EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL MENJADI
SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN SOFTWAREVISSIM
(STUDI KASUS : PERSIMPANGAN JL. WILLIEM ISKANDAR – JL.
BHAYANGKARA, MEDAN)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana S1 pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
EGI PRAMONO 16 0404 034
BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
ii
ABSTRAK
Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia yang menjadi pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat. Hal ini menyebabkan pembangunan dan kepadatan penduduk kota Medan semakin tinggi. Semakin berkembangnya pembangunan di kota Medan maka berbagai fasilitas sarana dan prasarana kota juga harus mampu terus melayani kebutuhan masyarakat kota Medan secara maksimal. Simpang empat Jl. Williem Iskandar – Jl. Bhayangkara Kecamatan Medan Tembung merupakan simpang empat tidak bersinyal.
Pengaturan lalu lintas pada persimpangan ini belum bekerja dengan baik. Kinerja persimpangan ini semakin menurun seiring semakin padatnya arus kendaraan yang lewat pada simpang tersebut. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengevaluasi kinerja simpang tak bersinyal menjadi simpang bersinyal dengan menggunakan MKJI 1997 dan software VISSIM.
Untuk dapat menentukan solusi dari permasalahan lalu lintas yang ada diperlukan sebuah usaha untuk memahami sistem lalu lintas yang sedang berjalan.
Penelitian ini menggunakan metode MKJI 1997 dan data hasil perhitungan yang didapatkan kemudian dimodelkan dengan perangkat lunak VISSIM 21.0 untuk mengevaluasi kinerja persimpangan tak bersinyal menjadi persimpangan bersinyal.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan metode MKJI 1997 dan simulasi software VISSIM maka didapatkan panjang antrian rata-rata simpang tak bersinyal menjadi simpang bersinyal mengalami penurunan pada persimpangan Jl.
Williem Iskandar – Jl. Bhayangkara yaitu berturut-turut dari 50,995 m menjadi 22,67 m dan 82,575 m menjadi 8,865 m. Sementara itu tundaan rata-rata juga mengalami penurunan yaitu berturut-turut dari 19,8794 det menjadi 8,49 det dan 55,267 det menjadi 10,426 det. Dari hasil analisa dengan menggunakan metode MKJI 1997 dan simulasi software VISSIM, didapatkan kinerja persimpangan mengalami peningkatan dari simpang tak bersinyal menjadi simpang bersinyal.
Kata Kunci: Simpang Tak Bersinyal, Simpang Bersinyal, Panjang Antrian, Tundaan, Software VISSIM, MKJI 1997
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi Transportasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul:
EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL MENJADI
SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN SOFTWAREVISSIM
(STUDI KASUS : PERSIMPANGAN JL. WILLIEM ISKANDAR – JL.
BHAYANGKARA, MEDAN)
Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:
1. Terutama kepada kedua orang tua saya, ayahanda Misdi dan Ibunda Rosdiana serta kepada saudara kandung saya Masliana, Adianto, Nurhayani dan Nadi Purnomo yang telah memberikan dukungan penuh serta mendoakan saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Alm. Medis Sejahtera Surbakti, S.T., M.T., Ph.D., Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, M.T dan Bapak Derry Wiliyanda Nasution, S.T., M.T.
sebagai Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar memberi bimbingan, saran, dan dukungan dalam bentuk waktu dan pemikiran untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Dr. Ridwan Anas, S.T., M.T. selaku dosen Pembanding dan Penguji Departeman Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Adina Sari Lubis, S.T., M.T. selaku dosen Pembanding dan Penguji Departeman Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
iv 5. Bapak Dr. Ridwan Anas, S.T., M.T. sebagai Ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar dan seluruh pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Sahabat-sahabat Sipil stambuk 2016 Shaleh, Afif Hasibuan, Oktarino Ellyses Pratama, M. Anhar, M. Farhan, Dandy Permana Abdi, Eka Fadli Rasyid Siahaan, Zal Efendi, Rafly Afif Alfarizi, Mu’ammar Muttaqin, Devi Fahreza, Hilda Mauliza, Nur Maulaya, Naufal Hanif serta teman- teman stambuk 2016 lainnya.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan abangda Hasanul Arifin Purba, Zahrul Fuadi, Husnul Khatimah, Nida Al-Faizah Ma’ruf Harahap, Binsar Halomoan Harahap serta teman teman seperjuangan lainnya
9. Abangda Tessar Rizky Permana Nasution, Abangda Togap, Evalina M, Pangeran Muhammad Siregar, Ian Alwi Ginting, Rijalul Fikri, Muhammad Shiddiq, Rahman Panigoran, Syahri Ramadhan, dan Muhammad Iqbal serta adik-adik stambuk 2017, 2018, 2019 yang telah membantu menyelesaikan Tugas Akhir ini.
10. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Desember 2021 Penulis
(Egi Pramono)
16 0404 034
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
1.1 Perumusan Masalah ... 2
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Manfaat Penelitian ... 3
1.4 Batasan Penelitian ... 3
1.5 Sistematika Penulisan ... 3
1.6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Persimpangan ... 5
2.1 4.2.4 Persimpangan Tak Bersinyal... 5
4.2.5 Persimpangan Bersinyal ... 9
Tingkat Pelayanan (Level of Services) ... 19
2.2 VISSIM ... 21
2.3 4.2.6 Prinsip Pengoperasian Car Following Model ... 24
4.2.7 Parameter Kalibrasi VISSIM ... 26
4.2.8 Input dan Output VISSIM ... 27
Penelitian Terdahulu ... 28
2.4 BAB III METODE PENELITIAN... 33
Diagram Alir Penelitian (Flow Chart) ... 33
3.1 Survey Pendahuluan ... 34
3.2 Lokasi Penelitian ... 35
3.3 Pengumpulan Data ... 36
3.4 Tahap Pengolahan Data... 37 3.5
vi Tahap Analisa... 38 3.6
BAB IV HASIL DAN ANALISA ... 39 Hasil Penelitian ... 39 4.1
Perhitungan menggunakan MKJI 1997 ... 42 4.2
Evaluasi Kinerja Persimpangan dengan Software VISSIM ... 53 4.3
Analisa ... 56 4.4
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57 Kesimpulan ... 57 5.1
Saran ... 57 5.2
DAFTAR PUSTAKA ... xiv LAMPIRAN ... xvii
vii
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal.
2.1 Tundaan Lalu Lintas Simpang VS Derajat Kejenuhan 7 2.2 Tundaan Lalu Lintas Jalan Utama VS Derajat Kejenuhan 8 2.3 Rentang Peluang Antrian (QP%) Terhadap Derajat
Kejenuhan (DS)
9
2.4 Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan
11
2.5 Jumlah Antrian Kendaraan 15
2.6 Peluang untuk Pembebanan Lebih POL 16
2.7 Model Dasar Arus Jenuh 18
2.8 Tampilan awal software VISSIM 21 22
3.1 Diagram Alir Penelitian 34
3.2 Lokasi Penelitian 36
3.3 Skema penempatan lokasi kamera pada persimpangan 37
4.1 Geometri Persimpangan 40
4.2 Grafik Volume Lalu Lintas 45
viii
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal.
