• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) 1409

IMPLEMENTASI NILAI BUDAYA LOKAL DALAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SMP

DI KABUPATEN PULAU MOROTAI

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) Universitas Pasifik Morotai

INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

URL : http://e-jurnalmitrapendidikan.com

© 2019 Kresna BIP.

e-ISSN 2550-0481 p-ISSN 2614-7254

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

Dik irim : 14 November 2019 Revisi pertama : 16 November 2019 Diterima : 18 November 2019 Tersedia online : 02 Desember 2019

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanak ah proses implementasi nilai budaya lok al dalam penguatan pendidik an k arak ter siswa SMP di Kabupaten Pulau Morotai. Analisis data digunak an adalah penelitian k ualitatif yang dilak uk an pada 5 SMP di 5 Kacamatan Kabupaten Pulau Morotai. Data penelitian yang berupa k ata-k ata, tulisan-tulisan atau dok umen-dok umen yang terk ait dengan penelitian yang diperoleh dengan menggunak an tek nik wawancara, observasi, dan dok umentasi. Informan atau narasumber yaitu k epala sek olah, guru, staf, orang tua dan siswa. Model intrak tif adalah tek nik analisis yang digunak an meliputi reduk si data, penyajian data, serta penarik a n k esimpulan dan verifik asi. Hasil penelitian dalam proses pembelajaran selalu mengk ombinasik an nilai budaya lok al dalam pendidik an k arak ter, sebagai siswa harus mampu mengenal budaya dan bahasa daerahnya. Untuk memetik nilai budaya lok al adalah saling menghormati dan menghargai sesama manusi a , budaya berk ata jujur, bertanggung jawab pada diri sendiri, dan yang paling penting yaitu budaya malu.

Kata Kunci: Nilai Budaya, Lok al dalam Penguatan Pendidik anKarakter Email: mraissalim@yahoo.com 1) julia_ismail@yahoo.com 2)

(2)

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) 1410 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bangsa Indonesia saat ini mengalami masalah yang sangat kompleks. Di mana terjadi persoalan pendidikan yang begitu memprihatinkan yaitu terjadi dekadensi moralitas disemua elemen masyarakat. Misalnya terjadi, tauwaran antarsekolah, narkoba, minum keras, pernikahan dini, dan pergaulan bebas. Hal ini kalau tidak diantisipasi dengan baik maka generasi yang akan datang tidak berkualitas sebagai generasi penerus bangsa dan negara. Pendidikan karakter lahir untuk menjawab masalah-masalah yang terjadi, dan dapat memberikan solusi dalam rangka membina prilaku dan moralitas. Menurut Mulyasa (2007:17) Melihat hal tersebut, banyak dari kalangan yang menilai bahwa saat ini bangsa Indonesia dalam kondisi sakit yang membutuhkan penanganan dan pengobatan secara tepat melalui pemberian pendidikan karakter di semua tingkatan pendidikan.

Pendidikan karakter menurut Wibowo (2012:5) menyatakan bahwa

“pendidikan karakter hadir sebagai solusi problem moralitas dan karakter”. Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga dan sekolah. Upaya untuk mengajar, membina serta pendidik siswa merupakan tugas dan tanggungjawab seluruh masyarakat baik itu, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Dalam kehidupan sehari-hari di mana pola pikir masyarakat menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan anak kepada sekolah. Artinya sekolah mampu mangajarkan serta membina sekaligus membentuk karakter siswa (anak). Hal ini yang peneliti alami ketika melihat orang tua yang tidak terlalu mengarahkan anaknya dibinah di rumah baik secara, moralitas dan religius. Nilai-nilai karakter ini sudah seharusnya ditanamkan kepada siswa sehingga mereka mampu menerapkan dalam kehidupannya baik di keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.

Nilai budaya tujuannya adalah mengutamakan pembentukan karakter mulia, secara berangsur-angsur mulai dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman, peserta didik lebih menggemari Budaya Populer (Popular Culture) yang disuguhkan oleh berbagai media yang tersedia di masyarakat. Padahal, setiap daerah memiliki kekayaan budaya yang dapat dikembangkan secara cerdas untuk menjadi dasar pendidikan karakter pada peserta didik yang berada di daerah Kabupaten Pulai Morotai.

