• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI KAJIAN ISU HAK ASASI MANUSIA (HAM) PADA PERISTIWA RAWAGEDE : Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI KAJIAN ISU HAK ASASI MANUSIA (HAM) PADA PERISTIWA RAWAGEDE : Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah dan Pertayaan Penelitian ... 9

C. Verifikasi atau Klarifikasi Konsep ... 10

D. Paradigma Penelitian ... 14

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Berpikir Kritis 1. Pengertian Berpikir Kritis ... 16

2. Atribut Berpikir Kritis ... 20

3. Berpikir Kritis Perlu Dipelajari ... 24

B. Hak Asasi Manusia (HAM) 1. Pengertian Hak Asasi Manusia ... 26

2. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia ... 27

C. Peristiwa Rawagede ... 37

D. Pelanggaraan HAM pada Peristiwa Rawagede ... 40

E. Gugatan Korban Peristiwa Rawagede ... 44

F. Pembelajaran Sejarah Berbasis Isu HAM ... 45

G. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa melalui Kajian Hak Asasi Manusia pada Peristiwa Rawagede 1. Konsep Teori yang digunakan ... 50

2. Strategi Pembelajaran yang digunakan ... 68

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 76

B. Hipotesis Tindakan... 78

C. Subjek, Guru Mitra, dan Lokasi Penelitian 1. Subjek Penelitian ... 79

2. Guru Mitra ... 81

3. Lokasi Penelitian ... 82

(2)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

5. Lama Tindakan... 84

6. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 85

D. Prosedur Penelitian... 86

1. Rencana Tindakan ... 86

2. Pelaksanaan Tindakan ... 87

3. Observasi ... 88

4. Refleksi ... 89

E. Analisis, Validasi dan Interpretasi Data 1. Teknik Pengumpulan Data ... 91

2. Teknik Analisis Data ...102

3. Validasi Data ...105

4. Interpretasi Data ...110

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Awal Proses Pembelajaran ...112

B. Analisis dan Refleksi Awal Pembelajaran ...118

C. Perencanaan Pelaksanaan Siklus dan Tindakan ...119

D. Sosialisasi Pembelajaran Isu Hak Asasi Manusia pada Peristiwa Rawagede ...121

E. Deskripsi Pelaksanaan Siklus dan Tindakan Pembalajaran ...122

1. Pelaksanaan Siklus I ...122

a. Perencanaan Tndakan ke-1 ...121

b. Pelaksanaan Tindakan ke-1 ...123

c. Analisis dan Refleksi Tindakan ke-1 ...132

d. Perencanaan Tindakan ke-2 ...135

e. Pelaksanaan Tindakan ke-2 ...136

f. Analisis dan Refleksi Tindakan ke-2 ...148

2. Pelaksanaan Siklus II a. Perencanaan Tndakan ke-3 ...150

b. Pelaksanaan Tindakan ke-3 ...150

c. Analisis dan Refleksi Tindakan ke-3 ...157

d. Perencanaan Tindakan ke-4 ...158

e. Pelaksanaan Tindakan ke-4 ...159

f. Analisis dan Refleksi Tindakan ke-4 ...169

g. Perencanaan Tindakan ke-5 ...170

h. Pelaksanaan Tindakan ke-5 ...170

i. Analisis dan Refleksi Tindakan ke-5 ...174

3. Pelaksanaan Siklus III a. Perecanaan Tindakan ke-6 ...175

b. Pelaksanaan Tindakan ke-6 ...176

(3)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

d. Perencanaan Tindakan ke-7 ...189

e. Pelaksanaan Tindakan ke-7 ...190

f. Analisis dan Refleksi Tindakan ke-7 ...202

F. Aanalisis Data Temuan Hasil Pelaksanaan Tindakan dengan Pendekatan Hak Asasi Manusia pada Peristiwa Rawagede dalam Pembalajaran Sejarah 1. Analisis Orientasi Pembelajaran ... 203

2. Analisis terhadap Tindakan Pembalajaran ... 206

3. Kendala-kendala yang ditemukan dalam Pembelajaran ... 214

G. Implikasi Teoritis Pembelajaran Isu Hak Asasi Manusia pada Peristiwa Rawagede dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Sejarah... 215

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 219

B. Rekomendasi ... 220

DAFTAR PUSTAKA ... 223

LAMPIRAN ... 238

(4)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1. Analisis Atribut Berpikir Kritis Robert Harris melalui Pertanyaan

Kritis Habermas dalam Isu HAM pada Peristiwa Rawagede 63

3.1. Tahap Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 111

4.1. Instrumen Observasi Kemampuan Guru pada tindakan 1 130

4.2. Instrumen Observasi Aktivitas Siswa pada Tindakan 1 131

4.3. Instrumen Observasi Kemampuan Guru pada tindakan 2 145

4.4. Instrumen Observasi Aktivitas Siswa pada Tindakan 2 147

4.5. Instrumen Observasi Kemampuan Guru pada Tindakan 3 155

4.6. Instrumen Observasi Aktivitas Siswa pada Tindakan 3 156

4.7. Instrumen Observasi Kemampuan Guru pada Tindakan 4 167

4.8. Instrumen Observasi Aktivitas Siswa pada Tindakan 4 168

4.9. Hasil Tes Tertulis Kemampuan Analisis Siswa pada Tindakan 5 172

4.10. Instrumen Observasi Kemampuan Narasumber pada Tindakan 6 187

4.11 Instrumen Observasi Aktivitas Siswa pada Tindakan 6 188

(5)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

1.1 Paradigma Penelitian Tindakan Kelas 14

2.1 Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa 62

3.1 Siklus PTK menurut Kemmis dan Taggart 91

3.2 Fase Observasi 95

(6)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

4.1 Suasana Proses Pembelajaran dengan Penayangan Film “Cerita

Kelabu di Rawagede” ...139

4.2 Penayangan Film Metrofiles “Cerita Kelabu di Rawagede”...140

4.3 Monumen Rawagede ...180

4.4 Diorama Monumen Rawagede ...180

4.5 Suasana Pembelajaran dengan Narasumber di Monumen Rawagede ...181

4.6 Proses Tanya jawab dengan Narasumber ...181

4.7 Powerpoint Gambar-gambar tentang Tuntutan terhadap Belanda ...191

(7)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pandangan keliru mengenai pendidikan sejarah di sekolah-sekolah saat ini,

merupakan suatu kenyataan yang membuat posisi pelajaran sejarah di sekolah

kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak. Menurut Hasan (2012: 127-128)

ada beberapa anggapan keliru yang berkembang dalam masyarakat, guru, maupun

peserta didik mengenai pendidikan sejarah. Kekeliruan tersebut adalah; pertama,

materi pelajaran sejarah adalah materi yang mudah dipelajari; kedua, pelajaran

sejarah hanya berkenaan dengan kehidupan manusia di masa lampau, karena itu

mempelajari sejarah sama dengan mempelajari sesuatu yang sudah usang, lapuk,

dan tidak berkaitan dengan kehidupan sekarang dan masa yang akan datang

peserta didik; ketiga, mata pelajaran sejarah hanya untuk mengembangkan

kemampuan mengingat (kognitif tingkat pertama), mereka hanya belajar

mengingat nama tokoh, peristiwa , dan angka tahun.

