PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA SEDIAAN KRIM BETAMETASON 0,1% SECARA
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
TUGAS AKHIR
Oleh:
GITHA TRI UTAMI TARIGAN NIM 142410031
PENGESAHAN TUGAS AKHIR
PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA SEDIAAN KRIM BETAMETASON 0,1% SECARA
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh:
GITHA TRI UTAMI TARIGAN NIM 142410031
Medan, 18 Juli 2017 Disetujui Oleh:
Pembimbing,
Yade Metri Permata, S.Farm., M.Si., Apt.
NIDT 198704282017042001 Disahkan Oleh:
Dekan,
Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.
NIP 195707231986012001
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta memberikan pengetahuan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir, serta sholawat dan salam kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik bagi kehidupan.
Adapun judul tugas akhir ini adalah “Penetapan Kadar Betametason Valerat pada Sediaan Krim Betametason 0,1% secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”
yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: Ibu Prof.
Dr. Masfria, M.S., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Bapak Popi Patilaya, S.Si. M.Sc., Apt., sebagai Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Universitas Sumatera Utara. Ibu Yade Metri Permata, S.Farm., M.Si., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini. Ibu Dra., Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis. Bapak Drs. Zulfadli, Apt., sebagai Asisten Manager Produksi beserta seluruh staf dan pegawai PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yang telah mengawasi penulis selama melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semua ilmu, bimbingan, arahan serta membantu dan mendukung kemajuan
membantu dan memberikan motifasi kepada penulis dalam proses penulisan tugas akhir ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam cara penyajian maupun isi tulisan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, 31 Mei 2017
Penulis,
Githa Tri Utami Tarigan NIM 142410031
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Githa Tri Utami Tarigan
Nomor Induk Mahasiswa : 142410031
Program Studi : D III Analis Farmasi dan Makanan
Judul Tugas Akhir : Penetapan Kadar Betametason Valerat pada Sediaan Krim Betametason 0,1% secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
dengan ini menyatakan bahwa tugas akhir ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar ahli madya di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah menyebutkan atau mencantumkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam tugas akhir ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Medan, 18 Juli 2017 Yang Menyatakan,
Githa Tri Utami Tarigan NIM 142410031
Materai Rp 6.000
Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan Krim Betametason 0,1% Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Abstrak
Latar Belakang: Kortikosteroid topikal (KT) merupakan salah satu obat yang sering diresepkan dan digunakan untuk pasien dermatologi sejak pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an, betametason merupakan salah satu obat kortikosteroid.
Tujuan: Penetapan kadar betametason valerat pada sediaan krim betametason 0,1% bertujuan untuk mengetahui apakah kadar betametason valerat pada sediaan krim betametason 0,1% PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan yang tertera pada monografi Farmakope Edisi V 2014.
Metode: Penetapan kadar betametason valerat dalam sediaan krim betameson 0,1% menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fase gerak yang digunakan adalah asetonitril-akuabides (3:2), fase diam yang digunakan adalah kolom bondapack C18 (3,9 × 300) dengan panjang gelombang 254 nm serta volume injeksi yang digunakan yaitu 20 µL dan laju alir 1,50 mL/menit.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan kadar betametason valerat dalam sediaan krim betametason 0,1% yaitu 104,45% dan 104,30%, dengan kadar rata-rata yaitu 104,37%.
