• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS KELOMPOK SISWA YANG BELAJAR INKUIRI DAN BIASA : Studi Eksperimen di salah satu SMP Negeri di DKI Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS KELOMPOK SISWA YANG BELAJAR INKUIRI DAN BIASA : Studi Eksperimen di salah satu SMP Negeri di DKI Jakarta."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………...……….. i

PERNYATAAN………. ii

KATA PENGANTAR ………... iii

UCAPAN TERIMAKASIH………... v

DAFTAR ISI ……….. vii

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. ………. xvii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ..………..……….. 1

B. Rumusan Masalah ……….……….. 10

C. Tujuan Penelitian ……… 11

D. Manfaat Penelitian ………. ………… 12

E. Hipotesis……….. 13

F. Definisi Operasional ……….. ………. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 16

A. Kemamapuan Penalaran Matematis ……….. 16

A.1. Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif………. ….. 17

A.2. Implikasi penalaran Induktif dalam Pembelajaran Inkuiri….. 19

B. Kemampuan Representasi Matematis…………...………. . 19

C. Model Pembelajaran Inkuiri………. 21

C.1 Pembelajaran di Kelas Inkuiri……….. 23

(2)

dalam Pembelajaran Inkuiri Induktif……….. 27

C.3 Contoh-contoh Pembelajaran Inkuiri………. 28

D. Pembelajaran Biasa….……….. . 33

E. Teori Belajar yang Relevan….……… 34

E.1 Teori Belajar Piaget………. 35

E.2 Teori Belajar Ausebel……….. 36

E.3 Teori Belajar Bruner………..………. 37

E.4 Teori Belajar Trowbridge……… 37

G. Penelitian yang Relevan ………. 38

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 41

A. Desain Penelitian ………... 41

B. Subjek Penelitian ………... 43

C. Variabel Penelitian………... 45

D. Pengembangan Instrumen ……….... 45

E. Soal Tes hasil Belajar ……… .. 46

E.1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis………... 47

E.2. Tes Kemampuan Representasi Matematis……….... 48

E.3. Analisis Hasil Butir Soal……….. 49

E.3.a. Reliabilitas………. 49

E.3.b. Validitas Butir Soal………. 50

E.3.c. Analisis Daya Pembeda……….. 51

E.3.d. Analisis Tingkat Kesukaran………. 53

E.4. Skala Sikap Siswa………... 56

E.5. Angket... 56

(3)

E.7.Jurnal Harian Siswa………. 57

F. Pengembangan Bahan Ajar ……….. 57

G. Prosedur Penelitian ……… 57

G.1. Tahap Persiapan………... . 58

G.2. Tahap Pelaksanaan……… 59

H. Teknik Analisa Data………... 62

H.1. Data Hasil Tes………. ... 62

H.2. Data hasil Non Tes………. 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………... 70

A. Hasil Penelitian ………... 70

A.1. Hasil Tes Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis kelas Eksperimen dan Kontrol………... 70

A.2. Hasil Skala Sikap ………... 93

A.3. Hasil Observasi.. ………... 104

A.4. Jurnal Harian Siswa……… 108

A.5. Tanggapan Pengamat Terhadap Pembelajaran Inkuiri…... 114

A.6. Temuan Selama Penelitian……… 116

B. Pembahasan Hasil Penelitian ………...………... 118

B.1. Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis …... 118

B.1.2. Kemampuan Siswa mengilustrasikan Ide Matematika.... 121

B.1. 3 Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah Matematis dengan Model... 122

B.2. Keterbatasan ……… 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 124

(4)

B. Saran………. ….………... 125

DAFTAR PUSTAKA ……….. DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Pedoman Pemberi Skor Soal Penalaran... 47

Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Representasi... 48

Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 50

Tabel.3.4 Klasifikasi Koefisien Validitas... 51

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Analisis Validitas Tes Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis………. 51

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda... 53

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis ……… 53

(5)

Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Analisis Tingkat Kesukaran

Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Representasi

Matematis... 55 Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Penalaran

dan Representasi Matematis……….. 55 Tabel 3.11. Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 62 Tabel .3.12 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi... 63 Tabel.3.13 Tabel Penolong untuk Pengujian Normalitas

Data dengan Chi Kuadrat... 65 Tabel 3.14 Kriteria pemberian skor kecenderungan

persetujuan siswa positif... 68 Tabel 3.15 Kriteria pemberian skor kecenderungan persetujuan

siswa positif... 69 Tabel 3.16 Interpretasi Perhitungan Persentase... 69 Tabel 4.1 Skor tertinggi, Skor Terendah, Rerata Kelompok

Eksperimen dan Kontrol Kemampuan Penalaran... 71 Tabel 4.2 Skor tertinggi, Skor Terendah, Rerata dan SD

Kelompok Eksperimen dan Kontrol... 72 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kelas Eksperimen

dan Kelas Kontrol... 74 Tabel 4.4 Hasil uji Homogenitas Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis Kelompok Eksperimen dan Control………. 75 Tabel 4.5 Uji Kesamaan Nilai Rata-rata Pretes

(6)

Deviasi Postes kelompok Eksperimen dan Kontrol

Kemampuan Penalaran………... 78 Tabel 4.7 Skor tertinggi, Skor terendah, rata-rata Standar

Deviasi Postes kelompok Eksperimen dan Kontrol

Kemampuan Representasi Matematis………... 79 Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kelompok

Eksperimen dan Kontrol... 82 Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Postes Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol……… 83 Tabel 4.10 Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kelas Eksperimen dan

Kelas Kontrol………... 84 Tabel 4.11 Gain Ternormalkan Kemampuan Penalara dan Representasi

Matematis Kelompok Eksperimen dan Kontrol... 86 Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Varians Skor Gain Ternormalkan

Kelompok Eksperimen dan KelompoK Kontrol... 88 Tabel 4. 13 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Gain Ternormalkan

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 89 Tabel 4.14 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor Gain Ternormalkan

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 91 Tabel 4.15 Data Kelompok Mengilustrasikan Ide Matematika... 92 Tabel 4.16 Data Kelompok Mengilustrasikan Ide Matematika... 93 Tabel 4.17 Distribusi Skor Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran

(7)

Tabel 4.20 Sikap Siswa terhadap Soal-soal Penalaran Matematis... 101 Tabel 4.21 Sikap Siswa terhadap Soal-soal Representasi Matematis... 102 Tabel 4.22 Rekapitulasi Seleksi Butir Skala Sikap... 103

Tabel 4.23 Aktivitas Guru selama Pembelajaran pada

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber daya manusia harus memiliki kemampuan dalam berpikir matematis. Kemampuan ini sangat diperlukan agar peserta didik memahami konsep yang dipelajari, dan dapat menerapkannya dalam berbagai situasi. Dalam Principles and Standards for

School Mathematics tahun 2000 diungkapkan bahwa penalaran dan representasi adalah

dua dari lima kemampuan yaitu: pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi dan representasi yang seharusnya dimiliki siswa, khususnya penalaran dan representasi sudah dimulai dari tingkat Taman Kanak-kanak.

(9)

Aplikasi penalaran sering ditemukan selama proses pembelajaran matematika. Penalaran dan matematika dua hal yang tidak bisa dipisahkan, karena materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika (Depdiknas, 2002). Kenyataan ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara penalaran dengan matematika dalam artian, belajar matematika menggunakan nalar dan berlatih nalar menggunakan matematika. Seperti diketahui, matematikalah yang sebenarnya menawarkan kepada pengetahuan – pengetahuan alam suatu pengukuran, tanpa matematika, kesemuanya itu tidaklah mungkin untuk diperoleh (Albert Einstein, dalam Wikipedia 2008). Alasan perlu belajar matematika karena 1) Matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis; 2) Matematika itu bahasa yaitu bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, akurat dengan simbol yang padat; 3) Matematika adalah: pengetahuan terstruktur yang terorganisir, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; 4) Matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau ide; 5) Matematika adalah: suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisan (Jonson dan Rising dalam Asep, 2008).

