• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI OLEH AYU RUTHAMALA SITUMORANG NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI OLEH AYU RUTHAMALA SITUMORANG NIM :"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DEPARTEMEN

PALM KERNEL (PK) CRUSHING PLANT PT. MNA KUALA TANJUNG

TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH

AYU RUTHAMALA SITUMORANG NIM : 121000433

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DEPARTEMEN

PALM KERNEL (PK) CRUSHING PLANT PT. MNA KUALA TANJUNG

TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

AYU RUTHAMALA SITUMORANG NIM : 121000433

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DEPARTEMEN PALM KERNEL (PK) PLANT PT.

MNA KUALA TANJUNG TAHUN 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juni 2017

Yang membuat pernyataan,

Ayu Ruthamala Situmorang

(4)
(5)

ABSTRAK

Kebisingan merupakan salah satu faktor fisik dari lingkungan kerja secara umum didefenisikan sebagai suara atau bunyi yang tidak dikehendaki yang berasal dari mesin-mesin produksi atau alat-alat kerja. Kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pekerja yaitu gangguan pendengaran (auditory) dan kelelahan (nonauditory). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebisingan di lingkungan kerja dan tingkat kelelahan serta hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja pada karyawan bagian produksi Departemen Palm Kernel (PK) Crushing Plant PT. MNA Kuala Tanjung.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional.

Populasi adalah karyawan yang bekerja di bagian produksi Departemen Palm Kernel (PK) Crushing Plant PT. MNA Kuala Tanjung sejumlah 27 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi sejumlah 27 orang. Pengukuran kebisingan menggunakan Sound Level Meter tipe Krisbow KW06-291 4 in 1 Multi-Function Environment Meter dan kelelahan kerja dengan menggunakan kuesioner Industrial Fatique Research Committee dari Jepang.

Hasil penelitian di bagian produksi Departemen Palm Kernel, intensitas kebisingan antara 92,4 – 98,3 dB terdapat karyawan yang mengalami kelelahan rendah sejumlah 5 orang, karyawan mengalami kelelahan sedang sejumlah 8 orang, karyawan mengalami kelelahan tinggi sejumlah 7 orang, dan karyawan mengalami kelelahan sangat tinggi sejumlah 7 orang. Hasil uji statistik Kruskal- Wallis yang menunjukkan adanya hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja (p value = 0,001).

Disarankan agar perusahaan melakukan pemeriksaan mesin secara berkala, pengawasan terhadap karyawan agar selalu memakai alat pelindung telinga (earplug) maupun alat pelindung diri lainnya serta menyediakan air minum bagi karyawan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman.

Kata Kunci: Karyawan, Kebisingan, Kelelahan Kerja

(6)

ABSTRACT

Noise is one of the physical factors of the work environment. It is generally defined as an undesirable sound which comes from production machinery or other tools. Noise can cause worker’s health problems that is hearing disorders (auditory) and fatigue (nonauditory). This research aims to determine the description of noise in the work environment and the level of fatigue and also noise relationship with work fatigue on the Palm Kernel (PK) Crushing Plant Production Department employee of PT. MNA Kuala Tanjung.

This research is an analytic research with cross sectional design. The population is employees who work in the Palm Kernel (PK) Crushing Plant Production Department employee of PT. MNA Kuala Tanjung is a total of 27 people. The sample in this research is a total population of 27 people.

Measurement of noise using Krisbow KW06-291 Sound Level Meter 4 in 1 Multi- Function Environment Meter and work fatigue using Industrial Fatique Research Committee questionnaire from Japan.

The results of research in the production Palm Kernel Department, noise intensity between 92.4 - 98.3 dB there are 5 employees who sustain low fatigue, 8 Employees sustain moderate fatigue, 7 employees sustain high fatigue, and 7 employees sustain very high fatigue. The result of Kruskal-Wallis statistic test indicates the relationship between noise and work fatigue (p value = 0.001).

It is recommended that the company perform periodic inspection of the machine, supervise employees to always wear earplugs or other personal protective equipment (PPE) and provide drinking water for employees to create a healthy, safety, and comfortable working environment.

Keywords: Employee, Noise, Work Fatigue

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DEPARTEMEN PALM KERNEL (PK) CRUSHING PLANT PT. MNA KUALA TANJUNG TAHUN 2017”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil.

Untuk itu, dengan kerendahan hati disampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat.

4. Drs. Tukiman, M.KM selaku Dosen Penasehat Akademik penulis selama mengikuti perkuliahan.

5. Dra.Lina Tarigan,Apt.,M.S selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua penguji dan Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II dan Anggota Penguji yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, serta dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

6. dr. Mhd.Makmur Sinaga, M.S dan Ir.Kalsum M.Kes selaku Anggota Penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan motivasi untuk perbaikan skripsi ini.

7. PT. Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung, khususnya Departemen EHS dan Departemen PK Plant yang telah membantu dengan memberikan izin, informasi dan data-data yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.

8. Orang tua terkasih Bapak Marali Situmorang, S.Pd dan Ibu Ramli Sinaga, S.Pd, abang-abangku Apriadi Situmorang dan Aries Gunawan Situmorang, kakak iparku Esna Juni Purba, serta adikku Arni Vera Situmorang yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, perhatian, semangat, dukungan moral, spiritual, dan material yang tiada hentinya.

9. Teman-temanku Margaretha Pasaribu, Melly Marbun, Yuni Anggraini, Siti Hartati, Triska Putri, Putri Nilam, Stevanny, Sheyla Riyani, Afriayu, Marissa, Martha, Fatimah atas doa, waktu, tenaga, pikiran, dan motivasinya dalam mengerjakan skripsi ini.

10. Teman-teman PBL Desa Salit dan LKP Wilmar. Terimakasih atas doa, dukungan, serta waktu kalian semua untuk saling berbagi ilmu. Semoga kelak kita semua menjadi orang sukses.

