• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Explanatory Style Pada Penyandang Tunarungu Usia Dewasa Awal di Yayasan Sehjita Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Explanatory Style Pada Penyandang Tunarungu Usia Dewasa Awal di Yayasan Sehjita Bandung."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

vi Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran explanatory style pada 30 penyandang tunarungu usia dewasa awal di Yayasan Sehjira Bandung menggunakan metode purposive sampling, yang dijelaskan melalui tiga dimensi explanatory style yaitu permanence, pervasiveness dan personalization (Seligman, 1990) serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi explanatory style pada penyandang tunarungu.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner explanatory style yang dimodifikasi dari Attributional Style Quiestionnaire (ASQ) yang dibuat oleh Martin E. P. Seligman, yang terdiri dari 36 item yang valid. Data yang diperoleh dioleh menggunakan uji korelasi Spearman dengan program SPSS 23. Berdasarkan pengolahan data secara statistik, validitas item 0,315-0,804 dan koefisien reliabilitas 0,792.

Kesimpulan yang diperoleh melalui penelitian ini adalah lebih banyak penyandang tunarungu dengan pessimistic explanatory style dibandingkan penyandang tunarungu dengan optimistic explanatory style di Yayasan Sehjira.

(2)

vii Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

The purpose of this study is to describe what kind of explanatory styles of 30 adult deaf people in Sehjira Deaf Foundation in Bandung. Using a purposive sampling method, based on three dimensions of explanatory styles, namely permanence, pervasiveness, and personalization (Seligman, 1990). Another purposes is to analyze factors which may have connection with the explanatory styles.

The instrument of the study is the Explanatory Style Questionnaire that has been modified by the researcher from The Attributional Style Questionnaire (ASQ) of Martin E. P. Seligman, which consists of 36 valid items. Data obtained is processed by using Spearman correlation test by SPSS 23 program. Based of statistic processed data, validity test of the measure are between 0,315-0,804 based on Spearman Correlation test and the reliability is 0,792.

The conclusion of the study is that there are slightly more adult deaf with pessimistic explanatory style than the optimistic explanatory style.

(3)

viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

ABSTRAK ...vi

ABSTRACT ...vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR BAGAN ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………... 1

1.2 Identifikasi Masalah ………... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ……… 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ………... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ……….…… 8

1.4.1 Kegunaan Teoretis……… 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ……….…… 9

(4)

ix Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Latar Belakang Masalah ...………... 16

2.1.1 Definisi Explanatory Style ………...……... 16

2.1.2 Dimensi-Dimensi Explanatory Style ……...…………... 17

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...……….. 34

3.3.1 Variabel Penelitian ...………... 34

3.3.2 Definisi Konseptual ...………... 34

(5)

x Universitas Kristen Maranatha

3.4 Alat Ukur ...………... 36

3.4.1 Alat Ukur Explanatory Style ...……… 36

3.4.2 Prosedur Pengisian Kuesioner ...………. 38

3.4.3 Teknik Skoring ...………... 39

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ………... 40

3.4.4.1 Data Pribadi ...………... 40

3.4.4.2 Data Penunjang ...………. 40

3.5 Validitas dan Reliabilitas ...……...………….………... 40

3.5.1 Validitas Alat Ukur ...………... 40

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ...………... 41

3.6 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ...………. 42

3.6.1 Populasi Sasaran ...………... 42

3.6.2 Karakteristik Sampel ...………... 42

3.6.3 Teknik Penarikan Sampel ...………....… 42

3.7 Teknik Analisis Data ...………... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 44

4.2 Hasil Penelitian ... 45

4.3 Pembahasan ... 46

(6)

xi Universitas Kristen Maranatha BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

5.2.1 Saran Teoritis ... 53

5.2.2 Saran Guna Laksana ... 53

DAFTAR PUSTAKA ...54

(7)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(9)

xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 2 Kuesioner Explanatory Style

