Samsul Maarif, 2012
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirrohim,
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT atas
segala limpahan nikmat dan karunia-Nya yang diberikan. Sholawat serta salam
semoga tercurah kepada junjunan besar Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umat manusia dari zaman kebodohan menuju era yang terang
benderang, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Berkat rahmat dan karunia
serta izin-Nya peneliti dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul
“Meningkatkan Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa
SMP Menggunakan Pembelajaran dengan Metode Discovery” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Matematika.
Tesis ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi uraian tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan hipotesis
penelitian. Bab II berisi kajian pustaka, membeberkan kerangka teoritis yang
menjadi acuan dalam melakukan penelitian ini. Bab III berisi metodologi
penelitian, desain penelitian yang digunakan, pemilihan sampel dan populasi,
serta analisis data yang digunakan. Bab IV berisi penjelasan tentang hasil
penelitian dan pembahasannya, dan Bab V menjelaskan kesimpulan penelitian dan
saran untuk penelitian selanjutnya.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga
Samsul Maarif, 2012
dapat memperkaya khasanah penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat
memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Bandung, Juni 2012
Penulis
Samsul Maarif, 2012
PERSEMBAHAN
Dengan penuh kerendahan hati dan teriring rasa syukur ke hadirat Allah SWT,
penulis persembahkan buah karya sederhana ini sebagai bukti cinta kasih kepada:
1. Ayahanda Sholihin dan Ibunda Umi Yati, yang selalu memberikan yang
terbaik bagi anak-anaknya dengan segala yang mereka punya.
2. Adikku Faozi Saiful Ikhsan, yang selalu memberi semangat motivasi.
3. Guru dan dosen penulis, sebagai pembimbing dan penerang jalan hidup dalam
meraih kesuksesan.
Samsul Maarif, 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari dan merasakan sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian tesis
ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed selaku Pembimbing I dan selaku
Direktur SPs UPI, yang dengan kritis memberikan dukungan dan motivasi
dalam menyelesaikan tesis ini di tengah-tengah kesibukannya.
2. Bapak Dr. H. Tatang Mulyana, M.Pd. selaku Pembimbing II dan selaku
pembimbing akademik penulis, di tengah-tengah kesibukannya dengan penuh
kesabaran memberikan arahan dan saran dalam penyusunan dan penyelesaian
tesis ini.
3. Bapak Prof. H. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program
Studi Pendidikan Matematika SPs UPI beserta stafnya atas layanan terbaiknya
selama penulis mengikuti studi di Universitas Pendidikan Indonesia.
4. Ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Kepala Sekolah dan dewan guru
SMPN 13 Jakarta, khususnya bapak Drs. Sukirman, M.Pd dan bapak Risqi
Rahman, M.Pd yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di
SMPN 13 Jakarta.
5. Teman-teman mahasiswa S2 dan S3 Pendidikan Matematika di Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia yang telah banyak membantu
Samsul Maarif, 2012
6. Sahabatku di Asrama Rumah Cahaya (Pa Ncep, Pa Dani, Pa Ucu, Pa Ros,
Ejong alias Aji, Crisna, Pa Dedy sekeluarga) sahabat yang penuh warna dan
keceriaan.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas amal dan budi baik mereka.
Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bandung, Juni 2012 Penulis
Samsul Maarif, 2012
MOTTO
“Semangat dalam bekerja, tekun dalam berdoa”
(samsul maarif)
“cogito ergo sum (AKU BERPIKIR KARENA ITU AKU ADA)”
Samsul Maarif, 2012
B. Rumusan dan Batasan Masalah ...14
C. Tujuan Penelitian ...15
D. Manfaat Penelitian ...16
E. Definisi Oerasional ...17
F. Hipotesis Penelitian ...19
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Matematika ...21
B. Pembelajaran dengan Metode Discovery ...22
C. Pembelajaran Metode Ekspositori ...31
D. Kemampuan Penalaran Matematis ...32
E. Penalaran Induktif ...34
F. Kemampuan Analogi Matematis ...37
G. Kemampuan Generalisasi Matematis ...39
Samsul Maarif, 2012
I. Klasifikasi Kemampuan Siswa ...43
J. Teori Belajar yang Mendukung...44
J. Penelitian yang Relevan...51
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ...53
B. Populasi dan Sampel Penelitian ...54
C. Variabel Penelitian ...56
D. Instrumen Penelitian ...57
E. AnalisisHasil Uji Coba ...66
F. Prosedur Penelitian ...73
G. Tekhnik Analisis Data ...75
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Kegiatan ...84
B. Diskripsi Hasil Pengolahan Data ...97
C. Pembahasan ...144
D. Keterbatasan ...169
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ...171
D. Rekomendasi ...172
DAFTAR PUSTAKA 175
Samsul Maarif, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
3.1 Keterkaitan Weiner tentang keterkaitan antara Variabel Bebas,
Terikat dan Kontrol...57
3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Analogi Matematis ... 59
3.3 Kriteria Penilaian Kemampuan GeneralisasiMatematis ...59
3.4 Klasifikasi Koefisien Korelasi ...61
3.5 Klasifikasi Reliabilitas ...62
3.6 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal ...64
3.7 Klasifikasi Nilai Daya Pembeda ...65
3.8 Hasil Uji Validitas Kemampuan Analogi Matematika Siswa ...67
3.9 Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Analogi Matematika Siswa ...68
3.10 Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Analogi Matematika Siswa...68
3.11 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kemampuan Analogi Matematika Siswa ...69
3.12 Hasil Uji Validitas Kemampuan Generalisasi Matematika ...70
3.13 Hasil Reliabilitas Kemampuan Generalisasi Matematika ...70
3.14 Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Generalisasi Matematika Siswa ... 71
3.15 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kemampuan Generalisasi Matematika siswa ...71
3.16 Hasil Uji Validitas Skala Sikap Siswa terhadap Matematika ...72
3.17 Hasil Reliabilitas Sikap Siswa terhadap Matematika Matematika ...73
3.18 Keterkaitan Klasifikasi Gain ... 77
4.1 Statistika Diskriptif Kemampuan Analogi Matematis Siswa...98
Samsul Maarif, 2012
4.3 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Analogi Matematis
Siswa ... 101
4.4 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Generalisasi Matematis
Siswa ...101
4.5 Uji Homogenitas Variansi Skor Pretes Kemampuan Analogi
Matematis Siswa ...102
4.6 Uji Homogenitas Variansi Skor Pretes Kemampuan Generalisasi
Matematis Siswa ...102
4.7 Uji Kesamaan rataan Pretes Kemampuan Analogi Matematis
Siswa ...103
4.8 Uji Kesamaan rataan Pretes Kemampuan Generalisasi Matematis
Siswa ...104
4.9 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Analogi Matematis
Siswa ...105
4.10 Uji Homogenitas Variansi Skor Postes Kemampuan Analogi
