• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat terus berubah menuntut individu mampu beradaptasi dan mengembangkan diri secara kreatif untuk menyesuaikan rumusan kompetensi sumber daya manusia (SDM) abad 21 yang digagas banyak negara dan organisasi.

Indonesia sebagai bagian dari Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memerlukan banyak SDM kreatif guna mengkatalis kesejahteraan dan meningkatkan daya saing bangsa.

Ekonomi global memasuki gelombang empat yang bertumpu bertumpu kepada kreativitas, warisan budaya, lingkungan, dan informasi memerlukan dukungan SDM berketerampilan tinggi. Pekerjaan keterampilan tingkat medium turun levelnya menjadi pekerjaan tingkat rendah (Workinger & Ruch, 1997: 254), kekuatan fisik tergantikan kreativitas tingkat tinggi (Jurmo, 1989), dan terus meningkat memasuki abad 21. Pemerintahan Jokowi mencanangkan program Nawacita dan menerbitkan Perpres Nomor 6 tahun 2015 tentang pembentukan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) guna meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan ekonomi kreatif. Pada jalur pendidikan pemerintah menggalakkan pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi (PT) dan program-program pengembangan kreativitas untuk menambah jumlah SDM dengan daya kreativitas tinggi.

Kebutuhan SDM dengan kreativitas tinggi belum dapat terpenuhi. Faktanya 83,18 persen lulusan perguruan tinggi lebih berminat menjadi pekerja (job seeker), dan hanya 6,14 persen yang berminat menjadi wirausahawan (job creator) dan pemberi kerja bagi orang lain (job giver) (Berita Pendidikan, 2011). Kondisi ini menunjukkan lulusan perguruan tinggi masih memiliki daya kreativitas yang rendah. Logikanya semakin lama proses pendidikan seharusnya semakin siap untuk menjadi wirausahawan mandiri. Hal ini menjadi tantangan berat bagi Pemerintah

(2)

Indonesia untuk mendapatkan SDM kreatif yang mampu menopang ekonomi dan bersaing pada tingkat regional bahkan pada tingkat global.

Rendahnya kreativitas dibuktikan dengan tingginya angka pengangguran terdidik dari tahun ke tahun. Pengangguran terbuka menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per Febuari 2008 mencapai 9,26 juta atau 8,18 % dari total angkatan kerja berjumlah 113,74 juta (Ani, 1 Desember 2009; Edj, 15 Mei 2009). Awal tahun 2011 menurun menjadi 8,1 juta orang atau 6,8 % dari total angkatan kerja (Liu, 16 Agustus 2011). Anehnya, jumlah pengangguran terdidik justeru meningkat dari tahun ke tahun. Kompas merilis tahun 2005 jumlah pengangguran terdidik mencapai 323.902 orang, pada tahun 2007 menjadi 1,4 juta (Edj, 20 November 2009). Survei Bappenas menemukan dari 4,1 juta pengangguran terbuka didominasi lulusan diploma dan universitas (Ltf, 18 Febuari 2010). BPS merilis tahun 2010 jumlah yang menganggur 8,31 juta orang dan 11,92% (710.128 orang) berpendidikan sarjana. Jumlah pengangguran terbuka tahun 2015 sebesar 7,56 juta menurun menjadi 7,02 juta di tahun 2016 sebesar 7.02 juta jumlah namun Namun tingkat pengangguran lulusan universitas malah meningkat dari 5,34 persen menjadi 6,22% (Tempo, Mei 2016), padahal Indonesia memproduksi sekitar 300.000 sarjana setiap tahun. Daya serap lapangan kerja tidak sebanding jumlah angkatan kerja, misalnya pada tahun 2009 dari 13.000 formasi CPNS di Propinsi Jawa Tengah jumlah pendaftar mencapai 2.928.762 orang dan tersisa 2.915.762 orang (Sindo, 5 Desember 2009). Semuanya didominasi pengangguran terdidik.

