• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permintaan Pasar untuk Produk dan Layanan Energi Terbarukan (Perspektif Daya Saing Energi Terbarukan Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Permintaan Pasar untuk Produk dan Layanan Energi Terbarukan (Perspektif Daya Saing Energi Terbarukan Indonesia)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Permintaan Pasar untuk Produk dan Layanan Energi Terbarukan (Perspektif Daya Saing Energi Terbarukan Indonesia)

Nurfiani Syamsuddin1, Syaifuddin Yana2*, Nelly3, Maryam4, Fitriliana5, Arsyad6

1,2,3,4,5Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh Indonesia

*Korespoden email: syaifuddin.yana@serambimekkah.ac.id

Diterima: 14 Desember 2022 Disetujui: 24 Januari 2023

Abstract

To meet its domestic energy demands, Indonesia continues to minimize its reliance on fossil fuels and rely more on renewable energy sources. This is done to guarantee that the energy is distributed evenly throughout the area. Given the potential and availability of renewable energy sources in nature, Indonesia can meet the EBT mix target of 23% in 2025 and 31% in 2030. It’s only that attaining the EBT mix target is difficult; Indonesia faces numerous hurdles. As a result, based on the most recent books and research, this study addresses the obstacles that Indonesia faces in meeting market demand for new and renewable energy goods and services. These obstacles, it is anticipated, would subsequently push Indonesia to take bold moves in rejuvenating the energy sector, strategic policies, and major investment.

Keywords: indonesia, market scale, substitution cost, environmental pressure, policy incentive, new and renewable energy

Abstrak

Dalam hal memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, Indonesia terus bergerak dari ketergantungan terhadap sumber energi fosil ke sumber energi terbarukan. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan pemerataan energi di seluruh wilayah. Melihat potensi dan ketersediaan sumber energi terbarukan di alam, bukan tidak mungkin Indonesia dapat memenuhi target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2030. Hanya saja untuk memenuhi target bauran EBT tersebut tidaklah mudah, banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia. Oleh karena itu, kajian ini membahas tentang tantangan-tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam memenuhi permintaan pasar untuk produk dan layanan energi baru dan terbarukan berdasarkan buku-buku dan literatur-literatur terkini. Diharapkan tantangan-tantangan tersebut nantinya mendorong Indonesia untuk mengambil langkah berani dalam merevitalisasi sektor energi, kebijakan- kebijakan strategis, serta investasi yang signifikan.

Kata Kunci: energi baru dan terbarukan, indonesia, skala pasar, biaya substitusi, tekanan lingkungan, insentif kebijakan

1. Pendahuluan

Permintaan dan potensi energi terbarukan di Indonesia meningkat pada saat yang bersamaan, terutama karena fakta bahwa Indonesia adalah salah satu konsumen energi dengan pertumbuhan tercepat di dunia [1]. Data terakhir menunjukkan bahwa Indonesia masih ketergantungan pada bahan bakar konvensional, seperti batubara domestik dan produk minyak bumi impor, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energinya. Namun, pertumbuhan penggunaan energi terbarukan lebih menonjol. Sumber energi terbarukan secara konsisten telah ditambahkan ke dalam bauran energi negara secara keseluruhan, yang menggambarkan tren positif bagi peralihan Indonesia ke energi hijau di masa depan [2]. Namun dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), Indonesia dihadapkan dengan beberapa tantangan, seperti skala pasar, biaya pengganti, tekanan lingkungan, dan insentif kebijakan.

Struktur harga energi terbarukan di Indonesia juga telah mengalami beberapa perubahan besar sejak diperkenalkan pertama kali pada Tahun 2006. Struktur harga yang tidak konsisten telah menyulitkan investor untuk memprediksi iklim investasi di sektor energi terbarukan Indonesia. Selanjutnya, struktur harga terakhir yang membatasi harga energi terbarukan sebesar 85% dari BPP dianggap sebagai penghalang dalam mendapatkan pendanaan untuk proyek-proyek baru [3]. Biaya substitusi adalah selisih antara biaya tahunan Opsi REmap dan teknologi konvensional yang digunakan untuk menghasilkan jumlah energi yang sama, dibagi dengan total penggunaan energi terbarukan dalam istilah energi final (USD / GJ). Biaya substitusi tergantung pada teknologi konvensional yang disubstitusi dan karakteristik Opsi Remap [4].

Biaya substitusi dapat dikurangi dengan memasukkan dampak eksternalitas terkait dengan mitigasi perubahan iklim, dan peningkatan efek kesehatan, baik yang berasal dari pengurangan konsumsi biomassa

(2)

dan bahan bakar fosil secara tradisional. Demi mencapai target bauran energi di 2025, Indonesia terus berusaha mengembangkan proyek energi terbarukan. Namun, dalam mengembangkan teknologi energi terbarukan yang memanfaatkan matahari, angin, dan energi panas bumi memunculkan kekhawatiran tentang perubahan iklim dan beberapa masalah lingkungan lainnya [5]. Menurut keputusan Menteri Keuangan, Indonesia menawarkan insentif pajak untuk mengembangkan proyek energi terbarukan, termasuk energi panas bumi. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil [6].

Karena konsumsi energi kawasan diperkirakan akan meningkat sebesar 50%, negara-negara ASEAN telah menetapkan tujuan mulia untuk mengamankan 23% energi primer mereka dari sumber terbarukan pada tahun 2025. Menurut Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), tujuan ini memerlukan peningkatan dua setengah kali lipat dalam pangsa energi terbarukan modern dibandingkan dengan Tahun 2014. Pengembangan proyek energi terbarukan di kawasan ini merupakan tagihan yang mahal bagi sebagian besar negara ASEAN. Dalam laporan singkat yang diterbitkan oleh Habibie Centre, akses keuangan dianggap sebagai faktor terpenting untuk mengembangkan proyek energi terbarukan karena sifatnya yang padat modal. Saat ini masih mengalami kekurangan pengalaman dan keahlian di beberapa negara anggota ASEAN, khususnya di Malaysia, Indonesia, dan Vietnam dalam mengevaluasi risiko investasi energi terbarukan [7].

Pada tahun 2025, anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) secara kolektif menargetkan untuk mengamankan 23% energi primer mereka dari sumber energi terbarukan. Namun masing-masing negara memiliki tujuan energi terbarukan mereka sendiri, yaitu Vietnam (target 21% energi terbarukan di 2030), Indonesia (target 31% energi terbarukan 2030), Myanmar (target 47% energi terbarukan 2030), dan Thailand (target 30% energi terbarukan di 2036) [8].

