7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Pendahuluan
Ristyowati dkk melakukan penelitian terkait minimasi waste pada PT. Sport Glove Indonesia. Masalah yang ada adalah tidak tercapainya target produksi pada perusahaan tersebut yang disebabkan oleh waste dalam proses produksi. Waste yang terjadi adalah cacat dalam produksi dan juga delay yang mengakibatkan waktu produksinya bertambah yang akhirnya melewati batas waktu produksi. Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan metode lean manufacturing dengan menggunakan tools Current State Mapping (CSM), Waste Relationship Matrix (WRM), Value Stream Analysis Tools (VALSAT), Process Activity Mapping (PAM), dan Quality Filter Mapping (QFM). Hasil dari penelitian ini adalah waste cacat (defect) terjadi pada proses jahit dengan persentase sebesar 76.8% dari total jumlah cacat keseluruhan. Waste delay juga terjadi pada proses jahit yang diakibatkan karena perbedaan cycle time pada proses jahit. Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti memberikan usulan untuk menambah jumlah pekerja pada proses jahit, melakukan pengawasan dan pengarahan kepada pekerja, memberi pelatihan kepada para pekerja untuk meningkatkan dan menyetarakan keterampilan dan standar kerja, serta kegiatan maintenance dalam bentuk preventive maintenance [5].
Faturrakhman dkk melakukan penelitian terkait penerapan lean manufacturing guna meminimasi waste pada proyek Grafindo Media Pratama di PT. Karya Kita. Masalah yang dihadapi pada proyek Grafindo Media Pratama adalah ketidaktercapaian jumlah produksi yang diakibatkan oleh waste waiting time yang mengganggu jalannya proses produksi. Metode yang digunakan untuk meminimasi waste pada proyek Grafindo Media Pratama adalah lean manufacturing dengan menggunakan tools Value Stream Mapping (VSM), Process Activity Mapping (PAM), Fishbone Diagram, dan Single Minute Exchange of Dies (SMED). Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah berdasarkan value stream mapping current state diketahui bahwa cycle time pada proyek Grafindo
Media Pratama adalah sebesar 9329.8 detik. Setelah diidentifikasi, terdapat dua penyebab dominan yang menyebabkan terjadinya waste pada proses produksi proyek Grafindo Media Pratama, yaitu setup pergantian plate dan pembersihan kembali pada plate saat produksi. Usulan perbaikan pada penelitian ini untuk mengatasi masalah tersebut adalah menambah operator pada kegiatan changeover plate, pembuatan interval waktu kerusakan pada part sensor dan blanket sesuai historis kerusakan part agar bisa mengetahui penggantian atau perbaikan part, pemberian lembar checksheet sebagai tujuan operator dapat mengetahui waktu pergantian sesuai interval waktu yang telah dibuat, pemberian visual control berupa poster sebagai pengingat operator agar lebih teliti dalam melakukan pembersihan plate sebelum memulai produksi [6].
Novitasari dan Iftadi melakukan penelitian pada PT. XYZ yang merupakan sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam penyedia alat rumah tangga.
Penelitian ini dilakukan pada proses produksi Door PU di divisi refrigerator.
Permasalahan yang terdapat pada proses produksi Door PU ini adalah output produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan target produksi. Penelitian ini dilakukan empat tahapan. Tahap pertama adalah pembuatan Value Stream Mapping (VSM) untuk menunjukan keseluruhan proses produksi Door PU. Tahap kedua dilakukan identifikasi waste dan breakdown tahapan proses produksi dalam bentuk Process Activity Mapping (PAM). Tahap ketiga adalah proses identifikasi akar permasalahan dari waste yang telah diketahui dengan menggunakan root cause analysis (5 Why’s). Tahap keempat adalah merekomendasikan perbaikan untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa waste terbanyak pada proses produksi Door PU adalah waste waiting dan defect.
