• Tidak ada hasil yang ditemukan

MORFOFONOLOGI KATA POLIMORFEMIK BERKONSTRUKSI MORFEM DASAR BERAKHIR VOKAL DAN MORFEM TERIKAT {-an} DALAM BAHASA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MORFOFONOLOGI KATA POLIMORFEMIK BERKONSTRUKSI MORFEM DASAR BERAKHIR VOKAL DAN MORFEM TERIKAT {-an} DALAM BAHASA INDONESIA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MORFOFONOLOGI KATA POLIMORFEMIK

BERKONSTRUKSI MORFEM DASAR BERAKHIR VOKAL DAN MORFEM TERIKAT {-an} DALAM BAHASA INDONESIA

(THE MORPHOPHONEMIC PROCESS ON POLIMORPHEMIC MORPHEMES OF VOWEL ENDED WORDS AND BOUND

MORPHEMES {-AN} IN INDONESIAN LANGUAGE)

Cahyo Yusuf Universitas Tidar

Jalan Kapten Suparman Nomr 39 Magelang, Jawa Tengah, Indonesia Pos-el: cahyoyusuf@untidar.ac.id

Rangga Asmara Universitas Tidar

Jalan Kapten Suparman Nomor 39 Magelang, Jawa Tengah, Indonesia Pos-el: asmara@untidar.ac.id

Yusup Irawan Balai Bahasa Jawa Barat

Jalan Sumbawa Nomor 11 Bandung, Jawa Barat, Indonesia Pos-el: haiyusupirawan@gmail.com

Widya Ratna Kusumaningrum Universitas Tidar

Jalan Kapten Suparman Nomor 39 Magelang, Jawa Tengah, Indonesia Pos-el: kusumaningrum@untidar.ac.id

Abstract

This article aims at investigating: (1) the existence of glottal stop consonants [?], voiced palatal or semivowel consonant [y] and bilabial semivowel consonant [w] in the polymorphemic words with vowel endings of bound morphemes [-an], and (2) the non-existence of glottal stop consonants [?], voiced palatal or semivowel consonant [y] and bilabial semivowel consonant [w] in the polymorphemic words with vowel endings of bound morphemes [-an]. The data were collected from selected participants who represented and met the qualification as native Indonesian speakers using recording and observation techniques which were analyzed using speech analyzer Praat by implementing (a) acoustic approach, i.e., analyzing the segments using Praat, and (b) inductive method in which it compared the interpretative results of the researchers and the segmental acoustic from Praat. The results showed that (a) the glottal stop consonant [?], voiced palatal or semivowel consonant [y] and bilabial semivowel consonant [w] were identified in the polymorphemic words with vowel endings of bound morphemes [-an] and (b) in the polymorphemic words with vowel endings of bound morphemes [-an] have phoneme-loss of the glottal stop consonant [?], voiced palatal or semivowel consonant [y] and bilabial semivowel consonant [w] in comparison its derivative sounds of the words with any free morphemes and bound morphemes [-an]

Keywords: morphophonemic process, polymorphemic words, glottal-stop consonants, inductive method

(2)

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk membuktikan (1) ketegaran keberadaan konsonan glotal-hentian [?], palatal-semivokal [y], dan bilabial-semivokal [w] dalam rangkaian- bunyi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal dan morfem terikat [-an], dan (2) konsonan glotal-hentian [?], palatal-semivokal [y], dan bilabial- semivokal [w] dalam rangkaian-bunyi kata polimorfemik tidak ditemukan dalam rangkaian-bunyi morfem dasar-berakhir vokal dan morfem terikat [-an]. Data penelitian ini disediakan oleh partisipan terpilih yang representatif dan memenuhi kualifikasi sebagai penutur jati bahasa Indonesia. Penyediaan data ini menggunakan metode simak dan teknik rekam yang dilanjutkan dengan teknik catat. Perekaman dilakukan menggunakan perangkat speech analyzer Praat. Data yang disediakan ini dianalisis menggunakan (a) pendekatan akustik dengan teknik analisis bunyi segmental (Praat) dan (b) metode induksi (penurunan) yang dioperasionalkan dengan teknik jabar serta dilanjutkan dengan teknik banding. Hasil analisis data ini menunjukkan bahwa (i) ditemukan ketegaran konsonan glotal-hentian [?], palatal- semivokal [y], dan bilabial-semivokal [w] pada kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal dan morfem terikat [-an], dan (2) ditemukan pelesapan glotal-hentian [?], palatal-semivokal [y], dan bilabial-semivokal [w]rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal dan morfem terikat [-an] dibandingkan dengan rangkaian-bunyi morfem dasar dan morfem terikat [-an].

Kata kunci: proses morfofonologi, kata polimorfemik, konsonan glottal-stop, metode induksi

1. Pendahuluan

Salah satu bahasa yang masih berkembang adalah bahasa Indonesia (Hyun, 2015; Kusmiatun, 2018; Rahmad, 2016). Pesatnya perkembangan bahasa Indonesia itu seiring dengan dinamika masyarakat atau komunitas penggunanya.

Dinamika penggunaan bahasa Indonesia oleh masyarakat atau komunitas penggunanya sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan informasi (Adam, 2015; Azizah, 2020).

Dinamika berbahasa ini salah satunya ditandai dengan pesatnya penyerapan kosakata dari bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Penyerapan ini terjadi dalam tataran morfem, kata, atau frasa.

Penyerapan kosakata dari bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia akan menyebabkan penyesuaian (Putri, 2015; Rahmad, 2016). Penyesuaian ini dapat berwujud penulisan atau pengucapan. Proses penyesuaian ini akan menimbulkan (a) gejala fonologi (morfofonologi) dan (b) variasi bentuk.

Salah satunya muncul variasi alomorf. Variasi ini, dalam linguistik, dibahas secara khusus melalui penelaahan atau morfofonemik atau morfofonologi.

Fenomena morfofonologi dalam bahasa

Indonesia ini menarik untuk dikaji atau ditelaah.

Dalam suatu wacana berbahasa Indonesia, sering ditemukan kalimat, misalnya (1) #orang ini sedang mengalami cobaan#, (2) #saya mendapatkan bagian setengah#, (3) #loket aduan dibuka pukul 08.00#. Di dalam kalimat itu terdapat kata cobaan, bagian, aduan yang terdiri atas dua satuan bahasa terkecil bermakna coba dan -an, bagi dan –an, serta adu dan –an.

Berdasarkan aspek bunyinya, satuan-bahasa coba, bagi, adu, dan –an merupakan rangkaian- bunyi. Rangkaian-bunyi coba, bagi, adu bermakna leksikal, sedangkan –an bermakna gramatikal. Rangkaian-bunyi terkecil dan bermakna coba, bagi, adu atau –an ini merupakan morfem. Morfem coba, bagi, adu, dan -an tidak dapat diperkecil lagi yang menyisakan makna.