Sumber energi terbarukan seperti matahari, angin, air, dan limbah listrik sangat menjanjikan di Indonesia. Namun pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih cukup rendah. Sangat penting untuk memperluas penelitian ke semua bentuk sumber energi terbarukan secara umum [9] [10] [11] [12] [13]

[14]. Sebagai pemimpin dunia di akhir abad ke-20, sektor energi Indonesia kini tidak diragukan lagi menghadapi beberapa tantangan untuk mempertahankan statusnya. Menurut penilaian tahun 2020, Forum Ekonomi Dunia menempatkan Indonesia pada peringkat ke-91 dari 115 negara untuk kesiapan transisi energi dan peringkat ke-58 untuk kinerja sistem energi, yang digambarkan sebagai “berpotensi memperoleh tantangan besar” [15]. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah keterbatasan kapasitas infrastruktur yang menghambat penyebaran energi terbarukan secara efektif, dalam hal transmisi listrik.

Karena Indonesia adalah negara kepulauan, jaringan listrik terputus-putus. Hanya 12% listrik di Nusantara berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT), dimana Filipina yang juga merupakan negara kepulauan namun telah mampu menghasilkan lebih dari 20% listrik dari energi terbarukan. Tantangan lainnya adalah masalah birokrasi yang kompleks seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang memonopoli transmisi, distribusi, dan pengoperasian sistem kelistrikan, dan mendominasi pasar pembangkit listrik lokal yang menghambat minat calon investor [7].

Agar tantangan-tantangan tersebut tidak menjadi penghambat bagi pengembangan energi terbarukan di Indonesia, maka Indonesia harus melakukan langkah berani dalam merevitalisasi sektor energi, kebijakan-kebijakan strategis, serta investasi yang signifikan. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk mengetahui tantangan-tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam memenuhi permintaan pasar untuk produk dan layanan energi baru dan terbarukan.

2. Metode Kajian Literatur

Penelitian ini menggunakan analisis tinjauan konseptual dan sistematis. Analisis pada studi ini adalah dengan menggunakan data sekunder (secondary data analysis/desk study). Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan review dokumen. Beberapa data sekunder yang sesuai dengan kriteria tinjauan dalam topik yang diusulkan untuk menyoroti tentang permintaan pasar untuk produk dan layanan energi terbarukan di Indonesia beserta tantangannya seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sumber database dalam kajian

Data Base Penelitian Tahun Sumber

• Proporsi Pasokan Energi Primer 2014-2016 Badan Pusat Statistik (BPS)

https://www.bps.go.id/indicator/7/1158/1/proporsi- pasokan-energi-primer.html

• Target Bauran Energi Indonesia 2021

2021 Dewan Energi Nasional (DEN) Republik Indonesia

(3)

Data Base Penelitian Tahun Sumber

• Hambatan Utama Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia

2020 Asian Development Bank (ADB)

• Anggaran belanja untuk program pengelolaan energi baru dan terbarukan dan konservasi energi

• Ministry Of Energy and Mineral Resources Republic of Indonesia

• Bahan Bakar Masa Depan

• Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2017

• Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2017.

Pemanfaatan Biomassa Untuk Penyediaan Listrik Yang Merata Dan Terjangkau Bagi Rakyat. Pusat Teknologi Sumber Daya Energi dan Industri Kimia. Diakses pada

2020

2017

2020 2017 2021

Kementerian ESDM (https://www.esdm.go.id/)

“Handbook Of Energy and Economic Statistics Of Indonesia,” Handb. Energy Econ. Stat. Indones.,

pp. 1–72

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,

Jakarta

https://ptseik.bppt.go.id/berita-ptseik/20- pemanfaatan-biomassa-untuk-penyediaan-listrik-

yang-merata-dan-terjangkau-bagi-rakyat

Sumber: Pengolahan data, 2022 3. Hasil dan Diskusi

3.1. Skala Pasar

Permintaan energi di Asia Tenggara meningkat pesat karena pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang pesat [16]. Energi sangat penting bagi kehidupan dan juga penting untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri dan perdagangan komersial. Untuk memungkinkan pembangunan ekonomi lebih lanjut, maka diperlukan pasokan energi yang andal. Namun, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil masih tinggi, terutama dalam pembangunan pedesaan [17]. Sebagai bagian dari strategi mitigasi perubahan iklim, negara-negara berjuang untuk mengurangi bahan bakar fosil dan dampak emisi gas rumah kaca dengan mengubah sistem energi menjadi sistem yang berkelanjutan berdasarkan energi terbarukan, sebagai salah satu prioritas pembangunan berkelanjutan [18] [19].

Asia Tenggara terdiri dari sebelas negara, yang semuanya merupakan anggota Perhimpunan Bangsa- Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). ASEAN didirikan pada tahun 1967 oleh Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Indonesia, Brunei, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Karena iklim tropis dan kedekatannya dengan Cincin Api, negara-negara Asia Tenggara memiliki potensi energi baru dan terbarukan (EBT) yang sangat besar [17] [16] [20]. Pada tahun 2016, energi biomassa, tenaga air, angin, matahari, dan panas bumi memasok 26% dari total konsumsi energi. Dengan kontribusi sebesar 14%, PLTA merupakan sumber pembangkit listrik terbesar [16]. Filipina menempati urutan kedua dunia dalam hal total pembangkit listrik panas bumi, sedangkan Indonesia menempati urutan ketiga. Setiap negara menargetkan persentase penggunaan EBT yang berbeda untuk mencapai 23% bauran energi ASEAN pada Tahun 2030 [17].

Transformasi Energi Global: Laporan dari Badan Energi Terbarukan Internasional: A Roadmap to 2050 [21], memperkirakan bahwa untuk memenuhi tujuan Perjanjian Paris akan memerlukan pengurangan permintaan energi global melalui efisiensi energi, peningkatan jalur elektrifikasi untuk semua sektor pengguna akhir, dan meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam matriks energi, termasuk biofuel.

Dengan demikian, energi terbarukan harus mencakup setidaknya dua pertiga dari total pasokan energi final pada Tahun 2050. Pada saat yang sama, perlu untuk memperluas proporsi energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan dari 25% pada tahun 2017 menjadi 86% pada tahun 2050. Kabar baiknya adalah tujuan ini dapat dicapai dengan cara yang layak secara teknis dan ekonomis. Sehingga ada peluang unik untuk mempercepat transformasi menuju sistem energi digital, terdistribusi, dan dekarbonisasi.