Pendidikan katarkater di Kabupaten Pulau Morotai tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia pada umumnya. Penerapan kurikulm juga sama sesuai dengan isi kurikulum yang tetapkan. Oleh sebab itu, dibutuhkan kajian, baik untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan pendidikan karakter dan nilai budaya lokalmerupakan solusi untuk memecahkan permasalahan yang dialami siswa SMP Kabupuaten Pulau Morotai.

Karakter adalah bentuk watak, tabiat, akhlak yang melekat pada pribadi seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi yang digunakan sebagai landasan untuk berpikir dan berperilaku sehingga menimbulkan suatu ciri khas pada individu tersebut (Tim Penyusun, 2008:682). Karakter individu akan berkembang dengan baik, apabila memperoleh penguatan yang tepat, yaitu berupa pendidikan.

(3)

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) 1411 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pasal 3 UU tersebut menyatakan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pasal tersebut merupakan dasar bagi pengembangan pendidikan karakter untuk pembentukan karakter manusia khususnya generasi muda.

Pendidikan karakter mempunyai tujuan penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Selain itu, pendidikan karakter bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan (Samani dan Hariyanto, 2011: 42-43).

Tujuan pendidikan karakter yang diharapkan Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) adalah seperti berikut. Pertama, mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Kedua, mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. Ketiga, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa. Keempat, mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.

Kelima, mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity) (Kemdiknas, 2010: 9).

Rumusan Masalah

Berdasarkan pada permasalahan yang telah dikemukakakan diatas maka dapat dirumuskan adalah “bagaimanakah proses implementasi nilai budaya lokal dalam penguatan pendidikan karakter siswa SMP di Kabupaten Pulau Morotai?”.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah proses implementasi nilai budaya lokal dalam penguatan pendidikan karakter siswa SMP di Kabupaten Pulau Morotai.

KAJIAN PUSTAKA

Menurut Eddy (2009:5) bahwa “pelestarian kebudayaan daerah dan pengembangan kebudayaan nasional melalui pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal, dengan mengaktifkan kembali segenap wadah dan kegiatan pendidikan”. Budaya lokal di Indonesia ini sangatlah beragam karena Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman budaya yang berasal dari berbagai daerah.

(4)

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) 1412 Keragaman budaya dengan nilai-nilai yang luhur sepatutnya kita lestarikan agar tidak terjadi pergeseran budaya yang dapat menghambat tercapainya tujuan nasional.

Menurut Agus Wibowo (2012: 45) menyatakan bahwa keberhasilan dalam implementasi pendidikan karakter dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1) teladan dari guru, karyawan, pimpinan sekolah, dan para pemangku kebijakan di sekolah; 2) pendidikan karakter dilakukan secara konsisten dan terus-menerus; dan 3)penanaman nilai-nilai karakter yang utama. Dalam Siti Irene Dwiningrum (2011:

149), Wayne mengungkapkan bahwa cara sekolah dalam pengelolaan pendidikan dilihat dari ideologi dalam suatu sekolah.TK Pedagogia memiliki ide-ide dan gagasan yang berisi konsep dan tata cara pelaksanaan kurikulum pendidikan berbasis budaya meliputi peraturan sekolah yang berwujud peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis.

Kearifan lokal telah membentuk nilai-nilai sosial yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia seperti gotong royong, kekeluargaan, musyawarah untuk mufakat, dan tepa selira (toleransi). Kearifan lokal, biasanya mencakup semua unsur kebudayaan manusia, yang mencakup: sistem religi, bahasa, ekonomi, teknologi, pendidikan, organisasi sosial, dan kesenian (Kori lili, 20017).