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang

(10)

hasil penyimpulannya disebut dengan konklusi sedangkan konsekuensi adalah hubungan antara premis dan konklusi.Penalaran matematis (mathematical reasoning) diperlukan untuk menentukan apakah sebuah argumen matematika valid, dan penalaran matematika juga dipakai untuk membangun suatu argumen matematika. Penalaran matematika tidak hanya penting untuk melakukan pembuktian (proof) atau pemeriksaan program (program verification), tetapi juga untuk melakukan inferensi dalam suatu sistem kecerdasan buatan (artificial intelligence). Menurut Keraf (dalam Awaludin, 2007) penalaran merupakan proses yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan.

Wahyudin (2008) menyatakan penalaran dan pembuktian matematis menawarkan cara-cara yang tangguh untuk membangun dan mengekspresikan gagasan-gagasan tentang beragam fenomena yang luas. Orang-orang yang menggunakan nalar dan berpikir secara analitis cenderung memperhatikan pola-pola, struktur, atau keteraturan –keteraturan baik itu dalam situasi – situasi dunia nyata maupun dalam objek simbolis. Pada pokoknya, suatu bukti matematika adalah suatu cara yang formal untuk mengekspresikan jenis-jenis penalaran dan justufikasi tertentu.

(11)

Dalam proses bernalar, kemampuan penalaran logis sangat diperlukan, karena kemampuan penalaran logis adalah kemampuan mengidentifikasi atau menambahkan argumentasi logis yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Logika dipakai untuk menarik kesimpulan dari suatu proses berpikir berdasar cara tertentu, yang mana proses berpikir di sini merupakan suatu penalaran untuk menghasilkan suatu pengetahuan. Berpikir secara logis atau berpikir dengan penalaran ialah berpikir tepat dan benar yang memerlukan kerja otak dan akal sesuai dengan ilmu-ilmu logika (Awaludin, 2007).

Kemampuan lain yang harus dikembangkan adalah kemampuan representasi yaitu kemampuan siswa mengkomunikasikan ide/gagasan matematika yang dipelajari dengan cara tertentu. Menurut Ruseffendi (dalam Kartini 2007), siswa SMP Kelas II berada pada tahap operasi konkrit, tepat untuk memberi banyak kesempatan memanipulasi benda-benda konkrit, membuat model, diagram dan lain-lain, sebagai alat perantara merumuskan dan menyajikan konsep-konsep abstrak.

Kaput (dalam Goldin, 2002) mengatakan bahwa representasi terbagi dua yaitu representasi eksternal dan representasi internal. Representasi internal yang ada di dalam pikiran siswa, sedangkan representasi eksternal berupa : simbol tertulis, gambar (model) ataupun obyek fisik lainnya. Simbol tertulis dalam pembelajaran matematika bukan tujuan akhir tetapi merupakan elemen yang mendasar dalam mendukung pemahaman para siswa dalam mengkomunikasikan berbagai pendekatan pemahaman matematika pada diri siswa dan orang lain.

(12)

menginterpretasikan matematika dalam dirinya sendiri dan lingkungannya dan mampu membangun suatu konsep intuitif tentang matematika dan aplikasinya. Berpikir tentang ide matematika yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas dasar ide dan tidak dapat diamati karena ada didalam mental seseorang disebut representasi internal.

Pemahaman matematika melalui representasi adalah dengan mendorong siswa menemukan dan membuat suatu representasi sebagai alat atau cara berpikir dalam mengkomunikasikan gagasan matematika dari abstrak menuju konkrit. Representasi matematis melibatkan cara yang digunakan siswa untuk mengkomunikasikan bagaimana mereka menentukan jawabannya sebagaimana diungkapkan Jakabcsin dan Lane (dalam Kartini, 2007). Komunikasi dalam matematika memerlukan representasi yang dapat berupa: simbol tertulis, diagram, tabel, ataupun benda (Hudiono, 2005) karena matematika yang bersifat abstrak membutuhkan sajian–sajian benda konkrit untuk memudahkan siswa memahami konsep yang dipelajari. Dengan sajian-sajian benda konkrit guru memberikan kesempatan kepada siswa, untuk memahami matematika dengan mengamati, menduga, mengkaji, menganalisis, menemukan, merumuskan dan membuat kesimpulan. Peran sajian benda-benda konkrit diperlukan dalam penanaman konsep matematika, sajian ini tidak diperlukan lagi dalam pemecahan soal. Sajian yang digunakan dalam menyelesaikan soal berupa gambar atau grafik.

(13)

melalui sketsa atau gambar yang telah dikenal siswa melalui berbagai cara. Konsep matematisasi vertikal seperti : representasi hubungan – hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan model-model yang berbeda dan penggeneralisasian.

Selanjutnya Sabandar (2006) mengemukakan bahwa umumnya konsep-konsep matematika berawal dari pengalaman dan kejadian dalam kehidupan manusia. Sehingga, ketika orang diharapkan mempelajari matematika agar mengerti maknanya, sebaiknya ia dapat kenal dan memahami akan adanya situasi atau konteks yang memuat serta melahirkan konsep matematika tertentu yang akan dipelajari siswa. Oleh karena itu, sekalipun pada bagian akhir dari pembelajaran matematika akan menghasilkan siswa yang telah memahami dan menguasai konsep matematika yang pada mulanya abstrak baginya, siswa harus diberi kesempatan untuk menjalani suatu tahap konkrit. Pengertian konkrit disini, tidak hanya sebatas bahwa siswa bisa melihat, meraba akan model konkrit dari konsep yang akan dipelajari, tetapi juga bahwa siswa dapat menangkap akan adanya situasi yang konkrit bagi siswa.

(14)

metode yang digunakan oleh guru pada umumnya pembelajaran satu arah atau pembelajaran biasa. Dengan demikian siswa hanya menerima ilmu pengetahuan dari satu sumber yaitu guru, siswa tidak pernah diberi kesempatan untuk membuktikan dan menemukan fakta.

Berdasarkan hasil studi Hudiono (2005) menunjukkan bahwa terjadinya kelemahan representasi siswa seperti tabel, gambar, model disampaikan kepada siswa karena hanya sebagai pelengkap dalam penyampaian materi. Dengan demikian guru tidak menumbuh kembangkan kemampuan representasi siswa, karena siswa cenderung menerima semua yang diberikan guru. Lebih jauh Hudiono menyatakan, bahwa siswa yang mengerjakan soal matematika yang berkaitan dengan kemampuan representasi, hanya sebagian kecil siswa dapat menjawab dengan benar, sebagian lagi masih lemah. Dari pernyataan ini jika siswa mempunyai kemampuan representasi yang lemah maka kemampuan penalaran juga masih rendah, karena siswa belum mampu menggunakan daya nalar untuk merepresentasikan materi matematika yang abstrak ke konkrit. Pada hal menurut Piaget (dalam Matlin,1983), usia siswa SMP kelas VII untuk geometri berada pada tahap operasi konkrit, seharusnya pada usia ini siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda konkrit, membuat diagram, gambar, model dan lain-lain. Kemampuan siswa memanipulasi benda-benda konkrit didukung oleh daya nalar siswa dalam merepresentasikan gagasan matematika

(15)

menduga, mengkaji, menganalisis, menemukan, merumuskan dan membuat kesimpulan sebagai proses pemeriksaan. Inkuiri merupakan salah satu dari tiga pembelajaran

discovery learning yaitu : Menemukan, Inkuiri dan Pembelajaran Berbasis Masalah

Van Joolingen (1989) mengatakan bahwa: discovery learning adalah jenis pembelajaran dimana siswa mengkonstruksi pengetahuannya melalui penemuan dengan kemampuan dan menduga dari hasil penemuan tersebut. Borthick & Jones (2000), mengemukakan tentang discovery learning bahwa siswa belajar untuk mengenal suatu masalah, karakteristik dari solusi, mencari informasi yang relevan, membangun strategi untuk mencari solusi, dan melaksanakan strategi yang dipilih. Inkuiri berasal dari suatu kenyataan bahwa siswa memiliki kebebasan dalam belajar dan selama dalam proses pengajaran menuntut partisipasi aktif siswa.

