• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN POLA PEMBERIAN MP-ASI, PARTISIPASI IBU HADIR DI POSYANDU, DAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN POLA PEMBERIAN MP-ASI, PARTISIPASI IBU HADIR DI POSYANDU, DAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

DIAN PUSPA LESTARI NIM : 141000291

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

DIAN PUSPA LESTARI NIM : 141000291

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

“GAMBARAN POLA PEMBERIAN MP-ASI, PARTISIPASI IBU HADIR DI POSYANDU, DAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PIJORKOLING KOTA PADANGSIDIMPUAN” beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2019

Dian Puspa Lestari

(4)
(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Fitri Ardiani, S.K.M., M.P.H.

Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M., M.Kes.

(6)

bulan dapat diperoleh melalui pemberian Makanan Pendamping ASI yang sesuai usia, porsi, bentuk, dan frekuensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemberian makanan pendamping ASI, partisipasi ibu hadir di posyandu, dan status gizi pada balita 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan tahun 2018. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional, metode wawancara dengan menggunakan kuesioner. Sampel berjumlah 88 balita yang berusia 6-24 bulan. Data tentang pola pemberian makanan pendamping ASI diperoleh dari hasil wawancara dengan ibu balita.

Partisipasi ibu hadir di posyandu diperoleh dengan cara melihat/memeriksa kartu menuju sehat yang dimiliki balita. Berat Badan (BB) diperoleh dengan

menimbang badan balita dan Panjang Badan (PB) diperoleh dengan pengukuran panjang badan balita. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan pada usia pertama pemberian makanan pendamping ASI paling banyak yaitu usia <6 bulan (52,3%), usia 6-8 bulan diberikan bentuk makanan pendamping ASI yang tidak tepat (50%), porsi dan frekuensi pemberian ada yang diberikan berlebihan tidak sesuai dengan usia balita, dan cara pemberian umumnya sudah baik (76,1%). Partisipasi ibu yang aktif hadir di posyandu

sebesar (36,4%) dan tidak aktif sebesar (63,6%). Status gizi (BB/U) baik sebesar (89,8%), status gizi (PB/U) normal sebesar (85,2%), status gizi (BB/PB) sebesar (89,8%). Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kerjasama yang baik antara pihak puskesmas dengan bidan desa agar lebih aktif melakukan penyuluhan dalam hal pola pemberian makanan pendamping MP-ASI yang benar serta lebih sering mengingatkan ibu akan pentingnya hadir di posyandu guna melakukan berbagai kegiatan kesehatan yang dapat memantau status gizi balita.

Kata Kunci: Pola Pemberian MP-ASI, Partisipasi Ibu, Status Gizi

(7)

needs of infants aged 6-24 months can be obtained through the provision of complementary food for breastfeeding according to age, portion, shape, and frequency. The purpose of this study was to determine the pattern of

complementary food for breastfeeding, participation of mothers attending Posyandu and nutritional status of infants 6-24 months in the working area of Pijorkoling Health Center, Padangsidimpuan City in 2018. This study was descriptive study with cross-sectional design, the method of interview using a questionnaire. The sample was 88 infants aged 6-24 months. Data on the pattern of complementary food for breastfeeding were obtained from interviewing mothers of children under five years old. Participation of mothers attending Posyandu were obtained by checking Kartu Menuju Sehat (KMS) of toddlers.

Body weight (BB) was obtained by weighing the toddler's body and Body Length (PB) was obtained by measuring the body length of a toddler. The analysis used was univariate analysis. The results showed that at the first age of provision of complementary food for breastfeeding was the most at age below 6 months (52,3%), the age of 6-8 months was given an improper shape of complementary food for breastfeeding (50%), there was excessive administration of portion and frequency which is not appropriate for the age of the toddler, and the method of administration is generally good (76.1%). Participation of mothers attending Posyandu there were active is (36,4%) and passive is (63,6%).Nutritional status (BB/U) is good at (89,8%), normal nutritional status (PB/U) is (85,2%),

nutritional status (BB/PB) is (89,8%). Based on the results of the study, it is expected that good collaboration between the Puskesmas and midwives and Posyandu cadres should provide more active counseling to mothers in order to improve maternal knowledge in the correct pattern of the provision of

complementary food for breastfeeding and to pay more attention to the integrality of weight monitoring records and exclusive breastfeeding records on their child KMS.

Keywords: Pattern of Complementary Food for Breastfeeding, Participation of Mother,and Nutritional Status

(8)

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Gambaran Pola Pemberian MP-ASI, Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu, dan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Drs. Muhammad Imron Dalimunthe dan Ibunda Sahlena Siregar yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan dukungan penuh baik dari segi moril dan materi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Selama menyusun skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si., selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

5. Ernawati Nasution, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, dan arahan selama penulisan skripsi ini.

6. Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang., selaku Dosen Penguji II yang memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Dr. Linda Trimurni Maas, M.P.H., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Marihot Oloan Samosir, S.T., selaku staf departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis dalam member informasi apapun yang penulis butuhkan.

9. Seluruh dosen beserta staf pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Kepala Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan dan staf pegawai yang telah membantu dan memberikan arahan kepada penulis semalam melakukan penelitian.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan sehingga diperlukan kritik dan saran yang membangun. Semoga Allah senantiasa

(10)

Medan, Januari 2019

Dian Puspa Lestari

(11)

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi i

Halaman Pengesahan ii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar viii

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xv

Daftar Lampiran xvi

Riwayat Hidup xvii

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 7

Tujuan Umum 7

Tujuan Khusus 7

Manfaat Penelitian 8

Tinjauan Pustaka 9

Status Gizi 9

Penilaian Status Gizi 9

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 11

Makanan Pendamping ASI 13

Tujuan Pemberian MP-ASI 14

Alasan MP-ASI Diberikan Umur 6 Bulan 14

Pemberian MP-ASI 15

Kartu Menuju Sehat 20

Tujuan Penggunaan KMS 21

Fungsi KMS 21

Kegunaan KMS 21

Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu 22

Kerangka Teori 32

Kerangka Konsep 33

Metode Penelitian 33

Jenis Penelitian 33

Lokasi dan Waktu Penelitian 33

Lokasi Penelitian 33

Waktu Penelitian 33

(12)

Teknik Pengumpulan Data 36

Metode Pengukuran 37

Metode Analisis Data 40

Pengolahan Data 41

Analisis Data 41

Hasil Penelitian 42

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 43

Karakteristik Ibu Balita 43

Karakteristik Balita 44

Usia dan Jenis Kelamin 44

Pola Pemberian MP-ASI 44

Usia Pertama Pemberian MP-ASI 44

Bentuk MP-ASI 45

Frekuensi Pemberian MP-ASI 45

Porsi Pemberian MP-ASI 46

Cara Pemberian MP-ASI 47

Pola Pemberian MP-ASI Tepat dan Tidak Tepat Berdasarkan Usia 47 Usia Pemberian Pertama MP-ASI Tepat dan Tidak Tepat

Berdasarkan Usia 47

Bentuk MP-ASI Tepat dan Tidak Tepat Berdasarkan Usia 48 Frekuensi Pemberian MP-ASI Tepat dan Tidak Tepat

Berdasarkan Usia 48

Porsi Pemberian MP-ASI Tepat dan Tidak Tepat

Berdasarkan Usia 49

Cara Pemberian MP-ASI Tepat dan Tidak Tepat

Berdasarkan Usia 49

Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu 50

Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu Berdasarkan Usia Balita 50

Status Gizi Balita 51

Status Gizi Balita 6-24 Bulan Berdasarkan Indeks Berat

Badan Menurut Umur 51

Status Gizi Balita 6-24 Bulan Berdasarkan Indeks Panjang

Badan Menurut Umur 51

Status Gizi Balita 6-24 Bulan Berdasarkan Indeks Berat

Badan Menurut Panjang Badan 52

Status Gizi Balita 6-24 Bulan Berdasarkan Indeks Berat

Badan Berdasarkan Usia 52

Status Gizi Balita 6-24 (BB/U) Berdasarkan Pola Pemberian

MP-ASI 53

(13)

