• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lanjut Usia 2.1.1 Definisi Lanjut Usia

Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan. Menurut UU RI NO.4 tahun 1965 usia lanjut adalah mereka yang berusia 55 tahun keatas dan secara umum seseorang dikatakan lanjut usia jika mereka sudah berusia 60 tahun keatas, tetap dengan definisi ini sangat bervariasi dalam hal aspek sosial budaya, kronologi san fisiologis. Lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Kesehatan seseorang yang lanjut usia perlu mendapatkan perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan (Fatimah, 2010). Di negara berkembang, lansia digolongkan berdasarkan usia 60 tahun ke atas, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis, Jepang dan Belanda digolongkan pada usia 65 ke atas (Pramadita, Wati, Muhartomo, Kognitif, & Romberg, 2019)

2.1.2 Klasifikasi Lanjut Usia

Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan. Menurut UU RI NO.4 tahun 1965 usia lanjut adalah mereka yang berusia 55 tahun keatas dan secara umum seseorang dikatakan lanjut usia jika mereka sudah berusia 60 tahun keatas, tetap dengan definisi ini sangat bervariasi dalam hal aspek sosial budaya, kronologi san fisiologis. Lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Kesehatan seseorang yang lanjut usia perlu mendapatkan perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan

(2)

ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan (Fatimah, 2010). Di negara berkembang, lansia digolongkan berdasarkan usia 60 tahun ke atas, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis, Jepang dan Belanda digolongkan pada usia 65 ke atas (Pramadita, Wati, Muhartomo, Kognitif, & Romberg, 2019)

2.1.3 Teori Menua

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologi dan teori spiritual.

a. Teori Biologi 1. Teori Immunologi

Bertambahnya usia, kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah. Destruksi bagian jaringan yang luas dapat menjadi sebelum respon dimulai dan disfungsi sistem imun ini diperkirakan menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis, seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler serta infeksi (Potter & Perry, 2011)

2. Teori Stres

Proses menua menjadi akibat hilangnya sel yang biasanya digunakan untuk regenarasi jaringan agar tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel tubuh telah terpakai (Maryam., 2012)

3. Teori Psikologi

Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut. Dengan adanya fungsi sensorik, amakan akan terjadi penurunan kemampuan untuk menerima , merespon stimulus dan memprosess, sehingga muncul aksi yang berbeda dari stimulus yang ada (Maryam., 2012)

(3)

4. Teori Spiritual

Spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan idividu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupa. Kepercayaan adalah sebagai suatu bentuk pengetahuan dan cara berhubungan dengan kehidupan akhir (Maryam., 2012)

2.1.4 Aspek Fisiologis dan Patologis

Penuaan dicirikan dengan berbagai kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan metabolisme tubuh di sel lainnya. Proses ini yang menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan perubahan komposisi tubuh (Stockslager & Schaeffer, 2014).

a. Perubahan Sistem Panca Indra

Terdapat berbagai perubahan morfologik baik pada sistem pendengaran, sistem penglihatan, pernafasan, kulit, syaraf perasa di lidah dan kulit. Perubahan ini bersifat degenaratif dan bersifat anatomik fungsional dalam memberi manifestasi pada morfologi berbagai organ panca indra yang baik pada fungsi melihat, mendengar, keseimbangan ataupun perasa dan perabaan

b. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Ukuran jantung agak mengecil, dan kehilangan kekuatan konfraktil dan efisiensi jantung, penurunan curah jantung sekitar 30% sampai dengan 35% pada usia 70 tahun yang dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat

c. Perubahan Sistem Gastro-Intestinal

Terjadi penurunan elastisitas mukosa, penurunan sekresi GI yang mengganggu digesti dan absorpsi, penurunan mobilitas dinding usus dan tonus fingter anal, dan kekuatan dinding abdomen yang terjadi penurunan enzim hati dan terlibat dalam okidasi dan reduksi yang menyebabkan metabolisme obat dan detoksifikasi kurang efisien.

d. Perubahan Sistem Respirasi

(4)

Otot pernafasan akan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru akan kehilangan elastisitasnya. Semua ini berakibatkan menurunnya rasio ventilasi-perfusi dibagian paru yang tidak bebas dan pelebaran gradient alveolar arteri untuk oksigen.