Turmudi (2008) menyatakan matematika adalah proses inquiry dan proses

coming to know, lapangan berekreasi dan temuan manusia yang secara terus menerus

meluas, dan bukan produk yang selesai. Dalam inkuiri proses pembelajaran matematika, mengharapkan siswa memiliki keingintahuan dan ingin berkembang, dan inkuiri menekankan dan memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi dan memberikan arah yang spesifik sehingga area baru dapat tereksplorasi dengan lebih baik dan siswa mampu merepresentasikan matematika dengan temuannya. Sebagai ciri khas dari inkuiri adalah induktif dan dalam penalaran metode yang digunakan adalah metode deduktif dan induktif maka metode yang digunakan untuk mendukung kemampuan penalaran dan representasi adalah dikhususkan kepada pendekatan inkuiri induktif .

(16)

yang memerlukan mereka untuk menggerakkan dari fakta-fakta dan pengamatan-pengamatan yang spesifik ke kesimpulan-kesimpulan. Untuk membantu para siswa memenuhi hal ini, guru memilih satu set kejadian atau bahan-bahan untuk pelajaran. Siswa bereaksi dan usaha-usaha untuk membangun suatu pola yang penuh arti berdasar pada pengamatan-pengamatan pribadi dan pengamatan atas yang lain.

Sebagai gambaran penerapannya dalam segiempat beraturan dalam menemukan luas persegipanjang. Siswa diberikan benda konkrit berupa guntingan persegi dengan panjang sisi satu satuan. Guru mendorong para siswa untuk berbagi pemikiran mereka sehingga seluruh kelas mendapat manfaat yang mendalam yaitu membandingkan banyak persegi hubungannya dengan panjang sisi untuk menemukan rumus luas persegipanjang. Guru sebagai pusat informasi dan menyajikan prinsip-prinsip penting, tema-tema atau hipotesis. Para siswa adalah aktif terlibat di dalam menguji bentuk yang diberikan guru. Pada saat siswa menemukan suatu rumusan, maka guru telah membentuk karakter siswa yang mandiri, bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan lingkungannya. Siswa dalam mendapatkan informasi tentang pengetahuan tidak bergantung kepada guru tetapi siswa mampu belajar mandiri baik dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah.

(17)

penemuan ilmu didalam kelas dan diluar kelas, siswa mempunyai tanggung jawab penuh untuk mencari informasi yang diperlukan untuk memahami konsep matematika pada materi yang akan diajarkan.

Kerjasama antara guru dan siswa, siswa dan siswa merupakan landasan yang kokoh dalam otonomi kelas. Tujuan dari otonomi kelas adalah untuk membiasakan anak-anak agar merasa hidup dalam belajar. Selain itu, agar mereka tidak jenuh dan bertanggung jawab terhadap apa yang dipelajari dan guru tidak mengambil hak-hak kemerdekaan siswa didalam kelas dengan sifat otoritas yang selalu berpusat pada guru. Otonomi kelas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa diberi kebebasan untuk memberi pendapat ketika berdiskusi, mengemukakan dugaan dan ketika mempresentasikan hasil temuannya.

Berdasarkan uraian diatas, penulis telah melaksanakan sebuah studi yang berjudul ” Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis pada Kelompok Siswa yang Belajar Inkuiri dan Biasa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini maka rumusan masalah secara umum dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan representasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika inkuiri induktif dan biasa.

(18)

2. Apakah kemampuan representasi matematis kelompok siswa yang belajar inkuiri lebih baik dari kelompok siswa yang belajar biasa?

3. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis kelompok siswa yang belajar inkuiri lebih baik dari kelompok siswa yang belajar biasa?

4. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis kelompok siswa yang belajar inkuiri lebih baik dari kelompok siswa yang belajar biasa.

5. Apakah tanggapan siswa tentang pembelajaran inkuiri positif? C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh informasi mengenai kemampuan penalaran dan representasi matematis siswa SMP melalui pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa. Secara lebih rinci tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui, perbedaan kemampuan penalaran kelompok siswa yang belajar inkuiri induktif dengan kelompok siswa yang belajar biasa.

2. Mengetahui, perbedaan kemampuan representasi kelompok siswa yang belajar inkuiri induktif dengan kelompok siswa yang belajar biasa.

3. Mengetahui, pembelajaran dengan menggunakan model inquri induktif dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa daripada model pembelajaran biasa.

4. Mengetahui, pembelajaran dengan menggunakan model inkuri induktif dapat meningkatkan kemampuan representasi siswa dari pada model pembelajaran

(19)

5. Mengetahui tanggapan siswa terhadap implementasi model pembelajaran dengan inkuiri.

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan pembelajaran matematika dan sebagai masukan bagi semua pihak

1. Bagi siswa

Melalui hasil penelitian ini siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan penalaran dan representasi untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

2. Bagi guru:

Hasil penelitian ini dapat menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat diaplikasikan dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan representasi

matematis siswa. 3. Bagi sekolah:

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan/menerapkan pembelajaran inkuiri di kelas-kelas lain.

4. Bagi Penulis

(20)

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan adalah:

1. Kemampuan penalaran matematis kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri lebih baik dari kelompok siswa yang belajar biasa.

2. Kemampuan representasi matematis kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri lebih baik dari kelompok siswa yang belajar biasa.

3. Peningkatan kemampuan penalaran matematis kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri lebih baik dari kelompok siswa yang belajar biasa.

4. Peningkatan kemampuan representasi matematis kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri lebih baik dari kelompok siswa yang belajar biasa.

F. Definisi Operasianal

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan pada penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Representasi adalah

a. Sesuatu yang siswa gunakan untuk mengkomunikasikan ide/gagasan matematika yang dipelajari dengan cara tertentu.

b. Alat atau cara yang digunakan siswa untuk mengkomunikasikan jawaban atau ide-ide matematik, yaitu antara lain model.

(21)

dari semuanya.

d. Kemampuan mengungkapkan kembali suatu uraian atau pragraf matematik dalam bahasa sendiri.

e. Kemampuan menyusun argumen atau mengungkapkan pendapat. 2. Penalaran

a. Cara-cara yang tangguh untuk membangun dan mengekspresikan gagasa-gagasan tentang beragam fenomena yang luas yang cenderung memperhatikan pola-pola terstruktur dan ketentuan –ketentuan dalam situasi nyata maupun simbolik.

b. Penalaran matematis (mathematical reasoning) diperlukan untuk menentukan apakah sebuah argumen matematika valid dan juga dipakai untuk membangun suatu argumen

matematika.

c. Penalaran matematik yang dimaksud merupakan penalaran induktif yang terdiri atas penalaran analogi dan penalaran generalisasi. Penalaran analogi merupakan kegiatan dan proses penyimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta, sedangkan penalaran generalisasi merupakan penarikan kesimpulan umum dari data-data atau fakta-fakta yang ada.