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa dan agama, Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri banyak pulau dan provinsi, ekonomi, teknologi, pendidikan, organisasi sosial, dan kesenian. Indonesia terdiri berbagai suku bangsa, bahasa dan agama, Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri banyak pulau dan provinsi.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Sesuai dengan penelitian ini maka digunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Yaitu mengumpulkan data tentang implementasi nilai budaya lokal sebagai penguatan pendidikan karakter. Pendidikan karakter berbasis nilai merupakan markas penyimpanan kekuatan luar biasa yang memiliki akses ke seluruh aspek kehidupan manusia, memberikan informasi yang berharga tentang pegangan hidup masa depan serta membantu peserta didik untuk mempersiapkan kebutuhan esensialnya dalam menghadapi perubahan (Sauri dan Hufad, 2010:54).

Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian

Dalam penelitian dilaksanakan selama 8 bulan mulai dari Maret 2019 sampai Oktober 2019. Sedangkan gambaran tentang pelaksanaan penelitian ini dijabarkan dalam tabel dan jadwal penelitian. Penelitian ini bertempat di Kabupaten Pulau Morotai yang terdiri dari 5 kecamatan yakni Kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan Morotai Jaya, Kecamatan Morotai Selatan Barat, Kecamatan Utara, dan Kecamatan Morotai Timur. Kemudian sekolah yang dijadikan sampel pada penelitian ini terdiri atas 5 sekolah SMP di 5 Kecamatan Kabupaten Pulau Morotai. Dalam penelitian yang dijadikan populasi ialah seluruh siswa SMP di Kabupaten Pulau Morotai yang terdiri atas 5 Kecamatan. Untuk menjadi sampel adalah siswa SMP kelas XI yang diambil perwakilan dari sekolah di 5 kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai.

(5)

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) 1413 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dilakukan pada 5 SMP di 5 Kacamatan Kabupaten Pulau Morotai. Data penelitian yang berupa kata-kata, tulisan- tulisan atau dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian yang diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Informan atau narasumber yaitu kepalah sekolah, guru, staf, orang tua dan siswa.

Teknik Analisis Data

Model intraktif adalah teknik analisis yang digunakan meliputi reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di Kabupaten Pulau Morotai yang terdiri dari 5 kecamatan yakni: Kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan Morotai Jaya, Kecamatan Morotai Selatan Barat, Kecamatan Utara, dan Kecamatan Morotai Timur. Kemudian pengumpulan dalam penelitian ini adalah di SMP Kabupaten Pulau Morotai.

Hasil Wawancara Kepala Sekolah di SMP Kabupaten Pulau Morotai

Berdasarkan hasil wawancara pada kepala sekolah di SMP di Kabupaten Pulau Morotai terkait dengan implementasi nilai budaya lokal terhadap pendidikan karakter di sekolah. Peneliti mewawancara lima kepala sekolah di SMP yakni: kepala sekolah SMP Negeri 1, Kepala Sekolah SMP Negeri 9, Kepala Sekolah SMP Negeri 7, Kepala Sekolah SMP Negeri 6, dan Kepala Sekolah SMP Negeri 4 adapun hasil wawancara dikemukakan sebagai berikut:

a. Nilai Budaya Lokal di Sekolah.

Pertama peneliti mewawancarai kepala sekolah SMP Negeri 1 Morotai Selatan. Bapak (IRM) berpendapat bahwa:

Nilai budaya lokal sangat penting untuk diterapkan di sekolah, karena siswa akan bersamangat untuk mengembangkan dan melestarikan budaya lokal seperti: mempelajari tarian daerah dan bahasa daerah, menghargai adat istiadat, yang mengandung nilai diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk dijadikan pedoman dalam bertatakrama (wawancara tanggal 04 April 2019).

Kemudian peneliti melanjutkan wawancara pada Kepala Sekolah SMP Negeri 6 Kecamatan Morotai Utara. Bapak (ALB) berpendapat bahwa:

Pendidikan tidak terlepas dari kebudayaan sehingga harus diterapkan nilai budaya lokal kita agar kelak kemudian menjadi manusia berperilaku sebagai manusia budaya. Sekolah menjadi fondasi dalam melestarikan nilai-nilai budaya lokal sehingga generasi mudah mampu mempertahankan budaya lokal dan dapat dilestarikan kepada masyarakat yang lebih luas lagi. (Wawancara tanggal, 05 Agustus 2019).