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2008 memiliki pengangguran terbuka 107.500 orang menjadi 121.000 orang pada tahun 2009, bertambah 13.500 dalam setahun (Ani, 1 Desember 2009).

Daya kreativitas yang rendah dibuktikan seringnya mahasiswa mengalami kebuntuan gagasan ditengah melimpahnya sumber potensi masyarakat. Hasil pengamatan terhadap Program Mahasiswa Wirausaha (PMW/Student Entrepreneur Program) dan Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) hampir

90% dari gagasan yang diajukan cenderung merupakan hasil meniru atau mereproduksi gagasan orang lain. Proporsi ide yang benar-benar kreatif persentasenya sangat kecil. Mayoritas gagasan atau ide didominasi bidang kuliner

(3)

padahal ada lebih dari 14 sub sektor bidang industri kreatif. Produk-produk yang memenuhi kriteria unik dan kreatif masih sangat terbatas dan sering tidak ada keberlanjutan.

Strategi utama untuk menciptakan entrepreneur kreatif yang mampu merubah rongsokan menjadi emas adalah berinovasi di bidang pendidikan. Ada 3 hal yang diperlukan untuk menjadi enterpreneur yaitu lahir, lingkungan, dan latihan (3L) (Ciputra, 2008: 53-55). Suatu fakta mayoritas mahasiswa tidak lahir dari keluarga wirausahawan dan tumbuh dengan sistem budaya dan sistem pendidikan yang bersifat primordial. Peluang intervensi melalui jalur pendidikan adalah mata kuliah kewirausahaan (MKWU) dengan menciptakan suatu desain pembelajaran yang mampu mengembangkan kreativitas. Perguruan tinggi tentu masih menjadi ekspektasi masyarakat dalam pengembangan potensi daerah untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan, dan pengurangan pengangguran. Asumsinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin siap menjadi SDM kreatif.

Namun, mengapa lulusan perguruan tinggi faktanya memiliki daya kreativitas yang masih rendah? Bagaimana desain pembelajaran KWU yang selama ini diterapkan di perguruan tinggi?

Pertama, desain pembelajaran mata kuliah kewirausahaan masih meredusir proses berkreativitas menjadi teori-teori kewirausahaan dan teori ekonomi mandul (business school) sekedar mengadaptasi pendidikan manajemen usaha. Misalnya memahami konsep kewirausahaan, etika bisnis, merancang kelayakan bisnis, analisis keuangan, pemasaran sekedar jual beli, membuat dan menjual produk, dan sedikit porsi untuk melatihkan penggalian, pengembangan, dan penciptaan ide kreatif melalui aksi nyata berdasar potensi ekonomi kreatif daerah. Pembelajaran kewirausahaan cenderung bermetamorfosis menjadi business school secara tidak langsung memarjinalkan potensi kreatif mahasiswa. Usaha mewirausahakan seseorang (enterpreneurshing person) menjadi kreatif terjebak kepada upaya mempelajari teori-teori manajemen usaha.

Kedua, mata kuliah kuliah KWU masih menjadi upaya mempersiapkan mahasiswa cepat lulus dengan indeks prestasi tinggi dan segera mendapatkan pekerjaan. Kondisi ini sesungguhnya telah memarjinalkan kreativitas mahasiswa.

(4)

Proses pembelajaran kewirausahaan terlalu berorientasi akademik berpotensi negatif dalam pembentukan kreativitas seseorang. Lingkungan pendidikan universitas masih mencerminkan produk pendidikan hegemonial yang didoktrin untuk intens terhadap ideologi tertentu menyebabkan program-program pengembangan kreativitas termanifestasi dalam paket-paket pembelajaran yang berorientasi sekedar memenuhi tuntutan administratif sebagai mata kuliah wajib tempuh ataupun pilihan.