f. Perubahan Sistem Endoktrin

Penurunan kemampuan menoleransi stress, konsentrasi glukosa darah meningkat dan tetap naik lebih lama dibandingkan dengan orang yang lebih muda, penurunan produksi progesteron, penurunan kadar aldosteron serum sebanyak 50% dan penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25%.

g. Perubahan sistem perkemihan

Terjadi perubahan yang signifkan pada sistem perkemihan. Banyak yang mengalami kemunduran contohnya laju filtrasi, ekskresi dan reabsorpsi oleh ginjal. Pada pria sering terjadi retensi urin dan sulit untuk berkemih akibat pembesaran prostat (Potter & Perry, 2011) h. Perubahan sistem imun

Perubahan lain yang terjadi pada lansia yaitu perubahan kognitif dan perubahan psikososial (Potter & Perry, 2011)

i. Perubahan Kognitif

Perubahan kognitif terdiri dari intelektual atau kecerdasan, ingatan atau konsentrasi dan bahasa. Lansia yang mengalami penurunan dan kerusakan pada fungsi intelektual biasanya disebut dengan demensia. Lansia yang mengalami penurunan kemampuan dalam mengingat jangka pendek dan menyiman informasi baru ke memori jangka panjang juga menurunan.

Penurunan kemampuan bahasa juga ada perubahan, misalkan dapat dijumpai adanya Sindrome Wernicke.

j. Perubahan Psikososial

Seiring dengan berjalannya waktu perubahan psikososial juga menurun. Meskipun perubahan tersebut sangat bervariasi, tetapi ada beberapa perubahan biasanya terjadi pada

(5)

mayoritas lansia seperti; isolasi sosial, pensiun, seksualitas, dan terjadi pada kematian. Akibat perubahan ini, lansia dapat mengalami depresi yang akan mengakibatkan gangguan tidur.

2.2 Konsep Fungsi Kognitif 2.2.1 Definisi Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif adalah suatu proses pengolahan masukan sensoris (taktil, visual dan auditorik) untuk diubah, diolah, dan disimpan serta selanjutnya digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna sehingga suatu individu mampu melakukan penalaran terhadap masukan sensoris. Fungsi kognitif meliputi aspek-aspek tertentu yang dikenal dengan domain kognitif yaitu atensi, memori, bahasa, kemampuan visuo spasial, dan fungsi eksekutif (fungsi perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan). Penurunan fungsi kognitif dapat berupa mudah lupa (forgetfulness), gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive Impairment / MCI), sampai ke demensia sebagai bentuk klinis yang paling berat. (Pramadita et al., 2019) Pada kondisi umumnya lansia mudah dikelompokkan dengan melihat secara fenotip atau fisikal, seperti bentuk tubuh, keadaan degeratif tulang, sendi, kulit dan ototnya. Dan disertai perubahan fungsi tubuh atau organ-organ. Diantara fungsi otak yang menurun secara linier (seiring) dengan bertambahnya usia adalah funfsi memori (daya ingat) berupa kemunduran dalam kemampuan penamaan (naming) dan kecepatan dalam mecari informasi yang telah tersimpan dalam pusat memori,penurunan fungsi memori secara linier sering terjadi pada kemampuan kognitif dan tidak mempengaruhi rentang hidup yang normal. (Wariyanti et al., 2016).

2.2.2 Aspek-Aspek Fungsi Kognitif

Menurut (Eka Suci Wulandari, Erlina Fazriana, 2019) fungsi kognitif adalah kemampuan seseorang untuk menerima, mengelola menyimpan, menggunakan kembali semua masukan sensorik secara baik, fungsi kognitif terdiri dari atas aspek-aspek :

a. Perhatian b. Mengingat c. Bahasa

(6)

d. Bergerak

e. Fungsi eskekutif

Fungsi eksekutif adalah serangkaian proses kognitif yang mendukung perencanaan, inisiasi dan pelaksanaan perilaku tujuan termasuk fleksibilitas mental dan pemecahan masalah, Fungsi eksekutif merupakan serangkaian proses, yang berhubungan dengan pengaturan diri sendiri dan sumber lainnya dalam rangka mencapai suatu tujuan. Fungsi ini merupakan payung dari kemampuan berpikir, yang meliputi kontrol pikiran dan kontrol diri. "Executive Function bukan mental dalam beberapa hal yang mustahil terdeteksi bahwa mereka terjadi di pikiran di suatu tempat.. Executive Function terdiri dari kelas perilaku utama menuju satu diri yang digunakan dalam pengaturan diri" Fungsi eksekutif adalah mekanisme yang membantu kita menetapkan tujuan, membuat rencana dan juga mengubah perilaku kita, Fungsi eksekutif (EF) adalah istilah umum yang menggabungkan sekumpulan proses yang saling terkait yang bertanggung jawab atas perilaku yang bertujuan dan diarahkan pada tujuan.

