• Tidak ada hasil yang ditemukan

M.A.S.T.E.R.P.L.A.N. Kerjasama FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM. dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "M.A.S.T.E.R.P.L.A.N. Kerjasama FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM. dengan"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

M

.

A

.

S

.

T

.

E

.

R

.

P

.

L

.

A

.

N

KAWASAN PETERNAKAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Kerjasama

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM

dengan

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Jl. Airlangga Nomor 56. Mataram Telp. (0370) 621862.

Fax. (0370) 622658

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul: Masterplan Kawasan Peternakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

2. Ketua Pelaksana

a. Nama dan gelar : Prof. drh. Adji Santoso Dradjat, M.Phil., PhD.

b. NIP : 195505041983031003

c. Pangkat/ Golongan : Guru besar/ IV-d d. Jabatan : Profesor

3. Anggota Pelaksana

a. Dr. Ir. Hermansyah. MSi.

b. Dr. Ir. Mohammad Hasil Tamzil. MSi. c. Ir. I Putu Sudrana. MS.

d. Ir. Uhud Abdullah MP.

Mataram, Nopember 2014

Fakultas Peternakan UNRAM Mengetahui,

Dekan

Prof. Ir. H. Yusuf Akhyar Sutaryono, PhD. NIP 196110251985031003

Ketua,

Prof. drh. Adji S Dradjat, M.Phil., PhD. NIP 195505041983031003

(3)

SUSUNAN TIM

Pelaksanaan penyusunan Masterplan Kawasan Peternakan di NTB ini merupakan kerja sama antara Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB dengan Fakultas Peternakan Universitas Mataram.

Adapun susunan tim pelaksana sebagai berikut: Penanggung Jawab : Dekan Fakultas Peternakan Unram

Ketua Tim : Prof. Drh. Adji Santoso Dradjat, MPhil, Ph.D Anggota 1 : Dr. Ir . Hermansyah, MSi

Anggota 2 : Dr. Ir. Mohammad Hasil Tamzil, MS. Anggota 3 : Ir. I Putu Sudrana, MS.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman pengesahan ii

Susunan tim penyusun iii

Daftar isi iv

Daftar tabel v

Daftar gambar vii

Daftar lampiran viii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II METODE KAJIAN 4

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH 9

BAB IV POTENSI PETERNAKAN NTB 16

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 28

BAB VI KESIMPULAN 74

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Ibu Kota, Luas Wilayah, dan Ketinggian Dari Permukaan Laut Menurut Kabupaten/Kota.

9

Tabel 3.2 Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan di Provinsi Nusa Tenggara barat tahun 2013.

10

Tabel 3.3 Luas Panen, Rata-Rata Produksi dan Produksi Padi Sawah dan Ladang Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

11

Tabel 3.4 Luas Panen, Rata-Rata Produksi dan Produksi Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

11

Tabel 3.5 Luas Panen, Rata-Rata Produksi dan Produksi Kacang Tanah, Kacang Kedele Dan Kacang Hijau Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

12

Tabel 3.6 Estimasi produksi dedak halus padi menurut kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat

13

Tabel 3.7 Potensi Lahan Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 14 Tabel 3.8 Luas Kawasan Hutan Terhadap Daratan Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2012

15

Tabel 3.9 Produksi Ikan Menurut Kabupaten/Kota ahun 2008 – 2012 15 Tabel 4.1 Populasi ternak selama lima tahun terakhir di NTB 16 Tabel 4.2 Populasi ternak menurut jenis kelamin tahun 2013 18 Tabel 4.3 Populasi ternak menurut struktur umur di NTB tahun 2013 19 Tabel 4.4 Populasi ternak betina menurut umur di NTB tahun 2013 19 Tabel 4.5 Populasi ternak besar menurut Kabupaten/Kota dan Pulau di NTB 2012 20 Tabel. 4.6 Populasi ternak kecil menurut Kabupaten/Kota dan Pulau di NTB

2012

21

Tabel 4.7 Populasi ternak unggas menurut Kabupaten/Kota dan Pulau di NTB 2013

22

Tabel 4.8 Populasi ternak pemakan hijauan dalam Unit Ternak (UT) 2012 23 Tabel 4.9. Perkembangan produksi daging lima tahun terakhir di NTB (dalam kg) 24 Tabel 5.1 Populasi ternak pemakan hijauan/herbivora (ekor) di 10 kabupaten/kota

di Provinsi NTB 2013

28

Tabel 5.2 Populasi ternak pemakan hijauan (UT) tahun 2013 di NTB 29

Tabel 5.3 Populasi Penduduk Provinsi NTB 30

Tabel 5.4 Nilai LQ Ternak Herbivora di Provinsi Nusa Tenggara Barat 31 Tabel 5.5 LQ Ayam Buras di Provinsi NTB Lima Tahun Terakhir. 33 Tabel 5.6 Nilai LQ Ayam Petelur di NTB Lima Tahun Terakhir 35

Tabel 5.7 Hasil Analisis LQ Ayam Pedaging di NTB 38

Tabel 5.8 Nilai LQ Itik di Provinsi Nusa Tenggara Barat Lima Tahun Terakhir. 40 Tabel 5.9 Wilayah Potensial Pengembangan Ternak di NTB berdasarkan LQ 42 Tabel 5.10 Nilai RPr dan RPs Sapi di NTB antara tahun 2009-2013 44 Tabel 5.11 Nilai RPr dan RPs Kerbau di NTB tahun 2009-2013 45 Tabel 5.12 Nilai RPr dan RPs Kuda di NTB antara tahun 2009-2013 46 Tabel 5.13 Nilai RPr dan RPs Kambing di NTB antara tahun 2009-2013 47 Tabel 5.14 Nilai RPr dan RPs Domba di NTB antara tahun 2009-2013 48 Tabel 5.15 Rincian Potensi pengembangan ternak herbivora di Provinsi NTB 49

(6)

Tabel 5.16 Hasil Analisis Overlay terhadap Sapi di NTB 53

Tabel 5.17 Hasil analisis overlay kerbau di NTB 54

Tabel 5.18 Hasil analisis overlay kuda di NTB 55

Tabel 5.19 Hasil analisis overlay ternak kambing di NTB 56 Tabel 5.20 Hasil analisis overlay ternak domba di NTB 56 Tabel 5.21. Tahapan pengembangan kawasan peternakan. 57

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1. Jumlah ternak herbivora di kabupaten/kota di NTB. 29 Gambar 5.2. Nilai LQ Ayam Buras di Provinsi NTB Lima Tahun Terakhir 34 Gambar 5.3. Hasil analisis LQ ayam petelur di NTB lima tahun terakhir. 36 Gambar 5.4. Hasil Perhitungan LQ Ayam Pedaging di NTB Lima Tahun

Terakhir.

39

Gambar 5.5: Grafik LQ Ternak Itik di Provinsi NTB Lima Tahun Terakhir 41 Gambar 5.6. Bagan tahapan pengembangan kawasan ternak di NTB 58 Gambar 5.7. Skema perguliran Pejantan Hasil Uji Performan 61

Gambar 5.8. Skema Perguliran Pejantan Langsung 61

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran .1. Populasi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) Kabupaten Lombok Utara.

76

Lampiran.2. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan Kabupaten Lombok Utara.

76

Lampiran 3.Populsi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) wilayah Kota Mataram.

77

Lampiran 4. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan wilayah Kota Mataram.

77

Lampiran. 5. Populsi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) Kabupaten Lombok Barat

78

Lampiran 6. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan Kab. Lombok Barat.

78

Lampiran 7. Populsi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) di Kabupaten Lombok Tengah.

79

Lampiran 8. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan di Kabupaten Lombok Tengah.

79

Lampiran 9. Populasi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) Kabupaten Lombok Timur

80

Lampiran 10. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan Kab. Lombok Timur

80

Lampiran 11. Populsi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) di Kabupaten Sumbawa Barat.

81

Lampiran 12. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan di Kabupaten Sumbawa Barat

81

Lampiran 13. Populasi ternak herbivora (UT) & ketersediaan pakan di Kab Sumbawa

82

Lampiran 14. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan di Kab. Sumbawa

82

Lampiran 15. Populsi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) di Kabupaten Dompu.

83

Lampiran 16. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan di Kabupaten Dompu.

83

Lampiran 17. Populasi ternak herbivora (UT) & ketersediaan pakan (ton BK) di Kab. Bima.

84

Lampiran 18. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan di Kabupaten Bima.

84

Lampiran 19. Populsi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) di Kota Bima.

85

Lampiran 20. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan di Kota Bima.

85

Lampiran 21. Populsi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) di P Lombok

(9)

Lampiran 22. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan di P Lombok.

87

Lampiran 23. Populasi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) di wilayah P Sumbawa

88

Lampiran 24. Sebaran perkiraan Produksi pakan dan kebutuhan pakan di wilayah P Sumbawa.

88

Lampiran 25. Populsi ternak herbivora (UT) dan ketersediaan pakan (ton BK) di wilayah NTB

89

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dipanjatkan karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, maka penyusunan Masterplan Kawasan Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dapat terselesaikan. Masterplan ini disusun untuk menjadi panduan pengembangan peternakan di Propinsi NTB.

Dengan terselesaikannya penyusunan Masterplan ini, tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi NTB yang telah memberikan kepercayaan kepada Fakultas Peternakan Unram untuk melaksanakan kegiatan ini.

2. Dekan Fakultas Peternakan Unram yang telah menugaskan kepada kami sebagai tim penyusun Masterplan.

3. Para dosen dan alumni Fakultas Peternakan Unram yang telah membantu dalam pengumpulan data.

Kami berharap Masterplan ini dapat digunakan dan bermanfaat untuk penyusunan rencana pengembangan peternakan NTB.

Mataram, Nopember 2014

Ketua tim penyusun ,

(11)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dengan penduduk 250 juta jiwa membutuhkan 750 juta piring nasi dan lauk pauk untuk dikonsumsi setiap hari. Kualitas makanan tersebut tergantung dari ada-tidaknya sayur dan daging atau telur pada makanan tersebut. Protein hewani sangat esensial bagi manusia karena mengandung asam animo utama (essential amino acids). Asam amino utama pada dasarnya tidak dapat disintesa oleh tubuh, oleh karena itu hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, menyatakan bahwa untuk mencukupi kebutuhan protein yang mengandung asam amino esensial sebanyak 6 gram/ kapita/ hari, diperlukan produk peternakan yang dapat dipenuhi dari 3,87 gram daging, 1,54 gram telur dan 0,59 gram susu/ kapita/hari. Kebutuhan tersebut setara dengan 10,1 kg daging, 4,7 kg telur dan 6,1 kg susu/kapita/tahun. Kebutuhan terhadap produk peternakan berupa daging, susu dan telur meningkat dari tahun ke tahun, karena peningkatan pendapatan, pengetahuan tentang gizi makanan, standar hidup dan perbaikan kesejahteraan.