Matematis Siswa ...105
4.11 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Generalisasi Matematis
Siswa ...106
4.12 Uji Homogenitas Variansi Skor Postes Kemampuan Generalisasi
Matematis Siswa ...107
4.13 Statistika Diskriptif Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan
Analogi Matematis Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori
Kemampuan Siswa ...108
4.14 Uji Normalitas Skor Gain ternormalisasi Kemampuan Analogi
Matematis ...111
4.15 Uji Homogenitas Variansi Skor Gain ternormalisasi Kemampuan
Analogi Matematis ...111
4.16 Analisis Variansi Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi
Matematis Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori
Samsul Maarif, 2012
4.17 Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi
Matematis Siswa Menurut Kategori Kemampuan Siswa ...115
4.18 Statistika Diskriptif Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan
Generelisasi Matematis Menurut Metode Pembelajaran dan
Kategori Kemampuan Siswa ...117
4.19 Uji Normalitas Skor Gain ternormalisasi Kemampuan
Generelisasi Matematis ...119
4.20 Uji Homogenitas Variansi Skor Gain ternormalisasi Kemampuan
Generelisasi Matematis ...120
4.21 Analisis Variansi Gain Ternormalisasi Kemampuan Generelisasi
Matematis Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori
Kemampuan Siswa ...121
4.22 Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Generelisasi
Matematis Siswa Menurut Kategori Kemampuan Siswa ...124
4.23 Statistika Diskriptif Skor Skala Sikap Siswa terhadap Matematika
Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori Kemampuan Siswa...126
4.24 Uji Normalitas Skor Skala Sikap Siswa terhadap Matematika ...127
4.25 Uji Homogenitas Variansi Skor Skala Sikap Siswa Terhadap
Matematika ...128
4.26 Analisis Variansi Skala Sikap Siswa terhadap Matematika
Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori Kemampuan Siswa ...129
4.27 Perbedaan Rataan Skala Sikap Siswa terhadap Matematika
Menurut Kategori Kemampuan Siswa ... 131
4.28 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Pembelajaran dengan
Metode Discovery ...134
4.29 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Pembelajaran dengan
Metode Discovery ...137
Samsul Maarif, 2012
DAFTAR DIAGRAM DAN GAMBAR
Diagram/
Gambar
Hal
2.1 Contoh Soal Analogi Matematis Siswa ...36
3.1 Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian ...82
4.1 Siswa Melakukan Pengukuran Segitiga yang Tersedia Pada LKS ...85
4.2 Aktivitas Siswa dalam Menemukan Jumlah Sudut Dalam Segitiga ...87
4.3 Hasil Aktivitas Siswa dalam Menemukan Keliling dan Luas Daerah Segitiga ...93
4.4 Hasil Aktivitas Siswa dalam Menemukan Luas Daerah Segitiga ...95
4.5 Hasil Skala Sikap Siswa terhadap Matematika ...120
4.6 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Pembelajaran dengan Metode Discovery ...136
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam menjalani abad ke 21, kita bangsa Indonesia harus mempersiapkan
sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar unggul dan dapat diandalkan
untuk menghadapi persaingan bebas di segala bidang kehidupan yang kian ketat
sebagai dampak dari globalisasi dunia. Dampak globalisasi dunia tidak hanya kita
rasakan pada sendi-sendi perekonomian, pertahanan-keamanan, politik dan sosial
budaya semata, namun juga pada sendi-sendi pendidikan pada umumnya. Bila
kualitas pendidikan dalam negeri terjamin, maka tentu pendidikan kita minimal
akan menjadi tuan di negaranya sendiri. Oleh karena itu merupakan suatu hal yang
logis bila kita harus lebih memperhatikan kualitas pendidikan.
Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan SDM yang
handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan
potensi siswa sebagai calon SDM yang handal untuk dapat bersikap kritis, logis
dan inovatif dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang
dihadapinya. Hal tersebut senada dengan pendapat Sumarmo (2005) yang
menyatakan bahwa pendidikan matematika sebagai proses yang aktif, dinamis,
dan generatif melalui kegiatan matematika (doing math) memberikan sumbangan
yang penting kepada siswa dalam pengembangan nalar, berfikir logis, sistematik,
ktitis dan cermat, serta bersikap obyektif dan terbuka dalam menghadapi berbagai
merupakan mata pelajaran yang terdapat dalam setiap jenjang pendidikan, baik
pendidikan di lembaga formal maupun di lembaga non formal, bahkan di lembaga
latihan kerja serta bidang lain yang berkaitan dengan tujuan peningkatan kualitas
SDM sekalipun.
Salah satu fungsi dan tujuan umum pembelajaran matematika di sekolah
sebagai lembaga formal (Depdiknas, 2004) adalah untuk mempersiapkan siswa
agar dapat mengembangkan kemampuan matematis, melatih cara berpikir dan
bernalar dalam menarik kesimpulan, serta menggunakan ide-ide matematika
dalam kehidupan sehari-hari dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Artinya
target kompetensi dasar matematik siswa harus dapat ditumbuhkembangkan
dalam proses belajar di sekolah sebagai wujud pengembangan proses berpikir
siswa.
Tetapi faktanya, hasil penelitian The Third International Mathematics and
Science Study (TIMSS) yang dilakukan terhadap siswa SMP kelas dua di
Indonesia terhadap nilai rata-rata matematika yang dicapai hanya 397 jauh di
bawah rata-rata internasional TIMSS yang mencapai 500 (TIMSS, 2008). Nilai
yang dicapai siswa-siswa Indonesia ternyata juga lebih rendah apabila
dibandingkan dengan beberapa negara lain di kawasan Asia seperti Taiwan
(dengan rata-rata nilai 598), Korea Selatan (597), Singapura (593), Jepang (570)
bahkan Malaysia (474). Sedangkan laporan PISA 2006, Indonesia menempati
rangking 52 dari 57 negara. Sementara hasil nilai matematika pada Ujian
Nasional, pada semua tingkat dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka
menetapkan standar minimal nilai kelulusan bagi siswa adalah 3,01 dengan rata
rata angka kelulusan siswa SMP, SMA dan SMP sebesar 71,55%. Selama
beberapa tahun penyelenggaraan UN tingkat SMP/Mts, nilai rata-rata mata
pelajaran matematika 7,08 di tahun 2005/2006 dengan nilai terendah 0,67 dan
6,92 di tahun 2006/2007 dengan nilai terendah 0,33 (Yunengsih, dkk. 2008). Hal
tersebut menandakan bahwa pembelajaran matematika di Indonesia perlu
ditingkatkan proses pembelajaranya sehingga dapat memperoleh hasil belajar
matematika yang lebih baik.
Rendahnya kemampuan matematis siswa, bisa jadi salah satunya disebabkan
karena kemampuan siswa dalam melakukan penalaran matematis yang masih
rendah. Menurut hasil penelitian Rahman (2004) hasil tes awal menunjukkan
bahwa kemampuan generalisasi matematik siswa berada pada kualifikasi kurang.
Hal senada juga diungkapkan oleh Suryadi (2005) bahwa siswa kelas dua SMP di
kota dan kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam kemampuan
mengajukan argumentasi serta menemukan pola dan pengujian bentuk umumnya.