Ketiga, inovasi pembelajaran yang dilakukan masih merupakan upaya menyeimbangkan teori dan praktik dan sebatas memperkuat metode untuk mengoptimalkan penguasaan materi bukan untuk melatihkan kreativitas. Metode- metode seperti game, unjuk kerja, bermain peran, dan penugasan dilakukan namun rumusan tujuan pembelajaran masih berorientasi pada dimensi kognitif dan masih ada dimensi tingkat rendah seperti kata “memahami”. Desain pembelajaran belum menaruh perhatian perlunya keseimbangan analisis, sintesis, dan kemampuan praktis dalam proses berkreativitas. Menurut Lane et al, (2011: 121) tantangan sekaligus peluang pembelajaran kewirausahaan masa depan adalah cara memfokuskan kepada belajar daripada materi. Larson dan Miller, 2011: 121) menegaskan subtansi dan definisi keterampilan abad 21 terletak pada apa yang pebelajar bisa lakukan dengan pengetahuannya dan bagaimana pebelajar dapat menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. Pendapat lain mengatakan tantangan paling imperatif membantu peserta didik belajar apa yang ingin dipelajari untuk menghadapi tantangan dan berinovasi (Hisrich & Peter, 2002: 24).

Keempat, pola komunikasi pembelajaran kewirausahaan cenderung berpola transfer of knowledge menyebabkan beban kognitif (cognitive load) berpotensi

negatif kepada pembentukan kreativitas seseorang. Disiplin ilmu kewirausahaan disikapi sangat reaktif namun ilmu pengetahuan dan teknologinya dikemas dan diajarkan secara teoritik. Studi pendahuluan (Pujiriyanto, 2013) menunjukkan ada dominasi teori dibanding praktek yaitu 57% teori dan 43% praktek. Proses pembelajaran masih memisahkan gagasan, tangan, dan hati (head, hand, and heart) dan kurang melibatkan mahasiswa dalam proyek-proyek dengan aktivitas nyata

(5)

secara penuh dan terorganisir. Menurut (Puccio, Mance, & Murdock, 2011: 63) pada dasarnya kreativitas melibatkan hati dan keterampilan (heart and hand).

Kelima, desain pembelajaran kewirausahaan belum dirancang khusus untuk pengembangan kreativitas terbukti dari struktur silabus dan SAP masih ditemukan polarisasi tujuan, bahan pembelajaran, metode, dan sistem penilaian. Dalam satu semester banyak materi dipelajari namun satu sama belum menunjukkan koherensi dengan pengembangan kreativitas serta dalam skenario utuh, sistematis dan terukur untuk membentuk kreativitas. Mayoritas (64%) mahasiswa menganggap metode konvensional dengan sistem penilaian didominasi paper based pencil, dan masih menekankan penguasan materi. Sejalan temuan Abduh et al (2011: 32-43) tingkat kepuasan yang rendah dalam pembelajaran kewirausahaan terkait bahan dan metode pembelajaran, dan ketidaktercapaian kompetensi seperti yang diharapkan.

Lautenschläger & Haase (2011: 147-160) menyatakan masalah pendidikan kewirausahaan diantaranya adanya heterogenitas tujuan, materi, dan pedagogis, pendekatan dalam mentransformasikan nilai-nilai utama kewirausahaan (know- how), dan kreativitas merupakan materi dilematis karena termasuk sulit diajarkan.

Keenam, pola pembelajaran kental dengan pendekatan konformis dan sistem penilaian berbasis kertas (paper based). Class size yang besar menjadi alasan sulitnya perlakuan yang memenuhi perbedaan individu dan pembelajaran yang mengadaptasi minat dan potensi kreatif setiap mahasiswa. Kemampuan mencipta (habit creating) kurang mendapatkan porsi memadai. Krathwol & Anderson (2001) telah merevisi taksonomi Bloom dimana dimensi create merupakan taksonomi belajar paling tinggi memiliki 3 aktivitas utama generating, planning, dan producing yang jarang disentuh. Pola pembelajaran masih menyimpang dari proses

eksplorasi dan penemuan yang efektif dan alamiah mengembangkan kreativitas calon wirausahan dalam konteksnya. Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2011 yang menyatakan pengembangan kewirausahaan pemuda dilaksanakan sesuai dengan minat, bakat, potensi pemuda, potensi daerah, dan arah pembangunan nasional. Pasal 16 bahkan menegaskan pembelajaran harus mewadai minat, potensi dan bakat generasi muda. .