Beberapa negara ASEAN mendapat skor yang agak buruk dalam hal sumber daya energi, meskipun kawasan ASEAN memiliki reputasi sebagai kawasan paling kaya energi di dunia. Empat dari sepuluh negara ASEAN, termasuk Singapura (98%), Filipina (46%), Thailand (42%), dan Kamboja (33%), mengimpor energi, menurut Database Bank Dunia 2016 [22] [21]. Sementara itu, negara lain seperti Brunei, Indonesia, Myanmar dan Vietnam terkenal sebagai negara pengekspor sumber energi. Negara-negara tersebut yang sumber pendapatan utamanya adalah energi komersial, akan terus menyediakan sumber daya energi yang penting bagi negara-negara lain di kawasan ini. Thailand, Filipina, Indonesia, Malaysia, dan

(4)

Vietnam masuk ke dalam lima pasar besar solar PV, dapat belajar untuk mengarahkan pasar ke arah tren ini. Namun, jika kesadaran akan energi bersih masih rendah, dan informasi tentang manfaat energi terbarukan terbatas, hal ini tidak mungkin terjadi.

Meskipun geografi Indonesia memiliki potensi untuk pengembangan energi terbarukan, transisi energi tetap menjadi tantangan utama. Sektor gas terus berkembang sebagai sumber energi alternatif terbarukan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa biayanya lebih rendah daripada sumber energi terbarukan lainnya. Apalagi Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup untuk tetap menjadi bahan pokok nasional di masa depan [23] [24].

Tabel 2. Proporsi pasokan energi primer (persen) 2014-2016 Jenis Energi Proporsi Pasokan Energi Primer (%)

2014 2015 2016

Minyak 38,37 35,25 35,19

Batu Bara 20,61 23,47 23,43

Gas 17,48 18,00 17,97

PLTA 2,45 2,27 2,27

Geothermal 1,04 1,05 1,05

Biomassa 19,96 19,93 20,06

Biofuel 0,08 0,04 0,04

Sumber: [41]

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), batu bara dan minyak masih mendominasi sumber energi primer Indonesia (Tabel 2). Sumber energi terbarukan, termasuk biomassa, masih melampaui gas dalam hal persentasenya di alam. Ketersediaan sumber energi dalam bentuk yang ada di alam merupakan sumber energi primer.

Berdasarkan informasi di website Dewan Energi Nasional Republik Indonesia, Indonesia akan menggunakan lebih sedikit energi pada tahun 2020. Hal ini tidak lepas dari dampak pandemi COVID-19 yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2020, 11% bauran energi (EBT) akan terdiri dari energi baru dan terbarukan [25]. Tabel 3 menunjukkan target bauran energi Indonesia hingga tahun 2021.

Tabel 3. Target bauran energi Indonesia 2021 Jenis Energi Target (Persentase) Energi baru dan terbarukan (EBT) 14.5%

Minyak bumi 28,1%,

Gas bumi 21,9%

Batubara 35,5%

Sumber: [25]

Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa target bauran energi EBT di 2021 jauh lebih tinggi dari Tahun 2020. Peningkatan target EBT perlu dilakukan setiap tahunnya untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil. Hal tersebut juga sebagai bentuk konsistensi Indonesia dalam mencapai target energi terbarukan sebesar 31% di 2030.

3.2. Biaya Substitusi

Setiap teknologi EBT yang tidak diperoleh melalui lelang terbalik akan membutuhkan model biaya produksi yang berbeda. Idealnya, model tersebut akan menggunakan informasi terkini tentang biaya proyek serupa yang berlokasi di Indonesia (dengan biaya internasional sebagai pengganti jika data spesifik Indonesia tidak tersedia). Sebagai bagian dari laporan 2018 tentang insentif keuangan terbarukan, Badan Model Kebijakan Fiskal dibuat untuk proyek pembangkit listrik tenaga air dan surya skala kecil. Model biaya produksi panas bumi yang terpisah juga telah dibangun, dan digunakan dalam makalah ini untuk mengantisipasi pembayaran subsidi di masa depan [26].

Mengganti bahan bakar konvensional dengan energi terbarukan akan menghemat sektor energi USD

$1,7 miliar per tahun pada tahun 2030. Dengan biaya polusi udara yang disertakan, angka tersebut dapat meningkat secara signifikan hingga antara $15 hingga $50 miliar per tahun (berdasarkan polusi udara dalam dan luar ruangan, emisi CO2 dan beberapa faktor lainnya). Dibandingkan dengan kebijakan saat ini, ketergantungan yang lebih besar pada energi terbarukan akan menyebabkan pemotongan besar dalam biaya sistem energi bersih. Ini juga akan mengurangi polusi udara dan emisi CO2, memungkinkan penghematan hingga USD $53 miliar, atau 1,7 persen dari PDB per tahun pada Tahun 2030 [2].

(5)

Hambatan dalam pengembangan energi terbarukan (EBT) di Indonesia di sektor biaya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hambatan utama pengembangan energi terbarukan di Indonesia

Batas harga pembelian listrik yang ditetapkan di bawah biaya proyek energi terbarukan

Kekhawatiran akan keterjangkauan telah mengakibatkan pemerintah membatasi harga energi terbarukan dengan mengacu pada rata-rata biaya akuntansi historis pembangkitan (BPP) PLN untuk beberapa kelas proyek

Kedepan proyek-proyek terbarukan yang tidak tunduk pada batas harga BPP, PLN tidak menyetujui harga terbarukan yang nantinya dapat dianggap mengakibatkan “kerugian negara”

Biaya dan risiko yang lebih tinggi dari energi terbarukan di Indonesia

Pembatasan atau persyaratan untuk konten lokal, investasi asing, perubahan kepemilikan, mendorong biaya BPP

Biaya tinggi dan waktu yang lama untuk pembebasan lahan

Alokasi risiko yang tidak seimbang: AKP tidak memberikan risiko kepada pihak yang mengelolanya, mis. jaringan force majeure

Tidak ada PPA standar yang mengarah ke negosiasi yang panjang, rumit, dan tidak terduga

Khusus untuk panas bumi, persyaratan untuk menahan offtake terms (PPA) sampai setelah eksplorasi Sumber: [26]

ESDM bertanggung jawab atas kebijakan dan regulasi sektor ketenagalistrikan, yang meliputi pengaturan tarif, serta pengadaan dan kontrak pembangkitan energi terbarukan (EBT) oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Tujuan utama kebijakan sektor ketenagalistrikan ESDM sejak awal Tahun 2017 adalah untuk memastikan keterjangkauan listrik. Mengingat Pemerintah Indonesia juga bertujuan untuk mengurangi subsidi kepada PLN dan sekaligus menjaga kesehatan keuangan PLN, keengganan untuk menaikkan tarif memicu kebutuhan untuk meminimalkan biaya PLN [26].