Rangkaian-bunyi dengan lambang fonetis [coba?an], [bagiyan], [aduwan], masing- masing, terdiri atas dua morfem, selanjutnya rangkaian bunyi ini disebut kata polimorfemik.

Intrakonstruksi dalam kalimat (2) #saya mendapatkan bagian setengah# terdapat kata polimorfemik bagian. Dalam rangkaian bunyi kata polimorfemik [ba.gi.yan] ditemukan konsonan palatal-semivokal [y]. Secara rangkaian-bunyi, kata polimorfemik akustis tampak dalam gambar 1.

(3)

Gambar 1 Kata Polimorfemik [ba.gi.yan] dalam Spektogram

Jika rangkaian-bunyi kata polimorfemik [ba.gi.yan] diturunkan, rangkaian-bunyi morfem turunannya: [ba.gi] dan [-an]. Rangkaian-bunyi kata polimorfemik [ba.gi.yan] dibandingkan atau dikomparasikan dengan rangkaian-bunyi morfem dasar [ba.gi] dan morfem terikat [-an], ditemukan perbedaan fonologis konsonan palatal-semivokal [y], seperti tampak dalam spektogram dalam Praat. Berdasarkan uraian ini, peneliti tertarik untuk menelaah gejala- fonologis (morfofonologi) kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal dan morfem terikat [-an] dalam bahasa Indonesia.

Secara morfofonologi, intratatanan morfem dalam kata polimorfemik terdapat bunyi segmental yang tegar dan di antara rangkaian bunyi kata polimorfemik dengan rangkaian bunyi morfem-morfem turunannya ditemukan gejala-fonologis.

Penelusuran penelitian terdahulu, kajian (telaahan) tentang morfo-fonologi kata polimorfemik ber-konstruksi morfem dasar-berakhir vokal dan morfem terikat [-an] dalam bahasa Indonesia belum banyak dilakukan. Pada umumnya, kajian morfofonologi bahasa Indonesia terpumpun pada prefiks [meN-], [per-], [ber-], dan [ter-] (Arifin & Junaiyah, 2007;

Rumilah & Cahyani, 2020). Gejala fonologis penambahan fonem /ə/, /?/, /w/, /y/

ditemukan dalam penelitian Al-Muthi’ah (2019) yang menelaah teks pidato karangan siswa.

Bunyi glotal hentian tidak hanya ditemukan dalam bahasa Indonesia tetapi juga ditemukan dalam bahasa lainnya, misalnya bahasa Inggris, bahasa Tombulu, dan bahasa Arab (Garellek, 2012; Munthir, 2014; Wongkar et al, 2019)

Dalam bahasa Indonesia, bunyi glotal hentian seringkali muncul pada kata-kata berafiksasi –an, dan kata itu berkata dasar dengan silabel akhir terbuka yang diakhiri bunyi vokal [a], misalnya [hina?an] dan [buka?an]. Dalam bahasa Indonesia, gejala kata dengan bunyi sisipan (epentesis) glotal hentian [?] secara fonetik belum diteliti secara detail.

Untuk melihat gejala fonetik penyisipan bunyi glotal pada kata polimorfemik, peneliti mengacu pada penelitian-penelitian pada bahasa lain. Misalnya, penelitian Munthir terhadap bahasa Inggris dan bahasa Arab. Simpulan menarik dan penting dari penelitian tersebut adalah bahwa adanya bunyi glotal hentian dapat memengaruhi durasi pelafalan bunyi vokal sebelum dan sesudahnya. Dalam bahasa Inggris, bunyi glotal ternyata dapat memperpendek bunyi vokal di depannya, sedangkan dalam bahasa Arab bunyi glottal hentian dapat memperpanjang bunyi di depan dan belakangnya (Munthir, 2014).

Dalam bahasa Maltis, glottal hentian tidak hanya sebagai fonem, tetapi juga sebagai phonetic marker penanda awal kata.

Hal ini terlihat, misalnya, pada rangkaian Le, Matthew jgħid il-kelma#abjad f dan ‘Tidak, Matthew berkata bahwa kata putih dalam hal ini”. Dalam bahasa Maltis marker # potensial akan diisi konsonan glotal-hentian [?]. Gejala akustik yang dapat teridentifikasi ketika muncul konsonan glotal hentian adalah lemahnya (step 3) atau hilangnya (step 6) kontur frekuensi fundamental (f0) dan atau intensitas bunyi seperti pada gambar 2.

Gambar 2 Gejala Akustik Glotal Hentian dalam Bahasa Maltis (Mitterer et al., 2019)

(4)

Gejala fonologis lainnya dalam kata polimorfemik ialah munculnya bunyi luncuran (glide) [j] dan secara fonologis, bunyi luncuran [j] dan [w] tidak dapat membentuk inti silabel.

Ketika meluncur mengikuti vokal dalam silabel, rangkaian bunyi itu kadang dianggap diftong.

Secara fonetik, artikulasi dan akustik, bunyi luncuran [j] dan [w] berbeda signifikan dengan vokal [i] dan [u] (Baltazani & Topintzi, 2009; Hunt, 2009; Jaggers, 2018; Keerio, 2011;

Padgett, 2008). Padgett (2008) melihat ada dua karakteristik utama perbedaan antara bunyi vokal dan bunyi luncuran (glides), yaitu perbedaan dari sisi dinamika dan struktur. Secara dinamika, bunyi vokal ditandai oleh transisi frekuensi forman (F) yang lambat dan stabil, sedangkan bunyi luncuran ditandai oleh transisi yang lebih cepat dan selalu berubah. Dari sisi struktur bunyi vokal ditandai oleh frekuensi forman yang intens dan tidak ada frikasi, sedangkan bunyi luncuran ditandai oleh forman yang kurang intens dan kemungkinan adanya frikasi.

Tabel 1 Perbedaan Vokal dan Luncuran (Padgett, 2008)

Vokal Luncuran

Transisi forman

lambat, forman stabil Transisi yang cepat, selalu berubah Intens forman, non-

frikasi Forman kurang

intens, kemungkinan frikasi

Secara produksi, bunyi [j] dan [w] memiliki derajat konstriksi atau penyempitan rongga mulut yang lebih ekstrem daripada bunyi vokal terdekatnya, yaitu [i] dan [u]. Hal ini dapat dikatakan bahwa [j] dan [u] adalah [i] dan [u]

ekstrem, yaitu artikulator hampir berada pada posisi bilabial, hanya menyisakan sedikit rongga.

