• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam (Sains)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam (Sains)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam (Sains)

Ngir Tjuk Hirwo B. 2021412 RB. 1009 Magister Teknik Sipil

Fakultas Teknik – Universitas Sangga Buana YPKP Bandung

A. FILSAFAT

Sejarah Perkembangan Filsafat

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat mencolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,

“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain.

Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah- pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).

Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.

Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana

“pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.

Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen

(2)

(1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.

Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).

Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.

Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.

Pengertian Filsafat

Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani

“philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).

Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf.Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang

(3)

menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan).

Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.

Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur- unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.

Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita- citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.

Pengertian filsafat menurut para tokoh :

1. Pengertian filsafat menurut Harun Nasution filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tak terikat tradisi, dogma atau agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan

2. Menurut Plato ( 427-347 SM) filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada 3. Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan murid Plato menyatakan filsafat

menyelidiki sebab dan asas segala benda.

4. Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM) mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha untuk mencapainya.

(4)

5. Al Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya.

Suhar AM berpendapat bahwa, “filsafat” merupakan istilah yang sering dikaitkan dengan sebuah teori umum tentang hakikat dari sesuatu, khususnya tentang bagaimana memperoleh pengertian yang luas tentang sesuatu tersebut.

Lebih lanjut Suhar menjelaskan bahwa ruang lingkup pembahasan filsafat sangat luas, maka para ahli filsafat memberikan definisi yang berbeda. Plato misalnya, yang mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Aristoteles, murid Plato, mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan esetetika. Sementara itu, Descartes mengatakan bahwa filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan. Sedangkan menurut Ir. Poedjaeijatna, filsafat merupakan ilmu yang mencari sebab yang sedaam-dalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat diketahui betapa kompleksnya pembahasan filsafat. Namun, tidak ada perbedaan yang menjadi pertentangan. Hanya, perbedaan tersebut dilihat dari sudut pandang dalam mengkaji filsafat tersebut. Pada dasarnya mereka mengemukakan bahwa pembahasan filsafat meliputi: Tuhan, manusia dan alam, yang mana merupakan objek material filsafat. Lebih jauh dari itu, filsafat juga mengkaji hakikat yang terkandung di dalam objek kajiannya tersebut dengan berpikir secara mendalam (objek forma).

1. Fungsi Filsafat

Endang Saifuddin Anshari, dalam bukunya Ilmu, Filsafat dan Agama, menguraikan filsafat sebagai “ilmu istimewa” yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan pada umumnya, karena jangkauan filsafat lebih dalam dari ilmu pengetahuan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Anshari juga berpendapat bahwa filsafat merupakan proses berpikir untuk memahami secara radikal, integral dan sistematis tentang Tuhan, manusia dan alam semesta.

(5)

Jadi, sangat jelas bahwa filsafat sangatlah berperan penting dan berfungsi dalam kehidupan manusia. Filsafat dapat memenuhi harapan-harapan manusia. Fitrah manusia adalah berpikir, maka pola pikir manusia pun mengalami perubahan dari masa ke masa. Dan seiring perubahan-perubahan tersebut, dasar-dasar kehidupan manusia juga berubah dan mengalami lompatan-lompatan termasuk dalam bidang sains dan teknologi.

Namun, di sisi lain, dari kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh manusia tersebut, tidak diiringi dengan pembangunan dan perkembangan moral manusia. Dari sinilah ilmu pengetahuan tidak selaras dengan kebijaksanaan. Sehingga, manusia pun mengalami keadaan yang dilematis dalam hidupnya. Mereka mengalami disharmonisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan mereka mengalami alienasi dari dirinya sendiri, lingkungan sosialnya dan Tuhannya.

Menghadapi kenyataan itu, maka filsafat menjadi penyelaras tujuan sains dan teknologi yang tercerabut dari akar metafisisnya. Filsafat memaknai kembali dasar-dasar saintek baik dalam aspek epistemologi, ontologi ataupun aksiologinya. Dengan begitu, maka kehidupan manusia lebih terarah. Karena filsafat dapat merumuskan kembali nila-nilai moral sebagai landasan konstruksi sains dan teknologi. Singkatnya, filsafat berfungsi untuk menyelamatkan manusia dari kesesataan hidup menghadapi modernisasi dan gaya hidup materialisme.