2.2.3 Proses Kognitif

Proses kognitif adalah suatu pikiran – pikiran kita yang mencakup ide – ide, citra mental, keyakinan dan sikap. Terapi kognitif didasarkan pada prinsip bahwa cara berpikir tertentu dapat memicu atau menyebabkan masalah kesehatan tertentu. Misalnya, kecemasan, depresi, phobia, dan lainnya serta masalah fisik. Proses inilah yang membantu klien untuk pola pikir saat ini, khususnya untuk mengidentifikasi ide – ide yang membahayakan bagi diri sendiri, ide – ide yang tidak membantu sama sekali, ide yang salah, atau pemikiran negatif yang dapat memicu masalah kesehatan atau membuatnya menjadi lebih buruk. Jadi terapi kognitif berfokus pada pengelolahan informasi yang bersifat depresif. Aspek yang diinter- vensi adalah kognisi, pikiran/emosi (termasuk reaksi fisiologis), dan perilaku. Pada ranah kognisi, subjek belajar menerapkan teknik merestrukturisasi kognisi sehingga cara berpikirnya menjadi lebih logis dan adaptif. Pada saat melakukan identifikasi dan restrukturisasi pikiran disfungsional, individu

(7)

harus mampu memeriksa pikiran otomatis yang muncul sebagai sebuah gejala psikologis, bukan sebagai fakta atau realitas. Kemampuan ini oleh Beck disebut sebagai decentering. Kemampuan decentering ini diajarkan dalam bentuk mencari fakta objektif dari pikiran dan perasaan. Dari

pencarian fakta ini diharapkan muncul kesadaran atau pencerahan bahwa apa yang selama ini diyakini sebagai kebenaran, ternyata ha- nyalah berupa asumsi, keyakinan, pikiran, atau perasaan yang bersifat subjektif. (Susana, Psikologi, & Dharma, 2015).

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif

Menurut (Septiani, 2016) fasilitas gawat darurat yang harus tersedia meliputi:Faktor yang mempengaruhi fungi kognitif pada lansia adalah faktor resiko psikososial, seperti hilangnya peranan sosial, hilanynya ekonomi, kematian teman atau sanak sauadaranya, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi karena hilangnya interaksi sosial dan penurunan fungsi kognitif.

Penurunan fungsi kognitif akan menimbulkan pergeseran bagi lansia khususnya peranan dalam berintrkasi sosial dengan kelurga ataupun masyarakat sehingga menyebebkan lansia merasa di asingkan dan tidak berguna (Nurgroho,2012)

2.2.5 Gangguan Fungsi Kognitif

Gangguan fungsi kognitif merupakan masalah yang serius, sebab dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan kemandirian lansia di masa yang akan datang. Kondisi gangguan fungsi kognitif ini sangat bervariasi antara ringan, sedang dan berat. Pada lansia dengan penurunan fungsi kognitif dapat menyebabkan penurunan persepsi, sensori, respon motorik dan penurunan reseptor propioseptif pada sistem saraf pusat (SSP) (Rohana, 2011).

2.2.6 Terapi Kognitif

Terapi kognitif bertujuan untuk mengubah pikiran negatif menjadi pikiran yang positif.

Terapi kognitif ini mengajak pengguna untuk menentang pikiran negatif yang salah dan memberikan bukti bukti yang benar. Terapi kognitif sendiri berfokus pada cara mengidentifikasi dan memperbaiki presepsi yang salah, serta mengetahui penyebab perasaan negatif yang

13

(8)

dirasakan dan mampu mengendalikan diri terhadap pikiran negatif yang muncul. (Indonesia, Keperawatan, Keperawatan, & Jiwa, 2009).