11. Keluarga besar KMK POMK FKM USU, khususnya kelompok kecil Palmarum, Kak Hermin, Lasrobema, Kristin, Natalia, Pesta, Maria, dan Mia atas dukungan doa dan motivasi yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2017

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

ABSTRAK ...iii

ABSTRACT ...iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

RIWAYAT HIDUP...xiv

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...6

1.3 Tujuan Penelitian ...6

1.4 Hipotesis Penelitian ...6

1.5 Manfaat Penelitian ...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...8

2.1 Kebisingan ...8

2.1.1 Pengertian Kebisingan ...8

2.1.2 Jenis-jenis Kebisingan...9

2.1.3 Sumber Kebisingan ...10

2.1.4 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan ...12

2.1.5 Pengukuran Kebisingan...13

2.1.6 Pengaruh Kebisingan Pada Tenaga Kerja ...15

2.1.7 Rencana dan Langkah Pengendalian Kebisingan ...20

2.2 Kelelahan Kerja ...23

2.2.1 Pengertian Kelelahan Kerja ...23

2.2.2 Jenis Kelelahan Kerja ...25

2.2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Kerja ...26

2.2.4 Gejala Kelelahan Kerja ...28

2.2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kelelahan Kerja ...29

2.2.6 Pengukuran Kelelahan Kerja ...32

2.2.7 Upaya Penanggulangan Kelelahan Kerja ...35

2.3 Mekanisme Terjadinya Kelelahan Kerja...36

2.4 Kerangka Konsep ...37

BAB III METODE PENELITIAN ...38

(11)

3.1 Jenis Penelitian ...38

3.2 Lokasi dan Waktu penelitian ...38

3.2.1 Lokasi Penelitian ………….. ...38

3.2.2 Waktu Penelitian ...38

3.3 Populasi dan Sampel ...39

3.3.1 Populasi ...39

3.3.2 Sampel ...39

3.4 Metode Pengumpulan Data ...39

3.4.1 Data Primer ...39

3.4.2 Data Sekunder ...39

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ...40

3.5.1 Variabel ...40

3.5.2 Defenisi Operasional ...40

3.6 Metode Pengukuran ...40

3.6.1 Kebisingan ...40

3.6.2 Kelelahan Kerja ...42

3.5 Metode Analisis Data...43

3.7.1 Analisis Univariat ...43

3.7.2 Analisis Bivariat ...44

BAB IV HASIL PENELITIAN ...45

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ...45

4.1.1 Sejarah dan Lokasi PT. MNA ...45

4.1.2 Visi, Misi, dan Nilai-nilai Inti ………….. ...46

4.1.3 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...47

4.1.4 Struktur Organisasi PT. MNA ...48

4.1.5 Jam Kerja di Departemen PK Crushing Plant ...49

4.2 Proses Produksi di PK Crushing Plant ...49

4.3 Karakteristik Karyawan di Bagian Produksi Departemen Palm Kernel PT. MNA Kuala Tanjung Tahun 2017...52

4.3.1 Distribusi Umur Karyawan di Bagian ProduksiDepartemen Palm Kernel Crushing Plant PT. MNA Kuala Tanjung Tahun 2017...52

4.3.2 Distribusi Masa Kerja Karyawan di Bagian Produksi Departemen Palm Kernel Crushing Plant PT. MNA Kuala Tanjung Tahun 2017 ...53

4.4. Intensitas Kebisingan di Bagian Produksi Departemen Palm Kernel Crushing Plant PT. MNA Kuala Tanjung Tahun 2017...53

4.5 Kelelahan Kerja Pada Karyawan di Bagian Produksi Departemen PK Crushing Plant ...54

4.6 Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan Kerja Pada Karyawan di Bagian Produksi Departemen Palm Kernel Crushing Plant PT. MNA Kuala Tanjung Tahun 2017...57

(12)

BAB V PEMBAHASAN ...59

5.1 Karakteristik Karyawan Bagian Produksi Departemen Palm Kernel PT. MNA Kuala Tanjung ...59

5.2 Kebisingan di Bagian Produksi Departemen Palm Kernel PT. MNA Kuala Tanjung ...59

5.3 Kelelahan Kerja Pada Karyawan di Bagian Produksi Departemen Palm Kernel PT. MNA Kuala Tanjung ... ...61

5.4 Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan Kerja Pada Karyawan di Bagian Produksi Departemen Palm Kernel PT. MNA Kuala Tanjung ...63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...67

6.1 Kesimpulan ...67

6.2 Kesimpulan ...67

DAFTAR PUSTAKA ...69 LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan………...13

Tabel 2.2 Gejala-gejala Kelelahan Kerja………...28

Tabel 3.1 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif………...42

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran dan Variabel Penelian………...43

Tabel 4.1 Distribusi Umur Karyawan di Bagian Produksi Departemen PK Crushing Plant ………...52

Tabel 4.2 Distribusi Masa Kerja Karyawan di Bagian Produksi Departemen PK Crushing Plant ...53

Tabel 4.3 Intensitas Kebisingan diBagian Produksi Departemen PK Crushing Plant ………...54

Tabel 4.4 Kelelahan Kerja Berdasarkan Kuesioner Subjective Self Rating Test di Bagian Produksi Departemen PK Crushing Plant...55

Tabel 4.5 Kategori Kelelahan Kerja Pada Karyawan di Bagian Produksi Departemen PK Crushing Plant ………...57

Tabel 4.6 Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan Kerja Pada Karyawan di Bagian Produksi Departemen PK Crushing Plant...58

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan………...27

Gambar 2.2 Kerangka Konsep………...37

Gambar 3.1 Sound Level Meter Krisbow KW06-291………...39

Gambar 4.1 Proses Pengepresan Pertama………...50

Gambar 4.2 Ampas Hasil Pengepresan………...51

Gambar 4.3 Bak Vibrating………...52

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Riset dari Perusahaan

Lampiran 4. Denah Pabrik dan Titik Pengukuran Kebisingan Lampiran 5. Hasil Pengukuran Kebisingan

Lampiran 6. Dokumentasi Lampiran 7. Master Data Lampiran 8. Hasil Output

(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Ruthamala Situmorang

Tempat Lahir : Stabat Tanggal Lahir : 24 Juli 1994 Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Marali Situmorang, S.Pd Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Ramli Sinaga, S.Pd Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal

1. SD/ Tamat tahun : SD Swasta Panca Karya Stabat / 2006 2. SLTP/ Tamat tahun : SMP Negeri 1 Stabat / 2009

3. SLTA/ Tamat tahun : SMA Negeri 1 Medan / 2012

4. Akademi/ Tamat tahun : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara / 2017

5. Lama Studi di FKM USU : 4 Tahun bulan

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian penting yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan dalam setiap melakukan pekerjaan. Dengan kondisi keselamatan dan kesehatan kerja yang baik, pekerja dapat melaksanakan pekerjaan dengan aman, nyaman dan sehat. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga hasil produksi perusahaan juga meningkat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

Peningkatan industrialisasi tidak terlepas dari peningkatan teknologi modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang menggunakan teknologi tinggi, diharapkan industri dapat berproduksi secara maksimal. Pemilihan teknologi dalam bidang produksi dimaksudkan untuk mengganti posisi manusia dari aktor utama kegiatan produksi menjadi pengendali kegiatan produksi. Ini terjadi karena keterbatasan yang dimiliki manusia sebagai tenaga kerja, misalnya kecepatan, tenaga, dan lain-lain. Industri tidak menyadari dampak teknologi yang diadopsi tidak bisa menjamin keselamatan para tenaga kerja, seperti pemakaian mesin-mesin otomatis yang menimbulkan suara yang cukup besar dapat memberikan dampak terhadap gangguan komunikasi, konsentrasi, dan kepuasan kerja bahkan sampai kepada cacat (Anizar, 2009).