2. Pemikiran Filsafat

Menurut Kattsoff, perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan konsepsional. Konsepsi tersebut merupakan hasil generalisasi dan abstaraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses satu demi satu. Sebagai konsekuensinya, para filosof tidak hanya membahas tentang Tuhan, alam dan manusia, tetapi juga membahas tentang proses berpikir itu sendiri. Mereka tidak hanya ingin mengetahui hakikat yang ada dan ukuran-ukuran kebenarannya, melainkan juga menemukan kaidah-kaidah berpikir itu sendiri. Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun bagan yang keheren (runtut) dan rasional. Selain itu, filsafat juga senantiasa bersifat komprehensif (menyeluruh).

Sedangkan, Ali Maksum menguraikan ciri dari pemikiran filsafat diantaranya:

pertama, berpikir radikal, yang berarti filosof tidak terpaku pada fenomena tertentu saja.

Keradilan berpikir menuntut untuk berpikir menemukan akar seluruh kenyataan. Berpikir

(6)

radikal bertujuan untuk memperjelas realitas dengan pemahaman realitas itu sendiri.

Kedua, mencari asas. Dalam memandang realitas, filsafat senantiasa berusaha mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Dengan kata lain, mencari asas berarti menemukan esensi dari realilitas itu. Ketiga, para filosof berupaya untuk memburu kebenaran. Sudah barang tentu kebenaran yang diburu adalah kebenaran yang hakiki dan sungguh-sungguh dapat dipertanggungjawabkan. Keempat, mencari kejelasan. Berfilsafat merupakan perjuangan untuk mencari kejelasan pengertian dan kejelasan seluruh realitas.

Pencarian kejelasan itu ialah salah satu sifat dasar dari filsafat. Kelima, berpikir rasional.

Berpikir rasional berarti berpikir logis, sistematis dan kritis. Pemikiran filsafat dapat diidentifikasi sebagai sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam dengan ciri-ciri berpikir filsafat yang sebagaimana disebut di atas.

3. Filsafat Sebagai Induk Ilmu Pengetahuan

Pada uraian sebelumnya secara tidak langsung telah disinggung titik singgung antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Sebagai suatu proses berpikir, filsafat merupakan jalan untuk mengetahui hakikat yang ada. Dari proses tersebut, lahirlah ilmu pengetahuan yang sebagaimana dapat kita pelajari dan kita pergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan.

Sebagai induk ilmu pengetahuan, filsafat mengandung pertanyaan-pertanyaan ilmiah, yaitu apa, mengapa, kemana, dan bagaimana. Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut filsafat menguraikan kebenaran dan hakikat sesuatu. Sebagaimana ilmu pengetahuan yang dijadikan manusia sebagai jalan untuk mengetahui sesuatu melalui metode ilmiah. Jadi, ilmu pengetahuan bertolak dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, sedangkan filsafat bergerak dari tahu menjadi lebih tahu serta mengetahui hakikat dari yang diketahui.

Dengan pertanyaan-pertanyaan ilmiah di atas, dapat diartikan filsafat berperan sebagai ilmu. Namun, tidak hanya sebagai ilmu, filsafat juga dapat dijadikan sebagai metode berpikir dan sutau sikap terhadap realitas. Dengan demikian, ilmu pengetahuan lahir dari rahim yang sama, yakni filsafat. Filsafat merupakan The Mother of Science yang menjadi dasar dan pijakan ilmu pengetahuan.

(7)

B. Filsafat Ilmu Definisi Filsafat Ilmu

Setelah memaparkan pengertian filsafat, maka penulis akan mendeskripsikan filsafat ke arah yang lebih mengerucut, yakni filsafat ilmu. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, filsafat adalah berpikir rasional, kritis, sistematis, dan mendalam tentang suatu hal untuk menemukan hakikat dari hal tersebut. Filsafat telah melahirkan pemikiran-pemikiran yang begitu luar biasa. Filsafat pula yang melahirkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Dengan lahirnya ilmu pengetahuan, manusia berkembang seiring perkembangan zamannya.

Filsafat adalah prasyarat mendasar untuk memahami sejarah, sosiologi dan studi lain dari ilmu pengetahuan, metode-metode, prestasi dan prospek. Masalah filsafat klasik seperti yang kehendak bebas dibandingkan determinisme, atau apakah pikiran adalah bagian dari tubuh, atau apakah ada ruang untuk tujuan, kecerdasan dan makna dalam bahan murni semesta, yang dibuat oleh dan mendesak dibentuk oleh penemuan-penemuan ilmiah dan teori.