Kesimpulan: Kadar betametason valerat pada sediaan krim betametason 0,1%
memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V 2014 yaitu tidak kurang dari 90,00% dan tidak lebih dari 110,00% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Kata kunci: Betametason, Penetapan Kadar, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ……… i
LEMBAR PENGESAHAN ……… ii
KATA PENGANTAR ……… iii
SURAT PERNYATAAN OROSINALITAS ……….. v
ABSTRAK ……….. vi
DAFTAR ISI ……….. vii
DAFTAR TABEL …….………. ix
DAFTAR GAMBAR ……….. x
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xi
BAB I PENDAHULUAN ………..… 1
1.1 Latar Belakang ……….. 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ……….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 3
2.1 Kortikosteroid ……… 3
2.2 Betametason ……….……….. 3
2.2.1 Sifat fisika dan kimia ………. 4
2.3 Metode Penetapan Kadar Betametason ……….. 5
2.3.1. Penetapan kadar betametason secara umum …....…… 5
2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .………. 6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 13
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ………...……….. 13
3.2 Alat-alat ……….………. 13
3.3 Bahan-bahan ……….……….. 13
3.4 Prosedur Pengujian ……….……… 14
3.4.1 Pengambilan sampel ..……….. 14
3.4.2 Pembuatan larutan standar ………..……… 14
3.4.3 Pembuatan larutan sampel ………..……… 14
3.4.4 Pengukuran kadar betametason valerat secara KCKT ... 15
3.4.5 Perhitungan ………..………. 16
3.4.6 Persyaratan ………...………. 16
BAB IV HASIL DANPEMBAHASAN ………. 17
4.1 Hasil ………..……….. 17
4.2 Pembahasan ……… 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 18
5.1 Kesimpulan …….……… 18
5.2 Saran ……….……….. 18
DAFTAR PUSTAKA ………. 19
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Data Hasil Penetapan Kadar Betametason Valerat pada
Krim Betametason 0,1% ………..……… 16
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Struktur Betametason Valerat ……….. 5
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Gambar Kromatogram Standar Betametason Valerat ……… 21 2 GambarKromatogram Sampel Uji Betametason Valerat ….. 23 3 Perhitungan Penetapan Kadar Betametason Valerat ……… 25 4 Gambar Alat-alat yang digunakan …...………. 27
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kortikosteroid topikal (KT) merupakan salah satu obat yang sering diresepkan dan digunakan untuk pasien dermatologi sejak pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an. Namun KT sering kali digunakan secara tidak tepat baik oleh dokter, farmasi, toko obat, ahli kecantikan ataupun pasien karena keampuhannya menghilangkan gejala dan tanda berbagai penyakit kulit (Johan, 2015).
Kortikosteroid merupakan derivat hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid hormonal yang digunakan untuk menekan inflamasi, alergi dan respons imun. Betametason merupakan salah satu golongan glukokortikoid sintetik (Johan, 2015).
Dipasaran betametason banyak dijual dalam bentuk krim salah satunya yaitu krim betametason 0,1% yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Plant Medan. Pengawasan mutu terhadap krim betametason perlu dilakukan agar tetap memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Salah satunya dengan penetapan kadar zat aktif pada krim betametason 0,1%.
Penetapan kadar dilakukan untuk melihat apakah betametason valerat pada sediaan krim betametason 0,1% memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir “Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan Krim Betametason 0,1% Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan akhir ini adalah untuk mengetahui apakah kadar betametason valerat pada sediaan krim betametason 0,1% yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V. Adapun manfaat dari penulisan ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang krim betametason 0,1% yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan derivat hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting termasuk mengontrol respons inflamasi (Johan, 2015).
Menurut Johan (2015), kortikosteroid hormonal dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Glukokortikoid, yaitu kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat antiinflamasinya nyata. Prototip golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alami. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, seperti prednisolon, triamsinolon dan betametason.
2. Mineralokortikoid, yaitu kortikosteroid yang mempunyai aktivitas utama menahan garam dan terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Umumnya golongan ini tidak mempunyai efek antiinflamasi yang berarti, sehingga jarang digunakan. Pada manusia, mineralokortikoid yang terpenting adalah aldosteron.
Dari glukokortikoid yang ada dalam perdagangan sejumlah besar berupa ester, yang secara berurutan adalah asetat, propionate, trimetilasetat (pivalat), pentanoat (valerat) dan heksanoat (kapronat) (Schunack, dkk., 1990).