Lampiran 3 Data Pribadi dan Data Penunjang

Lampiran 4 Data Mentah dan Explanatory Style Responden

(10)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Menurut Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (UNCRPD), disabilitas merupakan hasil interaksi antara keterbatasan fungsi individu dengan kondisi lingkungan sekitar yang menghambat partisipasi aktif dan efektif dalam masyarakat, artinya individu yang memiliki keterbatasan fungsi (impairment) akan menjadi disabilitas ketika berhadapan dengan hambatan lingkungan, yang salah satunya adalah persepsi negatif masyarakat. Dampak disabilitas di berbagai sektor menjadi sebuah fenomena yang kompleks ketika kebutuhan individu dengan keterbatasan fungsi tidak terakomodasi oleh lingkungannya, sehingga akses untuk mendapatkan pelayanan publik menjadi terbatas dan menghambat partisipasi penyandang disabilitas, salah satunya dalam kegiatan sosial ekonomi. Meningkatnya angka kemiskinan salah satunya merujuk pada rendahnya partisipasi penyandang disabilitas yang tidak memperoleh pendidikan layak dan kesempatan kerja yang sama dengan orang non disabilitas.

(11)

Universitas Kristen Maranatha Secara ilmiah, keadaan tunarungu dapat disebabkan oleh banyak faktor yang terjadi sebelum kelahiran (pre-natal), saat kelahiran (natal) atau setelah kelahiran (post-natal). Hal-hal yang mempengaruhi saat kehamilan atau sebelum kelahiran misalnya faktor bawaan ibu atau genetik, keracunan atau penyakit yang menyerang ibu selama masa kehamilan. Bayi lahir dalam keadaan prematur atau penggunaan vacuum saat proses kelahiran juga berpotensi menyebabkan gangguan sistem pendengaran. Beberapa penyakit seperti radang selaput otak atau meningitis dan infeksi saluran pernapasan yang menyerang bayi atau ketika usianya telah beranjak juga dapat menyebabkan gangguan (www.bisamandiri.com diakses pada 14 Juni 2016)

Secara kasat mata, masalah utama yang dialami penyandang tunarungu adalah masalah komunikasi. Masalah ini berpangkal dari kesulitan penyandang tunarungu untuk menyampaikan ide, pikiran, perasaan, kebutuhan, dan kehendaknya pada orang lain, yang sering mengakibatkan penyandang tunarungu merasa kesepian (Mangunsong, 2009). Jika dikaitkan dengan tugas perkembangan, berbagai hambatan dan keterbatasan penyandang tunarungu tentu saja sedikit banyak berpengaruh pada pemenuhan setiap tugas perkembangan, misalnya mandiri secara ekonomi dan mandiri dalam membuat keputusan di usia dewasa awal (Santrock, 2012).

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha tunarungu salah menafsirkan maksud seseorang, mereka dapat menjadi sangat sensitif dan mudah marah yang diekspresikan dengan tindakan agresi, karena tidak mampu mengungkapkannya dalam bentuk kata-kata, begitupun juga sulitnya orang non disabilitas untuk memahami maksud penyandang tunarungu karena ketidakmampuan penyandang tuna rungu untuk mengungkapkannya secara jelas. Kesulitan memahami dan dipahami yang dialami penyandang tunarungu berpotensi membuat mereka merasa tertekan. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan kepribadiannya dan membuat mereka menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan (Somantri, 2006).

Di dunia kerja, keterbatasan penyandang tunarungu dalam mendengar sekaligus berbicara mengakibatkan sulitnya penyampaian dan pemrosesan informasi maupun tugas yang memengaruhi kinerja mereka sehari-hari sehingga membuat mereka seringkali dianggap tidak berdaya, lemah, dan kurang produktif oleh orang non disabilitas. Hal ini bisa jadi mempengaruhi cara pandang penyandang tunarungu terhadap dirinya sendiri menjadi semakin negatif serta tidak terdorong untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik jika terus menerus memperoleh stigma negatif dari masyarakat (Arifin, 2007), misalnya ketika penyandang tunarungu sering ditegur oleh atasan karena kurang maksimal dalam menyelesaikan pekerjaan atau lambatnya memahami tugas yang harus dikerjakan. Stigma negatif dari masyarakat dalam kehidupan sehari-hari juga ditunjukkan melalui seringnya penyandang tunarungu diperlakukan secara berbeda, misalnya sulitnya penyandang tunarungu memperoleh surat izin mengemudi (SIM) karena penyandang disabilitas dipandang tidak layak mendapatkan SIM.

