mudharabah
X2 = Risiko
n = Banyaknya data
3.5.2 Uji Hipotesis
Untuk pengkajian hipotesis penelitian hubungan antara variabel X dengan Y, maka digunakan uji t student dengan prosedur sebagai berikut :
b. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikan 0,01 dengan derajat bebas [n-2] dimana n – jumlah observasi.
c. Kriteria pengujian :
- Jika angka signifikansi hasil riset < 0,05, maka H0 ditolak yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara X dan Y - Jika angka signifikansi hasil riset > 0,05, maka H0 diterima
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1. Sejarah Bank Syariah Mandiri
Nilai-nilai perusahaan yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan integritas telah tertanam kuat pada segenap insan Bank Syariah Mandiri (BSM) sejak awal pendiriannya. Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.