2.2 Betametason
Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung fluor yang mempunyai daya kerja lebih besar. Akan tetapi penggunaan obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi kulit. Pada penggunaan jangka waktu lama, sebaiknya menggunakan salep kulit Hidrokortison (Sartono, 1996).
Betametason valerat adalah glukokortikoid sintetis yang digunakan luas untuk pengobatan dermatosis dan penyakit kulit lainnya dalam bentuk sediaan seperti krim, gel, salep, larutan dan losion. Ester ini sensitif terhadap panas dan mengalami degradasi ke jumlah senyawa yang memiliki terapi lebih rendah (Khattak, dkk., 2012).
Indikasi : Alergi dan peradangan lokal (Sartono, 1996).
Kontraindikasi : Infeksi bakteri, fungi dan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus. Selain itu penderita acne rosaceae dan perioral dermatitis (Sartono, 1996).
Efek samping : Atropi lokal, gatal-gatal, hipopigmentasi, perioral dan alergi dermatitits, serta infeksi sekunder (Sartono, 1996).
2.2.1 Sifat fisika dan kimia
Menurut Dirjen POM (2014), sifat fisika dan kimia betametason valerat yaitu:
Struktur :
Gambar 2.1 Struktur Betametason Valerat Berat molekul : 476,58
Pemerian : Serbuk, putih sampai praktis putih, tidak berbau, melebur pada suhu lebih kurang 190º disertai peruraian
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton dan dalam kloroform, larut dalam etanol, sukar larut dalam benzen dan dalam eter.
2.3 Metode Penetapan Kadar Betametason
Menurut Dirjen POM (2014), uji kuantitatif krim betametason dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pemeriksaan betametason valerat secara kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan fase gerak: asetinotril-air (3:2), pelarut: asam asetat glasial-metanol (1 dalam 1000), kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm dan fase diam: kolom 30 cm x 4 mm berisi bahan pengisi L1 dan laju alir:
±1,2 mL/menit.
2.3.1 Penetapan kadar betametason secara umum
Menurut Khattak, dkk (2012), penetapan kadar betametason valerat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT). Pada pemerikasaan ini digunakan kolom penjaga C-18 (id 10 × 4 mm, ukuran partikel, 5 μm). Fase gerak: campuran asetonitril dan air (60:40, v/v). Laju alir: 1 mL/menit, pada suhu kamar. Deteksi dilakukan pada 238 nm.
2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi merupakan teknik analisis yang paling sering digunakan dalam analisis sediaan farmasetik. Suatu pemahaman terhadap parameter- parameter yang berpengaruh terhadap kinerja kromatografi akan meningkatkan sistem kromatografi sehingga akan dicapai suatu pemisahan yang baik (Rohman, 2009).
Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan berdasarkan partisi cuplikan antara fase yang bergerak, dapat berupa gas atau zat cair dan fase diam, dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson dan Stevenson, 1991).
Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Hampir setiap campuran kimia, mulai dari bobot molekul rendah sampai tinggi, dapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan beberapa metode kromatografi. Salah satu metode kromatografi yaitu Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Gritter, dkk., 1991).
Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut HPLC
yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat dalam cairan biologis (Rohman, 2009).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan suatu metoda pemisahan canggih dalam analisis farmasi yang dapat digunakan sebagai uji identitas, uji kemurnian dan penetapan kadar. Titik beratnya adalah untuk analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap dan tidak stabil pada suhu tinggi, yang tidak bisa dianalisis dengan Kromatografi Gas. Banyak senyawa yang dapat dianalisis, dengan KCKT mulai dari senyawa ion anorganik sampai senyawa organik makromolekul. Untuk analisis dan pemisahan obat atau bahan obat campuran rasemis optis aktif dikembangkan suatu fase pemisahan kiral yang mampu menentukan rasemis dan isomer aktif (Putra, 2004).