Rekomendasi perbaikan pada penelitian ini adalah melakukan perawatan mesin secara berkala untuk mengurangi waktu downtime (waiting) yang berpengaruh terhadap lamanya waktu proses. Selain itu, untuk mempercepat cycle time peneliti juga menyarankan untuk membuat lembar kerja list model yang akan diproduksi karena banyaknya model yang ada. Dengan ini, operator tidak membuang waktu lama untuk proses pemasangan door liner pada jig. Perbaikan lain dilakukan dengan menghilangkan proses peletakan door plate dari konveyor yang dilakukan
secara manual, dimana proses ini dapat dilakukan langsung dengan konveyor yang terhubung dengan mesin vacuum dan untuk meminimalisir adanya kesalahan material handling dari operator yang dapat menyebabkan pintu defect [7].
Ahmad and Aditya melakukan penelitian terkait minimasi waste pada PT.
Natamas Plast. Masalah yang dihadapi oleh PT. Natamas Plast adalah perusahaan masih sulit mengidentifikasi alur proses produksi yang tidak optimal pada proses produksi kemasan salah satu produknya, yaitu kemasan botol Shinzu’i 500 ml.
Masalah ini juga menyebabkan proses produksi kemasan botol tersebut menghasilkan waste yang dapat merugikan perusahaan. Masalah ini timbul karena permintaan dari produk tersebut semakin meningkat disetiap periodenya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Value Stream Mapping (VSM). Data yang diperoleh, kemudian akan diolah dan akan dilakukan untuk menggambarkan current value stream mapping. Current value stream mapping digunakan untuk mengetahui alur proses produksi aktual. Current value stream mapping kemudian dianalisis untuk menemukan nilai pada suatu proses yang tidak optimal yang terdapat pada proses produksi dari awal hingga akhir. Hasil dari penelitian ini adalah jenis waste yang dihasilkan pada proses produksi kemasan botol Shinzu’i 500 ml adalah inventory, process, over production, waiting, dan defect. Pada current value stream didapatkan bahwa lead time produksi yang dihasilkan adalah 2.1 hari dengan tujuh operator yang terlibat. Selain itu, cycle time yang dihasilkan pada current value stream adalah sebesar 120.9 detik. Dari data tersebut kemudian dilakukan pebaikan dengan proposed value stream. Setelah dilakukan perbaikan, terjadi pengurangan lead time yang semula sebesar 2.1 hari menjadi 0.9 hari. Cycle time pada proposed value stream juga berkurang, yang semula 120.9 detik menjadi 72 detik [8].
Ratlalan dkk melakukan penelitian yang berkaitan dengan implementasi metode lean manufacturing untuk meminimasi waste pada proses produksi plastic box 260. Pada survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan bahwa masih ada non value added activity pada proses perakitan plastic box 260 yang berakibat timbulnya waste overproduction. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah metode lean manufacturing dengan tools
yang digunakan adalah Value Stream Mapping (VSM), Waste Relationship Matrix (WRM), dan Waste Assessment Questionnaire (WAQ). Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan perhitungan Waste Relationship Matrix (WRM), waste yang paling banyak timbul adalah waste overproduction dan waste inventory.
Berdasarkan perhitungan Waste Assessment Questionnaire (WAQ), waste yang paling banyak timbul pada proses produksi plastic box 260 adalah waste inventory, waste overproduction, dan waste movement. Sedangkan, berdasarkan perhitungan Analytical Hierarchy Process (AHP), waste yang paling banyak timbul adalah waste inventory dan waste movement. Terdapat beberapa rekomendasi yang diberikan oleh peneliti untuk mengurangi waste tersebut yaitu penerapan metode 5S yang dapat dimanfaatkan untuk meminimalisir waste movement, pelaksanaan forecasting yang baik untuk meminimalisir waste inventory dan waste overproduction, serta melakukan preventive maintenance [9].