Apabila suatu negara pada kurun waktu tertentu mengalami kekurangan protein hewani maka akan terjadi dua hal. Pertama, anak-anak yang otaknya sedang dalam perkembangan akan mengalami hambatan, sehingga apabila anak-anak tersebut mencapai usia dewasa otaknya tidak berkembang sempurna. Implikasinya adalah negara tersebut akan mengalami kerugian yang disebut dengan “loss generation”. Generasi tersebut ditandai oleh jaringan otaknya tidak berkembang sempurna sehinga produktivitas dan etos kerjanya relatif rendah. Kedua, orang dewasa yang mendapat asupan protein hewani yang rendah akan mempunyai etos kerja yang rendah dan daya pikir yang relatif rendah pula. Kemajuan suatu negara tergantung dari kualitas SDM-nya, dan kualitas SDM yang berkualitas tinggi pada saat pertumbuhan dan bekerja tergantung dari kualitas gizi makanan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fondasi pengembangan SDM di samping ditentukan oleh unsur pendidikan juga sangat tergantung dari kualitas gizi makanan yang dikonsumsi.

Kebutuhan gizi rakyat Indonesia yang esensial adalah kebutuhan protein hewani, yaitu daging telur dan susu. Kebutuhan protein hewani yang sangat besar ini akan terpenuhi apabila pengembangan peternakan dirancang dengan baik. Pengembangan peternakan dapat dirancang apabila pengembangan dapat dilakukan berdasarkan daya dukung kawasan. Kawasan yang akan

(12)

dikembangkan sangat tergantung dari daya dukung, luas area berpotensi, sumberdaya manusia setempat dan potensi komoditas peternakan yang ada. Komoditas ternak yang dikembangkan di NTB adalah untuk hewan runinansia besar yaitu sapi dan kerbau, untuk hewan ruminansia kecil kambing dan domba, untuk unggas ayam dan itik baik pedanging dan petelur.

Selama lima tahun terakhir populasi sapi terjadi peningkatan, akan tetapi populasi kerbau, kuda dan domba selama periode yang sama mengalami fluktuasi, sementara populasi kambing dan babi terjadi sedikit peningkatan. Disamping itu terjadi peningkatan populasi unggas baik ayam kampung, ayam ras dan itik. Di sisi lain, populasi penduduk NTB cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan sandang, pangan dan papan juga meningkat. Oleh karena itu yang kemudian terjadi antara alih fungsi lahan, bahkan akan terjadi kompetisi kapasitas daya tampung lahan yang dihuni manusia dengan lahan yang dijadikan basis produksi peternakan.

Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikaitkan dengan peningkatan permintaan produk hewani bagi manusia tersebut perlu diatur wilayah pengembangan kawasan sehingga pengembangan peternakan dapat dilakukan secara maksimal, tanpa terganggu oleh alih fungsi lahan.. Pemprov NTB memiliki lahan untuk pengembangan peternakan, yaitu terdapat di lima kabupaten dan kota di Pulau Lombok serta di lima kabupaten dan kota di Pulau Sumbawa. Pengembangan peternakan di NTB di kedua Pulau tersebut akan berhasil apabila dilakukan melalui perencanaan pengembangan wilayah peternakan sesuai dengan keunggulan komoditas yang dituangkan dalam Masterplan.

1.2. Tujuan Kajian

Penyusunan masterplan kawasan peternakan NTB bertujuan untuk:

a. Menganalisis potensi setiap kabupaten/kota dan mengindentifikasi potensi pengembangan peternakan tiap daerah.

b. Menetapkan kawasan pengembangan peternakan.

(13)

1.3. Manfaat Kajian

Manfaat dari kajian adalah:

a. Bagi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB, Master Plan ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan perencanaan pengembangan peternakan sesuai dengan potensi wilayah.

b. Bagi para peternak, dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan dan mamantapkan pola peternakan rakyat.

c. Bagi para pengusaha, dapat digunakan sebagai acuan dasar tentang potensi lahan, ternak dan SDM guna pengembangan industri peternakan di NTB.

1.4. Keluaran Kajian

Keluaran dari kajian ini adalah dokumen hasil kajian yang intinya memuat data potensi daerah yang ada saat ini, potensi pengembangan berbagai komoditas ternak dan rencana pewilayahan pengembangan peternakan.

(14)

BAB II. METODE KAJIAN

Kajian penyusunan Master Plan Kawasan Peternakan ini dilakukan menggunakan metode survei untuk menghimpun data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan stakeholder dan observasi di lapangan. Data sekunder dihimpun dari instansi terkait. Analisis data dilakukan secara diskriptif, analisis LQ, analisis daya tampung wilayah, analisis MRP, analisis overlay dan dilanjutkan dengan analisis SWOT. Rincian analisis penelitian adalah sebagai berikut:

2.1. Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif dilakukan terhadap data mengenai: a. sumberdaya ternak (populasi, produksi, produktivitas), b. Sumberdaya manusia (peternak, pengusaha, dan petugas pemerintah), c. Sumberdaya alam (sawah, tegal, kebun, padang penggembalaan, hutan, dll); d. Kelembagaan (kelompok tani-ternak, penyuluh, perkreditan, Puskeswan, dll).

2.2. Analisis LQ

Analisis LQ (Location Quotient) atau analisis keadaan wilayah (sektor basis atau non basis). Dilakukan dengan menghitung perbandingan Si dan Ni. Si = Perbandingan antara populasi ternak tertentu per kabupaten dengan penduduk di wilayah yang sama, Ni = Perbandingan antara populasi ternak tertentu dengan jumlah penduduk di NTB.

2.3. Analisis Daya Tampung Wilayah

Analisis daya tampung wilayah dilakukan dengan menghitung daya tampung wilayah berdasarkan ketersediaan sumber pakan. Menggunakan rumus sebagai berikut. a. PML = a LS + b LK + c LPR + d LH + e LKb. PML = daya tampung optimal berdasarkan lahan sumber pakan, LS = lahan sawah, LK = lahan kering, LPR = lahan padang rumput , LH = lahan hutan, LKb = lahan perkebunan.

(15)

petani-peternak, KK = jumlah rumah tangga petani-petani-peternak, d = koefisien jumlah ternak yang dapat dipelihara per RTP.

c. PPT = PML – Pop, PPT = Potensi Pengembangan Ternak, PML = Potensi Optimum Berdasarkan Lahan, Pop = Populasi riel.

d. PPTKK = PMKK – Pop, PPTKK = Potensi Pengembangan Ternak Berdasarkan KK, PMKK = Potensi Optimum.

Dasar perhitungan hijauan pakan

1. Hijauan alam bersumber dari: pematang sawah, pingiran jalan, padang penggembalaan, kawasan hutan dan lahan kosong

2. Limbah bersumber dari jerami padi (7,5 ton BK/ha), jagung (25 ton BK/ha), Kacang tanah dan kacang kedelai (5 ton/ha) singkong 2,5 ton/ha

3. Penggunaan limbah baru diperhitungkan 35% dari total produksi

4. Perhitungan didasarkan atas pedoman dari Direktorat Pakan Ditjennakkeswan

2.4. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Model rasio pertumbuhan dibagi ke dalam dua rasio yakni rasio pertumbuhan wilayah referensi (Provinsi NTB= RPl) dan rasio pertumbuhan wilayah studi (kabupaten= RPs). RPl merupakan perbandingan antara pertumbuhan output (jumlah populasi/komoditi) di wilayah studi (kabupaten) dibandingkan dengan pertumbuhan total output (populasi) di wilayah referensi. Formula yang dipakai untuk menghitung MRP adalah sebagai berikut:

∆ PiR / Pi Rt

RPl =

∆ PR / PRt Keterangan:

∆ PiR = perubahan nilai total populasi ternak i di wilayah referensi (provinsi) PiRt = nilai populasi ternak i pada awal periode penelitian

∆ PR = perubahan nilai populasi di provinsi PRt = nilai populasi pada awal periode penelitian

(16)

PiR (t + n) – (Pi Rt) ∆ PiR = Pi Rt PR (1 + n) – PRt ∆ PR = PRt

RPs adalah perbandingan antara pertumbuhan output (populasi) ternak i di wilayah studi/kabupaten dengan pertumbuhan total output (populasi) ternak i di wilayah referensi (provinsi) dengan persamaan sebagai berikut:

∆ PiJ / Pij (t) RPs =

∆ PiR/PiR (t)

∆ Pij = perubahan jumlah populasi ternak di kabupaten

Pij(t) = populasi ternak i di kabupaten tertentu pada awal penelitian ∆ PiR = perubahan jumlah populasi ternak i di provinsi

PiR(t) = populasi ternak i di provinsi pada awal periode penelitian

Pij (t + n) – Pij (t) ∆ Pij = Pij (t) PiR (t+n) – PiRt ∆ PiR = PiRt

Jika nilai RPr lebih dari 1 maka RPr dapat dikatakan (+) yang menunjukkan bahwa populasi ternak tertentu dalam wilayah referensi (provinsi) lebih tinggi dari pertumbuhan jumlah populasi total di wilayah penelitian (kabupaten). Sebaliknya jika nilai PRt lebih kecil dari 1 maka PRr dikatakan (-)

(17)

yang berarti jumlah populasi ternak tertentu di wilayah referensi lebih sedikit dibandingkan wilayah penelitian.

Begitu juga dengan nilai Rps yang lebih besar dari 1 maka RPs dikatakan (+) yang menunjukkan pertumbuhan populasi ternak tertentu di wilayah studi (kabupaten) lebih tinggi dari pertumbuhan nilai produksi komoditi yang sama di wilayah referensi (provinsi) dan sebaliknya jika RPs lebih kecil dari 1 maka RPs dikatakan negatif.

Dari analisis model ratio pertumbuhan (MRP) diperoleh nilai riil dan nilai nominal. Selanjutnya dengan mengombinasikan kedua perbandingan nilai tersebut akan diperoleh deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial pada tingkat wilayah penelitian dengan empat klasifikasi, meliputi:

a. Klasifikasi I yakni RPr (+) dan RPs (+), artinya komoditi tersebut pertumbuhannya dominan, baik pada wilayah kabupaten maupun pada wilayah studi (provinsi).

b. Klasifikasi II yaitu RPr (+) dan RPs (-), artinya komoditi tersebut pertumbuhannya menonjol di wilayah referensi (provinsi) namun tidak menonjol di wilayah studi (kabupaten).

c. Klasifikasi III yakni RPr (-) dan RPs (+), artinya komoditi tersebut mempunyai pertumbuhan tidak menonjol di wilayah referensi (provinsi) namun potensial dikembangkan di wilayah studi (kabupaten).

d. Klasifikasi IV yakni RPr (-) dan RPs (-), artinya komoditi tersebut tidak mempunyai pertumbuhan yang memadai baik di wilayah referensi maupun wilayah studi.