(6)

Tantangan yang dihadapi Pemerintah Indonesia berat namun kreativitas tetap merupakan kunci bagi negara berkembang untuk mampu bertahan. Pertemuena tingkat tinggi para pendidikan (international summit on the teaching profession) merekomendasikan pentingnya melatihakan kreativitas sebagai bagian keterampilan abad 21 dalam konsep 4C (creativvity, communication, collaboration and critical thingking). Kreativitas adalah kunci bagi seorang wirausahawan

(Runco 2004: 658), kreativitas dan inovasi keterampilan penting abad 21 (Ravitz, 2011: 3), kreativitas dan inovasi adalah merupakan ciri wirausahawan (Daliborka, 2016:545). Pemerintah berusaha keras mengembangkan SDM kreatif melalui jalur pendidikan, salah satunya pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi.

Atas dasar kondisi tersebut diperlukan intervensi melalui jalur pendidikan melalui pengembangan desain pembelajaran yang bisa mengembangkan kreativitas para calon wirausahawan. Kreativitas telah menjadi orientasi pada dosen namun mayoritas belum yakin cara dalam melakukannya. Pada satu sisi dosen memiliki kesibukan yang luar biasa sehingga memiliki keterbatasan waktu untuk mendesain pembelajaran kewirausahaan secara serius dan biasanya dirumuskan oleh tim KWU universitas sehingga bersifat konformis. Faktor lain adanya keragaman pengalaman dan latar belakang keilmuan terkait kompetensi dalam mengampu mata kuliah KWU. Pada satu sisi dunia berubah cepat menuntut penyesuaian kompetensi secara responsif dari mata kuliah KWU. Perguruan tinggi (PT) memiliki peran strategis dalam mengembangkan gagaasan-gagasan kreatif bersumber potensi daerah untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan, dan mengurangi pengangguran.

Perguruan tinggi seharusnya responsif atas perubahan pasar tenaga kerja dan berinovasi di era ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge base economy/KBE) dalam mengembangkan SDM (Taylor, 2008: 89). Perguruan tinggi adalah pusat pengembangan masyarakat (Albatch, 2008: 6-7).

Kajian hasil penelitian memperlihatkan fenomena serupa terkait persoalan pendidikan kewirausahaan. Berbagai persoalan terkait permasalahan pendidikan kewirausahaan banyak penelitian secara umum mencerminkan adanya persoalan tantangan pada pilihan desain pembelajaran (Inna, 2011: 75; Hartshorn & Hanon 2005: 01), kurang spesifik menawarkan bidang kewirausahaan (entrepreneurship)

(7)

dan mendukung aktivitas kewirausahaan (entrepreneurial) (Kabongo, 2012: 5451).

Terkait kreativitas banyak penelitian merekomendasikan penekanan pada faktor lingkungan serta keamanan dan kenyamanan psikologis seperti pemberian kesempatan berimprovisasi bebas karena memberi dampak munculnya kreativitas (releasing effect) (Kleinmintz, 2014:1), pendekatan pemecahan masalah secara kreatif merupakan esensi pemikiran dan aktivitas wirausahawan (Patricija, Franc,

& Polona, 2014: 133), iklim inovasi berpengaruh positif terhadap kreativitas (Yang

& Cheng, 2010:209). Desain pembelajaran (The 5Es) yaitu engage, explore, explain, extend/elaboration, dan evaluate memberikan kesempatan berpikir lebih

kreatif memberikan sumbangan pengembangan kreativitas (Akcay, 2013: 49).

Memberi kesempatan berkreativitas, mengakui potensi kreatif, dan memahami hubungan antara aktivitas nyata dengan kreativitas potensial mengembangkan kreativitas (Lasky & Yoon, 2011:34), individu yang berada pada seting alamiah selama 4 hari dan terpisah dari lingkungan teknologi dan multimedia meningkat kreativitasnya (Ann Atchley, Strayer, & Atchley, 2012:1).