Pembulatan bibir merupakan bagian penting dari [w], seperti [u]. Selain itu, [w] juga ditandai dengan penyempitan velar. Menurut Hunt, penyempitan pada rongga mulut memengaruhi bentuk filter saluran suara dan mengubah juga frekuensi-frekuensi formannya dari bunyi vokal terdekatnya. Untuk kedua bunyi [j] dan [w], penyempitan saluran vokal menyebabkan frekuensi forman pertama (F1) menurun (Hunt, 2009).

Khusus untuk bunyi [j], F2 dan F3-

nya hampir bersentuhan sebelum berpisah, membentuk pola forman X. Hal ini dapat dikatakan bahwa bunyi [j] sebagai [i:] ekstrem, yakni lidah hampir menyentuh langit-langit mulut. Bunyi [j] dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu periode penyempitan maksimal diikuti oleh pemisahan yang cepat. Karena konstriksi atau penyempitan rongga mulut untuk bunyi [j] sangat sempit, fonem ini sering ditandai dengan frikasi berikut gelombang bunyi beraturan.

Untuk bunyi [w] biasanya dimulai dengan F1 tunggal pada 200--400 Hz. Energi signifikan berada di bawah 800--900 Hz dan komponen F2 dan F3 yang sangat rendah. Namun, segera setelah F3 terlihat, ia berada di atas 2000 Hz (Kaiser, 1997).

Penelitian Keerio (2011) menjelaskan perbedaan bunyi diftong dan bunyi luncuran dalam bahasa Sindhi yang dapat dijadikan acuan fonetik dalam bahasa lainnya. Dalam bahasa Sindhi segmen transisi untuk fonem diftong lebih lambat dan lebih gradual dibandingkan dengan konsonan luncuran. Segmen transisi untuk luncuran lebih pendek durasinya dan membentuk segmen yang tajam karena pita suara untuk pembentukan luncuran bergerak masuk dan keluar dengan cepat. Dua forman pertama (F1 dan F2) cukup untuk membedakan fonem vokal dan diftong, sedangkan forman kedua memainkan peran penting untuk membedakan bunyi luncuran dari vokal dan diftong.

Penelitian Jaggers (2018) menemukan juga perbedaan antara bunyi luncuran [j] dan /i/. Ia menyatakan bahwa karakteristik utama dan paling konsisten dari perbedaan kedua bunyi itu adalah transisi awal ke vokal berikut. Bunyi luncuran [j] memiliki tingkat penyempitan yang lebih besar. Dalam telaahannya luncuran [j] tidak terbukti memiliki artikulasi yang lebih tinggi dan lebih ketat secara signifikan. Ada perbedaan yang tidak signifikan dalam forman pertama (F1). Di sisi lain, pengukuran akustik menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pengartikulasian depan dengan indikator forman kedua (F2) yang menunjukkan bahwa [j] secara signifikan kurang anterior dengan F2 lebih rendah daripada F2 vokal /i/. Bunyi luncuran [j] dan [w] dalam penelitian ini digunakan tabel konsonan palatal-semivokal [y] dan bilabial- semivokal [w] sebagaimana Alwi et al. (2017).

Beberapa penelitian terdahulu pada

(5)

umumnya fenomena morfofolonogi ditelaah secara deduksi (pembentukan), sedangkan dalam penelitian ini kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal dan morfem terikat [-an] dalam bahasa Indonesia diteliti dengan menggunakan metode induksi (penurunan).

Temuan penelitian ini dapat (1) berkontribusi untuk mengembangkan ilmu morfologi dengan metode induksi, (2) dijadikan acuan perintisan standardisasi ucapan dalam bahasa Indonesia, dan (3) diterapkan dalam materi ajar BIPA bahwa dalam mengajarkan bahasa Indonesia dikenalkan ragam bahasa lisan (ucapan) dan ragam bahasa tulis (tulisan).

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan (1) ketegaran keberadaan konsonan glotal hentian [?], palatal-semivokal [y], dan bilabial-semivokal [w] dalam rangkaian- bunyi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar berakhir vokal dan morfem terikat {-an}

dan (2) konsonan glotal-hentian [?], palatal- semivokal [y], dan bilabial-semivokal [w] dalam rangkaian-bunyi kata polimorfemik tidak ditemukan dalam rangkaian-bunyi morfem dasar atau morfem terikat {-an} turunannya.

Dalam penelitian ini digunakan paradigma kualitatif. Sebagaimana pendapat Sudaryanto (1993) bahwa karakteristik paradigma

kualitatif adalah mempertahankan fisik objek yang diteliti, menunjukkan keaktualan, dan mempertimbangkan berbagai nuansa.

Objek penelitian ini adalah morfofonologi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal dan morfem terikat {-an}.

Pada intrarangkaian-bunyi kata polimorfemik terdapat fenomena bunyi-segmental konsonan glotal-hentian [?], palatal-semivokal [y], dan bilabial-semivokal [w]. Antar-rangkaian-bunyi kata polimorfemik dengan morfem dasar- berakhir vokal dan morfem terikat {-an} terdapat fenomena gejala-fonologis atau morfofonologi.

Wujud data penelitian ini terdiri atas lima kelompok: (1) rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar- berakhir vokal [a] dan morfem terikat {-an}, (2) rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal [e] dan morfem terikat {-an}, (3) rangkaian- bunyi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal [i] dan morfem terikat {-an}, (4) rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal [o]

dan morfem terikat {-an}, (5) rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar- berakhir vokal [u] dan morfem terikat {-an}.

Tabel 2 Lima Kelompok Wujud Data Primer

Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5

[dәn.da?.an] [gә.de.yan] [ba.gi.yan] [ja.go.wan] [gaŋ.gu.wan]

[bu.ka?.an] [kә.tͻm.be.yan] [Im.pi.yan] [ki.lo.wan] [bu.ru.wan]

[a.pa?.an] [so.re.yan] [ar.ti.yan] [sam.po.wan] [a.cu.wan]

[co.ba?.an] [ka.ra.o.ke.yan] [tә.pi.yan] [a.du.wan]

[sI?.sa?.an] [gan.ti.yan] [tә.mu.wan]

[ga.li.yan] [bu.ru.wan]

[hu.ni.yan] [du.lu.wan]

[ca.ci.yan] [sa.tu.wan]

[cu.ci.yan] [a.ju.wan]

[u.ji.yan] [ti.pu.wan]

[ga.ji.yan] [ri.bu.wan]

[ti.ti.yan] [a.du.wan]

(6)

Data penelitian ini bersumber dari partisipan terpilih yang representatif dan memenuhi kualifikasi sebagai penutur jati bahasa Indonesia dari latar belakang penutur bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bugis, dan bahasa Melayu Kalimantan Barat. Pemilihan partisipan ini mempertimbangkan adanya perbedaan karakteristik segmental dalam berbahasa Indonesia.