Sebagai bagian dari upaya ini, pada Tahun 2017 ESDM mengganti peraturan yang ada tentang harga pembelian EBT oleh PLN dengan peraturan baru yang membatasi harga sebagian besar teknologi terbarukan pada beberapa persentase dari biaya produksi pembangkit (BPP) PLN. BPP dihitung berdasarkan wilayah PLN (kira-kira sesuai dengan provinsi) dan terisolasi kecil sistem berdasarkan akuntansi biaya pembangkitan PLN untuk tahun sebelumnya di wilayah atau sistem tersebut [26].

Menurut publikasi terbaru di website Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, bahan bakar alternatif sumber energi fosil, seperti minyak bumi, harus berasal dari sumber energi terbarukan. Minyak akan semakin langka jika konsumsinya tidak diatur. Indonesia perlu memperkuat sektor energi baru terbarukan (EBT). Hal ini akan memungkinkan kami untuk memproduksi bahan bakar alternatif dan mengurangi impor minyak mentah untuk memenuhi permintaan domestik [27]. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa BBM dan minyak mentah merupakan penyumbang terbesar impor (impor) migas. Bahkan pada April 2021, impor migas mencapai $2 miliar atau sekitar 12,5% dari seluruh impor dalam negeri [28]. Oleh karena itu, bahan bakar harus dikembangkan dari sumber terbarukan untuk mengurangi impor migas.

Di sisi lain, pemerintah dan DPR sangat menaruh perhatian terhadap pembahasan RAPBN migas, sedangkan pembahasan energi terbarukan belum dibahas secara detail. Oleh karena itu, diharapkan RUU Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) yang dibahas di DPR nantinya memungkinkan pemerintah untuk fokus pada energi terbarukan dan memasukkan dukungan biaya dan perencanaan dalam APBN meningkat.

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5, alokasi anggaran untuk program pengelolaan dan pemeliharaan energi baru dan terbarukan cenderung rendah selama empat tahun terakhir.

(6)

Tabel 5. Anggaran belanja untuk program pengelolaan energi baru dan terbarukan dan konservasi energi

Tahun Alokasi dana Capaian bauran energi

terbarukan (persentase)

2017 Rp. 867,2 miliar 7%

2018 Rp. 1,56 triliun 10%

2019 Rp. 1,04 triliun 9,2%

2020 Rp. 734,3 miliar 11,31%

Sumber: [42]

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa pemerintah cenderung menghabiskan anggaran yang sangat sedikit untuk pengelolaan energi baru dan terbarukan (EBT) dan konservasi energi. Harapannya, pemerintah Indonesia dapat meningkatkan anggaran energi terbarukan sehingga dapat memenuhi target bauran energi. Kabar baiknya adalah bahwa pemerintah Indonesia telah menetapkan dalam Nota Keuangan RAPBN 2022 bahwa percepatan transisi ke energi bersih akan dimasukkan dalam program prioritas nasional pertama.

3.3. Tekanan Lingkungan

Proyek energi terbarukan juga telah berkontribusi dalam meningkatkan dampak lingkungan seperti pengurangan gas karbon dioksida, kesadaran masyarakat tentang perubahan iklim. Mengingat hubungan erat antara perubahan iklim dan penggunaan energi, energi terbarukan (EBT) adalah solusi global untuk pembangunan berkelanjutan [16], menawarkan teknologi rendah emisi yang ramah lingkungan [29].

Namun pemanfaatan energi terbarukan untuk kebutuhan sehari-hari tidak serta merta terbebas dari masalah lingkungan. Terdapat beberapa dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek energi baru dan terbarukan. Dampak signifikan dari proyek EBT terlihat pada peningkatan taraf hidup, penciptaan ikatan sosial, dan pengembangan masyarakat. Disamping itu, proyek energi baru dan terbarukan (EBT) rumit untuk dipasang serta peka terhadap lingkungan dan kondisi setempat. Peramalan, pelaksanaan, dan perencanaannya membutuhkan lebih banyak pertimbangan dan pengetahuan dibandingkan dengan proyek lain [30].

Dua dampak utama yang terjadi terhadap lingkungan, yaitu pencemaran udara dan air, biasanya disebabkan oleh pembuangan air dari rumah, industri, dan hujan yang tercemar, dan pembuangan minyak dan cairan bekas yang biasanya mengandung bahan kimia beracun dan logam berat seperti merkuri, timbal, dan lain-lain. Selain polusi air, sumber daya alam dapat dipertahankan, dan efek rumah kaca dari polusi udara dapat dikurangi dengan penggunaan yang tepat dari sumber energi terbarukan [31]. Hal yang serupa dilaporkan oleh [32], sumber energi baru dan terbarukan seperti matahari, panas bumi, angin, biomassa, dan tenaga air juga memiliki dampak lingkungan, beberapa diantaranya sangat signifikan.

Jenis dan intensitas dampak lingkungan yang tepat bervariasi dan sangat tergantung pada teknologi spesifik yang digunakan, lokasi geografis, dan sejumlah faktor lainnya. Dengan memahami masalah lingkungan saat ini dan potensi yang terkait dengan setiap sumber energi terbarukan, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk menghindari atau meminimalkan dampak ini secara efektif karena dampak tersebut menjadi bagian yang lebih besar dari pasokan listrik [32]. Teknologi energi terbarukan skala besar tunduk pada semua izin lingkungan yang diperlukan dari fasilitas industri besar. Pembangkit energi terbarukan yang menggunakan teknologi baru dapat menghadapi rintangan perizinan sampai pejabat perizinan memahami dampak lingkungan dari proses pembangkitan.

Sejalan dengan pembahasan sebelumnya, meskipun energi terbarukan lebih ramah lingkungan dan tidak menyebabkan efek rumah kaca, namun pengelolaan energi terbarukan tidak sepenuhnya ramah lingkungan. Terdapat beberapa dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari pengembangan proyek EBT ini. Dampak lingkungan yang disebabkan oleh energi baru dan terbarukan, terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis-jenis energi terbarukan dan dampaknya terhadap lingkungan No. Jenis energi terbarukan Dampak terhadap lingkungan

Referensi

Positif Negatif

1. Cahaya Matahari Secara umum bermanfaat bagi lingkungan dan berpotensi mengurangi dampak pencemaran berupa gas karbondioksida (CO2) di area sekitar pembangkit listrik

- Untuk meningkatkan kemampuannya, biasanya penyimpanan

menggunakan baterai pada solar PV. Limbah baterai yang sudah tidak digunakan lagi memiliki

[33]

(7)

No. Jenis energi terbarukan Dampak terhadap lingkungan

Referensi

Positif Negatif

potensi untuk menjadi pencemaran limbah B3.

- Komponen panel surya, seperti polisilikon, dapat melepaskan silikon tetraklorida beracun jika dibuang ke lingkungan.