Status Gizi Balita (PB/U) Pada Balita 6-24 Bulan Berdasarkan

Ketepatan Pola Pemberian MP-ASI 57 Status Gizi Balita (BB/PB) Pada Balita 6-24 Bulan Berdasarkan

Ketepatan Pola Pemberian MP-ASI 58 Status Gizi (BB/U) Berdasarkan Partisipasi Ibu Hadir

di Posyandu 58

Status Gizi (PB/U) Berdasarkan Partisipasi Ibu Hadir

di Posyandu 59

Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Partisipasi Ibu Hadir

di Posyandu 59

Pembahasan 61

Status Gizi Balita 6-24 Bulan 61

Pola Pemberian MP-ASI Pada Balita 6-24 Bulan 65

Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu 69

Kesimpulan Dan Saran

Kesimpulan 72

Saran 72

Daftar Pustaka 74

Daftar Lampiran

(14)

Berdasarkan Indeks 11

2 Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak 6-24 Bulan 18

3 Jumlah Posyandu dan Jumlah Balita 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan 34

4 Nama Posyandu dan Jumlah Sampel yang Diambil 35 5 Posyandu dan Jumlah Balita 6-24 Bulan di Setiap

Posyandu 42

6 Distribusi Karakteristik Ibu Balita Berdasarkan Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan di Wilayah Kerja

Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 43 7 Distribusi Balita Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan 44

8 Distribusi Usia Pertama Pemberian MP-ASI pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan 45

9 Distribusi Bentuk Pemberian MP-ASI Berdasarkan Usia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling

Kota Padangsidimpuan 45

10 Distribusi Frekuensi Pemberian MP-ASI Berdasarkan Usia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling

Kota Padangsidimpuan 46

11 Distribusi Porsi Pemberian MP-ASI Berdasarkan Usia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan 47

12 Distribusi Cara Pemberian MP-ASI pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan 47

(15)

14 Distribusi Bentuk MP-ASI Tepat dan Tidak Tepat Berdasarkan Usia di Wilayah Kerja Puskesmas

Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 48

15 Distribusi Frekuensi MP-ASI Tepat dan Tidak Tepat Berdasarkan Usia di Wilayah Kerja Puskesmas

Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 49

16 Distribusi Porsi MP-ASI Tepat dan Tidak Tepat Berdasarkan Usia di Wilayah Kerja Puskesmas

Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 49

17 Distribusi Cara Pemberian MP-ASI Tepat dan Tidak Tepat Berdasarkan Usia di Wilayah Kerja Puskesmas

Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 50

18 Distribusi Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan 50

19 Distribusi Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu

Berdasarkan Usia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 51

20 Distribusi Status Gizi Balita 6-24 Bulan Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Umur di Wilayah Kerja

Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 51 21 Distribusi Status Gizi Balita 6-24 Bulan Berdasarkan

Indeks Panjang Badan Menurut Umur di Wilayah

Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 52 22 Distribusi Status Gizi Balita 6-24 Bulan Berdasarkan

Berat Badan Menurut Panjang Badan pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan 52

23 Distribusi Status Gizi Balita 6-24 Bulan Berdasarkan Usia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling

Kota Padangsidimpuan 53

(16)

25 Status Gizi (PB/U) pada Balita Usia 6-24 Bulan Berdasarkan Pola Pemberian MP-ASI di Wilayah

Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 55 26 Status Gizi (BB/PB) pada Balita Usia 6-24 Bulan

Berdasarkan Pola Pemberian MP-ASI di Wilayah

Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 56 27 Distribusi Status Gizi Balita (BB/U) Pada Balita 6-24

Bulan Berdasarkan Ketepatan Pola Pemberian MP-ASI 57 28 Distribusi Status Gizi Balita (PB/U) pada Balita 6-24

Bulan Berdasarkan Ketepatan Pola Pemberian MP-ASI 58 29 Distribusi Status Gizi Balita (BB/PB) Pada Balita 6-24

Bulan Berdasarkan Ketepatan Pola Pemberian MP-ASI 58 30 Distribusi Status Gizi (BB/U) pada Balita Usia 6-24

Bulan Berdasarkan Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan 59

31 Distribusi Status Gizi (PB/U) pada Balita Usia 6-24 Bulan Berdasarkan Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan 59

32 Distribusi Status Gizi (BB/PB) pada Balita Usia 6-24 Bulan Berdasarkan Catatan Pemantauan Penimbangan dan catatan ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas

Pijorkoling Kota Padangsidimpuan 60

(17)

1 Bagian KMS 20

2 Kerangka Teori 31

3 Kerangka Konsep 32

(18)

1 Kuesioner Penelitian 76 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

81

3 Surat Izin Penelitian dari Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan

82

4 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan

83

5 Master Data 84

6 Output SPSS 89

7 Dokumentasi Penelitian 109

(19)

Jakarta pada tanggal 14 Februari 1997. Penulis beragama Islam, anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Muhammad Imron Dalimunthe dan Ibu Sahlena Siregar.

Pendidikan formal dimulai dari sekolah dasar di SD Negeri 100050 Sigalangan pada tahun 2002-2008, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Batang Angkola tahun 2008-2011, sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Batang Angkola tahun 2011-2014, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Januari 2019

Dian Puspa Lestari

(20)

Pendahuluan

Latar Belakang

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh banyak faktor, sehingga penanggulangannya tidak cukup dengan pendekatan medis maupun pelayanan kesehatan saja. Periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak merupakan masa kritis, karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh

kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi (Sari, 2010).

Zat gizi memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan tumbuh kembang anak dan kesehatannya. Zat gizi yang terbaik dan paling lengkap untuk bayi di kehidupan pertamanya adalah Air Susu Ibu (ASI) sampai dengan usia 6 bulan. Namun setelah 6 bulan pemberian ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Oleh karena itu, bayi pada setelah usia 6 bulan perlu diberi makanan pendamping ASI yang disesuaikan dengan kemampuan lambung bayi untuk mencerna makanan. Program perbaikan gizi yang bertujuan meningkatkan jumlah dan mutu MP-ASI, diantaranya dapat dilakukan dengan pemberian MP- ASI kepada anak usia 6–24 bulan (Fatimah, 2010).

Menurut Prabantini (2015), pemberian makanan pendamping ASI (MP- ASI) plus ASI hingga bayi berumur 2 tahun sangatlah penting bagi bayi.

Pemberian makanan pendamping ASI harus tepat dari segi umur pertama

(21)

alergi, infeksi, dan invaginasi (bagian usus terlipat masuk kebagian usus lainnya).

Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini lebih sulit dilakukan dan juga dapat membahayakan bayi. Akan tetapi penundaan pemberian makanan

pendamping ASI juga tidak baik karena kebutuhan gizi bayi tidak tercukupi sehingga dapat menghambat pertumbuhan, kecerdasan, dan imunitasnyaa terhadap penyakit (Widodo, 2009).

Pemberian makanan pendamping ASI pada usia kurang dari 6 bulan akan menggantikan asupan ASI, membuat sulit memenuhi kebutuhan zat gizi lainnya, meningkatkan risiko kesakitan seperti MP-ASI tidak sebersih ASI, tidak mudah dicerna dan meningkatkan risiko alergi. Demikian juga jika pemberian makanan tambahan yang terlalu lambat akan mengakibatkan kebutuhan gizi anak tidak dapat terpenuhi serta pertumbuhan dan perkembangannya lebih lambat (Kemenkes RI, 2014) .

Pemberian MP-ASI berarti memberikan makanan lain sebagai

pendamping ASI yang diberikan pada balita usia 6-24 bulan. MP-ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan optimal. MP-ASI diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak, melalui dari MP-ASI jenis lumat sampai anak menjadi terbiasa dengan makanan keluarga. Disamping MP-ASI, pemberian ASI terus dilanjutkan sampai balita berumur 24 bulan.

