Oksendi Vitra Sihombing, 2013
PERBANDINGAN METODE ARIMA (BOX-JENKINS)
DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) BACKPROPAGATION
SEBAGAI METODE PERAMALAN RATA-RATA TEMPERATUR BUMI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains bidang
Matematika
Oleh
Oksendi Vitra Sihombing
0907081
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
PERBANDINGAN METODE ARIMA (BOX-JENKINS)
DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) BACKPROPAGATION
SEBAGAI METODE PERAMALAN RATA-RATA TEMPERATUR BUMI
Oleh
Oksendi Vitra Sihombing
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Oksendi Vitra Sihombing 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
September 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
OKSENDI VITRA SIHOMBING
PERBANDINGAN METODE ARIMA (BOX-JENKINS)
DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) BACKPROPAGATION
SEBAGAI METODE PERAMALAN RATA-RATA TEMPERATUR BUMI
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :
Pembimbing I:
Dra. Entit Puspita, M.Si.
NIP. 196704081994032002
Pembimbing II
Dewi Rachmatin, S.Si., M.Si.
NIP. 196909291994122001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D.
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PERBANDINGAN METODE ARIMA (BOX-JENKINS) DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN
(JST) BACKPROPAGATION SEBAGAI METODE PERAMALAN
RATA-RATA TEMPERATUR BUMI” ini dan seluruh isinya adalah benar-benar karya
saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara
yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung risiko yang dijatuhkan kepada
saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika
keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap karya saya.
Bandung, September 2013
Yang membuat pernyataan,
Oksendi Vitra Sihombing
i
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
ABSTRAK
Temperatur rata-rata bumi setiap tahun dalam dekade terakhir ini terus meningkat dibanding beberapa dekade lalu. Rata-rata temperatur bumi telah naik sekitar 0,8oC sejak 1880. Kenaikan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akan menyebabkan kenaikan temperatur bumi dalam jangka waktu panjang. Dampak yang ditimbulkan akibat kenaikan rata-rata temperatur bumi adalah kekeringan, krisis air, hingga perubahan cuaca secara global. Untuk mengantisipasi perubahan rata-rata temperatur secara ekstrim diperlukan suatu model yang dapat meramalkan kondisi temperatur. Model yang banyak digunakan adalah model ARIMA untuk pendekatan model linear. Berdasarkan proses identifikasi model ARIMA, model yang didapat adalah Model ARIMA (3,1,0). Sedangkan untuk model pendugaan data rata-rata temperatur bumi dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) dengan metode backpropagation menghasilkan model optimum BPNN (4,10,5,1). Berdasarkan kedua model tersebut yang memberikan nilai MAPE terkecil adalah BPNN (4,10,5,1) yaitu sebesar 0,003988183 % dibandingkan model ARIMA (3,1,0) sebesar 0,00498963 %.
ii
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
ABSTRACT
The earth’s average temperature every year in the last decade has steadily increased over the past few decades. Earth's average temperature has increased by about 0.8 ° C since 1880. The increase of Greenhouse Gas emissions (GHG) in the atmosphere will cause the earth's temperature rises in a long term. Impacts caused by the increase of the earth’s average temperature is a drought, water crisis, to global climate changes. To anticipate the extreme changes in the average temperature, a model that can predict temperature conditions is required. The model that widely used is ARIMA for linear model approach. Based on the ARIMA model identification process, ARIMA (3,1,0) is obtained. As for the prediction model for the earth’s average temperature data by using Artificial Neural Network (ANN) with the Backpropagation method produces BPNN (4,10,5,1) as the optimal model. Based on these two models, the model which gives the smallest MAPE value is BPNN (4,10,5,1) that is equal to 0.003988183% compared ARIMA (3,1,0) of 0.00498963%.