2.3 Konsep Senam Vitalisasi Otak 2.3.1 Defisini Senam Vitalisasi Otak

Senam vitalisasi otak adalah sebauh produk latihan kebugaran fisik yang mengkhusukan diri dari pada upaya mempertahankan kebugaran otak manusia dan mencegah penurunan otak manusia dan mencegah penurunan kognitif, latihan ini merupakan penyelengaraan fungsi gerak, pernafasan, pust berfikir ( memori imajinasi ) gerakan-gerakan pada senam vitalisasi otak dapat memberikan stimulus pada otak yang meningkat kemampuan kognitif ( kewaspadaan , konsentrasi, mengoptimalkan funsi kinerja pasca indera menjaga kelenturan dan, meningkatkan daya ingat (Agus martini, Agus Fitriangga, 2016) Alat yang digunakan dalan latihan vitalisasi adalah instrumen music, DVD, VCD, baju olahraga, ruangan yang cukup untuk melakukan gerakan, LCD, dan laptop. Latihan vitalisasi otak di lakuhkan selama 10-15 menit setiap pagi atau sore hari.

Tujuan Senam vitalisasi otak adalah memelihara berbagai fungsi otak agar dapat bekerja sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya dengan memberi suplai oksigen dan darah secara optimal khususnya ke otak. Efek lain dari vitalisasi otak antara lain bisa tidur lebih nyenyak, senam ini juga dapat menjaga pikiran tetap segar sehingga para lanjut usia dapat mempertahankan ingatan, maka dari itu mereka dapat mengingat waktu dan berbagai hal terlebih mereka yang setiap hari latihan, otomatis sering menghafal gerakan dan otak bekerja terus secara beraturan (Markam, 2006). Berdasarkan hasil wawancara di salah satu panti sosial dengan 3 orang petugas kesehatan dan 7 lanjut usia dari 88 lanjut usia dengan demensia yang hidup bersama di panti social. Mereka mengungkapkan bahwa disini ada beberapa lansia yang mengalami demensia. Walau sejauh ini yang terdeteksi demensia sangatlah sedikit namun mereka khawatir jika suatu saat penderita demensia disini bertambah. Hal tersebut membuat khawatir karena jika seorang lansia dengan demensia keluar dari panti untuk membeli rokok

(9)

mereka sulit untuk kembali ke panti social. Hal tersebut dikarenakan kerusakan fungsi kognitif pada lansia yaitu salah satunya gangguan memory dimana mereka sulit untuk mengingat.

2.3.2 Manfaat Senam Vitalisasi Otak

Aktivitatas fisik adalah gerakan tubuh yang membutuhkan energi untuk mengerjakannya, seperti berjalan, olahraga.Manfaat olahraga sendiri pada lansia antara lain dapat memperpanjang usia, menyehatkan jantung, otot, dan tulang, membuat lansia lebih mandiri, mencegah obesitas, mengurangi kecemasan dan despresi, dan memperoleh kepercayaan diri yang lebih tinggi.olahraga. Olahraga/ aktivitas fisik dikatakan dapat memperbaiki komposisi tubuh, seperti lemak tubuh, kesehatan tulang, massa otot, dan meningkatkan daya tahan, massa otot dan kekuatan otot, serta fleksbilitas sehingga lansia lebih sehat dan bugar dan resiko jatuh berkurang. Latihan senam vitalisasi juga bisa menurunkan resiko penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit jantung. Secara umum dikatakan bahwa olahraga pada lansia dapat menunjang kesehaan, yait dengan meningkatkan nafsu makan, membuat kulitas tidur lebih baik, dan mengurangi kebutuhab terhadap obat-obatan selain itu, olahraga atau latihan senam vitalisasi bermanfaat secara fisiologis, psikologis, maupun sosial. Manfaat secara fisiologis, olahraga dapat meningkatkan kapasitas aerobik, kekuatan, fleksibilitas , dan keseimbangan.

Secara psikologis olahraga dapat meningkatkan mood, mengurangi resiko pikun, dan mencegah depresi. Dan secara sosial, olahraga dapat mengurangi ketergantungan pada orang lain, mendapatkan banyak temen, dan meningkatkan produktivitas.

2.3.3 Pengaruh Senam Vitalisasi Otak dengan Fungsi Kognitif

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif adalah aktivitas fisik.