Adapun prinsip dari KCKT yaitu suatu sampel berupa larutan diinjeksikan kedalam kolom yang berisi fase diam dan fase gerak, kemudian diberikan tekanan tinggi sehingga fase gerak dapat mengelusi sampel keluar dari kolom dan terdeteksi oleh detektor yang kemudian dihasilkan kromatogram (Kardila dan Saputri, 2017).
2.4.1 Instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi
Pada dasarnya alat kromatografi cair kinerja tinggi terdiri atas wadah pelarut, fase gerak, pompa, tempat penyuntikan sampel, kolom, detektor dan perekam.
1. Wadah pelarut
Wadah pelarut harus mempunyai beberapa ciri. Bahan wadah harus lembam terhadap berbagai fase gerak berair dan tidak berair. Sehingga baja nir (anti) karat dan gelas menjadi bahan terpilih. Tetapi baja nirkarat jangan dipakai pada pelarut
yang mengandung ion halida dan jika wadah pelarut harus bertekanan, hindari penggunaan gelas. Daya tampung wadah harus lebih besar dari 500 mL, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 mL/menit (Munson, 1991).
2. Fase gerak
Menurut Johnson dan Stevenson (1991), pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai dalam semua ragam KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang berlaku umum.
Fase gerak haruslah murni tanpa cemaran, tidak bereaksi dengan kemasan, sesuai dengan detektor, dapat melarutkan cuplikan, memiliki visikositas rendah, memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan dan harganya wajar (Johnson dan Stevenson, 1991).
3. Pompa
Pompa yang cocok untuk kromatografi cair kinerja tinggi mempunyai beberapa ciri. Seperti wadah pelarut, pompa harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua macam pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas, baja nirkarat, teflon dan batu nilam. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan sampai 5000 psi pada kecepatan sampai 3 mL/menit (Munson, 1991).
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat,
4. Tempat penyuntikan sampel
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal (Rohman, 2009).
5. Kolom
Kolom merupakan bagian kromatografi cair kinerja tinggi yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit. Oktadesil silica (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang maupun tinggi (Rohman, 2009).
Menghilangkan gas (gelembung udara) dari solven, terutama untuk KCKT yang menggunakan pompa bolak balik (reciprocating pump) sangat diperlukan terutama bila detektor tidak tahan kinerja sampai 100 psi. Udara yang terlarut yang tidak dikeluarkan akan menyebabkan gangguan yang besar di dalam detektor sehingga data yang diperoleh tidak dapat digunakan. Menghilangkan gas (degassing) juga sangat baik bila menggunakan kolom yang sangat sensitif terhadap udara (contoh: kolom berikatan dengan NH2) (Putra, 2004).
6. Detektor
Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan di dalam eluen kolom dan mengukur jumlahnya (Johnson dan Stevenson, 1991). Suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel; (2) mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil; (3) stabil
dalam pengoperasiannya; (4) mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita; (5) signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier); dan (6) tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Rohman, 2009).
Detektor KCKT yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm.
Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas, terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika dibandingkan dengan detektor UV (Johnson dan Stevenson, 1991).
2.4.2 Metoda analisis kuantitatif kromatografi cair kinerja tinggi a. Metoda persentase tinggi/lebar puncak
Metoda ini disebut juga Metoda Normalisasi Internal. Untuk analisis kuantitatif diasumsikan bahwa lebar atau tinggi puncak (peak) sebanding (proportional) dengan kadar/konsentrasi zat yang menghasil puncak. Dalam metoda yang paling sederhana diukur lebar atau tinggi puncak, yang kemudian dinormalisasi (ini berarti bahwa setiap lebar atau tinggi puncak diekspresikan sebagai suatu persentase dari total) (Putra, 2004).