2.1 Nilai Normal Waktu Antar Hijau 11
2.2 Standar Tingkat Pelayanan Jalan 20
2.3 Tingkat Pelayanan Simpang Tak Bersinyal berdasarkan HCM 21 2.4 Tingkat Pelayanan Simpang Bersinyal berdasarkan HCM 2010 21
2.5 Nilai Maksimum Berbagai Versi VISSIM 24
2.6 Beberapa nilai input dan output VISSIM 28
4.1 Data geometrik persimpangan Jl. Williem Iskandar – Jl.
Bhayangkara
39
4.2 Volume Lalu Lintas 41
4.3 Panjang Antrian Rata-rata di Lapangan 42
4.4 Lebar Pendekat 42
4.5 Tundaan Lalu Lintas dan Peluang Antrian pada Jam Sibuk Pagi 44 4.6 Rekapitulasi Hasil Evaluasi Persimpangan Tak Bersinyal
dengan Metode MKJI 1997
44
4.7 Urutan fase dan arah pergerakan lalu lintas di persimpangan 46
4.8 Lebar Pendekat Efektif 46
4.9 Arus Jenuh Dasar (S0) 46
4.10 Rasio Arus dan Rasio Fase Jam Sibuk Pagi 48
4.11 Rasio Arus dan Waktu Siklus Jam Sibuk Pagi 48
4.12 Kapasitas Simpang pada Jam Sibuk Pagi 49
4.12 Rasio Arus dan Rasio Fase Jam Sibuk Pagi 49
4.13 Derajat Kejenuhan Persimpangan Jam Sibuk Pagi 50
4.14 Panjang Antrian Pada Jam Sibuk Pagi 50
4.15 Angka Henti Pada Jam Sibuk Pagi 51
4.16 Data Tundaan Lalu Lintas pada Jam Sibuk Pagi 51 4.17 Rekapitulasi Hasil Evaluasi Persimpangan Bersinyal dengan
Metode MKJI 1997
52
ix 4.18 Hasil Evaluasi Persimpangan dengan Metode MKJI 1997 53 4.19 Panjang Antrian Simpang Tak Bersinyal pada VISSIM 54
4.20 Tundaan Simpang Tak Bersinyal pada VISSIM 54
4.21 Panjang Antrian Simpang Tak Bersinyal pada VISSIM 55
4.22 Tundaan Simpang Tak Bersinyal pada VISSIM 55
4.23 Rekapitulasi Hasil Evaluasi pada VISSIM 56
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Data Panjang Antrian
Lampiran B Formulir Simpang Tak Bersinyal Lampiran C Formulir Simpang Bersinyal
Lampiran D Informasi Visual Nilai Arus Lalu Lintas Pada Persimpangan Lampiran E Foto Dokumentasi Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang 1.1
Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia yang menjadi pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat. Hal ini menyebabkan pembangunan dan kepadatan penduduk kota Medan semakin tinggi. Jumlah penduduk kota Medan mencapai 2.279.894 jiwa pada tahun 2019 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,93% pertahun (BPS Kota Medan, 2020).
Semakin berkembangnya pembangunan di kota Medan maka berbagai fasilitas sarana dan prasarana kota juga harus mampu terus melayani kebutuhan masyarakat kota Medan secara maksimal. Salah satunya adalah sarana dan prasana dalam bidang transportasi yang harus mampu melayani berbagai pergerakan dari suatu tempat ketempat lain dengan berbagai macam aktivitas (Nasution, T. R. P., 2020).
Sistem transportasi kota Medan masih tergolong buruk sehingga menyebabkan kemacetan, tundaan, serta polusi di berbagai sudut kota.
Berdasarkan data BPS yang bersumber dari data Polda Sumatera Utara Direktorat Lalu Lintas Provinsi Sumatera Utara, jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar 7.094.015 unit pada tahun 2017, meningkat dari tahun 2016 yang tercatat 6.798.265 unit. Permasalahan sistem transportasi di kota Medan diakibatkan karena tidak seimbangnya rasio kendaraan dengan kapasitas jalan, sarana pendukung transportasi seperti marka jalan, jembatan penyebrangan orang, lampu lalu lintas, dan fasilitas pejalan kaki. Permasalahan ini bukan hanya dikarenakan perilaku pengendara atau pengguna jalannya saja, akan tetapi perencanaan arus lalu lintas pun menjadi salah satu faktor penting di dalam mempengaruhinya (Sihombing, T. W., 2019).
Simpang empat Jl. Williem Iskandar – Jl. Bhayangkara Kecamatan Medan Tembung merupakan simpang empat tidak bersinyal. Pengaturan lalu lintas pada persimpangan ini belum bekerja dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari antrian
2 kendaraan yang panjang, tundaan perjalanan yang lama, dan kemacetan yang mengakibatkan waktu perjalanan semakin bertambah. Kemacetan yang terjadi akibat perilaku pengendara yang saling berebut untuk melewati persimpangan.
Dari survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, menghasilkan kinerja persimpangan dengan kapasitas (C) = 3670.68, derajat kejenuhan (DS) = 0.925, tundaan = 16.16 dan peluang antrian (QP) = 34-68%. Menurut MKJI 1997, derajat kejenuhan (DS) > 0.75 tidak memenuhi standar persimpangan. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan evaluasi, analisis dan juga pemodelan mengenai tingkat kinerja persimpangan untuk meningkatkan kembali kinerja simpang.
Untuk dapat menentukan solusi dari permasalahan lalu lintas yang ada diperlukan sebuah usaha untuk memahami sistem lalu lintas yang sedang berjalan.
Penelitian ini menggunakan model simulasi dengan perangkat lunak VISSIM 21 untuk menghitung kinerja persimpangan tak bersinyal menjadi persimpangan bersinyal. Berdasarkan VISSIM User Manual, VISSIM atau Verkehr in Stadten SIMulationsmodel merupakan alat simulasi berbasiskan mikroskopis, berorientasi waktu, dan berbasis perilaku untuk memodelkan lalu lintas perkotaan dan pedesaan serta arus pejalan kaki. VISSIM dapat menganalisis lalu lintas dan perpindahan dengan batasan pemodelan seperti geometrik jalur, komposisi kendaraan, sinyal lalu lintas, stop line, perilaku pengemudi dan lain-lain. Oleh karena itu VISSIM bisa digunakan untuk mengevaluasi berbagai alternatif berdasarkan rekayasa transportasi sebagai langkah-langkah pengambilan keputusan yang lebih efektif dan efisien dalam suatu kegiatan perencanaan termasuk simulasi dalam pengembangan model (PTV AG, 2020).
Perumusan Masalah 1.2
Berdasarkan latar belakang yang terjadi, dibutuhkan evaluasi simpang tidak bersinyal di Jl. Williem Iskandar – Jl. Bhayangkara menjadi simpang bersinyal.
Evaluasi persimpangan dilakukan dengan menggunakan software VISSIM.
Tujuan Penelitian 1.3
Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kinerja hasil perhitungan persimpangan tak bersinyal menjadi persimpangan bersinyal dengan
3 menggunakan software VISSIM.
Manfaat Penelitian 1.4
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Mengetahui kinerja persimpangan Jl. Williem Iskandar – Jl. Bhayangkara yang ditinjau berdasarkan panjang antrian dan lama tundaan.
2. Memberikan alternatif pengaturan lampu lalu lintas pada persimpangan Jl.
Williem Iskandar – Jl. Bhayangkara.
3. Memberikan masukan pada pihak yang berwenang dalam upaya memenuhi lalu lintas khususnya pada lokasi yang diteliti.
Batasan Penelitian 1.5
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang dilakukan adalah berupa survei geometri jalan dan volume lalu lintas pada persimpangan Jl. Williem Iskandar – Jl. Bhayangkara.
2. Pengambilan data dilakukan dengan cara survei langsung di lapangan.
3. Survei dilakukan selama tiga hari dalam seminggu pada jam sibuk pagi (07.00 – 09.00), siang (11.00 – 13.00) dan sore (16.00 – 18.00).
4. Klasifikasi kendaraan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
a. Kendaraan Ringan (LV), meliputi mobil pribadi, penumpang umum, mini bus dan pick up.
b. Kendaraan Berat (HV), meliputi bus, truk ringan, truk berat.
c. Kendaraan Bermotor (MC), meliputi sepeda motor dan becak bermotor.
d. Kendaraan Tidak Bermotor (UM), meliputi sepeda.
5. Metode evaluasi simpang menggunakan perangkat lunak PTV VISSIM 21.0 dan metode MKJI 1997.
6. Penelitian dilakukan pada masa pandemi Covid-19.
Sistematika Penulisan 1.6
Sistematika penulisan dibuat untuk memberikan gambaran garis besar tentang isi dari setiap bab dalam tulisan ini. Tulisan ini disusun dalam 5 (lima) bab sebagai berikut:
4 BAB 1. PENDAHULUAN
Bab ini berisi informasi awal dari penelitian, yang berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi dasar teori, rumus, dan segala informasi yang berhubungan dengan topik yang dibahas meliputi persimpangan, persimpangan tak bersinyal, persimpangan bersinyal dan VISSIM.