3. Pembelajaran Inkuiri Induktif

(22)

b. Melalui inkuiri yang induktif, para siswa merasakan proses-proses pemikiran dari fakta-fakta dan pengamatan-pengamatan yang spesifik ke kesimpulan-kesimpulan. 4. Pembelajaran Biasa

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahui akibat perlakuan pembelajaran inkuiri terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan kemampuan representasi siswa. Arikunto (1995) mengatakan, “Penelitian eskperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu perlakuan pada subjek selidik. Dengan kata lain hubungan sebab akibat yang dimaksud disini adalah dengan cara membandingkan kelompok siswa yang diberi perlakuan pembelajaran inkuiri dengan kelompok siswa yang diberi perlakuan pembelajaran biasa Desain dalam penelitian ini adalah “Kelompok Kontrol Non-Ekivalen” yang merupakan bagian dari bentuk “Kuasi-Eksperimen”. Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya, Ruseffendi (1994). Penggunaan desain dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak. Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan kacaunya jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah.

(24)

42

yang berbeda; 3)variabel diukur secara kuantitatif;4) menggunakan statistik inferensial, yaitu statistik yang dipergunakan untuk membuat generalisasi hasil penelitian terhadap populasinya atau terhadap yang lain yang karakteristiknya mirip dengan populasi itu;5) adanya kontrol terhadap variabel-variabel luar;6) paling tidak, ada satu variabel bebas yang dimanipulasikan. Pada penelitian ini pemilihan sampel didasarkan oleh dua validitas, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal adalah kemampuan penalaran dan representasi dengan pembelajaran inkuiri, sedangkan validitas eksternalnya yaitu kelas kontrol. Fungsi dari kelas kontrol sebagai validitas eksternal adalah untuk mengontrol perlakuan terhadap kelas eksperimen.

Dalam penelitian ini perlakuannya sebagai berikut:

1). Dua kelompok siswa, yaitu kelompok yang masing-masing model pembelajarannya menggunakan pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa. 2). Untuk mengetahui kemampuan penalaran dan representasi matematis siswa

maka diberi tes awal dan tes akhir yang keduanya merupakan tes yang sama Adapun desain penelitiannya sebagai berikut:

A O X O

A O O

Dimana:

A : Pemilihan sampel secara acak O : Pretest / Postest

(25)

Pada penelitian ini diberikan tes awal kemampuan penalaran dan representasi dengan alasan:

1. Materi Segiempat ini merupakan materi yang telah dipelajari di kelas VI SD. 2. Kemampuan penalaran dan representasi yang dimiliki siswa sudah ada, biarpun

masih rendah. B. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2008/2009 mengenai pokok bahasan segiempat yang terdiri dari sub pokok bahasan, persegi, persegipanjang, jajargenjang, trapesium, belahketupat dan layang-layang, di salah satu SMP Negeri di Kecamatan Tamansari, Kodya Jakarta Barat, DKI Jakarta.

Penentuan kelas ekperimen dan kelas kontrol sebagai subjek penelitian, dilakukan secara acak dari lima kelas VII yang ada. Jumlah kelas VII di SMP tempat peneliti ada tujuh kelas, tetapi karena dua kelas yaitu kelas VII E Dan VIIG telah mengalami pembelajaran kontekstual maka diputuskan lima kelas sebagai kelas sampel yang diambil secara acak. Kelima kelas tersebut adalah kelas VIIA, VII B, VII C, VIID, dan VII F. Proses pengambilan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan penomoran dan diundi. Pengambilan kelas eksperimen dan kelas kontrol disaksikan oleh guru yang mengajar pada kelima kelas tersebut. Sebagai pertimbangan dipilihnya siswa kelas VII, ada beberapa alasan pemilihan subjek penelitian, yaitu :

(26)

44

siswa dan kemandirian siswa untuk menumbuhkembangkan kemampuan penalaran dan representasi matematis.

2. Lokasi SMP ini adalah

a. Sebelah Utara dekat dengan Stasiun Kereta Api yang dikenal dengan BEOS, dan Trans Jakarta yang dikenal dengan BusWay dan Museum Fatahillah.

b. Di sebelah Selatan adalah Lokasari sebagai pusat ”Porstitusi” dan Judi c. Di sebelah Timur dekat dengan pusat perbelanjaan Pasar Pagi Mangga Dua. d. Di sebelah Barat dekat dengan Pasar Glodok sebagai pusat elektronik dan

penjualan DVD bajakan juga Jalan Gajah Mada yang terkenal dengan Bar dan restaurantnya.

3. Di pilih kelas VII dengan asumsi bahwa mereka baru lulus dari SD dan belum pernah mengalami model pembelajaran inkuiri dan tidak mengganggu program sekolah untuk menghadapi ujian akhir.

4. Aktivitas Siswa kelas VII memulai aktivitas dari jam 12.30 s/d 17.10. Kondisi ini merupakan tantangan bagi peneliti untuk memotivasi siswa belajar matematika dengan situasi yang menyenangkan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.

5. Keadaan siswa-siswi SMPN tempat peneliti

a. Tempat tinggal siswa-siswa pada umumnya berada pada wilayah kumuh yaitu: di sekitar pinggiran rel kereta api, lokasari, mangga dua, gajah mada, pasar ikan dekat dengan pelabuhan Sunda Kelapa.

(27)

c. Pendidikan Orang tua pada umumnya SD dan SMP

d. Perolehan nilai matematika UASBN dari SD ke SMP rata-rata standar f. Out put rata-rata perolehan nilai UN mata pelajaran matematika adalah 5,2 Berdasarkan hasil UN tahun ajaran 2008/2009 perolehan peringkat sekolah adalah peringkat 49 dari 50 sekolah negeri dikotamadya Jakarta Barat. Perolehan prestasi sekolah ini semakin menurun dari tahun-tahun sebelumnya, karena sekolah ini pada tahun 2000-2006 pernah mendapatkan peringkat satu dari kecamatan Tambora, Taman Sari, Grogol dan Petamburan. Tetapi sejak tahun 2007-2009, peringkat sekolah jika ditinjau dari perolehan hasil UN semakin menurun. Hasil evaluasi dari pimpinan sekolah menyebutkan, untuk tahun ajaran baru 2009-2010, diharapkan guru sebagai ujung tombak maju mundurnya prestasi sekolah harus lebih meningkatkan keseriusan dalam kegiatan belajar mengajar, penerimaan siswa harus lebih selektif, dan orang tua siswa lebih peduli kepada pendidikan anaknya.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran inkuiri

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan penalaran dan representasi matematis siswa.

D. Pengembangan Instrumen Penelitian

(28)

46

dan guru) dan jurnal harian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes awal dan tes akhir yang merupakan tes penilaian untuk mengukur kemampuan penalaran dan representasi siswa . Tes awal dan tes akhir merupakan soal yang sama. Sebelum soal ini dibuat, terlebih dahulu dibuat kisi-kisinya, untuk mengetahui kehandalan soal yang dibuat dilakukan analisis mengenai validitas isi. Pengukuran validitas isi yang digunakan penulis meminta bantuan enam orang penilai (validator) antara lain: dua orang teman sejawat (mahasiswa S2 Pendidikan Matematika UPI Bandung) dan satu orang guru senior di sekolah tempat peneliti, sekaligus guru inti MGMP DKI Jakarta dan penulis soal-soal UN, dan dua orang dosen pembimbing penulis. Validitas soal yang dinilai meliputi: kesesuaian antara butir soal dan indikator, kejelasan bahasa dan gambar, kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa kelas VIII SMP, dan kesesuaian materi atau konsep.