b. Metoda baku luar (External standard method)
Pada metoda ini kita membuat suatu baku/standar yang mengandung senyawa atau senyawa-senyawa yang akan ditetapkan kadarnya, idealnya jumlah baku sama dengan jumlah bahan yang akan dianalisis, dan kita membandingkan
c. Metoda baku dalam (Internal standard method)
Dalam metoda ini kita menambahkan ke dalam sampel sejumlah tertentu (jumlah yang diketahui) zat standar (baku dalam). Kromatogram yang diperoleh dibandingkan dengan kromatogram sampel atau campuran senyawa dalam sampel. Metoda ini mempunyai keuntungan dibanding dengan metoda baku luar karena, ia mengkompensasi variasi volume injeksi dan juga untuk perubahan yang kecil dari sensitivitas detektor atau perubahan kromatograti yang bisa terjadi (Putra, 2004).
2.4.3 Keuntungan kromatografi cair kinerja tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi mempunyai banyak keuntungan jika diandingkan dengan kromatografi cair tradisional yaitu: cepat, daya pisahnya baik, peka, detektor unik, kolom dapat dipakai kembali, ideal untuk molekul besar dan ion dan mudah memperoleh kembali cuplikan (Johnson dan Stevenson, 1991).
a. Kecepatan
Waktu analisis yang kurang dari satu jam merupakan hal yang lazim.
Banyak analisis dapat dilakukan dalam 15-30 menit. Memang, untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit.
b. Daya pisah
kemampuan linarut berantaraksi secara selektif dengan fase diam dan fase gerak memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang dikehendaki.
c. Kolom yang dapat dipakai kembali
Banyak analisis dapat dilakukan pada kolom yang sama sebelum kolom itu harus diganti. Akan tetapi, kolom tersebut turun mutunya; laju penurunan mutu itu
bergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut dan jenis pelarut yang dipakai.
d. Kepekaan
Detektor serapan UV yang biasa dipakai dalam KCKT dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram (10-9 g). Detektor fluoresensi dan elektrokimia dapat mendeteksi dalam jumlah pikogram (10-12 g).
e. Molekul besar dan ion
KCKT dalam ragam eksklusi dan pertukaran ion ideal untuk menganalisis molekul besar dan ion.
f. Mudah memperoleh kembali cuplikan
Sebagian besar detektor yang dipakai pada KCKT tidak merusak sehingga komponen cuplikan dapat dikumpulkan dengan mudah ketika mereka melewati detektor.
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pengujian ini dilaksanakan pada tanggal 2 Februari – 9 Februari 2017 di ruang Quality Control bagian instrumen yang terdapat di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang berada di Jalan Sisingamangaraja XII Km. 9 No.
59 Medan.
3.2 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada pengujian adalah batang pengaduk, beaker glass (Pyrex ukuran 100 mL, 1000 mL), bola karet, botol vial corong, gelas ukur
(Pyrex ukuran 50 mL, 1000 mL), kromatografi cair kinerja tinggi (Alliance type e2695), labu tentukur (Pyrex ukuran 25 mL, 50 mL), neraca analitik (Digital semi micro balance), pipet tetes, pipet volum (Pyrex ukuran 1 mL), saringan millipore (Phenex NY 0,45 µm), spuit (1 mL) dan ultrasonic bath.
3.3 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada pengujian adalah akuabides (PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan), asam asetat glasial (Merck Germany), asetonitril (Merck Germany), betametason valerat Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), krim betametason 0,1% (PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan) dan metanol (J.T. Baker).
3.4 Prosedur Pengujian 3.4.1 Pengambilan sampel
Diambil 10 gram krim betametason 0,1% dalam bentuk produk ruahan (PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan), ditimbang seksama lebih kurang 1 gram sebanyak dua kali.
3.4.2 Pembuatan larutan standar
Ditimbang seksama lebih kurang 25 mg betametason valerat, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 mL. Ditambahkan ±35 mL larutan asam asetat glasial- metanol (1 dalam 1000). Diletakkan di ultrasonic bath selama 15 menit.