Aktivitas fisik kemungkinan dapat menstimulasi saraf sehingga menghambat penurunan fungsi kognitif pada lansia. Fungsi kognitif pada lansia yang aktif beraktivitas fisik serupa dengan orang muda dan secara signifikan lebih baik daripada orang yang tidak aktif melakukan aktivitas fisik. Namun realitanya, sebagian besar lansia mengurangi jumlah aktivitas fisiknya karena menganggap bahwa aktivitas fisik tidak cocok dengan gaya hidupnya meskipun beberapa sadar

(10)

akan manfaatnya. (Vanny, Polan, Asrifuddin, & Kalesaran, 2018)Jenis aktivitas fisik yang berpengaruh terhadap fungsi kongnitif pada penelitian sebelumnya adalah olahraga aktif atau berenang jalan kaki dan latihan fisik mereka yang tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang berisiko 1,4 sampai 1,6 kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kongnitif buruk dibandingkan dengan mereka yang melakukan kegiatan-kegiatan/aktivitas.(Wreksoatmodjo, 2016) Menurut (Wreksoatmodjo, 2016) Aktivitas fisik dapat bermanfaat terhadap fungsi kognitif melalui beberapa cara. Pertama, manfaat yang sama terhadap sistem kardiovaskuler berlanjut ke sistem Serebrovaskuler, efek ini bisa langsung (melalui perbaikan perfusi jaringan) atau tak langsung melalui penurunan morbiditas vaskuler, seperti hipertensi, DM, hiperkolesterolemia, dan obesitas. Mungkin ada jalur pengaruh lain karena meskipun faktor vaskuler sudah dikontrol efek perbaikan tetap ada. Diduga bisa melalui peningkatan neurogenesis, perbaikan sitoarsitektur otak dan elektrofisiologi otak, meningkatkan faktor pertumbuhan dan menghambat proses neuropatologis.

2.4 Konsep Pengukuran Fungsi Kognitif Menggunakan MMSE (Mini Mnetal Status Examination)

Mini-Mental State Examination (MMSE) Merupakan alat yang telah dikembangkan untuk jmengevaluasi kemampuan kognitif, keseimbangan, serta kemampuan fungsional para lansia, yaitu antara lain: Mini-Mental State Examination (MMSE), menurut (Shigemori, Ohgi, Okuyama, Shimura & Schneider,2010). MMSE di kembangkan untuk membedakan di awal proses penyakit pada lansia adalah yang mengalami gangguan neuropsikiatri atau tidak, dan juga digunakana selama follow-up pasien yang menderita gangguan kognitif untuk menilai perkembangan penyakit (Hadi & Rosyanti, 2019).Diantara alat tersebut, MMSE adalah alat yang secara klinis paling lengkap dalam mengukur kemampuan kognitif dan status mental pada usia lanjut (Kochhann, Cerveira, Godinho, Camozzato & Chaves 2009).

Pemeriksaan kognitif dengan alat evaluasi MMSE biasanya dilakukan dengan durasi 5-10 menit. Pada pemeriksaan ini diberikan 11 pertanyaan yang dapat menilai kinerja fungsi lima

(11)

daerah kognitif, yaitu, orientation, registration, attention and calculation, recall, dan language.

Setiap pertanyaan memiliki bobot nilai yang berbeda dengan total nilai MMSE adalah 30.

Penderita dengan kategori kognitif normal masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti layaknya orang normal yang lain. Pemeriksaan ini memiliki beberapa kekurangan seperti waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tes relatif lama, nilai akhir dapat dipengaruhi tingkat pendidikan sehingga menjadi bias, dipengaruhi bahasa dan kultural. Pemeriksaan ini juga tidak banyak mengandung variabel untuk mendeteksi fungsi frontal/eksekutif atau visuospasial.

Sedangkan kategori parah selalu memerlukan bantuan dari orang sekitarnya untuk dapat melakukanaktivitas sehari-hari.(Diana, Putrri, Nurmaya, & Suherlan, 2016).