Berdasarkan persoalan aktual, review hasil penelitian oleh para ahli, dan hasil penelitian diperoleh benag merah bahwa esensi pendidikan kewirausahaan adalah pengembangan kreativitas dan tantangan paling imperatif terletak sisi pedagogis cara mendesain pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas secara komprehensif. Desain pembelajaran yang ditemukan mayoritas tidak spesifik, terstruktur, dan sistematis dalam pengembangan kreativitas. Penelitian dan pengetahuan bagaimana mengajarkan kewirausahaan masih dalam proses dikembangkan (Bumpus & Burton, 2008: 307; Katz, 2003: 283-400). Pada masa ekspansi pertumbuhan kewirausahaan tantangan terbesar adalah cara mengajarkan kewirausahaan secara efektif. Berdasarkan paparan disimpulkan kreativitas tidak cocok diajarkan teoritik dalam nuansa pengabaran teori bisnis (know-what dan know-why) sebatas aspek kognitif, namun harus menekankan kepada pengalaman

belajar nyata, tidak memisahkan teori dan praktek melainkan dalam kesatuan sebagai suatu siklus yang ditegaskan oleh Boyyet & Jimmie (1998) sebagai (the wheel of learning).

(8)

Mendasarkan kondisi diperlukan pengembangan desain pembelajaran kewirausahaan yang; (1) memberi kesempatan mengalami atau berinteraksi dengan dunia nyata (contextual teaching learning), (2) mengandung unsur kebebasan sesuai minat, bakat, dan potensi, (3) memberikan kepuasan, (4) memberikan effect size besar terhadap ketrampilan abad 21 dan kreativitas, (5) menghargai

pengetahuan praktis (dignity practical knowledge), (6) menghargai proses namun memiliki target yang jelas (dignity time spend). dan (5) mampu merubah pola pikir (mindset) mahasiswa. Teori dasar yang dipergunakan dalam pengembangan desain pembelajaran ini kontruktivistik moderat Terhart (1999), pembelajaran berbasis proyek Gregory & Chapman (2007), teori keseimbangan analisis, sintesis dan kemampuan praktis Sternberg dan Lubart (1995), 3 aktivitas dari dimensi create dalam taksonomi Bloom yang diperbaharui Krathwohl & Anderson (2001), gagasan pendidikan progresif John Dewey, dan menggunakan pendekatan pengorganisasian penelitian kreativitas 4P dari Rhodes (1961)

Desain pembelajaran KWU-PBP memiliki kebaruan; 1) desain menengahi kontradiksi kontruktivistik radikal dan kontruktivistik kognitif ketat. Artinya pengetahuan dikontruksi mahasiswa namun skenario pembelajaran diciptakan, 2) desain menjangkau jenjang kemampuan tertinggi “create” yang jarang disentuh, 3) desain tidak hanya fokus kepada strategi delivery system, namun organizational strategies. 4) dampak pengiring tidak sekedar diasumsikan namun diukur dengan

parameter jelas, 5) desain pembelajaran dilaksanakan dalam pola the wheel of learning, dan 6) menggunakan pendekatan pengukuran kreativitas komprehensif

ditengah polemik dan kompelksitas pendekatan pengukuran kreativitas.

Dibalik tantangan pengembangan desain pembelajaran terdapat optimisme sebagai potensi antara lain; (1) mahasiswa merupakan generasi terdidik dengan kemampuan di atas rata-rata memiliki rasa ingin tahu, suka tantangan, dan potensi kreatif yang besar, (2) pemerintah pusat dan daerah serta perguruan tinggi sedang menggalakan pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif sehingga pengembangan desain pembelajaran koheren dengan arah kebijakan, (3) dosen telah menjadikan kreativitas sebagai orientasi dan sadar arti pentingnya kreativitas membutuhkan contoh desain pembelajaran alternatif yang operasional, dan (4)

(9)

melimpahnya sumber-sumber ekonomi kreatif berbasis warisan budaya (culture heritage) dan pengetahuan lokal dalam masyarakat.

