ADOPSI PETANI PADI TERHADAP AGENS HAYATI DENGAN MENGGUNAKAN MI-LO (MIKRO ORGANISME LOKAL)
Reza Safitri(1), Edi Dwi Cahyono(2)
(1)Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
(2) Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
(1)Corresponding email: [email protected]
PENDAHULUAN
Ketahanan pangan merupakan salah satu isu yang penting, khususnya di Indonesia yang besar populasinya. Apalagi di bawah ancaman perubahan iklim yang ekstrim saat ini, petani perlu melakukan berbagai adaptasi untuk keberlangsungan usahataninya (Cahyono, Kukuh, & Jatmiko, 2016). Studi terdahulu menunjukkan bahwa para penyuluh pertanian sendiri menyadari bahwa ketahanan pangan tidak lepas dari pentingnya mendorong implementasi pertanian berkelanjutan (Agunga, Cahyono, Buck, & Scheer, 2016). Namun mereka menyadari bahwa keterampilan mereka terhadap berbagai aspek tersebut terbatas, terlihat dari adanya kebutuhan yang cukup tinggi untuk mendapatkan pelatihan mengenai teknologi pertanian yang memadai, pertanian lokal spesifik, pertanian holistik, dan pertanian organik (Cahyono, & Agunga, 2016). Untuk menjawab berbagai tantangan ini, beberapa tahun terakhir ini, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia menggalakkan program swasembada pangan berkelanjutan melalui sebuah program yang disebut dengan UPSUS Pajale (Upaya Khusus Padi Jagung Kedelai). Sesuai dengan namanyam, pada tahun pertama, program ini difokuskan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi, jagung, dan kedele. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, dan sedapat mungkin disesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan petani setempat. Terkait dengan hal ini, isu pertanian utama saat ini adalah kerusakan struktur tanah karena penggunaan pupuk dan pestisida anorganik secara massif untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Salah satu upaya untuk memperbaikinya adalah dengan menerapkan mikroorganisme lokal sebagai bagian dari upaya-upaya pengelolaan pertanian hama secara terpadu.
Lahan-lahan pertanian di Kabupaten Gresik merupakan salah satu wilayah yang menghadapi masalah kerusakan struktur tanah. Lahan-lahan tersebut tidak dapat menyerap air secara cepat, yang merupakan salah satu indikator telah rusaknya struktur tanah di lahan-lahan tersebut. Selain itu, problem lain yang muncul adalah terjadinya ledakan hama dan penyakit padi yang sulit dikendalikan. Selama ini, para petani setempat mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Oleh karena itu, melalui program UPSUS tersebut diperkernalkan beberapa teknologi yang meliputi: (1) penggunaan agens hayati Mi-Lo dengan PGPR (pupuk hayati bakteri dengan kandungan beberapa mikroorganisme); (2) penggunaan agens hayatiMi-Lo bio insektisida, terdiri dari mikroorganisme yang bersifat patogen terhadap arthropoda atau mamalia yang merupakan hama padi; (3) penggunaan agens hayati Mi-Lo bio fungisida; dan (4) dekomposer. Teknologi baru tersebut diperkenalkan mulai tahun 2015 yang lalu melalui pendamping lapang UPSUS yang bertindak sebagai fasilitator dan penyuluh. Para petani partisipan tergabung dalam sebuah kelompok tani. Pengenalan teknologi tersebut dilakukan melalui sebuah demfarm dan ditindaklanjuti dengan kegiatan pelatihan pembuatan agens hayati. Mengingat kegiatan tersebut relatif masih baru, maka perlu dilakukan analisis tentang tingkat penerimaan petani terhadap teknologi baru yang dikenalkan, mengingat seringkali para petani menolak sebuah
inovasi karena tidak sesuai dengan kebutuhan mereka dan relatif sulit implementasinya (Malahayatin, & Cahyono, 2017). Hasil kajian ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi untuk keberlangsungan program tersebut.