(18)

Tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya mendapat tekanan langsung dari pekerjaan dan lingkungan kerja. Keseimbangan yang optimal antara beban kerja langsung, beban tambahan oleh lingkungan kerja, dan kapasitas kerja perlu dicapai untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, maupun perlindungan terhadap tenaga kerja. Beban tambahan dari lingkungan kerja disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: kebisingan, penerangan, suhu ruang kerja, getaran, bahaya radiasi, gas, debu, bahan kimia, dan berbagai faktor lainnya (Suma’mur, 2009).

Kebisingan merupakan faktor fisik lingkungan kerja yang berpengaruh pada kesehatan kerja. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pada pendengaran. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah 85 dBA.

Sesuai dengan defenisinya, kebisingan dapat menyebabkan gangguan bagi siapa saja yang berada pada lingkungan bising tersebut, termasuk tenaga kerja yang bekerja di lingkungan kerja yang bising. Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi pekerja sehingga tidak fokus terhadap pekerjaaan dan menyebabkan gangguan komunikasi sehingga dapat mengakibatkan kesalahan atau kecelakaan.

Kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa gangguan pendengaran (auditory) dan gangguan nonauditory seperti gangguan komunikasi,

(19)

ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performa kerja, stres dan kelelahan kerja (Jansen & Gross, 1986).

Kelelahan menurut Occupational Safety and Health (2003) merupakan penurunan sementara atau ketidakmampuan, kurangnya keinginan dalam menanggapi suatu kondisi atau situasi dikarenakan aktivitas mental dan fisik yang berlebih. Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja ditandai dengan pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi, dan kelelahan kerja fisik (Suma’mur 2009).

Kelelahan kerja adalah keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan umumnya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh pekerjaan yang monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan, dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004).

Penelitian yang dilakukan Fitria Nur Hayati (2012) tentang hubungan tingkat kebisingan dengan kelelahan kerja pada pekerja di bagian Ringframe PT.

Kusumaputra Santoso Karanganyar menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang melebihi NAB yaitu 91,5 dB didapat 73,33% pekerja mengalami kelelahan kerja dan 26,67% pekerja normal atau tidak mengalami kelelahan kerja. Nilai p = 0,017 (p< 0,05) yang berarti ada hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja pada pekerja di bagian Ringframe PT. Kusumaputra Santosa Karanganyar.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Bayu Krisnawati (2010) tentang hubungan kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum dan sesudah bekerja pada

(20)

karyawan mekanik Maintenance Utility Compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk.Kemiri Kebakkramat Karanganyar menunjukkan bahwa kebisingan dengan intensitas rata-rata 88,5 dB, sebelum bekerja didapat 11 orang dalam keadaan normal, 16 orang mengalami kelelahan ringan dan 3 orang mengalami kelelahan sedang. Hasil pengukuran kelelahan setelah bekerja didapat 27 orang yang mengalami kelelahan sedang dan 3 orang mengalami kelelahan berat . Penelitian lainnya tentang kelelahan adalah penelitian pada operator di bagian injeksi PT.

Arisa Mandiri Pratama yang dilakukan oleh Enda Tri Wulandari (2004) yang menunjukkan bahwa kebisingan sebesar 92,83 dBA menyebabkan kelelahan ringan sebesar 36,67%, kelelahan sedang 50%, dan kelelahan berat sebesar 13,33%.

PT. Multimas Nabati Asahan, Kuala Tanjung, adalah salah satu perusahaan swasta berbadan hukum perseroan terbatas yang termasuk dalam Wilmar Group dan memproduksi hasil dari pengolahan kelapa sawit. PT.

Multimas Nabati Asahan terdiri dari unit pengolahan minyak sawit kasar (Refinery), unit pengolahan inti sawit (Palm kernel Plant), dan unit pengolahan kelapa sawit (PKS) yang dikelola secara terpisah dan unit pengolahan produk turunan minyak kelapa sawit, seperti bahan pengganti cokelat, butter, oli, dan lain-lain.

Berdasarkan survey pendahuluan di lokasi penelitian, PT. Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung melakukan pengukuran intensitas kebisingan dua kali dalam satu tahun dimana data yang didapat pada bulan Juni dan Desember 2016 yang diukur oleh Laboratorium Pengujian Kualitas Lingkungan BINALAB

(21)

Bandung didapat bahwa intensitas kebisingan di Departemen Palm Kernel Crushing Plant bagian produksi adalah 91,6 dB dan 100 dB. Dalam proses produksi, Departemen Palm Kernel Crushing Plant menggunakan mesin press yang terdiri dari 140 unit mesin yang tersusun tanpa ada sekat sebagai batas tiap mesin. Atap pabrik terbuat dari seng yang memungkinkan suara atau bunyi yang berasal dari mesin produksi terpantul.

Karyawan yang bekerja di Palm Kernel Crushing Plant bagian produksi terpapar kebisingan selama bekerja. Pihak PT. Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung telah menyediakan APD (Alat Pelindung Diri) seperti helm, sarung tangan, safety shoes, dan alat pelindung telinga yaitu ear plug ataupun ear muff.

APD tersebut telah dibagikan kepada setiap pekerja, namun pada kenyataannya didapat masih banyak pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung telinga yaitu earplug dengan alasan merasa kurang nyaman saat menggunakan APD.

Departemen Palm Kernel Crushing Plant memiliki tiga shift kerja dimana setiap shift memiliki waktu kerja 8 jam/hari . Di lapangan didapat bahwa pekerja melakukan komunikasi harus dengan sedikit berteriak agar bisa terdengar dan berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan empat orang pekerja, ada tiga orang yang mengeluhkan perasaan lesu, ngantuk, pusing, merasa haus, dan tidak konsentrasi pada saat melakukan pekerjaannya. Perasaan-perasaan tersebut merupakan gejala subjektif kelelahan kerja.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja pada karyawan di

(22)

Departemen Palm Kernel (PK) Crushing Plant Bagian Produks PT. Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja pada karyawan di Departemen Palm Kernel (PK) Crushing Plant Bagian Produksi PT. MNA Kuala Tanjung Tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui gambaran kebisingan di Departemen Palm kernel (PK) Crushing Plant Bagian Produksi PT. MNA Kuala Tanjung.