2.5. Analisis Overlay

Analisis Overlay adalah teknik yang digunakan peneliti untuk mengambil sebuah kesimpulan dengan menggabungkan lebih dari satu hasil analisis yakni hasil analisis Location Quition (LQ), analisis MRP dan analisis daya dukung wilayah dan atau pakan. Penggabungan ketiga analisis itu kemudian diperoleh ternak yang karena faktor tertentu populasinya berkembang baik serta ditopang daya dukung pakan yang

(18)

tersedia di wilayah tersebut hingga populasinya surplus, dan atau sebaliknya. Analisis overlay dalam studi ini hanya mengkaji potensi pengembangan ternak pemakan hijauan (herbivore), tidak menganalisis potensi ternak unggas.

Pada Analisis Overlay, terdapat beberapa kemungkinan hasil kombinasi, sbb:

A). DD (+), MRP (+), LQ >1 (+), ada kecenderungan komoditi tersebut punya daya dukung, tumbuh dominan dan surplus.

B). DD (+), MRP (+), LQ >1 (-), ada kecenderungan komoditi tersebut punya daya dukung dan tumbuh dominan

C). DD (+), MRP (-), LQ >1 (+), kecenderungan komoditi tersebut punya daya dukung dan surplus

D). DD (+), MRP (-), LQ >1 (-), komoditi tersebut hanya tercatat punya daya dukung E). DD (-), MRP (+), LQ >1 (+), kecenderungan komoditi tersebut tumbuh dominan

dan surplus.

F). DD (-), MRP (+), LQ >1 (-), komoditi tersebut hanya tumbuh dominan.

G). DD (-), MRP (-), LQ >1 (+), kecenderungan komoditi tersebut mengalami surplus.

2.5. Analisis SWOT

Keempat dilakukan analisis SWOT. Data yang didapat dianalisis menggunakan Analisis SWOT yang digunakan untuk menyusun strategi pengembangan kawasan peternakan bagi seluruh kabupaten/kota di NTB.

(19)

BAB III. GAMBARAN UMUM WILAYAH

3.1. Kondisi Geografi

Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terdiri dari 280 buah pulau yang dua di antaranya adalah pulau besar yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, terletak antara 115046’ – 11905’ BT dan 8010’ – 905’ LS dengan luas wilayah 20.153,20 km2serta Mataram sebagai ibu kota. Dari letak geografi, wilayah NTB berbatasan dengan Laut Jawa dan Laut Flores di bagian utara, Samudera Hindia di bagian selatan, Selat Lombok/Propinsi Bali di bagian barat, dan di timur berbatasan dengan Selat Sape/Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Selain itu, NTB memiliki 16 buah gunung yang tersebar di Pulau Lombok berjumlah 7 (tujuh) buah dengan Gunung Rinjani yang tertinggi (3.726 m dpl) dan 9 (sembilan) buah terdapat di Pulau Sumbawa dengan Gunung Tambora yang tertinggi (2.851 m dpl).

NTB terdiri dari 10 wilayah administrasi kabupaten dan kota yang ibu kota, luas wilayah, dan ketinggian dari permukaan laut tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Ibu Kota, Luas Wilayah, dan Ketinggian Dari Permukaan Laut Menurut Kabupaten/Kota.

No. Kabupaten/Kota Ibu Kota Luas Wilayah Tinggi

(mdpl)

Km2 %

1. Lombok Barat Gerung 1.053,92 5,23 15

2. Lombok Tengah Praya 1.208,40 6,00 107

3. Lombok Timur Selong 1.605,55 7,97 166

4. Sumbawa Sumbawa Besar 6.643,98 32,97 18

5. Dompu Dompu 2.324,60 11,53 60

6. Bima Raba 4.389,40 21,78 21

7. Sumbawa Barat Taliwang 1.849,02 9,17 11

8. Lombok Utara Tanjung 809,53 4,02 12

9. Kota Mataram Mataram 61,30 0,30 27

10. Kota Bima Raba 207,50 1,03 21

Total 20.153,20 100

(20)

Untuk kelancaran pergerakan atau perpindahan setiap objek antar provinsi di Indonesia atau mancanegara maupun dalam provinsi NTB, NTB memiliki sarana dan prasarana transportasi baik udara maupun laut.

3.2. Wilayah Administrasi

Secara administrasi, NTB terdiri dari 2 (dua) kota, 8 (delapan) kabupaten (Tabel 3.2) dan 1.146 desa/kelurahan.

Tabel 3.2. Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2013. No Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan Desa/Kelurahan 1. Lombok Barat 10 122 2. Lombok Tengah 12 139 3. Lombok Timur 20 254 4. Sumbawa 24 166 5. Dompu 8 81 6. Bima 18 198 7. Sumbawa Barat 8 65 8. Lombok Utara 5 33 9. Kota Mataram 6 50 10. Kota Bima 5 38 Sumber, BPS NTB, 2013 3.3. Pertanian

Luas panen, rata-rata prodduksi dan produksi padi sawah dan ladang disajikan pada Tabel 3.4. Terlihat bahwa produksi padi di NTB mencapai 1,7 juta - 2,1 juta ton dengan produksi 46-53 kwintal/ha sawah. Berikutnya rata-rata produksi jagung, ubi kayu dan ubi jalar tertera pada Tabel 3.5. Produksi kacang tanah, kedelai dan kacang hijau disajikan pada Tabel 3.6. Luas sawah yang yang ditanami dua kali dan satu kali, tidak ditanami dan yang ditanami dengan tanaman lain disajikan pada Tabel 3.3, dan luas kebun yang belum dimanfaatkan disajikan pada Tabel 3.4.

(21)

Tabel 3.3. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Produksi Padi Sawah dan Ladang Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

No Kabupaten/Kota Luas anen (Ha) Rata2Produksi (Kw/Ha) Produksi (Ton) 1 Lombok Barat 32.086 49,07 157.445 2 Lombok Tengah 88.356 48,84 431.549 3 Lombok Timur 71.423 50,34 359.564 4 Sumbawa 86.024 48,65 418.489 5 Dompu 35.435 46,98 166.459 6 Bima 69.135 51,80 358.127 7 Sumbawa Barat 17.884 53,43 95.548 8 Kota Mataram 5.115 53,43 27.328 9 Kota Bima 7.471 51,12 38.189 10 Lombok Utara 12.519 49,15 61.533 Jumlah 425.448 49,69 2.114.231 Tahun 2011 418.062 49,45 2.067.137 Tahun 2010 374.284 47,41 1.774.499 Tahun 2009 374.279 49,98 1.870.775 Tahun 2008 359.714 48,67 7.750.677 Sumber: BPS NTB, 2013; dimodifikasi

Tabel 3.4. Luas Panen, Rata-Rata Produksi dan Produksi Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

No Kabupaten/Kota

Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar

Luas Panen (Ha) Rata2 Produksi (Kw/Ha Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Rata2 Produksi (Kw/Ha Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Rata2 Produksi (Kw/Ha Produksi (Ton) 1 Lombok Barat 4.515 53,07 23.960 428 129,83 5.557 240 120,83 2.900 2 Lombok Tengah 3.100 54,92 17.025 835 129,84 10.841 131 127,02 1.664 3 Lombok Timur 15.163 56,69 85.960 1.132 134,43 15.217 246 117,95 2.902 4 Sumbawa 35.234 54,60 192.391 321 131,95 4.236 79 126,65 1.001 5 Dompu 27.905 54,94 153.305 55 130,52 718 94 115,12 1.082 6 Bima 18.273 55,54 101.482 1.012 131,21 13.279 57 118,62 676 7 Sumbawa Barat 5.113 53,71 27.462 104 132,34 1.376 10 119,60 119 8 Kota Mataram -- -- -- -- -- -- -- -- --9 Kota Bima 1.351 56,15 7.586 94 128,79 1.211 5 113,53 57 10 Lombok Utara 6.376 52,54 33.503 1.998 135,32 27.037 328 118,98 2.832 Jumlah 117.030 54,92 642.674 5.979 132,92 79.472 1.100 120,30 13.233 Sumber: BPS NTB, 2013; dimodifikasi

(22)

Adapun luas panen dan produksi tanaman kacang tanah, kacang kedele dan kacang hijau menurut kabupaten/kota tahun 2012 adalah seperti tersaji pada Tabel 3.5. Berdasarkan data pada Tabel 3.5. nampak bahwa kacang tanah terutama diproduksi petani di Kabupaten Bima, Lombok Utara dan Lombok Tengah. Kemudian kedele terutama diproduksi petani di Kabupaten Bima, Lombok Tengah dan di Kabupaten Dompu. Adapun tanaman kacang hijau kebanyakan dihasilkan petani di Kabupaten Sumbawa, Dompu dan Sumbawa Barat. Selengkapnya mengenai produksi ketiga komoditas holtikultura NTB tersebut tersaji pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Luas Panen, Rata-Rata Produksi dan Produksi Kacang Tanah, Kacang Kedele Dan Kacang Hijau Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

No Kabupaten/Kota

Kacang Tanah Kacang Kedele Kacang Hijau Luas Panen (Ha) Rata2 Produksi (Kw/Ha Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Rata2 Produksi (Kw/Ha Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Rata2 Produksi (Kw/Ha Produksi (Ton) 1 Lombok Barat 1.705 17,57 2.996 2.851 11,66 3.323 371 11,62 431 2 Lombok Tengah 4.182 15,23 6.370 19.473 12,58 24.501 347 11,36 394 3 Lombok Timur 1.137 15,59 1.772 839 13,62 1.142 730 11,70 854 4 Sumbawa 937 10,60 990 1.128 10,00 3.128 17.311 12,40 21.457 5 Dompu 457 12,77 583 10.607 11,18 11.862 5,330 11,79 6.282 6 Bima 9.902 13,59 13.453 21.659 11,54 24.995 1,771 13,00 2.302 7 Sumbawa Barat 166 9,69 161 1.469 9,92 1.457 1,871 12,72 2.381 8 Kota Mataram -- -- -- 379 10,56 400 3 11,38 3 9 Kota Bima 217 13,93 302 2.480 13,48 3.343 13 10,35 13 10 Lombok Utara 6.808 18,01 12.263 3 10,56 3 28 12,42 35 Jumlah 25.508 15,25 38.890 62.888 11,79 74.154 27.775 12.30 34.152 Tahun 2011 26.319 14,42 37.964 75,042 11.74 88.100 45.351 10.99 50.702 Tahun 2010 25.044 13,44 33.666 86,649 10.75 93.122 45.511 9.78 50.012 Tahun 2009 28.750 13.43 38.615 87,920 10.90 95.846 34.536 9.93 33.774 Tahun 2008 25.541 12.67 32.348 76,154 12.49 95.106 40.017 11.18 39.756 Sumber, BPS NTB, 2013 dimodifikasi

3.3.1. Potensi Sumber Daya Pakan Unggas

Daerah Nusa Tenggara Barat mempunyai potensi yang cukup besar untuk penyediaan bahan pakan untuk pengembangan ternak unggas (ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam buras dan ternak itik). Bahan utama pakan sumber energi ternak

(23)

unggas adalah dedak dan jagung, sedangkan bahan utama sumber protein adalah tepung ikan dan tepung atau bungkil kedelai.