.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah teridentifikasi beberapa permasalahan;

1. Kebutuhan SDM dengan kreativitas tinggi belum terpenuhi.

2. Kreativitas yang masih rendah ditandai meningkatnya jumlah pengangguran terdidik, preferensi menjadi job seeker, dan minimnya produk yang lahir dari gagasan kreatif

3. Persoalan metode pembelajaran kewirausahaan merupakan persoalan paling imperatif bagi banyak perguruan tinggi

4. Desain pembelajaran kewirausahaan yang ada cenderung memangkas dan meredusir kreativitas menjadi teori-teori bisnis yang mandul

5. Desain pembelajaran kewirausahaan masih menjadi bagian upaya mencapai keberhasilan akademik justeru memarjinalkan kreativitas mahasiswa.

6. Inovasi pembelajaran sebatas memperkuat metode untuk menyeimbangkan teori praktek dan meningkatkan penguasaan materi.

7. Pola pembelajaran masih bernuansa transfer of knowledge menyebabkan cognitive load berpotensi negatif terhadap pembentukan kreativitas.

8. Kreativitas sebatas telah menjadi orientasi namun desain pembelajaran belum koheren dengan pengembangan kreativitas.

9. Desain pembelajaran cenderung konformis kurang mewadahi potensi, minat, dan bakat yang mengarah pengembangan potensi daerah.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian dibatasi pada persoalan masih rendahnya kreativitas mahasiswa karena penerapan desain pembelajaran kewirausahaan yang belum koheren untuk pengembangan kreativitas mahasiswa.

(10)

D. Rumusan Masalah

Secara rinci rumusan masalah dijabarkan dalam empat pertanyaan berikut:

1. Bagaimana kualitas desain pembelajaran kewirausahaan di perguruan tinggi saat ini?

2. Bagaimana langkah-langkah sistematis pengembangan Desain Pembelajaran KWU-PBP?

3. Bagaimana validitas dan kualitas Desain Pembelajaran KWU-PBP yang dikembangkan?

4. Bagaimana keefektifan Desain Pembelajaran KWU-PBP dalam meningkatkan kreativitas mahasiswa?

E. Tujuan Penelitian dan Pengembangan

Tujuan utama mengembangkan dan mengevaluasi desain pembelajaran kewirausahaan berbasis proyek yang dirancang untuk meningkatkan kreativitas wirausaha. Secara khusus ada empat tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kondisi dan kualitas desain pembelajaran kewirausahaan di perguruan tinggi.

2. Mendeskripsikan langkah-langkah sistematis pengembangan Desain Pembelajaran KWU-PBP.

3. Menentukan validitas dan kualitas Desain Pembelajaran KWU-PBP.

4. Menentukan keefektifan Desain Pembelajaran KWU-PBP dalam meningkatkan kreativitas wirausaha.

F. Pentingnya Penelitian dan Pengembangan

1. Meningkatkan peran perguruan tinggi melalui mata kuliah kewirausahaan dalam menghasilkan gagasan-gagasan baru yang berguna bagi masyarakat 2. Mengurangi praktek pembelajaran kewirausahan yang terlalu teoritik akademis 3. Mengembangkan orientasi-orientasi baru dalam membantu menggali dan

mengembangkan potensi ekonomi kreatif masyarakat

(11)

4. Memberikan jawaban penyelesaian masalah praktis di bidang pembelajaran kewirausahaan yang menghubungkan peneltian dasar dan terapan

G. Kontribusi Penelitian dan Pengembangan

1. Memudahkan dan merangsang dosen untuk; a) mendesain pembelajaran sesuai dimensi kreativitas yang dikembangkan, b) mengetahui dampak pengiring (nurturant effect) secara terukur sesuai jenis keterampilan yang ingin dikembangkan, c) mengembangkan desain pembelajaran sesuai kebutuhan, tujuan, dan karakteristik program studi masing-masing.

