• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DEFINISI MORFOLOGI, MORFEM, PROSES MORFEMIS, KATA DAN SEMANTIK. Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut keitairon ( 形態論 ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DEFINISI MORFOLOGI, MORFEM, PROSES MORFEMIS, KATA DAN SEMANTIK. Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut keitairon ( 形態論 )."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DEFINISI MORFOLOGI, MORFEM, PROSES MORFEMIS, KATA DAN SEMANTIK

2.1. Defenisi Morfologi

Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut keitairon ( 形態論 ). Koizumi

(1984: 96 ) mengatakan bahwa: 形態論 けいたいろん では、語形ご け いの分析 がぶんせき ちゅうしん中 心 となる形態素をけいたいそ あつか扱 う部門であってぶ も ん 意味い みを 担う にな 最 少 単 位 さいしょうたんい に分けられる。 わ

Keitairon dewa, goukei no bunseki ga chuuchinn tonaru keitaisou o atsukau bumonde ateimi o ninausaishoutan i ni wakerareru.

"llmu bahasa yang mempelajari bentuk kata yang dapat dibagi lagi menjadi kata-kata yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna di sebut sebagai morfologi",

Ramlan (1983 : 6) menyebutkan morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk bentuk kata, pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Morfologi mempelajari seluk beluk kata serta fungsi gramatikal maupun fungsi semantik.

Sementara Verhar ( 1988:52) mengatakan bahwa Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal. Tambahan secara gramatikal dalam hal ini adalah mutlak, karena setiap kata juga dapat dibagi atas sekmen yang terkecil yang disebut fonem, tetapi fonem-fonem itu tidak harus berupa morfem.

(2)

1. Untuk dapat menggunakan kata souda, youda dan rashii, secara tepat dan benar hendahnya dipahami informasi yang diterima. Karena yang lebih ditekankan dalam pemakaian kata souda, youda dan rashii adalah informasi yang diterima.

2. Untuk lebih memahami pemakaian kata yang memiliki arti yang sama namun makna dari kata tersebut berbeda disarankan agar mempelajari ilmu yang mengkaji tentang makna yaitu semantik.

(3)

bahwa cabang linguistik yang namanya “morfologi” mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan-satuan gramatikal. Sebagai contoh analisis kata “berhak”, secara morfologis terdiri atas dua satuan minimal, yaitu /ber/ dan /hak/; satuan gramatikal minimal itu dinamakan morfem, jadi kata berhak terdiri dari dua morfem. Seperti inilah yang dibahas dalam morfologi.

Dari beberapa teori para ahli yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa morfologi ialah ilmu yang mempelajari tentang morfem, tentang pembentukan kata, bagaimana morfem-morfem itu berproses menjadi kata, pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata yang dapat menimbulkan perubahan arti kata tersebut.

2.2. Defenisi Morfem

Untuk memberikan penjelasan mengenai defenisi morfem, penulis akan memaparkan pendapat para ahli mengenai morfem.

Istilah morfem dalam bahasa Jepang disebut keitaisou ( 形態素 ). Menurut

Sutedi ( 2003 : 41 ) morfem( keitaisou) adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipisahkan lagi kedalam satuan makna yang lebih kecil lagi dan juga menegaskan akan morfem bahasa Jepang dengan mengatakan bahwa salah satu keistimewaan morfem bahasa Jepang, yaitu lebih banyak morfem terikatnya dibanding dengan morfem bebasnya.

(4)

形態素 けいたいそ は、意味い み を 担 うにな さいしょう最 小 の言語形式 である。げんごけいしき 言語形式げんごけいしきというのは 、 音素連続で おんそれんぞく 示 しめ される 表 現 とそれにひょうげん たい対する特定 のとくてい 意味い みとが結 び、ついたも の である。 むす

Keitaisouwa imi o ninausaishou no gengokeishikidearu. Gengokeishikitoiunowa, onsonrenzokude shimesareru hyougen to soreni taisuru tokutei no imi toka musubi, tsuitamonodearu.

"morfem adalah satuan bahasa terkecil yang masih mempunyai makna. Satuan bahasa terkecil disini merupakan adanya pelekatan makna khusus dengan ujar yang dihasilkan melalui proses morfemis".