Penyediaan data lisan dari partisipan dalam penelitian ini menggunakan metode simak dan teknik rekam yang dilanjutkan dengan teknik catat. Peneliti menyimak tuturan penutur jati bahasa Indonesia melalui rekaman. Perekaman dilakukan menggunakan perangkat speech analyzer Praat. Data dalam penelitian ini disediakan dengan tahapan: (1) kalimat #dia menggosok bagian luarnya dengan hati-hati#

dituturkan penutur jati bahasa Indonesia; (2) penuturan dilakukan perekaman dengan alat bantu program Praat; (3) dalam kalimat ini terdapat kata polimorfemik [ba.gi.yan]; (4) kata polimorfemik [ba.gi.yan] merupakan bagian data; (5) setelah menjadi data rekaman berekstensi .wav, data disegmentasi (TextGrid) hanya pada kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar berakhir vokal dan morfem terikat {-an}, (6) penyalinan data dalam Praat picture;

dan (7) pemindahan data ke dalam Microsoft Word.

Metode analisis data: (1) pembuktian ketegaran konsonan glotal-hentian [?], palatal-semivokal [y], bilabial-semivokal [w] menggunakan alat bantu program Praat, dan (2) pembuktian perlesapan konsonan glotal hentian [?], palatal-semivokal [y], bilabial-semivokal [w] menggunakan metode induksi dan teknik jabar dan dilanjutkan dengan teknik banding.

Data yang disediakan dianalisis dengan pendekatan akustik. Data keberadaan konsonan palatal-semivokal [y] pada kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar berakhir vokal [i] dan morfem terikat {-an} ditelaah dengan teknik analisis akustik segmental dengan bantuan program Praat. Data yang disediakan berikutnya-dianalisis dengan metode induksi.

Kata kunci metode induksi ialah penurunan kata polimorfemik. Operasional pelaksanaan metode induksi ialah teknik jabar. Kata polimorfemik [ba.gi.yan] dijabarkan berupa morfem dasar {ba.gi} dan morfem terikat {-an}. Teknik ini

dilanjutkan dengan teknik banding. Konstruksi bunyi kata polimorfemik dibandingkan dengan konstruksi bunyi morfem dasar dan morfem terikatnya maka ditemukan gejala-fonologis atau morfofonologi perlesapan konsonan palatal-semivokal [y]. Penurunan, penjabaran, pembandingan data dalam penelitian ini dilaksanakan seperti dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Metode Induksi dengan Teknik Jabar dan Teknik Banding

Kata Polimorfemik

(fonetis)

Morfem Dasar

Konsonan Palatal Semivokal

Morfem Terikat

[ba.gi.yan] [ba.gi] [ y ] [-an]

2. Kajian Teori

Kridalaksana (2011) memberikan batasan morfofonologi sebagai penelaahan struktur lingual pola fonologis dari morfem. Penelaahan ini mencakup penambahan, pengurangan, penggantian fonem, atau perubahan tekanan yang menentukan tatanan morfem. Jika dicermati, penggunaan frasa dari morfem menunjukkan bahwa kata polimorfemik dibentuk dari morfem.

Lebih lanjut, menurut Alwi et al. (2017) morfofonemik, alih-alih morfofonologi adalah perubahan bunyi akibat penambahan afiks pada pangkal kata. Jika definisi ini dicermati juga, penggunaan frasa penambahan afiks pada pangkal kata menunjukkan bahwa kata polimorfemik dibentuk dari afiks dan pangkal.

Dalam buku Morfofonologi Bahasa Indonesia ditulis oleh Yusuf (2012) juga berpandangan secara deduksi. Yusuf memberikan definisi bahwa morfofonologi adalah fenomena fonologis akibat penggabungan morfem yang menimbulkan variasi terhadap fonem-fonem yang berdekatan. Kata kunci telaah morfofonologi secara deduksi adalah pembentukan kata polimorfemik. Lebih lanjut, Yusuf (2020) menyatakan bahwa morofofonologi adalah gejala fonologis dalam konstruksi-bunyi kata polimorfemik dengan konstruksi-bunyi morfem dasar dan morfem terikat turunannya.

Penggunaan frasa morfem dasar dan morfem terikat turunannya merupakan kata kunci. Kata kunci metode induksi ialah penurunan kata polimorfemik. Ia menyatakan secara tegas bahwa

(7)

induksi adalah metode (prosedur telaah), yaitu metode induksi. Dalam telaah morfofonologi atau semua fenomena bahasa perlu dilakukan telaah dengan metode induksi dan dilanjutkan dengan metode deduksi.

Dalam menelaah kata (morfofonologi), Hockett (1954), Malmkjær (2002), dan Matthews (1989) menawarkan teori item and arrangement (IA), item and process (IP), dan word and paradigm (WP). Kata-kunci IA bahwa kata merupakan tatanan morfem. Kata-kunci IP bahwa kata merupakan proses tanpa melihat unsur- unsur-kata. Kata-kunci WP bahwa kata ditelaah bersama kata-kata yang lain yang berpangkal sama.

Menurut Hockett (1954) kata polimorfemik dianalisis dengan memisah-misahkan tatanan unsur-unsur bermakna (teori IA). Kata polimorfemik ditelaah menggunakan teori IA bahwa kata polimorfemik merupakan tatanan morfem. Kata polimorfemik bahasa Indonesia dideskripsikan bahwa (1) intrarangkaian bunyi kata polimorfemik yang bertatanan morfem dasar berakhir vokal dan morfem terikat [-an] terdapat konsonan luncuran (konsonan hampiran), dan (2) intrarangkaian-bunyi kata polimorfemik dibandingkan (dikomparasikan) dengan rangkaian-bunyi morfem dasar dan morfem terikat turunannya terdapat gejala fonologis.

Perihal rangkaian-bunyi, Irawan (2017) berpendapat bahwa tuturan pada umumnya tidak hanya menghasilkan satu bunyi, melainkan rangkaian-bunyi. Bunyi segmental dan rangkaian bunyinya diproduksi oleh alat ucap manusia.

Batas-batas bunyi segmental, silabel, kata, bahkan kalimat terdapat kesenyapan. Rangkaian bunyi bermakna utuh yang didahului dan diakhiri kesenyapan adalah kalimat (Alwi et al., 2017;

Jumairi, 2017; Trismanto, 2016). Dalam kalimat terdapat rangkaian-bunyi bermakna yang diapit oleh kesenyapan “sesaat” disebut konstituen:

frasa dan kata. Kata terdiri atas satu morfem dan dua morfem atau lebih (Qomaruddin, 2017;

Rumilah & Cahyani, 2020). Antara dua morfem atau lebih dalam suatu kata terdapat gejala- fonologis.