3.3.1.1. Potensi Dedak Halus

Dedak halus merupakan limbah dari penggilingan gabah menjadi beras. Jumlah dedak halus yang dihasilkan mencapai angka 2,5%. Dengan demikian potensi pengadaan dedak halus sebagai sumber energi sangat tinggi. Data statistik tahun 2012 melaporkan bahwa luas panen padi pada tahun 2012 mencapai 56.688 Ha dengan rata-rata produksi per Ha mencapai 37,77 kw dengan total produksi padi mencapai 2.114.231ton (Tabel 3.4). Bila diasumsikan bahwa produksi dedak halus rata-rata 2,5% maka pada tahun 2012 daerah Nusa Tenggara Barat menghasilkan dedak halus sebesar 10.636,2 ton (Tabel 3.6).

Tabel 3.6. Estimasi produksi dedak halus padi menurut kabupaten/kota di NTB

Kabupaten/Kota Produksi Dedak (ton)

Lombok Barat 802,15 Lombok Tengah 2.208,9 Lombok Timur 1.785,575 Sumbawa 2.150,6 Dompu 8.85,875 Bima 1.728,375 Sumbawa Barat 447,1 Kota Mataram 127,875 Kota Bima 186,775 Lombok Utara 312,975 Total 10.636,2 3.3.1.2. Potensi Jagung

Produksi jagung NTB meningkat sejak 2008, dan pada tahun 2013 produksi jagung NTB mencapai 633.773 ton. Rincian produksi jagung NTB tahun 2012 per kabupaten/kota disajikan pada Tabel 3.4. Data ini memberikan informasi bahwa produksi jagung tertinggi di NTB terdapat di Kabupaten Sumbawa, Dompu, Bima, Lombok Timur, Lombok Utara, Sumbawa Barat, Lombok Barat, Lombok Tengah dan Kota Bima. Mataram tidak mempunyai berkontribusi memproduksi jagung.

(24)

3.3.1.3. Potensi Kedelai

Tepung kedelai atau bungkil kedelai merupakan bahan utama penyusunan pakan unggas sebagai sumber protein nabati. Produksi kedelai pada tahun 2008 di Nusa Tenggara Barat mencapai 95.106 ton, dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 95.846 ton, namun pada tahun 2010 menurun menjadi 94.122 ton, tahun 2011 menurun menjadi 88.100 ton. Produksi kedelai NTB tahun 2012 disajikan pada Tabel 3.5. Data pada Tabel 3.5 menunjukkan bahwa sentra utama penghasil kedelai NTB berturut-turut adalah Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu dengan angka produksi mencapai 50% lebih dari total produksi kedelai di NTB.

3.4. Perkebunan

Potensi perkebunan NTB tersaji pada Tabel 3.7. berikut:

Tabel 3.7. Potensi Lahan Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

No Kabupaten/Kota Dimanfaatkan (Ha) Total

Belum Sudah Ha %* 1 Lombok Barat 69.312,81 24.024,19 25,73 93.377,00 2 Lombok Tengah 54.828,23 42.251,77 43,52 97.080,00 3 Lombok Timur 10.030,17 51.164,83 32,97 155.195,00 4 Sumbawa 145.470,38 22.317,12 13,30 167.787,50 5 Dompu 33.506,91 17.663,84 34,52 51.170,75 6 Bima 43.606,88 23.406,12 53,68 67.013,00 7 Sumbawa Barat 26.255,25 4.275,50 14,00 30.530,75 8 Kota Mataram 899,26 50,74 5,34 950,00 9 Kota Bima 370,23 1.879,77 83,54 2.250,00 10 Lombok Utara 0.00 31.311,29 100.00 31.311,29 Jumlah 478.280,12 218.345,17 31.34 696.625,29 Tahun 2011 484.054.16 211.724,65 30.43 695.778,81 Tahun 2010 447.737.56 217.576,44 32.70 665.314,00 Tahun 2009 451.592.00 213.721,00 32.12 665.313,00 Tahun 2008 457,441.90 207,872.10 31.24 665,314.00 Sumber: BPS NTB, 2013 *dari luas total

Tanaman perkebunan yang ditanam adalah jarak pagar, jarak kepyar, tembakau, wijen, tebu, kemiri, lontar, vanili, lada, kapuk, asam, kakao, pinang, mete, cengkeh, kelapa dan kopi.

(25)

3.5. Kehutanan

Luas hutan di NTB meliputi 53.18% dari luas daratan. Hutan kritis lebih 400 ribu ha.

Tabel 3.8. Luas Kawasan Hutan Terhadap Daratan Menurut Kabupaten/Kota Thn.2012

No Kabupaten/Kota Luas (Ha) Persen

(%)

Luas Lahan Hutan Kritis (Ha) Daratan Hutan 1 Lombok Barat 105.392,00 41.981,94 39.83 12.147,41 2 Lombok Tengah 120.840,00 20.334,30 16.83 8.356,06 3 Lombok Timur 160.555,00 64.508,67 40.18 26.528,27 4 Lombok Utara 80.953,00 36.518,12 45.11 14.638,89 5 Sumbawa Barat 184.902,00 125.335,76 67.78 28.534,37 6 Sumbawa 664.398.00 389.675,35 58.65 129.275,57 7 Dompu 232.460.00 139.892,98 60.18 63.841,22 8 Bima 438.940.00 250.396,42 57.05 157.193,23 9 Kota Bima 20.750.00 3.079,33 14.84 3.849,17 10 Kota Mataram 6.130.00 0 0 0 Jumlah 2.015.320,00 1.071.722,87 53,18 444.409,19 Sumber: BPS NTB, 2013 dimodifikasi 3.6. Perikanan

Pada bidang perikanan (Tabel 3.9), dapat dilihat bahwa produksi ikan di NTB mencapai 98 ribu ton per tahun dan produksi yang tertinggi di Kabupaten Sumbawa, diikuti Bima, berikutnya Lombok Barat dan Lombok Timur.

Tabel 3.9. Produksi Ikan Menurut Kabupaten/Kota tahun 2008 – 2012

No Kabupaten/Kota Tahun 2012 2011 2010 2009 2008 1 Lombok Barat 9,361.6 9,202.4 9,211.1 9,174.8 13,785.2 2 Lombok Tengah 1,662.4 1,645.7 1,469.4 1,442.0 1,173.5 3 Lombok Timur 12,585.2 13,095.3 15,683.5 15,402.8 13,683.8 4 Sumbawa 44,536.0 43,176.6 41,099.0 38,785.9 36,987.4 5 Dompu 21,940.2 37,659.6 6,631.7 5,328.1 2,075.2 6 Bima 29,200.9 21,986.8 24,592.9 17,786.4 20,860.9 7 Kota Mataram 1,521.0 1,764.2 1,706.9 1,605.7 2,843.6 8 Kota Bima 2,062.8 1,483.7 1,373.5 1,305.9 3,965.5 9 Sumbawa Barat 3,337.3 3,084.3 3,133.6 3,016.0 2,875.6 10 Lombok Utara 6,640.6 7,071.3 6,980.9 5,411.94 0 Jumlah 132,648.0 140,169.9 111,882.4 99,259.4 98,979.7 Sumber: BPS NTB, 2013

(26)

BAB IV. POTENSI PETERNAKAN NTB

2.5. Populasi dan Komoditas Ternak Di NTB

Komoditas peternakan di NTB dapat dikelompokkan menjadi hewan besar, hewan kecil dan unggas. Hewan besar terdiri dari kuda, sapi dan kerbau, hewan kecil meliputi kambing, domba dan babi. Unggas terdiri dari ayam buras (bukan rasa atau ayam kampung), ayam ras dan itik. Data Statistik NTB dalam Angka 2013 menunjukkan populasi hewan besar yaitu kuda sebanyak 75.293 ekor, sapi 1.002.731 ekor dan kerbau 138.393 ekor dan populasi hewan kecil yaitu kambing 584.149 ekor, domba sebesar 31.160 ekor dan babi sebesar 55.615 ekor (Tabel 4.1). Untuk unggas ayam buras sebesar 5.486.144 ekor, ayam ras 5.221.478 ekor dan itik 1.088.350 ekor.

Tabel 4.1. Populasi ternak selama lima tahun terakhir di NTB

Jenis ternak 2009 2010 2011 2012 2013 R Kuda 77,837 76,622 72,909 77,520 75,293 -0.74 Sapi 592,875 695,951 784,019 916,560 1,002,731 14.09 Kerbau 155,307 155,904 141,511 144,261 138,393 -2.74 Kambing 439,989 490,830 579,250 627,282 584,149 7.75 Domba 25,878 29,539 37,500 37,875 31,160 6.09 Babi 49,316 54,066 48,051 62,766 55,615 4.43 Ayamburas 4,335,130 4,493,288 4,358,440 5,014,749 5,486,144 6.28 Ayam Ras 1,894,146 3,209,632 3,428,656 3,846,085 5,221,478 31.05 Itik 520,221 568,122 605,362 831,010 1,088,350 21.00 Keterangan: r = pertumbuhan rata-rata per tahun

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB (2014)

Peningkatan perkembangan populasi yang sangat cepat terjadi pada unggas di NTB. Peningkatan populasi yang tertinggi selam lima tahun berturut turut yaitu ayam ras, diikuti ayam buras dan itik. Peningkatan populasi pada hewan besar terlihat pada sapi dan pada hewan kecil pada kambing, walaupun terjadi penurunan pada tahun terakhir. Pada tahun 2013 jumlah ruminansia besar di NTB, yaitu sapi sebesar 1.002.731 ekor, jumlah kerbau 138.393 ekor, jumlah kuda sebesar 75.293 ekor. Jumlah ternak kecil seperti kambing sebesar 584.149 ekor, domba 31.160 ekor, babi

(27)

55.615 ekor. Berikutnya jumlah unggas di NTB tahun 2013 yang terdiri dari ayam buras 5.486.144, ayam ras petelur (layer) 201.127 ekor, ayam broiler berjumlah 5.020.351ekor dan itik sebesar 1.088.350 ekor.

Tabel 4.1 menunjukkan semua jenis ternak mengalami perkembangan positif, kecuali kuda dan kerbau. Ternak yang perkembangan populasinya cukup tinggi lima tahun terakhir (2009-2013) adalah ayam ras 31,05%, itik 21%, ayam buras 6,28%, sapi 14,09% dan kambing 7,75%. Populasi ternak yang relatif kecil pertumbuhannya adalah domba 6,09% dan babi 4,43%. Populasi kuda menurun 0,74% dan kerbau 2,74%.