Pembaharuan dari penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah metode yang digunakan. Pada penelitian lain, metode yang digunakan adalah metode yang sudah seringkali digunakan untuk penelitian serupa, seperti Waste Relationship Matrix (WRM) serta Analytical Hierarchy Process (AHP). Namun, pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
2.2. Konsep Lean Manufacturing
Pada dasarnya konsep lean adalah konsep perampingan atau efisiensi. Konsep ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur maupun jasa, karena pada dasarnya konsep efisiensi akan selalu menjadi suatu target yang ingin dicapai oleh perusahaan [10]. Lean manufacturing merupakan suatu konsep yang awalnya dikembangkan oleh Toyota, kemudian dikenal sebagai Just-In-Time Manufacturing. Konsep lean manufacturing bertujuan untuk mengubah suatu organisasi di perusahaan menjadi lebih efisien dan kompetitif [5]. Selain itu, tujuan lean manufacturing dalam suatu organisasi adalah untuk menghilangkan waste dan mengurangi aktivitas non-value added untuk mencapai arus produksi yang lancar.
Banyak ahli telah mengungkapkan bahwa agar perusahaan dapat bersaing di pasar global dengan biaya yang lebih rendah, pengiriman lebih cepat, dan produk berkualitas lebih tinggi, strategi lean manufacturing harus diterapkan [11].
Lean manufacturing merupakan metode yang tepat untuk dapat mengoptimalkan performansi dari sistem dan proses produksi karena mampu mengidentifikasi, mengukur, menganalisa, dan mencari solusi perbaikan atau peningkatan performansi secara komprehensif [12]. Ada beberapa tools dan teknik dalam lean manufacturing, diantaranya visual kontrol, 5S, value stream mapping, dan Kaizen [13].
Shah dan Ward dalam penelitiannya menyimpulkan empat hal inti dari lean manufacturing, yaitu Just-In-Time (JIT), Total Quality Management (TQM), Total Preventive Maintenance (TPM), dan Human Resource Management (HRM).
Keempat hal tersebut dapat mengukur kinerja operasional dalam perusahaan [14].
Menurut Gazpersz, terdapat lima prinsip dasar lean, yaitu:
1. Mengidentifikasi nilai produk berdasarkan prespektif pelanggan 2. Mengidentifikasi value stream mapping untuk setiap produksi
3. Menghilangkan waste yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang aliran produksi
4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses aliran produksi
5. Mencari teknik dan alat peningkatan untuk mencapai keunggulan dan peningkatan terus menerus [15].
Lean manufacturing sendiri memiliki 3 prinsip dasar yang diterapkan dalam produksi untuk mencapai tujuan operasional bisnis, antara lain:
1. Prinsip mendefinisikan nilai produk (Define Value)
Pendefinisian nilai produk dilakukan dengan mengacu kepada pandangan dan pendapat pelanggan. Pendefinisian nilai produk dimulai dengan membuat pemetaan aliran nilai atau VSM. Tujuannya adalah mengidentifikasi value yang ada pada seluruh aliran proses, mulai dari pemasok hingga pelanggan.
2. Prinsip menghilangkan waste (Waste Elimination)
Pemborosan atau waste dalam konsep lean manufacturing adalah segala aktifitas yang tidak memberi nilai tambah kepada produk yang dapat menyebabkan kepuasan pelanggan. Jadi, segala aktivitas dianggap sebagai waste jika tidak memberikan kontribusi untuk peningkatan nilai produk di mata pelanggan.
3. Prinsip mengutamakan karyawan (Support the Employee)
Penerapan lean manufacturing harus dilakukan oleh karyawan di semua level dalam organisasi. Oleh karena itulah, perusahaan harus mendukung karyawan dengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk memahami lean manufacturing [5].
Salah satu metrik yang perlu diukur untuk melihat apakah suatu proses produksi sudah lean atau belum adalah Process Cycle Efficiency (PCE). PCE merupakan cara untuk mengukur keefisienan suatu proses produksi [16].