Selanjutnya peneliti juga mewawancarai kepala Sekolah SMP Negeri 4 Kecamatan Morotai Timur. Bapak (JSA) yang berpendapat bahwa:

Nilai budaya lokal di sekolah itu penting di ajarkan di sekolah supaya siswa bisa mengetahui adat dan budaya kita yang berkaitan dengan kesenian

(6)

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) 1414 tradisional kita. Seperti tarian tide-tide, cakalele sisi (perempuan dan lelaki), cakalele yang ditarikan oleh para lelaki dan bahasa daerah. Sekolah mempunyai tanggung jawab untuk mengajarkan kepada siswa untuk mempelajari dan mempertahankan bahasa dan budaya sehingga rasa kecintaan terhadap budaya semakin tinggi (wawancara tanggal 15 Juli 2019).

Untuk memperoleh data yang lebih komprehensif, peneliti juga mewanwacari kepala sekolah SMP Negeri 9, Kecamatan Morotai Jaya menurut bapak (DJF) berpendapat tentang pemahaman nilai budaya lokal di sekolah adalah sebagai berikut:

Budaya lokal adalah budaya yang ada di masyarakat, untuk itu kalau tidak diajarkan di sekolah maka sudah di pastikan akan mengalami pergeseran budaya. Contoh kebiasaan saling menghormati dan menghargai antara sesama manusia, menjaga dan melestarikan bahasa daerah, menjaga dan melestarikan tarian khas daerah. Olehnya itu, dibutuhkan kerjasama semua elemen masyarakat agar budaya daerah dan bahasa daerah dapat di pertahankan dan dikembangkan kepada generasi yang akan datang (wawancara tanggal 14 Mei 2019).

Berdasarkan dengan pertanyaan di atas peneliti juga mewawancarai kepala sekolah SMP Negeri 7 Kecamatan Selatan Barat bapak (SHA) berpendapat bahwa:

Pembelajaran nilai budaya lokal sangat penting di kalangan peserta didik.

Sehingga peserta didik atau siswa dapat melaksanakan nilai-nilai budaya lokal sesuai dengan budaya daerah lokal sehingga mampu membedakan kebiasaan yang baik dan kebiasaan yang tidak baik. Budaya dan bahasa daerah mulai sudah mengalami pergeseran di kalangan anak-anak saat ini, untuk berbahasa daerah saja mereka sudah tidak menggunakan sebagai bahasa sehari atau bahasa pergaulan. Sebab itu, sekolah menjadi fondasi utama dalam mengajarakan tentang nilai-nilai budaya di sekolah (wawancara tanggal 24 Juni 2019).

Hasil temuan dari kelima informan tersebut di atas mendeskripsikan tentang nilai budaya lokal dalam penguatan pendidikan karakter di sekolah. Menggandung beberapa mendapat yang peneliti menjelaskan yakni:

a. Pertama. Walaupun belum ditentukan tentang kurikulum budaya dan bahasa daerah oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan semangat untuk menjaga dan melihara kebudayaan lokal sangat tinggi. Di mana kebudayaan merupakan hasil warisan para leluhur nenek mayaong yang patut dipertahankan dan dilestarikan oleh generasi mudah.

b. Kedua. Sekolah merupakan tempat untuk mengajarkan tentang nilai budaya lokal kepada siswa agar tertanam rasa memiliki, dan rasa cintah terhadap budaya dan bahasa yang sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan lingkungan keluarga yang kental akan nilai-nilai kebudayaan.

c. Ketiga. Dengan perkembangan zaman yang begitu cepat sangat terbuka dan dapat diakses oleh semua kalangan mulai dari orang tua, orang dewasa dan anak- anak. Menyebabkan generasi mudah sering kehilangan arah hidupnya dalan menjadikan panutan dalam berprilaku dan berbahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan filter yang dapat menyaring berbagai pengaruh yang negatif untuk

(7)

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) 1415 mempertahankan jati dirinya yaitu dengan nilai-nilai budaya lokal yang dipelajarinya.