BAB 3. METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian, mulai dari survei pendahuluan, pengumpulan data, pengolahan data, kemudian menganalisa kinerja persimpangan.
BAB 4. HASIL DAN ANALISA
Bab ini berisi hasil pengolahan data dan analisa berdasarkan temuan mengenai kinerja persimpangan.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Pada bagian saran ada penjelasan mengenai hal-hal apa saja yang sebaiknya diperbaiki ataupun dikembangkan bagi penelitian-penelitian berikutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Persimpangan 2.1
Persimpangan merupakan tempat ketika dua jalan atau lebih bertemu sehingga menjadi tempat titik-titik potensi konflik kendaraan. Bahaya untuk pejalan kaki dan pengendara kendaraan dua juga besar di persimpangan. Pada jalan pedesaan dan perkotaan yang banyak dilalui, konsentrasi kendaraan di suatu persimpangan dapat menjadi sangat penting untuk mengontrol kapasitas jalan maupun jarigan jalan tersebut. Akibatnya, memaksimalkan keselamatan pengguna jalan dan memastikan bahwa kapasitas yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan arus lalu lintas yang beroperasi merupakan dua pertimbangan utama ketika merancang persimpangan (Flaherty, 1997).
Menurut Morlok (1988), jenis persimpangan berdasarkan cara pengaturannya dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Simpang tak bersinyal (unsignalized intersection), yaitu simpang yang tidak memakai sinyal lalu lintas. Pada simpang ini pemakai jalan harus memutuskan apakah mereka cukup aman untuk melewati simpang atau harus berhenti dahulu sebelum melewati simpang tersebut.
2. Simpang bersinyal (signalized intersection), yaitu pemakai jalan dapat melewati simpang sesuai dengan pengoperasian sinyal lalu lintas. Jadi pemakai jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu lintas menunjukkan warna hijau pada lengan simpangnya.
4.2.4 Persimpangan Tak Bersinyal
Jenis persimpangan tak bersinyal cocok diterapkan apabila arus lalu lintas di Jalan Minor dan pergerakan membelok relatif kecil. Namun demikian, apabila arus lalu lintas di Jalan utama sangat tinggi sehingga resiko kecelakaan bagi pengendara di Jalan Minor meningkat, maka perlu dipertimbangkan adanya lampu lalu-lintas (Munawar, 2004).
6 Kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari beberapa parameter pada persimpangan mulai dari kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan panjang antrian kendaraan. Berikut ini untuk mendapatkan nilai nilai tersebut pada simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas
Kapasitas, dihitung dengan menggunakan rumus berikut, dimana berbagai faktornya telah dihitung di atas:
C = C0× FW × FM × FCS × FRSU × FLT × FRT × FMI (smp/jam) (2.1) Keterangan:
C0 : Kapasitas dasar persimpangan berdasarkan tipe simpang FW : Faktor penyesuaian lebar pendekat
FM : Faktor penyesuaian median jalan utama FCS : Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU : Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan FRT : Faktor penyesuaian belok kanan
FLT : Faktor penyesuaian belok kiri
FMI : Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor 2. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan, dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
DS = QTOT/C (2.2)
Dimana:
QTOT = Arus total (smp/jam) dari Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10 C = Kapasitas dari Formulir USIG-II, Kolom 28.
3. Tundaan
a. Tundaan lalu lintas simpang (DTI)
Tundaan lalu-lintas simpang adalah tundaan lalu-lintas, rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk simpang. DT, ditentukan dari kurva empiris antara DT, clan DS, lihat Gambar 2.1.
7 Gambar 2.1 Tundaan Lalu Lintas Simpang VS Derajat Kejenuhan
(Sumber: MKJI, 1997)
Variabel masukan adalah derajat kejenuhan dari formulir USIG-II, kolom 31. Masukkan hasilnya dalam formulir USIG-II kolom 32.
b. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA)
Tundaan lalu-lintas jalan-utama adalah tundaan lalu-lintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan-utama. DTMA
ditentukan dari kurva empiris antara DTMA dan DS, lihat Gambar 2.2.
8 Gambar 2.2 Tundaan Lalu Lintas Jalan Utama VS Derajat Kejenuhan
(Sumber: MKJI, 1997)
Variabel masukan adalah derajat kejenuhan dari formulir USIG-II, Kolom 31. Masukkan hasilnya dalam formulir USIG-II, Kolom 33.
c. Penentuan tundaan lalu lintas jalan minor (DT.)
Tundaan lalu-lintas jalan minor rata-rata, ditentukan berdasarkan tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata.
DTMI = (QTOT× DTI - QMA× DTMA)/QMI (2.3) d. Tundaan geometrik simpang (DG)
Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh kendaraan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dari rumus berikut.
Untuk DS < 1,0
DG = (1- DS) × (PT× 6 + (1- PT) × 3) + DS ×4 (det/smp) (2.4) Untuk DS ≥ 1,0: DG = 4
9 Dimana:
DG = Tundaan geometrik simpang
DS = Derajat kejenuhan (Form USIG-II Kolom 31)
PT = Rasio belok total. (Form USIG-I Kolom 11, Baris 23) 4. Peluang Antrian
Rentang-nilai peluang antrian ditentukan dari hubungan empiris antara peluang antrian dan derajat kejenuhan, lihat Gambar 2.10. Hasilnya dicatat pada Formulir USIG-II, Kolom 35
.
Gambar 2.3 Rentang Peluang Antrian (QP%) Terhadap Derajat Kejenuhan (DS)
(Sumber: MKJI, 1997) 4.2.5 Persimpangan Bersinyal
Persimpangan yang dikendalikan dengan sinyal adalah lokasi di jaringan jalan tempat pengguna jalan dari berbagai jenis terpaksa berbagi
10 permukaan jalan yang sama. Melalui pengoperasian sinyal lalu lintas, penggunaan persimpangan dibagi antara pengguna jalan sehingga persimpangan tersebut beroperasi dengan cara yang aman, efisien, dan dirasakan oleh pengguna jalan secara adil (Flaherty, 1997).
Menurut UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, Alat pemberi isyarat lalu lintas merupakan perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan. Peraturan tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kriteria yang harus dipenuhi untuk pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) adalah sebagai berikut:
a. Arus minimal lalu lintas yang menggunakan rata-rata diatas 750 kendaraan/jam selama 8 jam dalam sehari;
b. Atau bila waktu menunggu/tundaan rata-rata kendaraan di persimpangan telah melampaui 30 detik;
c. Atau persimpangan digunakan oleh rata-rata lebih dari 175 pejalan kaki/jam selama 8 jam dalam sehari;
d. Atau sering terjadi kecelakaan pada persimpangan yang bersangkutan;
e. Atau merupakan kombinasi dari sebab-sebab yang disebutkan di atas.
Untuk penggunaan sinyal, adapun rencana fase sinyal harus dipilih dengan tepat sebagai alternatif permulaan untuk keperluan evaluasi. Pengaturan dua fase dicoba untuk kejadian dasar, karena seiring terjadi menghasilkan kapasitas yang lebih besar dan tundaan rata-rata lebih rendah daripada tipe fase sinyal lain dengan pengaturan fase yang biasa dengan pengaturan fase konvensional.
Pada analisa operasional dan perencanaan yang dilakukan untuk keperluan perancangan waktu antar hijau berikut (kuning + merah semua) dapat dianggap sebagai nilai normal:
11 Tabel 2.1 Nilai Normal Waktu Antar Hijau
Ukuran simpang Lebar jalan rata-rata Nilai normal waktu antar hijau
Kecil 6 – 9 m 4 det per fase
Sedang 10 – 14 m 5 det per fase
Besar ≥ 15 m ≥ 6 det per fase
Sumber: MKJI, 1997
Prosedur untuk perhitungan rinci waktu merah semua yang dilakukan untuk pengosongan pada akhir setiap fase harus memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan kendaraan yang datang pertama dari fase berikutnya pada titik sama.