Kekeliruan tersebut sebenarnya disebabkan karena kurangnya pemahaman

masyarakat, guru, maupun peserta didik mengenai hakikat pendidikan sejarah itu

sendiri. Selanjutnya Hasan menjelaskan bahwa sebenarnya objek pelajaran sejarah

terpisah jauh dari masa sekarang dan perbedaan waktu yang jauh itu menimbulkan

kesulitan tertentu. Memahami apa yang terjadi di masa lalu dalam konteks

kehidupan yang berbeda dari masa sekarang jauh lebih sulit. Terhadap kekeliruan

(8)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 2

apa yang sedang dialami masa sekarang adalah kelanjutan dan penyesuaian dari apa yang terjadi di masa lalu. Perbedaan antara masa lampau dengan masa sekarang menghendaki adanya perubahan dan penyesuaian. Oleh karena itu untuk memahami masa sekarang harus pula memahami masa lalu. Artinya, peserta didik harus berpikir dalam dimensi waktu yang berbeda. Ini adalah suatu tantangan intelektual yang lebih tinggi dibandingkan dengan harus berpikir dalam satu dimensi waktu atau bahkan tanpa menjadikan dimensi waktu sebagai faktor yang berpengaruh terhadap objek yang dipelajari.

Kekeliruan yang ketiga menunjukkan bahwa pelajaran sejarah hanya memberikan

sumbangan pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat rendah yaitu

kemampuan mengingat saja, tidak mengembangkan kemampuan kognitif yang

lebih tinggi seperti menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi,

karena tidak berkaitan dengan kehidupan masa sekarang. Dalam hal ini Hasan

menjelaskan :

Padahal belajar sejarah adalah belajar dari pengalaman masa lalu dan pengaruhnya pada masa sekarang dan masa mendatang.Bentuk pengaruhnya pada masa sekarang adalah pengaruh yang sedang dalam proses. Pengaruh pada masa yang akan datang sangat ditentukan oleh kemampuan menerapkan apa yang terjadi di masa lampau dalam kehidupan masa sekarang. Oleh karena itu adalah suatu keharusan bagi peserta didik untuk mengembangkan penyesuaian tertentu dari apa yang mereka pelajari dari masa lampau ke kehidupan masa kini dan dampaknya bagi masa datang.

Dengan demikian jelaslah bahwa sebenarnya pelajaran sejarah tidak hanya

mengembangkan aspek kemampuan mengingat saja, tetapi juga aspek aplikasi,

analisis, sintesis bahkan evaluasi.

Untuk menghadapi berbagai pandangan yang keliru tersebut, para guru

sejarah ditantang untuk mampu merubah image dan berusaha melakukan

(9)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 3 merupakan pelajaran yang sangat penting bagi para peserta didik dalam

mengembangkan berbagai kemampuan kognitifnya dan bahkan dalam

pembentukan karakter yang baik sebagai warga negara. Hal itu dapat diwujudkan

dengan kerja keras guru-guru sejarah di sekolah.

Realita yang ada saat ini adalah proses pembelajaran sejarah yang

dilaksanakan guru pada umumnya bersifat konvensional dengan mengandalkan

ceramah dan tanya jawab sebagai metode pembelajaran yang utama. Bagai suatu

tradisi yang telah mendarah daging, guru sejarah seolah tak memiliki kemampuan

untuk berubah dan berinovasi menyelenggarakan proses pembelajaran sejarah

yang lebih berdampak positif bagi para siswa dalam pengembangan kemampuan

berpikir kritisnya, partisipasi, dan emansipasinya dalam proses pembelajaran.

Proses pembelajaran masih didominasi peran guru yang sentralistik dan siswa

hanya sebagai objek yang harus menerima informasi dan menjalankan segala

perintah guru. Hal ini juga terjadi pada umumnya di dunia pendidikan secara luas.

Paulo Freire seperti yang dikutip oleh Kneller (Supriatna, 2007: 4) menjelaskan :

... an act of depositing in which the students are the depositories and the teacher is the depositor. Instead of communicating, the teacher issue communiques and „makes deposits‟ which the students patiently recieve, memorize, and repeat. This is the „banking‟ concepts of education, inwhich the scope of action allow to the students extends only as far as receiving, filing, and storing the deposits...where knowledge is a give bestowed by those who consider themselves knowledgeable upon those they consider to know nothing.

Menurut Freire, pada umumnya pendidikan yang berlangsung di sekolah

seperti menggunakan sistem bank dimana siswa sebagai tempat penyimpanan dan

guru sebagai penyimpan. Bahkan dalam komunikasi guru menjadi penyampai

(10)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 4 mengingatnya dan mengulang. Ini merupakan konsep bank dalam pendidikan. Di

sini terlihat bagaimana guru sebagai pusat pembelajaran dan siswa sebagai

pembelajar pasif dan hanya menerima informasi, mengingat, dan mengulang

kembali informasi yang diberikan guru kepadanya.

Darmawan (dalam Mulyana: 2007) mengutip pendapat Parrington dalam

bukunya The Idea of an Historical Education (1980) yang menyatakan bahwa

pengajaran sejarah sangat didominasi oleh pengajaran hafalan dengan terlalu

menekankan “Chalk and Talk” (kapur dan bicara) dan terlalu menekankan

memorisasi dengan mengabaikan unsur pengembangan kemampuan intelektual

yang lebih tinggi.

Seorang guru harus berupaya menciptakaan proses pembelajaran yang

mendorong keaktifan siswa terutama dalam menghadapkan siswa kepada

masalah-masalah kontemporer yang ada di dalam masyarakat dan lingkungannya,

agar para siswa terlatih dalam menganalisis masalah-masalah sosial disekitarnya

dan mampu memecahkan berbagai masalah dengan mengoptimalkan kemampuan

berpikirnya.

Menurut Jonasson, et al.(Supriatna, 2007: 13) „Meaningful learning occurs

when learners actively interpret their experience using internal, cognitive

operations. Meaningful learning requires knowledge to be constructed by the

learner, not transmitted from the teacher to the student‟, Oleh karena itu,

pembelajaran sejarah akan “meaningful” apabila guru mampu menciptakan

(11)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 5 menggunakan berbagai sumber belajar sejarah, konstruktif dalam menarik

hubungan antara peristiwa masa lalu dengan masalah-masalah kontemporer,

bersifat intentional dengan menggunakan pengalaman belajar masa lalu untuk

memahami pengetahuan/pengalaman yang baru, aktif dalam mengembangkan

pemahaman dan menganalisis masalah sosial kontemporer secara cooperative atau

collaborative, serta mampu memaknai semua peristiwa sejarah yang ditariknya

menjadi sesuatu yang otentik karena dapat dihubungkan dengan masalah-masalah

sosial sehari-hari.

Berdasarkan pengalaman penulis selama bertugas di SMA Negeri 2

Karawang, proses pembelajaran sejarah biasanya dilaksanakan secara

konvensional dan kurangnya partisipasi siswa dalam merespon pembelajaran,

pertanyaan-pertanyaan atau tanggapan siswa terhadap pelajaran dirasakan kurang.