Ditambahkan larutan asam asetat glasial-metanol (1 dalam 1000) sampai garis tanda. Dipipet 1 mL kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL.
Ditambahkan 25 mL larutan asam asetat glasial-metanol (1 dalam 1000) lalu dikocok. Disaring dengan saringan millipore 0,45 µm dan dimasukkan kedalam botol vial.
3.4.3 Pembuatan larutan sampel
Ditimbang seksama lebih kurang 1 gram produk ruahan krim betametason 0,1%, dimasukkan kedalam beaker glass 100 mL, diencerkan ±25 mL larutan asam asetat glasial-metanol (1 dalam 1000), dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL, dibilas beaker glass dengan ±5 mL larutan asam asetat glasial-metanol (1 dalam 1000), dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL tersebut, diletakkan di ultrasonic bath selama 15 menit, ditambahkan larutan asam asetat glasial-metanol (1 dalam 1000) sampai garis tanda, disaring dengan saringan millipore 0,45 µm
3.4.4 Pengukuran kadar betametason valerat secara KCKT a. Persiapan alat KCKT
Dihidupkan komputer. Dihidupkan power detector 2489 dan pump 1525.
Didetektor sampai muncul tampilan panjang gelombang 254 nm. Dibuka kran pada pump 1525 kearah kanan, kemudian lakukan purging, set laju alir 5,00 mL/menit. Dilakukan purging selama 5 menit. Setelah selesai tekan stop pump.
Diatur laju alir 1,50 mL/menit dan komposisi fase gerak yaitu asetonitril- akuabides (3:2) kemudian dilakukan conditioning selama 20 menit.
b. Persiapan injek
Sebelum diinjeksikan larutan baku dan larutan sampel disaring dengan filter 0,45 µm. Disuntikkan secara terpisah larutan baku sebanyak 6 kali dan larutan uji sebanyak 2 kali (duplo). Dipilih inject only selected lines untuk inject run time dan tampilkan kromatogram mentah. Setelah peak muncul kemudian diatur setting run time 5,50 menit. Kemudian set run time produk. Ditunggu sampai pada layar
monitor tertulis waiting for injection maka sampel/standar siap diinjeksikan.
Dilakukan injeksi ke dalam injection port dengan volum injeksi 20 µL.
Larutan standar dan larutan uji diukur dengan:
Fase gerak : asetonitril-akuabides (3:2)
Fase diam : kolom bondapack C18 (3,9 × 300 mm) Panjang gelombang : 254 nm
Volume injeksi : 20 µL
Laju alir (flow rate) : 1,50 mL/menit.
3.4.6 Perhitungan
Kadar betametason valerat dalam krim betametason 0,1% dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini:
Keterangan:
Au : Luas area larutan uji As : Luas area larutan standar
BWS : Bobot betametason valerat yang ditimbang (mg) KWS : Kadar betametason valerat (%)
Bu : Bobot sampel yang ditimbang (mg)
1/1000 : Kandungan betametason valerat pada krim 25/1 × 50 : Faktor pengenceran larutan standar
50 : Faktor pengenceran larutan uji 3.4.7 Persyaratan
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V persyaratan kadar betametason valerat yaitu tidak kurang dari 90,00% dan tidak lebih dari 110,00% dari jumlah yang tertera pada etiket.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada pengujian kadar betametason valerat dalam sediaan krim betametason 0,1% produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan diperoleh hasil yaitu:
Tabel 4.1 Data Hasil Penetapan Kadar Betametason Valerat pada Krim Betametason 0,1%.