Sebelum soal ini digunakan terlebih dahulu diujicobakan dengan maksud untuk mengukur validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembedanya. Perangkat soal ini diuji cobakan pada tanggal 19 dan 20 Maret pada kelas VIIIG SMP Negeri 22 DKI Jakarta. Uji coba soal pertama, tanggal 19 Maret dengan soal penalaran dan hari kedua tanggal 20 Maret dengan soal representasi, dengan waktu masing-masing 80 menit. Perhitungan selengkapnya ada pada lampiran B

E. Soal Tes Hasil Belajar

(29)

kunci jawaban. Pemberian skor untuk masing-masing butir soal dalam tes kemampuan penalaran dan representasi matematis diuraikan sebagai berikut:

E.1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Tes kemampuan penalaran matematis pada penelitian ini berbentuk uraian sebanyak 4 yang diberikan diawal dan diakhir pembelajaran melalui metode inkuiri. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis siswa terhadap materi yang diberikan. Penyusunan tes kemampuan penalaran ini diawali dengan penyusunan kisi-kisi tes, dan butir soal, dilanjutkan dengan penyusunan kunci jawaban dan kriteria penilaian.

Kriteria pemberian skor tes kemampuan penalaran matematis mengadopsi penskoran holistic scale dari North Carolina Departement of Public Instruction (1994) seperti tertera pada tabel 3 berikut:

Tabel 3.1

Pedoman Pemberi Skor Soal Penalaran (Uraian)

Respon Siswa terhadap Soal Skor

Tidak ada jawaban/ Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/ Tidak ada yang benar

0

(30)

48

E.2. Tes Kemampuan Representasi Matematis

Soal untuk mengukur kemampuan representasi matematis disusun dalam bentuk tes esai. Penyusunan soal pada penelitian ini menuntut siswa memberikan jawaban berupa mengilustrasikan ide matematika dengan model ataupun benda nyata. Pemberian skor jawaban siswa disusun berdasarkan tiga indikator representasi yang disesuaikan dengan pedoman yang diusulkan Cai, Lane, dan Jakabcsin seperti pada tabel.

Tabel 3.2

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Representasi

Skor Mengilustrasika/menjelaskan Menyatakan/menggambar Ekspresi

Matematik/penemuan

0

Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman

(31)

Selanjutnya data hasil uji coba tes yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui karakteristik setiap butir soal, antara lain: reliabilitas, validitas, daya pembeda (DB) dan tingkat kesukaran (TK) dengan menggunakan komputer program Ecxel dan kalkulator

fx-3650P

E.3. Analisis butir soal E.3.a. Reliabilitas

Suatu alat ukur (instrument) memiliki realibilitas yang baik bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal walaupun dikerjakan oleh siapun (dalam level yang sama), di manapun dan kapanpun berada. Untuk mengukur reliabilitas soal menggunakan rumus yaitu :

(32)

50

Reliabilitas tes kemampuan penalaran matematis didapat sebesar 0,79 dan reliabilitas tes kemampuan representasi sebesar 0,87. Menurut tabel 3.3 reliabilitas tes kemampuan penalaran termasuk kategori tinggi dan reliabilitas tes kemampuan representasi matematis pada interpretasi sangat tinggi. Hasil perhitungan selengkapnya untuk kemampuan penalaran dapat dilihat pada lampiran B halaman 264 dan untuk kemampuan representasi pada lampiran B.

E.3.b. Validitas Butir Soal

Cara menentukan validitas adalah dengan menghitung koefisien korelasi antara evaluasi yang akan diketahui validitasnya dengan alat ukur lain yang telah dilakukan dan diasumsikan memiliki validitas yang tinggi sehingga hasil evaluasi ini digunakan sebagai kriteria yang mencerminkan kemampuan siswa.

Salah satu cara mencari koefisien validitas yaitu dengan menggunakan rumus korelasi Produk Moment memakai angka kasar sebagai berikut:

(33)

Tolak Ukur untuk mengintrepretasikan derajat validitas digunakan kriteria menurut Guilford ( Arikunto, 2002 : 75)

Tabel.3.4

Hasil dari perhitungan validitas tes kemampuan penalaran dan kemampuan representasi matematis diperoleh analisis validitas tes seperti pada tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5

Hasil Perhitungan Analisis Validitas Tes Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis

(34)

52

memang siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik, dan siswa yang kurang tidak dapat mengerjakan dengan baik. Menurut Suherman & Sukjaya (1990), proses penentuan kelompok atas dan bawah diambil sebesar 54% yaitu : 27% untuk kelompok atas dan 27% jika jumlah sampel > 30.

Untuk mengitung daya pembeda menggunakan rumus sebagai berikut:

Untuk menentukan kelompok tinggi atau kelompok rendah adalah sekitar 27% x jumlah siswa.

(35)

Tabel 3.6

Perolehan analisa data pada perhitungan daya pembeda pada kemampuan penalaran matematis dan kemampuan representasi matematis siswa dijelaskan pada tabel 3.7 berikut ini

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis

Perhitungan selengkapnya tersaji pada Lampiran B halaman 268 dan 281 E.3.d. Analisis Tingkat Kesukaran

(36)

54

terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah dengan kata lain derajat kesukaran item itu adalah sedang atau cukup.

Tingkat Kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan Rumus:

T = Jumlah peserta kelompok atas dan kelompok bawah Smak = Skor tertinggi dari butir soal tersebut

Smin = Skor terendah dari butir soal tersebut

(37)

Hasil analisa dan perhitungan tingkat kesukaran untuk tes kemampuan penalaran dan representasi smatematis siswa tertera pada tabel 3.9 berikut ini.Perhitungan pada Lampiran B.

Tabel 3.9

Hasil Perhitungan Analisis Tingkat Kesukaran Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Representasi Matematis

Jenis tes No Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi Penalaran

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Penalaran dan Representasi Matematis

(38)

56

Berdasarkan analisis butir soal tersebut, maka perangkat soal yang dibuat untuk soal tes kemampuan penalaran dan representasi matematis untuk seluruh soal memenuhi persyaratan yang digunakan sebagai soal pretes dan postes dalam penelitian.

E.4. Skala Sikap Siswa

Skala sikap digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika inkuiri. Skala sikap diberikan hanya kepada kelas eksperimen. Pernyataan- pernyataan disusun didalam bentuk pernyataan tertutup tentang pendapat siswa. Model skala sikap yang digunakan adalah model skala sikap Likert. Skala sikap digunakan sebanyak 20 pernyataan yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Setiap pernyataan memiliki 4 pilihan jawab, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Dalam penelitian ini jika pernyataan positif maka pemberian skor terdiri dari : SS = 5, S = 4, TS = 2, STS = 1, dan jika pernyataan negatif maka skor terdiri dari : SS = 1, S = 2, TS = 4, STS = 5, sedangkan skor 3 tidak dipergunakan sebagai skor siswa yang tidak memberi komentar. Kualitas sikap siswa dapat diketahui dari skor sikap siswa untuk setiap pernyataan. Selanjutnya skor tersebut dibandingkan dengan sikap netralnya terhadap setiap item, indikator, dan klasifikasinya.