Saat ini masih banyak ditemukan orang tua yang memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) lebih dini yaitu kurang dari 6 bulan bahkan ada yang memberi makanan pendamping sejak lahir. Ada pendapat yang menyatakan

(22)

bahwa bayi 4 bulan sudah dapat diberi makanan pendamping ASI. Pendapat lain mengatakan bahwa 4 bulan masih terlalu dini.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2012, terdapat 9,6% dari 464 bayi berusia 0-1 bulan, 16,7% dari 557 bayi usia 2-3 bulan dan 43,9% dari 593 bayi usia 4-5 bulan sudah menerima makanan tambahan lain.

Itu berarti masih cukup banyak bayi usia dibawah 6 bulan yang mengonsumsi MP ASI cukup dini.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahaputri, dkk (2012) mengenai pemberian MP-ASI , menunjukkan bahwa 49% dari 200 balita sudah diberikan makanan pendamping ASI saat berusia <6 bulan. Alasan pemberian MP-ASI dini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena ibu sibuk bekerja dan kurangnya informasi. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan yang

direkomendasikan WHO dan UNICEF bahwa tidak boleh diberikan makanan selain ASI sebelum usia 6 bulan.

Selain pemberian makanan pendamping ASI yang dimulai setelah usia 6 bulan, pertumbuhan balita juga perlu dipantau dengan berkunjung ke posyandu untuk melakukan penimbangan, imunisasi, penyuluhan kesehatan, pencatatan ASI eksklusif dan lainnya. Upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulangan gizi buruk adalah dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam posyandu.

Kegiatan Posyandu diasumsikan sebagai salah satu pendekatan yang tepat untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan balita serta dapat meningkatkan status gizi balita (Depkes RI, 2011).

(23)

Kegiatan pemantauan pertumbuhan di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1974 melalui penimbangan bulanan di posyandu dengan menggunakan kartu menuju sehat (KMS). KMS memuat catatan pemantauan penimbangan dan catatan ASI eksklusif. Hal yang dilakukan untuk mencegah kekurangan gizi adalah memantau berat badan balita secara berkesinambungan dengan

menggunakan KMS. Jika terdapat penyimpangan pada grafik berat badannya, maka perlu dievaluasi asupan energi, aktivitas anak, atau, mungkin anak sedang menderita sakit (Narendra dkk, 2008).

Partisipasi ibu hadir di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan peningkatan keadaan gizi anak. Penimbangan berat badan setiap bulan bisa diketahui apakah anak tersebut tumbuh normal sesuai jalur

pertumbuhannya atau tidak dan mengetahui lebih awal (deteksi dini) terjadinya gangguan pertumbuhan. Selain penimbangan, pencatatan status ASI eksklusif dalam KMS balita juga dilakukan di posyandu. Tujuannya untuk memantau apakah balita mendapatkan ASI eksklusif. Partisipasi ibu hadir di posyandu ditinjau dari catatan pemantauan penimbangan dan catatan ASI eksklusif balita dalam KMS.

Pada Riskesdas (2013), informasi tentang pemantauan pertumbuhan anak diperoleh dari frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir. Idealnya dalam enam bulan anak balita ditimbang minimal enam kali.

Pada Riskesdas (2013), frekuensi penimbangan >4 kali sedikit menurun pada tahun 2013 (44,6%) dibanding 49,4% (2010). Pemantauan pertumbuhan balita

(24)

yang dilakukan setiap bulan menunjukkan bahwa persentase balita umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir cenderung meningkat dari 25,5 persen (2007), 23,8 persen (2010) menjadi 34,3 persen (2013).

Dari hasil penelitian Reihana (2012) diperoleh data bahwa partisipasi ibu yang aktif sebesar 54,8% sedangkan yang tidak aktif yaitu 45,2%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujiyanti Suci (2008) bahwa sebanyak 52%

balita usia ≤ 6 bulan memiliki catatan penimbangan yang lebih lengkap

dibandingkan dengan kelompok balita usia > 6 bulan. Sebanyak 62% balita usia >

6 bulan memiliki catatan penimbangan yang termasuk kategori tidak lengkap.

ASI Eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2017) adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. ASI merupakan makanan yang ideal untuk tumbuh kembang dan memenuhi segala nutrisi yang diperlukan balita ketika berusia 0-6 bulan. Namun bukan berarti setelah pemberian ASI eksklusif pemberian ASI dihentikan, tetapi tetap diberikan kepada anak sampai berusia 24 bulan.

Data dari Profil Kesehatan 2013 menyatakan cakupan persentase bayi yang diberi ASI Eksklusif dari tahun 2009-2012 cenderung menurun secara signifikan. Walaupun cakupan pada tahun 2013 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012, namun masih jauh dibawah pencapaian tahun 2009, sehingga belum mampu mencapai target nasional yaitu sebesar 40%.

Kabupaten/Kota dengan pencapaian bayi dengan ASI eksklusif di atas 40%

(25)

meliputi Deli Serdang (41,4%), Langkat (42,7%), Simalungun (43,6%), Padang Sidempuan (43,9%), Samosir (45,9%), Pematang Siantar (46%), Nias Utara (49,1%) dan Nias Selatan (49,9%). Sementara terdapat 5 Kabupaten/Kota dengan pencapaian bayi dengan ASI eksklusif< 10% yaitu Nias (7,7%), Medan (7,6%), Humbang Hasundutan (7,3%), Tanjungbalai (4,3%) dan Nias Barat (2%) (Dinkes SUMUT, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tristanti (2017) mengenai catatan ASI eksklusif yang terdapat dalam KMS, menunjukkan bahwa sebanyak 51,3% lengkap dan sebanyak 48,7% tidak lengkap.

Pemberian ASI eksklusif sangat berperan dalam upaya menurunkan angka kejadian status gizi kurang dan status gizi buruk pada balita. Selain itu dampak negatif yang dapat terjadi kepada bayi jika tidak diberikan ASI yang eksklusif adalah memiliki risiko kematian karena diare 3,94 kali lebih besar dibandingkan bayi yang mendapat ASI Eksklusif (Kemenkes, 2010). Dengan adanya kolom ASI eksklusif pada KMS, petugas dapat memantau apakah balita diberikan ASI eksklusif dengan cara melakukan pencatatan didalam KMS tersebut.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2017, di Kota Padangsidimpuan tercatat 7 balita yang yang menderita gizi buruk.

Selain itu data pada bulan Februari tahun 2018 terdapat 29 balita kurus dan terdapat 45 balita di bawah garis merah (BGM).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas kota Padangsidimpuan masih sering dijumpai Ibu-ibu yang memberikan makanan pendamping ASI yang tidak sesuai usia, bentuk, dan

(26)

frekuensi pada balita. Dari 15 balita terdapat 46% yang sudah diberi MP-ASI sebelum usia 6 bulan. Pada balita usia di atas 12 bulan sering diberi makanan oleh ibunya berupa kerupuk, minuman kemasan, dan makanan berpenyedap lainnya.

Selain itu partisipasi ibu hadir di posyandu 53% tidak lengkap.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui pola pemberian makanan pendamping ASI, partisipasi ibu hadir di posyandu, serta status gizi balita 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan tahun 2018.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), partisipasi ibu hadir di posyandu, serta status gizi balita umur 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan tahun 2018.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Mengetahui gambaran pola pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), partisipasi ibu hadir di posyandu, serta status gizi balita 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

Tujuan khusus. Mengetahui bentuk, frekuensi, porsi dan cara pemberian MP-ASI pada balita 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan, partisipasi ibu hadir di posyandu pada balita 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan dan mengetahui status gizi balita 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

(27)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan tentang gambaran pola pemberian MP-ASI, partisipasi ibu hadir di posyandu, serta status gizi balita 6-24 bulan.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan tentang gambaran pola pemberian MP-ASI, partisipasi ibu hadir di posyandu , serta status gizi balita 6-24 bulan.