(13)

Universitas Kristen Maranatha memenuhi tugas-tugas perkembangan penyandang tunarungu pada masa dewasa awal, padahal pemenuhan tugas-tugas perkembangan sangatlah penting untuk membangun konsep diri seseorang, apalagi di masa dewasa awal yang menjadi tonggak transisi seseorang ke masa dewasa. Keterbatasan penyandang tunarungu dalam mendengar dan berbicara membuat mereka seringkali mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak, umumnya perusahaan atau tempat kerja mau menerima mereka karena pegawai mereka merekomendasikan penyandang tunarungu untuk diterima atau karena rasa kasihan. Selain itu, terkadang penyandang tunarungu dibayar dengan upah yang sangat minim dibawah gaji pegawai lain. Keadaan itu seringkali memberatkan penyandang tunarungu, namun mereka seakan tidak memiliki pilihan lain, karena jika mereka tidak bersedia menerima perlakuan tersebut, mereka pun akan kesulitan mencari pekerjaan di tempat lain. Hal ini terjadi di salah satu yayasan sosial yang menjadi wadah bagi penyandang tunarungu yakni Yayasan Sehjira.

Terlepas dari banyaknya kesulitan yang dialami, kekurangan penyandang tunarungu dalam pendengaran bisa jadi memacu mereka untuk berjuang lebih keras dan bukan menjadikan kondisi ketunarunguan alasan bagi mereka untuk gagal dan berputus asa. Menjadi penyandang tunarungu tidak selamanya buruk, mereka tetap berkesempatan mengembangkan diri seperti orang pada umumnya, hanya saja membutuhkan usaha yang lebih. Kurangnya kemampuan pendengaran dapat menjadi hambatan sekaligus tantangan bagi penyandang tunarungu tergantung cara pandang penyandang tunarungu dalam menghayati kondisi ketunarunguan yang mereka alami.

(14)

5

Universitas Kristen Maranatha disebut explanatory style. Explanatory style adalah cara pandang yang digunakan seseorang dalam menjelaskan kepada diri sendiri mengapa suatu peristiwa terjadi (Seligman, 1990). Cara pandang atau explanatory style individu inilah yang kemudian akan menentukan bagaimana individu menyikapi berbagai kejadian yang dialami. Explanatory style dijelaskan melalui tiga dimensi, yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization.

Individu yang memiliki optimistic explanatory style memiliki kecenderungan melihat suatu kejadian atau peristiwa buruk sebagai sesuatu yang tidak berdampak luas, tidak berakibat jangka panjang dan tidak diakibatkan oleh dirinya sendiri, melainkan mencari faktor-faktor di luar dirinya. Individu yang optimis cenderung melihat peristiwa baik sebagai hal yang sifatnya menetap, berdampak luas dan terjadi karena dirinya sendiri (Seligman, 1990). Individu yang optimis memiliki pandangan positif serta mampu menangkap hikmah dari setiap peristiwa, dengan begitu menjadikannya pribadi yang yakin dalam mencapai tujuan. Individu yang optimis memandang suatu masalah sebagai tantangan dan akan melakukan usaha untuk mengatasi hal-hal yang tidak menguntungkan bagi dirinya serta tidak cepat berputus asa apabila usaha yang dilakukan mengalami kegagalan, sehingga umumnya orang yang optimis lebih bahagia dan terhindar dari stress.

(15)

Universitas Kristen Maranatha pandangnya yang negatif, yang membuatnya kurang berani mengambil resiko dan merasa tidak percaya diri. Individu yang pesimis seringkali mudah menyerah, putus asa, merasa gagal dan tidak mau bangkit lagi ketika mengalami kegagalan hingga menghasilkan perasaan helplessness (Seligman, 1990).