2. Menyajikan contoh desain pembelajaran kewirausahaan berbasis proyek yang langsung bisa diterapkan oleh dosen.

H. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk riil berupa desain pembelajaran KWU-PBP yang dituangkan menjadi 3 buah buku dan satu paket Learning Object Materials (LOM), meliputi;

1. Buku panduan umum desain pembelajaran berbasis proyek dengan struktur isi; cover, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, bagian I pendahuluan, bagian II hakekat pendidikan kewirausahaan dan kreativitas, bagian III pengembangan pembelajaran, silabus dan SAP, bagian IV tekniks pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek, bagian V implikasi penerapan pembelajaran berbasis proyek, dan daftar pustaka.

2. Buku silabus dan Satuan Acara Perkuliahaan. Buku silabus memuat daftar isi, kata pengantar, deskripsi mata kuliah, sumber bahan, identitas silabus, isi silabus, fase-fase desain pembelajaran berbasis proyek, satuan acara perkuliahan setiap pertemuan, empat rubrik penilaian tagihan proyek, lembar pengamatan presentasi mahasiswa, lembar penilaian keaktifan diri, lembar penilaian diri dalam berkolaborasi dengan kelompok, lembar penilaian diri aktivitas proses refleksi. Silabus juga memuat LOM merupakan kumpulan atau entitas yang memuat isi, latihan, ataupun penilaian, digital maupun non digital

(12)

yang dipadukan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Peneliti menyeleksi berbagai obyek yang bisa mendukung proses pembelajaran seperti video, gambar, laporan-laporan mahasiswa, foto wirausahawan sukses, contoh produk kreatif, powerpoint dosen, media presentasi mahasiswa, usaha kecil menengah, dan sebagainya. Pada bagian akhir disertakan panduan fasilitasi bagi dosen.

3. Modul pembelajaran memiliki struktur isi; judul atau cover, kata pengantar, petunjuk belajar, daftar isi, daftar gambar, bagian isi terdiri dari 3 bagian,.

Setiap bagian memiliki SK/KD/Indikator pencapaian, tujuan pembelajaran, rangkuman, latihan dan tugas. Modul dilengkapi panduan mahasiswa memuat informasi cara melaksanakan desain pembelajaran KWU-PBP, contoh-contoh laporan, dan instrumen penilaian yang dipergunakan.

I. Manfaat Pengembangan

1. Secara teoritis; meletakkan dasar pengembangan desain pembelajaran untuk pengembangan kreativitas melalui pembelajaran berbasis proyek

2. Secara praktis, a). Bagi mahasiswa

(1). Menumbuhkan kesadaran kritis, etos bekerja, kemandirian, dan pengalaman berkreativitas secara nyata

(2). Menumbuhkan kepedulian dan kesadaran potensi diri dan masyarakat (3). Memberi pengalaman cara menerapkan kreativitas.

b). Bagi dosen;

(1). Sumber rujukan cara mendesain pembelajaran kewirausahaan berbasis proyek berorientasi pengembangan kreativitas.

(2). Rujukan pengembangan dan penerapan desain pembelajaran sesuai konteks sebagai tugas tri dharma yang berpeluang didanai DP2M c). Bagi universitas; mengingatkan peran strategis mata kuliah kewirausahaan

dalam pengembangan potensi ekonomi kreatif masyarakat

(13)

d). Bagi masyarakat; terpenuhinya ekspetasi hadirnya perguruan tinggi dalam memecahkan masalah bagi kesejahteraan.

e). Bagi pemerintah

(1). Membantu menggali dan menemukenali sumber-sumber ekonomi kreatif baru

(2). Menyediakan informasi sumber-sumber ekonomi kreatif baru yang bisa dinilai kelayakannya untuk diinkubasi dan dikomersialisasikan.

(3). Membantu pengembangan potensi ekonomi kreatif daerah, memperluas sektor usaha dan industri, serta menciptakan identitas daerah.