(28)

Tinjauan Pustaka

Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan zat gizi dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Hasdianah dkk, 2014). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat fungsi makanan dan penggunaan zat gizi yang dibedakan antara lain: gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.

Status gizi optimal adalah keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi. Dengan demikian, asupan zat gizi memengaruhi status gizi seseorang. Selain asupan zat gizi, infeksi juga ikut memengaruhi status gizi. Pada saat orang yang status gizinya kurang, masalah kurangnya asupan zat gizi dan adanya infeksi yang biasanya menjadi penyebab.

Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masalah zat gizi. Status gizi sangat

ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi waktu yang tepat di tingkat sel tubuh agar berkembang dan berfungsi secara normal. Status gizi ditentukan oleh sepenuhnya zat gizi yang diperlukan tubuh dan faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat tersebut (Triaswulan, 2012).

Penilaian Status Gizi. Penilaian status gizi adalah proses keadaan tubuh seseorang kemudian dibandingkan dengan baku standar yang tersedia (Arisman, 2008). Pemantauan status gizi balita mengunakan metode antropometri sebagai

(29)

maka dalam penelitian ini peneliti mengunakan penilaian status gizi dengan cara pemeriksaaan fisik yang disebut antropometri (Supariasa, 2012).

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri telah dikenal sebagai indikator untuk penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat.

Pengukuran antropometri dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan sederhana. Antropometri digunakan untuk mengetahui keseimbangan antara asupan protein dan energi. Keseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Metode antropometri terdiri dari berbagai indeks yang dapat digunakan untuk menilai status gizi, diantaranya berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Supariasa, 2012).

Status gizi yang normal menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi telah memenuhi kebutuhan tubuh. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengeluarkan standar antropometri penilaian status gizi anak yang digunakan sebagai acuan bagi Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pihak lain yang tekait dalam penilaian status gizi anak.

(30)

Tabel 1

Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Indeks Kategori Status

Gizi

Ambang Batas (Z-score) Berat Badan Menurut

Umur (BB/U)

Gizi Buruk Gizi Kurang

Gizi Baik Gizi Lebih

< -3 SD

-3 SD sampai dengan< -2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD

> 2 SD Tinggi Badan Menurut

Umur (TB/U)

Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi

< -3 SD

-3 SD sampai dengan< -2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD

>2 SD Berat Badan

Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

< -3 SD

-3 SD sampai dengan< -2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD

>2 SD Sumber: Kemenkes 2010

Faktor-faktor yang memengaruhi status gizi. Status gizi balita disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi langsung dan tidak langsung.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita terbagi menjadi (Supariasa, 2012) :

1. Faktor langsung

Faktor yang berhubungan dengan status gizi, pertama penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. .

2. Faktor tidak langsung a. Pengaruh budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antaralain sikap terhadap makanan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih terdapat

(31)

pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah.

b. Pola pemberiaan makanan

Program pemberian makanan tambahan juga merupakan faktor langsung yang merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita ini biasanya diperoleh saat mengikuti posyandu. Adapun pemberian tambahan makanan tersebut berupa makanan pengganti ASI yang biasa didapat dari puskesmas setempat (Almatsier,2009).

c. Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi dibedakan berdasarkan : 1) Data sosial

Data sosial ini meliputi keadaan penduduk di suatu masyarakat, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, penyimpanan makanan, air dan kakus.

2) Data ekonomi

Data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga,kekayaan Dinegara Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian rendah adalah golongan rendah dan menengah akan berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang bergizi (Almatsier, 2009).

d. Pola Asuh Keluarga

Pola asuh adalah pola pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak- anaknya. Setiap anak membutuhkan cinta, perhatian, kasih sayang yang akan berdampak terhadap perkembangan fisik,mental dan emosional.

e. Pelayanan kesehatan

(32)

Pelayanan kesehatan meliputi ketercukupan jumlah pusat-pusat pelayanan kesehatan yang terdiri dari kecukupan jumlah rumah sakit, jumlah tenaga kesehatan, jumlah staf dan lain-lain (Almatsier, 2009).

Makanan Pendamping ASI

Menurut Kemenkes RI (2014) MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada balita usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP-ASI berupa makanan padat atau cair yang diberikan secara bertahap sesuai dengan usia dan kemampuan

pencernaan bayi atau anak. Makanan pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Setelah 6 bulan, balita sangat membutuhkan makanan pendamping ASI untuk tumbuh menjadi lebih aktif.

Semakin meningkat umur bayi maka kebutuhan zat gizinya semakin bertambah.

Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang

mengandung gizi yang diberikan kepada bayi untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Ellya, 2010). Makanan pendamping ASI merupakan masa transisi dari makanan cair ke makanan orang dewasa.

Pada usia 6 bulan balita mengalami tumbuh kembang yang pesat. Dengan pesatnya pertumbuhan fisik tersebut, maka diperlukan asupan gizi yang baik pula.

Pada masa ini balita harus mendapat perhatian khusus, karena berbagai

perubahan jenis makanan maupun cara pemberian makanan dapat berpengaruh terhadap asupan makanan. Pada masa ini terjadi masa transisi dari makanan cair (ASI/susu formula) ke makanan keluarga. Pola pemberian makanan balita selama masa transisi adalah dimulai dari makanan lumat, secara bertahap ke makanan

(33)

lembek, dan pada umur satu tahun diharapkan anak sudah dapat makan dari makanan keluarga.

Tujuan pemberian MP-ASI. Menurut Marmi (2017) tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang, mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk, mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan, mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi.

Alasan MP-ASI diberikan umur 6 bulan. Menurut Chomaria (2014) MP-ASI harus diberikan pada saat bayi umur 6 bulan karena: Bayi mengalami growth spurt (percepatan pertumbuhan) pada usia 3-4 bulan, bayi mengalami peningkatan nafsu makan, tetapi bukan berarti pada saat umur tersebut bayi siap untuk menerima makanan padat. Pada 0-6 bulan, kebutuhan bayi bisa dipenuhi hanya dengan mengkonsumsi ASI. Umumnya bayi telah siap dengan makanan padat pada usia 6 bulan karena pada usia ini, ASI hanya memenuhi 60-70%

kebutuhan gizi ibu. Tidak dianjurkan untuk memperkenalkan makanan semi padat atau padat pada bayi berumur 4-6 bulan karena sistem pencernaan mereka belum siap menerima makanan ini . Pemberian makanan sebelum usia 6 bulan,

meningkatkan risiko alergi, obesitas, mengurangi minat terhadap ASI. Masih aktifnya reflex extrusion yaitu bayi akan mengeluarkan makanan yang ibu sodorkan kemulutnya , ini meningkatkan risiko tersedak jika diberikan makanan padat terlalu dini.

(34)

Menurut Maryunani (2010) alasan tidak memberikan makanan sebelum 6 bulan karena sistem pencernaan bayi belum sempurna. Saat bayi berumur 6 bulan ke atas, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima MP- ASI. Beberapa enzim pemecah protein seperti pepsin, lipase, enzim amilase, dan sebagainya baru akan diproduksi sempurna pada saat ia berumur 6 bulan. Pada saat bayi berumur < 6 bulan, sel-sel disekitar usus belum siap untuk menerima kandungan dari makanan. Sehingga makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi. Selain itu , pemberian MP-ASI terlalu dini dapat menyebabkan balita obesitas dikemudian hari.

Pola Pemberian MP-ASI

Pola pemberian MP-ASI adalah pemberian makanan untuk anak usia 6-24 bulan dan makanan pendamping ASI bukan berperan untuk menggantikan ASI, melainkan hanya untuk melengkapi ASI. Pemberian makanan pendamping ASI disesuaikan dengan jenis makanan pendamping ASI, frekuensi pemberian, cara pemberian yang benar serta sesuai dengan tahapan usia bayi agar kebutuhan bayi akan nutrisi dan zat gizi terpenuhi sehingga pertumbuhan bayi baik. Pada

prinsipnya makanan tambahan untuk bayi atau yang biasa dikenal sebagai makanan pendamping ASI adalah makanan yang kaya zat gizi, mudah dicerna, mudah disajikan, mudah menyimpannya, higienis dan harganya terjangkau.