Hasil Wawancara Guru di SMP Kabupaten Pulau Morotai

Berdasarkan hasil wanwancara pada guru-guru di SMP Kabupaten Pulau Morotai tentang Implementasi Nilai Budaya Lokal dalam Penguatan Pendidikan Karakter di Sekolah dengan pertanyaan sebagai berikut:

a. Mengintegrasikan Nilai Budaya Lokal dalam Pendidikan Karakter

Peneliti mewawancari guru SMP Negeri 6 Kecamatan Morotai Utara atas nama ibu (AEFITRI) berpendapat bahwa:

Cara mengintegrasikan nilai budaya lokal dalam pendidikan karakter yaitu dengan mengadakan kegiatan-kegiatan kesiswaan yang menekankan pada pengenalan budaya lokal, contoh: permaianan Tradisional yang mengandung unsur kekompakan tim, untuk mengambil nilai kejujuran dan mengelolah otak.

Mengadakan lomba cerdas cermat anatr pelajar mengenai dengan lingkungan sosial masyarakat dan budaya lokal setempat (wawancara tanggal, 05 Agustus 2019).

Selanjuntnya peneliti wawancarai guru SMP Negeri 4 Kecamatan Timur atas nama bapak (IS) berpendapat yaitu:

Tentunya di dalam pendidikan berkarakter sangat berkorelasi dengan mata pelajaran PPKn. Sehingga kita mampu melaksanakan pendidikan berbasis karakter. Karena masih banyak siswa yang belum begitu mendalami tentang kebudayaan, sebagai guru harus mampu menjelaskan sesuai dengan budaya lokal yang ada jadi pendidik harus mampu menerapkan di sekolah agar siswa lebih mendalami budaya lokal daerahnya (wawancara tanggal 15 Juli 2019).

Begitu juga peneliti mewawancarai Guru SMP Negeri 1 Morotai Selatan atas nama ibu (IS) mengatakan bahwa:

Untuk kurikulum muatan lokal yang memuat tentang budaya dan bahasa daerah memang di kabupaten pulau morotai belum dibuat oleh pihak yang mempunyai kewenangan dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan Kabupaten Pulau Morotai. Olehnya karena itu, dalam proses pembelajaran kami sebagai guru hanya menyampaikan tentang bagaimana cara mempertahankan nilai-nilai budaya, dengan cara mengikut sertakan dalam ekstrakulikuler setiap hari sabtu dan minggu dimana kegiatan dilaksanakan berupa bagaimana cara menjadi manusia berkarakter dan bermoral sesuai dengan tujan pendidikan. Dalam kegiatan tersebut kami juga mengajarkan tentang tarian daerah dan bagaimana mempertahankan bahasa daerah (wawancara tanggal 04 April 2019).

Terkait dengan pertanyaan yang dikemukakan di atas peniliti juga mewawancarai responden atas nama (Har) guru SMP Negeri 7 Kecamatan Morotai Selatan Barat menyampaikan bahwa:

Dalam proses pembelajaran saya selalu mengkombinasikan nilai budaya lokal dalam pendidikan karakter. Karena sebagai siswa harus mampu mengenal budaya dan bahasa daerahnya. Untuk memetik nilai budaya adalah saling menghormati dan menghargai sesama manusia, budaya berkata jujur, bertanggung jawab pada diri sendiri, dan yang paling penting yaitu budaya malu. Selain itu saya

(8)

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) 1416 juga selalu mengigantkan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam acara-acara perlombaan, yang dilombakan yakni tarian daeran dan bernyanyi menggunakan bahasa daerah. Dengan demikian, maka siswa dibiasakan mencintai budaya dan bahasa daerah (wawancara 24 Juni 2019).

Selanjutnya peniliti juga mencari informasi lagi dengan mewawancari respon atas nama bapak (Ramson) guru SMP Negeri 9 Kecamatan Morotai Jaya.