Hal ini dimungkinkan karena model pembelajaran dan metode pembelajaran yang

ditampilkann guru kurang menarik dan merangsang siswa untuk berpartisipasi

aktif dalam proses pembelajaran, atau mungkin karena kemampuan siswa untuk

menanggapi pembelajaran dan kebiasaan berpikir kritis siswa sangat kurang, ini

terbukti dengan kurangnya pertanyaan atau tanggapan ketika guru memberi

kesempatan bertanya atau menjawab pertanyaan ketika guru memberikan

pertanyaan.

Permasalahan ini tentu saja tidak dapat dibiarkan, sebagai guru memiliki

tanggung jawab profesi dalam mengembangkan kemampuannya untuk mengelola

(12)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 6 sisi lain kemampuan siswa dalam berpikir kritis pun perlu dikembangkan. Guru

sebagai pengembang kurikulum tentu memiliki akses yang sangat penting dalam

menentukan tujuan pembelajaran dan mengangkat materi pembelajaran sejarah

yang dapat mendorong kemampuan berpikir siswa dan mendorong minat siswa

untuk belajar dengan partisipasi yang baik dalam proses pemebelajaran. Sumber

belajar yang paling dekat dengan siswa dan berbagai isu kontemporer perlu

menjadi perhatian guru dalam mengangkat materi pembelajaran sejarah di kelas,

agar proses pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik.

Kenyataan lain dalam pelaksanaan KTSP yang ada di lapangan menunjukkan

pembelajaran tidak berpusat pada potensi peserta didik dan lingkungannya,

kurang memperhatikan keragaman, kurang relevan dengan kebutuhan kehidupan,

kurangnya keseimbangan antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Dapat dikatakan bahwa prinsip pengembagan kurikulum tidak mendapat perhatian

dari sebagian besar sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang

berlaku sekarang ini, sebenarnya memberikan peluang kepada para guru untuk

mengembangkan kemampuannya dalam mengelola proses pembelajaran.

Guru sebagai pengembang kurikulum di tingkat satuan pendidikan dapat

mengoptimalkan keunggulan potensi yang dimiliki oleh sekolah, siswa dan

lingkungannya sebagai unsur yang dapat dikembangkan dalam penyusunan

silabus dan RPP. Namun banyak guru tidak dapat memanfaatkan kesempatan ini,

dan bahkan seolah tidak memahami kurikulum ini sehingga mereka tidak dapat

(13)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 7 adalah perubahan kurikulum dari waktu ke waktu tidak dapat merubah cara

mereka menyajikan pembelajaran, kurikulum berganti tapi sikap, kemampuan,

semangat, dan model pembelajaran yang ditampilkan masih tetap sama tak

berubah. Seolah-olah terdapat culture lag antara perkembangan kurikulum dengan

kemampuan guru dalam mengikutinya. Banyak guru menganggap perubahan

kurikulum hanya merubah namanya saja dan tidak berimplikasi positif terhadap

pengembangan pembelajaran yang dilakukannya.

Peluang yang diberikan oleh KTSP tersebut seyogyanya dapat memberikan

dorongan kepada para guru sejarah untuk mengoptimalkan potensi daerah

terutama untuk mengangkat peristiwa lokal menjadi bagian dari kurikulum

pendidikan sejarh di sekolah. Sebagai guru di SMA yang berada di Karawang

penulis melihat banyaknya peristiwa sejarah lokal yang dapat dijadikan sebagai

bahan atau materi pelajaran di Sekolah, misalnya tentang Peristiwa Rawagede

yang terjadi pada tahun 1947 yang saat ini banyak mendapatkan sorotan dari

masyarakat luas. Pemberitaan mengenai keberhasilan tuntutan ganti rugi korban

Peristiwa Rawagede diberbagai media baik cetak maupun elektronik akhir-akhir

ini, menarik perhatian masyarakat tidak hanya di Indonesia tetapi bahkan dunia.

Begitu luas pemberitaan itu menunjukkan begitu penting sejarah Peristiwa

Rawagede dijadikan sebagai muatan lokal dalam kurikulum mata pelajaran

sejarah di sekolah di Kabupaten Karawang.

Berdasarkan pengalaman penulis, sejarah Peristiwa Rawagede belum

(14)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 8 di wilayah Kabupaten Karawang, kalaupun ada hanya dilaksanakan di sebagian

kecil sekolah itu pun belum secara jelas dirumuskan dalam silabus mata pelajaran

sejarah di SMA. Hal ini dapat dilihat pada kegiatan Musyawarah Guru Mata

Pelajaran (MGMP) yang belum merumuskan silabus dengan memasukan materi

sejarah lokal khususnya Peristiwa Rawagede.

Monumen Rawagede, merupakan bangunan peringatan yang didirikan untuk

mengenang Peristiwa Rawagede, terletak tidak jauh dari SMA Negeri 2

Karawang. Monumen ini dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah. Oleh

karena itu, sangat tepat kalau peneliti mengangkat aspek yang berkaitan dengan

Persitwa Rawagede sebagai materi pelajaran, dan dimasukkan ke dalam silabus

pelajaran sejarah di SMA.

Proses pembelajaran sejarah dengan menjadikan Peristiwa Rawagede sebagai

materi pembelajaran dapat memberikan peluang kepada para siswa untuk

menggali pengetahuan dan memahami peristiwa yang dekat dengan lingkungan

para siswa, dan dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk

mempelajari berbagai isu kontemporer yang berkaitan dengan peristiwa tersebut,

sehingga pembelajaran sejarah menjadi lebih bermakna, dan memberikan

motivasi belajar kepada para siswa serta mengembangkan potensi berpikir kritis.

Pembelajaran yang berbasis isu kontemporer seperti yang dijelaskan di atas,

sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan KTSP, karena pembelajaran

dipusatkan pada kondisi potensi siswa dan lingkungannya, dan memperhatikan

(15)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 9 dipenuhi oleh materi-materi pelajaran sejarah nasional saja, tetapi memunculkan

materi sejarah lokal yang dekat dengan lingkungan hidup para siswa.

Peristiwa Rawagede yang terjadi pada tanggal 9 Desember 1947, dapat

digunakan sebagai isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan

oleh pemerintah Belanda terhadap masyarakat di Rawagede, karena tentara

Belanda telah membantai masyarakat Rawagede sehingga menyebabkan jatuh

korban sebanyak 431 orang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut di sana

telah dibangun Monumen sebagai simbol sejarah yang menggambarkan peristiwa

tersebut.

Peristiwa Rawagede dengan implikasinya yang terjadi akhir-akhir ini

merupakan salah satu kajian yang menarik untuk dijadikan bahan kajian dalam

pembelajaran sejarah dengan mengangkat isu pelanggaran HAM di SMA Negeri

2 Karawang. Melalui kajian isu ini diharapan dapat membangun kemampuan

berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil judul:

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI KAJIAN ISU HAK

ASASI MANUSIA (HAM) PADA PERISTIWA RAWAGEDE

B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi fokus

(16)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 10

Bagaimanakah mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa

dalam proses pembelajaran sejarah berbasis isu HAM dalam peristiwa

Rawagede ?

Sedangkan yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :

 Apakah penerapan pembelajaran sejarah berbasis isu HAM dalam Peristiwa

Rawagede dapat membangun kemampuan berpikir kritis siswa di SMA

Negeri 2 Karawang?