Sementara itu, pengertian ilmu dapat dirujuk dengan kata ilm (Arab), science (Inggris), watenschap (Belanda) dan wissenschaf (Jerman). Mohamad Adib mengutip R.

Harre berpendapat bahwa ilmu adalah kumpulan teori yang sudah diuji coba yang menjelaskan tentang pola-pola yang teratur atau pun tidak teratur di antara fenomena yang dipelajari secara hati-hati. Sederhananya, ilmu atau ilmu pengetahuan ialah akumulasi pengetahuan yang telah melalui proses ilmiah yang disusun secara sistematis, konsisten dan kebenarannya telah diuji secara empiris.

Filsafat dan ilmu pengetahuan adalah dua hal yang saling terkait. Kattsof mengatakan bahwa bahasa yang dipakai dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu. Begitu apa yang harus dikatakan oleh seorang ilmuwan mungkin penting pula bagi seorang filsuf.

Pernyataan Kattsof menjadi benar, karena lapangan kerja filsafat bukan main luasnya yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Demikian juga, ilmu pengetahuan lapangan kerjanya melingkupi segala hal yang ingin diketahui manusia meliputi objek materia dan objek forma. Sehingga dalam hal ini bagi Kattsof antara filsafat dengan ilmu pengetahuan mempunyai timbal balik. Hasil- hasil ilmu pengetahuan penting bagi seorang filsuf untuk perenungan kefilsafatan guna

(8)

menyusun pandangan dunia yang sistematis. Dengan berbuat demikian, berarti pula sekadar meliputi azas azas yang demikian rupa keadaannya agar tidak bertentangan dengan penemuan-penemuan serta hasil-hasil ilmu yang dikenal. Pada akhirnya antara filsafat dengan ilmu pengetahuan terdapat titik penisbatan (persamaan) yakni sama-sama mencari kebenaran.

Filsafat dan ilmu yang dikenal di dunia Barat berasal dari zaman Yunani kuno. Pada zaman itu keduanya masuk dalam pengertian episteme. Sementara, istilah lain dari filsafat ilmu adalah teori ilmu. The Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu sebagai segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia.

Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua; pertama, filsafat ilmu dalam arti luas yaitu yang menampung semua permasalahan yang berkaitan dengan hubungan keluar dari kegiatan ilmiah, seperti implikasi ontologik-metafisik dari citra dunia yang bersifat ilmiah, tata susila yang menjadi pegangan penyelenggara ilmu dan konsekuensi pragmatic-etik penyelenggara ilmu dan sebagainya. Kedua, filsafat ilmu dalam arti sempit yaitu menampung permasalahan yang berkaitan dengan hubungan kedalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah.

Untuk mempermudah pemahaman kita terhadap pengertian filsafat ilmu kiranya kita dapat merangkum menjadi tiga jalan untuk menelaahnya yaitu pertama, filsafat ilmu adalah suatu penalaran secara kritis terhadap suatu metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, seperti lambang yang digunakan dan struktur penalaran yang digunakan dalam menentukan lambang tersebut. Penalaran kritis ini dapat diartikan sebagai bahan untuk mengkaji ilmu empiris dan juga ilmu rasional juga dapat digunakan dalam bidang studi etika dan estetika, sejarah, antropologi, geologi, dan sebagainya. Dalam hal ini yang paling penting untuk ditelaah adalah masalah penalaran dan teorinya.

Kedua, filsafat ilmu adalah sebuah usaha di dalam menemukan kejelasan terhadap konsep-konsep, atau asumsi-asumsi terhadap wacana, juga upaya dalam menguak tabir kerasionalan, kepragmatisan. Aspek ini erat kaitanya dengan masalah yang logis dan epistemologis. Jadi peran filsafat ilmu di sini memiliki makna ganda yaitu filsafat ilmu pada satu sisi sebagai analisa kritis terhadap anggapan dasar seperti kuantitas, kualitas, ruang dan

(9)

waktu dan hukum. sedangkan sisi yang lain filsafat ilmu mencakup studi tentang keyakinan mengenai dunia lain, keyakinan mengenai keserupaan di dalam alam semesta, dan keyakinan mengenai penalaran proses-proses alami. Ketiga, filsafat ilmu ialah sebuah studi gabungan yang mencakup berbagai studi yang beraneka macam yang ditujukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.