2. Mengetahui gambaran kelelahan kerja pada karyawan di Departemen Palm kernel (PK) Crushing Plant Bagian Produksi PT. MNA Kuala Tanjung.

3. Mengetahui adanya hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja pada karyawan di Departemen Palm Kernel (PK) Plant Bagian Produksi PT.

MNA Kuala Tanjung Tahun 2017.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini yaitu ada hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja pada karyawan di Departemen Palm Kernel (PK) Crushing Plant Bagian Produksi PT. MNA Kuala Tanjung Tahun 2017.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi pihak perusahaan PT. MNA, khususnya Departemen Palm Kernel (PK) Crushing Plant bagian produksi tentang

(23)

hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja sehingga dapat dijadikan informasi yang bermanfaat untuk melaksanakan tindakan koreksi agar didapat lingkungan kerja yang produktif.

2. Menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis tentang gambaran intensitas kebisingan di PT. MNA Kuala Tanjung dan dampaknya terhadap kelelahan kerja.

3. Sebagai masukan dan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebisingan

2.1.1 Pengertian Kebisingan

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009).

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.

13/MEN/2011, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Sementara menurut Harianto (2008), bising (noise) adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri, bising berarti bunyi yang sangat mengganggu dan menjengkelkan serta sangat membuang energi.

(25)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi maupun suara- suara yang tidak dikehendaki, baik yang berasal dari mesin ataupun dari alat-lat kerja dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menimbulkan gangguan pendengaran (ketulian).

2.1.2 Jenis-jenis Kebisingan

Menurut Suma’mur (2009) berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dibagi atas :

1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide bind noise), misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain.

2) Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis (steady state dan narrow and noise), misalnya bising gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain.

3) Kebisingan terputus-putus (intermitten noise), misalnya bising lalu lintas, suara kapal terbang di bandara.

4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam, dan ledakan.

5) Kebisingan impulsif berulang, misalnya bising mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan.

Sementara menurut Tambunan (2005) di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar :

1. Kebisingan tetap (unsteady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)

(26)

Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.

b. Broad band noise

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan “nada”

murni).

2. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)

Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

b. Intermittent noise

Sesuai dengan terjemahannya, intermittent noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.

c. Impulsive noise

Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat sejenisnya

2.1.3 Sumber Kebisingan

Menurut Anies (2014) di tempat kerja, sangat potensial untuk menciptakan serta menambah keparahan tingkat kebisingan, misalnya:

(27)

1. Mengopersikan mesin-mesin yang menimbulkan suara “rebut” karena kondisi mesin yang sudah tua dan tidak terawat dengan baik.

2. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi yang sekadarnya, asal dapat berjalan.

3. Sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

4. Melakukan modifikasi atau komponen-komponen mesin secara parsial, termasuk menggunakan komponen mesin tiruan.

5. Pemasangan dan pelekatan komponen-komponen mesin secara tidak tepat, terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection).

6. Penggunaan alat-alat yang kurang sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu (hammer) atau alat pemukul sebagai alat pembengkok benda- benda metal atau alat bantu pembuka baut.

Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa sumber kebisingan di perusahaan biasanya berasal dari mesin-mesin untuk proses produksi dan alat-alat lain yang digunakan untuk melakukan pekerjaan. Contoh sumber-sumber kebisingan di perusahaan baik dari dalam maupun dari luar perusahaan seperti:

1. Generator, mesin diesel untuk pembangkit listrik 2. Mesin-mesin produksi

3. Mesin potong, gergaji, serut di perusahaan kayu 4. Ketel uap atau boiler untuk pemanas air

5. Alat-alat lain yang menimbulkan suara dan getaran seperti alat pertukangan

(28)

6. Kendaraan bermotor dari lalu lintas, dan lain-lain.

Sumber-sumber suara tersebut harus selalu diidentifikasi dan dinilai kehadirannya agar dapat dipantau sedini mungkin dalam upaya mencegah dan mengendalikan pengaruh pemaparan kebisingan terhadap pekerja yang terpapar.

Dengan demikian, penilaian tingkat intensitas kebisingan di perusahaan secara umum dimaksudkan untuk beberapa tujuan, yaitu:

1. Memperoleh data intensitas kebisingan pada sumber suara.

2. Memperoleh data intensitas kebisingan pada penerima suara (pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan).

3. Menilai efektivitas sarana pengendalian kebisingan yang telah ada dan merencanakan langkah pengendalian lain yang lebih efektif.

4. Mengurangi tingkat intensitas kebisingan baik pada sumber suara maupun pada penerima suara sampai batas yang diperkenankan.

5. Membantu memilih alat pelindung diri dari kebisingan yang tepat sesuai jenis kebisingannya.

2.1.4 Nilai Ambang Batas (NAB) Intensitas Kebisingan

Nilai ambang batas kebisingan adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup lama atau terus- menerus tidak lebih dari delapan jam sehari dan 40 jam seminggu, selanjutnya ditulis NAB (Moeljosoedarmo, 2008).

Standar kebisingan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 13/MEN/2011 adalah sebagai berikut :

(29)

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Intensitas Pemajanan max (dbA) Waktu Pemajanan per Hari 85

88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133 136 139

140

8 jam 4 jam 2 jam 1 jam 30 menit 15 menit 7,5 menit 3,75 menit 1,88 menit 1,44 menit 28,12 detik 14,06 detik 7,03 detik 3,52 detik 1,76 detik 0,88 detik 0,44 detik 0,22 detik 0,11 detik

- Sumber: Permenakertrans No. PER. 13/MEN/2011

2.1.5 Pengukuran Kebisingan

Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan. Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter dan noise dosimeter. Sound Level meter adalah alat pengukur level kebisingan, alat ini mampu mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan frekuensi-frekuensi dari 20-20.000 (Suma’mur, 1996).

Dalam beberapa industri terdapat berbagai intensitas kebisingan, misalnya pada:

(30)

1. 85-100 dB biasanya terdapat pada pabrik tekstil, tempat kerja mekanis seperti mesin penggilingan, penggunaan udara bertekanan, bor listrik, gergaji mekanis.