C. Verifikasi atau Klarifikasi Konsep

1. Kemampuan berpikir kritis

Berpikir kritis adalah kegiatan berpikir yang meliputi kegiatan menganalisis,

mensintesis, mengenal permasalahan dan memecahkannya, menyimpulkan, dan

mengevaluasi. Adapun atribut berpikir kritis di sini sesuai pendapat Harris

(Hasan: 2008) meliputi : analisis, atention, awareness,dan independent

judgement.

Adapun indikator dari analisis adalah :

- kemampuan untuk memecahkan bagian-bagian dari suatu informasi

- melakukan pengelompokkan bagian-bagian informasi atau informasi

- menentukan keterkaitan antara satu informasi dengan informasi lain baik

dalam hubungan sebab-akibat atau pun dalam hubungan lainnya (korelasi

atau kontribusi)

(17)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 11 Indikator Attention atau perhatian :

- memberikan perhatian. Perhatian tersebut harus dikembangkan terhadap

materi pelajaran,

- perhatian terhadap fenomena yang ada di sekitar peserta didik, dan fenomena

lain yang ada di Indonesia dan dunia.

Indikator Awareness atau kesadaran adalah :

- kesadaran dengan kemampuan untuk melihat apa yang terjadi di sekitar

seseorang (the ability to look around).

Inikator Independent judgement :

- kemampuan memberikan pertimbangan atau evaluasi berdasarkan bukti-bukti

yang ada dan valid.

Kegiatan berpikir kritis ini dapat diungkapkan siswa dalam bentuk pemberian

pertanyaan, menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan dengan memberikan

alasan dan argumentasi yang baik.

2. Hak Asasi Manusia (HAM) pada Peristiwa Rawagede

a. Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu

dilahirkan. Hak asasi ini melekat dengan kodrat kita sebagai manusia. Hak ini

(18)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 12 masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung

dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi

diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

hak yang tidak dapat diabaikan.

b. Peristiwa Rawagede

Peristiwa Rawagede merupakan peristiwa pembantaian masyarakat sipil

(non-militer) di Rawagede khususnya para pria yang berusia 14 tahun keatas oleh

tentara Belanda, yang menyerang wilayah Rawagede untuk menangkap para

pejuang yang dipimpin oleh Kapten Lukas Kustaryo, dan masyarakat Rawagede

terutama laki-laki dibantai karena menolak atau tidak mengetahui keberadaan para

pejuang tersebut. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 9 Desember 1947 dengan

jumlah korban tewas sebanyak 431 orang.

c. Pelanggaran HAM pada Peristiwa Rawagede

Peristiwa Rawagede merupakan peristiwa pembantaian, hal ini teridentifikasi

kedalam tindakan kejahatan perang yang merupakan tindakan pelanggaran

terhadap hak-hak hidup manusia, siapapun memiliki hak hidup yang telah

dianugrahkan Tuhan kepada manusia. Tidak ada seorang pun atau negara mana

pun yang yang berhak menghilangkan hak hidup orang atau bangsa lain.

Peristiwa Rawagede merupakan kejahatan perang dan pelanggaran terhadap

Hak Asasi Manusia, hal ini sesuai dengan konvensi Jenewa, pasal 3 Konvensi

Jenewa tahun 1949 meletakkan dasar Hukum Humaniter dengan merumuskan

(19)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 13 konvensi ini harus “ in all circumstance be treated humanely, without any adverse

distinction founded on race, color, religion or faith, sex, birth, or wealth or other

similar criteria..” disini jelas bahwa semua orang terutama warga sipil harus

dilindungi dalam kondisi perang dari berbagai tindakan yang mengancam

kehidupan mereka.

Peristiwa Rawagede terjadi pada tahun 1947, sedangkan konvensi Jenewa

baru diratifikasi pada tahun 1949, tetapi tindak kejahatan apalagi terhadap warga

sipil walaupun dalam masa perang haruslah menjadi pusat perhatian, bukan cuma

hak tentara saja yang diperhatikan sebagaimana konvensi-konvensi sebelum tahun

1949. Indikator yang menunjukkan bahwa Peristiwa Rawagede termasuk ke

dalam tindakan kejahatan perang dan melanggar hak hidup manusia adalah :

1. Pembunuhan dilakukan bukan terhadap tentara dalam proses terjadinya

pertempuran;

2. Yang dibunuh adalah rakyat biasa yang tidak bersenjata;

3. Para korban dalam keadaan tidak berdaya;

4. Para korban tidak melakukan perlawanan;

5. Para korban bukanlah sasaran yang dicari, yaitu para pejuang di bawah

pimpinan Lukas Kustaryo, mereka hanya sebagai pelampiasan kemarahan

tentara Belanda.

Kejahatan kapanpun terjadi harus mendapatkan tindakan tegas, oleh karena

itu para pimpinan Republik kemudian mengadukan peristiwa pembantaian ini

(20)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 14 Indonesia) dari PBB. Namun tindakan Komisi ini hanya sebatas pada kritik

terhadap aksi militer tersebut yang mereka sebut sebagai “deliberate and

ruthless”,yang disengaja dan kejam, tanpa ada sanksi yang tegas atas

pelanggaran HAM, apalagi untuk memandang pembantaian rakyat yang tak

bedosa sebagai kejahatan perang (war crimes).

D. Paradigma Penelitian

Bagan 1.1

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI KAJIAN ISU HAK

ASASI MANUSIA (HAM) PADA PERISTIWA RAWAGEDE

Tujuan Pembelajaran Menunjukkan

kemampuan bertanya, menjawab,

berpendapat secara lisan atau tulisan

Siswa Berpikir Kritis (Analisis, Attention, Awareness, Independent judgement) Metode, Pendekatan : Tanya jawab, Pemberian tugas Diskusi

(21)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 15 (Dengan modifikasi dari Rochiati Wiriaatmadja, 2008: 87)

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah seperti yang dikemukakan di atas, maka

tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan proses pembelajaran sejarah berbasis isu HAM dalam

Persitiwa Rawagede.

2. Mendeskripsikan penerapan pembelajaran sejarah berbasis isu HAM pada

Peristiwa Rawagede dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis

(22)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 16

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi siswa, memberikan motivasi dalam mengembangkan kemampuan

berpikir kritisnya dalam proses pembelajaran menjadi sebuah kebiasaan

(habit)

2. Bagi guru, memberikan pemahaman dalam menerapkan pembelajaran

yang berbasis isu kontemporer dan mampu mengelola proses

pembelajaran dengan baik dengan mengoptimalkan potensi siswa dan

lingkungan sekolah dan masyarakatnya.

3. Bagi sekolah, meningkatkan prestasi sekolah terutama pada mata

pelajaran sejarah dan meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan

profesionalisme guru, serta memotivasi para guru lain untuk selalu

berinovasi dan meningkatkan pengelolaan proses pembelajaran yang

(23)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 76 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam

pembelajaran sejarah melalui kajian isu hak asasi manusia pada Peristiwa

Rawagede, merupakan upaya inovasi yang dilakukan guru dalam meningkatkan

proses pembelajaran pada kelas XI IPS di SMA Negeri 2 Karawang. Penelitian ini

juga merupakan upaya meningkatkan motivasi dan mengembangkan potensi siswa

dalam berpikir kritis.