Melalui penjelasan di atas, explanatory style menjadi hal yang sangat penting bagi penyandang tunarungu usia dewasa awal, karena masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial yang baru, individu dihadapkan pada peran-peran baru, diantaranya sebagai pencari nafkah dan pasangan hidup (Seligman, 1990). Individu diharapkan mampu mengembangkan sikap dan nilai-nilai baru sesuai tugas baru ini. Kondisi tunarungu yang walaupun dihayati secara berbeda oleh tiap-tiap penyandang, sedikit banyak akan membawa dampak bagi penyesuaian sosial individu. Penyandang tunarungu yang memiliki cara pandang optimis tentu akan bereaksi lebih positif terhadap berbagai kesulitan atau masalah yang dihadapi di usia dewasa awal, dibandingkan penyandang tunarungu yang memiliki cara pandang pesimis, karena nantinya akan berdampak pada berbagai keputusan yang diambil. Penyandang tunarungu yang memiliki optimistic explanatory style diharapkan mampu melihat masalah sebagai suatu tantangan bukan sebagai

hambatan menuju kesuksesan, sehingga mampu menyikapinya dengan lapang dada dan percaya diri, misalnya saat penyandang tunarungu kesulitan memperoleh pekerjaan, seharusnya hal ini membuat penyandang tunarungu berusaha lebih keras melihat kemungkinan-kemungkinan lain, bukan membuat mereka merasa terpuruk.

Explanatory style penyandang tunarungu dijelaskan melalui tiga dimensi yakni

permanence, pervasiveness, dan personalization (Seligman, 1990). Dimensi permanence

(16)

7

Universitas Kristen Maranatha menetap, pada peristiwa baik (permanence good (PmG)) atau peristiwa buruk (permanence bad (PmB)). Dimensi pervasiveness menitikberatkan ruang lingkup, apakah dampak suatu peristiwa

atau kejadian bersifat spesifik atau menyeluruh, pada peristiwa baik (pervasiveness good (PvG)) atau peristiwa buruk (pervasiveness bad (PvB)). Dimensi personalization menitikberatkan penyebab, apakah suatu peristiwa atau kejadian disebabkan oleh diri sendiri (internal) atau hal-hal diluar diri (eksternal), pada peristiwa baik (personalization good (PsG)) atau peristiwa buruk (personalization bad (PsB)).

Peneliti melakukan wawancara awal terkait bagaimana cara pandang penyandang tunarungu usia antara 20-40 tahun di Yayasan Sehjira mengenai kehidupannya terkait tugas-tugas perkembangan. Awalnya peneliti menyampaikan beberapa pertanyaan dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami kepada pimpinan Yayasan Sehjira yaitu Pak Bowo, yang kemudian akan disampaikan oleh Pak Bowo kepada anggota-anggota yayasan menggunakan bahasa isyarat sehingga mereka dapat memahami pertanyaan yang diajukan. Di Yayasan Sehjira, yang menjadi masalah utama bagi para anggotanya adalah pekerjaan. Sulitnya mencari pekerjaan selain dilatarbelakangi oleh kondisi ketunarunguan ditambah rendahnya pendidikan mereka karena diskriminasi yang mereka alami di sekolah, dimana tidak semua SLB mengajarkan bahasa isyarat sehingga kebanyakan dari mereka putus sekolah karena tidak mampu mengikuti standar kurikulum di sekolah.

(17)

Universitas Kristen Maranatha pendengaran yang mereka alami sangat berpengaruh pada aktivitas sehari-hari, membuat mereka sulit mendapatkan pekerjaan atau jika mendapatkan pekerjaan seperti saat ini, mereka digaji dengan upah dibawah pekerja lain dan hal itu mau tidak mau harus mereka terima. Mereka jadi seringkali menyalahkan kondisinya karena mengakibatkan kesulitan dalam hidupnya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti explanatory style pada penyandang tunarungu di Yayasan Sehjira Bandung, sehingga dapat diketahui apakah para penyandang tunarungu di Yayasan Sehjira cenderung optimis atau pesimis terkait keterbatasan pendengaran yang mereka alami khususnya dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan usia dewasa awal.

1.2Identifikasi Masalah

Melalui penelitian ini ingin diketahui gambaran explanatory style pada penyandang tunarungu di Yayasan Sehjira Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk mengetahui gambaran explanatory style pada penyandang tunarungu di Yayasan Sehjira Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

(18)

9

Universitas Kristen Maranatha 2. Untuk mengetahui gambaran explanatory style pada penyandang tunarungu di Yayasan

Sehjira Bandung ditinjau dari faktor-faktor yang mempengaruhi explanatory style, yaitu explanatory style ibu, kritik orang dewasa, dan masa krisis atau traumatis.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Sebagai masukan pada ilmu Psikologi, dalam bidang ilmu psikologi positif dan psikologi sosial, mengenai explanatory style penyandang tunarungu usia dewasa awal di Yayasan Sehjira Bandung.