METODOLOGI
Penelitian dilakukan di Desa Petiyin Tunggal (Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik). Penentuan lokasi ini ditentukan secara purposif (sengaja) karena di desa tersebut terdapat sebuah kelompok tani (Kelompok Tani Jetis) yang mendapatkan bantuan melalui Program UPSUS dan menerima teknologi agen hayati Mi-Lo melalui para pendamping lapang UPSUS. Informan penelitian adalah seluruh anggota Kelompok Tani Jetis yang berjumlah 20 petani. Untuk menganalisis pembuatan, penggunaan, dan penyebaran produk agen hayati Mi-Lo, maka dilakukan wawancara bukan saja terhadap anggota kelompok tani tersebut, tetapi juga dengan petani di luar kelompok tadi. Untuk itu, para pengguna teknologi ditelusuri melalui teknik snowball sampling (bola salju), yaitu teknik sampling nonprobabilitas dimana para partisipan studi yang ada menunjuk partisipan berikutnya dari kalangan sosial terdekatnya yang diyakini memiliki karakteristik tertentu (Goodman, 1961;
Johnson, 2014).
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif untuk mendiskripsikan tahapan atau proses alih teknologi agen hayati Mi-Lo pada kelompok tani yang diteliti; mendiskripsikan tanggapan petani terhadap teknologi agen hayati ‘Mi-Lo;
dan mendiskripsikan penyebaran produk teknologi agen hayati Mi-Lo di kalangan petani di sekitar kelompok tani yang diteliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses alih teknologi agen hayati Mi-LoJetis
Proses alih teknologi agen hayati Mi-Lo yang terjadi pada Kelompok Tani Jetis adalah melalui beberapa tahap: kegiatan-kegiatan persiapan, sosialisasi, pelatihan, danpelaksanaan. Proses alih teknologi kepada kelompok tani Jetis berawal dari pelaksanaan program demfarm, yang mengenalkan kepada para petani berbagai teknologi terkait, seperti teknologi agen hayati seperti dekomposer, PGPR, Bio-fungisida, dan Bio-insektisida. Pada saat itu, petani masih dikenalkan dengan agen hayati yang siap pakai. Merk dagang yang digunakan adalah PGPR, Mantab, dan Biocare. Ketiga produk tersebut merupakan produksi dari Fakultas Pertanian Jurusan HPT, Universitas Brawijaya. Ke tiga produk tersebut diberikan kepada kelompok tani terpilih secara gratis untuk diterapkan pada lahan budidaya padi masing-masing yang merupakan sebuah kesatuan demfarm.
Setelah demfarm selesai, selanjutnya para petani diberi pengetahuan lebih lanjut tentang cara pembuatan agen hayati dari mikroorganisme lokal, yang disebut dengan Mi-Lo tersebut.
Setelah mengetahui dan mempelajari proses pembuatan agen hayati dari mikroorganisme lokal, ketua kelompok tani dan beberapa anggota lainnya mulai tertarik untuk membuat agen hayati sendiri. Beberapa versi agens hayati yang dibuat oleh petani adalah Dekomposer, PGPR, Bio-Fungisida, Bio-Insektisida dari mikroorganisme lokal dengan dukungan teknis dan dana dari pemerintah via Universitas Brawijaya Malang.
Skema proses alih kelompok tani Jetis pada teknologi agen hayati Mi-Lo adalah seperti berikut (Gambar 1):
Gambar 1. Proses alih kelompok tani Jetis pada teknologi agen hayati Mi-Lo Tanggapan petani terhadap teknologi agen hayati Mi-Lo
Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya seluruh anggota kelompok tani Jetis memberikan tanggapan yang positif terhadap teknologi agen hayati. Seorang petani menggambarkan situasi ini:
"Iya, saya selalu mengikuti setiap pertemuan yang diadakan di Balai Desa. Dari mulai perkenalan teknologi agen hayati hingga penerapan di lapang, sampai biaya berasal darimana dan hingga kelompok tani dibiayai untuk membuat agen hayati Mi-Lo sendiri (Bapak Nur Jaim, 33 Tahun)."