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kualitatif. Menurut Kemmis & Taggart

(Harianti, 2010: 15) bahwa :

action research is a form of colective self-reflective enquiry by participants in social situation in order to improve the rationality and justice of their own social or educational practices, as well as their undertanding of these practices and situations in which these practices are carried out.

Penelitian tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan

secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu (termasuk pendidikan) untuk

meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari a) kegiatan praktek sosial atau

pendidikan mereka, b) pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktek

pendidikan ini, dan c) situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek

(24)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 77

Menurut Cormack (dalam Moleong, 2010: 238) dijelaskan bahwa Penelitian

tindakan adalah cara melakukan penelitian dan berupaya bekerja untuk

memecahkan masalah pada saat yang bersamaan. Penelitian tindakan adalah

proses untuk memperoleh hasil perubahan dan memanfaatkan hasil perubahan

yang diperoleh dalam penelitian itu.

Pemilihan metode Penelitian Tindakan Kelas dalam upaya mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa dengan kajian HAM pada Peristiwa Rawagede,

didasarkan pada alasan bahwa; Penelitian Tindakan Kelas mempunyai fungsi

aplikatif bagi guru dalam menjalankan tugasnya dan dalam usaha meningkatkan

kemampuan atau kompetensi guru dalam proses pembelajaran. PTK ini tidak

hanya memberikan saran bagi guru tapi juga solusi. Sehingga dengan penelitian

ini peneliti sebagai guru mendapatkan masukan dan sekaligus pedoman dalam

menjalankan tugas sebagai guru sejarah yang inovatif dan kreatif. Sehingga

berbagai persoalan dan pandangan keliru terhadap pelajaran sejarah dapat ditepis

dan diantisipasi dengan menunjukkan bukti-bukti nyata akan pentingnya

pembelajaran sejarah di sekolah melalui peranannya dalam mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa.

Ciri-ciri penelitian tindakan menurut Hart dan Bond (1995 dalam Moleong,

2010: 239-240) adalah :

1. Memiliki fungsi pendidikan

(25)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 78

3. Merupakan kegiatan yang terfokus masalah, terikat konteks, dan

berorientasi masa depan,

4. Melibatkan intervensi perubahan,

5. Bertujuan untuk perbaikan dan keikutsertaan,

6. Melibatkan proses secara siklus dimana penelitian, tindakan, dan

keterkaitan dengan evaluasi,

7. Ditemukan dalam hubungan penelitian dimana mereka yang terlibat adalah

peserta dalam proses perubahan.

Model yang diacu dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh

Kemmis & Taggart ( Harianti, 2010: 15) yang terdiri dari: planning

(perencanaan), acting & observing (pelaksanaa dan pengamatan), serta reflecting

(refleksi). Sedangkan siklus yang direncanakan meliputi beberapa siklus sesuai

dengan kebutuhan dan tingkat keberhasilan yang dianggap cukup serta

disesuaikan dengan batas waktu penelitian.

Berdasarkan masalah yang diajukan, penelitian ini akan mengkaji bagaimana

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran sejarah

berbasis isu HAM pada Peristiwa Rawagede?

Model yang digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah model

kolaboratif dengan rekan sejawat sebagai guru sejarah di SMA Negeri 2

Karawang yang telah berpengalaman mengajar selama 25 tahun. Adapun

(26)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 79

menyajikan proses pembelajaran, dan mitra sejawat sebagai kolaborator atau

sebagai pengamat (observer).

B. Hipotesis Tindakan

Menurut Creswell (Rochiati Wiriaatmadja, 2008: 87) bahwa Hipotesis lazim

digunakan dalam penelitian-penelitian yang bertradisi kuantitatif dengan pola

pikir deduktif-verifikatif. Pada kajian-kajian kualitatif, lebih banyak diajukan

pertanyaan penelitian dari pada menyusun hipotesis. Ia menyarankan untuk

mengajukan pertanyaan penelitian dalam bentuk pertanyaan besar atau yang

disebutnya a grand tour question atau dapat juga disebut a guiding hypothesis,

dan pertanyaan kecil atau khusus yang disebutnya sub question.

Sesuai dengan kajian teori di atas, maka dalam penelitian tindakan kelas ini

diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut :

 Penerapan pembelajaran sejarah berbasis isu HAM dalam Peristiwa

Rawagede dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa di SMA

Negeri 2 Karawang

C. Subjek, Guru Mitra (Kolaborator) dan Lokasi Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitan ini adalah siswa kelas XI IPS-5 Semester Genap

SMA Negeri 2 Karawang Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan jumlah siswa 44

orang. Kelas ini merupakan salah satu kelas dari enam kelas program IPS di SMA

(27)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 80

Pemilihan subjek penelitian ini, didasarkan pada pertimbangan bahwa kelas

XI IPS perlu mendapatkan perhatian. Karena selama ini kelas ini danggap kelas

yang kurang memiliki kemampuan akademik yang memadai, kurang motivasi

belajar, dan pasif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama lebih duapuluh tahun bertugas di

SMA Negeri 2 Karawang, di kalangan guru telah terbentuk “image” kelas

program IPS sebagai kelas yang memiliki sisi negatif yang lebih banyak dengan

predikat kelas yang selalu ribut pada saat belajar, kurang motivasi belajar, kurang

kreatif, kurang disiplin, prestasi belajar yang rendah dan banyak melakukan

pelanggaran terhadap tata tertib sekolah. Walaupun sebenarnya tidak semua siswa

IPS demikian, namun “image” itu seolah-oleh menjadi predikat khusus bagi

semua siswa. Sehingga perlakuan dan sikap guru pun terpengaruh oleh “image”

tersebut.

Sebenarnya dikalangan siswa IPS pun telah muncul kesadaran akan adanya

predikat negatif seperti itu, mereka pun tidak mau mendapatkan perlakuan dan

anggapan negatif itu, mereka anggap perlakuan seperti itu sebagai perlakuan yang

tidak adil. Akan tetapi upaya mereka untuk memperbaiki kesan itu sulit dilakukan,

apa lagi banyak diantara mereka yang mengaggap hal itu sebagai sesuatu yang

wajar, sehingga upaya untuk memperbaiki kesan itu tak pernah dilakukan.

Kelas XI IPS-5, yang merupakan subjek yang dipilih peneliti dalam

Penelitian Tindakan Kelas ini, juga memiliki kriteria yang sama dengan yang

(28)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 81

kemampuan akademis yang cukup baik di kelas X, dan disarankan oleh guru wali

kelas dan guru BP/BK masuk kelas IPA. Tetapi mereka lebih memilih kelas IPS

dengan alasan ingin melanjutkan pendidikan nanti di bidang IPS.