Keywords : Temperature, Forecasting, ARIMA, Box-Jenkins, Artificial
Neural
vi
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Batasan Masalah ... 5
1.4 Tujuan Penulisan ... 5
1.5 Manfaat Penulisan ... 5
1.5.1 Manfaat Praktis ... 5
1.5.2 Manfaat Teoritis ... 6
1.6 Sistematika Penulisan ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
2.1 Efek Rumah Kaca ... 8
2.2 Metode Runtun Waktu ... 10
2.2.1 Analisis Runtun Waktu ... 11
vii
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
2.2.2 Metode ARIMA (Box-Jenkins) ... 13
2.2.2.1 Klasifikasi Model dalam Metode ARIMA (Box-Jenkins) ... 14
2.2.2.1a Model Auto Regressive (AR) ... 14
2.2.2.1b Model Moving Average (MA) ... 15
2.2.2.1c Model Auto Regressive Moving Average (ARMA) ... 16
2.2.2.1d Model Auto Regressive Intergrated Moving Average (ARIMA) ... 17
2.3 Jaringan Saraf Tiruan (JST) ... 17
2.3.1 Sejarah Jaringan Saraf Tiruan ... 18
2.3.2 Defenisi Jaringan Saraf Tiruan ... 19
2.3.3 Arsitektur Jaringan ... 22
2.3.4 Fungsi Aktivasi …. ... 23
2.3.5 Bias dan Threshold ... 25
2.3.6 Algoritma Belajar dan Pelatihan ... 25
2.3.7 Kehandalan JST …. ... 26
2.3.8 Backpropagation .. ... 29
2.3.9 Momentum ... 31
2.3.10 Aplikasi Backpropagation dalam Peramalan ... 32
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
3.1 Variabel Penelitian ... 35
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 35
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 35
3.4 Metode Analisis ... 35
3.4.1 Metode ARIMA (Box-Jenkins) ... 35
3.4.1.1 Stasioneritas Data ... 36
viii
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
3.4.2 Metode Jaringan Saraf Tiruan (JST) Backpropagation.. 39
3.4.2.1 Pelatihan Standar Backpropagation ... 39
3.4.3 Pengukuran Kinerja ... 43
3.4.3.1 Mean Absolute Percentage Error (MAPE) ... 43
3.4.3.2 Komparasi Hasil Peramalan ... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1 Statistika Deskriptif ... 44
4.2 Analisis Data ... 45
4.2.1 Analisis Data dengan Metode ARIMA (Box-Jenkins) ... 45
4.2.2 Analisis Data dengan Metode Jaringan Saraf Tiruan (JST) Backpropagation ... 56
4.3 Komparasi Hasil Peramalan Temperatur Rata-rata Global Tahunan Menggunakan Metode ARIMA (Box-Jenkins) dan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation ... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
5.1 Kesimpulan ... 66
5.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN ... 70
ix
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel
[image:10.595.119.507.248.622.2]x
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
[image:11.595.116.510.205.640.2]DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Efek Rumah Kaca ... 8
2.2 Grafik Kadar Gas Karbon Dioksida yang Diemisikan ke Atmosfer . 9
2.3 Sebuah Sel Saraf Tiruan ... . 21
2.4 Jaringan Layar Tunggal ... 22
2.5 Jaringan Layar Jamak ... 23
4.1 Time series plot data temperatur rata-rata global (1880-2012) ... 45
4.2 Pola Autocorrelation Function (ACF) dan Pola Partial Autocorrelation Function (PACF) Data temperatur rata-rata global setelah Differencing 1 ... 46
4.3 Grafik Distribusi Normal Residual ... 54
4.4 Hasil Pelatihan sampai 5000 epoh (iterasi) ... 59
4.5 Hubungan antara target dengan output jaringan untuk data pelatihan ... 61
4.6 Perbandingan antara target dengan output jaringan untuk data pelatihan ... 62
4.7 Hubungan antara target dengan output jaringan untuk data pengujian ... 63
xi
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Average Global Temperature, 1880-2012 ... 71
2 Data Pelatihan ... 72
3 Data Pengujian ... 74
4 Pengolahan Data dengan JST Backpropagation di MATLAB ... 75
1
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tingkat pemanasan rata-rata selama lima puluh tahun terakhir hampir dua
kali lipat dari rata-rata seratus tahun terakhir, di mana pemanasan lebih dirasakan
pada daerah daratan daripada lautan. Pada sebelas tahun terakhir merupakan
tahun-tahun terhangat dalam temperatur permukaan bumi sejak 1850. Rata-rata
temperatur bumi ini diproyeksikan akan terus meningkat sekitar 1.8-4.0oC di abad
sekarang ini, dan bahkan menurut kajian lain dalam International Panel on
Climate Change (IPCC) diproyeksikan berkisar antara 1.1-6.4oC.