E.5. Angket (kuisioner terbuka)

(39)

terhadap model pembelajaran yang sering diterima. Pertanyaan berhubungan dengan perasaan selama mengikuti pembelajaran, pendapat tentang model, serta pengaruh model terhadap kondisi belajar

E.6. Lembar Observasi

Lembar isian ini diberikan kepada pengamat kelas eksperimen dan kelas kontrol, untuk mengamati aktivitas siswa dan guru setelah pembelajaran selesai. Sedangkan kuisioner adalah lembaran yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengungkapkan tentang cara-cara yang sering dilakukan dalam pelajaran matematika, harapan siswa dalam belajar matematika dan tanggapan terhadap model pembelajaran yang sering diterima. Pertanyaan berhubungan dengan perasaan selama mengikuti pembelajaran, pendapat tentang model, serta pengaruh model terhadap kondisi belajar. E. 7. Jurnal Harian Siswa

Jurnal harian siswa diberikan pada setiap pertemuan, 5 menit sebelum kegiatan belajar mengajar berakhir. Pada setiap pertemuan pertanyaan ada dua jenis yang menyangkut tanggapan suasana pembelajaran dan materi yang sudah dipelajari.

F. Pengembangan Bahan Ajar

Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi kelas VII SMP yaitu pokok bahasan Segiempat Beraturan, yang merajuk pada KTSP. Bahan ajar disusun dalam bentuk LKS, yang mengacu kepada metode inkuiri .

(40)

58

maka pada setiap pertemuan siswa harus mengalami tahap-tahap pembelajaran inkuiri yaitu: observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan. Rincian materi segiempat beraturan adalah sebagai berikut:

Pokok bahasan segiempat meliputi:

1. Jenis-jenis dan sifat-sifat segiempat 2. Keliling Segiempat

3. Luas Segiempat

4. Panjang Diagonal Segiempat

Segiempat yang dipelajari terdiri dari: persegi

Persegipanjang Jajargenjang Trapesium Belahketupat Layang-layang G. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dikelompokan dalam dua tahap, yaitu : tahap persiapan dan tahap pelaksanaan

G.1. Tahap Persiapan

Tahap ini diawali dengan kegiatan dokumentasi teoritis berupa studi kepustakaan/literatur tentang pembelajaran inkuiri, kemampuan penalaran dan representasi matematis siswa, pembuatan proposal, seminar proposal, dan perbaikan proposal hasil seminar. Kemudian dilanjutkan dengan langkah –langkah berikutnya: 1. Observasi tempat sekolah yang akan diteliti.

(41)

Instrumen dipersiapkan dua bagian yaitu dari materi semester I dan materi semester II. Fungsinya untuk mengantisipasi waktu pelaksanaan penelitian.

3. Mengajukan surat ijin melaksanakan penelitian kepada Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

4. Kunjungan kesekolah dan mengajukan surat ijin kepada Kepala Sekolah tempat pelaksanaan penelitian.

5. Berkonsultasi dengan guru matematika untuk menginformasikan teknis pelaksanaan penelitian dan mencari data-data yang dibutuhkan selama pelaksanaan penelitian 6. Memilih sampel baik untuk kelompok eksprimen maupun kelompok kontrol dengan

pembuatan instrumen penelitian dan rancangan pembelajaran terdiri dari soal tes kemampuan penalaran dan representasi matematis siswa, skala sikap siswa, angket pandangan guru terhadap pembelajaran.

G. 2. Tahap Pelaksanaan

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian adalah pemilihan sampel secara acak dari jumlah kelas yang ada diambil dua kelas sebagai sampel. Kedua kelas tersebut diberi nama kelompok eksperimen, dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah siswa pembelajarannya menggunakan inkuiri, sedangkan kelompok kontrol adalah siswa yang pembelajarannya biasa. Kelas eksperimen diberi pembelajaran oleh peneliti dengan diawasi dan oleh guru matematika kelas tersebut sebagai pengamat.

(42)

60

kelas untuk mengukur kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan diberikan. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mendapat perlakuan yang sama dalam hal jumlah jam pelajaran, yang diberikan untuk mempelajari materi dalam kelas. Kelas eksperimen dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan LKS buatan peneliti, sedangkan kelas kontrol menggunakan sumber pembelajaran dari buku LKS yang disediakan sekolah. Jumlah pertemuan pada kelas eksperimen 10 pertemuan sedangkan pada kelas kontrol 8 kali pertemuan.

Setelah pembelajaran inkuri ini dilakukan pada kelas eksperimen dan pembelajaran biasa dilakukan pada kelas kontrol, kedua kelompok diberi tes akhir yang soalnya sama dengan tes awal. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penalaran dan representasi sebelum dan sesudah pembelajaran dilakukan, disamping itu tes ini digunakan untuk membedakan kelompok mana yang lebih baik kemampuan penalaran dan representasi. Tes awal dan tes akhir juga digunakan untuk membandingkan apakah kelas ekperimen lebih baik peningkatannya dibandingkan dengan kelas kontrol atau sebaliknya. Pelaksanaan tes penalaran dan representasi masing-masing 80 menit baik dikelas eksperimen maupun dikelas kontrol.

(43)

Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Kelas Tes Awal Tes Awal Kelas

Kontrol Kemampuan Kemampuan eksperimen Penalaran Representasi

Matematis Siswa Matematis siswa

Gambaran Gambaran Aktivitas

Aktivitas Guru Guru Mengajar

Mengajar

Pembelajaran dengan

Model Inkuiri

.

Gambaran Gambaran Aktivitas

Aktivitas Belajar Siswa Belajar Siswa Pembelajaran

Biasa

Tes Akhir Kemampuan Tes Akhir Kemampuan Skala sikap siswa Penalaran Siswa Representasi Siswa terhadap pembelajaran

Kesimpulan

(44)

62

3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dimulai setelah hasil uji coba dilaporkan kepada pembimbing dan layak untuk dilanjutkan untuk penelitian. Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.11 berikut.

Tabel 3.11. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pertemuan Hari/ tanggal Waktu Kegiatan

1 Selasa, 7-4- 2009 12.45 – 14.05 Pretes Penalaran 2 Rabu, 8-4 2009 12.45 – 14.05 Pretes Representasi

3 Kamis, 9-4-2009 12.45 - 14.45 Unjuk kerja jenis-jenis segiempat

4 Selasa, 14-4 -2009 12.45 – 14.05 Menemukan sifat-sifat segiempat

5 Kamis, 20-4-2009 12.45 – 14.45 Persegi

6 Selasa, 23-4-2009 12.45 – 14.05 Persegi Panjang

7 Kamis, 27-4-2009 12.45 – 14.45 Soal-soal penalaran / Soal Representasi

8 Selasa, 30-4-2009 12.45 – 14.05 Jajargenjang 9 Kamis, 5 – 5 - 2009 12.45 – 14.45 Trapesium

10 Selasa, 12-5-2009 12.45- 14.05 Soal-soal penalaran/ representasi

RAPAT DINAS/UN

11 Kamis, 26-5-2009 12.45-14.45 Belahketupat 12 Selasa, 27-5-2009 12.45-14.05 Layang-layang 13 Kamis, 28-5-2009 12.45-14.45 Postes Penalaran

14 Jumat, 29-5-2009 13.00-14.20 Postes representasi/ Skala Sikap

H. Teknik Analisa Data H.1. Data Hasil Tes

(45)

Data yang diperoleh secara jelas di analisis dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Rata-rata, Standar Deviasi dan Gain

i). Menghitung rata-rata tes awal, tes kemampuan individu, tes akhir menggunakan

ii). Menghitung standar deviasi skor tes awal, tes kemampuan dengan menggunakan rumus :

Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan representasi matematis siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan inkuiri dan biasa dengan menghitung gain

ternormalisasi. Yang dikembangkan oleh Meltzer (2002) sebagai berikut:

Gain ternormalisasi (g)

Dengan kriteria indeks gain seperti pada tabel berikut

(46)

64

2. Normalitas Data

Penggunaan Statistik Parametrik, bekerja dengan asumsi bahwa setiap variabel penelitian yang akan dianalisis membentuk distribusi normal. Bila data tidak normal , maka teknik statistik Parametrik tidak dapat digunakan untuk alat analisis. Sebagai gantinya digunakan teknik statistik lain yang tidak harus berasumsi bahwa data berdistribusi normal. Teknik statistik itu adalah Statistik Nonparametrik.