1. Usia Pertama Pemberian MP-ASI

Pola pemberian MP-ASI yang tepat yaitu dimana ibu mulai memberikan makanan pendamping ASI setelah bayi berusia 6 bulan tetapi tetap memberikan

(35)

ASI disertai dengan makanan pendamping seperti bubur berdasarkan usia bayi, buah, sayuran dengan bentuk yang menarik dan sesuai dengan usia bayi.

2. Bentuk MP-ASI

Bentuk Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), yaitu makanan lumat, makanan lunak, dan makanan padat.

a. Makanan Lumat

Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan, dihaluskan atau disaring dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas. Biasanya makanan lumat ini diberikan saat balita berusia 6-9 bulan. Contoh dari makanan lumat berupa nasi atau pisang dilumatkan, pepaya saring, tomat saring, atau bubur susu.

b. Makanan Lunak

Makanan lunak adalah makanan peralihan dari makanan lunak menjadi makanan keluarga. Makanan lunak diberikan pada balita usia 9-12 bulan. Contoh makanan lunak adalah bubur beras (padat), nasi lembek, ketupat disertai lauk- pauk seperti tempe, tahu beserta sayuran.

c. Makanan Padat atau Makanan Keluarga.

Makanan keluarga adalah makanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga. Makanan ini mulai dikenalkan pada balita saat berusia 12-24 bulan.

Contoh dari makanan keluarga adalah makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah.

4. Frekuensi Pemberian MP-ASI

Pada awal pemberian MP-ASI setelah usia 6 bulan, frekuensi makan diberikan 2 kali sehari. Frekuensi makan dan jumlah makanan yang diberikan

(36)

harus sesuai dengan usia dan kebutuhan. Pada usia 6-9 bulan, frekuensi MP-ASI diberikan 2-3 kali sehari ditambah makanan selingan 1-2 kali sehari seperti buah dan biscuit. Kebutuhan makan balita semakin meningkat seiring tumbuh

kembangnya. Pada usia 9-12 bulan, frekuensi pemberian MP-ASI sebanyak 3-4 kali sehari ditambah makanan selingan 1-2 kali sehari. Ketika balita sudah memasuki usia diatas 12 bulan, maka balita sudah mulai diberi makanan padat atau makanan keluarga. Frekuensi pemberian makanan keluarga pada balita 12-24 bulan yaitu 3-4 kali sehari, ditambah makanan selingan 1-2 kali. Pemberian MP- ASI diiringi dengan pemberian ASI sampai balita berusia 2 tahun.

5. Cara pemberian makanan pendamping ASI

Cara pemberian MP-ASI yang tepat dan benar menurut Depkes RI (2007) adalah sebagai berikut:

a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah dan sebelum memberi makanan pada anak. Selain itu, juga mencuci tangan anak.

b. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air mengalir sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan kepada anak.

c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan.

d. Peralatan makan anak, seperti mangkuk, sendok, dan cangkir, harus dicuci kembali sebelum digunakan.

e. Dalam pemberian makanan pendamping pada anak, hendaknya berdasarkan tahapan usia anak.

(37)

f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan anak. Ludah yang terbawa oleh sendok akan menyebarkan bakteri.

Tabel 2

Pemenuhan Kebutuhan Gizi Balita 6-24 Bulan

Umur Bentuk Makanan Berapa Kali Sehari Berapa Banyak Setiap Kali Makan 6-9

bulan

- ASI

-Makanan lumat (bubur dan makanan keluarga yang dilumatkan)

-Teruskan pemberian ASI sesering mungkin

-Makanan lumat 2-3 kali sehari

-Makanan selingan 1-2 kali sehari (buah atau biskuit)

2-3 sendok makan penuh setiap kali makan, tingkatkan perlahan sampai

½ mangkuk berukuran 250 ml

9-12 bulan

-ASI

-Makanan lembek atau dicincang yang mudah ditelan anak.

- Makanan selingan yang dapat dipegang anak diberikan di antara waktu makan lengkap.

-Teruskan pemberian ASI -Makanan lembek 3-4 kali sehari

-Makanan selingan 1-2 kali sehari

½sampai dengan ¾ mangkuk berukuran 250 ml

12-24 bulan

-Makanan keluarga -Makanan yang di cincang atau dihaluskan jika diperlukan

-Makanan keluarga 3-4 kali sehari.

-Makanan selingan 1-2 kali sehari

-Teruskan pemberian ASI

-3/4 sampai dengan 1 mangkuk ukuran 250 ml - 1 potong kecil ikan/

daging /ayam /telur

- -1 potong kecil tempe/ tahu atau 1 sdm kacang kacangan -1/4 gelas sayur -1 potong buah - ½ gelas bubur/

1 potong kue/ 1 potong buah Sumber: Buku Pedoman KIA, 2016

(38)

Makanan untuk balita harus disesuaikan dengan perkembangan saluran pencernaan. Pada usia 6 bulan pertama, balita baru diberikanan makanan

pendamping ASI. Berbagai makanan pendamping ASI diolah sesuai dengan tahap perkembangan balita, dari lumat kemudian lembek, selanjutnya padat atau

makanan keluarga. Pada saat tahap pemberian makanan setengah padat, konsistensi makanan harus halus sehingga mudah ditelan. Pemberian makanan harus disesuaikan dengan kemampuan serta perkembangan saluran

pencernaannya. Tahapan pemberian MP-ASI juga harus sesuai anjuran, tidak boleh dipercepat dapat menyebabkan kerusakan saluran cerna. Demikian juga pada saat balita harus mulai makan makanan padat tidak boleh ditunda karena dapat menjadi penyebab balita sulit makan makanan padat, sulit mengunyah, menolak, atau muntah.

Pada usia 12 bulan, balita mulai dilatih diberi makanan padat atau yang biasa disebut makanan keluarga. Namun apabila balita menunjukkan kesulitan mengunyah, upayakan memperlunak makanan agar tidak mengganggu sistem pencernaan.

Kartu Menuju Sehat (KMS)

Kartu menuju sehat adalah kartu untuk mencatat dan memantau

perkembangan balita dengan melihat garis pertumbuhan berat badan balita dari bulan pertama (Yuni dan Rika, 2016). Sedangkan menurut Soetjiningsih dalam Nursalam dkk, (2008) kartu menuju sehat adalah suatu kartu/alat penting yang digunakan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.

(39)

Secara umum, KMS berisi gambar kurva berat badan terhadap umur untuk anak berusia 0-60 bulan, atribut penyuluhan, dan catatan ASI eksklusif

Gambar 1. Bagian KMS

Tujuan penggunaan KMS. Tujuan penggunaan KMS adalah

mewujudkan tingkat tumbuh kembang dan status kesehatan balita secara optimal.

Adapun tujuan khususnya meliputi : 1)Sebagai alat bantu bagi ibu untuk

memantau tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pada balita. 2) Sebagai alat bantu dalam memantau dan menetukan tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan tumbuh kembang yang optimal. 3) Mengatasi malnutrisi di masyarakat secara efektif dengan peningkatan pertumbuhan yang memadai.

(40)

Fungsi KMS. Secara umum fungsi-fungsi kartu menuju sehat bagi balita adalah: 1) Sebagai media untuk mencatat/memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap. 2) Sebagai media penyuluhan bagi orang tua mengenai kesehatan balita. 3) Sebagai sarana pemantauan yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi terbaik balita. 4) Sebagai kartu analisis tumbuh kembang balita.