Objek Material dan Objek Formal Filsafat Ilmu

Seperti filsafat pada umumnya, filsafat ilmu juga mempunyai objek material dan objek formal. Rizal Muntasyir dan Misnal Munir dalam bukunya Filsafat Ilmu, berpendapat bahwa objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri. Objek material secara tak menentu dan dalam keseluruhannya menunjukkan pokok soal suatau pengetahuan (terutama suatu pengetahuan demonstratif) dalam hubungan dengan proposisi-proposisi yang dapat dibuat tentangnya. Dengan kata sifat “material” kita tidak mengimplikasikan bahwa ada materi dalam susunan pokok soal itu, kita bermaksud menunjukkan bahwa obyek itu bagi pengetahuan seperti bahan-bahan bagi seorang seniman atau seorang tukang.

Untuk memberikan gambaran yang cermat dan lengkap tentang suatu pengetahuan, kita menunjukkan obyek materialnya sebagaimana dicirikan oleh obyek formalnya yang disebut obyek sebenarnya dari suatu pengetahuan. Jika objek material filsafat ilmu adalah ilmu, maka objek formal filsafat ilmu adalah esensi ilmu pengetahuan, atau tinjauan filosofis dari ilmu pengetahuan itu sendiri dengan landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

Dalam artian, paradigma yang digunakan menggunakan disiplin ilmu kefilsafatan seperti radikal, universal, konseptual, koheren, sistematis, komprehensif, bebas dan bertanggung jawab.

Ruang Lingkup Filsafat Ilmu

Sebagai suatu disiplin, filsafat ilmu pertama-tama berupaya menjelaskan unsur- unsur yang terlibat dalam proses ilmiah diantaranya: prosedur-prosedur pengamatan, pola- pola argumen, metode penyajian dan penghitungan, perandaian-perandaian metafisik dan seterusnya. Kemudian mengevaluasi dasar-dasar validitasnya berdasarkan logika formal, metodologi praktis dan metafisika. Filsafat ilmu telah mengalami perkembangan yang

(10)

sangat pesat, sehingga menjadi suatu bidang pengetahuan yang sangat luas dan sangat mendalam. Dalam bidang filsafat, ruang lingkup filsafat ilmu pada dasarnya mencakup dua pokok pembahasan, yaitu pertama membahas sifat pengetahuan ilmiah yang meliputi bidang epistemology atau filsafat pengetahuan dan kedua menelaah cara-cara utuk mengusahakan atau melahirkan pengetahuan ilmiah yang terkait dengan pokok persoalan cara-cara mengusahakan lahirnya pengetahuan ilmiah. Filsafat ilmu sangat erat kaitanya dengan logika dan metodologi, dan kadang-kadang filsafat ilmu disamakan pengertianya dengan metodologi. Jadi filsafat ilmu ialah penyelidikan filosofis tentang cirri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain filsaat ilmu sesungguhnya merupakan penyelidikan lanjutan.

Selain tersebut di atas sebenarnya filsafat ilmu dapat dikelompokan menjadi dua pokok bahasan yaitu;

1. Filsafat ilmu umum. Kajianya mencakup persoalan-persoalan, kesamaan, keseragaman serta hubungan antara berapa ilmu yang terkait. Dengan kata lain kajian filsafat umum ini membahas tentang hubungan ilmu dengan kenyatataan atau objek ilmu itu sendiri yang diantaranya terkait dengan struktur kenyataan.

2. Filsafat ilmu khusus. Kajian yang khusus membahas kategorisasi serta cara yang digunakan dalam melakukan pendekatan terhadap ilmu-ilmu tertentu, seperti dalam disiplin ilmu alam, ilmu sejarah, ilmu social dan sebagainya.

Selain menggunakan diklasifikasikan seperti tersebut di atas, filsafat ilmu juga dapat diklasifikasikan berdasarkan model pendekatan, seperti pendekatan filsafat ilmu terapan dan filsafat ilmu murni. Filsafat ilmu terapan menggali dasar persoalan kefilsafatan yang melatar belakangi munculnya pengetahuan normative dalam dunia ilmu. Sedangkan filsafat ilmu murni, bentuk pengkajian filsafat ilmu dengan cara menelaah secara kritis-eksploratif terhadap objek kefilsafatan, membuka cakrawala baru terhadap kemungkinan munculnya disiplin ilmu baru atau perkembangan pengetahuan yang baru.