- Panel surya juga mengandung nitrogen tetrafluorida, bahan kimia rumah kaca yang

menipiskan lapisan ozon.

- Semakin banyak panel surya yang diproduksi, semakin banyak

penambangan logam yang diperlukan untuk logam yang digunakan di dalamnya.

- Pantulan cahaya matahari pada panel surya sangat berbahaya bagi mahluk hidup.

- Pasokan air tanah dan air permukaan dapat dipengaruhi oleh panel surya.

2. Tenaga Angin - Bermanfaat bagi lingkungan, dengan kemampuan mengurangi

pencemaran dari gas karbondioksida (CO2) di area sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA).

- Jika dibandingkan dengan fasilitas tenaga batu bara, fasilitas tenaga angin ini hanya mengeluarkan seperseratus karbon dioksida.

- Fasilitas tenaga angin melepaskan lebih sedikit sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan polutan udara lainnya daripada pembangkit listrik tenaga batu bara atau gas.

- Pemanfaatan baterai solar PV Baterai yang dibuang dapat berkontribusi terhadap pencemaran limbah B3.

- Dampak estetika (Penggunaan ladang angin sebagai pembangkit listrik memerlukan penggunaan lahan yang luas.

Akibatnya, menimbulkan malapetaka di daerah pemukiman dan pertanian.

- Kebisingan (Perputaran frekuensi konstan bilah turbin angin sangat mengganggu,

penggunaan gearbox dan generator dapat

menyebabkan kebisingan mekanis serta kebisingan listrik, gangguan sinyal TV dan transmisi gelombang mikro untuk komunikasi, dll.).

- Masalah lingkungan (populasi burung dan kelelawar yang bermigrasi dapat dirugikan). Menurut penelitian terbaru, ladang

[34]

(8)

No. Jenis energi terbarukan Dampak terhadap lingkungan

Referensi

Positif Negatif

angin lepas pantai menambahkan 80-110 dB ke kebisingan frekuensi rendah dan dapat mengganggu komunikasi paus dan distribusi predator laut).

- Estetika 3. Tenaga Air - Lebih berwawasan

lingkungan secara umum, dan dapat meminimalisir

pencemaran berupa gas karbondioksida (CO2) di area dekat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

- Dapat mempromosikan pembangunan ekonomi di lingkungan setempat dengan menciptakan lapangan kerja baru.

- Daya baterai pada sistem PV surya. Pencemaran limbah B3 dapat disebabkan oleh limbah aki yang dibuang.

[35]

4. Panas Bumi - Dapat menekan

penggunaan energi fosil

- Limbah khususnya limbah B3 dapat dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) (Bahan Beracun dan Berbahaya).

- Jenis limbah yang dihasilkan oleh PLTP biasanya berupa limbah padat, cair, dan gas.

- efek pada penggunaan sumber daya alam dan kapasitas lingkungan untuk membuang limbah secara alami.

[36]

5. Biomassa - Energi alternatif pengganti bahan bakar fosil

- Hemat biaya - Limbah khususnya

limbah B3 dapat dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) (Bahan Beracun dan Berbahaya).

- Jenis limbah yang dihasilkan oleh PLTP biasanya berupa limbah padat, cair, dan gas.

- Emisi yang dihasilkan biomassa menimbulkan pencemaran udara yang sangat berbahaya bagi manusia, seperti karbon, partikulat, monoksida, nitrogen oksida, benzena, formaldehide, dan lainnya.

[37]

Sumber: Pengolahan data, 2022

Berdasarkan Tabel 6, dapat disimpulkan bahwa pengembangan proyek energi terbarukan di Indonesia tetap membawa dampak terhadap lingkungan, seperti polusi udara, pencemaran lingkungan oleh limbah, masalah ekologi, estetika, masalah industri dan lain-lain. Hanya saja dampak yang ditimbulkan

(9)

terhadap lingkungan lebih kecil melalui perbandingan terhadap penggunaan energi fosil. Untuk itu Indonesia harus terus bergerak dalam pengembangan energi terbarukan yang benar-benar ramah lingkungan dengan dampak industri yang sangat kecil.

3.4. Insentif Kebijakan

Indonesia harus mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing di berbagai bidang, termasuk kualitas sumber daya manusianya, pengembangan infrastruktur dan teknologinya, dan pada akhirnya pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), jika ingin menjadi negara maju. Pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah inisiatif industri untuk membantu proyek pengembangan EBT. Selain itu, pemerintah menawarkan sejumlah keuntungan pajak kepada peserta di industri energi terbarukan [6] di sisi pendapatan. Pemerintah menyediakan berbagai layanan untuk membantu penyediaan EBT, seperti keringanan pajak, keringanan pajak, pembebasan PPN untuk kebutuhan EBT, tidak ada PPN atas barang impor yang digunakan untuk kegiatan panas bumi, pembebasan bea masuk untuk EBT, dan pajak industri.

Pengurangan hingga 100% selama tahap eksplorasi fasilitas panas bumi masih berlangsung [38].

Menurut [39], insentif investasi untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu (1) insentif finansial, yang memberikan pinjaman dan jaminan pinjaman dengan harga di bawah pasar; (2) insentif industri seperti pembebasan pajak dan subsidi terkait pajak lainnya; (3) akses ke layanan dengan harga di bawah pasar; dan (4) dukungan dan regulasi harga pasar, yang memberikan harga atau permintaan di atas pasar ketika energi terbarukan diproduksi dan dijual.

Indonesia juga memiliki pengaturan kelembagaan dan pemangku kepentingan yang sangat kompleks di industri energi. Setidaknya ada empat instansi pemerintah yang terlibat langsung dalam perumusan atau pelaksanaan kebijakan energi terbarukan di tingkat nasional, pemerintah daerah, dan sejumlah instansi pemerintah lainnya juga memiliki pengaruh baik terhadap kebijakan maupun pelaksanaannya [39]. Adapun lembaga ataupun instansi milik pemerintah yang bertanggung jawab dalam perumusan atau pelaksanaan kebijakan energi terbarukan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Badan atau lembaga pemerintah penanggung jawab regulasi EBT

Lembaga Pemerintah Tugas

The Ministry of Energy and Mineral Resources (MEMR)

Badan pemerintah nasional ini adalah lembaga utama yang bertanggung jawab atas kegiatan pengawasan sehari-hari yang terkait dengan ndust energi. Secara khusus, kementerian mengawasi perusahaan milik negara. Juga bertugas menyediakan data dan analisis terkait pengembangan ndust energi serta melakukan survei dan penelitian energi dan sumber daya mineral.

Pada tahun 2010, kementerian membentuk Direktorat Jenderal untuk menyelenggarakan pengembangan dan promosi energi terbarukan. Pembentukan lembaga sub- kementerian ini telah memperkuat pengawasan regulasi atas energi terbarukan.