2. 100-115 dB biasanya terdapat pada pabrik pengalengan, ruang ketel, drill.

3. 115-130 dB biasaya terdapat pada mesin-mesin diesel besar, mesin turbin pesawat terbang dengan mesin turbo, compressor sirine.

4. 130-160 dB biasanya terdapat pada mesin-mesin jet, roket, peledakan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengukuran kebisingan adalah sebagai berikut:

a. Sebelum pengukuran dilaksanakan, battery harus diperiksa untuk mengetahui apakah masih berfungsi atau tidak.

b. Agar peralatan SLM yang akan digunakan benar-benar tepat, maka terlebih dahulu dicek dengan menggunakan kalibrator, yaitu dengan meletakkan/ memasang alat tersebut di atas microphone SLM, kemudian tombol pada alat tersebut mengeluarkan nada murni dengan intensitas tertentu, maka jarum penunjuk/display SLM tersebut menunjukkan intensitas suara sesuai dengan kalibrator.

c. Meletakkan SLM sejauh lengan tangan (paling dekat 0,5 meter dari tubuh pengukur). Bila perlu gunakan tripod untuk meletakkannya. Hal ini dilakukan karena operator dapat menghalangi suara yang datang dari arah operator tersebut dan dapat memantulkan suara sehingga bisa menyebabkan kesalahan pengukuran.

(31)

d. Pengukuran di luar gedung/lingkungan harus dilakukan pada ketinggian 1,2 – 1,5 meter di atas tanah dan bila mungkin tidak kurang dari 3,5 meter dari semua permukaan yang dapat memantulkan suara. Sebaliknya digunakan WindsScreen (terbuat dari karet busa berpori) yang dipasang pada microphone untuk mengurangi turbulensi aliran udara di sekitar diafragma microphone.

e. Bila ingin diketahui dengan tepat sumber suara yang sedang diukur dapat digunakan headphone yang dihubungkan dengan output dari SLM

f. Hindarkan pengukuran terlalu dekat dengan sumber bunyi, karena hasil pengukuran akan menunjukkan perbedaan yang bermakna pada posisi SLM yang berubah-ubah.

2.1.6 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja

Menurut Tarwaka, dkk (2004) pengaruh pemaparan kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yang didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan. Pertama, pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) dan kedua, adalah pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB).

1) Pengaruh Kebisingan Intensitas Tinggi

a) Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) adalah terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau ketulian. Sebelum terjadi kerusakan pendengaran yang permanen, biasanya didahului dengan pendengaran yang bersifat

(32)

sementara yang dapat mengganggu kehidupan yang bersangkutan baik di tempat kerja maupun di lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya.

b) Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputus-putus dan sumbernya tidak diketahui.

c) Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, risiko serangan jantung meningkat, gangguan pencernaan.

d) Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan.

2) Pengaruh Kebisingan Intensitas Rendah

Tingkat intensitas kebisingan rendah atau di bawah NAB banyak ditemukan di lingkungan kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan dll. Intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB tersebut secara fisiologis tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan karena pemaparan kebisingan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan, dan depresi.

Menurut Roestam (2004), Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja, seperti :

1. Gangguan fisiologis

(33)

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan ini dapat berupa peningkatan tekanan darah (mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Kebisingan juga dapat menurunkan kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kemampuan otot tersebut menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur P.K, 1996:190).

2. Gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stress, kelelahan, dan lain- lain. Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (A.M. Sugeng, dkk, 2003). Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur P.K, 1996).

3. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa

(34)

menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga kerja.

Menurut pendapat Jansen,G dan Gross,E (1986) menggolongkan pengaruh kebisingan menjadi dua yaitu gangguan auditory dan gangguan non auditory.

1. Gangguan Auditory (Pendengaran)

Gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tetapi bila bekerja terus menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap (Buchari, 2007).

Menurut Tambunan (2005) apabila berdasarkan letak, gangguan pendengaran dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Gangguan pendengaran konduktif

Gangguan ini diklasifikasikan sebagai masalah mekanis karena berdampak pada telinga luar dan telinga tengah. Bagian yang mengalami kerusakan oleh kebisingan tepatnya apda selaput gendang telinga dan ketiga tulang utama, yaitu malleus, incus, dan stapes. Pada tempat kerja biasanya gangguan pendengaran konduktif bersifat sementara.

b. Gangguan pendengaran sensorineural

Gangguan yang mengalami kerusakan bagian sensor telinga dalam, khususnya pada bagian koklea. Tingkat keparahannya bermacam-macam mulai dari ringan hingga serius dan umumnya bersifat permanen.

(35)

c. Gangguan pendengaran campuran

Gangguan pendengaran yang terjadi jika kondisi tulang dan udara menunjukkan adanya kehilangan pendengaran, namun porsi kehilangannya lebih besar daripada konduksi udara.

2. Gangguan Non Auditory (Keluhan Subyektif)

Berdasarkan pendapat Jansen,G dan Gross,E (1986), gangguan non auditory terbagi dua, yaitu:

a. Efek fisiologi dari kebisingan

Contoh efek fisiologi dari kebisingan adalah perubahan respon pada pupil mata, perubahan tekanan darah, nadi menjadi cepat, dan sakit kepaala.

Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem sarafotonom. Keadaan itu sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi secara spontan.

b. Efek psikologis dari kebisingan

Contoh efek psikologis dari kebisingan adalah mengalami penurunan kinerja, gangguan komunikasi, gangguan kenyamanan, stres, dan kelelahan kerja. Menurut Bashiruddin (2009) gangguan psikologis dapat berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan keadaan yang melelahkan. Hal tersebut dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, gangguan emosional, gangguan komunikasi, dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan keselamatan tenaga kerja.

(36)

2.1.7 Rencana dan Langkah Pengendalian Kebisingan

Menurut Tarwaka, dkk (2004) sebelum dilakukan langkah pengendalian, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak yang ditimbulkan.

Rencana pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan melalui perspektif manajemen risiko kebisingan. Manajemen risiko yang dimaksud adalah suatu pendekatan yang logik dan sistematik untuk mengendalikan risiko yang mungkin timbul. Langkah manajemen risiko kebisingan tersebut adalah:

1. Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada di tempat kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau cidera akibat kerja.

2. Menilai risiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan cidera akibat kerja.

3. Mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk mengendalikan atau meminimalisasi risiko kebisingan (Tarwaka, 2004).