2. Sebagai pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin meneliti explanatory style pada penyandang tuna rungu atau individu berkebutuhan khusus lainnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan gambaran mengenai explanatory style pada penyandang tunarungu dan menyampaikan penjelasan tersebut kepada mereka. Penyandang tunarungu yang optimis diharapkan bisa menjadi contoh bagi penyandang tunarungu yang pesimis, serta bagi penyandang tunarungu yang pesimis diharapkan menjadi lebih aktif, seperti dengan mengikuti berbagai seminar atau workshop tentang pelajaran-pelajaran hidup agar mampu memandang hidup secara lebih positif.

1.5Kerangka Pemikiran

Penyandang tunarungu usia dewasa awal di Yayasan Sehjira adalah individu tunarungu

(19)

Universitas Kristen Maranatha mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga individu tersebut tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari (Murni Winarsih, 2007). Adanya keterbatasan fisik yang dialami penyandang tunarungu usia 20-40 tahun di yayasan tersebut sedikit banyak akan berpengaruh dalam menjalani kehidupan, beraktivitas, termasuk memenuhi tugas-tugas perkembangan. Ketidakmampuan mendengar dan berbicara menyulitkan penyandang tunarungu dalam memilih pasangan hidup, membentuk keluarga, membesarkan anak, mengelola rumah tangga, mandiri secara ekonomi, dan bergabung dengan kelompok sosial yang sesuai, yang merupakan tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal (Santrock, 2012). Para penyandang tunarungu usia dewasa awal di Yayasan Sehjira memiliki masalah yang kurang lebih sama, khususnya dalam hal mencari kerja dan membina rumah tangga.

Penyandang tunarungu bisa saja memiliki masalah yang sama, namun belum tentu penghayatan mereka terhadap penyebab masalah tersebut sama. Hal ini dipengaruhi oleh cara pandang penyandang tunarungu dan Seligman menyebut ini sebagai explanatory style. Explanatory style merupakan cara pandang individu terhadap penyebab peristiwa-peristiwa baik

(20)

11

Universitas Kristen Maranatha dirinya sendiri, sehingga individu yang memandang masalah secara pesimis seringkali pasrah, kurang tergerak untuk bangkit dan memecahkan masalahnya.

Explanatory style penyandang tunarungu digambarkan melalui tiga dimensi yakni

permanence, pervasiveness, dan personalization. Permanence menitikberatkan kurun waktu,

apakah dampak suatu keadaan atau peristiwa yang dialami penyandang tunarungu bersifat menetap (permanen) atau sementara. Saat menghadapi peristiwa buruk (bad situation), misalnya kendala di tempat kerja, apakah penyandang tunarungu memandang peristiwa tersebut akan berlangsung sementara (PmB temporary) atau disebabkan oleh keterbatasannya yang bersifat menetap (PmB – permanent). Sebaliknya, saat mengalami keadaan baik (good situation), seperti dipuji oleh atasan, apakah penyandang tunarungu memandang hal itu terjadi karena sesuatu yang sifatnya sementara (PmG – temporary) atau karena sesuatu yang sifatnya menetap (PmG – permanent).

Dimensi pervasiveness menitikberatkan ruang lingkup, apakah suatu peristiwa yang dialami penyandang tunarungu memiliki dampak yang spesifik atau menyeluruh. Saat menghadapi peristiwa buruk (Pervasiveness Bad), misalnya kendala di tempat kerja, apakah penyandang tunarungu memandang dampak hal tersebut bersifat spesifik (PvB spesific) atau bersifat menyeluruh dalam aspek lain (PvB – universal). Sebaliknya, saat mengalami keadaan baik (Pervasiveness Good), seperti dipuji oleh atasan, apakah penyandang tunarungu memandang hal itu disebabkan oleh sesuatu yang sifatnya spesifik (PvG – spesific) atau bersifat menyeluruh dalam aspek lain (PvG – universal).