Meningkatnya temperatur bumi diperkirakan akan menyebabkan
perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya
intensitas fenomena cuaca yang ekstrim serta perubahan jumlah dan pola
presipitasi. Rata-rata temperatur bumi yang lebih panas telah menyebabkan
perubahan besar pada sistem alami bumi. Sekitar 20-30% spesies tumbuhan dan
hewan terancam punah jika peningkatan rata-rata temperatur bumi melebihi 1.5 –
2.5oC.
Jika tidak segera diatasi, maka kenaikan temperatur karena pemanasan
bumi hingga tahun 2100 akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan
menghangatkan lautan, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta
menaikkan permukaannya sekitar 9 – 100 cm (4 – 40 inchi), menimbulkan banjir
di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau. Di antara 17.500
pulau di Indonesia, sekitar 4000 pulau akan tenggelam. Beberapa daerah dengan
iklim yang hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga
akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusak tanaman bahkan
menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman
2
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
berpindah akan musnah. Di Indonesia sendiri, tanda-tanda perubahan iklim akibat
meningkatnya temperatur bumi telah lama terlihat. Misalnya, sudah beberapa kali
ini kita mengalami musim kemarau yang panjang. Tahun 1982-1983, 1987 dan
1991, kemarau panjang menyebabkan kebakaran hutan yang luas. Hampir 3,6 juta
hektar hutan di Kalimatan Timur habis akibat kebakaran tahun 1983. Musim
kemarau tahun 1991 juga menyebabkan 40.000 hektar sawah dipusokan dan
produksi gabah nasional menurun drastis dari 46,451 juta ton menjadi 44,127 juta
ton pada tahun 1990. Pada tahun 2006, akibat pemanasan bumi terlihat dengan
terlambatnnya musim penghujan yang seharusnya sudah turun pada Oktober
2006. Namun hingga Desember 2006 hujan belum juga turun. Keterlambatan itu
juga disertai dengan pendeknya periode hujan, namun intensitasnya tinggi.
Akibatnya banjir melanda Jakarta dan sekitarnya.
Menyikapi situasi tersebut, peramalan dengan menggunakan konsep
statistika untuk masa mendatang khususnya tentang peningkatan rata-rata
temperatur bumi ini perlu dilakukan.
Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa
mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan
kualitatif yang dilakukan secara sistematis. Selama ini banyak peramalan
dilakukan secara intuitif menggunakan metode-metode statistika seperti metode
smoothing, ARIMA (Box-Jenkins), ekonometri, regresi dan sebagainya. Pemilihan metode tersebut tergantung pada berbagai aspek, yaitu aspek waktu,
pola data, tipe model sistem yang diamati, tingkat keakuratan ramalan yang
diinginkan dan sebagainya.
ARIMA sering juga disebut metode Box-Jenkins adalah teknik mencari
pola yang paling cocok dari sekelompok data (curve fitting) (Sugiarto dan
Harijono, 2000). Curve fitting dilakukan dengan membandingkan sebuah kurva
(yang merupakan representasi dari data runtun waktu) dengan kelompok data lain
atau pola-pola yang secara teoritis telah teruji keakuratannya. ARIMA sangat baik
ketepatannya untuk peramalan jangka pendek, sedangkan untuk peramalan jangka
panjang ketepatan peramalannya kurang baik. Biasanya akan cenderung flat
3
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model
yang secara penuh mengabaikan independen variabel dalam membuat peramalan.
ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen untuk
menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA cocok jika
observasi dari runtun waktu (time series) secara statistik berhubungan satu sama
lain (dependent).
Seiring perkembangan teknologi yang semakin maju, peramalan data time
series telah banyak dikembangkan pada bidang kecerdasan buatan seperti Jaringan Saraf Tiruan (JST) atau Artificial Neural Network (ANN). Jaringan saraf tiruan
adalah suatu sistem pengolahan informasi yang memiliki karakter dan konsep
seperti jaringan saraf biologi, yaitu jaringan otak manusia yang dapat dilatih
sehingga dapat mengambil keputusan sesuai dengan yang dilakukan oleh otak
manusia.
Jaringan saraf tiruan sederhana pertama kali diperkenalkan oleh
McCulloch dan Pitts di tahun 1943. McCulloch dan Pitts menyimpulkan bahwa
kombinasi beberapa neuron sederhana menjadi sebuah sistem neural akan
meningkatkan kemampuan komputasinya.