Gambar 2.4 Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan (Sumber: MKJI, 1997)
Titik konflik kritis pada masing-masing fase merupakan titik yang menghasilkan waktu merah semua:
12 Merah Semua =⌊
⌋ 𝑋 Keterangan:
LEV, LAV = Jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang datang (m).
lev = Panjang kendaraan yang berangkat (m) VEV, VAV = Kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang
berangkat dan yang datang (m/det).
Apabila periode merah semua untuk masing-masing akhir fase telah di tetapkan, waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu antar hijau:
LTI = ∑ (Merah Semua + Kuning) = ∑IG (2.6) Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia biasanya adalah 3,0 detik.
1. Penentuan Waktu Sinyal
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan pada saat penentuan sinyal adalah sebagai berikut:
1) Rasio Arus atau Arus Jenuh
Memasukkan arus lalu lintas masing-masing pendekat (Q) dengan memperhatikan:
a. Apabila LTOR harus dikeluarkan dari analisa hanya gerakan-gerakan lurus dan berbelok kanan saja yang dimasukkan dalam nilai Q.
b. Apabila We = Wkeluar hanya gerakan lurus yang dimasukkan dalam nilai Q.
c. Apabila suatu pendekat mempunyai sinyal hijau dalam dua fase yang satu untuk arus terlawan (0) dan yang lainnya arus terlindung (P), gabungan arus lalu lintas sebaiknya dihitung sebagai smp rata-rata berbobot kondisi terlawan dan terlindung dengan cara yang sama seperti pada perhitungan arus jenuh.
Menghitung rasio arus (FR) masing-masing pendekat:
FR = Q/S (2.7)
13 Memberi tanda rasio arus kritis (FRcrit) (= tertinggi) pada masing-masing fase. Menghitung rasio arus simpang (IFR) sebagai jumlah dan nilai-nilai FR (=kritis).
IFR = E(FRcrit) (2.8)
Menghitung rasio fase (PR) masing-masing fase sebagai rasio antara FRcrit
dan IFR.
PR = FRcrit/IFR (2.9)
2. Waktu Siklus
Menghitung waktu siklus sebelum penyesuaian (cua) untuk pengendalian waktu tetap.
cua = (1,5 x LTI + 5)/(1 – IFR) (2.10) Keterangan:
cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det) LTI = Waktu hilang total per siklus (det) IFR = Rasio arus simpang Ʃ (FRcrit) 3. Waktu Hijau
Kinerja suatu simpang bersinyal dipengaruhi terhadap pembagian waktu hijau daripada terhadap panjangnya waktu siklus. Rumus perhitungan waktu hijau:
𝑔𝑖 = (𝑐 − 𝐿𝑇𝐼) 𝑥
(2.11)
Keterangan:
c : Waktu siklus (detik)
LTI : Jumlah waktu hilang per siklus (detik) FR : Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)
FRcrit : Nilai FR tertinggi dari semua pendekatan yang berangkat pada suatu fase sinyal
4. Waktu Siklus yang Disesuaikan
Menghitung waktu siklus yang disesuaikan (c) berdasarkan pada waktu hijau yang diperoleh dan telat dibulatkan dan waktu hilang (LTI).
c = ∑g + LTI (2.12)
14 Kinerja persimpangan bersinyal dapat dilihat dari beberapa parameter pada persimpangan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas
Kapasitas persimpangan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (MKJI, 1997). Kapasitas dasar simpang dinyatakan dengan rumus:
C = S x g/c (2.13)
Keterangan:
C : Kapasitas (smp/jam)
S : Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau)
g : Waktu hijau (det)
c : Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama).
2. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan merupakan perbandingan antara arus lalu lintas terhadap kapasitas jalan (MKJI, 1997). Derajat kejenuhan merupakan adalah ukuran keluaran utama dari analisis persimpangan bersinyal. Derajat kejenuhan juga merupakan ukuran kecukupan kapasitas yang tersedia untuk menangani permintaan yang ada atau yang direncanakan (Roess, 2004). Adapun Menghitung derajat kejenuhan masing-masing pendekat yaitu:
DS = Q/C (2.14)
3. Panjang Antrian
Panjang antrian adalah jumlah rata-rata antrian (smp) pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2) (MKJI, 1997).
𝑁𝑄 = 𝑁𝑄1 + 𝑁𝑄2 (2.15)
15 1) Untuk DS > 5
NQ1 = 0,25 x Cx [√ 𝑆
𝑥 𝑆 ] (2.16) Keterangan:
NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase sebelumnya DS = Derajat kejenuhan
GR = Rasio hijau (g/c) C = Kapasitas (smp/jam) 2) Untuk DS ≤ 0,5: NQ1 = 0
NQ2 = c x
𝑥
(2.17)Keterangan:
NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah DS = Derajat kejenuhan
GR = Rasio hijau (g/c) c = Waktu siklus (detik)
Qmasuk = Arus lalu lintas pada tempat di luar LTOR (smp/jam)
Gambar 2.5 Jumlah Antrian Kendaraan (Sumber: MKJI, 1997)
16 Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m2) dan pembagian dengan lebar masuk.
𝑄𝐿 = 𝑁𝑄 𝑋 ×
(2.18)
Gambar 2.6 Peluang untuk Pembebanan Lebih POL (Sumber: MKJI, 1997)
4. Kendaraan Berhenti
Menghitung angka henti (NS) masing-masing pendekat yang didefinisikan sebagai jumlah rata-rata berhenti adalah dengan menggunakan rumus:
NS = c x
x
(2.19)
Keterangan:
c = Waktu siklus (det)
Q = Arus lalu lintas (smp/jam)
Adapun menghitung jumlah kendaraan terhenti (NSV) masing-masing pendekat adalah sebagai berikut.
NSV = Q x NS (2.20)
17 Menghitung angka henti seluruh simpang dengan cara membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan arus simpang total.
NSTOT =
(2.21)
5. Tundaan
Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal, yaitu:
1. Tundaan Lalu Lintas (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang.
2. Tundaan Geometri (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.
Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai:
𝑗 = 𝑇𝑗 + 𝐺𝑗 (2.22)
Keterangan:
𝑗 : Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp);
𝑇𝑗 : Tundaan lau lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp);
𝐺𝑗 : Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp).
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut:
DT =
+ (2.23)
Keterangan:
DTj : Tundaan lalu lintas rata-rata pendekat j (det/smp) GR : Rasio hijau (g/c)
DS : Derajat kejenuhan C : Kapasitas(smp/jam)
NQ1 : Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut:
𝐺𝑗 = (1 − P𝑆𝑉) × P𝑇 × 6 + (P𝑆𝑉 × 4) (2.24)
18 Keterangan:
DGj : Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) Psv : Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT : Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat 6. Waktu Hijau Efektif
Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai 'Kehilangan awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif.
Maka besarnya waktu hijau efektif adalah lamanya waktu hijau di mana arus berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:
Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau – Kehilangan awal + Tambahan akhir
Gambar 2.7 Model Dasar Arus Jenuh Sumber: (Hobbs, 1995)
7. Arus Jenuh
Arus jenuh (S) merupakan hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S0) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisikondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya.
19 𝑆 = 𝑆0 × 𝐹1 × 𝐹2 × 𝐹3 × 𝐹4 × ….× 𝐹𝑛 (2.25) Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We):
𝑆0 = 600 × 𝑊e (2.26)
Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini:
Ukuran kota : CS, jutaan penduduk
Hambatan samping : SF, kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan kendaraan tak bermotor
Kelandaian : G, % naik (+) atau turun (-)
Parkir : P, jarakgaris henti – kendaraan parkir pertama Gerakan membelok : RT, % belok kanan
LT, % belok kiri 8. Rasio Arus Simpang (IFR)
Rasio arus impang adalah jumlah dari rasio arus kritis (tertinggi) untuk semua fase sinyal yang berurutan dalam suatu siklus (MKJI,1997). Rasio arus simpang dapat dinyatakan dengan rumus:
𝐼𝐹𝑅 = ∑(𝑄/𝑆) 𝑅𝐼𝑇 (2.27)
Tingkat Pelayanan (Level of Services) 2.2
Menurut pedoman MKJI, 1997, dalam US HCM 1994 perilaku lalu lintas diwakili oleh tingkat pelayanan (LOS) yaitu ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas mengendarai kendaraan.