Sekolah kami adalah yang paling terjauh dari semua kecamatan yang berada di kabupaten pulau Morotai, dari aspek sarana dan prasarana sangat minim. Akan tetapi dalam proses pembelajaran sebagai guru kami tetap optimis dan semangat dalam mengajarkan siswa tentang mempelajari nilai budaya lokal yang ada di daerah ini. Dalam proses pembelajaran kami mengajak siswa untuk menjaga dan melestarikan nilai budaya yaitu berupa saling menolong, saling berkerja sama, saling menghormati, dan menjaga lisan dalam bertutur kata (wawancara tanggal 14 Mei 2019).

Berdasarkan hasil temuan dari kelima informan dalam mendeskripsikan tentang nilai budaya lokal dalam penguatan pendidikan karakter di sekolah yaitu sebagai berikut.

a. Pertama. Belum ada pedoman yang disusun oleh pemerintah daerah melalui dinas Pendidikan dan Kebudayaan sehingga dalam proses pembelajaran mengalami kendala. Sedangkan semangat oleh guru untuk menjaga dan melihara kebudayaan lokal sangat tinggi.

b. Kedua. Sekolah merupakan motor pengerak dalam rangka menumbuhkembangkan tentang nilai budaya lokal kepada siswa agar tertanam rasa memiliki, dan rasa cintah terhadap budaya dan bahasa

Pembahasan

Menurut Judistira (2008:141) kearifan lokal adalah “merupakan bagian dari sebuah skema dari tingkatan budaya (hierakis bukan berdasarkan baik dan buruk).”

Selain itu, Judistira (2008:141) menegaskan bahwa kebudayaan lokal adalah melengkapi kebudayaan regional, dan kebudayaan regional adalah bagian-bagian yang hakiki dalam bentukan kebudayaan nasional. Dalam pengertian yang luas Judistira (2008:113) mengatakan bahwa: Kebudayaan daerah bukan hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian belaka; tetapi termasuk segala bentuk, dan cara-cara berperilaku, bertindak, serta pola-pola pikiran yang berada jauh dibelakang apa yang tampak tersebut. Wilayah adminstratif tertentu, menurut Judistira bisa merupakan wilayah budaya daerah, atau wilayah budaya derah itu meliputi beberapa administratif, ataupun di suatu wilayah administratif akan terdiri dari bagian- bagian suatu budaya daerah. Wilayah administratif atau demokrafi pada dasarnya menjadi batasan dari budaya lokal dalam defenisinya, namun pada perkembangan dewasa ini, dimana arus urbanisasi dan atau persebaran penduduk yang cenderung tidak merata, menjadi sebuah persoalan yang mengikis definisi tersebut.

Kearifan lingkungan, menjadi pondasi nilai luhur dapat dijadikan sebagai bahan kajian dari sebuah masyarakat adat yakni kearifan lokal (local wisdom) serta hubungan dengan melakukan pengelolaan lingkungan sekitarnya. Menurut Maridi, (2016) sebuah nilai kritis yang dimiliki masyarakat khususnya masyarakat adat dalam

(9)

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) 1417 aktivitasnya yang baik berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi alam yang ada.Nilai-nilai budaya kearifan lokal yang dipegang teguh masyarakat dalam mengelola alam tersebutlah yang kemudian diyakini merupakan cara yang paling ampuh mengelola sumber daya alam yang ada dalam masyarakat. Pentingnya budaya Lokal masyarakat di aktualisasikan dalam pembelajaran, Sosilo (2009) mengatakan bahwa “penting untuk melembagakan kembali (reinstitusionalisasi) nilai-nilai budaya lokal tradisional, karena ia membantu penyelamatan lingkungan”.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan pada masalahan yang dikemukakan sebelumya, maka dapat disimpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam proses pembelajaran selalu mengkombinasikan nilai budaya lokal dalam pendidikan karakter, sebagai siswa harus mampu mengenal budaya dan bahasa daerahnya. Untuk memetik nilai budaya lokal adalah saling menghormati dan menghargai sesama manusia, budaya berkata jujur, bertanggung jawab pada diri sendiri, dan yang paling penting yaitu budaya malu.