Amsal Bakhtiar, mengemukakan bahwa ruang lingkup filsafat lebih luas daripada ilmu yang hanya mencakup hal yang bersifat empiris saja. Filsafat mencakup hal yang bersifat empiris dan non empiris. Filsafat menjadi pijakan bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasi masing-masing. Awalnya, filsafat terbagi pada teoritis dan praktis. Filsafat teoritis mencakup metafisika, fisika, matematika, dan

(11)

logika. Ekonomi, politik, hukum dan etika. Etiap bidang ilmu ini kemudian berkembang dan menspesialisasi, seperti fisika berkembang menjadi biologi, biologi berkembang menjadi anatomi, kedokteran, dan kedokteran pun terspesialisasi menjadi beberapa bagian.

Perkembangan ini dapat diibaratkan sebuah pohon dengan cabang dan ranting yang sekain lama semakin rindang.

Dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut, membuat ilmu pengetahuan menjauh dari induknya (filsafat), bahkan membuat ilmu pengetahuan saling bersaing dengan ilmu pengetahuan yang lain. Maka, seperti yang diuraikan sebelumnya, tugas filsafat adalah menyelaraskan visi ilmu pengetahuan itu sendiri agar tidak kontradiktif dengan berbagai kepentingan. Ilmu sebagai objek kajian filsafat seyogyanya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan radikal, komprehensif, dan rasiona serta spekulatif. Pendekatan spekulatif akan mnejadikan ilmu semakin berkembang.

Peran Filsafat Ilmu

Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya.Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.

Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik (Heuristik adalah seni dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan suatu penemuan. Kata ini berasal dari akar yang sama dalam bahasa Yunani dengan kata "eureka", berarti 'untuk menemukan'. Heuristik yang berkaitan dengan pemecahan masalah adalah cara menujukan pemikiran seseorang dalam melakukan proses pemecahan sampai masalah tersebut berhasil dipecahkan. Ini berbeda dari algoritma di mana hanya dipergunakan sebagai peraturan atau garis pedoman, bertentangan dengan prosedur invarian). Bahkan sampai pada dimensi

(12)

kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).

Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.

Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu.

Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.Adanya pola berfikir semacam ini akan menumbuhkan sikap ketenangan, keseimbangan pribadi, mengendalikan diri, dan tidak emosional. Sikap dewasa secara filsafat dalam penyelidikan alam adalah sikap menyelidiki secara objektif, kritis, skeptis, terbuka (open minded), toleran, dan selalu bersedia meninjau suatu masalah dari berbagai sudut pandangan. Metode berfikir ilmiah ini merupakan gabungan antara pendekatan induktif-empirik dengan pendekatan deduktif-rasional.

Pengertian Ilmu Pengetahuan (Sains)

Sementara itu, yang dimaksud pendidikan sains adalah kumpulan fakta, konsep, teori, dan generalisasi yang menjelaskan tentang alam. Melalui pendidikan sains, penemuan dari suatu kebenaran ilmiah mengenai hakikat semesta alam dijelaskan secara logis untuk memberikan pemahaman konsep. Hukum yang bersifat ilmiah didekati melalui suatu proses induksi dari informasi yang didapatkan dari berbagai data.

(13)

Obyek penelitian sains mencakup keseluruhan alam semesta dengan segenap isinya.

Sikap ini sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an bahwa dalam setiap melakukan aktivitas, termasuk dalam pencarian ilmu pengetahuan kealaman (sains): ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (Qs. al-‘Alaq [96]: 1). Ayat ini supaya

manusia dalam “kegiatan membaca/meneliti” memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman.

Iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam (al-Qashash,1995: 81). Al-Quran juga menyatakan bahwa objek ilmu meliputi batas-batas alam materi (physical world), karena itu dapat dipahami mengapa Al-Quran di samping menganjurkan untuk mengadakan observasi dan eksperimen (QS. [29]: 20), juga menganjurkan untuk menggunakan akal dan intuisi (antara lain, QS [16]:78).