Berdasarkan kemampuan belajar (learning) yang dimilikinya, maka
jaringan saraf tiruan dapat dilatih untuk mempelajari dan menganalisis pola data
masa lalu dan berusaha mencari suatu formula atau fungsi yang akan
menghubungkan pola data masa lalu dengan keluaran yang diinginkan. Fungsi
jaringan tersebut menggambarkan ketergantungan nilai data saat ini terhadap nilai
data sebelumnya.
Seperti halnya otak manusia, jaringan saraf tiruan juga terdiri dari
beberapa neuron, dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut.
Neuron-neuron tersebut akan mentransformasikan informasi yang diterima melalui
sambungan keluarnya menuju ke neuron-neuron yang lain. Pada jaringan saraf
tiruan, hubungan ini dikenal dengan nama bobot. Bobot merepresentasikan
informasi yang digunakan oleh jaringan untuk menyelesaikan masalah.
Kemampuan JST untuk belajar dan memperbaiki dirinya telah
4
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
sekian banyak metode yang ada, yang paling sering digunakan adalah metode
Backpropagation yang dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja jaringan saraf tiruan.
Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan mengenali pola yang digunakan selama training serta
kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola
masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama
pelatihan. Algoritma Backpropagation memiliki beberapa keunggulan pada segi
kekonvergenan dan lokasi lokal minimumnya yang sangat peka terhadap
pemilihan inisialisasi awal serta perbaikan pembobotnya dapat terus dilakukan
hingga diperoleh nilai hasil yang hampir sama dengan target di mana error yang
dihasilkan mendekati nol. Metode ini dapat digunakan untuk data stasioner dan
non stasioner. Untuk data non stationer hal ini dapat meredam jump (perubahan
mendadak) yang mungkin saja terjadi pada saat terjadi erupsi pada gunung berapi.
Kelebihan lain yang dimiliki JST selain kemampuannya untuk belajar
(bersifat adaptif/learning) dan memperbaiki kinerjanya sendiri adalah kebal
terhadap adanya kesalahan (Fault Tolerance). Dengan kelebihan tersebut JST
dapat mewujudkan sistem yang tahan akan kerusakan (robust) dan konsisten
bekerja dengan baik. Pengaplikasian JST pada peramalan rata-rata temperatur
bumi dapat menjadi alternatif metode peramalan yang baik dalam kaitannya
menghasilkan nilai ramalan yang tepat.
Dari penjelasan yang dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Perbandingan Metode ARIMA (Box-Jenkins) dengan Jaringan Saraf Tiruan (JST) Backpropagation Sebagai Metode Peramalan
5
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan diangkat dalam
skripsi ini adalah bagaimana perbandingan metode ARIMA (Box-Jenkins) dengan
Jaringan Saraf Tiruan (JST) Backpropagation dalam kaitannya untuk memberikan
hasil peramalan terbaik dalam peramalan rata-rata temperatur bumi?
1.3 Batasan Masalah
Untuk mencegah meluasnya permasalahan yang ada dan lebih terarah,
maka dilakukan pembatasan, batasan-batasan itu antara lain :
1. Komparasi hasil peramalan rata-rata temperatur bumi yang dilakukan hanya
untuk periode lima tahun terhitung dari tahun 2008 hingga tahun 2012.
2. Data yang digunakan adalah data rata-rata temperatur bumi periode tahun
1880 sampai dengan tahun 2012 yang diunduh dari
http://www.earth-policy.org/data_center/C23.
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui
perbandingan metode ARIMA (Box-Jenkins) dan Jaringan Saraf Tiruan (JST)
Backpropagation dalam kaitannya untuk memberikan hasil peramalan terbaik dalam peramalan rata-rata temperatur bumi.
1.5 Manfaat Penulisan
1.5.1 Manfaat Praktis
Penggunaan metode peramalan dengan pendekatan model ARIMA
(Box-Jenkins) dan Jaringan Saraf Tiruan (JST) Backpropagation dalam skripsi ini
menambah pengetahuan kepada pembaca betapa luasnya penerapan ilmu
matematika statistik ke dalam berbagai bidang kehidupan, terutama
6
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
terhadap peningkatan rata-rata temperatur bumi yang menjadi salah satu
indikator pemanasan bumi yang semakin hari semakin terasa dampaknya
terhadap aktivitas seluruh mahkluk hidup di permukaan bumi.