Kegunaan KMS.Berdasarkan Kemenkes RI (2015) kegunaan kartu menuju sehat adalah :

a. Bagi orang tua : dapat mengetahui status pertumbuhan anaknya. Dianjurkan agar setiap bulan membawa balita ke posyandu atau fasilitas kesehatan untuk ditimbang. Apabila ada indikasi gangguan pertumbuan (berat badan tidak naik) atau kelebihan gizi, orang tua balita dapat melakukan tindakan perbaikan, seperti memberikan makan lebih banyak atau membawa anak ke fasilitas kesehatan untuk berobat.

b. Bagi kader : KMS digunakan untuk mencatat berat badan anak dan menilai hasil penimbangan. Bila berat badan tidak naik 1 kali kader dapat memberikans penyuluhan tentang asuhan dan pemberian makanan anak. Bila tidak naik 2 kali atau berat badan berada di bawah garis merah kader perlu merujuk ke petugas kesehatan terdekat, agar anak mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.

KMS juga digunakan kader untuk memberikan pujian kepada ibu bila berat badan anaknya naik serta mengingatkan ibu untuk menimbangkan anaknya di posyandu atau fasilitas kesehatan pada bulan berikutnya.

(41)

c. Bagi petugas kesehatan : KMS digunakan sebagai alat edukasi kepada para orangtua balita tentang pertumbuhan anak dan cara pemberian makan, pentingnya ASI eksklusif dan pengasuhan anak. Petugas dapat menekankan perlunya anak balita ditimbang setiap bulan untuk memantau pertumbuhannya.

Partisipasi Hadir di Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, yang paling utama untuk memperoleh penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).

Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Sehingga penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan gizi yang cukup peka untuk dipergunakan dalam menilai kesehatan anak, terutama balita.

Partisipasi hadir di posyandu ditinjau dari catatan pemantauan

penimbangan dan catatan ASI eksklusif pada KMS balita. Menurut Depkes RI (2001) pertumbuhan balita dapat diketahui apabila setiap bulan ditimbang, hasil penimbangan dicatat di KMS, dan antara titik berat badan KMS dari hasil penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan dengan

(42)

sebuah garis. Dalam upaya memonitor kesehatan gizi anak dipergunakan kartu menuju sehat (KMS) di Puskesmas maupun di Posyandu (Jauhari, 2015).

Catatan pemantauan penimbangan. Penimbangan merupakan langkah awal dalam kegiatan utama program perbaikan gizi anak. Penimbangan balita dilakukan setiap bulan di posyandu. Penimbangan secara rutin di posyandu bertujuan untuk memantau pertumbuhan balita. Setelah dilakukan penimbangan kemudian dilakukan pencatatan didalam KMS oleh petugas. Dari catatan tersebut dapat diketahui status pertumbuhan balita. Pemantauan pertumbuhan anak dapat dilakukan dengan aktif melakukan pemeliharaan gizi misalkan dengan datang ke posyandu. Dengan aktif ke posyandu maka orang tua dapat mengetahui

pertumbuhan anak (Marimbi, 2010).

Penimbangan yang tepat yaitu penimbangan yang dilakukan setiap bulan sekali. Manfaat dari menimbang balita setiap bulan di posyandu adalah untuk mengetahui apakah balita tumbuh sehat, mencegah gangguan pertumbuhan balita, mengetahui balita yang sakit (demam/ batuk/pilek/ diare), berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik, balita yang berat badannya BGM (bawah garis merah) dan dicurigai gizi buruk sehingga dapat segera dirujuk ke puskesmas.

Penimbangan balita dilakukan setiap bulan mulai umur 1 bulan sampai 5 tahun di posyandu. Setelah balita ditimbang, hasil penimbangannya dicatat didalam KMS, maka akan terlihat berat badannya naik atau tidak naik. Berat badan naik jika garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna pada KMS atau garis pertumbuhannya pindah ke pita warna diatasnya. Sebaliknya berat badan tidak naik apabila garis pertumbuhannya menurun, garis pertumbuhannya

(43)

mendatar atau garis pertumbuhannya naik tetapi pindah ke pita warna yang lebih muda.

Adapun tindak lanjut penimbangan berdasarkan hasil penilaian

pertumbuhan balita yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 155/Menkes/Per/I/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita adalah sebagai berikut:

1. Berat badan naik (N)

a. Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke posyandu untuk penimbangan.

b. Berikan umpan balik dengan menjelaskan arti grafik pertumbuhan anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana.

c. Anjurkan kepada ibu untuk mempertahankan kondisi anak dan berikan nasihat tentang pemberian makan anak sesuai golongan umurnya.

d. Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya.

2. Berat badan tidak naik 1 kali (T)

a. Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke posyandu untuk penimbangan.

b. Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana.

c. Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas, rewel dan lain-lain) dan kebiasaan makan anak. Universitas Sumatera Utara

(44)

d. Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak naik tanpa menyalahkan ibu.

e. Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan anak sesuai golongan umurnya

f. Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya.

2. Berat badan tidak naik 2 kali atau berada di Bawah Garis Merah (BGM) a. Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke posyandu dan

anjurkan untuk datang kembali bulan berikutnya.

b. Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik pertumbuhan anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana

c. Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas, rewel dan lain-lain) dan kebiasaan makan anak

d. Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak naik tanpa menyalahkan ibu.

e. Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan anak sesuai golongan umurnya

f. Rujuk anak ke puskesmas/pustu/poskesdes.

Catatan ASI eksklusif. Pada KMS terdapat kolom ASI eksklusif yang berguna untuk mencatat pemberian ASI eksklusif (status ASI eksklusif) dari usia 0-6 bulan. Pemberian ASI eksklusif dilakukan untuk memenuhi gizi bayi pada usia 0-6 bulan karena pada usia itu ASI adalah satu-satunya makanan bayi.

Menurut WHO, ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6

(45)

bulan tanpa tambahan cairan atau pun makanan lain. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 24 bulan.

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, pengertian ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.

Pemberian ASI secara eksklusif sejak bayi dilahirkan sampai bayi usia 6 bulan. Selama itu bayi tidak mendapatkan tambahan cairan lain, seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu, air putih. Pada pemberian ASI eksklusif, bayi juga tidak diberikan makanan tambahan seperti pisang, biskuit, bubur nasi, tim, dan sebagainya.

Alasan pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama adalah didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI memberi semua energi dan gizi yang dibutuhkan selama 6 bulan pertama hidupnya. Selain itu ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit, dan membantu menjarangkan kelahiran.

WHO dan UNICEF merekomendasikan langkah-langkah berikut untuk memulai dan mencapai ASI eksklusif, antara lain:

1. Menyusui dalam satu jam setelah kelahiran.

2. Menyusui secara eksklusif: hanya ASI. Artinya, tidak ditambah makanan atau minuman lain, bahkan air putih sekalipun.

(46)

3. Menyusui kapanpun bayi meminta, sesering yang bayi mau, siang dan malam.

4. Tidak menggunakan botol susu.

5. Mengeluarkan ASI dengan memompa atau memerah dengan tangan, disaat tidak bersama anak.

6. Mengendalikan emosi dan pikiran agar tenang.

Menurut Mayunani (2012) manfaat ASI eksklusif selama enam bulan adalah:

1. Untuk Bayi a. Kesehatan

Kandungan antibodi yang terdapat dalam ASI tetap paling baik sepanjang masa. Oleh karena itu, bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih sehat dan lebih kuat dibanding yang tidak mendapat ASI.

b. Kecerdasan

Manfaat bagi kecerdasan bayi, antara lain karena dalam ASI terkandung DHA yang terbaik, selain laktosa yang berfungsi untuk proses mielinisasi otak.

c. Emosi

Pada saat disusui, bayi berada dalam dekapan ibu. Hal ini merangsang terbentuknya emotional inttelligence. Selain itu, ASI merupakan wujud kasih sayang ibu pada buah hatinya.