No. Bets Area Uji Area Standar
Kadar sampel (%)
KWS (%)
Persyaratan (%) 1 X (a) 381172 361813 104,45 99,12 90,00 - 110,00
2 X (b) 380885 104,30 90,00 - 110,00
Kadar rata-rata 104,37 Keterangan : KWS = Kadar working standar
Gambar hasil kromatogram standar betametason valerat dapat dilihat pada Lampiran 1 dan kromatogram sampel uji pada Lampiran 2. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan gambar alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.2 Pembahasan
Hasil kadar yang diperoleh yaitu bets X (a) = 104,45% dan bets X (b) = 104,30%, maka diperoleh kadar rata-ratanya yaitu 104,37%. Adanya perbedaan kadar antara bets X (a) dan bets X (b) disebabkan karena masing-masing sampel yang ditimbang tidak tepat sama yaitu ±1 gram dan sampel yang digunakan tidak tercampur merata. Hal ini menyebabkan puncak pada kromatogram berbeda,
sehingga mempengaruhi kadar. Namun perbedaan yang ada tidak berbeda jauh dikarenakan sampel yang di uji hanya satu bets saja.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V persyaratan kadar betametason valerat yaitu tidak kurang dari 90,00% dan tidak lebih dari 110,00% dari jumlah yang tertera pada etiket. Dengan demikian betametason valerat dalam krim betametason 0,1% yang di produksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi syarat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil pengujian penetapan kadar betametason valerat dalam sediaan krim betametason 0,1% dengan menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yaitu dengan kadar rata-rata 104,37%. Hasil yang diperoleh memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Edisi V, yaitu tidak kurang dari 90,00%
dan tidak lebih dari 110,00%.
5.2 Saran
Diharapkan agar PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan tetap menjaga mutu hasil produksinya.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (2014). Farmakope Indonesia.
Edisi Kelima. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. hal. 240-241.
Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi.
Bandung: Penerbit ITB. hal. 1.
Johan, R. (2015). Penggunaan Kortikosteroid Topikal yang Tepat. IAI. CDK-227.
42(4):308.
Johnson, E.D., dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung:
Penerbit ITB. hal. 1:6-10.
Kardila, I., dan Saputri, F.A., (2017). Derivatisasi Senyawa pada KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) dengan Detektor Fluoresens.
Farmaka. 4(3):2.
Khattak, S.U.R., Ahmad, D.S.I., and Usmanghani, K. (2012). Kinetics of Thermal Degradation of Betamethasone Valerate and Betamethasone Dipropionate in Different Media. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences. 133-134.
Munson, J.W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Parwa B. Surabaya:
Airlanggan University Press. hal. 26-27.
Putra, E.D.L. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi.
Medan: Fakultas FMIPA Universitas Sumatera Utara. 5-18.
Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.
hal. 2:111-116.
Sartono. (1996). Apa yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal. 88-89:94.
Schunack, W., Mayer, K., dan Haake, M. (1990). Senyawa Obat. Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal. 517.
Lampiran 1. Gambar Kromatogram Standar Betametason Valerat
Lampiran 1. (Lanjutan)
Lampiran 2. Gambar Kromatogram Sampel Uji Betametason Valerat
Lampiran 2. (Lanjutan)
Lampiran 3. Perhitungan Penetapan Kadar Betametason Valerat
Panetapan kadar betametason valerat menggunakan rumus:
Keterangan:
Au : Luas area larutan uji As : Luas area larutan standar
BWS : Bobot betametason valerat yang ditimbang (mg) KWS : Kadar betametason valerat (%)
Bu : Bobot sampel yang ditimbang (mg)
1/1000 : Kandungan betametason valerat pada krim 25/1 x 50 : Faktor pengenceran larutan standar
50 : Faktor pengenceran larutan uji Diketahui:
Batch X (a) Batch X (b)
Au : 381172 Au : 380599
As : 361813 As : 361813
BWS : 25,02 mg BWS : 25,02 mg
KWS : 99,124% KWS : 99,124%
Bu : 1,00059 g Bu : 1,00050 g
Lampiran 3. (Lanjutan)
Kadar rata-rata betametason valerat
=
Lampiran 4. Gambar Alat-alat yang digunakan
Alat kromatografi cair kinerja tinggi
Alat digital semimicro balance