Peneliti memandang bahwa semua siswa memiliki potensi. Keberhasilan

suatu pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil prestasi belajar dengan indikasi

nilai ulangan yang tinggi, tetapi keberhasilan pun dapat dicapai dengan

terciptanya proses pembelajaran yang memberikan pengetahuan dan pengalaman

siswa, serta mendorong potensi kemampuan siswa dalam berbagai hal seperti

kemampuan berpikir kritis. Selain itu kondisi siswa kelas IPS yang digambarkan

seperti di atas merupakan tantangan bagi peneliti untuk mengembangkan potensi

mereka agar mereka mempunyai kesempatan dan terdorong untuk belajar lebih

optimal. Untuk itu maka peneliti memilih kelas ini sebagai subjek penelitian,

dengan maksud untuk mengembangkan potensi berpikir kritisnya dengan

mempelajari isu HAM pada Peristiwa Rawagede, agar mereka memiliki

kesempatan untuk mengungkapkan potensi yang dimilikinya, dan menunjukkan

kemampuannya sebagai siswa yang juga memiliki kemampuan yang perlu

diperhitungkan. Sehingga pandangan negatif yang selama ini disandang oleh kelas

IPS akan sirna, demikian juga nama baik sekolah pun akan meningkat.

2. Guru Mitra

Guru mitra dalam PTK yang dilaksanakan peneliti bernama Wiwi

Juwita,S.Pd. lahir di Karawang pada tanggal 16 Agustus 1964 dan telah

(29)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 82

mitra merupakan lulusan Program D3 jurusan Pendidikan Sejarah IKIP Bandung

lulusan tahun 1986, dan bertugas di sekolah ini sejak tahun 1987. Walaupun

jenjang S1 diselesaikan pada jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS), tetapi ia

telah disertifikasi melalui PLPG pada tahun 2010.

Tugas guru mitra dalam PTK ini adalah sebagai pengamat atau observer, dan

memberikan masukan-masukan dalam proses diskusi dan refleksi kepada peneliti

dalam upaya kelancaran proses pembelajaran dan penelitian yang dilakukan.

Peran guru mitra dalam penelitian ini, dirasakan sangat membantu bagi

peneliti terutama dengan sikap kooperatifnya dan kesediaanya meluangkan waktu

demi terlaksananya Penelitian Tindakan Kelas ini.

Sebagai guru senior yang sudah berpengalaman, guru mitra banyak

membantu dalam memberikan pendapatnya dalam diskusi dan refleksi pada setiap

kali tindakan dilaksanakan.

3. Lokasi

Lokasi penelitian tindakan kelas ini diselenggarakan di SMA Negeri 2

Karawang yang beralamat di Jalan Manunggal VII Palumbonsari Karawang, yang

teletak di Kelurahan Paumbonsari, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten

Karawang.

Alasan pemilihan lokasi ini oleh peneliti, adalah karena terkait dengan

penelitian untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan isu

(30)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 83

Rawagede tempat terjadinya peristiwa itu sekitar 10 km dan dapat ditempuh

dengan kendaraan sekitar 15 menit. Dengan demikian, wilayah Rawagede dengan

Monumen yang berada di sana dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah

yang tepat dalam membahas isu ini.

SMA Negeri 2 Karawang merupakan salah satu SMA yang ada di Kabupaten

Karawang yang secara geografis terletak di pinggir kota. Dilihat dari struktur

SMA di kabupaten Karawang, SMAN 2 Karawang memiliki budaya dengan

karakteristik siswanya yang khas sebagai berkut :

 Dilihat dari kemampuan akademik termasuk kelompok sedang

 Partisipasi atau keaktifan sebagaian besar siswa dalam proses

pembelajaran kurang;

 Motivasi belajar dan minat baca pun kurang;

 Dilihat dari ekonomi keluarga, sebagian besar siswa berasal dari ekonomi

menengah ke bawah.

 Tingkat ketidak hadiran tanpa alasan cukup besar

Dalam menghadapi para siswa di dalam kelas dengan karakter tersebut, para guru

sering menghadapi kendala, sehingga hal itu menimbulkan semangat yang kurang

pada para guru dalam bertugas. Fakta yang ada adalah :

 Sebagian besar guru kurang tertantang untuk mengembangkan

kemampuannya,

 Sebagian besar guru kurang termotivasi dalam melakukan inovasi dalam

(31)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 84

Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah ini.

Dengan harapan, peneliti dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa,

terutama kemampuan berpikir kritisnya.

4. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Januari sampai bulan

Juni 2012. Kegiatan penelitian meliputi perencanaan (Planning), pelaksanaan

(Actuating), dan pelaporan (Reporting).

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui tiga siklus, yang diharapkan

dengan treatment dalam tiga siklus tersebut, terjadi improvement atau

peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun rincian pelaksanaan

penelitian ini, adalah sebagai berikut :

Siklus I terdiri atas dua tindakan yaitu :

 Tindakan ke-1, dilaksanakan pada hari Jum‟at, 30 Maret 2012

 Tindakan ke-2, dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 April 2012

Siklus II terdiri atas tiga tindakan yaitu:

 Tindakan ke-3, dilaksanakan pada hari Jum‟at, 13 April 2012

 Tindakan ke-4, dilaksanakan pada hari Jum‟at, 27 April 2012

 Tindakan ke-5, dilaksanakan pada hari Jum‟at, 4 Mei 2012

Siklus III terdiri atas dua tindakan yaitu :

 Tindakan ke-6, dilaksanakan pada hari Kamis, 10 Mei 2012

 Tindakan ke-7, dilaksanakan pada hari Jum‟at, 25 Mei 2012

(32)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 85

Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan peneliti dalam upaya

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah,

melalui kajian isu hak asasi manusia pada Peristiwa Rawagede, memerlukan

waktu yang cukup lama. Hal ini dikarenakan perkembangan kemampuan berpikir

itu, tidak bisa nampak dalam waktu singkat. Berpikir kritis sebagai suatu

kebiasaan, haruslah dikembangkan secara terus menerus dalam waktu yang cukup

lama. Dengan demikian tindakan yang harus dilakukan pun memerlukan waktu

lama juga.

Lama tindakan dalam penelitian ini akan ditentukan oleh tingkat keberhasilan

dalam pelaksanaan untuk memperoleh data yang cukup lengkap dan peneliti telah

memperoleh data yang memuaskan atau sampai pada tahap jenuh atau saturasi.

Artinya penelitian ini akan berakhir jika telah terpenuhi data mengenai

kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran dengan isu HAM pada

Peristiwa Rawagede, baik kemampuan Analisis, Attention, Awareness, maupun

Individual Judgement , secara memuaskan sesuai harapan peneliti.

6. Jadwal Kegiatan Penelitian

N o

JENIS KEGIATAN

WAKTU / BULAN / MINGGU KE

D JAN PEB MARET APRIL MEI JUNI

4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1

(33)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 86

Seminar Proposal Tesis

2

Pelaksanaan

Siklus I

Siklus II

Siklus III

3

Penyusunan Laporan Menyusun Konsep

Laporan Tesis / Proses

Bimbingan Menyusun Darft Laporan Tesis

D. Prosedur Penelitian

1. Rencana Tindakan

Pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah

melalui kajian terhadap isu HAM Pada Peristiwa Rawagede, dilakukan melalui

Penelitian Tindakan Kelas. Dalam PTK ini, perencanaan selalu dilakukan dalam

setiap siklus, yaitu dengan menyusun perencanaan pembelajaran. Dengan

demikian dalam perencanaan bukan hanya tujuan atau kompetensi yang harus

dicapai akan tetapi juga harus lebih ditonjolkan perlakuan khususnya oleh guru

dalam proses pembelajaran, ini berarti perencanaan yang disusun harus dijadikan

pedoman seutuhnya dalam proses pembelajaran. Menurut Sanjaya ( 2010: 79), ada

(34)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 87

dan perencanaan lanjutan. Perencanaan awal diturunkan dari berbagai asumsi

perbaikan hasil dari kajian studi pendahuluan; sedangkan perencanaan lanjutan

disusun berdasarkan hasil refleksi setelah peneliti mempelajari berbagai

kelemahan yang harus diperbaiki.