2. Untuk Ibu a. Diet Alami

Dengan memberikan ASI eksklusif, berat badan ibu yang bertambah selama hamil, akan segera kembali mendekati berat semula. Naiknya hormon

(47)

oksitoksin selagi menyusui, menyebabkan kontraksi semua otot polos, termasuk otot-otot uterus.Karena hal ini berlangsung terus menerus, nilainya hampir sama dengan senam perut.

b. Mengurangi Risiko Anemia

Pada saat memberikan ASI, otomatis risiko pendarahan pasca bersalin berkurang. Naiknya kadar hormon oksitosin selama menyusui akan menyebabkan otot polos mengalami kontraksi. Kondisi inilah yang mengakibatkan uterus mengecil sekaligus menghentikan pendarahan.

c. Mencegah Kanker

Dalam berbagai penelitian diketahui bahwa ASI dapat mencegah kanker, khususnya kanker payudara. Pada saat menyusui, hormon estrogen mengalami penurunan. Sementara tanpa aktivitas menyusui, kadar hormon estrogen tetap tinggi dan hal inilah yang diduga menjadi salah satu pemicu kanker payudara karena tidak adanya keseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron.

d. Manfaat Ekonomis

Dengan menyusui, ibu tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli susu/suplemen bagi bayi. Cukup dengan ASI eksklusif kebutuhan bayi selama 6 bulan terpenuhi dengan sempurna.

Faktor-faktor yang memengaruhi kunjungan ibu balita ke posyandu. Beberapa faktor yang memengaruhi kunjungan ibu balita ke posyandu yaitu:

1. Umur Ibu

Dalam kamus Bahasa Indonesia(1995) umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Sedangkan menurut Hastono (2009), bahwa

(48)

pada ibu yang berumur muda dan baru memiliki anak akan cenderung

memberikan perhatian yang lebih besar terhadap anak mereka, seiring bertambah usia, bertambah kesibukan dan bertambah jumlah anak maka ini akan

mempengaruhi motivasi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik untuk anak.

2. Pendidikan Ibu

Pendidikan adalah suatu jenjang pendidikan formal terahir yang ditempuh dan dimiliki oleh seseorag dengan mendapatkan sertifikasi/ijazah, baik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Perguruan Tingi. Pendidikan adalah suatu proses yang unsur-unsurnya terdiri dari masukan (input), yaitu sasaran pendidikan, keluaran (output) yaitu suatu bentuk perilaku baru atau kemampuan dari sasaran pendidikan. Proses tersebut

dipengaruhi oleh perangkat lunak (soft ware) yang terdiri dari kurikulum, pendidik, metode, dan sebagainya serta perangkat keras (hardware) yang terdiri dari ruang, perpustakaan (buku-buku), dan alatalat bantu pendidikan lain (Notoatmodjo, 2007)

3. Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan hal yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantagan (Wahit, 2006). Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan sendiri maupun keuarga. Faktor bekerja saja Nampak

berpengaruh pada peran ibu yang memiliki balita sebagai timbulnya suatu

(49)

masalah pada ketidakaktifan ibu kunjungan ke posyandu, karena mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan yang belum cukup, yang berdampak pada kunjungan ke posyandu, serta tidak ada waktu ibu mencari informasi karena kesibukan mereka dalam bekerja. Kondisi kerja yang menonjol sebagi faktor yang mempengaruhi ketidakaktifan (Depkes, 2002). Hal ini dapat menyebabkan

frekuensi ibu yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu akan berkurang.

4. Umur Balita

Menurut Maharsi R (2007) dalam penelitiannya bahwa ibu merasa perlu membwa balitanya ke Posyandu pada usia <12 bulan (masa imunisasi). Setelah usia 12 bulan dan imunisasi sudah lengkap, banyak responden yang tidak hadir di posyandu.

5. Dukungan Keluarga

Dari hasil penelitian Yuryanti (2010) menyatakan ibu yang mendapat dukungan dari keluarga akan berperilaku membawa bayi/balita ke poyandu 2.716 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapat dukungan dari keluarga.

6. Jumlah Anak Balita

Jumlah anak balita yang sedikit diharapkan memanfaatkan pelayanan kesehatan di posyandu, dalam hasil penelitian Maharsi (2007) semakin sedikit responden memiliki anak maka akan semakin memiliki kepatuhan untuk datang ke Posyandu. Hal ini sama dengan hasil penelitian dari Koto (2011) dimana keluarga yang memiliki jumlah balita lebih sedikit maka ibu akan lebih sering datang ke Posyandu.

(50)

Kerangka Teori

Mengacu pada tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tidak diteliti Diteliti

Almatsier (2009) dan Supariasa (2012) Gambar 2. Kerangka teori

Status Gizi Balita

Faktor Tidak Langsung

Sosial Budaya

Pola Pemberian Makan

Asupan Gizi

Pendidikan

Pekerjaan Faktor Langsung

Pelayanan Kesehatan:

Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu

Penyakit Infeksi

Sosial Ekonomi

(51)

Kerangka Konsep

Untuk mengetahui gambar pola pemberian MP-ASI, kelengkapan KMS dan status gizi balita 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling kota

Padangsidimpuan dapat disajikan dalam kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 3. Kerangka konsep penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas, pola pemberian MP-ASI yang terdiri dari usia pemberian, frekuensi pemberian, bentuk MP-ASI, partisipasi ibu hadir di posyandu menentukan status gizi balita.

Pola Pemberian MP-ASI - Usia Pemberian MP-ASI - Frekuensi Pemberian - Bentuk MP-ASI - Porsi

- Cara Pemberian

Partisipasi Ibu Hadir di Posyandu

Status Gizi Balita

(52)

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain

penelitian cross sectional, yang bertujuan untuk melihat gambaran pola pemberian MP-ASI, partisipasi ibu hadir di posyandu, serta status gizi balita 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2018.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tenggara. Penelian ini dilakukan karena ketidaktepatan dalam pemberian MP-ASI sesuai umur pada balita, ada beberapa balita yang diberikan MP-ASI berupa makanan keluarga sebelum mencapai umur 12 bulan serta ketidaklengkapan partisipasi ibu hadir di posyandu masih banyak yang tidak aktif.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2018.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi penelitian ini adalah semua balita 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan. Populasi berjumlah 777 balita 6-24 bulan dari 16 Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

(53)

Tabel 3

Jumlah Posyandu dan Jumlah Balita 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan

Posyandu Jumlah Balita 6-24 Bulan = 777 Mawar 1

Kartika

50 45

Cempaka 1 97

Cempaka 2 36

Saroha 14

Teratai 113

Mawar 40

Nusa Indah 91

Mentari 90

Melati Manunggang Julu 48

Delima 30

Kamboja 20

Melati Hutakoje 48

Cemara 10

Kenanga 31

Anggrek 14

Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah sebahagian dari jumlah balita 6-24 bulan yang dianggap mewakili dari seluruh populasi yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan. Perhitungan sampel pada penelitian ini yang diambil dari 16 posyandu menggunakan rumus dari Slovin sebagai berikut:

n

= 𝟕𝟕𝟕

𝟏+𝟕𝟕𝟕𝒙(𝟎,𝟏)𝟐 = 𝟕𝟕𝟕

𝟏+𝟕𝟕𝟕𝒙𝟎,𝟎𝟏 = 𝟕𝟕𝟕

𝟏𝟏,𝟖𝟑= 𝟖𝟖

Berdasarkan rumus diatas didapat jumlah sampel sebanyak 88 balita.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan menggunakan metode

(54)

dibagi secara merata untuk masing-masing posyandu yang dipilih. Posyandu yang dipilih untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini hanya 5 Posyandu (posyandu dengan jumlah balita terbanyak), alasannya yaitu karena

keterbatasan transportasi, lokasi yang sulit dijangkau, dan keterbatasan waktu.