Begitu juga dengan Herdian (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa
kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa yang memiliki kemampuan
rendah berada pada kualifikasi kurang. Hal ini dapat terjadi karena proses
pembelajaran melalui metode discovery dirasakan lebih sulit bagi siswa
lemah, dan sebaliknya bagi siswa pandai. Selain itu, Yuliani (2011)
mengemukakan bahwa kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa
berkemampuan sedang dan rendah berada pada kualiikasi kurang yang dilakukan
Masih rendahnya kualitas kemampuan analogi dan generalisasi matematis
merupakan indikasi bahwa tujuan pembelajaran matematika belum tercapai secara
optimal. Agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan optimal, salah satu cara yang
bisa dilakukan adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran yang
berkualitas. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran
matematika. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah ketepatan
dalam penerapan metode pembelajaran oleh guru. Selain itu, rendahnya
kemampuan matematis siwa juga disebabkan karena masih belum sepenuhnya
dipahami oleh guru tentang pembelajaran sebagai upaya membuat siswa belajar,
hal ini nampak di lapangan dominasi guru dalam pembelajaran masih menjadi
pilihan para guru sehingga siswa lebih banyak pasif dalam pembelajaran. Hal
serupa disampaikan Silver bahwa aktivitas siswa sehari-hari terdiri atas menonton
gurunya menyelesaikan soal-soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja
sendiri dalam buku teks atau LKS yang disediakan (Turmudi, 2008).
Penekanan guru untuk memenuhi target pencapaian kurikulum daripada
penguasaan materi mengakibatkan kurang maksimalnya guru mengidentifikasi
masalah-masalah yang muncul dalam sebuah pembelajaran di kelas. Guru tidak
jarang terkesan tergesa-gesa dalam mengajar sehingga berorientasi pada tujuan
bukan pada proses pembelajarannya. Hal tersebut yang menjadikan suatu
pembelajaran tidak efektif sehingga proses transfer materi kurang dipahami oleh
siswa. Keadaan seperti itulah yang dikhawatirkan menjadi sebuah pembelajaran
membosankan dan menjadikan minat siswa dalam pembelajaran matematika
Metode yang kerap guru gunakan adalah metode ekspositori dengan
menerangkan materi dan selanjutnya memberi contoh soal. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu: 1) Sekolah sudah memiliki alat
peraga tetapi belum memanfaatkannya secara optimal; 2) Sekolah sama sekali
belum memiliki alat peraga; 3) Sekolah telah memiliki alat peraga namun belum
memadai baik tempat, kualitas maupun kuantitasnya (Asyhadi, 2005).
Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa berdampak pada
rendahnya prestasi belajar matematikanya. Hal ini sesuai dengan temuan
Wahyudin (Herdian, 2010:1) dalam penelitiannya yang mengungkapkan bahwa
salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai
dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika akibat siswa kurang
menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan
matematika yang diberikan. Hasil penelitian Rif’at (Suzana, 2003: 2) juga
menunjukkan kelemahan kemampuan matematis siswa dilihat dari kinerja dalam
bernalar. Misalnya, kesalahan dalam penyelesaian soal matematika karena
kesalahan menggunakan logika deduktif.
Penalaran dan matematika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan
karena matematika dipahami melalui penalaran, sedangkan penalaran dipahami
dan dilatihkan melalui belajar matematika. Ini diperkuat dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Prowsri dan Jearakul (Priatna, 2003: 4) bahwa pada siswa
sekolah menengah Thailand terdapat keterkaitan yang signifikan antara
kemampuan penalaran dengan hasil belajar matematika mereka. Hal ini
siswa. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran yang baik diharapkan
mempunyai prestasi belajar matematika yang baik pula.
Menurut Mundari (2000) terdapat dua analogi, yaitu analogi induktif dan
analogi deklaratif atau analogi penjelas. Analogi induktif adalah analogi yang
disusun berdasarkan persamaan prinsipil antara dua fenomena yang berbeda.
Sebagai contoh, terdapat kesamaan antara manusia dengan mahluk hidup lainnya.
Hewan sebagai makhluk hidup memerlukan sumber makanan dan asupan mineral
untuk tumbuh, berkembang biak untuk melestarikan jenisnya. Demikian juga
manusia memerlukan sumber makanan dan asupan mineral untuk kelangsungan
hidupnya, berkembang biak untuk mempertahankan keturunannya. Atas dasar
keserupaan itulah maka tidak salah apabila kita menyimpulkan bahwa
kemungkinan hewan itu mempunyai jenis kelamin jantan dan betina seperti
manusia. Adapun analogi deklaratif atau analogi penjelas merupakan suatu
metode untuk menjelaskan yang belum dikenal atau masih samar, dengan
menggunakan hal yang sudah dikenal. Sebagai contoh, ilmu pengetahuan itu
dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh bahan bangunan
seperti batu, pasir semen dan sebagainya, walaupun tidak semua kumpulan fakta
itu ilmu sebagaimana tidak semua kumpulan batu itu rumah.
Dengan kasus-kasus analogi siswa dilatih untuk melihat sejauh mana mereka
memahami konsep dan melihat struktur mikroskopis konsep dengan menelaah
keterkaitan antar konsep dengan kasus analogi, serta membuka pikiran siswa
tentang aplikasi atau manfaat dari mempelajari konsep tersebut. sehingga siswa
sedang dipelajari dan menyadari akan kelebihan dan keterbatasannya dalam
belajar sehingga ia akan mencari solusi yang tepat untuk menyempurnakan
kelemahannya dalam belajar.
Selain analogi, generalisasi juga merupakan bagian dari penalaran induktif.
Ruseffendi (Rahman, 2004: 3) mengungkapkan bahwa membuat generalisasi
adalah membuat konklusi atau kesimpulan berdasarkan kepada pengetahuan
(pengalaman) yang dikembangkan melalui contoh-contoh kasus. Dalam
melakukan penarikan kesimpulan (generalisasi) anak dapat membuat konjektur
berdasarkan pengamatan dari fakta-fakta yang diberikan, baik itu pola tumbuh dan
pola berulang yang dinyatakan dengan bilangan atau gambar (geometri).
Konjektur ini sangat membantu anak dalam melakukan penarikan kesimpulan.
Menurut Gagne (Herdian, 2010) generalisasi dapat diartikan sebagai transfer
belajar yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menangkap struktur
pokok, pola dan prinsip-prinsip umum. Lebih lanjut, siswa akan mampu
mengadakan generalisasi, yaitu menangkap ciri-ciri atau sifat umum yang terdapat
dari sejumlah hal-hal khusus. Apabila siswa telah memiliki konsep, kaidah,
prinsip (kemahiran intelektual) dan siasat masalh-masalah tersebut. Dengan
demikian, siswa yang memiliki kemampuan generalisasi matematis maka telah
terjadi transfer belajar dalam hal membuat kesimpulan matematis yang terlihat
dari kegiatan siswa melakukan berbagai strategi terhadap penyelesaian suatu
masalah.