Dengan demikian, sejak semula Allah Swt dalam Al-Quran menyatakan bahwa di balik alam raya ini ada Tuhan yang wujud-Nya dirasakan di dalam diri manusia (antara lain QS 2:164; 51:20-21), dan bahwa tanda-tanda wujud-Nya itu akan diperlihatkan-Nya melalui pengamatan dan penelitian manusia, sebagai bukti kebenaran Al-Quran (QS 41:53).

Memberikan isyarat melalui ayat-ayat-Nya bahwa tafakkur menghasilkan sains, tashkhir menghasilkan teknologi guna kenyamanan hidup manusia. Simpelnya, tanpa keraguan dapat dinyatakan bahwa "Al-Quran" membenarkan --bahkan mewajibkan-- usaha-usaha pengembangan ilmu sains dan teknologi, selama ia membawa manfaat untuk manusia serta memberikan kemudahan bagi mereka.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, pengetahuan berarti segala sesuatu yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Adapun pengetahuan menurut beberapa ahli adalah:

1. Menurut Pudjawidjana (1983), pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh alam sekitar melalui persentuhan melalui objek dengan indera dan pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan sebuah objek tertentu.

2. Menurut Ngatimin (1990), pengetahuan adalah sebagai ingatan atas bahan-bahan yang telah dipelajari dan mungkin ini menyangkut tentang mengikat kembali

(14)

sekumpulan bahan yang luas dari hal-hal yang terperinci oleh teori, tetapi apa yang diberikan menggunakan ingatan akan keterangan yang sesuai.

3. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan.

Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak. Partanto Pius dalam kamus bahasa indonesia (2001) pengetahuan dikaitkan dengan segala sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses belajar.

Pengertian Ilmu pengetahuan

Ilmu Pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia . Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Contoh:

Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja). Ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari.

(15)

Ilmu Psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.

Persamaan Filsafat, Pengetahuan, dan Ilmu Pengetahuan

1. Ketiganya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap- lengkapnya.

2. Ketiganya memberikan pengertian mengenai hubungan yang ada antara kejadian- kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab-sebabnya.

3. Ketiganya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan 4. Ketiganya mempunyai metode dan sistem

5. Ketiganya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas) akan pengetahuan yang lebih mendasar

Perbedaan Filsafat, Pengetahuan, dan Ilmu Pengetahuan

Filsafat Pengetahuan Ilmu Pengetahuan

Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban.

Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan.

Yang dipelajari terbatas karena hanya sekedar kemampuan yang ada dalam diri kita untuk mengetahui sesuatu hal.

Cenderung kepada hal yang dipelajari dari sebuah buku panduan.

Keseluruhan yang ada Objek penelitian yang terbatas

Ilmu pengetahuan adalah kajian tentang dunia material.

Menilai objek renungan dengan suatu makna.

Misalkan : religi, kesusilaan, keadilan, dsb

Tidak menilai objek dari suatu sistem nilai tertentu.

Ilmu pengetahuan adalah definisi eksperimental.

Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu.

Bertugas memberikan jawaban

Ilmu Pengetahuan dapat sampai pada kebenaran melalui kesimpulan logis dari pengamatan empiris

(16)

Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam

Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan, menjelaskan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah mengembangkan pengertian tentang strategi dan taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tersebut sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal dan ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri dari filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menjembatani putusnya rantai tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang beranjak dari pandangan common sense (pra- pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai hubungan erat.

Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (reflection form) dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.

Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan”

eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu terdapat bersama-

(17)

sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron- elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.

Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.

Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).

Pada pengelompokkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu tetapi dalam kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian dari kelompok ilmu pengetahuan alam.

Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.

Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yang berhubungan dengan hukum gejala komposisi dan dekomposisi dari zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).

(18)

Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton:

New Princiles of Chemical Philosophy.

Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

Pentingnya filsafat ilmu dalam pendidikan sains dapat dilihat dalam tiga kajian, yaitu kajian ontologis, kajian epistemologis, dan kajian aksiologis. Dari kajian ontologis, objek yang ada yang akan diteliti ialah yang dapat dijangkau teori melalui pengalaman manusia secara empiris. Dari kajian epistemologis, yaitu pengembangan ilmu dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif-fenomenologis untuk memperoleh pemahaman dan pengertian (verstehen) serta mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom).Kemudian, dari kajian aksiologis ialah pendidikan sains sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab dalam perkembangan intelektual dan pembentukan kepribadian. llmu pendidikan tidak bebas nilai atau memiliki etika.