Pertumbuhan populasi kerbau dan kuda menurun tidak terlepas dari adanya program Bumi Sejuta Sapi (BSS) yang dimulai tahun 2009. Oleh karena sebagian besar sumberdaya dikonsentrasikan pada pengembangan sapi maka ternak kerbau dan kuda kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu kedua jenis ternak ini, ke depan juga perlu mendapat perhatian, minimal guna menjaga kestabilan populasinya. Pulau Sumbawa memiliki keunggulan komparatif untuk pengembangan kerbau sehingga Kabupaten Sumbawa ditetapkan sebagai salah satu lokasi pengembangan ternak kerbau nasional. Untuk kambing, diarahkan pada peningkatan produktivitas dalam rangka meningkatkan produksi daging dan susu. Kuda lebih diarahkan pada peningkatan produktivitas baik sebagai ternak kerja, ternak perah, maupun ternak potong, bukan peningkatan populasinya.

Ayam buras perlu diperhatikan perkembangannya, karena selain ayam buras sebagai sumber produksi telur juga merupakan bahan baku restoran ayam Taliwang yang merupakan makanan khas di Pulau Lombok. Disisi lain, ayam buras merupakan ternak peliharaan rumah tangga pedesaan sebagai pendukung ketahanan ekonomi rumah tangga, karena mudah pemeliharaannya, mudah diuangkan, dan dapat dikatakan tanpa biaya produksi. Itik juga perlu mendapat perhatian karena itik adalah sumber produksi telur sebagai bahan baku industri telur asin. Sebagaimana diketahui telur asin merupakan makanan khas sebagai cinderamata/oleh-oleh baik bagi wisatawan domestik yang berkunjung ke Lombok maupun bagi warga NTB yang berkunjung ke sanak keluarga ke luar daerah. Dengan kata lain peternakan itik dan juga ayam buras sangat penting peranannya dalam mendukung pariwisata di NTB. Kondisi di lapangan

(28)

menunjukkan bahwa ketersediaan telur itik untuk bahan baku telur asin semakin berkurang. Demikian pula ketersediaan ayam buras sebagai bahan baku restoran “Ayam Taliwang” dirasakan semakin berkurang. Hal ini karena kurangnya program pengembangan perunggasan, khususnya itik dan ayam buras, pada Dinas/Instansi terkait baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Populasi sapi meningkat cukup besar setiap tahun sejak tahun 2008. Peningkatan populasi sapi sesuai dengan tujuan program BSS-NTB untuk mencapai populasi lebih dari satu juta ekor pada tahun 2013. Pertumbuhan populasi ternak kerbau dan kuda nampak datar cenderung menurun yang menunjukkan bahwa populasi ternak tersebut cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Ternak kerbau perlu mendapat perhatian karena selain dapat mensubstitusi ternak sapi, ternak kerbau merupakan ternak khas Kabupaten Sumbawa yang telah menjadi aset nasional.

Perkembangan populasi ternak sangat dipengaruhi oleh perbandingan antara populasi ternak jantan dan betina. Untuk menghasilkan populasi yang maksimal, harus diupayakan agar perbandingan jumlah pejantan dan betina induk optimal. Sebagai contoh, apabila program pengembangan sapi dilakukan dengan sistem perkawinan alam, maka perbandingan antara jumlah induk dan jumlah pejantan sebaiknya sekitar 20:1. Populasi sapi, kerbau, kambing, dan domba yang berjenis kelamin betina mencapai antara 64-76%. Hal ini cukup kondusif untuk perkembangan populasi ternak tersebut. Dengan semakin banyak ternak betina diharapkan jumlah anak-beranaknya akan semakin banyak sehingga secara langsung akan meningkatkan populasi.

Tabel 4.2. Populasi ternak menurut jenis kelamin tahun 2013

Jenis Ternak Jantan Betina Jantan & Betina

(ekor) (%) (ekor) (%) (ekor)

Sapi 331.061 36,12 585.499 63,88 916.560 Kerbau 50.448 34,97 93.813 65,03 144.261 Kuda 35.907 46,32 41.613 53,68 77.520 Kambing 212.272 33,84 415.010 66,16 627.282 Domba 9.196 24,28 28.679 75,72 37.875 Babi 31.320 49,90 31.446 50,10 62.766

(29)

Selain jenis kelamin, struktur umur juga menentukan perkembangan populasi ternak. Populasi ternak di NTB menurut struktur umur tertera pada Tabel 4.3

Tabel 4.3. Populasi ternak menurut struktur umur di NTB tahun 2013

Jenis Ternak Anak Muda Dewasa Jumlah

(ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) Sapi 230.698 25,17 240.964 26,29 444.990 48,55 916.560 Kerbau 32.834 22,76 35.632 24,7 75.795 52,54 144.261 Kuda 11.868 15,31 13.721 17,7 51.938 67,00 77.520 Kambing 184.484 29,41 170.307 27,15 272.429 43,43 627.282 Domba 8.245 21,77 8.333 22 21.297 56,23 37.875 Babi 27.234 43,39 24.184 38,53 11.348 18,08 62.766 Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB (2014)

Tabel 4.3 menunjukkan ternak dewasa menempati proporsi terbanyak, yaitu sekitar 50%, sedangkan ternak muda dan anak relatif sama, masing-masing sekitar 25%. Khusus pada sapi, ternak dewasa 48,55%; muda 26, 29% dan anak 25,17%. Struktur umur ini cukup ideal untuk perkembangan populasi tahun-tahun mendatang.

Pada Tabel 4.4 disajikan data populasi ternak betina menurut umur. Data ini sangat menentukan perkembangan populasi ternak di masa mendatang.

Tabel 4.4. Populasi ternak betina menurut umur di NTB tahun 2013

Jenis ternak Anak Muda Dewasa Jumlah

(ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor)

Sapi 119.886 20,47 114.662 19,58 351.042 59,95 585.590 Kerbau 17.441 18,59 19.908 21,22 56.464 60,19 93.813 Kuda 6.163 14,81 7.093 17,05 28.357 68,15 41.613 Kambing 105.509 25,42 103.188 24,86 206.313 49,71 415.010 Domba 4.776 16,65 6.700 23,36 17.203 59,98 28.679 Babi 11.800 37,53 12.126 38,56 7.519 23,91 31.446

(30)

Semakin besar proporsi ternak betina dewasa semakin banyak pula jumlah anak yang dihasilkan. Data pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kecuali ternak babi, proporsi populasi ternak terbanyak (sekitar 60%) adalah induk, sekitar 20% muda (bibit) dan 20% adalah anak. Proporsi demikian cukup baik untuk perkembangan populasi ke depan, dengan catatan ternak muda yang berkualitas diprioritaskan sebagai ternak bibit pengganti induk atau pengganti pejantan. Oleh karena itu, kebijakan pengendalian pengeluaran ternak betina bibit perlu mendapat perhatian.

Keadaan populasi berdasarkan pulau dan kabupaten/kota sangat diperlukan untuk penyusunan perencanaan pengembangan ternak sesuai dengan daya dukung wilayah. Populasi ternak besar, ternak kecil, dan unggas di NTB adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5. Populasi ternak besar menurut Kabupaten/Kota dan Pulau di NTB 2012 No Kab./Kota/Pulau Sapi (ekor) Kerbau (ekor) Kuda (ekor)

1 Mataram 1.994 22 754 2 Lombok Barat 80.881 8.564 4.026 3 Lombok Utara 76.086 435 612 4 Lombok Tengah 137.200 18.894 2.361 5 Lombok Timur 110.979 4.864 5.277 Jumlah P. Lombok 407.140 32.779 13.030 6 Sumbawa Barat 54.393 13.264 5.787 7 Sumbawa 197.141 54.022 39.660 8 Dompu 96.205 20.411 8.119 9 Bima 148.089 23.072 8.483 10 Kota Bima 13.592 713 2.441 Jumlah P. Sumbawa 509.420 111.482 64.490 TOTAL 916.560 144.261 77.520

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB (2013)

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa populasi ternak besar di Pulau Sumbawa lebih banyak dibandingkan di Pulau Lombok. Populasi ternak sapi di Pulau Sumbawa sebanyak 509.420 ekor (55,58%) sedangkan di Pulau Lombok 407.140 ekor (44,42%). Ternak kerbau di Pulau Sumbawa sebanyak 111.482 ekor (77,28%) sedangkan di P. Lombok sebanyak 32.779 ekor (22,72%). Ternak kuda juga jauh lebih banyak di P.

(31)

Sumbawa 64.490 ekor (83,19%) dari pada di Pulau Lombok 13.030 ekor (16,81%). Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Sumbawa memiliki keunggulan komparatif untuk pengembangan ternak besar di NTB karena masih terdapat padang penggembalaan yang luas. Populasi ternak kecil di NTB adalah sebagai berikut (Tabel 4.6 ).

Tabel. 4.6. Populasi ternak kecil menurut Kabupaten/Kota dan Pulau di NTB No Kab./Kota/Pulau Kambing (ekor) Domba (ekor) Babi (ekor)

1 Mataram 2.346 11 1.692 2 Lombok Barat 40.297 2.955 34.196 3 Lombok Utara 28.208 - 8.089 4 Lombok Tengah 76.076 632 1.250 5 Lombok Timur 77.263 7.623 25 Jumlah P. Lombok 224.190 11.221 45.252 6 Sumbawa Barat 16.149 1.711 500 7 Sumbawa 38.368 1.617 7.764 8 Dompu 62.889 78 4.154 9 Bima 270.332 21.458 -10 Kota Bima 15.355 571 -Jumlah P. Sumbawa 403.093 25.435 12.418 TOTAL 627.282 37.875 62.766

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB (2013)

Seperti halnya pada ternak besar, populasi ternak kecil (kambing dan domba) di Pulau Sumbawa juga lebih banyak dibandingkan di Pupau Lombok (Tabel 4.6). Populasi kambing di Pulau Sumbawa tercatat 403.093 ekor (64,26%) sedangkan di P. Lombok 224.190 ekor (3574%). Demikian pula populasi domba di Kabupaten Sumbawa juga lebih banyak dibandingkan di Pulau Lombok. Di Pulau Sumbawa populasi domba tercatat 25.435 ekor (697,16%) sedangkan di P. Lombok 11.221 ekor (29,63%). Untuk ternak babi, sebagian besar (80%) berada di P. Lombok terutama di Kabupaten Lombok Barat dan 20% lainnya ada di Pulau Sumbawa. Dari sisi populasi, menunjukkan bahwa Pulau Sumbawa memiliki potensi lebih besar dari pada Pulau Lombok untuk pengembangan ternak pemakan hijauan.