LOS berhubungan dengan ukuran kuantitatif, seperti kerapatan atau persen waktu tundaan. Konsep tingkat pelayanan dikembangkan untuk penggunaan di Amerika Serikat dan definisi LOS tidak berlaku secara langsung di Indonesia.
Dalam Manual ini kecepatan dan derajat kejenuhan digunakan sebagai indikator perilaku lalu-lintas.
20 Tabel 2.2 Standar Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat
Pelayanan Karakteristik Pelayanan Nilai V/C
A
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi dan volume arus lalu lintas rendah. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan.
0,00-0,19
B
Dalam zona arus stabil, pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk beralih gerak (manuver)
0,20-0,44
C Dalam zona ini arus stabil pengemudi dibatasi
dalam memiliki kecepatan. 0,45-0,69
D
Arus tidak stabil, dimana hampir semua pengemudi dibatasi kecepatannnya, volume lalu lintas hampir mendekati kapasitas jalan tetapi masih dapat diterima.
0,70-0,84
E Volume lalu lintas mendekati atau berada pada
kapasitasnya, arus tidak stabil dan sering berhenti. 0,85-1,00
F
Zona ini arus dipaksakan akan menyebabkan kemacetan atau kecepatannya sangat rendah, antrian kendaraan sangat panjang dan hambatan sangat banyak.
>1,00
Sumber: Edward K. Morlok, Pengantar Teknik Dan Perencanaan Transportasi 1992
Dalam PTV VISSIM 2021 User Manual, untuk batas tingkat pelayanan (LOS) pada software VISSIM hampir mirip dengan HCM yaitu VISSIM menghitung tingkat layanan berdasarkan area geometris dan tidak memperhitungkan contraflows. Adapun tingkat pelayanannya dijelaskan pada tabel berikut:
21 Tabel 2.3 Tingkat Pelayanan Simpang Tak Bersinyal berdasarkan HCM
Tingkat Pelayanan Tundaan (det/kend)
A 0-10
B >10-15
C >15-25
D >25-35
E >35-50
F >50
Sumber: HCM, 2010
Tabel 2.4 Tingkat Pelayanan Simpang Bersinyal berdasarkan HCM 2010 Tingkat
Pelayanan
Tundaan
(det/kend) Gambaran Umum
A ≤ 10 Arus bebas
B >10-20 Arus stabil (sedikit tundaan)
C >20-35 Arus stabil (tundaan dapat diterima)
D >35-55
Mendekati arus yang tidak stabil (tundaan dapat ditoleransi, terkadang menunggu lebih dari satu siklus sinyal sebelum melanjutkan)
E >55-80 Arus tidak stabil (tundaan tidak dapat ditoleransi) F >80 Arus dipaksakan (padat dan antrian gagal
dibersihkan) Sumber : HCM, 2010
VISSIM 2.3
VISSIM adalah program simulasi untuk berbagai macam pemodelan transportasi operasi multimoda. VISSIM merupakan singkatan dari Verkehr in Stadten SIMulationsmodel adalah sebuah perangkat lunak pemodelan transportasi yang digunakan untuk menganalisis lalu lintas dan perpindahan dengan batas-batas yaitu jalur geometri, sinyal lalu lintas, komposisi kendaraan, perilaku pengemudi, stop line dan lain-lain. VISSIM dikembangkan
22 oleh Planung Transport Verkehr AG (2016) di Karlsruhe, Jerman (Romadhona, 2017). Berdasarkan PTV VISSIM User Manual, 2020 VISSIM digunakan untuk mengevaluasi bermacam – macam alternatif berdasarkan rekayasa transportasi dalam pengambilan keputusan yang lebih efektif dan efisien.
Program VISSIM dikembangkan berdasarkan metode car following model oleh Wiedimann.
Gambar 2.25 Tampilan awal software VISSIM 21 Sumber: (Dokumentasi penulis, 2021)
Berdasarkan PTV VISSIM 2021 User Manual, VISSIM dapat digunakan untuk menjawab berbagai masalah. Kasus penggunaan berikut mewakili beberapa kemungkinan bidang aplikasi:
1. Perbandingan geometri persimpangan
a. Memodelkan berbagai bentuk persimpangan.
b. Simulasi lalu lintas untuk beberapa variasi node.
c. Menghitung keterkaitan dari berbagai moda transportasi (bermotor, kereta api, pengendara sepeda, pejalan kaki).
d. Menganalisis berbagai varian perencanaan mengenai tingkat layanan, penundaan atau panjang antrian.
e. Penggambaran grafis arus lalu lintas.
23 2. Perencanaan pembangunan lalu lintas
a. Memodelkan dan menganalisis dampak dari rencana pembangunan perkotaan.
b. Memiliki perangkat lunak yang mendukung dalam menyiapkan dan mengkoordinasikan lokasi konstruksi.
c. Manfaatkan dari simulasi pejalan kaki di dalam dan di luar gedung
d. Mensimulasikan pencarian parkir, ukuran parkir, dan dampaknya terhadap perilaku parkir.
3. Analisis kapasitas
a. Model aliran yang realistik pada sistem persimpangan yang kompleks.
b. Memperhitungkan dan menggambarkan dampak dari kerumunan lalu lintas yang datang, jalinan arus lalu lintas antara persimpangan, dan waktu intergreen yang tidak teratur.
4. Traffic control systems
a. Menyelidiki dan memvisualisasikan lalu lintas di tingkat mikroskopis.
b. Menganalisis simulasi mengenai berbagai parameter lalu lintas (misalnya kecepatan, panjang antrian, waktu perjalanan, penundaan).
c. Menguji dampak dari kontrol lalu lintas digerakkan dan tanda-tanda pesan variabel.
d. Mengembangkan tindakan untuk mempercepat arus lalu lintas.
5. Operasi sistem sinyal dan pengaturan waktu
a. Mensimulasikan perjalanan tergantung pada skenario dari simpang bersinyal.
b. Menganalisis kontrol lalu lintas digerakkan dengan input data yang efisien, bahkan untuk algoritma yang kompleks.
c. Membuat dan mensimulasikan konstruksi dan sinyal rencana untuk traffic calming sebelum memulai pelaksanaan.
d. VISSIM memberikan berbagai fungsi uji coba yang memungkinkan untuk memeriksa dampak pengaturan sinyal.
24 6. Simulasi angkutan umum
a. Membuat model semua detail untuk operasi bus, trem, kereta bawah tanah, angkutan kereta ringan, dan kereta komuter.
b. Menganalisis peningkatan operasional khusus angkutan, dengan menggunakan prioritas sinyal standar industri yang terpasang.
c. Mensimulasikan dan membandingkan beberapa pendekatan, menunjukkan program yang berbeda untuk jalur angkutan umum khusus dan lokasi halte yang berbeda (selama rancangan fase awal).
d. Menguji dan mengoptimalkan kontrol sinyal yang dapat dialihkan dan digerakkan oleh lalu lintas dengan prioritas angkutan umum (selama perencanaan implementasi).
Adapun beberapa versi dari software VISSIM yang di rangkum dalam PTV VISSIM User Manual, 2021 sebagai berikut:
Tabel 2.5 Nilai Maksimum Berbagai Versi VISSIM
Demo / Viewer Students Thesis Classroom Academic Number network
size 3 0
default: 1 Network in km² 100.000 x 100.000 1 x 1
default: 1
10 x 10
Maximum
number of signal controls
999.999 10 20
Maximum number Pedestrians
999.999.999 30 10.000
Maximum
simulation period in simulation seconds
1800 600
Sumber : PTV VISSIM User Manual, 2021 Catatan:
: Tergantung dari pengaturan lisensi
4.2.6 Prinsip Pengoperasian Car Following Model
VISSIM menggunakan model persepsi psiko-fisik yang dikembangkan
25 oleh Wiedemann (1974). Konsep dasar dari model ini adalah pengemudi kendaraan yang bergerak lebih cepat mulai mengurangi kecepatan saat mencapai ambang persepsi individu ke kendaraan yang bergerak lebih lambat.