(21)

Universitas Kristen Maranatha kerja, apakah penyandang tunarungu menganggap hal itu terjadi karena dirinya sendiri (PsB internal) atau karena hal-hal diluar dirinya (PsB – external). Sebaliknya, saat mengalami

keadaan baik (Pervasiveness Good), seperti dipuji oleh atasan, apakah penyandang tunarungu memandang hal itu terjadi karena dirinya sendiri (PsG – internal) atau karena hal-hal diluar dirinya (PsG – external).

Penyandang tunarungu dengan optimistic explanatory style adalah penyandang tunarungu yang jika mengalami kendala atau mendapatkan perlakuan tidak adil di tempat kerja memandang hal tersebut akan terjadi sementara (PmB – temporary), tidak terjadi pada aspek kehidupannya yang lain (PvB – spesific), dan hal tersebut tidak disebabkan oleh dirinya sendiri (PsB external).

Penyandang tunarungu dengan pessimistic explanatory style adalah penyandang tunarungu yang jika mengalami kendala atau mendapatkan perlakuan tidak adil di tempat kerja akan menganggap bahwa hal tersebut akan berlangsung terus-menerus (PmB – permanent), terjadi pada aspek kehidupannya yang lain (PvB – universal) dan hal tersebut disebabkan oleh dirinya sendiri (PsB – internal). Sikap pesimis dapat dilihat dari sikap penyandang tunarungu yang cenderung pasif, pasrah dalam menjalani hidup, depresi, merasa rendah diri, dan tertekan.

(22)

13

Universitas Kristen Maranatha orang tua penyandang tunarungu mengalami kesulitan ekonomi (bad situation), bagaimana ia menyikapi hal tersebut diperhatikan oleh penyandang tunarungu. Penyandang tunarungu memang tidak dapat mendengar, namun mereka dapat sepenuhnya menggunakan indera penglihatan untuk mengamati bagaimana perilaku serta cara menyelesaikan masalah yang dilakukan oleh figur yang signifikan baginya.

Kritik orang dewasa terhadap penyandang tunarungu saat mengalami good situation atau bad situation berpengaruh pada explanatory style mereka, saat individu mengalami masalah,

kritik yang diberikan orang dewasa seiring berjalannya waktu akan menumbuhkan suatu cara pandang tertentu bagi penyandang tunarungu, misalnya saat penyandang tunarungu dihadapkan pada peristiwa buruk (bad situation) seperti gagal dalam pendidikan atau pada peristiwa baik (good situation) seperti menjadi juara kelas, kritik orang dewasa mempengaruhi explanatory style mereka. Jika ketika penyandang tunarungu mengalami kegagalan, ia memperoleh kritik

yang membangun, besar kemungkinan penyandang tunarungu menjadi individu yang lebih optimis dibandingkan penyandang tunarungu yang saat mengalami kegagalan memperoleh kritik yang bersifat menjatuhkan.

(23)

Universitas Kristen Maranatha dimana mereka secara tiba-tiba menjadi tunarungu karena sakit atau jatuh saat masih kecil. Saat itu mereka belum sepenuhnya memahami kondisi mereka, namun saat beranjak dewasa ada beberapa diantara mereka yang menyesali keadaan mereka, menganggap kondisi cacat yang mereka alami sifatnya menetap, tidak bisa sembuh (permanent) dan mengganggu beberapa aspek kehidupan mereka khususnya dalam bekerja (universal), namun ada juga diantara mereka yang menganggap bahwa keterbatasan mereka ini tidak terlalu berpengaruh dalam hidup mereka, dimana mereka masih bisa beraktivitas seperti layaknya orang pada umumnya, sehingga mereka tetap bersemangat dan optimis dalam menjalani hidup mereka.

Oleh karena itu, bagaimana explanatory style penyandang tunarungu dipengaruhi oleh explanatory style ibu atau figur signifikan dalam menyikapi good situation atau bad situation,

apakah situasi tersebut disebabkan oleh hal-hal yang sifatnya sementara atau menetap, spesifik atau menyeluruh, internal atau eksternal, kritik orang dewasa saat penyandang tunarungu mengalami good situation atau bad situation, dan apakah penyandang tunarungu segera memperoleh pertolongan saat mengalami masa krisis atau kejadian traumatis.