The National Energy Council (DEN) Dewan tersebut dibentuk pada tahun 2009 sebagai bagian dari implementasi Undang-Undang Energi tahun 2007. Diharapkan dapat merumuskan kebijakan dan rencana umum energi nasional yang komprehensif, serta menetapkan strategi konsumsi energi yang akan dilaksanakan dan dijalankan oleh Kementerian ESDM.

Badan tersebut diketuai oleh Presiden, sekaligus menampung tujuh kementerian sebagai anggota. Untuk menyeimbangkan pejabat pemerintah, dewan tersebut juga memiliki delapan anggota non-pemerintah, termasuk akademisi, pemerhati lingkungan, advokat konsumen, dan perwakilan ndustry dan teknologi.

The National Planning Agency (Bappenas) Meskipun lembaga ini tidak terlibat langsung dalam implementasi regulasi energi, namun cukup berpengaruh dalam menentukan arah kebijakan energi, serta menyelaraskannya dengan rencana dan regulasi ekonomi yang lebih luas. Bappenas menetapkan rencana pengembangan energi yang akan dilakukan oleh Kementerian ESDM. Peta jalan terbarunya untuk percepatan pembangunan mengidentifikasi promosi energi terbarukan sebagai isu utama dalam penyediaan

(10)

Lembaga Pemerintah Tugas

infrastruktur. Perencanaan ekonomi dilakukan melalui usulan alokasi anggaran tahunan Kementerian ESDM, khususnya dalam pembangunan infrastruktur.

Ministry of Finance (MoF) Kementerian Keuangan berwenang menyetujui penggunaan belanja pemerintah, termasuk insentif investasi. Ini menetapkan keputusan-keputusan ini ketika mempertimbangkan anggaran pemerintah tahunan yang dirumuskannya.

Local and regional governments Ini memainkan peran penting dalam implementasi kebijakan energi dengan mengembangkan peraturan yang relevan dan mengeluarkan izin. Mereka juga dapat memperkenalkan strategi promosi sub-nasional mereka sendiri. Beberapa pemerintah daerah juga menyediakan skema untuk menyederhanakan prosedur administrasi terkait pengembangan proyek.

Sumber: Pengolahan data, 2022

Pemerintah Indonesia telah memberikan insentif fiskal dan keuangan untuk proyek-proyek energi terbarukan di dalam negeri sejak Tahun 2010. Insentif ini termasuk pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), pengurangan pajak penghasilan, pembebasan bea masuk, dan libur pajak (tax holiday). Dengan pemberiaan insentif ini, pemerintah bermaksud untuk tidak hanya menarik investor dalam proyek energi terbarukan tetapi juga merangsang pertumbuhan di industri manufaktur peralatan energi terbarukan lokal.

Tidak adanya kriteria khusus mesin dan peralatan yang dapat dibebaskan dari bea masuk dapat meningkatkan ketergantungan pada peralatan impor sehingga mengurangi efektivitas Peraturan Menteri Keuangan No. 35/PMK.010/2018 yang bertujuan untuk mengembangkan pembangkit listrik di dalam negeri (termasuk terbarukan) industri.

Insentif yang diberikan untuk energi terbarukan lebih kecil dibandingkan dengan subsidi untuk bahan bakar fosil. Pada tahun 2015, Program Dukungan Rendah Karbon Inggris dalam laporannya menyimpulkan bahwa Indonesia memberikan lebih sedikit subsidi per GJ energi untuk teknologi energi terbarukan dibandingkan sebagian besar sumber bahan bakar fosil. Oleh karena PLN menggunakan batu bara, gas, dan minyak untuk menghasilkan listrik, maka sumber-sumber tersebut lebih diuntungkan dari subsidi listrik daripada sumber energi terbarukan dengan harga yang sesuai [40].

Sementara insentif keuangan tersedia, sebagian besar pengembang tidak memanfaatkannya (Tabel 8). Pengembang energi terbarukan merasa bahwa proses untuk mengklaim insentif seringkali rumit.

Tampaknya subsidi bunga yang diberikan oleh pemerintah juga tidak membantu dalam menurunkan tingkat bunga bagi pengembang energi terbarukan di Indonesia. Suku bunga yang dikenakan bank lokal kepada pengembang energi terbarukan lebih dari 10% jauh lebih tinggi dari 3% suku bunga yang biasanya dibebankan bank asing kepada pengembang. Selain itu, tidak seperti bank di negara lain, bank lokal di Indonesia tidak menyediakan skema pembiayaan proyek untuk mendanai proyek energi terbarukan [40].

Tabel 8. Insentif keuangan untuk proyek energi terbarukan di Indonesia Deskripsi Dana Panas Bumi

(Permenkeu No. 62/PMK.08/2017)

Pemerintah Indonesia telah menggandeng PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk mengelola Rp 3,7 triliun untuk pengembangan dan eksploitasi energi panas bumi di Indonesia. Uang tersebut akan digunakan untuk peminjaman, penyertaan modal, dan/atau penyediaan data dan informasi panas bumi.

Dana Alokasi Khusus (DAK) sektor energi pedesaan (Reg. ESDM No. 3/2013)

dana yang ditetapkan dalam APBN untuk daerah tertentu untuk membantu pembiayaan operasional pengembangan energi terbarukan di lokasi yang belum terjangkau aliran listrik PLN.

Kredit program dari ketahanan pangan dan energi (KKP-E)

Insentif pembiayaan berupa subsidi bunga bagi pengembang energi terbarukan. Insentif ini diberikan oleh Kemenkeu kepada bank pelaksana untuk menutupi kelebihan penurunan bunga yang ditanggung bank.

(11)

Tabel 9. Tarif Energi Terbarukan berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017 Sumber Energi

Terbarukan

Metode Pengadaan Mekanisme Tarif

BPP Lokal>BPP Nasional BPP Lokal≤BPP Nasional

Solar PV Seleksi langsung

berdasarkan kuota kapasitas

Maksimal 85% dari BPP lokal

Kesepakatan bersama antara PLN dan IPP Angin

Biomasa

Seleksi langsung Biogas

Tidal Air

Maksimal 100% dari BPP lokal

Panas bumi Berdasarkan hukum dan peraturan Sampah kota menjadi

energi

Sumber: [43]

Berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017, IPP akan dibayar sesuai tarif yang mengacu pada biaya pembangkitan listrik atau “Biaya Pokok Pembangkitan (BPP)” atau berdasarkan negosiasi business-to- business (B2B) antara PLN dan IPP, seperti yang terlihat pada Tabel 9. Jika BPP lokal lebih tinggi dari BPP nasional, maka harga offtake tidak boleh melebihi 85% dari BPP lokal. Pengecualian berlaku untuk pembangkit listrik tenaga air, limbah kota, dan panas bumi, di mana harga pengambilan maksimum adalah 100% dari BPP lokal. Sedangkan bila BPP lokal lebih rendah dari BPP nasional, harga offtake bisa dinegosiasikan antara PLN dan IPP.