Dalam tatanan morfem pada kata polimorfemik [co.ba?.an] - [tә.pi.yan] - [a.du.

wan] terdapat gejala-fonologis bunyi-segmental konsonan glotal-hentian [?], palatal-semivokal [y],

dan bilabial-semivokal [w]. Dalam sistem bunyi ini terdapat beberapa hal yang memungkinkan untuk diteliti, misalnya adanya frekuensi dan pitch. Peranti terkait yang digunakan dalam penelitian ini adalah Praat. Praat merupakan program fonetik untuk menganalisis bunyi ujaran, meskipun ujaran ini bersifat manipulatif (Heryono, 2019; Retno Ningsih, 2020). Aplikasi Praat menyediakan fitur untuk merekam suara secara langsung. Praat memiliki fitur yang mampu memvisualisasi gelombang bunyi ke dalam spektogram. Spektogram terdiri atas frekuensi rendah dan tinggi yang berupa sinyal suara sehingga memungkinkan untuk mengukur pitch, intensity, dan formant suara secara menyeluruh.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian ini berupa (1) ketegaran konsonan glotal-hentian [?], palatal-semivokal [y], dan bilabial-semovokal [w] dalam rangkaian- bunyi kata polimorfemik, dan (2) morfofonologi perlesapan konsonan glotal-hentian [?], palatal- semivokal [y], dan bilabial-semivokal [w] dalam rangkaian-bunyi morfem dasar-berakhir vokal dan morfem terikat [-an].

3.1 Ketegaran Bunyi Segmental

Bunyi segmental yang tegar dalam rangkaian-bunyi kata polimorfemik mencakupi konsonan glotal-hentian [?], konsonan palatal- semivokal [y], dan konsonan bilabial-semivokal [w].

3.1.1 Konsonan Glotal-Hentian [?]

Pada Tabel 3 rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi rangkaian-bunyi morfem dasar-berakhir vokal [a] dan morfem terikat [-an] ditemukan ketegaran bunyi segmental konsonan glotal-hentian [?].

Tabel 3 Rangkaian-Bunyi: Kata Polimorfemik, Morfem Dasar-Berakhir Vokal [a], Konsonan

Glotal-Hentian [?], Morfem Terikat {-an}

Kata Polimorfemik

Metode Induksi – Teknik Jabar Morfem

Dasar Konsonan

Glotal Morfem Terikat

[bu.ka?.an] {bu.ka} [?] {-an}

(8)

[du.ga?.an] {du.ga} [?] {-an}

[dәn.da?.an] {dәn.da} [?] {-an}

[co.ba?.an] {co.ba} [?] {-an}

[a.pa?.an] {dәn.da} [?] {-an}

[sik.sa?.an] {sik.sa} [?] {-an}

Analisis-akustik bunyi segmental dengan bantuan program Praat yang difokuskan pada bunyi-segmental konsonan glotal-hentian [?] pada kata polimorfemik (kolom 1, tabel 3) membuktikan ketegaran bunyi-segmental konsonan global-hentian [?] sebagaimana tampak dalam spektogram dalam program Praat (gambar 2 dan 3).

Munculnya konsonan glotal-hentian [?] pada kata polimorfemik yang distimuluskan dapat dilihat dari pelemahan dan hilangnya energi frekuensi fundamental dan intensitas bunyi. Kontur frekuensi fundamental dan intensitas menurun bahkan terputus pada lokus bunyi konsonan glotal-hentian [?] seperti pelafalan kata [buka?an] pada gambar 2 dan kata [coba?an] pada gambar 3.

Gambar 2 Kata Polimorfemik [bu.ka?.an]

dalam Spektogram

Berdasarkan pemeriksaan dalam spektogram, konsonan glotal-hentian [?] pada kata polimorfemik [bu.ka?.an] menjadi koda pada silabel kedua. Secara akustik, keberadaan konsonan glotal-hentian [?] tegar.

Gambar 3 Kata Polimorfemik [co.ba?.an] dalam Spektogram

Berdasarkan pemeriksaan dalam spektogram, konsonan glotal-hentian [?] pada kata polimorfemik [co.ba?.an] menjadi koda pada silabel kedua. Secara akustik, keberadaan konsonan glotal-hentian [?] tegar.

Rangkaian-bunyi kata poli-morfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal [a] dan morfem terikat [-an] dapat dirumuskan sistem morfofonologinya.

Gambar 4 Sistem Morfofonologi Ketegaran Konsonan Glotal-Hentian [?]

Sistem morfofonologi ketegaran konsonan glotal-hentian berkaidah D[a]?-an bahwa setiap kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar- berfonem akhir [a] dan morfem terikat {-an}

maka ditemukan ketegaran konsonan glotal- hentian [?].

3.1.2 Konsonan Palatal-Semivokal [y] Tabel 4 rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi rang-kaian-bunyi morfem dasar- berakhir vokal [e] - [i] dan morfem terikat {-an}

ditemukan ketegaran bunyi-segmental konsonan palatal-semivokal [y].

Tabel 4 Rangkaian-Bunyi: Kata Polimorfemik, Morfem Dasar-Berakhir Vokal [e] – [i], Konsonan

Palatal-Semivokal [y], dan Morfem Terikat {-an}

PolimorfemikKata

Metode Induksi – Teknik Jabar Morfem

Dasar Konsonan

Palatal Morfem Terikat

[gә.de.yan] {gә.de} [y] {-an}

[kә.tͻm.be.yan] {kә.tͻm.be} [y] {-an}

[so.re.yan] {so.re} [y] {-an}

[ka.ra.o.ke.yan] {ka.ra.o.ke} [y] {-an}

[tә.pi.yan] {tә.pi} [y] {-an}

[gan.ti.yan] {gan.ti} [y] {-an}

[ga.li.yan] {ga.li} [y] {-an}

[hu.ni.yan] {hu.ni} [y] {-an}

(9)

Analisis-akustik bunyi segmental dengan bantuan program Praat yang difokuskan pada bunyi-segmental konsonan palatal-semivokal [y] pada kata polimorfemik (kolom 1, tabel 4) membuktikan ketegaran bunyi-segmental konsonan palatal-semivokal [y] sebagaimana tampak dalam spektogram dalam program Praat (gambar 5 dan 6).

Gejala-fonologis ketegaran bunyi palatal- semivokal [y] pada kata-kata yang distimuluskan secara akustik dapat diidentifikasi melalui kontur frekuensi forman-formannya yang bertransisi, kontur forman pertama cenderung menurun di kisaran 497 Hertz, sedangkan kontur forman kedua (F2) dan forman ketiga (F3) yang cenderung merapat 1852 Hertz dan 2883 Hertz.