Menurut Pott (Herdian, 2010) untuk mengembangkan kemampuan analogi
yang mempunyai karakteristik membangun katagori, menentukan masalah dan
menciptakan lingkungan yang mendukung. Metode pembelajaran yang
mempunyai karakteristik tersebut diantaranya Discovery Learning. Hal ini
didasarkan pada proses pembelajaran penemuan yang digambarkan Veermans
(Yuliani, 2011) yaitu orientasi, menyusun hipotesis, menguji hipotesis, membuat
kesimpulan dan mengevaluasi (mengontrol).
Ruseffendi (1991: 329) mengemukakan bahwa metode discovery adalah
metode mengajar yang diatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui
pemberitahuan, dimana sebagian atau seluruh pengetahuan ditemukan sendiri
dengan bantuan guru. Sejalan dengan Ruseffendi, Sund (Suriadi, 2006: 5)
mengungkapkan bahwa penemuan ialah proses mental sehingga siswa mampu
mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara
lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Diharapkan, jika
siswa secara aktif terlibat didalam menemukan suatu prinsip dasar sendiri, Ia akan
memahami konsep lebih baik, ingat lama dan akan mampu menggunakannya
kedalam konteks yang lain.
Blake et al. (Rochaminah, 2008: 32) membahas metode discovery yang
dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan metode discovery dengan
tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi, (2) menarik kesimpulan secara induktif, (3)
membuktikan kebenaran (verifikasi). Dari tiga tahap tersebut terlihat bahwa dalam
suatu masalah matematika sehingga siswa dapat mengklarifikasi sebuah persoalan
untuk kemudian mengidentifikasi fakta-fakta untuk menarik sebuah kesimpulan.
Setelah siswa menarik kesimpulan siswa juga dapat membuktikan kebenaran dari
kesimpulan tersebut.
Metode discovery struktur pembelajarannya adalah induktif, yaitu
menekankan siswa untuk menemukan pola-pola, aturan, prinsip, dan struktur
matematik melalui eksplorasi terhadap contoh-contoh. Sebagaimana yang
dikemukakan Taba (Trisnadi, 2006: 21) bahwa metode discovery melibatkan suatu
urutan induktif, urutan ini dimulai tidak dengan penjelasan sebuah prinsip umum
tetapi dengan menghadapkan siswa kepada beberapa contoh dari prinsip, dimana
mereka dapat menganalisis, memanipulasi dan bereksperimen.
Metode discovery memberi kesempatan yang leluasa kepada siswa untuk
belajar melakukan aktivitas bekerja matematika, siswa diberi kesempatan
mengembangkan strategi belajarnya secara sendiri maupun berinteraksi dan
bernegosiasi dengan sesama siswa serta dengan guru. Melalui kegiatan seperti itu
dimungkinkan siswa tidak merasa tertekan, tidak cemas, rasa percaya dirinya
muncul dan termotivasi untuk belajar matematika (Yuliani, 2011). Bila hal itu
benar-benar terjadi dalam pembelajaran matematika, bukan mustahil sikap positif
siswa terhadap matematika akan tumbuh. Ini penting, karena sikap positif
terhadap matematika berkorelasi positif dengan hasil belajar matematika.
Sehingga diduga metode discovery dapat meningkatkan sikap positif terhadap
Dalam kegiatan pembelajaran matematika kondisi siswa sangat berpengaruh
berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran karena siswa merupakan subjek dari
materi yang diberikan oleh guru. Oleh sebab itu, kondisi siswa sangat menentukan
berhasil atau tidaknya tujuan pembelajaran tersebut. Pengalaman menyenangkan
atau tidak menyenangkan akan berpengaruh pada sikap siswa terhadap pelajaran
matematika. Hal tersebut juga akan terlihat perilaku siswa ketika pembelajaran
matematika berlangsung. Sebagai contoh, pada pembelajaran terdapat siswa yang
hanya diam dan terliahat mengantuk tidak memperhatikan pembelajaran. Setelah
siswa tersebut ditanya, mereka menjawab “tidak suka matematika karena rumit”.
Slameto (Saragih, 2011) mengungkapkan bahwa sikap terbentuk melalui
pengalaman yang berulang-ulang, imitasi, sugesti, dan melalui identitas. Hal
tersebut menunjukkan jika pembelajaran matematika yang menyenangkan
dilakukan secara berulang-ulang akan menjadikan siswa menyenangi pelajaran
matematika, sehingga sikap siswa terhadap matematika.
Sikap siswa terhadap matematika tidak dipungkiri dipengaruhi oleh guru
dalam menyampaikan materi didepan kelas. Kurangnya guru dalam memfasilitasi,
membimbing, memotivasi dan mengajr dengan metode pembelajaran yang tidak
tepat. Sehubungan dengan itu, maka kedekatan emosianal antara guru sengan
siswa harus dibangun dengan baik. Selain itu, guru juga harus melakukan inovasi
dalam pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang menarik
dan menyenangkan. Dalam kegiatan pembelajaran, guru juga harus bisa
membimbing dan memfasilitasi siswa dengan memberikan bimbingan apa yang
dalam menanggapi pertanyaan/masalah yang diajukan siswa dengan tetap
memperdayakan siswa dalam membangun konsep materi yang diajarkan.
Ruseffendi (Darhim, 2004) juga menjelaskan bahwa untuk menumbuhkan
sikap positif terhadap matematika antara lain dengan cara mengajarkan
matematika sesuai dengan lingkungan dan pengetahuan siswa. Oleh karena
itu, sikap siswa terhadap matematika tidak dapat dipisahkan dari kemampuan
awal matematika siswa. Siswa dengan kemampuan matematis yang rendah
akan cenderung bersikap negatif terhadap matematika, karena mereka sudah
memiliki ketakutan terlebih dahulu terhadap pelajaran matematika. Sebaliknya
untuk siswa dengan kemampuan matematika yang tinggi akan cenderung
bersikap positif terhadap matematika. Namun tidak menutup kemungkinan
bahwa siswa yang memiliki kemampuan matematika rendah akan menjadi
bersikap positif terhadap matematika. Pembelajaran dengan metode discovery
menempatkan guru sebagai vasilitator, membimbing dan memotivasi siswa. Di
samping itu, adanya masalah yang harus dipecahkan oleh siswa untuk ditarik
kesimpulan guru juga membri jawaban yang diperlukan oleh siswa untuk
menyimpulkan materi yang diajarkan.
Adanya interaksi antar siswa dalam pembelajaran memberikan kontribusi
untuk mengungkapkan pendapat satu sama lain sehingga antara siswa yang kurang
memahami materi akan diberi masukan oleh siswa yang memahaminya.
Terciptanya situasi pembelajaran yang aktif oleh adanya interaksi antar siswa
dapat mendorong siswa untuk menata proses berpikirnya, sehingga pada akhirnya
dapat diakomodir pada pembelajaran dengan metode discovery yang salah satu
aspeknya adanya interaksi antar siswa. Oleh sebab itu, perlunya pengelompokan
siswa untuk mempermudah adanya interaksi antar siswa berjalan lebih efektif.
Dalam penelitian ini kemampuan siswa diklasifikasikan berdasarkan
pengetahuan awal matematika, yang terdiri dari siswa kemampuan tinggi,
kemampuan sedang, dan kemampuan rendah. Setiap siswa mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam memahami matematika. Menurut Galton
(Ruseffendi, 1991) dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan
selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal.