Menguji Normalitas data skor tes awal dan data skor tes akhir, menggunakan rumus Chi Kuadrat dari Ruseffendi (1998 : 283).

Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : a. Menghitung Rata-rata x

b. Menentukan Standard Deviasi c. Buat daftar Distribusi Frekuensi d. Tentukan Batas Kelas.

e. Tentukan transformasi Normal Standard batas kelas Z , dengan rumus:

Sd x b

Z = k

bk = batas kelas X = rata-rata

Sd = standard deviasi

(47)

g. Tentukan Frekuensi Ekpektasi (fe) ,dengan rumus :

i. Penentuan Normalitas : dengan taraf signifikan 0,01

Jika χ2 hitung < χ2tabel = Sampel berdistribusi Normal

Jika χ2

hitung ≥ χ2tabel = Sampel tidak berdistribusi Normal

Tabel.3.13

Tabel Penolong untuk Pengujian Normalitas Data dengan Chi Kuadrat

(48)

66

3. Homogenitas

Menguji homogenitas varians mengunakan rumus dari Ruseffendi (1998 :295). Pengujian homogenitas variansi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah varians antara dua kelompok sama atau berbeda. uji homogenitas menggunakan uji Fisher dengan taraf signifikan

α

= 0,01. Untuk hipotesis digunakan uji-t dengan taraf signifikan

α

= 0,01 yaitu :

Jika σ2x = σ2y, maka uji t yang digunakan adalah : Uji statistiknya menggunakan uji-F dengan rumus:

Uji homogenitas varians : 2 2

Sujana, 1992 menyatakan kriteria pengujian Ho diterima jika Fmaks <Ftabel dengan

1

F α dan Ho ditolak jika F mempunyai harga-harga lain.

Jika skor pretest kedua kelompok berditribusi normal dan skor kedua kelompok homogen maka dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan rerata dua sampel dengan taraf signifikan 0,01.

4. Menguji perbedaan rata-rata menggunakan uji - t

(49)
(50)

68

Pada tes skala sikap hal pertama yang dilakukan adalah memvalidisasi data yang dianalisis dengan tiga cara. Pertama, mencari rataan skor dari keseluruhan siswa. Hal ini bertujuan untuk mengetahui letak sikap siswa secara umum terhadap pembelajaran inkuiri yang telah dilakukan. Kedua, mencari rataan per-item pernyataan seluruh siswa, dengan tujuan untuk melihat kecenderungan pilihan siswa pernyataan per-item, apakah merespon secara positif atau negatif. Ketiga, mencari tingkat persetujuan siswa per-item, dengan tujuan untuk mengungkapkan kecenderungan persetujuan siswa secara umum secara positif dan negatif. Persetujuan skala sikap siswa terdiri dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Tidak Sangat Setuju (STS). Kriteria pemberian skor pada penelitian ini dimulai angka 5,4 ,2 dan 1,sedangkan angka 3 sebagai angka netral tidak dibuat dalam pertanyaan skala sikap. Kriteria pemberian skor persetujuan siswa kearah positif terlihat pada tabel 3.14 dibawah ini. Tabel 3.14

Kriteria pemberian skor kecenderungan persetujuan siswa positif

Selanjutnya jika pernyataan negatif persetujuan siswa diberi skor 5 jika siswa memilih Sangat Tidak Setuju (STS), skor 4 jika siswa memilih Tidak Setuju (TS), skor 2 jika siswa cenderung memilih Setuju (S) dan skor 1 apabila siswa memilih Sangat Setuju (SS). Kriteria pemberian skor persetujuan negatif terlihat pada tabel 3.15 berikut ini.

Skor Sakala Sikap

5 Sangat Setuju(SS)

4 Setuju (S)

2 Tidak Setuju (TS)

(51)

Tabel 3.15

Kriteria pemberian skor kecenderungan persetujuan siswa positif

Rata – rata skor respon siswa per-item soal dikatakan positif jika rata-rata respon siswa tersebut lebih besar dari skor netralnya. Dan rata-rata respon siswa per-item dikatakan negatif jika rata-rata respon siswa lebih kecil dari skor netralnya. Kriteria pemberian skor netral dihitung berdasarkan rata-rata skor per-item soal.Sedangkan rumus tingkat persetujuan adalah sebagai berikut: = ×100%

SI JSI TP

Keterangan: TPt =Tingkat persetujuan

JSI =Jumlah seluruh skor siswa per-item SI = Jumlah skor ideal per-item

Setelah data dihitung dan dianalisis, selanjutnya dilakukan interpretasi dengan kategori

persentase Suherman dan Sukjaya, 1990 seperti pada tabel 3.16 berikut

Tabel 3.16

Interpretasi Perhitungan Persentase

Besar Persentase Interpretasi

0% Tidak ada 1%-25% Sebagian kecil

26%-49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya 51%-75% Sebagian besar

76%-99% Pada umumnya 100% Seluruhnya

Skor Sakala Sikap

1 Sangat Setuju(SS)

2 Setuju (S)

4 Tidak Setuju (TS)

(52)

124

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB IV, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan penalaran matematis kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri lebih baik dari kelompok siswa yang belajar biasa.

2. Kemampuan representasi matematis kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri lebih baik dari kelompok siswa yang belajar biasa.

3. Siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran inkuiri mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis yang lebih baik dibanding siswa yang belajar melalui pembelajaran biasa .

4. Siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran inkuiri mengalami peningkatan kemampuan representasi matematis yang lebih baik dibanding siswa yang belajar melalui pembelajaran biasa .

5. Kemampuan siswa mengilustrasikan sebuah ide matematika dengan gambar dan memecahkan masalah matematis melalui model matematika pada kelompok siswa yang mengalami pembelajaran inkuiri lebih baik dibanding siswa yang belajar biasa.

(53)

B. Saran

Dari hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan, dikemukakan beberapa saran berikut:

1. Pendekatan pembelajaran inkuiri dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran dalam mengembangkan pembelajaran matematika di kelas, sehingga kemampuan penalaran dan representasi matematis siswa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Pembelajaran dengan pendekatan inkuri memerlukan waktu yang banyak, jika menerapkan pembelajaran ini, harus dikemas dan disesuaikan dengan materi ajar, kondisi siswa dan sekolah.

3. Model pembelajaran inkuiri dapat dikembangkan secara mandiri sehingga hasilnya dapat bermanfaat langsung pada sekolah atau lembaga untuk kepentingan pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika.

(54)

126

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. (2000). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran

Analogi Matematik. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Alberta Education. (1990). Focus on research: A guide to developing students’

research skills. Edmonton, AB: Alberta Education. Retrieved July 12,2004

,fromhttp://www.library.ualberta.ca/documents/focusonresearch.pdf Andy Carter (2004). Autonomy, Inquiry and Mathematics Reform Constructivist

Fall 2004 Vol. 15, No. 1 ISSN 1091-4072 Roosevelt University.