Tidak hanya itu, durasi konsonan [y] cenderung lebih pendek daripada vokal-vokal di depan dan belakangnya.

Gambar 5 Kata Polimorfemik [gә.de.yan] dalam Spektogram

Berdasarkan pemeriksaan dalam spektogram, konsonan palatal-semivokal [y] pada kata polimorfemik [gә.de.yan] menjadi onset pada silabel ketiga. Secara akustik, keberadaan konsonan palatal-semivokal [y] tegar.

Gambar 6 Kata Polimorfemik [tә.pi.yan] dalam Spektogram

Berdasarkan pemeriksaan dalam spektogram, konsonan palatal-semivokal [y] pada kata polimorfemik [tә.pi.yan] menjadi onset pada silabel ketiga. Secara akustik, keberadaan konsonan palatal-semivokal [y] tegar.

Rangkaian bunyi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar berakhir-vokal [e]

– [i] dan morfem terikat [-an] dapat dirumuskan sistem morfofonologinya.

Gambar 7 Sistem Morfofonologi Ketegaran Konsonan Palatal-Semivokal [y]

Sistem morfofonologi ketegaran konsonan palatal-semivokal [y] berkaidah D[e]/[i]-yan bahwa setiap kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berfonem akhir [e] - [i] dan morfem terikat {-an} ditemukan ketegaran konsonan palatal- semivokal [y].

3.1.3 Konsonan Bilabial-Semivokal [w] Tabel 5 rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi rangkaian-bunyi morfem dasar- berakhir vokal [o] – [u] dan morfem terikat {-an} ditemukan ketegaran bunyi segmental konsonan bilabial-semivokal [w].

Tabel 5 Rangkaian-Bunyi: Kata Polimorfemik, Morfem Dasar-Berakhir Vokal [o] – [u], Konsonan Bilabial-Semivokal [w], dan Morfem

Terikat {-an}

Kata Polimorfemik

Metode Induksi – Teknik Jabar Morfem

Dasar Konsonan

Bilabial Morfem Terikat

[ja.go.wan] {ja.go} [w] {-an}

[ki.lo.wan] {ki.lo} [w] {-an}

[sam.po.wan] {sam.po} [w] {-an}

[tә.mu.wan] {tә.mu} [w] {-an}

[ti.pu.wan] {ti.pu} [w] {-an}

(10)

Analisis-akustik bunyi segmental dengan bantuan program Praat yang difokuskan pada bunyi-segmental konsonan bilabial-semivokal [w] pada kata polimorfemik (kolom 1, tabel 5) membuktikan ketegaran bunyi-segmental konsonan bilabial-semivokal [w] sebagaimana tampak dalam spektogram dalam program Praat (gambar 8 s.d. 11).

Gambar 8 Kata Polimorfemik [ki.lo.wan] dalam Spektogram

Berdasarkan pemeriksaan dalam spektogram, konsonan bilabial-semivokal [w] pada kata polimorfemik [ki.lo.wan] menjadi onset pada silabel ketiga. Secara akustik, keberadaan konsonan bilabial-semivokal [w] tegar.

Gambar 9 Kata Polimorfemik [ja.go.wan]

dalam Spektogram

Berdasarkan pemeriksaan dalam spektogram, konsonan bilabial-semivokal [w] pada kata polimorfemik [ja.go.wan] menjadi onset pada

silabel ketiga. Secara akustik, keberadaan konsonan bilabial-semivokal [w] tegar.

Gambar 10 Kata Polimorfemik [tә.mu.wan] dalam Spektogram

Berdasarkan pemeriksaan dalam spektogram, konsonan bilabial-semivokal [w] pada kata polimorfemik [tә.mu.wan]

menjadi onset pada silabel ketiga. Secara akustik, keberadaan konsonan bilabiah- semivokal [w] tegar.

Gambar 11 Kata Polimorfemik [ti.pu.wan] dalam Spektogram

Berdasarkan pemeriksaan dalam spektogram, bunyi konsonan bilabial-semivokal [w] pada kata polimorfemik [ti.pu.wan] menjadi onset pada silabel ketiga. Secara akustik, keberadaan konsonan bilabial-semivokal [w] tegar.

Rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal [o]

– [u] dan morfem terikat [-an] dapat dirumuskan

(11)

sistem morfofonologinya.

Gambar 12 Sistem Morfofonologi Ketegaran Konsonan Bilabial-Semivokal [w]

Sistem morfofonologi ketegaran konsonan bilabial-semovokal berkaidah D[o]/[u]-wan bahwa setiap kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berfonem akhir [o] - [u] dan morfem terikat {-an} ditemukan ketegaran konsonan- bilabial-semivokal [w].

3.2 Perlesapan Bunyi Segmental

Bunyi segmental yang lesap mencakupi konsonan glotal-hentian [?], konsonan palatal- semivokal, dan konsonan bilabial semivokal [w].

3.2.1 Konsonan Glotal-Hentian [?]

Dalam tabel 3 rangkaian-bunyi kata polimorfemik (kolom 1) diturunkan, konstruksinya morfem dasar-berakhir vokal [a] dan morfem terikat {-an}. Komparasi rangkaian-bunyi kata polimorfemik dengan rangkaian-bunyi morfem dasar (kolom 2) dan morfem terikat {-an} (kolom 4) ditemukan proses morfofofonologi perlesapan konsonan glotal-hentian [?]. Konsonan glotal-hentian [?] dalam rangkaian-bunyi kata polimorfemik tidak ditemukan dalam rangkaian-bunyi morfem dasar atau morfem terikat {-an}.

Rangkaian-bunyi kata polimorfemik yang berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal [a] dan diikuti morfem terikat [-an] dapat dirumuskan proses morfofonologinya.

Gambar 13 Sistem Morfofonologi Perlesapan Konsonan Glotal-Hentian [?]

Sistem morfofonologi perlesapan konsonan glotal-hentian [?] berkaidah D[a]-an bahwa setiap kata polimorfemik yang berkonstruksi morfem dasar-berfonem akhir [a] dan morfem terikat {-an} diturunkan maka terjadi proses morfofonologi perlesapan konsonan glotal- hentian [?].

3.2.2 Konsonan Palatal-Semivokal [y] Dalam tabel 4 rangkaian-bunyi kata polimorfemik (kolom 1) diturunkan, konstruksinya morfem dasar-berakhir vokal [e] – [i] dan morfem terikat {-an}. Komparasi rangkaian-bunyi kata polimofemik dengan rangkaian-bunyi morfem dasar (kolom 2) dan morfem terikat {-an} (kolom 4) ditemukan proses morfofonologi perlesapan konsonan palatal- semivokal [y]. Konsonan palatal-semivokal [y] dalam rangkaian-bunyi kata polimorfemik tidak ditemukan dalam rangkaian-bunyi morfem dasar atau morfem terikat {-an}.