1.5.2 Manfaat teoritis
Penjelasan mengenai peramalan rata-rata temperatur bumi dengan
pendekatan model ARIMA (Box-Jenkins) dan Jaringan Saraf Tiruan (JST)
Backpropagation ini memberikan pengetahuan baru kepada pembaca mengenai ilmu statistik terutama di bidang pemodelan peramalan yang sudah tidak asing
lagi penggunaanya oleh para peneliti. Penulisan ini akan menambah kejelasan
kepada pembaca bagaimana memperoleh pemodelan peramalan terbaik jika kita
membandingkan model dari dua buah pendekatan model peramalan sekaligus.
1.6 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Mengemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Mengemukakan beberapa materi yang mendasari peramalan time
series dengan pendekatan model ARIMA (Box-Jenkins) dan Jaringan Saraf Tiruan (JST) Backpropagation.
BAB III METODE PENELITIAN
Membahas tentang pengidentifikasian variabel penelitian serta
penjelasan mengenai langkah-langkah pembentukan model peramalan
dengan menggunakan metode ARIMA (Box-Jenkins) dan Jaringan
Saraf Tiruan Backpropagation, serta teknik pemilihan hasil peramalan
7
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan isi pokok dari seluruh penelitian yang menyajikan
deskripsi objek penelitian, hasil pengolahan data, analisis atas hasil
pengolahan data tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian, saran dari hasil
35
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu
rata-rata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Adapun data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diunduh dari sebuah situs yang beralamatkan
http://www.earth-policy.org/datacenter/xls/indicator8_2013_1.xlsx yang diakses pada tanggal 26
Agustus 2013. Data yang tersedia merupakan data rata-rata temperatur bumi dari
tahun 1880-2012 (133 tahun, 133 data). Data rata-rata temperatur bumi lengkap
dapat dilihat pada lampiran 1.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
non-participant observer, di mana peneliti hanya mengamati data yang sudah tersedia tanpa ikut menjadi bagian dari suatu sistem data.
3.4 Metode Analisis
3.4.1 Metode ARIMA (Box-Jenkins)
Metode ARIMA menggunakan pendekatan iteratif dalam mengidentifikasi
36
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
yang telah dipilih diuji lagi dengan data historis untuk melihat apakah model
sementara yang terbentuk tersebut sudah memadai atau belum.
3.4.1.1 Stasioneritas Data
Data yang tidak stasioner memiliki rata-rata dan varian yang tidak konstan
sepanjang waktu. Dengan kata lain, secara ekstrim data stasioner adalah data
yang tidak mengalami kenaikan dan penurunan. Selanjutnya regresi yang
menggunakan data yang tidak stasioner biasanya mengarah kepada regresi
lancung. Permasalahan ini muncul diakibatkan oleh variabel (dependen dan
independen) runtun waktu terdapat tren yang kuat (dengan pergerakan yang
menurun maupun meningkat). Adanya tren akan menghasilkan nilai R2 yang
tinggi, tetapi keterkaitan antar variabel akan rendah.
Model ARIMA mengasumsikan bahwa data masukan harus stasioner.
Apabila data masukan tidak stasioner perlu dilakukan penyesuaian untuk
menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara yang umum dipakai adalah
metode pembedaan (differencing). Metode ini dilakukan dengan cara
mengurangi nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya.
3.4.1.2 Tahapan Metode ARIMA (Box-Jenkins)
Langkah-langkah dalam pembentukan model dalam metode ARIMA
secara iteratif adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Model
Identifikasi model bertujuan untuk menentukan (mengidentifikasi) model
yang merupakan representasi data runtun waktu . Adapun
langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a.Menentukan mean dan variansi data runtun waktu.
b.Menentukan FAK beserta dari data runtun waktu.
c.Menentukan FAKP beserta dari data runtun waktu.
d.Membandingkan FAK dan FAKP data runtun waktu dengan FAK dan
FAKP teoretik.
37
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
a. Plot data untuk melihat kestasioneran data.
b. Grafik dari distribusi frekuensi untuk melihat asumsi normalitas.
c. Informasi lain (kemiringan, keruncingan, dll).