2. Tentunya di dalam pendidikan karakter sangat berkorelasi dengan mata pelajaran PPKn. Sehingga kita mampu melaksanakan pendidikan berbasis karakter. Karena masih banyak siswa yang belum begitu mendalami tentang kebudayaan, sebagai guru harus mampu menjelaskan sesuai dengan budaya lokal yang ada jadi pendidik harus mampu menerapkan nilai budaya lokal di sekolah dan dalam proses pembelajaran mengajak siswa untuk menjaga dan melestarikan nilai budaya yaitu berupa nilai saling menolong, saling berkerja sama, saling menghormati, dan menjaga lisan dalam bertutur kata.

Saran

Nilai budaya lokal merupakan peninggalan para leluhur yang memiliki arti dan makn tentang kidupan. Oleh karena itu, sebagai generasi mudah dapat mempertahankan dan melestarikan. Untuk para pendidik agar selalu menyampaikan kepada anak didik sehingga budaya dapat dijadikan sebagai pedoman dalam bertutur kata, dan menghormati sesama manusia. Untuk Dinas Pendidikan dan kebudayaan harus melakukan langkah-langkah strategis dalam mempertahankan nilai budaya lokal dengan cara membuat kurikulum budaya lokal agar budaya dan bahasa dapat dipertahankan dan dikembangkan kegenerasi berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Wibowo. 2012. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Eddy. 2009. “Kontinuitas Sejarah dan Pengembangan Kebudayaan Nasional dalam Pembinaan Persatuan dan Kesatuan Bangsa”. Jurnal IPS. “vol” 17, (32), 1-6.

Judistira, K.G. 2008. Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menentang Masa Depan.

Bandung: Lemlit UNPAD.

(10)

M. Rais Salim 1) , Julia Ismail 2) 1418 Kori Lili Muslim. 2017. Nilai-Nilai Islam dalam Budaya dan Kearifan Lokal (Konteks

Budaya Minangkabau). Jurnal Kajian Keagamaan dan Kemasyarakatan, Vol. 1 No. 1. Januari-Juni 2017. h-49. 13Ibid.

Maridi. 2016. “Mengangkat Budaya dan Kearifan Lokal dalam Sistem Konservasi Tanah dan Air. “Proceeding Biology Education Cnverence: Biology, science, Enviromental, and Learning. Vol.12.No 1.2016

Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya

Samani, Muclas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sauri, S & Hufad, A. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai: Antara Makna, Urgensi dan Praksis, dalam Potret Profesionalisme Guru dalam Membangun Karakter Bangsa: Pengalaman Indonesia dan Malaysia. Konferensi Internasional Pendidikan Guru ke-4 (UPI-UPSI), Pendidikan Guru Untuk Membangun Karakter dan Budaya Bangsa, 8 – 10 Nopember 2010. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Siti Irene Astuti Dwiningrum. 2011. Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sosilo, D. Rahmat K. 2009. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Press. h.161.

Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan Program Pendidikan Keaksaraan Fungsional Tingkat Dasar yang terdiri dari

[r]

Toss these cards in a bowl, and don’t look at them again until you have visited all the museums on your list.. Once you have done so, review all the cards and look for

Menggunakan Fuzzy Attribute Decision Making (FADM) dengan metode Simple Additive Weighting (SAW) berbasis Sistem Infomasi Geografis (SIG) , akan terasa lebih mudah bagi

Pada pengujian unit digunakan teknik pengujian basis path untuk menguji setiap operasi dari setiap klas berdasarkan dengan algoritme yang dihasilkan pada tahap

Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “ Siapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikanlah mahkota dari cahaya pada hari kiamat,

Mengingat akan pentingnya rencana pembangunan dalam dimensi jangka menengah, serta memenuhi ketentuan Pasal 19 ayat (3) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang

Dengan keadaan yang demikian kondisi kesehatan ibu buruk, pelayanan kebidanan buruk, wanita tidak puas karena tidak merasa lagi sentuhan persalinan dari seorang bidan,