(24)

15

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengasumsikan bahwa :

1. Explanatory style penyandang tunarungu usia dewasa awal di Yayasan Sehjira berbeda-beda. 2. Gambaran explanatory style penyandang tunarungu ditinjau dari cara pandang penyandang

tunarungu terhadap penyebab peristiwa baik (good situation) dan peristiwa buruk (bad situation).

3. Explanatory style penyandang tunarungu ditinjau melalui 3 dimensi yaitu permanence, pervasiveness dan personalization. Penyandang tunarungu yang optimis akan memandang

penyebab peristiwa baik (good situation) sebagai hal yang sifatnya permanen, menyeluruh, dan internal sementara penyandang tunarungu yang pesimis akan memandang penyebab peristiwa baik (good situation) sebagai hal yang sifatnya sementara, spesifik, dan eksternal. Penyandang tunarungu yang optimis akan memandang penyebab peristiwa buruk (bad situation) sebagai hal yang sifatnya sementara, spesifik, dan eksternal. sementara penyandang

tunarungu yang pesimis akan memandang penyebab peristiwa buruk (bad situation) sebagai hal yang sifatnya menetap, menyeluruh, dan internal.

4. Explanatory style penyandang tunarungu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti explanatory style figur signifikan, kritik/saran orang dewasa dan masa krisis yang pernah dialami sejak

(25)

52 Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat ditarik simpulan mengenai explanatory style penyandang tunarungu usia dewasa awal di Yayasan Sehjira Bandung

sebagai berikut:

- Jumlah penyandang tunarungu yang memiliki pessimistic explanatory style lebih banyak dibandingkan penyandang tunarungu dengan optimistic explanatory style - Penyandang tunarungu yang memiliki pessimistic explanatory style juga memiliki

dimensi permanence, pervasiveness, dan personalization yang pesimis.

- Explanatory style penyandang tunarungu diduga tidak memiliki keterkaitan dengan explanatory style ibu/figur signifikan, kritik orang dewasa, dan masa krisis/kejadian

traumatis.

5.2 Saran

5.2.1 Saran teoretis

Untuk penelitian berikutnya, peneliti memberikan beberapa saran yakni:

- Pada penelitian selanjutnya mengenai explanatory style, diharapkan peneliti menggunakan responden dalam jumlah yang lebih banyak, sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada responden yang bersangkutan.

(26)

53

Universitas Kristen Maranatha - Pada penelitian selanjutnya terhadap penyandang disabilitas diharapkan peneliti

melakukan pendekatan secara khusus kepada responden serta menggunakan metode pengambilan data yang sesuai untuk penyandang disabilitas, untuk meminimalisir kesalahan dalam hasil penelitian akibat kesalahan peneliti.

5.2.2 Saran Guna Laksana

- Mengingat sebagian besar penyandang tunarungu memiliki pessimistic explanatory style, diharapkan hal ini dapat menjadi masukan untuk Yayasan Sehjira untuk

(27)

PENYANDANG TUNARUNGU USIA DEWASA AWAL DI YAYASAN

SEHJIRA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sidang Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Oleh :

Angie Katarina Hendrawanto 1230156

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

(28)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat-Nya, peneliti diperkenankan dan dilancarkan dalam menyelesaikan skripsi untuk menempuh sidang S1

Fakultas Psikologi dengan judul “Studi Deskriptif Mengenai Explanatory Style Pada Penyandang

Tunarungu Usia Dewasa Awal di Yayasan Sehjira Bandung”.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari masih terdapat banyak sekali kekurangan baik dari segi penulisan, bahasa, cara penyampaian maupun isi, sehingga peneliti membutuhkan masukan dari beberapa pihak guna perbaikan skripsi ini. Selama pengerjaaan skripsi ini juga, peneliti memperoleh banyak sekali masukan serta bantuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik, oleh karena itu secara khusus peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. DR. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

2. Lie Fun-Fun, M.Psi., Psikolog, selaku Ketua Program Studi S1 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung serta dosen pembahas pada seminar Usulan Penelitian (UP) yang memberikan banyak sekali masukan kepada peneliti guna perbaikan saat menyelesaikan skripsi.

3. Robert Oloan Rajagukguk, Ph.D selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia membimbing serta memotivasi peneliti selama penyusunan skripsi.