Setelah rencana dibuat dengan seksama, langkah selanjutnya adalah melaksanakan langkah pengendalian kebisingan dengan dua arah pendekatan, yaitu pendekatan jangka pendek (Short-term gain) dan pendekatan jangka panjang (Long-term gain) dari hirarki pengendalian. Pada pengendalian kebisingan dengan orientasi jangka panjang, teknik pengendaliannya secara berurutan adalah adalah eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik, pengendalian secara administratif, dan terakhir penggunaan alat pelindung diri (Tarwaka, 2004).

Sedangkan untuk orientasi jangka pendek adalah sebaliknya secara berurutan dengan tahapan sebagai berikut :

(37)

1) Eliminasi sumber kebisingan

Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengan penggunaan tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat diminimalkan. Pada tahap tender mesin-mesin yang akan dipakai, harus mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang dikeluarkan dari mesin baru. Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin, konstruksi bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin dan lain-lain.

2) Pengendalian kebisingan secara teknik

a) Pengendalian kebisingan pada sumber suara. Penurunan kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan menutup mesin atau mengisolasi mesin sehingga terpisah dengan pekerja. Teknik ini dapat dilakukan dengan mendesain mesin memakai remote control. Selain itu dapat dilakukan redesain landasan mesin dengan bahan anti getaran. Namun demikian teknik ini memerlukan biaya yang sangat besar sehingga dalam praktiknya sulit diimplementasikan.

b) Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi kebisingan. Apabila teknik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan, maka teknik berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau sekat antara mesin dan pekerja.

Cara lain adalah dengan menambah atau melapisi dinding, plafon, dan lantai dengan bahan penyerap suara. Menurut Sanders dan McCormick dalam Tarwaka (2004) cara tersebut dapat mengurangi kebisingan antara 3-7 dB.

(38)

3) Pengendalian kebisingan secara administratif

Apabila teknik pengendalian secara teknik belum memungkinkan untuk dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merencanakan teknik pengendalian secara administratif. Teknik pengendalian ini lebih difokuskan pada manajemen pemaparan. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang diterima.

4) Pengendalian kebisingan pada penerima atau pekerja

Teknik ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh teknik pengendalian di atas (eliminasi, pengendalian teknik, dan administratif) belum memungkinkan untuk dilaksanakan. Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan pemakaian alat pelindung telinga (tutup atau sumbat telinga). Menurut Pulat dalam Tarwaka (2004) pemakaian sumbat telinga dapat mengurangi kebisingan sebesar ± 30 dB, sedangkan tutup telinga dapat mengurangi kebisingan sedikit lebih besar, yaitu 40-50 dB. Pengendalian kebisingan pada penerima ini telah banyak ditemukan di perusahaan-perusahaan, karena secara sekilas biayanya relatif lebih murah. Namun demikian banyak ditemukan kendala dalam pemakaian tutup atau sumbat telinga seperti, tingkat kedisiplinan pekerja, mengurangi kenyamanan kerja, mengganggu pembicaraan dan lain-lain. Berikut adalah alat pelindung telinga menurut Tarwaka (2004):

a. Sumbat telinga (Ear plug)

Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tiap individu dan bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama adalah berbeda. Untuk itu ear plug

(39)

harus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk saluran telinga pemakainya. Pada umumnya diameter saluran telinga antara 5-11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk lonjong dan tidak lurus. Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastik, dan karet. Spon dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk sekali pakai (Disposable), sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik yang dicetak (Molded rubber/plastic) dapat digunakan berulang kali (Non Disposable). Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB (A).

b. Tutup telinga (Ear muff)

Alat pelindung telinga jenis ini terdiri dari dua buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurunkan kebisingan karena bantalannya menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat pada permukaan kulit. Alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB (A) dan juga dapat melindungi bagian telinga luar dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia.

2.2 Kelelahan Kerja

2.2.1 Pengertian Kelelahan Kerja

Kelelahan adalah kondisi akut, yang dimulai dari rasa letih yang kemudian mengarah pada kelelahan mental ataupun fisik dan dapat menghalangi seseorang untuk dapat melaksanakan fungsinya dalam batas-batas normal. Perasaan lelah ini lebih dari sekedar perasaan letih dan mengantuk, perasaan lelah ini terjadi ketika

(40)

seseorang telah sampai kepada batas kondisi fisik atau mental yang dimilikinya (Australian Safety and Compentation Counsil, 2006).

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).

Ditambahkan pula oleh Suma’mur (2009), mengemukakan bahwa kelelahan sama halnya dengan lapar ataupun haus, yaitu salah satu dari pilar-pilar penting mekanisme penyangga untuk melindungi berlangsungnya kehidupan.

Sehingga diperoleh pengertian kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik, yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) tetapi semuanya bermuara kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh.

Definisi kelelahan yang dikemukakan oleh banyak ahli sangat beragam, namun secara garis besar kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang timbul karena aktivitas individu hingga individu tersebut tidak mampu lagi mengerjakannya. Dengan kata lain, kelelahan dapat mengakibatkan penurunan daya kerja yang akhirnya dapat memengaruhi produktivitas kerja, yang berakibat pada peningkatan kesalahan kerja dan berujung pada kecelakaan kerja (Nurmianto, 2004).

(41)

2.2.2 Jenis Kelelahan Kerja 1. Kelelahan Otot

Pada dasarnya kelelahan menggambarkan 3 (tiga) fenomena yaitu perasaan lelah, perubahan fisiologis tubuh dan pengurangan kemampuan melakukan kerja (Barnes, 1980). Kelelahan merupakan suatu pertanda yang bersifat sebagai pengaman yang memberitahukan tubuh bahwa kerja yang dilakukan telah mendekati batas maksimal kemampuannya. Kelelahan pada dasarnya merupakan keadaan fisiologis normal yang dapat dipulihkan dengan beristirahat. Kelelahan yang dibiarkan terus-menerus akan berakibat buruk dan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja. Terdapat 2 (dua) jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (Grandjean, 1988; Suma’mur: 1996).

Kelelahan otot merupakan suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat kontraksi berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot (Guyton, 1981). Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kondisi serta otot menjadi gemetar. (Suma’mur, 1996).

2. Kelelahan Umum

Suatu perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambatan pada setiap aktivitas (Grandjean,1985). Perasaan adanya kelelahan umum adalah ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual yang disebabkan iluminasi, iluminasi dan seringnya akomodasi mata, kelelahan seluruh tubuh, kelelahan mental, kelelahan urat saraf, stress dan rasa malas bekerja (Nurmianto, 2004).