Kebalikan dari ternak besar dan ternak kecil, populasi ternak unggas di Pulau Lombok jauh lebih banyak dari pada di Pulau Sumbawa. Populasi ternak unggas menurut Pulau dan Kabupaten/Kota di NTB tertera pada Tabel 4.7. Populasi ayam

(32)

buras di Pulau Lombok 3.559.056 ekor (70,97%) dan di Pulau Sumbawa 1.455.693 ekor (29,03%). Ayam ras petelur di Pulau Lombok tercatat 184.562 ekor (99,95%) dan di Sumbawa 90 ekor (0,05%). Ayam ras pedaging di Pulau Lombok 2.474.686 ekor (67,59%) sedangkan di Pulau Sumbawa 1.186.747 ekor (32,41%). Populasi itik di Lombok 675.508 ekor (81,29%) dan di Pulau Sumbawa 155.502 ekor (18,71%).

Tabel 4.7. Populasi ternak unggas menurut Kabupaten/Kota dan Pulau di NTB 2013

No Kab./Kota/Pulau Buras (ekor)

Petelur (ekor)

Pedaging

(ekor) Itik (ekor)

1 Mataram 72.202 2.513 22.150 19.164 2 Lombok Barat 804.098 121.760 491.630 133.661 3 Lombok Utara 126.562 4.902 3.659 6.503 4 Lombok Tengah 1.449.838 30.753 628.393 389.409 5 Lombok Timur 1.106.356 24.634 1.328.854 126.771 Jumlah P. Lombok 3.559.056 184.562 2.474.686 675.508 6 Sumbawa Barat 85.149 - 2.000 8.006 7 Sumbawa 678.451 - 332.800 11.693 8 Dompu 184.426 - 75.355 33.895 9 Bima 443.144 90 282.613 85.129 10 Kota Bima 64.523 - 493.979 16.779 Jumlah P. Sumbawa 1.455.693 90 1.186.747 155.502 TOTAL 5.014.749 184.652 3.661.433 831.010

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB (2014)

Penyebab populasi unggas lebih banyak di Pulau Lombok adalah karena: (1) ketersediaan pakan unggas di Pulau Lombok lebih banyak, lebih murah, dan lebih mudah didapat, (2) pangsa pasar produk unggas di Pulau Lombok lebih besar, dan (3) jumlah rumah tangga pedesaan di Pulau Lombok lebih banyak dibandingkan di Pulau Sumbawa. Sebagaimana diketahui, ternak unggas terutama ayam buras merupakan ternak peliharaan utama bagi rumah tangga pedesaan.

Data populasi ternak, terutama ternak pemakan hijauan, menjadi lebih bermanfaat apabila dinyatakan dalam Unit Ternak karena Unit Ternak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dalam perencanaan usaha peternakan, misalnya untuk

(33)

menghitung daya dukung wilayah (carryng capacity). Populasi ternak di NTB dalam unit ternak adalah tersaji pada Tabel 4.8. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa perbandingan populasi di NTB dalam UT antara sapi, kerbau, kuda, dan kambing-domba adalah 73,80%, 11,96%, 7,16%, dan 7,09%. Proporsi ini menunjukkan bahwa sapi merupakan ternak yang memiliki potensi pengembangan terbesar di NTB, sehingga sangat tepat jika ternak sapi menjadi ternak unggulan. Ditinjau per pulau, antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa memiliki proporsi, untuk sapi adalah 44,5% dan 55,6%, kerbau 23% dan 77%, kuda 17% dan 83%, kambing dan domba 35% dan 65%. Apabila dibuat klasifikasi berdasarkan populasi per kabupaten/kota, maka Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Bima, dan Sumbawa dapat dikategorikan ke dalam kabupaten yang memiliki potensi besar, yaitu dengan populasi ternak pemakan hijauan di atas 100.000 UT. Kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Utara, Sumbawa Barat, dan Dompu, masuk dalam kategori sedang, dengan populasi di atas 50.000 sampai 100.000 UT. Kota Bima dan Kota Mataram masuk kategori kecil, dengan populasi di bawah 50.000 UT.

Tabel 4.8. Populasi ternak pemakan hijauan dalam Unit Ternak (UT) 2012

No Kab./Kota/Pulau Sapi Kerbau Kuda Kb+Db Jumlah

1 Mataram 1.356 15 588 212 2.413 2 Lombok Barat 54.999 5.995 3.140 3.893 69.137 3 Lombok Utara 51.738 305 477 2.539 55.009 4 Lombok Tengah 93.296 13.226 1.842 6.904 116.419 5 Lombok Timur 75.466 3.405 4.116 7.640 93.505 Jumlah P. Lombok 276.855 22.945 10.163 21.187 336.483 6 Sumbawa Barat 36.987 9.285 4.514 1.607 54.363 7 Sumbawa 134.056 37.815 30.935 3.599 209.269 8 Dompu 65.419 14.288 6.333 5.667 94.424 9 Bima 100.701 16.150 6.617 26.261 148.289 10 Kota Bima 9.243 499 1.904 1.433 13.479 Jumlah P. Sumbawa 346.406 78.037 50.302 38.568 519.825 TOTAL 623.261 100.983 60.466 59.864 856.308

(34)

Tabel 4.8 juga nampak bahwa populasi ternak pemakan hijauan (sapi, kerbau, kuda, kambing dan domba) mencapai 856.308 UT, sama dengan populasi tahun 2011. Namun ternak sapi meningkat dari 597.266 UT menjadi 623.261 UT atau naik sekitar 6%. Untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak tersebut, berarti setiap hari harus tersedia pakan hijauan kurang lebih 29.970.780 kg atau 10.939.335 ton per tahun.

Dengan asumsi bahwa 1 ha lahan sumber pakan dapat menampung 1,5 UT, maka pada kondisi sekarang diperlukan lahan sumber pakan sebanyak 570.872 ha. Lahan tersebut dapat terdiri atas sawah, tegal, kebun, ladang, padang penggembalaan, wilayah pinggiran hutan, dan lahan-lahan lain yang potensial sebagai sumber pakan ternak. Pertanyaannya, apakah dengan kondisi penggunaan lahan seperti sekarang, NTB masih memiliki daya dukung lahan untuk memenuhi kebutuhan pakan hijauan ternak? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dilakukan studi lapangan yang mendalam. Jika ternyata daya dukung lahan secara alamiah sudah tidak mendukung, maka harus diintroduksi teknologi pakan ternak dan pengelolaan padang penggembalaan secara intensif.

2.6. Perkembangan Produksi Daging Ternak di NTB

Perkembangan produksi daging di NTB selama lima tahun terakhir tersaji pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Perkembangan produksi daging lima tahun terakhir di NTB (dalam kg)

Jenis ternak 2009 2010 2011 2012 2013 r (%) Kuda 245069 300832 334399 297707 306141 6.44 Sapi 5253746 8025429 10958111 12431831 13884310 28.61 Kerbau 1262607 1680134 1878542 2385107 2259540 16.64 Kambing 2255511 2804264 4622849 5070365 4935270 24.05 Domba 126088 187616 285723 230597 187857 15.82 Babi 1373551 1987022 2473067 2542467 2884990 21.35 AyamBuras 7179028 8669106 6898583 10160840 40969400 87.71 Ayam Ras 3363423 5934320 9211887 26170000 11342450 64.77 Itik 268616 450929 619076 841777 1148970 44.41 Jumlah 21327639 30039652 37282235 60130682 77918928 38.96 Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB (2013)

(35)

Tabel 4.9 memperlihatkan, selama lima tahun terakhir semua produksi daging dari semua jenis ternak menunjukkan peningkatan positif setiap tahunnya. Khusus ternak sapi sejalan dengan program BSS, peningkatan produksi daging sapi sangat signifikan, yaitu rata-rata 28,61% per tahun. Untuk ternak kambing, domba, dan babi terlihat mengalami peningkatan tajam yaitu di atas 100%. Hal tersebut diduga karena kesalahan pencacatan.

2.7. Inseminasi Buatan pada Sapi

Inseminasi buatan telah dilakukan sejak 30 tahun yang lalu di NTB dengan maksud untuk meningkatkan reproduktivitas dan reproduktivitas sapi Bali, namun demikian hingga sekarang produktivitas dan reproduktivitas sapi di NTB masih relatif rendah. Untuk pelaksanaan inseminasi fasilitas dan infrastruktur pendukung semestinya sudah tersedia dengan pengembangan pelaksanaan yang telah dikerjakan selama 30 tahun. Di samping itu semen beku sapi Bali dan semen sapi impor tersedia di NTB untuk mendukung pelaksanaan inseminasi buatan. Bila dibanding dengan hasil kelahiran pedet jumlah realisasi inseminasi dan jumlah akseptor relatif sangat tinggi, oleh karena itu diperkirakan masih terdapat ruang untuk meningkatkan jumlah anak yang lahir dari hasil IB.

Berdasarkan data pelaksanaan inseminasi buatan di NTB menunjukkan terjadi penurunan target pelaksanaan inseminasi buatan di NTB pada tiga tahun terakhir. Pada tahun 2011 target IB 71.298 dosis straw, lalu tahun 2012 turun menjadi 48.087 dosis straw dan tahun 2013 menjadi 35.730 dosis straw. Nampak dilihat bahwa terjadi penurunan tajam dari target, realisasi, akseptor dan kelahiran hanya 20-50% dari target. Pada tahun 2011 realisasi pelaksanaan IB mencapai 62.514 dosis straw semen beku dengan akseptor 59.366 ekor sapi betina dan jumlah pedet yang lahir sebanyak 32.046 ekor. Pada tahun 2012 realisasi pelaksanaan IB mencapai 45.674 dosis straw semen beku dengan jumlah akseptor sebanyak 26.013 ekor sapi betina dan pedet yang lahir dari hasil IB sebanyak 9.387 ekor. Pada tahun 2013 target IB lebih rendah namun akseptor sapi lebih banyak dari tahun 2012 sehingga terjadi peningkatan jumlah anak yang lahir. Pada tahun 2013 tersebut realisasi pelaksanaan IB mencapai 31.372 straw

(36)

semen beku dengan akseptor 29.818 ekor sapi betina dan jumlah pedet yang lahir 16.064 ekor.

Inseminasi buatan telah dilaksanakan di seluruh kabupaten di NTB, namun target, realisasi, akseptor dan anak sapi yang lahir hasil IB di Pulau Lombok jauh lebih tinggi dibanding dengan Pulau Sumbawa. Pelaksanaan IB mungkin lebih sulit dilaksanakan di Pulau Sumbawa dibanding dengan di Pulau Lombok, karena sapi di Sumbawa kebanyakan dipelihara secara ekstensif sementara di Lombok dipelihara secara intensif.