Proses penentuan kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok
rendah ini adalah dengan cara mengurutkan skor hasil belajar matematika
sebelumnya (ulangan harian dan ujian tengah semester), serta
pengklasifikasian yang dilakukan oleh guru kelas. Hal ini sejalan dengan
temuan Begle (Darhim, 2004) melalui penelitiannya bahwa salah satu prediktor
terbaik untuk hasil belajar matematika adalah hasil belajar matematika
sebelumnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa peran variabel kognitif lainnya
ternyata tidak sebesar variabel hasil belajar sebelumnya.
Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari dari jenjang sekolah
dasar hingga perguruan tinggi. Selain itu, sifat matematika sendiri yang abstrak
diperlukan juga memahami aspek pemahaman kemampuan siswa. Pemahaman
karakteristik kemampuan siswa dapat menjadi modal awal dalam proses
terhdapa materi yang akan diajarkan guru dapat membuat persiapan proses
pembelajaran sesuai dengan proporsi kemampuan siswa. Selain itu, guru juga
dapat memprediksi perlakukan-perlakuan apa yang ingin dilakukan pada siswa
dengan kemampuan-keampuan yang dimilikinya. Hal ini senada dengan pendapat
Bagle (Darhim, 2004) yang menyatakan bahwa salah satu prediktor pembelajaran
matematika terbaik adalah hasil pembelajaran matematika sebelumnya, dan
peranan faktor kognitif lainnya tidak sebesar hasil belajar matematika
sebelumnya. Sehingga, kemampuan awal siswa sangat dapat menentukan hasil
belajar selanjutnya karena dengan hasil belajar yang diperoleh siswa sebelumnya
guru dapat memprediksi perlakuan atau tindakan apa yang harus dilakukan pada
siswa berdasarkan kemampuan atau hasil belajar matematika sebelumnya.
Selain itu, dalam kondisi pembelajaran di kelas kemampuan siswa
berbeda-beda sehingga diperlukan penyesuaian lingkungan belajar. Pemilihan metode yang
tepat diperlukan untuk mengcover semua kemampuan siswa yang terjadi dalam
kelas. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Russeffendi (1991), perbedaan
kemampuan siswa bukan semata-mata bawaan dari lahir, tetapi juga dipengaruhi
oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan metode yang tepat untuk
pembelajaran matematika sangat diperlukan. Metode discovery yang memberikan
kesempatan siswa untuk mengutarakan ide dan pemikiranya untuk menyimpulkan
suatu persoalan diduga cocok untuk mengakomodir pembelajaran matematika
Dari uraian di atas maka melalui penelitian ini akan diungkap
”meningkatkan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa SMP
menggunakan pembelajaran dengan metode discovery”.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian pada pendahuluan di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan metode discovery lebih baikdaripada siswa
yang memperoleh metode pembelajaran dengan metode ekspositori?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan analogi
matematis siswa dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan
tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa
berkemampuan rendah?
3. Apakah peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan metode discovery lebih baik daripada
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori?
4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan generalisasi
matematis siswa dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan
tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa
5. Apakah sikap siswa terhadap matematika yang memperoleh
pembelajaran dengan metode discovery lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori?
6. Apakah terdapat perbedaan sikap siswa terhadap matematika dilihat
dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa
berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang
objektif mengenai kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa SMP
melalui pembelajaran dengan metode discovery.
Secara rinci tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan/menelaah peningkatan kemampuan analogi matematis siswa
yang yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori
2. Mendeskripsikan/menelaah perbedaan peningkatan kemampuan analogi
matematis siswa dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan
tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa
berkemampuan rendah.
3. Mendeskripsikan/menelaah kemampuan generalisasi matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan metode discovery dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori.
4. Mendeskripsikan/menelaah perbedaan peningkatan kemampuan analogi
tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa
berkemampuan rendah.
5. Mendeskripsikan/menelaah sikap siswa SMP terhadap matematika setelah
memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori.
6. Mendeskripsikan/menelaah sikap siswa SMP terhadap matematika dilihat dari
kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa
berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang berarti
bagi pihak-pihak tertentu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan
diantaranya :
1. Bagi Guru
a. Memberikan informasi tentang implementasi metode discovery dalam
meningkatkan hasil belajar siswa;
b. Menjadi salah satu alternatif pembelajaran di sekolah.
2. Bagi Siswa
a. Melatih siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran;
b. Melatih siswa dalam menemukan konsep matematika dengan cara
3. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan
dalam menerapkan inovasi metode pembelajaran dengan metode discovery
guna meningkatkan mutu pendidikan.
4. Bagi peneliti lain
Menjadi salah satu tambahan bahan rujukan/ referensi untuk melakukan
penelitian mengenai penerapan metode discovery di sekolah.
E. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan dalam menangkap maksud dari penelitian ini,
perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan.
1. Kemampuan analogi matematis adalah ketrampilan menghubungkan dua hal
yang berlainan berdasarkan keserupaannya, dan berdasarkan keserupaan
tersebut ditarik kesimpulan sehingga dapat digunakan sebagai penjelas atau
sebagai dasar penalaran. Adapun indikator dari kemampuan analogi matematis
adalah: menentukan kesamaan hubungan dalam suatu pola gambar atau
bangun dan menentukan kesamaan hubungan dalam suatu pola sifat dari
bangun.
2. Kemampuan generalisasi matematis adalah ketrampilan proses penarikan
kesimpulan dengan memeriksa keadaan khusus menuju kesimpulan umum
atau pola umum. Adapun indikator dari kemampuan generalisasi adalah:
perception of generality, expression of generality, symbolic expression of
3. Pembelajaran dengan metode discovery adalah bentuk pembelajaran yang
dilaksanakan dengan menemukan kembali konsep, teorema, rumus, aturan dan
sejenisnya. Dalam hal ini, guru hanya bertindak sebagai pengarah dan
pembimbing saja. adapun langkah-langkah metode pembelajaran discovery
adalah sebagai berikut:
a. guru mermberikan masalah yang harus di pecahkan dalam bentuk
pertanyaan atau pernyataan;
b. guru menentukan proses kegiatan mental yang akan dikembangkan;
c. alat-alat dan bahan yang diperlukan harus tersedia;
d. pengarahan diberikan melalui tanya jawab;
e. siswa melakukan penyelidikan atau percobaan sampai menemukan konsep
atau prinsip yang ditetapkan guru;
f. siswa mengumpulkan data;
g. Guru memberikan jawaban dengan tepat informasi yang diperlukan siswa.
4. Pembelajaran dengan metode ekspositori adalah bentuk pembelajaran yang
dilaksanakan dengan menjelaskan materi pelajaran, memberikan contoh, dan
siswa mengerjakan latihan secara individual.