Rumus yang digunakan:

𝑛𝑖 =𝑁𝑖 𝑁 × 𝑛

Tabel 4

Nama Posyandu dan Jumlah Sampel Diambil Posyandu Jumlah Populasi Balita

6-24 bulan

Jumlah Sampel= 88

Mawar 50 50/441x88= 10

Cempak I 97 97/441x88 = 19

Teratai 113 113/441x88 =23

Nusa Indah 91 91/441x88 = 18

Mentari 90 90/441x88 = 18

Variabel dan Definisi Operasional

Berdasarkan variabel penelitian yaitu pola pemberian MP-ASI, Catatan pemantauan pertumbuhan dan ASI eksklusif serta status gizi balita.

1. Pola pemberian MP-ASI adalah tindakan Ibu atau pengasuh balita dalam memberikan makanan atau minuman kepada balita yang meliputi usia pertama kali diberikan, frekuensi pemberian, porsi pemberian, bentuk makanan yang diberikan dan cara pemberian.

a. Frekuensi pemberian MP-ASI adalah seberapa sering Ibu memberikan makanan pendamping ASI kepada balita dalam sehari.

(55)

b. Usia pemberian MP-ASI adalah umur pertama kali makanan pendamping ASI diberikan.

c. Porsi pemberian MP-ASI adalah jumlah takaran sendok makan yang diberikan Ibu pada anak dalam waktu sekali makan.

d. BentukMP-ASI adalah jenis makanan yang dikonsumsi oleh balita.

e. Cara pemberian MP-ASI adalah kegiatan yang dilakukan Ibu dalam hal kebersihan peralatan makan, higiene Ibu dalam menyiapkan pemberian makanan dan kebersihan bahan makanan.

2. Partisipasi ibu hadi di posyandu adalah keaktifan ibu membawa balita ke posyandu untuk melakukan pemantauan penimbangan dan pencatatan ASI eksklusif dalam KMS balita.

3. Status gizi adalah suatu keadaan yang dapat menunjukkan keadaan gizi balita yang dapat diukursecaraantropometridenganindeks BB/U, PB/U, dan BB/PB.

Metode Pengumpulan Data

Instrumen penelitian. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Alat tulis 2. Kuesioner 3. Timbangan anak

4. Alat ukur panjang badan

(56)

Teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Data primer.

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari responden. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang telah disusun sebelumnya tentang identitas responden, data balita, pola pemberian MP-ASI, dan status gizi pada balita 6-24 bulan di wilayah Puskesmas Pijorkoling Kota

Padangsidimpuan.

2. Data sekunder.

Data sekunder diperlukan untuk melihat jumlah balita 6-24 bulan yang ada di wilayah kerja puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan.

Metode Pengukuran

Pola pemberian MP-ASI. Pengukuran pola pemberian makanan

pendamping ASI terdiri dari usia pertama pemberian, frekuensi, porsi, danbentuk makanan dan cara pemberian.

a. Usia pertama pemberian MP-ASI : Tepat : > 6 bulan

Tidak tepat :< 6 bulan

b. Frekuensi pemberian MP-ASI berdasarkan buku pedoman KIA (2016) : Tepat :-Usia 6-8 bulan diberikan 2-3 kali sehari

-Usia 9-12 bulan diberikan 3-4 kali sehari

(57)

Tidak tepat :Selain ketentuan diatas.

c. Bentuk MP-ASI berdasarkan buku pedoman KIA (2016) :

Tepat :-Jenis makanan lumat diberikan pada balita usia 6-8 bulan.

- Jenis makanan lunak diberikan pada balita usia lebih dari 9-12 bulan.

- Jenis makanan padat diberikan pada balita usia lebih dari 13-24 bulan.

Tidak tepat : Memberikan jenis makanan yang tidak sesuai dengan usia balita.

d. Porsi pemberianmenurut buku pedoman KIA (2016) :

Tepat : - Usia 6-8 bulan diberi 2-3 sendok makan penuh setiap kali makan dan tingkatkan secara perlahan sampai ½ dari cangkir mangkuk ukuran 250 ml tiap kali makan.

- Usia 9-12 bulan diberi ½ mangkuk ukuran 250 ml.

-Usia 13-24 bulan ¾ ukuran 250 ml.

Tidak tepat : Jumlah takaran sendok makan yang diberikan tidak sesuai dengan usia balita.

e. Cara pemberian

Memenuhi syarat kesehatan : Jika ibu melakukan cara pemberian makanan berdasarkan Depkes RI (2007) Tidak memenuhi syarat kesehatan : Jika ibu melakukan cara pemberian makanan tidak sesuai dengan standar Depkes RI 2007.

(58)

Partisipasi ibu hadir di posyandu. Partisipasi ibu dibedakan menjadi dua kategori yaitu aktif dan tidak aktif.

Aktif : Jika catatan pemantauan penimbangan dan catatan ASI eksklusif lengkap dalam KMS balita.

Tidak Aktif : Jika terdapat catatan pemantauan penimbangan dan catatan ASI eksklusif dalam KMS balita.

Untuk mengetahui partisipasi ibu hadir di posyandu, maka peneliti akan melihat KMS balita yang menjadi sampel.

Status gizi. Status gizi balita dilakukan dengan menggunakan pengukuran antropometri, berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U), dan berat badan menurut panjang badan (BB/PB) dengan menggunakan standar WHO 2005 dalam skor simpangan baku (standar deviation score = Z- Score) dengan rumus sebagai berikut :

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR a. Kategori berdasarkan indeks BB/U:

1. Normal : ≥ - 2 SD s/d < 1 SD

2. Kurang : ≥ - 3 SD s/d < - 2 SD

3. Sangat Kurang : < - 3 SD

b. Kategori berdasarkan indeks PB/U :

1. Sangat Tinggi : > 3 SD

2. Normal : ≥ - 2 SD s/d ≤ 3 SD

(59)

3. Pendek : ≥ - 3 SD s/d < - 2 SD

4. Sangat Pendek : < - 3 SD c. Kategori berdasarkan PB/BB

1. Sangat Gemuk : > 3 SD 2. Gemuk : > 2 SD s/d ≤ 3 SD

3. Resiko Gemuk : > 1 SD s/d ≤ 2 SD 4. Normal : ≥ - 2 SD s/d ≤ 1 SD 5. Kurus : ≥ - 3 SD s/d < - 2 SD 6. Sangat Kurus : < - 3 SD Metode Analisis Data

Pengolahan data. Setelah data terkumpul, selanjutnya data diolah dengan tahap sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Pengeditan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan isi kuesioner dengan tujuan agar data masuk dan dapat diolah secara benar, sehingga pengolahan data memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti.

2. Pengkodean (coding)

Data yang sudah diperoleh dan telah dilakukan pengeditan maka peneliti melakukan pengkodean pada setiap jawaban responden untuk

mempermudah analisis data yang telah dikumpulkan.

Referensi

Dokumen terkait

Tahap selanjutnya adalah development, yaitu mengembangkan LKS berbasis etnomatematika pada proses pembuatan tahu takwa pada submateri Sistem Persamaan Linier Dua

Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji pada sekeping kaca atau bahan lain yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen dan

Rumusan masalah penelitian adalah ”Apakah pembelajaran dengan menggunakan Model Pythagoras dapat mening- katkan hasil belajar peserta didik dalam mata

Pemberian air kelapa hibrida dibandingkan air putih sebanyak 200 ml setiap 15 menit selama latihan 75 menit tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap status hidrasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa roti manis dengan konsentrasi sourdough 30% merupakan perlakuan terbaik dengan pH 3,60, kadar air 29% b/b, warna, rasa, aroma dan tekstur yang

Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi sebagai wanita yang merindukan kedamaian, percaya diri karena memiliki prinsip dan semangat yang

Pada bagian teller, user dapat melakukan registrasi customer, melihat stock barang, melakukan transaksi pembayaran dan membuat laporan hasil registrasi customer. Pada bagian

nafkah masa tunggu istri yang tertalak ba’in kubra&gt; dalam keadaan hamil , maka penulis melakukan penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, namun