Pendidikan sains dapat menjadi sarana relevan untuk lebih memelihara dan menghargai alam dalam situasi lingkungan heterogen maupun lingkungan homogen yang berkaitan erat dengan penerapan sains dan teknologi. Dengan demikian, pendidikan sains bukan hanya memahami konsep-konsep ilmiah dan aplikasinya dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengembangkan berbagai nilai.

Untuk memahami nilai-nilai sains diperlukan penalaran yang logis dan intuisi yang tajam. Pola pemikiran mulai dari tingkat pemikiran yang sederhana sampai pada tingkat pemikiran yang kompleks, sedangkan melalui intuisi dalam pembentukan kepribadian, maka penghayatan internalisasi nilai-nilai pendidikan sains bisa menjadi budaya hidup.

Etika pengembangan keilmuan alam selalu mengacu kepada kaidah moral, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma yang bersifat utilitaristik (kegunaan). Hati nurani disini adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk yang dihubungkan dengan periaku manusia. Ilmu pengetahuan diupayakan bagaimana supaya menjadi berkah dan rahmat bagi kehidupan manusia

(19)

Dalam masyarakat yang beragama, ilmu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan karena sumber yang hakiki adalah dari Tuhan, semua ilmu datang dari Allah SWT, Sang Maha Pemilik Pengetahuan. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yaitu memahami realitas alam, dan memahami eksistensi Tuhan (Allah Swt) dan memahami hakikat penciptaan manusia sebagai khalifah Allah. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk yang lain, karena manusia diberikan daya berfikir.

Daya fikir inilah yang menjadi sarana utama penemuan teori-teori ilmiah. Dalam pendidikan sains, setiap orang tentunya memiliki persfektif masing-masing mengenai suatu teori, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan dalam menilai suatu kebenaran teori.

Hal ini bukan hal yang perlu diperdebatkan. Meskipun pada hakikatnya, kebenaran suatu teori sangat penting bagi dapat diterimanya oleh semua orang.

Dalam konteks demikian diperlukan suatu pandangan yang komprehensif tentang ilmu dan teori-teori kebenaran. Teori-teori kebenaran yaitu teori kebenaran konsistensi/koherensi, teori kebenaran korespondensi, teori kebenaran pragmatisme dan teori kebenaran religious. Dengan demikian, para ilmuwan dalam menilai suatu ilmu/teori harus memiliki pijakan berbagai teori kebenaran, dan juga yang terpenting mampu menjelaskan atas dasar rasionalitas dan metedologis yang tepat.

Dengan demikian, dengan mempelajari dan memahami berbagai fenomena alam, meliputi keragaman, keteraturan dan segala keindahannya yang menakjubkan dalam alam semesta akan melahirkan pengakuan terhadap keagungan Allah SWT dan merasakan kehadiran Allah SWT tanpa meski memperdebatkan berbagai perbedaan persfektif yang ada.

Semakin luas wawasan seseorang dan semakin dalam seseorang mempelajari IPA(sains), maka semakin kecil ia merasa sebagai makhluk hidup dihadapan sang Khaliq (sang Penciptanya), dan perbedaan/keragaman merupakan karunia dan berkah yang tidak ternilai dari sedikit kekuasaan dan pengetahuan yang Allah SWT berikan pada hamba- hamba-Nya.

Alam semesta dengan segala isinya tak akan pernah habis dipikirkan, dan tidak pernah akan selesai diterangkan. Pengakuan dan perasaan ini pada akhirnya juga akan mendorong manusia untuk lebih bisa menghargai alam. Sir Isaac Newton, seorang fisikawan

(20)

terkemuka abad ke-17, mengibaratkan dirinya sebagai anak kecil yang sedang bermain kerang di tepi pantai, sedangkan lautan luas yang terbentang di hadapannya ibarat ilmu pengetahuan (sains) yang tak mengenal batas

Demikian pula Einstein, yang semula eteis, karena menekuni sains akhirnya mempercayai adanya Tuhan. Ia menyadari bahwa filsafat, sains, seni, agama, dan sebagainya, masing-masing mendapat tempat dalam kehidupan manusia dan saling terpadu secara holistik. Semuanya bersifat saling membutuhkan dan saling mengisi, seperti yang dikatakan Einstein, bahwa “sains tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa sains adalah lumpuh”.