Asep, (2008). Pengembangan Kurikulum Matematika. Yogyakarta: Multi Pressindo. Arikunto, S (1999). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV.

Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, S (2002). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Awaludin. (2007). “Meningkatkan Kemamapuan Berpikir Kreatif dan Penalaran

Matematis pada Siswa dengan Kemampuan Matematis Rendah Melalui Pembelajaran Open Ended dalam Kelompok Kecil dengan Pemberian Tugas Tambahan. Tesis PPS UPI : tidak dipublikasikan”.

Barbara Jaworski (2004). Inquiry as a Tool and as a ‘Way of Being’ in Mathematic Teaching Development Agder University College, Kristiansand, Norway

Borthick, A. F. & Jones, D. R. (2000). "The Motivation for Collaborative Discovery

Learning Online and its Application in an Information Systems Assurance Course." Issues in Accounting Education. 15 (2), p. 2. [return]

Bruner (1967) "Discovery Learning from Learning-Theories.com: Knowledge Base

and Webliography. Website: http://www.learning-theories.com/discovery-learning-bruner.html Retrieved 20 May 2009

Cai, J., Lane, S., dan Jakabcsin, M.S. (1996). The Role of Open-Ended Tasks and

Holistic Scoring Rubrics: Assessing Student’s Mathematical Reasoning and Communication. Dalam P.C Elliot dan M.J Kenney (Eds). Yearbook

(55)

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional ( 2006 ). Standar ISI, Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dahlan, J. A (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

matematisa Siswa SLTP Melalui Pendekatan Open ended. Bandung : Disertasi PPS

UPI

Fajar Shadiq (2004) Pemecaham Masalah, Penalaran dan Komunikasi, Makalah Pengembang Matematika SMA Yogyakarta.

Fraenkel, J.R. dan Wallen, N.E. (1993). How to Design and Evaluate Research in

Education. Singapore: McGraw-Hill Inc.

GLEF (George Lucas Educational Foundation). (2001). Project-based learning

research. Edutopia online. Retrieved July12, 2004, from http://www.glef.org/php/article.php?id=Art_887

Goldin A.Gerald( 1998), Representation in Mathematical Learning and Problem

Solving. Rutges University

H.A.R. Tilar (2006) Standarisasi Pendidikan Nasional, Jakarta : Rineka Cipta.

Hasanah, A. (2004). ”Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama malalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik”. Tesis pada PPS

UPI.

Hiebert, J. (1999). Relationships between research and the NCTM standards. Journal

for Research in Mathematics Education, 30 (1), 3–19.

Hudiono, B. (2005). Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi terhadap

Pengembangan Kemampuan Matematik dan Representasi pada Siswa SLTP.

Disertasi pada PPS UPI

Joyce, W. (2000). Model of Teaching, Six edition, Boston : Allyn and Bacon.

Kaput,(1998). Representations, Inscriptions, Description, and Learning: Journal of Mathematics Behavior

Kaput, ( 2002), Developing New Notations for a Learnable Mathematics in the

(56)

128

Kartini Hutagaol, (2007). Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan

Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis PPS UPI :

tidak dipublikasikan.

Lyn D, (2002). International Researh in Mathematics Education, Queensland University of Technologi

Marimuthu, (2001). An Insight into Constructivism and Discovery Inquiry in the

Teaching of Science . by Secondary School Traine Teachers during

Practicum.Maktab Perguruan Sultan Abdul Halim

Matlin, (1983). Cognition and Psichologi. State University of New York, Ganeseo. NCTM (2000). Principles and Standars for School Mathematics. Reston, Va: NCTM NCTM (2004), Autonomy, Inquiry and Mathematics Reform.Reston. Va: NCTM Noul . Gough (2004). A vision for transnational curriculum inquiry.TCI

Ostad (2008). Memahami dan Menangani Bilangan. Pendidikan-Pendidikan Kebutuhan Khusus.

Paul Suparno (1997), Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta. Kanisius.

Rahmi, R.H. (2002). Ragam Representasi dalam Pembelajaran Matematika untuk

Menumbuhkembangkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika

Siswa SLTP. Skripsi pada UPI.

Robert E.Slavin (2008).Cooperative Learning , teori riset dan praktik. Bandung Nusa Media.

Ruseffendi, H.E.T.(1991) Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito

Rusffendi, E.T (1998). Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Pres.

Rusmini, (2007). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis

(57)

Sabandar, J.(2006). Implementasi Pembelajaran matematika Realistik (PMR) di

Sekolah Dasar di Bandung. Laporan Penelitian, Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Pendidikan Indonesia.

Sabandar, J. (2008) . Representasi Dalam Matematika. http://www.ditnaga- dikti.org/ditnaga/files/PIP/mat-inovatif.pdf.

Sudijono, A (2001). Pengantar Evaluasi Pendidikan.Jakarta PT.Raja Grafindo Persada. Sudarwan, D (2002). Inovasi Pendidikan. Bandung Pustaka Setia .

Sugiyono, (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi

Pendidikan Matematika. Bandung; Wijayakusumah 157

Shadiq, (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta, Makalah Penataran Guru PPPG

Syaiful, (2006). Startegi belajar Mengajar ( Edisis Revisi).Jakarta PT. Rineka Cipta. Trianto, (2007), Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivistik

Presti Pustaka.

Turmudi, (2008), Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika. Leuser Cita Pustaka.

Utari –Sumarno. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran matematika Siswa

SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi, PPS UPI.

Vann Jooglin. (1989). Discovery Learning, Inquiry Based Learning.

http://vanjooglin.nl/eng/indea.phttp.page: publication.

Wahyudin (2008). Pembelajaran dan Model- Model Pembelajaran. Bandung. Wikipedia (2008). Matematika sebagai Ilmu Pengetahuan.

http://id.wikipedia.org/wiki/#Matematika : tersedia

Wina ( 2007) . Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.

Yeni (2007). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi matematis SMP

(58)

Gambar

Tabel.3.4    Klasifikasi Koefisien Validitas...............................................
Tabel 4.23  Aktivitas Guru selama Pembelajaran pada
Tabel 3.1 Pedoman Pemberi Skor Soal Penalaran (Uraian)
tabel. Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Representasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Statistik Data Profil lipida Kontrol Awal.. Test distribution

Supriyatman (2014) mengenai “Implementasi Pembelajaran Fisika Material Berbasis pada Metode Siklus 4E Learning Siswa SMP Left Behind untuk Mengembangkan Keterampilan Siswa

we used 3 methods to solve the problem, the methods are AHP for feature selection, SVM for classification from 3 classes to 2 classes, and then TOPSIS give a

Dinding sel tersusun dari dua lapis senyawa Selulosa, di antara kedua lapisan selulosa tadi terdapat rongga yang dinamakan Lamel Tengah (Middle Lamel) yang dapat terisi oleh zat-zat

Salah satu cara untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah dengan menggunakan analisis sentimen untuk mengklasifikasikan opini pelanggan terhadap layanan tersebut ke dalam

Model dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Goodhue (1995) dalam Astuti(2008:33) yang mencoba mengukur keberhasilan sistem

10 Kecamatan Jumlah Anggota UPPKS 20 Orang Per Kecamatan 94.100.000 Program Penyelenggaraan Dukungan Pelayanan Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga Program Penyelenggaraan

Memiliki jumlah anggota dewan komisaris yang sedikit dapat memudahkan koordinasi dalam menjalankan fungsinya, pelaksanaan tugas yang baik oleh komisaris independen