Kegiatan IB telah dilaksanakan secara luas di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Timur , Lombok Barat dan Lombok Utara. Di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah realisasi IB lebih rendah dari target, namun di kabupaten lain realisasi IB melampaui target. Realisasi IB tertinggi di Kabupaten Lombok Timur, berikutnya Lombok Tengah dan Lombok Barat. Angka kelahiran dari IB terbanyak terjadi di Kabupaten Lombok Timur, kemudian di Lombok Tengah dan berikutnya Lombok Utara.

Pelaksanaan inseminasi yang tertinggi di tiga kabupaten yaitu di Lombok Timur, Lombok Tengah dan Lombok Barat, tetapi akseptor terbanyak yaitu berada di Lombok Timur, Lombok Tengah dan Lombok Utara. Perbedaan program dan pelaksanaan IB di masing-masing daerah tersebut kemungkinan disebabkan oleh kondisi lapangan setempat, iklim dan pola pemeliharaan. Kabupaten Lombok Timur paling unggul baik dari realisasi inseminasi, jumlah akseptor dan pedet yang dihasilkan.

Dalam pelaksanaan IB di NTB tersedia semen beku dari berbagai bangsa sapi yaitu sapi Bali, Simental, Limousin, Brangus, Angus, Brahman, Ongole dan sapi FH. Delapan jenis bangsa sapi tersebut tersedia di NTB baik diproduksi di dalam negeri dan didatangkan dari luar negeri. Pelaksanaan inseminasi umumnya menggunakan semen beku sapi Bali, diikuti sapi Simental dan Limousin. Tingkat kelahiran dibanding dengan jumlah semen beku yang diinseminasikan yang tertinggi adalah semen beku asal sapi Bali, kemudian Limousin dan Simental.

(37)

Inseminasi yang telah dilakukan di NTB sebanyak 30.000 kali suntikan, menghasilkan kebuntingan dan melahirkan pedet 15.000 ekor sapi dan jumlah peternak pemilik sapi yang terlibat 25.000 orang. Dari data tersebut kebuntingan melalui pelaksanaan IB lebih dari dua kali. Data tersebut menunjukkan bahwa sapi dengan IB jarak beranaknya lebih panjang dibandingkan kawin alam. Data tersebut berdasarkan laporan pada tahun 2008, di mana pada tahun tersebut relatif sangat kecil produksinya dibandingkan dengan periode sesudahnya.

(38)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan kajian ini diuraikan sesuai dengan tipe dan jenis analisis yang digunakan, meliputi hasil kajian berdasarkan Analisis Location Qoetion (LQ), Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Analisis Potensi Pengembangan Berdasarkan Daya Tampung, Analisis Overlay dan Analisis SWOT. Uraian tentang potensi ternak di Provinsi NTB berdasarkan masing-masing jenis analisis tersaji berikut ini.

5.1. LQ Ternak Herbivora

Pemetaan kawasan dilakukan menggunakan analisis LQ, yang metode kajiannya diuraikan pada Bab IV. Hasil analisis LQ penelitian ini membandingkan antara jumlah populasi ternak besar dan ternak kecil pemakan herbivore di setiap wilayah kabupaten/kota dengan populasi penduduk di masing-masing kabupaten/kota . Berikut ini pada Tabel 5.1. tersaji rincian populasi ternak pemakan herbivora (dalam ekor) di Provinsi NTB, tahun 2013.

Tabel 5.1.: Populasi ternak pemakan hijauan/herbivora (ekor) di 10 kabupaten/kota di Provinsi NTB 2013

No Kabupaten/Kota Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba

1 Mataram 2.181 26 665 1.984 60 2 Lombok Barat 88.485 6.634 3.819 40.714 1.341 3 Lombok Utara 83.239 415 623 29.929 0 4 Lombok Tengah 150.099 19.083 2.365 89.026 824 5 Lombok Timur 121.413 5.081 5.241 87.135 9.565 Jumlah P. Lombok 445.417 31.239 12.713 248.788 11.790 6 Sumbawa Barat 59.507 13.275 5.783 16.681 1.687 7 Sumbawa 215.675 50.857 38.282 35.002 1.840 8 Dompu 105.250 22.078 9.580 70.271 134 9 Bima 162.012 20.483 7.969 197.157 15.543 10 Kota Bima 14.870 461 966 16.250 166 Jumlah P. Sumbawa 557.314 107.154 62.580 335.361 19.370 TOTAL 1.002.731 138.393 75.293 584.149 31.160

(39)

Adapun jumlah ternak pemakan hijauan berdasarkan unit ternak (UT) per kabupaten/kota di Provinsi NTB tahun 2013 adalah seperti tercantum pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2.: Populasi ternak pemakan hijauan (UT) tahun 2013 di NTB

No Kabupaten/Kota Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba Jumlah

1 Mataram 1.661 23 532 249 7 2.472 2 Lombok Barat 67.408 5.920 3.055 5.106 147 81.636 3 Lombok Utara 63.411 370 498 3.753 0 68.033 4 Lombok Tengah 114.345 17.030 1.892 11.164 90 144.521 5 Lombok Timur 92.492 4.534 4.193 10.927 1.049 113.196 Jumlah P. Lombok 339.319 45.332 11.847 4.626 2.092 185 6 Sumbawa Barat 164.301 45.385 30.626 4.389 202 244.903 7 Sumbawa 80.179 19.702 7.664 8.812 15 116.373 8 Dompu 123.421 18.279 6.375 24.723 1.705 174.504 9 Bima 11.328 411 773 2.038 18 14.568 10 Kota Bima 763.880 123.502 60.234 73.252 2.125 1.024.287 Jumlah P. Sumbawa 424.562 1.661 23 532 249 7 TOTAL 763.880 67.408 5.920 3.055 5.106 147

Jika data ternak herbivora pada Tabel 5.2. dibuat dalam ilustrasi tersendiri, hasilnya nampak pada Gambar 5.1.

(40)

Berdasarkan data pada Tabel 5.2. ternak sapi menempati peringkat pertama dari segi jumlah ternak pemakan hijauan di NTB dengan total 763.880 unit ternak (UT). Menyusul setelah sapi adalah kerbau dengan populasi 123.502 UT, kemudian kambing 73.252 UT, kuda 60.234 UT dan domba 3.418 UT. Data pada Table 5.1. dan Tabel 5.2. juga menunjukkan bahwa Pulau Sumbawa memiliki populasi ternak herbivora lebih banyak dibandingkan dengan populasi ternak sejenis di Pulau Lombok. Jumlah populasi ternak herbivora di Pulau Sumbawa mencapai 557.314 UT sedangkan populasi ternak sejenis di Pulau Lombok hanya 445.417 UT.

Hasil analisis LQ ternak herbivora dalam penelitian ini diperoleh dengan membandingkan antara jumlah populasi ternak herbivora dengan populasi penduduk di setiap kabupaten/kota di NTB. Adapun jumlah penduduk kabupaten/kota di NTB diperoleh dari Badan Pusat Statistik NTB, 2013.

Adapun populasi penduduk kabupaten/kota di Provinsi NTB tahun 2013 tertera pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Populasi Penduduk Provinsi NTB

Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah

Mataram 204.676 208.534 413.210 Lombok Barat 300.364 312.797 613.161 Lombok Utara 100.500 103.064 203.564 Lombok Tengah 414.602 460.629 875.231 Lombok Timur 524.126 599.362 1.123.488 Sumbawa Barat 1.544.268 1.684.386 3.228.654 Sumbawa 60.201 58.407 118.608 Dompu 216.066 206.963 423.029 Bima 113.164 110.514 223.678 Kota Bima 222.883 224.403 447.286 Sumber: BPS NTB, 2013.

Rincian mengenai hasil analisis LQ ternak herbivora di Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2013 tersaji pada Tabel 5.4.

(41)

Tabel 5.4. Nilai LQ Ternak Herbivora di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kab/Kota Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba

Mataram 0.02 0.002 0.10 0.04 0.03 Lombok Barat 0.66 0.36 0.38 0.52 0.52 Lombok Utara 1.87 0.07 0.19 1.15 -Lombok Tengah 0.78 0.72 0.16 0.80 0.22 Lombok Timur 0.49 0.15 0.28 0.61 2.02 Sumbawa Barat 2.30 3.71 2.97 1.10 3.37 Sumbawa 2.33 3.99 5.51 0.65 1.03 Dompu 2.15 3.27 2.61 2.47 0.14 Bima 1.66 1.52 1.09 3.46 8.23 Kota Bima 0.46 0.10 0.40 0.87 0.27

Sumber: Disnak dan Keswan NTB, BPS NTB, 2013

Tabel 5.4. menunjukkan bahwa Kabupaten Sumbawa merupakan daerah basis ternak sapi di Provinsi NTB dengan nilai LQ sebesar 2,33; diikuti Kabupaten Sumbawa Barat (LQ=2,30); kemudian Kabupaten Dompu (LQ=2,15); Lombok Utara (1,87) dan Kabupaten Bima dengan nilai LQ 1,66. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis LQ, ternak sapi di Provinsi NTB memiliki keunggulan untuk dikembangkan terutama di Pulau Sumbawa. Persaingan populasi ternak dengan jumlah penduduk yang relatif masih longgar di Pulau Sumbawa memungkinkan pengembangan sapi dilakukan di daerah ini dibandingkan jika dilakukan di Pulau Lombok. Pengembangan sapi di Pulau Lombok memiliki kecenderungan baik bila lebih diarahkan ke kegiatan penggemukan yakni untuk tujuan peningkatan bobot badan per satuan ternak.

Masuknya Provinsi NTB ke dalam kawasan strategis pengembangan sapi potong nasional sebagaimana tertera dalam Permentan No 50/2012, merupakan kabar baik terutama bagi peternak. Hal itu dikuatkan terbitnya Perpres No. 50/2014 tentang kawasan peternakan sapi potong. Dengan demikian semakin besar kewenangan Dinas Peternakan dan Keswan NTB menata wilayah yang dimaksudkan terutama terhadap pengembangan sapi potong di wilayah Pulau Sumbawa (minus Kota Bima), serta pengembangan hal sama di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur untuk wilayah Pulau Lombok. Meskipun nilai LQ sapi Lombok Tengah relatif rendah,

(42)

namun daerah ini strategis bagi pengembangan sapi karena sukses menjadi pilot proyek pengembangan sapi di bawah dua lembaga asing (ACIAR dan JICA).