Jika ̅ ̅ ̅ , maka model dituliskan sebagai ̅̂ ̅ ̅̅ sehingga perlu diuji apakah ̅ . Hipotesis yang harus diuji adalah
̅ ̅
Jika |̅| (̅), maka H0 diterima (̅ tidak berbeda secara signifikan
dengan nol).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa model ARIMA hanya dapat
diterapkan untuk runtun waktu yang stasioner. Oleh karena itu, pertama kali
yang harus dilakukan adalah menyelidiki apakah data yang kita gunakan
sudah stasioner atau belum. Jika data tidak stasioner, yang perlu dilakukan
adalah memeriksa pada differencing beberapa data akan stasioner, yang
menentukan berapa nilai d. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan
koefisien FAK (fungsi auto korelasi). Jika data sudah stasioner sehingga tidak
dilakukan differencing terhadap data runtun waktu maka d diberi nilai 0.
Di samping menentukan d, pada tahap ini juga ditentukan berapa jumlah
nilai lag residual (q) dan nilai lag dependen (p) yang digunakan dalam model.
Alat utama yang digunakan untuk mengidentifikasi q dan p adalah FAK dan
FAKP (fungsi auto korelasi parsial), dan correlogram yang menunjukkan plot
nilai FAK dan FAKP terhadap lag.
2. Estimasi Parameter
Setelah beberapa model diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah
mengestimasi parameter yang ada pada model. Estimasi yang efisien yaitu
estimasi yang meminimumkan kuadrat selisih antara nilai estimasi dengan
nilai parameter sebenarnya. Untuk data yang cukup banyak, estimasi yang
efisien adalah estimasi yang memaksimumkan fungsi Likelihood.
Diperlukan taksiran interval untuk estimasi parameter. Di sini perlu diuji
38
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
̂ (̂), maka ̂ tidak berbeda secara signifikan dengan nol. Begitu pula
jika ̂ (̂), maka ̂ tidak berbeda secara signifikan dengan nol.
3. Verifikasi Model
Verifikasi adalah pemeriksaan apakah model yang diestimasi cukup cocok
dengan data yang ada. Jika terjadi penyimpangan yang cukup serius, maka
model yang baru harus dirumuskan kembali. Langkah-langkah yang harus
dilakukan pada tahap verifikasi ini adalah sebagai berikut.
a. Uji Keberartian Koefisien ( atau )
Hipotesis yang harus diuji adalah
H0 : koefisien tidak berbeda secara signifikan dengan nol.
H1 : koefisien berbeda secara signifikan dengan nol.
Adapun kriteria untuk uji keberartian koefisien adalah sebagai berikut. Tolak H0 jika | | atau
Tolak H0 jika .
b. Nilai Variansi Sesatan
Pilih model yang mempunyai variansi sesatan terkecil. Nilai variansi
sesatan bisa langsung dilihat dari output Minitab 14 atau dihitung dengan
menggunakan rumus , di mana
SS : Kuadrat jumlah (Sum Square)
MS : Kuadrat Rata-rata (Mean Square)
DF : Derajat Kebebasan (Degree of Freedom)
c. Uji Kecocokan (lack of fit)
Hipotesis yang harus diuji adalah
H0 : model sesuai
H1 : model tidak sesuai
Adapun kriteria untuk uji kecocokan adalah sebagai berikut. Tolak H0 jika atau
Tolak H0 jika .
Hal yang harus diperhatikan dalam tahap verifikasi adalah penggunaan
39
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
4. Peramalan
Langkah terakhir dari pemodelan data runtun waktu adalah menentukan
ramalan data-data yang belum terjadi berdasarkan pada data di masa lalu.
Ramalan yang digunakan data runtun waktu adalah Ramalan Harapan
Bersyarat yang memiliki sifat yang baik yaitu memiliki sesatan kuadrat rata-
rata minimum, artinya jika terdapat nilai ramalan yang lain maka nilai ramalan
tebakan memiliki sesatan yang kuadratnya mempunyai nilai harapan yang
lebih besar. Pada dasarnya peramalan model runtun waktu seperti ini lebih
cocok untuk peramalan dengan jangkauan sangat pendek.
3.4.2 Metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Backpropagation
Kusumadewi (2004) menjelaskan, backpropagation (propagasi balik)
menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah
mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap feedforward
propagation (propagasi maju) harus dikerjakan terlebih dulu.