Karena dia tidak dapat secara pasti menentukan kecepatan kendaraan itu, kecepatannya akan turun di bawah kecepatan kendaraan itu sampai dia mulai sedikit berakselerasi lagi setelah mencapai ambang persepsi lain. Ada akselerasi dan deselerasi yang sedikit dan stabil. Perilaku pengemudi yang berbeda dipertimbangkan dengan fungsi distribusi perilaku kecepatan dan jarak (PTV AG, 2020).
Untuk jalan raya multi-jalur, pengemudi dalam model VISSIM tidak hanya memperhitungkan kendaraan di depan (default: 4 kendaraan), tetapi juga kendaraan di dua jalur yang berdekatan. Selain itu, kendali sinyal sekitar 100 meter sebelum mencapai garis berhenti menyebabkan peningkatan perhatian pengemudi.
Model arus lalu lintas Wiedemann didasarkan pada asumsi bahwa pada dasarnya terdapat empat status mengemudi yang berbeda untuk seorang pengemudi:
1. Mengemudi bebas (free driving) yaitu tidak ada pengaruh kendaraan sebelumnya yang dapat diamati. Dalam keadaan ini, pengemudi berusaha untuk mencapai dan mempertahankan kecepatan yang diinginkannya. Pada kenyataannya, kecepatan dalam berkendara bebas akan bervariasi karena kontrol throttle yang tidak sempurna. Itu akan selalu berosilasi di sekitar kecepatan yang diinginkan.
2. Mendekati (approaching) yaitu roses pengemudi menyesuaikan kecepatannya dengan kecepatan yang lebih rendah dari kendaraan sebelumnya. Saat mendekati, pengemudi melambat, sehingga tidak ada perbedaan kecepatan begitu dia mencapai jarak aman yang diinginkan.
3. Mengikuti (following) yaitu mengemudi mengikuti mobil sebelumnya tanpa sengaja mengurangi kecepatan atau mempercepat. Dia menjaga jarak aman kurang lebih konstan. Namun, sekali lagi karena kontrol throttle yang tidak sempurna, perbedaan kecepatan berosilasi sekitar nol.
26 4. Pengereman (braking) yaitu pengemudi menerapkan tingkat perlambatan sedang hingga tinggi jika jarak ke kendaraan sebelumnya berada di bawah jarak aman yang diinginkan. Hal ini dapat terjadi jika pengemudi kendaraan sebelumnya tiba-tiba mengubah kecepatannya atau pengemudi kendaraan ketiga berpindah jalur untuk masuk di antara dua kendaraan.
Untuk masing-masing dari empat kondisi mengemudi, akselerasi digambarkan sebagai hasil dari kecepatan saat ini, perbedaan kecepatan, jarak ke kendaraan sebelumnya serta karakteristik pengemudi dan kendaraan individu. Pengemudi beralih dari satu keadaan ke keadaan lain dengan segera setelah mencapai ambang tertentu yang dapat digambarkan sebagai fungsi perbedaan kecepatan dan jarak. Misalnya, perbedaan kecil dalam kecepatan hanya dapat dirasakan pada jarak pendek. Sedangkan perbedaan kecepatan yang besar memaksa pengemudi untuk bereaksi pada jarak yang jauh. Persepsi perbedaan kecepatan serta kecepatan yang diinginkan dan jarak aman yang dijaga bervariasi di antara populasi pengemudi.
4.2.7 Parameter Kalibrasi VISSIM
Pada perangkat lunak Vissim terdapat 168 parameter dan berdasarkan parameter tersebut dipilih beberapa parameter yang sesuai dengan kondisi lalu lintas heterogen yang ada di Indonesia untuk menghasilkan model yang sesuai dengan kondisi yang dilapangan. Parameter yang dipilih pada permodelan antara lain (Saputra, 2016):
a. Standstill Dinstance in Front of Obstacle yaitu parameter jarak aman ketika kendaraan akan berhenti akibat kendaraan yang berhenti atau melakukan perlambatan akibat hambatan dengan satuan meter (m).
b. Observed Vehicle In Front yaitu parameter jumlah kendaraan yang diamati oleh pengemudi ketika ingin melakukan pergerakan atau reaksi. Nilai default parameter ini adalah satu, dua, tiga, dan empat dengan satuan unit kendaraan.
c. Minimum Headway yaitu jarak minimum yang tersedia bagi kendaraan yang didepan untuk melakukan perpindahan lajur atau menyiap. Nilai default berkisar sampai 0.5 – 3 detik.
27 d. Additive Factor Security yaitu nilai tambahan untuk sebagai parameter jarak aman kendaraan yang akan berhenti. Nilai yang disaranka untuk parameter ini adalah 0.45 – 2.
e. Multiplicative Factor Security yaitu faktor pengali jarak aman kendaraan pada saat akan berhenti. Nilai default berkisar sampai 1 – 3.
Jamin and Munawar (2017) meneliti tentang arus lalu-lintas tercampur dengan mengkalibrasi dalam VISSIM menggunakan beberapa perameter perubahan prilaku pengemudi yaitu:
a. Desired Position at free flow, merupakan perubahan pada kebebasan pengemudi untuk mengendarai kendaraan pada lintasan jaringan.
b. Overtake on same lane, Merupakan perubahan prilaku pengemudi untuk menyalip kendaraan dalam jalur yang sama.
c. Distance Standing, merupakan penentuan jarak kendaraan saat tidak bergerak
d. Distance Driving, merupakan penentuan jarak masing-masing kendaraan saat melaju dijaringan jalan
e. Average standstill distance (ax), dalam parameter ini menentukan jarak rata-rata antara dua kendaraan berurutan atau saling mengikuti.
f. Additive part of safety distance (bx_add), merupakan nilai dari jarak aman yang digunakan untuk kondisi tidak normal saat mengemudi sepeti mengerem mendadak dan berhenti secara tiba-tiba d.
g. Multiplicative part of safety distance (bx_mult), merupakan nilai dari jarak aman tambahan yang digunakan saat kondisi tidak normal saat mengemudi dengan penyesuaian oleh Value of rang pada Vissim 0,1.
4.2.8 Input dan Output VISSIM
Menurut Purba et al. ( 2018) terdapat beberapa langkah atau tahapan penting yang perlu dilakukan terlebih dahulu agar dapat melanjutkan proses pemodelan simulasi secara lengkap dan baik. Beberapa tahapan tersebut antara lain yaitu:
1. Input Background, masukkan gambar yang sudah diambil terlebih dahulu dari Googgle Earth.
28 2. Melakukan Network Setting
3. Membuat jaringan jalan, membuat links dan connectors sesuai dengan kondisi jalan yang ada.
4. Menentukan jenis kendaraan, sesuaikan jenis kendaraan yang di survei dengan kendaraan yang dimasukkan ke dalam software VISSIM. Mengisi vehicle classes, mengklasifikasikan jenis kendaraan ke dalam kategori kendaraan.
5. Input volume arus lalu lintas keseluruhan.
6. Menentukan rute asal dan tujuan perjalanan pada Static Vehicle Routing Decisions.
7. Pengolahan data, software VISSIM dijalankan.
Menurut Tüccar & Uludamar (2017), beberapa input dan output menggunakan perangkat lunak VISSIM adalah sebagai berikut:
Tabel 2.6 Beberapa nilai input dan output VISSIM
Input Output
Geometri links dan connectors Panjang antrian (Queue length) Persentasi kendaraan yang memilih rute Tundaan (delay)
Pengaturan waktu sinyal Waktu Perjalanan (Travel Time) Komposisi kendaraan Gas emisi terbentuk Aturan prioritas jalan raya Konsumsi bahan bakar
Penelitian Terdahulu 2.4
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut:
No. Judul Metode Pembahasan Keterangan
1.
Model
Simulasi Lalu Lintas
Simpang Tak
 Membandingkan kinerja simpang tak bersinyal menjadi simpang
 Untuk skenario 1 yaitu 4 fase siklus, panjang antrian pada program VISSIM lebih tinggi
Jamin, A., &
Munawar, A.
(2017). Model Simulasi Lalu
29 Bersinyal
Dengan Program Vissim (Studi Kasus:
Persimpangan Jl. Siliwangi- Jl.