Nilai LQ kerbau juga relatif mirip dengan fenomena yang ditampilkan sapi. Yakni bahwa Kabupaten Sumbawa juga merupakan basis ternak kerbau di Provinsi NTB dengan nilai LQ sebesar 3,99; diikuti Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dengan nilai LQ kerbau 3,71; kemudian Kabupaten Dompu dengan LQ sebesar 3,22; dan Kabupaten Bima dengan LQ nilai 1,52. Tampilnya Pulau Sumbawa mendominasi kawasan basis pengembangan kerbau terutama terkait dua hal. Yakni perbandingan jumlah ternak dengan populasi manusia yang belum begitu ketat di wilayah itu. Selain itu juga disebabkan karena persyaratan teknis bagi pengembangan kerbau seperti tersedianya kawasan berrawa relatif masih banyak terhampar di Pulau Sumbawa dibandingkan di Pulau Lombok. Sejauh yang tergambar dalam Tabel 5.4. dapat disimpulkan bahwa Pulau Lombok relatif kurang tepat bagi pengembangan kerbau. Hal ini terkait relatif padatnya jumlah penduduk di wilayah ini.

Basis pengembangan kuda di Provinsi Nusa Tenggara Barat juga terkonsentrasi di Pulau Sumbawa dengan rincian wilayah pengembangan berturut-turut adalah Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu dan Bima. Sekali lagi hal ini menunjukkan bahwa basis pengembangan ternak besar di Provinsi NTB berlokasi di Pulau Sumbawa.

Pengembangan kambing di NTB berdasarkan analisis LQ terkonsentrasi di Kabupaten Bima dengan nilai LQ 3,46; diikuti Dompu (LQ= 2,47); Lombok Utara (LQ = 1,15) dan Sumbawa Barat (LQ= 1,10). Domba terkonsentrasi Kabupaten Bima dengan nilai LQ sebesar 8,23, Sumbawa Barat (nilai LQ= 3,37); Kabupaten Lombok Timur dengan nilai LQ sebesar 2,27 dan Kabupaten Sumbawa (nilai LQ= 1,03).

5.2. LQ Unggas

Ternak unggas yang dibahas pada kajian ini meliputi ayam bukan ras (buras), ayam petelur, ayam pedaging dan itik. LQ unggas dihitung berdasarkan jumlah populasi masing-masing jenis unggas di suatu wilayah kabupaten/kota dibandingkan dengan total populasi unggas di wilayah referensi. Rincian LQ unggas di NTB sbb:

(43)

5.2.1. Ayam Buras

Hasil perhitungan LQ ayam buras di Provinsi Nusa Tenggara Barat selama lima tahun terakhir adalah seperti nampak pada Tabel 5.5. dan Gambar 5.2.

Fenomena menarik terjadi pada hasil perhitungan LQ ayam buras. Hanya dua daerah yakni Kota Bima dan Lombok Tengah yang nilai LQ ayam burasnya tahun 2013 berada di bawah satu (LQ<1). Fakta itu mengindikasikan ayam buras digemari dipelihara warga NTB, sehingga merupakan ternak idola yang patut didorong pengembangannya.

Tabel 5.5. LQ Ayam Buras di Provinsi NTB Lima Tahun Terakhir.

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Mataram 0.96 0.494 1.29 1.20 1.22 Lombok Barat 0.90 1.062 1.13 1.00 1.08 Lombok Utara 1.46 1.745 1.83 1.73 1.90 Lombok Tengah 0.97 1.160 1.11 1.12 0.83 Lombok Timur 1.08 0.799 0.83 0.83 1.17 Sumbawa Barat 1.31 1.718 1.61 1.73 1.90 Sumbawa 1.07 1.386 1.32 1.28 1.44 Dompu 1.17 1.302 1.27 1.21 1.31 Bima 0.88 0.782 0.86 1.06 1.06 Kota Bima 0.77 0.591 0.20 0.22 0.24 Sumber: BPS, diolah

Meskipun demikian, ada catatan khusus menyangkut pengembagan ayam buras di NTB. Yakni semakin kuatnya kecenderungan warga Lombok Tengah meningkatkan populasi ayam buras, khususnya ayam Arab, seperti dilakukan warga Kecamatan Janapria dan Pujut (Desa Teruwai). Wilayah yang disebutkan terakhir belakangan berkembang menjadi sentra perbibitan ayam Arab di level NTB sejalan membaiknya permintaan pasar. Artinya, meskipun nilai LQ ayam buras di kawasan ini tergolong rendah, hal itu bisa disiasati dengan menata pasokan pakan sehingga memungkinkan Lombok Tengah berkembang menjadi sentra bibit ayam buras. Sentra ayam buras di Lombok Tengah masih bisa diperbesar lagi sejauh tersedia pakan dalam jumlah dan mutu memadai, kelancaran transportasi serta adanya serapan produk oleh pasar.

(44)

Pengembangan ayam buras di NTB berturut-turut di Sumbawa Barat dan KLU dengan nilai LQ masing-masing 1,9, lalu Sumbawa (LQ=1,44), Dompu (1,33) dan Mataram (1,22). Potensi pengembangan ayam Buras di KLU berlokasi di Kayangan dan Jenggala; Sumbawa Barat di semua kecamatan. Rincian LQ ayam buras kabupaten/kota se NTB tersaji pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2. Nilai LQ Ayam Buras di Provinsi NTB Lima Tahun Terakhir

Kabupaten Lombok Tengah merupakan kabupaten wilayah yang memiliki kelompok peternak ayam buras tertinggi di Nusa Tenggara Barat. Tercatat 25 kelompok peternak ayam buras di Lombok Tengah yang sudah menjalankan aktivitas usaha dengan baik. Tingginya jumlah kelompok peternak ayam buras di Lombok Tengah dapat dianggap sebagai kekuatan, sehingga ke depan Lombok Tengah dapat dikembangkan menjadi sentra penghasil ayam buras untuk wilayah NTB.

5.2.2. Ayam Petelur

Adapun nilai LQ ayam petelur di Provinsi Nusa Tenggara Barat selama lima tahun terakhir tertera pada Tabel 5.6 dan Gambar 5.4. Kabupaten Lombok Barat merupakan daerah basis pengembangan ayam petelur di Provinsi NTB. Hal itu

(45)

ditunjukkan oleh nilai LQ ternak ini selama lima tahun terakhir yang selalu berada di atas 4 (terakhir pada 2013 nilai LQ ayam petelur Lombok Barat mencapai 4,35). Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Utara semakin memperlihatkan potensi diri sebagai daerah basis ayam petelur seperti terlihat dari nilai LQ ayam petelur kedua daerah pada tahun 2013 masing-masing sebesar 3,29 untuk Kota Mataram dan 2,12 untuk Kabupaten Lombok Utara. Ayam petelur, dengan demikian layak lebih dikembangkan di wilayah ini.

Tabel 5.6. Nilai LQ Ayam Petelur di NTB Lima Tahun Terakhir

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Mataram 0.02 2.66 1.36 1.14 3.29 Lombok Barat 4.98 4.25 4.49 4.12 4.35 Lombok Utara 0.01 0.01 0.01 1.82 2.12 Lombok Tengah 0.29 1.09 1.35 0.65 0.46 Lombok Timur 0.48 0.11 0.12 0.50 0.77 Sumbawa Barat 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Sumbawa 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Dompu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Bima 0.18 0.00 0.00 0.01 0.00 Kota Bima 0.00 0.67 0.67 0.00 0.00 Sumber: BPS NTB, diolah

Adapun Kabupaten Lombok Tengah cenderung menjauh dari posisi sebagai kawasan basis ayam petelur sebagaimana terlihat dari penurunan nilai LQ ternak itu yang pada tahun 2011 sebesar 1,35 menurun menjadi 0,65 pada tahun 2012 dan pada 2013 nilai LQ ayam petelur di Lombok Tengah merosot lagi menjadi 0,46. Enam kabupaten di Pulau Sumbawa memperlihatkan nilai LQ teramat rendah untuk ayam petelur sehingga bisa disimpulkan bahwa Pulau Sumbawa bukanlah wilayah basis bagi peternakan ayam petelur bagi Provinsi NTB. Kondisi wilayah Pulau Sumbawa yang relatif kering serta ketersediaan saprodi yang agak terbatas disinyalir menjadi faktor pembatas sulit berkembangnya ayam petelur di Pulau Sumbawa. Dalam hidupnya, ayam petelur memiliki kecenderungan membaik produktivitasnya jika dipelihara di

(46)

lokasi yang berudara sejuk

Postur LQ ayam petelur 10 kabupaten di NTB pada Gambar 5.3 sekaligus menunjukkan ayam petelur potensial dikembangkan di Pulau Lombok kecuali di Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur

Gambar 5.3. Hasil analisis LQ ayam petelur di NTB lima tahun terakhir.

Secara keseluruhan berdasarkan hasil analisi LQ, kawasan yang paling potensial untuk pengembangan ayam ras petelur di Nusa Tenggara Barat terkonsentrasi di Pulau Lombok. Hal ini terkait dengan sifat ayam ras petelur yang tergolong hewan berdarah panas (homeothermic) dengan suhu tubuh berkisar antara 40,5 sampai dengan 42,5oC, hampir seluruh bagian tubuhnya ditutupi bulu dan tidak memiliki kelenjar keringat. Ayam ras petelur merupakan jenis ayam yang diseleksi dan dikembangkan di daerah beriklim dingin, sehingga bila dipelihara di daerah panas rentan terhadap bahaya stress panas. Untuk dapat hidup nyaman dan berproduksi optimal ternak ayam ras petelur harus dipelihara pada daerah yang sejuk (comfort zone) dengan kisaran suhu berkisar antara 21 sampai dengan 27oC, bila tidak ayam ras petelur tidak akan dapat berproduksi dengan baik. Agar dapat mencapai suhu nyaman (comfort zone), dapat dilakukan dengan menggunakan kandang tertutup (closed house) atau

Referensi

Dokumen terkait

Ketidakmampuan manusia dalam menjalankan kehidupan sehari- hari akan mendorong manusia untuk selalu mengadakan hubungan timbal balik dengan sesamanya serta bertujuan

Berdasarkan Tabel 4, Dapat dike- tahui bahwa pangsa pasar awal susu fer- mentasi bermerek dalam kemasan di Kota Makassar dikuasai oleh Yakult sebesar 44 %, Cimory sebesar 32,5 %

75-100 % metode pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan capaian pembelajaran yang direncanakan PROSES PEMBELAJARAN Ya Sebagian Tidak 91% 0% 9% Tidak tersedianya

Informasi terkait adanya penambahan informasi terbuka pada Daftar Informasi Publik (Kepala) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian (Kepala) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Maret

Merendam sampel ayam broiler dengan berbagai konsentrasi ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) varietas putih yang telah diencerkan dengan aquades selama 30 menit..

Sasaran tersebut yaitu mencari calon Brigadir Polri yang terbaik dan dengan prinsip penerimaan Brigadir Polri di Polda Bali ini yaitu berprinsip BTAH (Bersih,

Seorang wanita, usia 50 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan kaki tidak dapat berjalan sejak 3 minggu yang lalu. Riwayat sebelumnya pasien sering keputihan berbau

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kalimantan Selatan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 01 Tahun 2012, dan memiliki tugas