Selain itu, dari 20 orang anggota kelompok tani tersebut, 18 orang mengatakan bahwa teknologi agen hayati Mi-Lo tersebut memiliki keuntungan yang bisa membantu kegiatan pertanian dengan cara dan bahan yang aman, dan membebaskan tanaman padinya dari resistensi terhadap hama dan penyakit. Keuntungan lainnya, mereka dapat lebih berhemat bila menggunakan agen hayati Mi-Lo. Beberapa petani melaporkan bahwa pemakaian pestisida kimia telah berkurang seiring dengan penggunaan agens hayati tersebut. Bahkan beberapa dari anggota petani ada yang berhasil lepas dari penggunaan pestisida kimia. Bapak Rusnan (55 tahun) menegaskan, “keuntungannya ya saya senang, karena saya tidak perlu memakai obat-obat pestisida kimia gitu. Jadi kan aman.”
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa anggota-anggota kelompok tani Jetis belum sepenuhnya mengadopsi agens hayati. Hal ini karena mereka belum menerapkannya dalam skala besar di lahan masing-masing. Hal ini diduga karena petani belum meyakini sepenuhnya mengenai manfaat agens hayati tersebut. Bagaimanapun juga kesediaan petani
untuk mencoba teknologi tersebut dalam skala terbatas merupakan hal sangat penting mengingat proses pembuatan teknologi tersebut relatif cukup rumit dan memerlukan kesabaran tersendiri dan hasilnya tidak langsung terlihat.
Produksi dan Penyebaran agen hayati Mi-Lo Jetis
Pada awalnya, penyebaran agens hayati ke luar desa masih sangat terbatas mengingat teknologi tersebut relatif masih baru. Bapak Jaswadi (50 tahun), sebagai ketua kelompok tani menjelaskan:
"Sekarang masih digunakan di lingkup Kelompok Tani Jetis, belum menyebar ke masyarakat Desa Petiyin Tunggal yang tidak tergabung dalam kelompok tani maupun ke lain desa Kecamatan Dukun. Saya dan teman-teman masih repot, jadi belum bisa ngirim ke luar Desa Petiyin Tunggal. Kalau di masyarakat Desa Petiyin Tunggal, saya niatnya melakukan penyebaran dan pengenalan sekaligus untuk membelinya nanti saya tawarkan pada orang-orang yang berkunjung ke kios saya.
Karena para petani di sini kalau membutuhkan pupuk untuk bertaninya beli di kios saya. Untuk saat ini belum mulai tanam lagi. Di kios saya juga sedang habis pupuknya. Jadi para petani belum berkunjung ke kios saya, jadi masih banyak yang belum tahu tentang produk agen hayati yang diproduksi oleh kelompok tani Jetis ini."
Dalam perkembanganannya, dengan difasilitasi oleh para pendamping lapang UPSUS, para anggota Kelompok Tani Jetis telah mampu membuat agens hayati dengan mikro organisme lokal (Mi-Lo). Merk dagang yang digunakan adalah PGPR, Merah Putih, Patas, dan Damen. Produk inovatif ini tidak hanya akan digunakan oleh kalangan kelompok tani tersebut saja, tetapi juga telah dipasarkan di luar kelompok tersebut di wilayah desa setempat dan bahkan di desa sekitarnya dalam kecamatan yang sama. Berikut adalah penyebaran produk tersebut, khususnya pada petani di luar kelompok utama (Jetis).
Gambar 2. Penyebaran agens hayati Mi-Lo di luar kelompok tani utama Jetis.
Adopsi Agens Hayati Mi-Lo
Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. Keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya kemudian mengukuhkannya. Van den Bahn dan Hawkins (1999) mengatakan bahwa adanya waktu penundaan yang lama antara saat pertama kali petani mendengar suatu inovasi dengan periode melakukan adopsi. Namun dalam kasus ini, penyebaran agen hayati Mi-Lo terbantu karena adanya bantuan teknis dan dana dari Universitas Brawijaya. Selain itu, suasana kelompok tani peserta program ini relatif kondusif, terlihat dari cukup banyak anggota kelompok tani yang memiliki persepsi positif mengenai teknologi baru tersebut. Hasil evaluasi lebih lanjut menunjukkan bahwa, para petani peserta program tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja, tetapi mereka juga mempertimbangkan aspek-aspek ekonomis, sosial budaya, dan bahkan politis atau kesesuaiannya dengan kebijakan pembangunan nasional dan regioal.