4. Rekomendasi dan Kesimpulan

Untuk menghadapi tantangan-tantangan yang terjadi dalam pengembangan energi terbarukan, maka Indonesia harus melakukan revitalisasi di sektor energi terbarukan agar tidak berdampak terhadap target bauran energi terbarukan 2025, yaitu melihat potensi EBT ada pada setiap wilayah Indonesia, kemudian menganalisis tentang proyek EBT apa yang sesuai untuk dikembang di wilayah tersebut. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan keadilan dan pemerataan energi di seluruh Nusantara. Pemerintah harus lebih serius tentang persiapan anggaran dan pengelolaan EBT, agar percepatan transisi menuju energi bersih lebih cepat terwujud. Selanjutnya meskipun energi terbarukan lebih ramah lingkungan dari energi fosil, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan EBT tetap memicu masalah baru di lingkungan. Untuk itu dibutuhkan analisis dan riset yang berkelanjutan untuk menghasilkan produk EBT yang benar-benar ramah lingkungan dan minim resiko.

Pemerintah melalui badan atau lembaga yang berperan di sektor energi agar terus bersinergi dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan energi terbarukan. Karena sejauh ini insentif yang diberikan pemerintah untuk energi terbarukan lebih kecil dibandingkan dengan subsidi untuk bahan bakar fosil.

Dalam mewujudkan pemerataan energi di seluruh wilayah, Indonesia mulai beralih dari energi fosil ke energi terbarukan sesuai dengan Perjanjian Paris. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil yang tidak ramah lingkungan dan menyebabkan efek rumah kaca. Disisi lain Indonesia juga memiliki target bauran energi terbarukan (EBT) pada Tahun 2025 yaitu sebesar 23%. Namun dalam mencapai target bauran enregi baru dan terbarukan tersebut tidaklah mudah. Berbagai kendala harus diatasi Indonesia agar dapat mandiri energi. Beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia, yaitu skala pasar, biaya substitusi, tekanan lingkungan, dan insentif kebijakan.

5. Referensi

[1] National Electricity Supply Business Plan (Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik Nasional/RUPTL) 2019–2028.

[2] Tachev, V. 2021. Renewable Energy in Indonesia – Current State, Opportunities and Challenges.

Energy Tracker Asia.

[3] Institute for Essential Services Reform (IESR). 2018. Igniting a Rapid Deployment of Renewable Energy in Indonesia: Lessons Learned from Three Countries. http://iesr.or.id/wp- content/uploads/2019/05/IESR_Research_Igniting-a-Rapid-Deployment-of-RE-in-Indonesia.pdf [4] IRENA (2014), REmap 2030: A Renewable Energy Roadmap, June 2014. IRENA, Abu Dhabi.

www.irena.org/remap

(12)

[5] Dutu, R. 2016. Challenges and Policies in Indonesia's Energy Sector. Energy Policy, Elsevier, vol.

98: 513-519. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2016.09.009

[6] Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2020. Energi Terbarukan Dapat Insentif Pajak untuk Kecukupan Energi Indonesia di Masa Depan. Diakses pada Tanggal 26 Agustus 2021 di

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/energi-terbarukan-dapat-insentif-pajak-untuk- kecukupan-energi-indonesia-di-masa-depan/

[7] The Asean Post. 2019. ASEAN’s renewable energy challenges.

https://theaseanpost.com/article/aseans-renewable-energy-challenges

[8] IRENA. 2018. Renewable Energy Market Analysis: Southeast Asia. https://www.irena.org/- /media/Files/IRENA/Agency/Publication/2018/Jan/IRENA_Market_Southeast_Asia_2018.

[9] Desfiandi, A., Singagerda, F.S., Sanusi, A. 2019. Building an Energy Consumption Model and Sustainable Economic Growth in Emerging Countries. International Journal of Energy Economics and Policy, 9(2), pp. 51-66.

[10] Hidayatno, A., Destyanto, A.R., Handoyo, B.A. 2019. A Conceptualization of Renewable Energy- Powered Industrial Cluster Development in Indonesia. Energy Procedia, 156, pp. 7-12.

[11] Mustikaningsih, D., Cahyandito, M.F., Kaltum, U., Sarjana, S. 2019. Building Business Performance through Partnership Strategy Model: Evidence from Renewable Energy Industry in Indonesia.

International Journal of Energy Economics and Policy, vol. 9(5), pp. 297-307.

[12] Putrasari, Y., Praptijanto, A., Santoso, W.B., Lim, O. 2016. Resources, Policy, and Research Activities of Biofuel in Indonesia: A review. Energy Reports, 2, pp. 237-245.

[13] Setiartiti, L. 2018. Renewable Energy Utilizing for Clean Energy Development. International Journal of Energy Economics and Policy, vol. 8(1), pp. 212-219.

[14] Sharvini, S.R., Noor, Z.Z., Chong, C.S., Stringer, L.C., Yusuf, R.O. 2018. Energy Consumption Trends and Their Linkages with Renewable Energy Policies in East and Southeast Asian countries:

Challenges and opportunities. Sustainable Environment Research, vol. 28(6), pp. 257-266.

[15] Indikator. 2021. Meneropong Tren Energi 2021. Vol. 20, hal: 1-3. Diakses pada Tanggal 26 Agustus 2021 di https://indikator.indikaenergy.co.id/wp-content/uploads/2021/01/20210127-TREN- ENERGI-2021.pdf

[16] IEA. 2019. Southeast Asia Energy Outlook 2019. International Energy Agency. https://Southeast- Asia-Energy-Outlook-2019.pdf. Accessed 26 August 2021.

[17] Erdiwansyah M.R., Sani M.S.M., Sudhakar K. 2019. Renewable Energy in Southeast Asia: policies and recommendations. Sci Total Environ., 670, pp. 1095-1102.

https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2019.03.273

[18] Karakosta C., Doukas H., Psarras J. 2009. Directing Clean Development Mechanism Towards Developing Countries’ Sustainable Development Priorities. Energy Sustain Dev., vol. 13, pp. 77–

84. https://doi.org/10.1016/j.esd.2009.04.001

[19] Khuong P.M., McKenna R., Fichtner W. 2019. Analyzing Drivers of Renewable Energy Development in Southeast Asia Countries with Correlation and Decomposition Methods. J Clean Prod., vol. 213, pp. 710–722. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2018.12.192

[20] Kumar, S. 2016. Assessment of Renewables for Energy Security and Carbon Mitigation in Southeast Asia: The Case of Indonesia and Thailand. Applied Energy, 163, pp. 63-70.