5. Sikap siswa terhadap matematika adalah respon yang ditunjukkan untuk
menyukai atau tidak menyukai pelajaran matematika yang dinyatakan
dengan skor jawaban terhadap skala sikap model Likert dan Fennema-
Sherman, yang setiap pernyataan dilengkapi dengan lima pilihan jawaban,
yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat
6. Kategori kemempuan matematika siswa adalah pengelompokkan siswa
didasarkan pada kemampuan awal matematika siswa. Proses penentuan
dengan cara mengurutkan skor hasil belajar matematika sebelumnya
(ulangan harian dan ujian tengah semester), serta pengklasifikasian yang
dilakukan oleh guru kelas. Pengelompokan siswa menjadi tiga kelompok
kategori, yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah dengan
perbandingan 30%, 40% dan 30% .
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Sugiyono (1999 : 51) mengungkapkan bahwa hipotesis dapat
dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, bukan
jawaban yang empirik. Berdasarkan kajian permasalahan yang telah diuraikan,
maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut.
1. Peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan metode discovery lebih baik daripada siswa yang
memperoleh metode pembelajaran dengan metode ekspositori;
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan analogi matematis siswa dilihat
dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa
berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah;
3. Peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan metode discovery lebih baik daripada siswa yang
4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa
dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok
siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah;
5. Sikap siswa terhadap matematika yang memperoleh pembelajaran dengan
metode discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan metode pembelajaran ekspositori;
6. Terdapat perbedaan Sikap siswa terhadap matematika dilihat dari kategori (a)
kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen.
Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai suatu penelitian yang berusaha
untuk mengungkap hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian
eksperimen juga dapat difungsikan untuk mencari pengaruh suatu variabel
terhadap variabel lainnya. Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel
bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Metode pembelajaran discovery dan
metode pembelajaran ekspositori sebagai variabel bebas. Sikap siswa terhadap
matematika, kemampuan analogi matematis dan kemampuan generalisasi
matematis sebagai variabel terikat. Kemudian siswa berkemampuan pandai dan
siswa berkemampuan lemah sebagai variabel kontrol.
Metode eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan cara
memberikan perlakuan terhadap subjek penelitian berupa penggunaan metode
pembelajaran yang berbeda. Metode discovery diberikan kepada siswa kelompok
eksperimen, sedangkan metode pembelajaran ekspositori (metode pembelajaran
ekspositori ) diberikan kepada siswa kelompok kontrol.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah factorial design,
yaitu dengan memperhatikan adanya variabel kontrol yang mempengaruhi
akan dilakukan pada siswa dari dua kelas yang dipilih dengan pertimbangan
tertentu. Desain penelitian ini berbentuk:
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas Kontrol : O O
Dimana:
O : Pretest = posttest (tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis
siswa)
X : Perlakuan pembelajaran dengan metode discovery
Penelitian ini menggunakan model faktorial 2x2x3, dimana 2 adalah
banyaknya faktor pembelajaran (metode pembelajaran discovery dan metode
pembelajaran ekspositori), 2 adalah banyaknya faktor kemampuan matematis
siswa (kemampuan analogi matematis dan kemampuan generalisasi matematis)
dan sikap siswa terhadap matematika, dan 3 adalah banyaknya faktor kemampuan
awal siswa (siswa tinggi, siswa sedang dan siswa rendah).
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2008: 117)
menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/
subjek yang mempuyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti
dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa-siswi SMP N 13 Jakarta. Berdasarkan peringkat sekolah SMP N 13 Jakarta
siswanya heterogen dan dapat mewakili siswa dari tingkat kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2008: 118). Pengambilan sampel pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling (sampel acak
bertujuan). Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel secara
sengaja dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008: 124). Sampel penelitian
ini adalah siswa-siswi SMP N 13 Jakarta kelas VII sebanyak dua kelas yaitu kelas
VII.6 dan kelas VII.8 dengan masing-masing kelas dipilih 36 orang siswa untuk
dijadikan sampel.
Alasan pemilihan sampel adalah siswa kelas VII, karena mereka dianggap
sudah bisa beradaptasi dengan pembelajaran baru (lain dari biasa) dan tidak
mengganggu program sekolah dalam mempersiapkan siswa untuk mengikuti ujian
akhir nasional (jika dipilih siswa kelas IX). Pengelompokkan siswa
didasarkan pada kemampuan matematika dengan cara mengurutkan skor hasil
belajar matematika sebelumnya (ulangan harian dan ulangan tengah semester)
serta pengklasifikasian yang dilakukan oleh guru kelas. Pembagian
kemampuan siswa terdiri dari tiga kelompok kategori, yaitu kelompok tinggi,
sedang, dan rendah denga perbandingan 30%, 40% dan 30% (Dahlan, 2004).
Hasil pengelompokan kategori kemampuan siswa pada kelas eksperimen
dan kontrol sama, yaitu 11 siswa termasuk kategori tinggi, 14 siswa
Pengelompokkan siswa kategori tinggi, sedang dan rendah pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.1.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang akan menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Menurut Sudjana (2005: 8) penelitian eksperimen adalah suatu
penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain
dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Pada penelitian ini variabel yang
digunakan terdiri dari variabel bebas (X), variabel terikat (Y), dan variabel
kontrol (Z).
Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel bebas
(X), variabel terikat (Y), dan variabel kontrol (Z). Variabel bebas (X) pada
penelitian ini yaitu: (a) metode pembelajaran discovery yang diberikan
kepada kelompok eksperimen, (b) metode pembelajaran ekspositori yang
diberikan kepada kelompok kontrol. Kemudian yang menjadi variabel
terikat (Y) pada penelitian ini yaitu: (a) kemampuan analogi matematis; (b)
kemampuan generalisasi matematis; dan (c) sikap siswa terhadap matematika.
Selanjutnya yang menjadi variabel kontrol (Z) pada penelitian ini adalah (a)
siswa kemampuan tinggi; (b) siswa kemampuan sedang; dan (b) siswa
kemampuan rendah.
Berikut ini akan ditampilkan keterkaitan antara variabel bebas (metode
pembelajaran discovery dan metode pembelajaran ekspositori ), dengan variabel
siswa terhadap matematika), dan variabel kontrol (siswa kemampuan tinggi,
sedang dan rendah). dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Keterkaitan Weiner tentang Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol
KG : Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa;
SS : Sikap Siswa terhadap Matematika
MPD (A) : Metode Pembelajaran Discovery;
MPE (B) : Metode Pembelajaran Ekspositori
Contoh : KAAT adalah kemampuan analogi matematis siswa
kemampuan tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan
metode discovery.
D. Instrumen Penelitian
Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap
mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini, maka dibuatlah
seperangkat instrumen. Penelitian ini menggunakan empat jenis instrumen, yaitu
1. `Tes
Tes yang digunakan adalah tes kemampuan analogi dan generalisasi
matematis yang terdiri dari tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes yang
diberikan pada setiap kelas eksperimen dan kelas kontrol baik soal-soal untuk
pretest maupun posttest ekuivalen/ relatif sama. Tes awal dilakukan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol
dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum
mendapatkan pembelajaran dengan metode yang akan diterapkan, sedangkan tes
akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya
pengauh yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan metode
pembelajaran yang akan diterapkan. Jadi, pemberian tes pada penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh hasil belajar matematika antara
siswa yang mendapat pembelajaran dengan metode pembelajaran discovery
maupun metode pembelajaran ekspositori terhadap kemampuan analogi dan
generalisasi matematis siswa.
Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor
untuk soal tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis berpedoman
pada rubrik penskoran kemampuan analogi matematis dengan mengadopsi
kriteria penilaian penalaran matematis dari holistic scoring rubrics (Cai, Lane dan
Jakabcsin, 1996). Hal ini dikarenakan kemampuan analogi matematis merupakan
Tabel 3.2
Kriteria Penilaian Kemampuan Analogi Matematis
Skor Kriteria
4 Dapat menjawab semua aspek pertanyan tentang analogi dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap
3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang analogi dan dijawab dengan benar
2 Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang analogi dan dijawab dengan benar
1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang analogi atau menarik kesimpulan salah
0 Tidak ada jawaban
Tabel 3.3
Kriteria Penilaian Kemampuan Generalisasi Matematis
Instrumen penelitian perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu. Uji coba
dilakukan pada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan disampaikan. Uji
coba dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran,
dan daya pembeda instrumen tersebut.
a. Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid (absah atau shahih) apabila instrumen
tersebut mampu untuk mengevaluasi/ mengukur apa yang seharusnya dievaluasi.
Skor Kriteria
4 Dapat menjawab semua aspek pertanyan tentang generalisasi dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap
3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang generalisasi dan dijawab dengan benar
2 Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang generalisasi dan dijawab dengan benar
1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang generalisasi atau menarik kesimpulan salah
Oleh karena itu untuk menentukan validitas suatu alat evaluasi hendaknya dilihat
dari berbagai aspek diantaranya validitas isi dan validitas muka.
1) Validitas Isi
Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari
segi materi yang dievaluasikan yaitu materi (bahan ajar) yang dipakai sebagai alat
evaluasi tersebut yang merupakan sampel representatif dari penguasaan yang
dikuasai. Arikunto (2002: 67) menyatakan bahwa validitas isi (content validity),
artinya tes yang digunakan merupakan sampel yang mewakili kemampuan yang
akan diukur.
Suatu test matematika dikatakan memiliki validitas isi yang baik apabila
dapat mengukur Kompetensi Dasar (KD), Standar Kompetensi (SK) serta
indikator yang telah ditentukan sesuai dengan kurikulum KTSP. Pertimbangan
para pakar (dosen pembibing dan mahasiswa S3 yang sedang menempuh
perkuliahan) sangat berperan dalam menyusun validitas isi suatu instrumen dalam
hal yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika.
2) Validitas Muka
Validitas muka atau sering disebut pula validitas tampilan suatu alat evaluasi
yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas
pengertiannya atau tidak menimbulkan multi tafsir. Validitas muka adalah derajat
kesesuaian tes dengan jenjang sekolah/ pendidikan siswa. Soal tes disesuaikan
3) Validitas Butir Soal
Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki
oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu
totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut.
Sebuah butir soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap
skor total. Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan rumus
korelasi produk moment pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990: 154), yaitu :
rxy =
Tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat validitas digunakan kriteria
menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990 : 147).
b. Reliabilitas
Instrumen memiliki reliabilitas yang baik apabila alat ukur itu memiliki
konsistensi yang handal pada tingkatan yang sama, walaupun dikerjakan oleh
siapun, di manapun dan kapanpun berada. Suatu alat ukur memiliki daya
keajegkan mengukur atau reliabilitas yang baik, bila alat ukur itu memiliki
konsistensi yang handal. Untuk mengukur reliabilitas soal menggunakan Rumus
alpha-cronbach yaitu:
Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan
diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P. Guilford (Suherman dan
c. Tingkat kesukaran
Arikunto (2002: 207) mengungkapkan bahwa soal tes hasil belajar dapat
dinyatakan sebagai butir-butir soal yang baik, apabila butir-butir soal tersebut
tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak
merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar
akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi
karena di luar jangkauannya.
Taraf kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai dengan
kriteria perangkat soal yang diharuskan. Penentuan siswa kelompok atas dan
siswa kelompok bawah, dilakukan dengan cara mengurutkan terlebih dahulu skor
siswa dari yang tertinggi hingga terendah. Arikunto (2002: 212) menyatakan
bahwa untuk kelompok kecil, ambil sebanyak 50% siswa yang skornya tertinggi
dan 50% siswa yang skornya terendah. Selanjutnya masing-masing disebut
kelompok atas dan kelompok bawah.
Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan
menggunakan rumus:
S = jumlah skor kelompok bawah
A
B
J = jumlah skor ideal kelompok bawah
Kriteria penafsiran harga Indeks Kesukaran suatu butir soal menurut
Suherman dan Sukjaya (1990 : 213) adalah sebagai berikut :
Tabel 3.6
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
kemampuan siswa. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut
indeks diskriminasi (DP) yang berkisar antara 0,00 – 1,00. Discriminatory power
(daya pembeda) dihitung dengan membagi siswa kedalam dua kelompok, yaitu:
kelompok atas (the higher group) – kelompok siswa yang tergolong pandai dan
kelompok bawah (the lower group) – kelompok siswa yang tergolong rendah
Sukjaya (1990: 202).
Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:
A
A
J = jumlah skor ideal kelompok atas
Kriteria penafsiran Daya Pembeda suatu butir soal menurut Suherman dan
Sukjaya (1990: 202) adalah sebagai berikut :
Tabel 3.7
Klasifikasi Nilai Daya Pembeda
2. Angket
Angket yang digunakan adalah angket sikap siswa terhadap matematika.
Angket ini bertujuan mengungkapkan sikap siswa terhadap matematika setelah
memperoleh pembelajaran. Angket sikap yang digunakan terdiri dari 5 komponen,
yaitu : (a) kepercayaan diri belajar matematika, (b) kecemasan matematika, (c)
kegunaan matematika, (d) motivasi dalam belajar matematika, dan (e) peranan
guru (Herdian, 2010).
Sebelum angket sikap ini digunakan, terlebih dahulu dilakukan ujicoba
pada siswa yang sudah pernah menempuh materi yang akan diajarkan. Tujuan dari
ujicoba ini adalah untuk mengetahui apakah pernyataan-pernyataan dalam skala
sikap dapat dipakai untuk membedakan sikap siswa terhadap matematika.
Kisi-kisi angket disusun berdasarkan lima komponen di atas, yang setiap
komponennya memiliki pernyataan positif dan negatif. Angket sikap ini
menggunakan bentuk skala Likert yang dilengkapi lima pilihan jawaban, yaitu
Nilai DP Klasifikasi
sangat setuju (SS), setuju (S), netral atau ragu-ragu atau tidak tahu (N), tidak
setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
3. Observasi
Observasi merupakan kegiatan melihat sesuatu secara cermat untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sesuatu itu. Observasi ini
digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran
berlangsung. Dalam pengumpulan data aktivitas siswa dan guru digunakan lembar
observasi yang dilakukan dengan cara membubuhkan tanda ceklist () pada setiap
aspek yang dilakukan siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung
yang berupa skor.