Jaksanaranata -Jl. Laswi, Kabupaten Bandung)
bersinyal dengan beberapa
skenario yaitu 4 fase siklus, 3 fase (late start) dan gabungan dari skenario 3 fase dengan jalan satu arah.
 Dilakukan secara manual (MKJI) dan bantuan perangkat lunak PTV VISSIM 8.
dibandingkan dengan metode MKJI.
 Untuk skenario 2 yaitu 3 fase (late start) siklus, panjang antrian pada program VISSIM lebih tinggi
dibandingkan dengan metode MKJI, tetapi lebih kecil daripada skenario 1.
 Untuk skenario 3 yaitu gabungan fase 2 dan jalan satu arah,
panjang antrian hampir sama dengan skenario 2 namun ada
pertambahan antrian di lokasi lain.
 Skenario 2 merupakan skenario terbaik yang dapat diaplikasikan dilapangan dengan panjang antrian lebih kecil dari skenario 1 dan skenario 3.
Lintas Simpang Tak Bersinyal Dengan Program Vissim ( Studi Kasus :
Persimpangan Jl . Siliwangi- Jl . Jaksanaranata-Jl . Laswi
Kabupaten Bandung).
Prosiding Simposium Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi Ke-20, l(November), 4–
5.
2.
Kajian
Simpang Tiga Tak Bersinyal Kariangau KM. 5,5 Kelurahan
 Analisis kinerja simpang tak bersinyal yang menjadi simpang bersinyal
menggunakan
 Kinerja simpang antara simpang tak bersinyal dengan simpang bersinyal menghasilkan penurunan jumlah
Saputro, T. L., Putri, A. P., Suryaningsih, A.,
& Putri, Z. S.
(2018). Kajian Simpang Tiga Tak
30 Karang Joang
Balikpapan Utara
Menggunakan Permodelan Vissim menjadi Simpang Bersinyal
metode MKJI dan VISSIM 9.
derajat kejenuhan sebesar 1,523 atau sekitar 67%.
Bersinyal Menggunakan Permodelan Vissim menjadi Simpang
Bersinyal. Jurnal Teknologi Terpadu,
Vol.6(1), Hal 36- 43.
3.
Optimization Model of Unsignalized Intersection to Signalized Intersection Using PTV.
VISSIM:
Study Casein Imogiri Barat and
Tritunggal Intersection, Yogyakarta, Indonesia
 Membandingkan kinerja simpang tak bersinyal menjadi simpang bersinyal dengan 3 skenario
pemberian lampu lalu lintas 3 fase yaitu tanpa LTOR (Left Turn on Red), dengan LTOR dan kombinasi LTOR dan pelebaran jalan 2 m pada jalan outlet.
 Dilakukan dengan
perangkat lunak PTV VISSIM 9.
 Hasil dari model kondisi eksisting (simpang tak
bersinyal) diperoleh rata-rata panjang antrian 17,76 m, panjang antrian maksimum 125,57 m, dan tingkat pelayanan LOS (Level of
Service) “D”.
 Hasil terbaik
menunjukkan bahwa skenario ketiga dengan panjang antrian rata- rata 14,99 m, panjang antrian maksimum 116,43m, dan tingkat servis LOS “C”.
Muchlisin, Tajudin, I., &
Widodo, W.
(2019).
Optimization model of unsignalized intersection to signalized
intersection using ptv. vissim: Study case in imogiri barat and tritunggal intersection, Yogyakarta, Indonesia.
International Journal of Integrated
Engineering, 11(9 Special Issue),
31 12–25.
4.
Comparative Study of Level-Of- Service
Determination Based On VISSIM Software and Highway Capacity Manual as Exemplified by T-Shape and Partial Cloverleaf Interchanges
 Menganalisis tingkat layanan (LOS) pada simpang yang telah dipasang lampu lalu lintas.
 Dilakukan dengan metode HCM dan perangkat lunak VISSIM.
 Tingkat layanan (LOS) yang dihasilkan dari metode HCM dan perangkat lunak VISSIM adalah “D”
dengan kepadatan arus lalu lintas 35,1%.
Sistuk, V., &
Monastyrskyi, Y.
(2019).
Comparative study of level-of- service
determination based on VISSIM software and Highway
Capacity Manual as exemplified by T-shape and partial cloverleaf interchanges.
Iccpt 2019:
Current Problems of Transport, 11–
21.
https://doi.org/10.
5281/zenodo.338 6809
5.
Optimization of Traffic Signalization Timings to Reduce Queue Length and Vehicle Delays: A Case Study in
 Menganalisis waktu
perjalanan, panjang antrian dan emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar kendaraan
 Waktu perjalanan berkurang dengan bertambahnya waktu hijau (rata-rata pengurangan sekitar 25,9%).
 Rata-rata didapatkan pengurangan panjang antrian sebesar 23,3%.
Tüccar, G., &
Uludamar, E.
(2017).
Optimization of Traffic
Signalization Timings to Reduce Queue Length and
32 Çukurova
University
dengan variasi periode waktu hijau 30 detik, 32 detik, 34 detik, 36 detik, dan 38 detik.
 Dilakukan dengan
perangkat lunak VISSIM
 Rata-rata penurunan 14,4% dalam total nilai emisi CO2 ketika waktu hijau 38 detik.
Vehicle Delays: A Case Study in Çukurova University.
European Mechanical Science, 1(3), 89–
92.
https://doi.org/10.
26701/ems.32148 3
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3
Diagram Alir Penelitian (Flow Chart) 3.1
Studi penelitian ini dibagi dalam beberapa tahapan penelitian yang tersaji dalam diagram alir berikut ini:
Survei Pendahuluan:
1. Geometrik Jalan 2. Jenis Kendaraan yang
melewati Persimpangan
Pengumpulan data meliputi:
 Panjang Antrian Lapangan
 Volume lalu lintas dan jenis kendaraan
Mulai
A Persiapan
34 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Survey Pendahuluan 3.2
Survei pendahuluan dilakukan untuk memperoleh data geometrik simpang yaitu lebar kaki simpang (WA), lebar masuk (WENTRY), lebar keluar (WEXIT), dan lebar lajur belok kiri langsung (WLTOR). Selain itu juga untuk memperoleh jenis-jenis kendaraan yang melewati persimpangan. Kemudian data-data tersebut digunakan untuk menentukan jumlah surveyor dan juga perletakan kamera atau handycam.
Berdasarkan data geometrik maka ditentukan jumlah surveyor. Selama pelaksanaan survey diperlukan 5 orang surveyor dan 1 orang pimpinan survei.
Surveyor dibagi dalam beberapa kelompok untuk diletakkan di masing-masing kaki simpang. Pada setiap kaki simpang, terdapat 1 surveyor yang bertugas untuk mencatat panjang antrian kendaraan yang terjadi, 1 surveyor lagi bersiap
Evaluasi kinerja Simpang Tak Bersinyal dengan MKJI 1997
Simulasi menggunakan software VISSIM
Kesimpulan dan Saran Evaluasi Simpang menjadi Bersinyal dengan MKJI 1997
DS > 0,75
Selesai A
35 diposisi kamera handycam diletakkan. Untuk data arus lalu lintas didapat dari hasil video rekaman kamera atau handycam. Setelah surveyor lengkap maka disiapkan peralatan yang akan digunakan selama penelitian berlangsung.
Persiapan alat diperlukan untuk mendapatkan data survei lalu lintas. Peralatan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Kamera atau Handycam, digunakan untuk merekam arus lalu lintas yang terjadi pada masing-masing lengan simpang tersebut
2. Tripot, digunakan untuk tempat berdirinya kamera atau handycam.
3. Alat ukur panjang, digunakan untuk mendapatkan data geometrik simpang dan untuk mengukur panjang antrian yang terjadi.
4. Alat tulis menulis atau formulir data, digunakan untuk mecatat data yang akan diperoleh.
5. Tanda pengenal surveyor Lokasi Penelitian 3.3
Penelitian ini berlokasi pada simpang Jl. Williem Iskandar – Jl.