Rangkaian-bunyi kata polimorfemik yang berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal [e] – [i] dan diikuti morfem terikat {-an} dapat dirumuskan proses morfofonologinya.

Gambar 14 Sistem Morfofonologi Perlesapan Konsonan Patatal-Semivokal [y]

(12)

Sistem morfofonologi perlesapan konsonan palatal-semivokal [y] berkaidah D[e/i]-an bahwa setiap kata polimorfemik yang berkonstruksi morfem dasar-berfonem akhir [e] dan [i] dan morfem terikat [-an] diturunkan maka terjadi proses morfofonologi perlesapan konsonan palatal-semivokal [y].

3.2.3 Kosonan Bilabial-Semivokal [w] Dalam tabel 5 rangkaian-bunyi kata polimorfemik (kolom 1) diturunkan, konstruksinya morfem dasar-berakhir vokal [o] – [u] dan morfem terikat {-an}. Komparasi rangkaian-bunyi kata polimorfemik dengan rangkaian-bunyi morfem dasar (kolom 2) dan morfem terikat {-an} (kolom 4) ditemukan proses morfofonologi perlesapan konsonan bilabial- semivokal [w]. Konsonan bilabial-semivokal [w] dalam rangkaian-bunyi kata polimorfemik tidak ditemukan dalam rangkaian-bunyi morfem dasar atau morfem terikat {-an}.

Rangkaian-bunyi kata polimorfemik yang berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal [o] – [u] dan diikuti morfem terikat [-an] dapat dirumuskan proses morfofonologinya.

Gambar 15 Sistem Morfofonologi Perlesapan Konsonan Bilabial-Semivokal [w]

Sistem morfofonologi perlesapan konsonan bilabial-semivokal [w] berkaidah D[o/u]-an bahwa setiap kata polimorfemik yang berkonstruksi morfem dasar-berfonem akhir [o] dan [u] dan morfem terikat [-an] diturunkan maka terjadi proses morfofonologi perlesapan konsonan bilabial-semivokal [w].

4. Penutup

4.1 Simpulan

Dalam bahasa Indonesia, rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi rangkaian-bunyi morfem dasar-berakhir vokal dan morfem terikat {-an} ditemukan sistem morfofonologi ketegaran konsonan: (1) kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal [a] dan morfem terikat {-an} ditemukan ketegaran bunyi segmental konsonan glotal-hentian [?] di antara morfem dasar dan morfem terikat, contoh kata polimorfemik [bi.na?.an]; (2) kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar-berakhir vokal [e] – [i] dan morfem terikat {-an} ditemukan ketegaran bunyi segmental konsonan palatal-semivokal [y] di antara morfem dasar dan morfem terikat, contoh kata polimorfemik [so.re.yan] dan [u.ji.yan]; (3) kata polimorfemik berkonstruksi morfem dasar- berakhir vokal [o] – [u] dan morfem terikat {-an}

temukan ketegaran bunyi segmental konsonan bilabial-semivokal [w] di antara morfem dasar dan morfem terikat, contoh kata polimorfemik [sam.

po.wan] dan [a.cu.wan].

Rangkaian-bunyi kata polimorfemik berkonstruksi rangkaian-bunyi morfem dasar- berakhir vokal dan morfem terikat {-an}

ditemukan jenis morfofonologi perlesapan konsonan: (1) kata polimorfemik diturunkan berupa konstruksi morfem dasar-berakhir vokal [a] dan morfem terikat [-an] maka bunyi segmental konsonan glotal-hentian [?] lesap, contoh kata polimorfemik [du.ga?.an] → {du.

ga} + {-an}; (2) kata polimorfemik diturunkan berupa konstruksi morfem dasar-berakhir vokal [e] – [i] dan morfem terikat [-an] maka bunyi- segmental konsonan palatal-semivokal [y] lesap, contoh kata polimorfemik [so.re.yan] → {so.re}

+ {-an} dan [u.ji.yan] → {u.ji} + {-an}; (3) kata polimorfemik diturunkan berupa konstruksi morfem dasar-berakhir vokal [o] – [u] dan morfem terikat {-an} maka bunyi-segmental konsonan bilabial-semivokal [w] lesap, contoh kata polimorfemik [ja.go.wan] → {ja.go} + {-an} dan [ti.pu.wan] → {ti.pu] + {-an}.

4.2 Saran

Kajian ini mudah-mudahan dapat menjadi pemicu bagi penelitian fonologi lainnya di Indonesia yang masih banyak memiliki rumpang.

(13)

Daftar Pustaka

Adam, S. 2015. “Perkembangan Bahasa Indonesia pada Era Teknologi Informasi dan Komunikasi.”

Gramatika: Jurnal Ilmiah Kebahasaan Dan Kesastraan, 3(2), 152—158. https://doi.

org/10.31813/gramatika/3.2.2015.30.152—158.

Al-Muthi’ah, A. K. 2019. “Morfofonemik dalam Teks Pidato Karangan Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Durenan.” BASINDO : Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, Dan Pembelajarannya, 3(1), 75—84. https://doi.org/10.17977/um007v3i12019p075.

Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., & Moeliono, A. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Arifin, Z., & Junaiyah, J. 2007. Morfologi: Bentuk, Makna dan Fungsi. Jakarta: Grasindo.

Azizah, M. 2020. “Pengaruh Kemajuan Teknologi terhadap Pola Komunikasi Mahasiswa UMM.”

Jurnal Sosiologi Nusantara, 6(1), 45—54. https://doi.org/10.33369/jsn.6.1.45-54.

Baltazani, M., & Topintzi, N. 2009. “The Phonology and Phonetics of Glides in North-Western Greek Dialects.” Modern Greek Dialects and Linguistics Theory, Vol 4, 61 — 74 Pages. https://doi.

org/10.26220/MGDLT.V4I1.2563.

Garellek, M. 2012. “Glottal Stops Before Word-Initial Vowels in American English:Distribution and Acoustic Characteristics.” UCLA Working Papers in Phonetics, 110, 1— 23.

Heryono, H. 2019. “Pengukuran Pitch dan Intensity Diftong Tertinggi Menggunakan Program PRAAT.” Jurnal Linguistik Komputasional (JLK), 2(2), 47. https://doi.org/10.26418/jlk.

v2i2.22.

Hockett, C. F. 1954. “Two Models of Grammatical Description. WORD”, 10(2 — 3), 210 — 234.

https://doi.org/10.1080/00437956.1954.11659524.

Hunt, E. H. 2009. “Acoustic Characterization of The Glides /j/ and /w/ in American English” [Doctoral Theses, Massachusetts Institute of Technology]. https://dspace.mit.edu/handle/1721.1/52797.