(42)

3. Kelelahan Kronis

Kelelahan yang terus–menerus setiap hari dalam jangka waktu lama berakibat keadaan kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja sore hari, tetapi juga selama bekerja bahkan kadang–kadang sebelumnya.

Kelelahan kronis disebut juga kelelahan klinis. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik mental, sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja (Suma’mur, 1996). Penyebab kelelahan kronis adalah faktor fisik ditempat kerja, faktor psikologi dan faktor fisiologis yaitu akumulasi dari substansi toksin dalam darah dan faktor psikologis yaitu komplik yang mengakibatkan stres emosional yang berkepanjangan (McFarland dalam Silaban, 1996).

2.2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Kerja

Menurut Suma’mur (2009), ada dua faktor yang dapat memengaruhi terjadinya kelelahan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Secara umum faktor internal yang berasal dari induvidu terdiri dari dua faktor, yaitu faktor somatis (fisik), seperti: kesehatan, gizi, pola makan, jenis kelamin, usia, dan faktor psikis seperti: pengetahuan, sikap, gaya hidup, dan pengelolaan stres.

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh, yaitu faktor fisik, seperti: kebisingan, suhu, pencahayaan. Faktor kimia, seperti: zat beracun. Faktor bilogis, seperti: bakteri jamur. Faktor ergonomi dan faktor lingkungan kerja, seperti: kategori pekerjaan, sifat pekerjaam, disiplin perusahaan, gaji/uang lembur (insentif), hubungan sosial, dan posisi kerja.

(43)

Grandjean (1991) dalam Tarwaka (2015) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Faktor-faktor penyebab kelelahan diilustrasikan seperti pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan Dan Penyegaran (Recuperation)

Sumber: Grandjean (1991:838). Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. ILO.Geneva.

Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh.

Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran

(44)

kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif (Tarwaka, 2015).

2.2.4 Gejala Kelelahan Kerja

Suma’mur (2009) yang dikutip dari Kuesioner Perasaan Subjektif Kelelahan IFRC Jepang, mengemukakan bahwa gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubungannya dengan kelelahan adalah :

Tabel 2.2 Gejala-gejala Kelelahan Kerja

Gejala Kelelahan Kerja 1. Perasaan berat di kepala

2. Menjadi lelah di seluruh badan 3. Kaki merasa berat

4. Menguap

5. Merasa kacau pikiran 6. Mengantuk

7. Merasa berat pada mata 8. Kaku dan canggung dalam

gerakan

9. Tidak seimbang dalam berdiri 10. Mau berbaring

11. Merasa susah berfikir 12. Lelah bicara

13. Gugup

14. Tidak dapat berkonsentrasi 15. Tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu

16. Cenderung untuk lupa 17. Kurang kepercayaan diri 18. Cemas terhadap sesuatu 19. Tidak dapat mengontrol sikap 20. Tidak dapat tekun dalam

melakukan perkerjaan 21. Sakit kepala

22. Kekakuan di bahu

23. Merasa nyeri di punggung 24. Merasa pernafasan tertekan 25. Merasa haus

26. Suara serak 27. Pusing

28. Spasme kelopak mata 29. Tremor pada anggota badan 30. Merasa kurang sehat.

Sumber: Suma’mur, 2009

Gejala perasaan atau tanda 1-10 menunjukan melemahnya kegiatan, 11-20 menunjukan melemahnya motivasi, dan 20-30 menunjukan kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan (Suma’mur, 2009).

Seseorang yang mengalami kelelahan akan menunjukan tanda-tanda sperti: sakit kepala (pusing), melamun, kurang konsentrasi, penglihatan kabur, susah menjaga mata agar tetap terbuka, konstan menguap bahkan tertidur saat

(45)

motivasi rendah, halusinasi, gangguan dalam mengambil keputusan dan penilaian, memperlambat refleks dan tanggapan, fungsi sistem kekebalan tubuh berkurang, frekuensi melakukan salah meningkat (Australian Safety and Compentation Counsil, 2006).

2.2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kelelahan Kerja

Teori tentang kelelahan menjelaskan bahwa kelelahan terjadi disebabkan oleh faktor internel dan eksternal :

A. Faktor Internal : 1. Umur

Faktor umur dapat berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah pekerja. Pekerja yang berumur lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibanding pekerja yang berumur muda, sehingga dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan (Setyawati, 2007). Semakin tua umur seseorang, maka akan semakin besar tingkat kelelahan yang dirasakan (Ihsan dan Salami, 2010). Beberapa kapasitas fisik seperti penglihatan, pendengaran, dan kecepatan reaksi menurun setelah berumur 40 tahun. Semakin tua seseorang tingkat kesegaran jasmaninya semakin berkurang karena kondisi fisik menurun sehingga menyebakan lebih cepat terjadi kelelahan dibandingkan tenaga kerja yang lebih muda.

2. Jenis Kelamin

Pada umumnya wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot pria (Tarwaka, 2004). Dengan demikian,

(46)

untuk mendapatkan hasil kerja yang sesuai maka harus diusahakan pembagian tugas antara pria dan wanita. Hal ini harus disesuaikan dengan kemampuan, kebolehan, dan keterbatasannya masing-masing (Kroemer dan Grandjean, 1997, Tarwaka, 2004).

3. Masa Kerja

Menurut Ranupandojo yang dikutip oleh Ambar (2006) masa kerja adalah lama waktu yang telah ditempuh seseorang untuk dapat memahami tugas tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. Masa kerja memberikan dampak positif seperti menurunkan ketegangan, peningkatan efektivitas dan perfomance kerja, namun semakin lama masa kerja seseorang dapat juga membawa efek negatif berupa adanya batas ketahanan tubuh terhadap proses kerja yang berakibat terhadap timbulnya kelelahan. Menurut Occupational Safety and Health (2003) dampak dari masa kerja lainnya adalah timbulnya keadaan melemahnya kinerja otot yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya / menurunnya gerakan.

4. Status Gizi

Menurut Suma’mur (2009) kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi seseorang. tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan.

Menurut Wiegand yang dikutip oleh Amelia (2013) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan status gizi berlebih atau IMT obesitas dengan dengan

(47)

kelelahan. Seorang dengan IMT obesitas akan merasakan kelelahan yang lebih berat dibandingkan dengan IMT non obesitas.

B. Faktor Eksternal 1. Kebisingan

Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan, baik yang berasal dari mesin-mesin produksi ataupun alat-alat kerja. Penelitian yang dilakukan di dalam dan di luar negeri menunjukkan bahwa pada frekuensi 300- 6000 Hz, pengurangan pendengaran tersebut disebabkan oleh kebisingan.