Bhayangkara yang terletak di kota Medan. Simpang tersebut merupakan persimpangan berlengan empat, berlokasi didaerah pinggiran kota, dekat dengan pintu masuk Tol, perkantoran, UNIMED dan juga pasar (Gambar 3.2).
36 Gambar 3.2 Lokasi Penelitian
Sumber: (Google Maps)
Pengumpulan Data 3.4
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi volume lalu lintas, panjang antrian dan kondisi lingkungan pada persimpangan. Sedangkan data sekunder didapat dari google maps berupa gambar peta persimpangan.
Data-data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
a. Data Volume Lalu Lintas
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan alat perekam yaitu kamera atau handycam. Posisi alat akan ditempatkan di kedua sisi jalan pada persimpangan yang dapat merekam arus lalu lintas setiap kaki simpang.
37 Gambar 3.3 Skema penempatan lokasi kamera pada persimpangan
Sumber: (Google Maps)
Data pergerakan dan arus lalu lintas diperoleh dari alat perekam yang dipasang, kemudian hasil rekaman di putar kembali untuk menghitung volume arus lalu lintas yang terjadi selama waktu pelaksanaan survei.
b. Data Panjang Antrian di Lapangan
Data panjang antrian di lapangan dibutuhkan sebagai data perbandingan panjang antrian pada kedua metode analisis dengan panjang antiran pada kondisi kenyataan. Pengambilan data panjang antrian kendaraan dilakukan selama kendaraan berhenti di persimpangan. Panjang antrian diukur dari garis penyebrangan (zebracross) ataupun dari mulut persimpangan sampai kendaraan yang terakhir datang.
c. Data Kondisi Lingkungan pada Persimpangan
Data kondisi lingkungan pada persimpangan cukup dilakukan dengan pengamatan secara visual.
Tahap Pengolahan Data 3.5
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Microsoft Excel sehingga didapat kinerja simpang dan waktu siklusnya. Kemudian data waktu siklus diinput bersama data-data pelengkap lainnya menggunakan software VISSIM.
38 Tahap Analisa
3.6
Pada tahap ini dianalisa hasil pengolahan data dengan mengevaluasi kinerja persimpangan. Dari hasil pengolahan data tersebut dapat dianalisa perubahan kinerja pada persimpangan mengalami peningkatan atau tidak setelah diberikannya lampu sinyal.
39
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
4
Hasil Penelitian 4.1
Dari pengolahan data diperoleh hasil penelitian meliputi geometrik persimpangan, parameter lalu lintas dengan perhitungan MKJI 1997 (volume lalu lintas, panjang antrian tundaan, panjang antrian, waktu siklus dan tingkat layanan), serta hasil perhitungan dengan menggunakan software VISSIM yaitu kapasitas, panjang antrian dan tingkat layanan.
1. Geometrik Persimpangan
Data geometrik persimpangan adalah data yang memuat kondisi jalan yang terdapat pada persimpangan yang akan diamati. Data ini diperoleh secara langsung di lapangan dalam bentuk data primer kondisi eksisting. Pengambilan data geometrik dilakukan pada saat kondisi lalu lintas masih sepi untuk menghindari gangguan arus lalu lintas. Data geometrik persimpangan Jl.
Williem Iskandar – Jl. Bhayangkara, Medan, dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Data geometrik persimpangan Jl. Williem Iskandar – Jl. Bhayangkara
PENDEKAT A B C D
Tipe Lingkungan Jalan COM COM COM COM
Hambatan Samping Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Median Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Belok Kiri Jalan Terus Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Lebar Pendekat 12,00 9,00 5,00 9,00
Lebar Pendekat Masuk (m) 6,00 4,50 2,50 4,50
Lebar Pendekat Keluar (m) 2,50 4,50 6,00 4,50
Sumber: Hasil Penelitian, 2021 Keterangan:
Tipe Lingkungan Jalan : Hambatan Samping Komersial (COM) : Tinggi/Sedang/Rendah Pemukiman (RES) : Tinggi/Sedang/Rendah Akses Terbatas (RA) : Tinggi/Sedang/Rendah
Adapun setiap kaki persimpangan diberi kode pendekat A, B, C, dan D dengan keterangan sebagai berikut:
40 a. A merupakan kaki persimpangan di sebelah Barat, yaitu Jalan Bhayangkara.
b. B merupakan kaki persimpangan di sebelah Utara, yaitu Jalan Williem Iskandar ke arah SPBU H. Hanif.
c. C merupakan kaki persimpangan di sebelah Timur, yaitu Jalan Meteorologi.
d. D merupakan kaki persimpangan di sebelah Selatan, yaitu Jalan Williem Iskandar ke arah Sport Center SUMUT.
Gambar 4.1 Geometri Persimpangan Sumber: (Dokumen Penulis, 2021) 1) Volume Lalu Lintas
Pengumpulan data volume lalu lintas dilakukan dengan mengamati dari hasil rekaman video dan menghitung jumlah kendaraan. Setelah dilakukan perhitungan volume dari hasil rekaman, diperoleh nilai volume kendaraan pada lokasi penelitian. Data volume arus lalu dapat dilihat pada tabel 4.2.
41 Tabel 4.2 Volume Lalu Lintas
Waktu Kategori Kendaraan Total
(kend/jam)
LV HV MC UM
Rabu, 09 Juni
2021
Pagi 850 71 4339 29 5289
Siang 1059 180 3401 13 4653
Sore 904 67 5035 45 6051
Jum’at, 11 Juni 2021
Pagi 942 33 5786 30 6791
Siang 1067 187 3632 13 4899
Sore 909 59 5547 29 6544
Minggu, 13 Juni
2021
Pagi 796 38 3280 54 4168
Siang 1088 23 3786 17 4914
Sore 1136 2 4761 31 5930
Sumber: Hasil pengamatan penelitian, 2021 2) Panjang Antrian di Lapangan
Pengambilan data panjang antrian kendaraan dilakukan selama lampu merah menyala sampai lampu merah habis. Panjang antrian diukur dari garis penyebrangan (zebracross) ataupun dari mulut persimpangan sampai kendaraan yang terakhir datang. Data panjang antiran lapangan digunakan sebagai parameter dalam validasi data perhitungan.
Data panjang antrian rata-rata yang dicantumkan dibawah ini merupakan hasil rekapitulasi data panjang antrian, data keseluruhan dimuat pada lampiran.
42 Tabel 4.3 Panjang Antrian Rata-rata di Lapangan
Waktu Panjang Antrian (m)
A B C D
Rabu, 09 Juni 2021
07.00-09.00 21,15 107,61 37,60 72,19
11.00-13.00 17,19 70,29 10,87 95,80
16.00-18.00 22,6 103,54 20,41 188,46 Jum’at,
11 Juni 2021
07.00-09.00 12,88 33,18 23,02 27,73
11.00-13.00 22,06 258,52 44,60 155,22
16.00-18.00 14,61 49,09 12,89 39,87
Minggu, 13 Juni 2021
07.00-09.00 8,58 14,94 10,18 15,75
11.00-13.00 12,72 52,38 16,92 33,50
16.00-18.00 16,63 107,10 20,85 64,75
Rata-rata 16,50 88,52 21,93 77,03
Sumber: Hasil pengamatan penelitian, 2021
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat panjang antrian rata-rata lapangan terpanjang terjadi pada arah pendekat B sebesar 88,52 meter.
Perhitungan menggunakan MKJI 1997 4.2
Adapun dari metode MKJI 1997 didapatkan data volume lalu lintas dan panjang antrian lapangan pada persimpangan.
1) Simpang Tak Bersinyal
Tabel di bawah ini merupakan lebar pendekat pada semua lengan persimpangan.
Tabel 4.4 Lebar Pendekat Tipe Simpang
Lebar Pendekat (m) Jalan Minor Jalan Utama
WI
WA WC WAC WB WD WBD
422 6 2,5 4,25 4,5 4,5 4,5 4,375
Sumber: Hasil pengamatan penelitian, 2021 Keterangan:
WAC : Lebar pendekat rata-rata jalan minor WBD : Lebar pendekat rata-rata jalan utama WI : Lebar pendekat rata-rata