Bloomfield dalam Parera (1994: 14) menyatakan, satu bentuk bahasa yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain manapun juga, baik bunyi maupun arti, adalah bentuk tunggal atau disebut dengan morfem.

Menurut Hockett yang dikutip oleh Parera (1994:15) memberikan definisi morfem sebagai berikut :

" morphemes are the smallest individually meaningful dements in the utterances of a language".

morfem adalah unsur-unsur terkecil yang masing-masing mempunyai makna dalam tutur sebuah bahasa.

Menurut Ramlan (1987:32 ) morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil; satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya. Ramlan, (1987:36-43) mengemukakan beberapa prinsip yang bersifat saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem;adalah sebagai berikut :

1. Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti atau makna yang sama merupakan satu morfem.

2. Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfern apabila satuan-satuan itu mempunyai arti atau makna yang sama,

(5)

dan perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan seeara fonologik.

3. Satuan-satuan yang mernpunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti atau makna yang sama dan mempunyai distribusi komplementer.

4. Satuan-satuan yang mernpunyai struktur fonologik yang sama mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfern yang berbeda. Apabila satuan yang mempunyai struktur tonologik yang sama itu berbeda artinya, tentu saja merupakan morfem yang berbeda.

5. Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang disebut rnorfern zero.

6. Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.

Muraki dalam Adriana (10: 2003 ) mengemukakan morfem bahasa Jepang dibagi atas morfem yang tidak berdiri sendiri yaitu morfern dengan penambahan pada kata dasar, dan morfem yang berdiri sendiri. Se1anjutnya ia mengemukakan bahwa ada dua bentuk penambahan yaitu :

a. Afiks ( setsuji ), unsur yang membentuk kata jadian dengan bergabung pada kata dasar. Afiks terdiri dari prefiks (settoji), sufiks (sebbiji). dan infiks (setsuchuuji).

b. Penanda di akhir kata atau (gobi) disambung dibelakang kata dasar, adalah bentuk yang sangat kuat bergabung dengan kata dasar. Gobi merupakaa penanda kala penegasan dan negasi.

(6)

ayah, membaca dan koran. Ketiga kata tersebut mempunyai arti tersendiri dan dapat berdiri sendiri. Kemudian kata membaca masih dapat diuraikan lagi menjadi /me/ dan /baca/. Bentuk "ayah, me + baca, dan koran" adalah bentuk yang tidak mempunyai unsur yang kecil untuk dibagi lagi. Jadi kesatuan kata yang terkecil seperti : ayah, me + baca, dan koran inilah yang dinamakan morfem.

Jadi dapat dikatakan bahwa setiap morfem merupakan bagian yang terkecil dari kata yang tidak bisa lagi diuraikan menjadi satuan yang lebih kecil lagi dan mempunyai makna.

2.2.1. Pembagian morfem

Koizumi dalam Situmorang (2007:11) membagi morfem sebagai berikut: 1. Morfem dasar (形態素け い た い そ/ keitaiso)

2. Morfem terikat(結語形態け つ ご け い た い/ ketsugokeitai)

3. Morfem berubah(異形態い け い た い/ ikeitai)

4. Morfem bebas(自由形態

じ ゆ う け い た い

/ jiyuukeitai)

Morfem dasar adalah bagian kata yang menjadi kata dasar dari perpaduan dua buah morfem atau lebih dalam proses morfologis. Morfem terikat adalah morfem yang ditambah untuk merubah arti atau makna kata dasar. Morfem ini tidak mempunyai arti apabila berdiri sendiri. Morfem berubah adalah morfem yang bunyinya berubah apabila digabungkan dengan morfem lain dalam pembentukan kata. Baik morfem dasar maupun morfem

(7)

terikat berubah bunyinya apabila diikatkan satu sama lain. Morfem bebas adalah morfem yang tidak berubah bunyi walaupun ada proses morfologis.

Verhaar (1993:53), membagi morfem menjadi dua jenis yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas dapat berdiri sendiri, yaitu bisa terdapat sebagai suatu kata sedangkan morfem terikat tidak terdapat sebagai kata tetapi selalu dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem lain menjadi satu kata.