Input yang digunakan dalam pelatihan ini adalah nilai rata-rata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012.
3.4.2.1 Pelatihan Standar Backpropagation
Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik meliputi 3 fase. Ketiga
fase tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Siang, 2005) :
Fase pertama : propagasi maju
Selama propagasi maju, sinyal masukan (=xi) dipropagasikan ke layar
tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap
unit lapisan tersembunyi (=zj) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju lagi ke
layar tersembunyi diatasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan.
Demikian seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (=yk). Berikutnya,
40
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
Selisih tk - yk adalah kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari
batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi dihentikan. Akan tetapi apabila
kesalahan masih lebih besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis
dalam jaringan akan dimodifikasi untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.
Fase Kedua : Propagasi Mundur
Berdasarkan kesalahan tk - yk, dihitung faktor k(k=1,2,…,m) yang dipakai
untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang
terhubung langsung dengan yk. k juga dipakai untuk mengubah bobot garis
yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama,
dihitung faktor k di setiap unit di lapisan tersembunyi sebagai dasar perubahan
bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi pada lapisan di bawahnya.
Demikian seterusnya hingga semua faktor di unit tersembunyi yang
berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung.
Fase Ketiga : Perubahan Bobot
Setelah semua faktor dihitung, bobot semua garis dimodifikasi
bersamanaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor neuron di
lapisan atasnya. Sebagai contoh, perubahan garis yang menuju ke layar keluaran
didasarkan atas k yang ada di unit keluaran.
Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian
dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah
iterasi atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan
sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan atau jika kesalahan
yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diizinkan.
Algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu layar tersembunyi (dengan
fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut :
a. Langkah 0 : Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random
41
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
b. Langkah 1 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah
2-9
c. Langkah 2 : Untuk setiap pasang data pelatihan lakukan langkah 3-8
Fase I : Propagasi maju (feedforward prppagation)
d. Langkah 3 : Tiap unit masukan (xi, i=1,2,3,...,n) menerima sinyal xi dan
meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya
(lapisan tersembunyi).
e. Langkah 4 : Tiap-tiap unit tersembunyi zj (j = 1,2,…,p) menjumlahkan
sinyal-sinyal input terbobot:
∑
Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya:
Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit
output).
f. Langkah 5 : Tiap-tiap unit output yk(k = 1,2,…,m) menjumlahkan
sinyal-sinyal input terbobot
∑
Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya:
( )
Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit
output).
Fase II : Propagasi mundur (backpropagation)
g. Langkah 6 : Tiap-tiap unit output yk (k = 1,2,…,m) menerima target pola
yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasi
42
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
( ) ( )
merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot
layar di bawahnya (langkah 7)
Kemudian hitung suku perubahan bobot atau koreksi bobot (yang akan
dipakai nanti untuk merubah bobot wjk) dengan laju percepatan α
; k = 1,2,…,m ; j = 0,1,..,p
Hitung juga koreksi bias (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot
w0k)
Kirimkan ini ke unit-unit yang ada di lapisan bawahnya.
h. Langkah 7 : Tiap-tiap unit tersembunyi zj (j = 1,2,…,p) menjumlahkan
delta inputnya (dari unit-unit yang berada pada lapisan di atasnya)
∑
Kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung
informasi error
( )
Kemudian hitung suku perubahan bobot atau koreksi bobot (yang akan
dipakai nanti untuk merubah bobot vij)
; j = 1,2,…,p ; i = 0,1,…,n
Hitung juga koreksi bias (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot
v0j)
.
Fase III : Perubahan Bobot
i. Langkah 8 : Hitung semua perubahan bobot
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit output yk(k = 1,2,…,m):
;( j = 0,1,…,p)
43
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
;(i = 0,1,…,n)
Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk
pengenalan pola. Dalam hal ini, hanya propagasi maju (langkah 4 dan 5) saja yang
dipakai untuk menentukan keluaran jaringan.
3.4.3 Pengukuraan Kinerja
3.4.3.1 Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
Kriteria keakuratan ramalan menggunakan kedua metode tersebut
ditentukan dengan menghitung nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE).