4. Wawancara
Pedoman wawancara merupakan panduan yang digunakan untuk mencari
informasi tambahan terhadap proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Siswa
yang dipilih untuk diwawancarai berasal dari kelas eksperimen. Banyaknya siswa
yang diwawancarai pada setiap kelasnya adalah 10 orang.
E. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen
Instrumen yang diujicobakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, (1)
instrumen tes kemampuan analogi matematika siswa, (2) instrumen tes
kemampuan generalisasi matematika siswa, dan (3) instrumen sikap siswa
terhadap matematika. Berikut akan dijabarkan hasil uji coba dan analisis
1. Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa
Instrumen tes kemampuan analogi matematika ini terdiri dari enam soal
uraian. Masing-masing soal memiliki bobot penilaian sama yaitu empat.
Instrumen ini sebelum digunakan dalam penelitian, diujicobakan terlebih dahulu
kepada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan diajarkan dalam
penelitian ini. Uji coba instrumen ini bertujuan untuk melihat validas soal,
reliabilitas soal, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal. Dari hasil uji validitas
terdapat satu item yang tidak valid atau tidak signifikan yaitu item nomor 3.
Berikut adalah hasil uji coba instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa.
a. Validitas Butir Tes
Validitas butir tes kemampuan analogi matematis siswa dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.8
Hasil Uji Validitas Kemampuan Analogi Matematis Siswa
b. Reliabilitas
Koefisien reliabilitas instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:
Nomor Soal r xy Interpretasi Signifikansi
1 0.617 Signifikan Tinggi
2 0.645 Signifikan Tinggi
3 0.135 Tidak Signifikan Rendah
4 0.623 Signifikan Tinggi
5 0.679 Signifikan Tinggi
Tabel 3.9
Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Analogi Matematis Siswa
Nomor Soal Reliabilitas Interpretasi
1
0.64 Tinggi
2 3 4 5 6
c. Daya Pembeda
Indeks Daya Pembeda instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut:
Tabel 3.10
Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Analogi Matematis Siswa
Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0.42 Baik
2 0.52 Baik
3 0.06 Jelek
4 0.48 Baik
5 0.44 Baik
6 0.44 Baik
d. Tingkat Kesukaran
Indeks kesukaran instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa
Tabel 3.11
Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Analogi Matematis Siswa
Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0.79 Mudah
2 0.40 Sedang
3 0.97 Sangat Mudah
4 0.34 Sedang
5 0.28 Sukar
6 0.34 Sedang
2. Analisis Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Generalisasi Matematis
Siswa
Instrumen tes kemampuan generalisasi matematis siswa ini terdiri dari 8
soal uraian. Masing-masing soal memiliki bobot penilaian sama yaitu empat.
Instrumen ini sebelum digunakan dalam penelitian, diujicobakan terlebih dahulu
kepada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan diajarkan dalam
penelitian ini. Uji coba instrumen ini bertujuan untuk melihat validitas soal,
reliabilitas soal, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal. Dari hasil uji validitas
terdapat satu item yang tidak valid atau tidak signifikan yaitu item nomor 1b dan
4a, akan tetapiuntuk soal no 4b diperbaiki. Berikut adalah hasil uji coba instrumen
tes kemampuan generalisasi matematis siswa.
a. Validitas Butir Tes
Validitas butir tes kemampuan generalisasi matematis siswa dalam
Tabel 3.12
Hasil Uji Validitas Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa
Untuk soal no. 4a tidak signifikan akan tetapi soal tersebut diperbaiki dan
diikutkan menjadi instrumen penelitian karena nilai r = 0,391 > rtabel = 0,297 untuk
n = 44 dalam taraf signifikansi 5%.
b. Reliabilitas
Koefisien reliabilitas instrument tes kemampuan generalisasi matematis
siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut:
Tabel 3.13
Hasil Reliabilitas Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa
Nomor Soal Reliabilitas Interpretasi
1a
Nomor Soal r xy Interpretasi Signifikansi
1a 0.580 Signifikan Cukup
4a 0.391 Tidak Signifikan Rendah
c. Daya Pembeda
Indeks Daya Pembeda instrumen tes kemampuan generalisasi matematis
siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.14 berikut:
Tabel 3.14
Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa
Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
1a 0.33 Cukup
Indeks kesukaran instrumen tes kemampuan generalisasi matematis siswa
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.15 berikut:
Tabel 3.15
Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa
Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1a 0.83 Mudah
3. Analisis Hasil Uji Coba Angket Sikap Siswa terhadap Matematika
Uji coba angket diujikan kepada 44 siswa yang telah mendapatkan materi
validitas diperoleh hasil bahwa dari 25 item ada 5 item yang tidak valid, yaitu
item nomor 4, 9, 14, 18 dan 24, atau dengan kata lain 20 item lainnya valid. Uji
validitas angket sikap siswa terhadap matematika tersaji dalam Tabel 3.16 berikut:
Tabel 3.16
Hasil Uji Validitas Skala Sikap Siswa terhadap Matematika
No Soal Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 .521* 0.000 44
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Setelah itu dilakukan uji reliabiltas instrument tes kemampuan
generalisasi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.17
Tabel 3.17
Hasil Reliabilitas Angket Sikap Siswa Terhadap Matematika
Nomor Item Reliabilitas Interpretasi
1
Tahap ini diawali dengan dokumentasi teoritis berupa studi kepustakaan
terhadap pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran discovery,
pengungkapan analogi dan generalisasi matematis siswa. Hasil kegiatan ini berupa
proposal penelitian, dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing
akademik.
Setelah proposal selesai dilanjutkan dengan pembuatan instrument
kemampuan analogi matematis dan soal tes kemampuan.generalisasi matematis,
serta skala sikap siswa dan lembar observasi. Uji coba dilaksanakan pada tanggal
26 maret dan 27 maret 2011 di kelas VIII.1 dan VIII.2 SMP N 13 Jakarta.
2. Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan langkah pertama adalah pemberian pretest pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan tes kemampuan analogi dan
generalisasi matematis yaitu di kelas VII.6 sebagai kelas eksperimen dan kelas
VII.8 sebagai kelas kontrol. Adapun penelitian ini dilakukan di SMP N 13 Jakarta
yang memiliki kemampuan homogen pada masing-masing kelasnya.
Selanjutnya pemberian pembelajaran dengan metode pembelajaran
discovery pada materi segitiga, persegi panjng dan persegi pada kelas eksperiman
sedangkan pada kelas kontrol dengan pembelajaran dengan metode pembelajaran
ekspositori dengan materi yang sama. Adapun jumlah pertemuan pada
masing-masing kelas yaitu tujuh kali pertemuan. Dalam kelas eksperimen siswa dibagi
beberapa kelompok masing-masing kelompok terdapat 4-5 siswa.
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui tes, skala sikap,
observasi dan wawancara. Tes yang terdiri dari dua buah tes yaitu tes kemampuan
analogi matematis dan tes kemampuan generalisasi matematis. Kedua jenis tes ini
diberikan ketika seluruh pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
sudah selesai.
Skala sikap siswa diberikan untuk menentukan sikap siswa terhadap