Hyun, P. J. 2015. “Potensi dan Tantangan Bahasa Indonesia Menuju Bahasa Internasional.” Jurnal Sosioteknologi, 14(1), 12 — 20. https://doi.org/10.5614/sostek.itbj.2015.14.1.2.

Irawan, Y. 2017. Fonetik Akustik. Bandung: CV Angkasa.

Jaggers, Z. S. 2018. “Evidence and Characterization of A Glide-Vowel Distinction in American English”. Laboratory Phonology: Journal of the Association for Laboratory Phonology, 9(1), 3. https://doi.org/10.5334/labphon.36.

Jumairi, J. 2017. “Meningkatkan Kemampuan Menulis Kalimat Berita Menggunakan Metode Pakem di Siswa Kelas VIII-A SMP Negeri 5 Tenggarong.” Jurnal Intelegensia, 2(1), 85 — 102.

Kaiser, E. 1997. The Approximants (Glides and Liquids). https://www.fon.hum.uva.nl/rob/Courses/

InformationInSpeech/CDROM/Literature/LOTwinterschool2006/speech.bme.ogi.edu/

tutordemos/SpectrogramReading/cse551html/cse551/node38.html.

Keerio, A. 2011. “Comparative Analysis of Vowels, Diphthongs and Glides of Sindhi.” Signal &

Image Processing : An International Journal, 2(4), 109—120. https://doi.org/10.5121/

sipij.2011.2409.

Kridalaksana, H. 2011. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kusmiatun, A. 2018. Mengenal BIPA (Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing) dan Pembelajarannya.

Yogyakarta: Penerbit K-Media.

Malmkjær, K. (Ed.). 2002. The Linguistics Encyclopedia (2nd ed). London; New York: Routledge.

Matthews, P. 1989. Morphology: An Introduction to The Theory of Word-Structure (Reprint).

Cambridge: Cambridge Univ. Press.

(14)

Mitterer, H., Kim, S., & Cho, T. 2019. “The Glottal Stop Between Segmental and Suprasegmental Processing: The Case of Maltese.” Journal of Memory and Language, 108, 104034. https://

doi.org/10.1016/j.jml.2019.104034.

Munthir, M. 2014. “Glottal Stop in R.P English and Standard Arabic with Reference to Some Other Varieties”. 109, 59—82. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.17501.64480/2.

Padgett, J. 2008. “Glides, Vowels, and Features.” Lingua, 118(12), 1937–1955. https://doi.

org/10.1016/j.lingua.2007.10.002.

Putri, A. A. A. M. P. 2015. “Faktor Penyebab Perubahan Fonem Kosakata Serapan Bahasa Sanskerta dalam Bahasa Bali.” Humanis, 10(1), 1—9.

Qomaruddin, A. 2017. “Implementasi Metode Bernyanyi dalam Pembelajaran Mufradāt.” Jurnal Kependidikan, 5(1), 25—36. https://doi.org/10.24090/jk.v5i1.1240.

Rahmad, R. 2016. “Penyerapan Bahasa Asing dalam Penggunaan Bahasa Indonesia pada Iklan Penawaran Barang Elektronika di Surat Kabar Jawa Pos.” Jurnal Komposisi, 1(1), 31—40.

Retno Ningsih, T. W. 2020. “Analisis Prosodi pada Monolog Aktor Film Menggunakan Aplikasi Praat (Kajian dalam Bidang Fonetik Akustik).” Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, 15(4), 419–432. https://doi.org/10.14710/nusa.15.4.419-432.

Rumilah, S., & Cahyani, I. 2020. “Struktur Bahasa: Pembentukan Kata dan Morfem sebagai Proses Morfemis dan Morfofonemik dalam Bahasa Indonesia.” Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, 8(1), 70 — 87. http://dx.doi.org/10.30659/j.8.1.70 — 87.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Trismanto, T. 2016. “Kalimat Efektif dalam Berkomunikasi.” Majalah Bangun Rekaprima, 2(1), 33—40.

Wongkar, Y. H., Imbang, D., & Kalangi, L. M. V. 2019. “Distribusi Glotal Stop Bahasa Tombulu yang Dituturkan di Kelurahan Rurukan, Paslaten, dan Talete Kecamatan Tomohon Timur.” Kajian Linguistik, 5(2). https://doi.org/10.35796/kaling.5.2.2017.24787.

Yusuf, C. 2012. Morfofonologi Bahasa Indonesia. Semarang: Bandungan Institute.

Yusuf, C. (2020). Morfofonologi Bahasa Indonesia: Telaah Induktif. Semarang: Bandungan Institute.

Gambar

Gambar 1 Kata Polimorfemik [ba.gi. y an] dalam  Spektogram
Tabel 2 Lima Kelompok Wujud Data Primer
Tabel 4 Rangkaian-Bunyi: Kata Polimorfemik,  Morfem Dasar-Berakhir Vokal [e] – [i], Konsonan
Tabel 5 Rangkaian-Bunyi: Kata Polimorfemik,  Morfem Dasar-Berakhir Vokal [o] – [u],  Konsonan Bilabial-Semivokal [ w ], dan Morfem
+4

Referensi

Dokumen terkait

Rumianita Situmorang : Analisis Kontrasktif Bunyi Konsonan Dan Vokal Bahasa Jerman Dan Vokal Bahasa…, 2003 USU Repository © 2008... Rumianita Situmorang : Analisis Kontrasktif

Pelemahan bunyi yang terjadi pada kata ridho diproses saat berubahnya bunyi fonem /i/ menjadi bunyi /e/ dan bunyi /dh/ menjadi /l/ sehingga berbunyi rela, fonem vokal

Perbedaan bunyi pada kata dalam antologi Tempo Doeloe dengan kata dalam bahasa Betawi meliputi: kata yang berakhir bunyi [a] dalam antologi Tempo Doeloe menjadi kata yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi bunyi vokal bahasa Indonesia pada masyarakat keturunan Tionghoa bersuku Hokkien di Kota Medan terdiri atas vokal

terbatas pada bentuk variasi bunyi vokal bahasa Indonesia yang digunakan oleh. masyarakat keturunan Tionghoa yang bersuku

(hydraulic) diserap dalam bahasa Indonesia, ejaan kata serapannya menjadi (hidraulik) Huruf (c) dari bahasa asing yang diikuti dengan huruf vokal (a), (u), (o) dan konsonan akan

Sebaliknya, kebanyakan morfem afiks Bahasa Mandarin, baik morfem prefiks maupun sufiks, merupakan morfem derivasional, yang umumnya dapat mengubah makna dasar,

morfem sufiks serapan bahasa asing –isme (-ism) dan –isasi/-asi (-ization/-isation/-ation) baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris secara umum tidak