Digunakan MAPE karena pada data pergerakan rata-rata temperatur bumi ukuran
variabel peramalan merupakan faktor penting dalam mengevaluasi akurasi
peramalan. Sehingga MAPE digunakan untuk menilai prestasi jaringan yang
dilatih karena MAPE mengenal secara pasti signifikasi hubungan di antara data
ramalan dengan data aktual melalui persentase dari data aktual serta indikator
positif atau negatif pada galat (error) diabaikan. MAPE memberikan petunjuk
seberapa besar kesalahan peramalan dibandingkan dengan nilai sebenarnya dari
series tersebut. didapat dari persamaan di bawah ini :
∑ | ̂ |
dengan,
= nilai aktual pada waktu t
̂ = nilai ramalan pada waktu t
= jumlah ramalan.
3.4.3.2 Komparasi Hasil Peramalan
Setelah nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dari kedua metode
didapatkan, maka akan dilakukan komparasi terhadap nilai MAPE yang
didapatkan pada periode testing (out-sample)
Jika nilai MAPEARIMA < MAPEJST maka metode ARIMA memiliki
44
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
memiliki tingkat kesalahan yang dihasilkan oleh ARIMA relatif lebih
kecil.
Sebaliknya, jika MAPEARIMA > MAPEJST maka metode ARIMA memilki
performa lebih buruk dibandingkan metode JST Backpropagation karena
66
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Hasil penelitian mengenai rata-rata temperatur bumi dan komparasi
metode peramalan rata-rata temperatur bumi dengan metode ARIMA
(Box-Jenkins) dengan Jaringan Saraf Tiruan (JST) Backpropagation, dapat disimpulkan
bahwa model ARIMA yang terbaik adalah model ARIMA (3,1,0) karena
satu-satunya model yang memiliki yang memenuhi syarat white noise dan berdistribusi
normal, serta memiliki nilai variansi sesatan yang paling kecil yaitu .
Untuk model Jaringan Saraf Tiruan (JST) Backpropagation yang terbaik adalah
model BPNN (4,10,5,1) karena merupakan arsitektur jaringan yang optimum yang
terdiri dari empat input (x1=data (t-15), x2=data (t-10), x3=data (t-5), dan x4=data
(t), 2 layar tersembunyi di mana layar tersembunyi pertama memiliki 10 neuron
dan layar tersembunyi kedua memiliki lima neuron serta satu output.
Hasil peramalan dengan menggunakan metode Jaringan Saraf Tiruan
backpropagation model BPNN (4,10,5,1) lebih baik dan lebih akurat dibandingkan metode ARIMA (Box-Jenkins) model ARIMA (3,1,0) karena nilai
MAPE hasil peramalannya lebih kecil. Di mana, MAPE hasil peramalanrata-rata
temperatur bumi untuk tahun 2008 sampai 2012 dengan menggunakan metode
ARIMA (Box-Jenkins) model ARIMA (3,1,0) dan metode Jaringan Saraf Tiruan
(JST) Backpropagation model BPNN (4,10,5,1) masing-masing adalah
67
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat disampaikan adalah
sebagai berikut :
1. Arsitektur jaringan dan komposisi pembagian data untuk data pelatihan
data pengujian yang lain perlu dicoba untuk mendapatkan hasil pelatihan
yang lebih mendekati target.
2. Selain menggunakan momentum dalam memodifikasikan data pelatihan
pada backpropagation, perlu dicoba faktor lain untuk mempercepat iterasi.
3. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai tingkat keakuratan ramalan
menggunakan metode jaringan saraf tiruan backpropagation, pembaca
dapat membandingkan metode tersebut dengan metode statistik lain seperti
metode ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) dan
68
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Kusumadewi, Sri. (2003). Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
_______________ (2004). Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan
MATLAB & EXCEL LINK. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Machmudin, Ali dan Brodjol S. S. Utama. (2012). Peramalan Temperatur Udara
di Kota Surabaya dengan Menggunakan ARIMA dan Artificial Neural Network. Dalam JURNAL SAINS DAN SENI ITS [Online], Vol 1 (1), 6 halaman.
Tersedia:
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/download/1295/304.
[25 Februari 2013]
Makridakis, Spyros., Steven C. Wheelwright, dan Victor E. McGee. (1999).
Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta: Erlangga.
Mu’min, Aceng. (2011). Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation untuk Peramalan Curah Hujan. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Santoso, Singgih. (2009). Business forecasting. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Siang, Jong Jek. (2005). Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya
69
Oksendi Vitra Sihombing, 2013
70