= × 100%...(1)
2.3. Jenis Waste
Tujuan utama dari lean manufacturing adalah mengurangi maupun menghilangkan pemborosan atau waste. Waste merupakan setiap aktivitas yang menggunakan sumber daya tetapi tidak menciptakan ataupun menambah nilai atau value. Terdapat tujuh macam waste dalam Toyota Production System (TPS):
1. Waste of over production (kelebihan produksi) adalah pemborosan yang disebabkan produksi yang berlebih atau memproduksi lebih awal dari jadwal yang telah dibuat.
2. Waste of making defective parts adalah cacat yang terjadi akibat ketidaksempurnaan produksi atau kesalahan pada saat proses.
3. Waste of stock on hand/ inventory (persediaan yang tidak perlu) adalah dapat berupa penyimpanan inventory yang melebihi volume gudang yang ditentukan.
4. Waste of processing itself (proses yang tidak tepat) terjadi dalam situasi dimana terdapat ketidaktepatan proses/metode operasi produksi.
5. Waste in transportation (transportasi) adalah pemindahan material dari gudang (warehouse) ke mesin, dari satu mesin ke mesin yang berikutnya, dari mesin ke gudang (warehouse). Konsep lean menginginkan vendor mengirimkan bahan baku langsung ke tempat pengerjaan/workshop.
6. Waste of time on hand/waiting adalah proses menunggu kedatangan material, informasi peralatan dan perlengkapan.
7. Waste of movement (pergerakan yang berlebihan) meliputi pergerakan terhadap material, manusia yang tidak perlu pada saat proses produksi [12].
Sumber terjadinya waste dalam industri manufaktur dibagi menjadi tiga sumber, yaitu [16]:
1. Waste pada input, seperti kelebihan persediaan dan material-material yang tidak terpakai (cacat, usang).
2. Waste pada proses, seperti scrap dan pekerjaan ulang, proses yang tidak efisien, proses yang kuno atau usang, dan proses tidak andal.
3. Waste pada output, seperti kelebihan produksi yang tidak terjual dan produk cacat (produk usang atau out-dated).
Minimasi waste sangatlah penting bagi perusahaan manufaktur. Waste sangat berpengaruh terhadap kualitas produk dan waktu pengerjaan suatu proses.
Meminimasi waste berarti perusahaan dapat meningkatkan kualitas, mengurangi biaya, dan mengurangi lead time. Meminmasi waste juga dapat meningkatkan service level.
2.4. Value Stream Mapping (VSM)
Value Stream Mapping (VSM) adalah metode yang digunakan untuk memetakan proses yang didalamnya terdapat aliran informasi dan aliran material [3]. VSM juga dapat menyediakan titik awal untuk membantu manajemen, engineer, perkumpulan produksi, penjadwalan, supplier, dan konsumen untuk menyadari waste dan mengidentifikasi penyebabnya [17]. VSM juga bertujuan untuk mengetahui besar total waktu proses keseluruhan serta berapa besar total
waktu aktivitas yang terjadi pada proses produksi [18]. Aktivitas-aktivitas yang sering terjadi pada proses produksi terdiri dari tiga, yaitu [19]:
1. Value Added Activity (VA), yaitu aktivitas yang menurut pelanggan mampu memberi nilai tambah pada suatu produk atau jasa sehingga pelanggan rela membayar untuk aktivitas tersebut.
2. Non Value Added Activity (NVA), yaitu aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (waste) pada suatu produk atau jasa menurut pelanggan.
3. Necessary Non Value Added Activity (NNVA), yaitu aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada produk/jasa menurut pelanggan, tetapi dibutuhkan pada prosedur atau sistem operasi yang ada.