Secara umum, tingkat adopsi terhadap agens hayati Mi-Lo masih terbatas, tercermin dari kecilnya luasan lahan dari masing-masing petani yang memakai teknologi tersebut (Tabel 1). Namun hal yang positif adalah bahwa seluruh petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Jetis telah menggunakannya, mengindikasikan ketertarikan yang tinggi terhadap penggunaan teknologi tersebut.
Tabel 1. Luas lahan yang digunakan untuk menerapkan agens hayati
No Nama Luas Lahan (ha)
1 Rusnan 0,29
2 Nurhadi 0,30
3 Musnawi 0,38
4 Musrobin 0,45
5 Kasnari 0,15
6 Ustoni 0,15
7 H. Toha 0,45
8 Ikhsan 1,00
9 Tri Saradi 0,30
10 Kasmuji 0,30
11 Kardi 0,38
12 Mawi 0,11
13 Suwito 0,45
14 Nur Jaim 0,15
15 Yatno 0,23
16 Marianto 0,15
17 Muyasaroh 0,15
18 Jaswadi 1,00
19 Ali Maksum 0,11
20 Mustari -
KESIMPULAN
Kesimpulan
Proses alih teknologi agen hayati Mi-Lo yang terjadi pada kelompok tani Jetis adalah melalui kegiatan yang cukup kompleks, yaitu persiapan, sosialisasi, pelatihan hingga kegiatan pelaksanaan. Proses alih teknologi agen hayati Mi-Lo pada kelompok tani Jetis berawal dari kegiatan demfarm UPSUS Padi Jagung Kedelai. Selanjutnya petani belajar membuatnya sendiri dengan bantuan teknis dari pendamping lapang dan subsidi dari pemerintah. Dari ke 20 anggota kelompok tani Jetis yang mengikuti program, seluruhnya memberikan tanggapan yang positif terhadap penggunaan agens hayati, tercermin dari pandangan positif dan kesediaan mereka untuk membuat sendiri dan menerapkan dalam lahannya masing-masing walaupun dalam skala yang terbatas.
Saran
Disarankan agar monitoring terhadap para petani inovator yang memproduksi sendiri dan menggunakan agens hayati terus dilakukan untuk keberlanjutan kegiatan tersebut.
Promosi terhadap penggunaan agens hayati perlu dilakukan, baik secara interpersonal maupun melalui media komunikasi, khususnya media massa dan media sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Agunga, R.A., Cahyono, E.D., Buck, E., Scheer, S. (2016). Challenges of implementing participatory extension in Indonesia. The Journal of Communication and Media
Research (8), 1, Sp. 1 (Special Issue of May
2016).https://www.researchgate.net/publication/305806753_Journal_of_Communica tion_and_Media_Research.
Ashari, S. (2007). Pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha.Jurnal Litbang Pertanian, 26(4). Bogor.
BPS.( 2010). Jumlah penduduk Indonesia. http://www.bps.go.id/.
Cahyono, E.D., & Agunga, R.A. (2016). Policy and practice of participatory extension in Indonesia: A case study of extension agents in Malang District, East Java Province.
Journal of International Agricultural and Extension Education (JIAEE), 23(3) https://www.researchgate.net/publication/314299456_Policy_and_Practice_of_Partic ipatory_Extension_in_Indonesia_A_Case_Study_of_Extension_Agents_in_East_Jav a_Province.
Cahyono, E.D., Kukuh, D., Jatmiko, T.W. (2016). Dampit cropping pattern: East Java Farmer- led innovation to respond to climate change. Palawija (United Nation ESCAP—
CAPSA),33(3).
http://uncapsa.org/sites/default/files/pn1612.pdf.
Goodman, L.A. (1961). Snowball sampling. Annals of Mathematical Statistics, 32(1): 148–
170.
Johnson, T.P. (2014), Snowball sampling: Introduction. Wiley StatsRef, Wiley and Sons, Chichester.
Ihsanuddin. (2011). Tingkat adopsi teknologi pemanfaatan mikro organisme lokal (mol) pada usahatani padi di Kabupaten Jember. Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo.
Lestari. (2010). Jurnal Pertanian Berkelanjutan/.