Dalam Penelitian Tindakan kelas ini, peneliti dan guru mitra berbagi tugas,

yaitu peneliti bertugas sebagi guru yang melaksanakan inovasi pembelajaran,

sedangkan guru mitra bertugas sebagai pengamat (observer). Hal ini dilakukan

berdasarkan permintaan dari guru mitra dengan alasan ia tidak siap melaksanakan

inovasi itu karena kurang menguasai materinya dan penggunaan alat

pembelajarannya. PTK yang ideal adalah peneliti menjadi observer, dan guru

mitra sebagai pengajar yang melaksanakan proses pembelajaran. Karena kondisi

seperti itulah, peneliti menghadapi kesulitan tersendiri yang cukup berat, karena

peneliti di satu sisi harus berusaha untuk melaksanakan pembelajaran dengan

inovasi yang direncanakan, di sisi lain guru juga harus melakukan observasi

terhadap kondisi siswa di kelas, ini merupakan tugas yang sangat berat, tetapi

peneliti menganggap hal itu merupakan tantangan yang harus diatasi, dan peneliti

harus berlatih teliti, waspada dan sabar. Peneliti tidk dapat mengandalkan

sepenuhnya informasi hasil observasi dari guru mitra, karena pada dasarnya yang

memahami lebih mendalam mengenai penelitian ini adalah peneliti sendiri.

Hal lain yang direncakan oleh peneliti adalah upaya orientasi atau

reconnaissance yang harus dilaksanakan dengan baik, terutama karena peneliti

(35)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 88

peneliti sendiri adalah guru di sekolah itu, akan tetapi tidak mengajar di kelas XI.

Peneliti sebagai guru mengajar di kelas X dan kelas XII. Keadaan ini

mengharuskan peneliti untuk melakukan orientasi dan penyesuaian dengan kelas

dengan cara mengajar di kelas itu sejak bulan Pebruari, bergantian dengan guru

mitra yang mengajar di kelas itu. Hal itu dilakukan oleh peneliti dengan maksud

ketika pelaksanaan tindakan nanti akan terbentuk suasana alamiah dalam proses

belajar, siswa tidak merasa heran/aneh atau merasa kelas mereka sedang

mendapatkan perlakuan peneliti.

2. Pelaksanaan Tindakan

Kemampuan berpikir kritis yang diharapkan berkembang dari para siswa,

memerlukan upaya dari guru melalui proses pembelajaran sebagai tindakan yang

inovatif, dengan metode dan model pembelajaran yang tepat. Sehingga

kemampuan berpikir kritis siswa dapat tereksplor dengan baik.

Pelaksanaan tindakan adalah perlakuan yang dilaksanakan guru berdasarkan

perencanaan yang telah disusun (Sanjaya, 2010: 79). Pelaksanaan tindakan yang

dilakukan guru adalah perlakuan yang dilaksanakan dan diarahkan sesuai dengan

perencanaan dan fokus masalah.

Upaya mengembangkan berpikir kritis melalui isu HAM dalam Peristiwa

Rawagede melalui PTK ini, merupakan inovasi dilaksanakan oleh guru dalam

pembelajaran, pelaksanaanya diawali dengan penyusunan RPP yang berkaitan

(36)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 89

Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam silabus pembelajaran Sejarah kelas

XI IPS SMA, dengan mengembangkan tujuan pembelajaran yang diarahkan

kepada terlihatnya kemampuan berpikir kritis siswa, baik melalui tampilan siswa

(perilaku/sikap), pertanyaan siswa, dan jawaban siswa, Baik lisan maupun tulisan.

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan mengenai perkembangan kemampuan

berpikir kritis siswa ini, dilakukan proses pebelajaran dengan tujuh kali tindakan

dalam tiga siklus. Setiap siklus memiliki tujuan dengan fokus penelitian tersendiri.

3. Observasi

Perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran

sejarah melalui isu HAM pada Peristiwa Rawagede ini, dapat dilihat melalui

upaya pengamatan yang cermat dan terfokus. Untuk itu diperlukan kegiatan

observasi yang terencana dengan menggunakan format observasi serta catatan

lapangan yang lengkap.

Observasi dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang proses

pembelajaran yang dilakukan guru sesuai dengan tindakan yang telah disusun.

Melalui pengumpulan informasi, observer dapat mencatat berbagai kelemahan dan

kekuatan yang dilakukan guru dalam melaksanakan tindakan, sehingga hasilnya

dapat dijadikan masukan ketika guru melakukan refleksi untuk penyusunan

(37)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 90

Guru peneliti dalam tindakan ini berperan sebagai guru pengajar, sedangkan

guru mitra berperan sebagai observer. Namun, walaupun peneliti berperan sebagai

guru pengajar, akan tetapi juga melakukan observasi secara partisipatif.

4. Refleksi

Proses tindakan yang telah dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran,

perlu direnungkan sebagai upaya untuk melihat berbagai kekurangan dan

kemajuan yang telah dicapai terkait perkembangan kemampuan beripiki kritis

siswa. Termasuk penggunaan metode, model pembelajaran, serta faktor-fajtor

yang mempengaruhi selama proses pembelajaran berlangsung. Sehingga dengan

demikian, guru peneliti dan guru pengajar akan berusaha memperbaiki

kekurangan yang ada, serta meningkatkan keberhasilan agar kemampuan berpikir

siswa terus meningkat.

Refleksi adalah aktivitas melihat berbagai kekurangan yaang dilaksanakan

guru selama tindakan. Refleksi dilakukan melalui diskusi antara guru yang

mengajar dengan observer. Dari hasil refleksi, guru dapat mencatat berbagai

kekurangan yang perlu diperbaiki, sehingga dapat dijadikan dasar dalam

penyusunan rencana ulang. (Sanjaya, 2010: 80)

Refleksi merupakan tahap yang sangat penting dalam proses penelitian

tindakan kelas. Karena melalui kegiatan refleksi ini, selain guru dan kolaborator

dapat melihat berbagai kekurangan dan keberhasilan yang muncul dalam proses

(38)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 91

dengan penuh tanggung jawab. Secara bijaksana guru dan kolaborator (guru

mitra) dapat menentukan langkah-langkah yang baik dan terperinci dalam

merencanakan tindakan berikutnya. Refleksi yang baik dan mendalam akan

mengarahkan pada perencanaan yang baik dan terarah pula. Sebaliknya jika

refleksi tidak dilakukan dengan baik, maka guru peneliti dan mitra tidak akan

mampu melihat peluang yang baik, dan cenderung kembali melakukan kesalahan

dan kekurangan yang pernah dilakukan sebelumnya.