VSM menyediakan pandangan yang jelas mengenai proses yang terjadi dengan memvisualisasikan berbagai macam tingkatan proses, memberikan perhatian pada waste yang terjadi dan penyebabnya serta membantu dalam menghasilkan keputusan sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Pengetahuan yang diperoleh melalui penggambaran keadaan awal dari proses akan sangat membantu dalam membentuk value stream di masa mendatang untuk diimplementasikan dan mengidentifikasi kesempatan–kesempatan untuk melakukan perbaikan [20]
VSM adalah langkah yang penting dalam proses transformasi lean sebelum masuk dalam tahapan penghilangan waste. Toyota, sebagai perintis lean thinking, telah menggunakan metode ini semenjak tahun 1970. VSM terdiri dari dua tipe, yaitu sebagai berikut [16]:
1. Pemetaan current state map yang bertujuan untuk mengetahui aliran proses produksi dan proses informasi dari mulai pemesanan hingga pengiriman ke tangan konsumen.
2. Perancangan future state map yang berfungsi sebagai gambaran perbandingan antara keadaan perusahaan saat ini dengan keadaan masa depan yang sudah dirancang usulan-usulan perbaikan agar meminimasi waste dan mengoptimalkan aktifitas yang bernilai tambah.
VSM mempunyai beberapa fungsi, yaitu [17]:
1. VSM adalah alat peraga untuk menjelaskan value stream yang sekarang.
2. Supaya orang-orang dapat dengan mudah mengerti dimana waste berada dalam proses.
3. Memberikan tim perbaikan sebuah landasan untuk memprioritaskan usaha perbaikan.
4. Memberikan tim sebuah alat peraga untuk mewakili ide perbaikan mereka, sehingga tim dapat lebih baik untuk berkomunikasi dengan orang-orang di dalam organisasi maupun luar organisasi.
Menggunakan VSM berarti memulai dengan gambaran besar dalam menyelesaikan permasalahan bukan hanya pada proses-proses tunggal dan melakukan peningkatan secara menyeluruh dan bukan hanya pada proses-proses tertentu saja [16].
2.5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah untuk meningkatan kualitas produk dan proses. Pada dasarnya, teknik ini adalah pendekatan sistematis untuk memprioritaskan tindakan perbaikan berdasarkan analisis tingkat keparahan (severity), kemungkinan terjadi (occurance), dan deteksi mode kegagalan (detection). FMEA juga telah digunakan dalam konteks aplikasi yang berbeda.
FMEA digunakan untuk menganalisis kegagalan dalam implementasi lean production terkait dengan empat sumber daya kritis, yaitu manusia, material, peralatan, dan jadwal [21]. FMEA juga digunakan untuk mengidentifikasi dan memahami potensi penyebab dan efek suatu kegagalan, menilai risiko sutu kegagalan, dan melaksanakan tindakan korektif untuk mengatasai permasalahan [5].
Secara umum, FMEA didefinisikan sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal yaitu [22]:
1. Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain, produk, dan proses selama siklus hidupnya.
2. Efek dari kegagalan tersebut.
3. Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain, produk, dan proses.
Data yang dibutuhkan untuk membuat FMEA adalah [23]:
1. Severity, merupakan skala yang memeringkatkan tingkat keparahan dari efek-efek yang potensial dari kegagalan. Skala peringkat severity dapat dilihat pada Lampiran I.
2. Occurance, merupakan skala yang memeringkatkan kemungkinan dari kegagalan akan muncul. Skala peringkat occurance dapat dilihat pada Lampiran I.
3. Detection, merupakan skala yang memeringkatkan kemungkinan dari masalah akan di deteksi sebelum sampai ke tangan konsumen. Skala peringkat detection dapat dilihat pada Lampiran I.
Perhitungan FMEA akan menghasilkan data Risk Priority Number (RPN) dari setiap mode kegagalan. Nilai yang didapat untuk perhitungan FMEA adalah dari kuisioner dan diskusi dengan responden di perusahaan. Nilai RPN yang terbesar merupakan aktivitas yang harus diprioritaskan untuk diperbaiki.
= !""# $%" & " '%………..(2)