J. Asumsi dan Batasan Pengembangan

1. Asumsi pengembangan

a). Proses pembelajaran yang meletakkan pebelajar sebagai subyek aktif sesuai minat, bakat, dan potensi berpotensi mendorong berkembangnya kreativitas.

b). Mahasiswa adalah generasi terdidik dengan modalitas belajar baik dan potensi kreatif besar akan mampu menghasilkan karya kreatif jika diberi kebebasan, tantangan, dan kepercayaan.

c). Kreativitas lebih mudah berkembang melalui aktivitas nyata.

d). Pembelajaran berbasis proyek yang memiliki prosedur dan tahapan pembelajaran yang jelas, bisa diketahui tingkat keberhasilannya, dan mengikuti prinsip-prinsip pembelajaran yang benar (terstruktur, terukur, dan sistematis) berpotensi meningkatkan kreativitas.

e). Pembelajaran yang menempatkan mahasiswa pada titik disequilibrium dipercaya bisa mempercepat berkembangnya kreativitas.

f). Desain pembelajaran yang mewadahi berbagai gaya dan preferensi belajar, tipe kecerdasan, bakat, potensi, dan minat dapat memaksimalkan potensi kreatif.

2. Batasan pengembangan

a). Desain pembelajaran KWU-PBP dikembangkan untuk mencapai tiga standar kompetensi/kompetensi utama (KU), yaitu; (1) mengenali sumber-

(14)

sumber ekonomi kreatif dan arti pentingnya kreativitas bagi wirausahawan, (2) menerapkan daya kreativitas yang tinggi untuk menggali dan menciptakan produk ekonomi kreatif sebagai sumber ekonomi yang bernilai tambah, (3) mampu merealisasikan gagasan kreatif menjadi produk bernilai tambah.

b). Wujud desain pembelajaran secara fisik berupa; (1) panduan umum model desain pembelajaran KWU-PBP, (2) silabus dan SAP dilengkapi panduan dosen, dan (3) modul pembelajaran ekonomi kreatif berbasis proyek dilengkapi panduan bagi mahasiswa.

K. Definisi Istilah

1. Pengembangan merupakan proses sistematis, ilmiah, dan rasional dalam menterjemahkan hasil analisis kebutuhan ke dalam spesifikasi tertentu

2. Desain pembelajaran adalah pengembangan sistematis suatu program pembelajaran menggunakan teori belajar dan teori pembelajaran tertentu agar tercapai perubahan perilaku yang diinginkan secara efektif, efisien, dan menarik.

3. Mata kuliah kewirausahaan adalah mata kuliah yang diselenggarakan oleh LPTK sebagai wujud nyata pelaksanaan pendidikan kewirausahaan.

4. Kreativitas adalah kemampuan menghasilkan gagasan unik, berbeda, dan bernilai tambah melalui proses kreatif yang dipengaruhi karakteristik individu (internal) maupun kondisi lingkungan (eksternal) sehingga merupakan suatu sistem kreatif yang terdiri dari bagian-bagian yang sinergis.

5. Pembelajaran berbasis proyek (PBP) merupakan strategi pembelajaran yang memberikan pengalaman nyata dan berpusat pada pebelajar dengan mengorganisir pengalaman belajar melalui proyek

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang menunjukan nilai ekonomi air total resapan hutan lindung Gunung Sinabung dan hutan lindung TWA Deleng Lancuk di Desa Kuta Gugung dan Desa Sigarang

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Diisi dengan bidang ilmu yang ditekuni dosen yang bersangkutan pada

Bedasarkan hasil analisis hasil pengujian hipothesis penelitian pada tingkat kepercayaan 95% menunjukan terdapat pengaruh perputaran modal kerja terhadap profitabilitas

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

Jika setelah berakhirnya perjanjian kerja ke-2 ternyata PIHAK KEDUA tidak diajukan untuk pengangkatan sebagai karyawan tetap oleh PIHAK PERTAMA, maka perjanjian kerja kontrak