Secara partisipatif peneliti dan guru mitra sebagai tim berkerjasama, mulai

dari tahap orientasi dilanjutkan dengan menyusun perencanaan berikut

persiapan-persiapan yang diperlukan, pelaksanaan tindakan dalam siklus pertama,

diskusi-diskusi yang bersifat analitik dilakukan sesudah pelaksanan tindakan. Kemudian

melakukan refleksi atas semua kegiatan yang telah berlangsung dalam siklus

pertama, untuk kemudian merencanakan tahap modifikasi, koreksi atau

pembetulan, ataupun penyempurnaan dalam siklus kedua, dan seterusnya

(Wiriaatmadja, 2008: 100)

Pelaksanaan tindakan dalam tiap siklus mengikuti model spiral dari Kemis

dan Taggart. :

(39)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 92

(Dirujuk dari Rochiati Wiriaatmadja, 2008: 66)

E. Analisis, Validasi dan Interpretasi Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian Tindakan Kelas (PTK), sebagai penelitian yang bertradisi kualitatif

memiliki karakteristik yang khas yang berkaitan dengan peran peneliti. Creswell

(2010: 261) menyatakan bahwa salah satu karakteristik penelitian kualitatif

adalah peneliti sebagai instrumen kunci (researcher as key instrument), dimana

peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi

perilaku, atau wawancara dengan para partisipan. Dengan demikian peran peneliti

dalam PTK ini merupakan instrumen utama dalam upaya mendapatkan data yang

(40)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 93

Upaya untuk mendapatkan data yang lengkap dalam penelitian ini, diperlukan

teknik dan instrumen yang tepat dan mampu memberikan data yang dibutuhkan.

Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam Penelitian

Tindakan Kelas ini adalah : Observasi, wawancara, tes, dokumentasi. Sedangkan

instrumen penelitian yang digunakan adalah; catatan observasi, pedoman

wawancara, tes tertulis berupa tes uraian, dokumen tertulis, dan rekaman.

a. Observasi

1) Pengertian Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati

setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi

tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti (Sanjaya, 2009: 86). Pada umunya

observasi adalah tindakan yang merupakan penafsiran dari teori, seperti yang

dikemukakan oleh Karl Popper dalam Hopkins (Wiriaatmadja, 2008: 104).

Namun dalam observasi dalam kelas guru sebagai peneliti harus menanggalkan

teori dan harus mengamati secara alamiah tanpa ada upaya justifikasi sebuah teori

atau menyanggah teori tersebut.

Observasi dalam PTK ini berupaya melihat bagaimana guru menampilkan

bahsan isu HAM dalam Peristiwa Rawagede dalam proses pembelajarannya, dan

bagaimana para siswa menampilkan kemampuan berpikir kritisnya baik daam

menganalisis, perhatian (attention), kepeduliannya (awareness), serta kemampuan

individual judgement-nya dalam menanggapi pembelajaran yang ditampilkan

(41)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 94

Kegiatan observasi pada PTK ini, dilakukan oleh guru mitra. Sedangkan guru

peneliti bertindak sebagai guru pengajar. Namun walau demikian guru peneliti

pun berupaya melakukan observasi disela-sela mengajar. Dengan demikian guru

peneliti berperan sebagai observer partisipatif.

2) Hal-hal yang perlu diperhatikan

Menurut Wiriaatmadja (2008: 106), untuk melakukan pengamatan yang

profesional, peneliti harus memperhatikan hal-hal sebagai berikkut :

 Memperhatikan fokus penelitian, kegiatan apa yang harus diamati apakah

yang umum atau yang khusus. Kegiatan umum yang harus diobservasi berarti

segala sesuatu yang terjadi di kelas harus diamati dan dikomentari, serta

dicatat dalam Catatan lapangan. Sedangkan observasi kegiatan khusus, hanya

memfokuskan keadaan khusus di kelas seperti kegiatan tertentu atau praktek

pembelajaran tertentu, yang sudah didiskusikan sebelumnya. Peneliti

sebaiknya mengamati secara lugas terhadap fokus observasi.

 Menentukan kriteria yang diobservasi, dengan terlebih dahulu mendiskusikan

ukuran-ukuran apa yang digunakan dalam pengamatan. Secara cermat,

ukuran-ukuran baik, sesang, lemah, efisien, tidak efisien, dan lain ukuran

yang dipakai dalam pertimbangan observasi dibicarakan terlebih dahulu, dan

kemudian disetujui. Hal ini akan menghindarkan kesalahpahaman antara para

mitra peneliti, apabila aakan melakukan diskusi dan refleksi sesudah

(42)

Ateng Rasihudin, 2012

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Kajian Isu Hak Asasi Manusia (Ham) Pada Peristiwa Rawagede

: Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas XI IPS-5 di SMA Negeri 2 Karawang

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 95

menjadi penentu apakah pengumpulan data penelitian mengikuti standar

tersebut, atau tidak.

Selanjutnya, Hopkins (1993 dalam Wiriaatmadja, 2008: 105-106),

menjelaskan bahwa manfaat observasi dalam penelitian akan terwujud apa bila

masukan balik atau feedback dilakukan dengan cermat, yaitu dengan cara :

 Dilakukan dalam waktu 24 jam sesudah kegiatan tindakan dilakukan

 Berdasarkan catatan lapangan yang ditulis dengan sistematis dan cermat

 Berdasaran data faktual

 Data faktual dutafsirkan berdasarkan kriteria yang telah disetujui

 Penafsiran diberikan pertama kali oleh guru yang diobservasi

 Untuk selanjutnya dirundingkan bersama mitra peneliti lainnya dengan ddiskusi dua arah.

 Menghasilkan strategi selanjutnya dalam siklus berikutnya.

3) Fase Observasi

Observasi ini dilakukan melalui tiga fase esensial yaitu pertemuan

perencanaan, observasi kelas, dan diskusi balikan. Pada pertemuan perencanaan,

guru dan observer mendiskusikan rencana pembelajaran. Observasi kelas

dilakukan untuk mengumpulkan data objektif dari proses pembelajaran dan

kemudian dianalisis dalam diskusi balikan.

Dalam proses observasi peneliti atau observer membuat catata

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Batang sebagai salah satu perangkat Satuan Organisasi Pemerintah di Kabupaten Batang, dalam rangka

Mangkunegara, Anwar Prabu, (2000), Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan , Cetakan Kedua, Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.. Mathis dan Jackson, (2002), Manajemen

(1) Dalam hal langkah-langkah penertiban dan pendayagunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, 16, 17, 18 dan Pasal 19, Pemegang Hak Atas Tanah atau pihak yang telah

Untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris terhadap manajemen laba. Untuk mengetahui pengaruh komite audit terhadap

Ibrahim dkk(2000:29), ada empat pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yaitu, STAD, jigsau, kelopok penyelidikan dan pendekatan setruktur. Dari berbagai jenis model

Pada kondisi fisiologis yang dapat menyebabkan rendahnya vigor benih adalah immaturity atau kurang masaknya benih saat panen dan kemunduran benih saat penyimpanan.Pada

To find out about the students interest in reading novel, the writer analyze the Sixth Semester Students as sample, in this step the research is trying to find out about the