[21] IRENA. 2019a. Global Energy Transformation: A Roadmap to 2050 (2019 Edition). IRENA, Abu Dhabi.

[22] Khuong, P.M. 2017. Renewable Energy in ASEAN. The Green Political Foundation.

https://www.boell.de/en/2017/08/02/renewable-energy-asean

[23] Maulidia, M., Dargusch, P., Ashworth, P., Ardiansyah, F. 2019. Rethinking Renewable Energy Targets and Electricity Sector Reform in Indonesia: A Private Sector Perspective. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 101, pp. 231-247.

[24] Sinha, A., Sengupta, T. 2019. Impact of Natural Resource Rents on Human Development: What is the Role of Globalization in Asia Pacific Countries? Resources Policy, 63, 101413.

[25] Dewan Energi Nasional Republik Indonesia. 2021. Energy Outlook 2021 “Nasib Sektor Energi Di Tengah Ketidakpastian”. Diakses pada Tanggal 26 Agustus 2021 di https://www.den.go.id/index.php/dinamispage/index/998-energy-outlook-2021-

%E2%80%9Cnasib-sektor-energi-di-tengah-ketidakpastian%E2%80%9D.html

[26] Asian Development Bank (ADB). 2020. Renewable Energy Tariffs and Incentives in Indonesia Reviewa and Recommendations. DOI: http://dx.doi.org/10.22617/TCS200254

(13)

[27] Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, 2021. Pengembangan Energi Terbarukan untuk Substitusi BBM. Diakses pada Tanggal 27 Agustus 2021 di https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3087/pengembangan-energi-terbarukan-untuk-substitusi- bbm

[28] Badan Pusat Statistik (BPS). Nilai Impor Migas-Non-Migas (Juta US$), 2021. Diakses pada Tanggal 26 Agustus 2021 di https://www.bps.go.id/indicator/8/1754/1/nilai-impor-migas-nonmigas.html [29] Malerba D. 2019. Poverty-energy-emissions pathways: recent trends and future sustainable

development goals. Energy Sustain Dev 49:109–124. https://doi.org/10.1016/j.esd.2019.02.001 [30] Hicks, J & Ison, N. 201. Community-owned renewable energy (CRE): Opportunities for Australia.

Rural Society. Vol. 2(3), pp. 244-255.

[31] Akella A.K., Saini, R.P., Sharma, M.P. 2009. Social, Economical and Environmental Impacts of Renewable Energy Systems. Renewable Energy. Vol. 34(2), pp. 390-396.

[32] Union of Concerned Scientists. 2013. Environmental Impacts of Renewable Energy Technologies.

https://www.ucsusa.org/resources/environmental-impacts-renewable-energy-technologies

[33] Ardiansyah, W. 2020. Panel Surya, Melihat Sisi Positif dan Negatif dari Sang Energi Alternatif.

Diakses pada Tanggal 27 Agustus 2021 di https://duniatambang.co.id/Berita/read/1390/Panel-Surya- Melihat-Sisi-Positif-dan-Negatif-dari-Sang-Energi-Alternatif

[34] Pratama, Y. 2015. Dampak Lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Indonesia Environment

& Energy Center (IEC). Diakses pada Tanggal 27 Agustus 2021 di https://environment- indonesia.com/dampak-lingkungan-pembangkit-listrik-tenaga-angin/

[35] Kayupa, O.O. 2015. Dampak Sebelum Dan Sesudah Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Terhadap Kondisi Sosial Dan Ekonomi Masyarakat Di Desa Sulewana Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso. e-Jurnal Katalogis, Vol. 3 (11): 217-227.

[36] Mei, W. dan Sulistyono. 2019. Sumber Limbah dan Potensi Pencemaran Penggunaan Sumber Daya Alam Panas Bumi (Geothermal) pada Industri Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

Majalah Ilmiah Swara Patra, Vol. 9 (2): 53-62.

[37] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2017. Pemanfaatan Biomassa Untuk Penyediaan Listrik Yang Merata Dan Terjangkau Bagi Rakyat. Pusat Teknologi Sumber Daya Energi dan Industri Kimia. Diakses pada Tanggal 27 Agustus 2021 di https://ptseik.bppt.go.id/berita- ptseik/20-pemanfaatan-biomassa-untuk-penyediaan-listrik-yang-merata-dan-terjangkau-bagi-rakyat [38] Ministry of Finance of the Republic of Indonesia. 2020. Energi Terbarukan Dapat Insentif Pajak untuk Kecukupan Energi Indonesia di Masa Depan. Di akses pada Tanggal 26 Agustus 2021 di https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/energi-terbarukan-dapat-insentif-pajak-untuk-

kecukupan-energi-indonesia-di-masa-depan/

[39] Damuri, Y.R. & Atje, R. 2012. Investment Incentives for Renewable Energy: Case study of Indonesia. TKN Report. The International Institute for Sustainable Development.

[40] Ward, J., Marijs, C., Tumiwa, F., & Salim, E. (2015). A Coherent Fiscal Policy Framework for Promoting Renewable Energies and Energy Efficiency in Indonesia.

[41] Ministry Of Energy and Mineral Resources Republic of Indonesia, “Handbook Of Energy and Economic Statistics Of Indonesia,” Handb. Energy Econ. Stat. Indones., pp. 1–72, 2017.

[42] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2020. Bahan Bakar Masa Depan.

[43] Kementerian, E. S. D. M. (2017). Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2017. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Pamerdi Giri Wiloso, M.Si, Phd, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Satya Wacana Salatiga, sekaligus dosen pembimbing utama, yang dengan penuh apresiasi dan

Berdasarkan data pada Tabel 5.12. diperoleh deskripsi kegiatan ekonomi beternak sapi yang potensial pada tingkat wilayah studi dengan 4 klasifikasi sbb:.. a) Klasifikasi I

letaknya salah, permukaan gigi dengan kontur tepi gusi yang buruk, permukaan email yang cacat dan daerah cemento enamel junction yang kasar  jumlah plak >>. • Friksi

NILAI-NILAI PENDIDIKAN BERKARAKTER DALAM NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA. TERE LIYE : KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

[r]

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa hubungan program pemberdayaan komunitas adat terpencil dengan pemenuhan hak pendidikan dasar anak adalah hubungan

DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DI REKTORAT RESERSE KRI MI NAL KHUSUS. DAFTAR PI LUN DI T RESKRI MSUS POLDA NTB

[r]