Pernyataan ini, selaras dengan Filosofis Padi ”padi semakin berisi, maka akan semakin merunduk”, berarti semakin seseorang memiliki intelektual yang tinggi, maka perilakunya

akan semakin rendah hati dan bijaksana. Maksudnya mampu berfikir dan bertindak ilmiah dalam memecahkan persoalan-persoalan hidup, terutama juga dalam interaksi dengan lingkungan alam.

Kesimpulan

1. Berfilsafat berarti selalu berusaha untuk berfikir guna mencapai kebaikan dan kebenaran, berfikir dalam filsafat bukan sembarang berfikir namun berpikir secara radikal sampai ke akar-akarnya.

2. Pada awalnya dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang di susun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala - gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.

3. Sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman ilmu mulai terpisah dari induknya yaitu filsafat. Ilmu mulai berkembang dan mengalami deferensiasi/

pemisahan hingga spesifikasinya semakin terperinci.

4. Persesuaian antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan metode berpikir reflektif dalam upaya memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan. Oleh karena itu filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran

(21)

terbuka serta sangat komitmen pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis.

5. Filsafat ilmu (philosophy of science) adalah pemikiran reflektif terhadap persoalan persoalan mengenai sifat dasar landasan landasan ilmu yang mencakup konsep- konsep pangkal, anggapan-anggapan dasar, asas-asas permulaan, struktur- struktur teoritis, dan ukuran-ukuran kebenaran ilmu.

6. Eksistensi ilmu tidak dipandang sebagai sesuatu yang sudah final, namun perlu dikritisi, dikaji, bukan untuk melemahkannya tapi untuk memposisikan secara tepat dalam batas wilayahnya.

7. Filsafat ilmu bisa menjadi pengetahuan bagi kalangan awam untuk memahami hakikat berbagai ilmu.

8. Dalam upaya kita meningkatkan pendidikan keilmuan di rasakan perlunya mengembangkan paradigma baru dalam berbagai hal dengan mengembangkan paradigma epistemologi pemecahan masalah di samping penemuan pengetahuan ilmiah. Demikian juga perlu dipikirkan pengembangan paradigma lain yang berkaitan dengan peningkatan kegiatan pendidikan dan keilmuan.

---

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.

Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.

Moh. Arif, 2013., “Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam (Sains)” , IAIN Tulungagung

Adib, Mohammad, 2010., “Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan”, Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

AM, Suhar, 2009., “Filsafat Umum; Konsepsi Sejarah dan Aliran”, Jakarta: Gaung Persada Pers.

Anshari, Endang Saifuddin., 1987., “ Ilmu, Filsafat dan Agama “, Surabaya: PT Bina Ilmu.

Bakhtiar, Amsal., 2010, “ Filsafat Ilmu”, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan m em anfaakan perkem bangan teknologi khususnya sm artphone maka diharapkan dapat menjadi solusi dalam keterbatasan jumlah kom puter yang ada di STTA, sehingga

Memiliki variabel yang sama yaitu kebutuhan spiritual Memiliki metode penelitian dan populasi yang berbeda penelitian ini akan menggunakan metode Deskriptif

Inkubator merupakan alat yang paling sering kita temui pada laboratorium mikrobiologi dalam jumlah lebih dari satu unit. Hal ini dikarenakan fungsi dari alat ini yang

Pengendalian ion-ion dalam air boiler tersebut pada sistem boiler dilakukan dengan membuang sebagian dari air boiler secara kontinyu dandisebut sebagai blow-down; Tujuan

Dari pelaksanaan uji coba terbatas diperoleh hasil bahwa nilai afektif untuk kelompok eksperimen rata-rata adalah = 78.67 > rerata nilai afektif kelompok

Mungki gkin n per pernah nah kit kita a men menden dengar gar bah bahwa wa pen penggu ggunaa naan n jam jamu u dal dalam am jan jangka gka waktu yang lama

Usaha dan upaya untuk senantiasa melakukan yang terbaik atas setiap kerja menjadikan akhir dari pelaksanaan penelitian yang berwujud dalam bentuk penulisan skripsi

d) Petunjuk: bahan baku ditangani secara cepat, cermat dan saniter dalam kondisi suhu dingin... b) Potensi cacat mutu: udang tidak bersih karena kesalahan penanganan.. c)