2.5 Konsep Senam Vitalisasi Otak

Senam Vitalisasi dalam pelaksaan-nya terdiri dari beberapa tahap. Pelaksaan latihan/senam vitalisasi di bagi menjadi 5 tahap. Tahapan dalam senam vitalisasi tersebut yaitu :

Tahap 1 : Persiapan

Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan senam vitalisasi yaitu:

Prinsip Dasar Tampilan Senam Vitalisasi Otak a. Lambat

Gerakan dalam Latihan/Senam Vitalisasi Otak dilakukan perlahan- lahan dengan tujuan menyelaraskan pola gerak otot, gerakan ritmis otot-otot pernapasan, dan metabolisme pada bagian otak yang terstimulasi dan melalui imajinasi saat melakukan gerakan. Secara tidak langsung, gerakan yang lambat tidak memberi beban berat pada jantung.

b. Dari bawah ke atas

Gerakan selama Latihan/Senam Vitalisasi Otak mengupayakan sistematika gerak dari arah tubuh bagian bawah terus ke bagian atas, dengan tujuan untuk melatih bagian otot yang lebih kecil sampai otot yang lebih besar. Hal tersebut dilakukan agar gangguan-gangguan,

17

(12)

terutama pada gerakan halus (misalnya menjahit, menulis) dan gerakan kasar (misalnya menyapu) yang sering terjadi pada orang tua dapat diatasi.

Tahap 2 : Pelatihan Gerak dan Musik

Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan senam vitalisasi yaitu:

a. Persiapan b. Pemanasan c. Latihan Inti d. Pendinginan

Tahap 3 : Pelatihan Imajinasi

Imajinasi adalah pembayangan suatu Peristiwa, indraan, gerakan, pengalaman Pada imajinasi gerakan, tanpa melakukanya, yang terangsang ialah daerah-daerah dalam otak yang merencanakan dan mengatur gerakan itu! Pada pembayangan penglihatan bunga melati misalnya yang menjadi aktif, ialah daerah pengertian apa yang dilihat! Pada latihan gerakan yang disertai imajinasi akan terjadi asosiasi antara pusat gerakan dan indra yang bersangkutan:

a. Persiapan latihhan imajinasi b. Pemansan

c. Latihan Inti (Setiap Latihan diulang 1x)

Tahap 4 : Sinkronisasi Imajinasi- Gerak- dan Musik

Sinkronisasi adalah suatu rangkaian pelatihan senam vitalisasi otak yang menggabungkan antara pelatihan imajinasi, gerak, dan, musik. Tahap I.) Pelatih membacakan gerakan-gerakan serta membanyangkan imajinasi dengan lembar balik.Tahap 2). Pelatih membaca makna dan imajinasi, peserta melakukan gerakan , Tahap 3). Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, peserta yang sudah mahir menjadi ketua kelompok atas & dan tahap di

(13)

kelompok masing-masing , Tahap 4). Peserta memberi kesimpulan tentang gerakan dan imajinasi serta kekurangan

Tahap 5 : Prakter Senam Vitalisasi Praktek Senam vitalisasi Otak Dilakukan setelah peserta mendalami tahap I, II, III, dan IV. Terdiri dari :

a. Praktek kelompok

b. Praktek individu mewakili kelompok

c. Membuat rangkuman hasil latihan dalam kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Teknik modeling simbolis merupakan suatu teknik yang bisa digunakan guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa untuk

Darwin disebut juga turuan FreeBSD yang kemudian menjadi dasar sistem operasi Tidak Open Source dari perusahaan Apple Mac OS X untuk komputer desktop dan server, dan

The syntax for creating the Raphael object, which is the base for all other Raphael methods and functions, is as follows:.. var raphaelObj

Ini merupakan penggalan dari novel jangan biarkan surau ini roboh yang mana di dalam novel ini ada beberap tokoh diantaranya : Ibrahim (tokoh utama), dan ini adalah tokoh yang

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses

Jika tidak, maka tidak akan mungkin untuk memberikan digit yang unik ke setiap huruf atau simbol yang unik juga dalam persoalan.. Dan supaya memiliki makna yang berarti secara

Selain itu karena kedua produk dengan bahan baku carded dan combed memiliki proses produksi yang sama, maka penelitian untuk meningkatkan mutu produk kain grey akan

Dengan adanya pakar psikologi, Cesar Millan memberi tahu tentang dan membantu memberikan penyelesaian kasus-kasus yang ada yang di alami oleh pemilik anjing terutama mengenai