2. Getaran

Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Menambahnya otot-otot oleh karena getaran dibawah frekuensi 20 Hz menjadi sebab kelelahan, sebaliknya frekuensi diatas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot. Getaran mekanis terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek melelahkan (Suma’mur, 2009).

3. Iklim Kerja

Efesiansi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja, jadi tidak dingin dan kepanasan. Untuk ukuran suhu nikmat bagi orang Indonesia adalah 24-260 C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, menggangu kecermatan kerja otak, menggangu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur, 2009).

(48)

4. Beban Kerja Fisik

Menurut Astrand dan roodahl dalam Tarwaka (2010) bahwa penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu mengukur energi yang dikeluarkan melalui asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja. Sedangkan menurut Christensen dalam Tarwaka (2010) bahwa kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung.

2.2.6 Pengukuran Kelelahan Kerja

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja (Tarwaka, 2015). Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2015) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut :

1. Kualitas dan Kuantitas Kerja

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian masih banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja.

Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi

(49)

kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka, 2015).

Kuantitas kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang dinyatakan dalam banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan kualitas kerja dapat dengan menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan, kerusakan material, dan lain-lain.

2. Uji Psiko-motor (Psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi, dan reaksi motor.

Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi.

Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit, atau goyangan badan.

Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.

Sanders & McCormick (1987) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150-200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur subjek, dan perbedaan-perbedaan individu lainnya.

Setyawati (2011) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya.

(50)

3. Uji Hilangnya Kelipan (flicker-fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Pengukuran Kelelahan secara Subjektif (Subjective feelings of fatigue) Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuisioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif. Kuisioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari: 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan (pertanyaan no 1 s/d 10);

10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi (11 s/d 20); dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik (21 s/d 30). Berkaitan dengan metode pengukuran subjektif, Sinclair (1992) dalam Tarwaka (2015) menjelaskan beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran subjektif. Metode tersebut antara lain;

ranking methods, rating methods, questionnaire methods, interview dan checklists.

Penilaian dengan menggunakan kuesioner kelelahan subjektif dapat dilakukan dengan berbagai cara; misalnya dengan menggunakan dua jawaban sederhana yaitu ‘YA’ (ada kelelahan) dan ‘TIDAK’ (tidak ada kelelahan), tetapi lebih utama untuk menggunakan desain penelitian dengan skoring, misalnya 4 skala Likert , dimana :

a. Skor 0 = Tidak pernah merasakan b. Skor 1 = Kadang-kadang merasakan

(51)

c. Skor 2 = Sering merasakan d. Skor 3 = Sering sekali merasakan

Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti pekerjaan yang monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antopometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa, dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat (Tarwaka, 2015).

2.2.7 Upaya Penanggulangan Kelelahan Kerja

Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor. Yang terpenting adalah bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis.

Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui apa penyebab dari kelelahan tersebut (Tarwaka, 2004).

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara; (1) Pengaturan jam kerja;

(2) Pemberian kesempatan istirahat; (3) Adanya hari libur dan rekreasi; (4) Pengetrapan ilmu ergonomi dalam bekerja; (5) Penggunaan musik ditempat kerja;

(6) Memperkenalkan perubahan rancangan produk; (7) Merubah metoda kerja menjadi lebih efisien dan efektif; (8) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman ( Budiono dkk., 2000).

Kelelahan kerja yang disebabkan monotoni dan tegangan dapat dikurangi dengan penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat kerja dan waktu-waktu istirahat untuk latihan fisik bagi pekerja yang bekerja

(52)

sambil duduk. Seleksi dan latihan dari pekerja, lebih-lebih supervisi dan penatalaksanaannya juga memegang peranan penting (Suma’mur , 1996)

2.3 Mekanisme Terjadinya Kelelahan Kerja

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar (Andriana, 2003). Ditelinga tengah, gelombang getaran yang dihasilkan tadi diteruskan melewati tulang-tulang pendengaran sampai ke cairan di kanalis semisirkularis, adanya ligamen antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan dari gendang telinga. Lalu di telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang akan menghantarkan rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia (Novi Arifiani, 2004).

Untuk kelelahan fisiologis, para ahli meyakini bahwa keadaan dan perasaan kelelahan yang timbul karena adanya reaksi fungsional dari pusat kesadaran (Cortex cerebri) atas pengaruh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Reaksi fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex cerebri), yang dipengaruhi dua sistem antagonistis yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat bekerja pada thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formatio retikolaris yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh ke arah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri, dll. Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk

(53)

bekerja. Sebaliknya, apabila sistem penghambat berada pada posisi yang kuat daripada sistem penggerak, seseorang berada dalam kondisi lelah (Suma’mur, 2009).

2.4 Kerangka Konsep

Variabel Independen : Variabel Dependen:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kelelahan Kerja 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi

4. Sangat Tinggi Intensitas Kebisingan

Gambar

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Tabel 2.2 Gejala-gejala Kelelahan Kerja
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel  3.1 Klasifikasi  Tingkat  kelelahan  Subjektif  berdasarkan  total  skor  individu Total Skor  Individu Tingkat  Kelelahan Kategori  kelelahan Tindakan Perbaikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian ini dapat disimpulkan semakin kuat budaya organisasi dan semakin tinggi komitmen dosen akan meningkatkan kinerja mereka dalam mencapai tujuan PTS

Kemudian menurut APB (Accounting Priciple Board) Statement No. 4 kutipan Sofyan Syafri Harahap, akuntansi adalah kegiatan jasa yang berfungsi memberikan informasi

Selain PVC dan uPVC ada pipa baru yang diklaim tidak mengandung zat berbahaya,lebih kuat dan bisa dipakai baik untuk air panas dan air dingin,yaitu pipa berbahan polyethylene atau PEX

Substrat seperti obat-obat anti-inflamasi NSAID banyak di metabolisme oleh enzim CYP2C9, sehingga adanya potensi interaksi pada fase metabolisme penggunaan NSAID atau

Pihak manajemen Salon Hawaii harus bisa menerapkan strategi segmen pasar yang baik serta membuat konsumen menjadi loyal terhadap produk perawatan wajah Salon Hawaii serta pelayanan

keterampilan proses sains yang dapat melibatkan peserta didik. dalam mengembangkan keterampilan yang dimiliki

Sebagai upaya untuk mendorong perekonomian melalui pengaturan suku bunga yang akan berdampak pada kegiatan investasi dan tabungan di Indonesia, maka pada

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,