(29)

iv

5. Ida Ayu, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembahas pada seminar Usulan Penelitian (UP) yang memberikan banyak sekali masukan kepada peneliti guna perbaikan saat menyelesaikan skripsi.

6. Pak Bowo selaku Ketua Yayasan Sehjira Bandung, yang telah mengijinkan saya untuk melakukan penelitian dan pengambilan data di Yayasan Sehjira Bandung yang beralamat di Lembang.

7. Rekan-rekan penyandang tunarungu di Yayasan Sehjira Bandung, atas kesediaannya diwawancara sekaligus mengisi kuesioner penelitian.

8. Kedua orang tua dan saudara peneliti yang senantiasa mendoakan dan memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

9. Cindy Tania, Renaldo dan Pusparani selaku mahasiswa/i pembahas seminar Usulan Penelitian (UP) yang memberikan banyak sekali masukan bagi peneliti guna perbaikan dalam menyelesaikan skripsi.

10.Teman-teman kuliah yaitu Armilla Tanudjaya, Natalia Sherly, Nadia Anindita, Cynthia, Clarissa Devina, Clarence Bernadette S, Giovanni, Anastasia Kristiani, Alfonsus Dwitama, Ray Farandy, Thomas Gabe Simanjuntak, Sheren O. M., S.Psi, Anastasha Vemmy, S.Psi, Tania Indriyani, S.Psi, Christine Mentari L., S.Psi, Theresia Puji Lestari, S.Psi, Hans Adrian, S.Psi yang telah membantu dan memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

11.Christopher Sutarso yang memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

(30)

v

Akhir kata, peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandung, Desember 2016

(31)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Gulo. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo

Haenudin. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu. Jakarta : Luxima

Kauffman, JM, dkk. 2012. Exceptional Learners : Introduction to Special Education. New York : Pearson

Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta : LPSP3

Nazir, Moh. 2009. Metodologi Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia

Santrock, J.W. 2012. Life-span Development 13th ed : Perkembangan Masa Hidup. Jakarta :

Erlangga

Santrock, J.W. 2012. Adolescence 14th. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.

Seligman, Martin E.P. 1990. Learned Optimism : How To Change Your Life. New York : Pocket

Somantri, T.Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT Refika Aditama

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sunjoyo, dkk. 2013. Aplikasi SPSS Untuk Smart Riset. Bandung : Alfabeta

(32)

50

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Bisa Mandiri. (2016). Penyebab Tunarungu. (Online). (https:// www.bisamandiri.com/ blog/ 2015/ 10/ tunarungu-apa-saja-penyebabnya/, diakses 02 Maret 2016)

Riswan, Oris. (2015). Sulitnya Penyandang Tuna Rungu Membuat SIM. (Online). (http:// news.okezone.com/ read/ 04/ 18/ 340/ 1136333/ sulitnya-penyandang-tunarungu-membuat-sim/, diakses 30 November 2016)

Manroe. (2009). Angkie Yudistia Wanita Tuna Rungu Inspiratif. (Online). (http://

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tidak adanya kesadaran ( mindlessness ) oleh orang-orang yang memberikan stereotip terhadap perantau yang berasal dari daerah Banyumasan cenderung membuat komunikasi yang

Pshysochemical Properties and Starch Granular Characteristics of Flour From Various Manihot Esculanta (Cassava) Genotypes.. The

Masalah yang ada pada kegiatan pramuka ialah tidak fokusnya para anggota pramuka dalam menyimak materi yang diberikan oleh Pembina karena dilakukan secara satu arah yaitu

Pengaruh Supervisi Akademik Kepala Sekolah Dan Iklim Sekolah Terhadap Produktifitas Kerja Guru PAI di MTs Se KKM 1 Ciparay Kabupaten Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia

Analisis yang dilakukan adalah kadar air, kemampuan menangkap radikal DPPH, angka asam, peroksida dan TBA (thyobarbituric acid); sifat fisik: water holding capacity (WHC),

6. Periode Undang-Undang No. 21 Periode Undang-Undang No. 21 Periode Undang-Undang No. 21 Periode Undang-Undang No. 21 Periode Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang

A minority of candidates mentioned and explained audit procedures such as observation to obtain the first mark for that procedure, but then discussed the benefit by including an