2.2.2. Proses Morfemis

Proses morfemis adalah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Samsuri, 1994: 190). Proses morfemis pada umumnya terbagi menjadi tiga bagian yaitu pembubuhan afiks (afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi), dan proses pemajemukan (komposisi).

Untuk pengimbuhan afiks (afiksasi) Verhaar (2001:107), mengatakan bahwa di antara proses morfemis yang terpenting adalah afiksasi, yaitu pengimbuhan afiks yang terbagi atas :

- prefiks, yang diimbuhkan di sebelah kiri kata dalam proses yang disebut dengan afiksasi, misalnya penginbuhan kata { men--} yang ada dalam kata : mendapat, mencuri, mencuci, mengubah dan sebagainya. Contoh lain adalah

penginbuhan kata {ber--} pada kata : berjalan, bersepeda, bermain dan sebagainya.

- sufiks, yang diimbuhkan di sebelah kanan kata dalam proses yang disebut dengan sufiksasi, misal pemberian kata {--an} pada kata : tuntutan, makanan, minuman dan sebaginya.

- infiks, yang diimbuhkan dengan penyisipan didalam kata itu, misalnya (patuk - pelatuk, tali- temali, gigi - gerigi).

(8)

- konfiks, yang diimbuhkan pada sebagian di sebelah kiri dan sebagian yang lain di sebelah kanan kata, misal (perbedaan, persatuan, kecurian, kelihatan )

Di dalam bahasa Jepang pembagian pengimbuhan afiks ini juga telah di ungkapkan oleh Koizumi (1993 :95), yang mempunyai pengertian yang sama dengan teori di atas, dengan pembagian sebagai berikut :

- awalan (settouji) adalah imbuhan yang diletakkan sebelum dari gokan, misalnya bemberian morfem {fu--} pada kata fushinsetsuna, fugokaku dan sebagainya.

- akhiran (setsubiji) adalah imbuhan yang diletakkan sesudah gokan, misal (akai, kaita,).

- sisipan (setsuchuji) adalah imbuhan yang disisipkan ditengah gokan, misal (kaiteiru ) dan sebagainya.

2.2.3. Kata dan Kelas Kata Bahasa Jepang

2.2.3.1. Kata

Dalam berbagai penelitian yang berhubungan dengan kebahasaan, pembicaraan mengenai kata akan selalu disentuh oleh para ahli maupun para peneliti kebahasaan. Untuk mengenal sedikit mengenai apa itu kata dan bagaimana identitas kata, yang juga digunakan sebagai bahan untuk menelaah objek penelitian dalam skripsi ini, maka penulis akan mengemukakan pendapat dari ahli bahasa mengenai kata.

Verhaar (2001:97) mengatakan bahwa kata adalah satuan atau bentuk bebas dalam tuturan yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan dari bentuk - bentuk bebas

(9)

lainnya di depannya dan di belakangnya dalam tuturan.

Keraf (1984:53) menyatakan adanya perubahan pemakaian kata makna untuk pengertian dari kata dan menggantinya dengan ide. Dia mengatakan bahwa kesatuan-kesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas bagian-bagaiannya, dan yang mengadung suatu ide disebut kata.

Ramlan ( 1987: 33) memberi definisi kata merupakan dua macam satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku yaitu be, la, dan jar. Suku /be/ terdiri dan dua fonem, suku /la/ terdiri dari dua fonem. Dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata helajar terdiri dari tujuh fonem yaitu / b,e,l,a,j,a,r /.

Jadi yang dimaksud dengan kata adalah satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain setiap satuan bebas merupakan kata.

2.2.3.2. Kelas Kata Bahasa Jepang

Pembagian kelas kata dalam bahasa Jepang disebut hinshi bunrui ( 品詞分類).

Menurut Situmorang (2007:8) pembagian kelas kata bahasa Jepang adalah sebagai berikut:

1. Verba ( doushi/ 動詞 ) yaitu kata yang bermakna gerakan, dapat berdiri sendiri,

mengalami perubahaan bentuk/berkonjugasi, dan dapat menjadi predikat dalam sebuah kalimat.

(10)

keadaan suatu benda, mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan selalu berakhiran dengan huruf ~i dan dapat menjadi predikat.

3. Adjektiva ( keiyoudoushi/形容動詞 ), yaitu kata yang menunjukkan sifat atau

keadaan suatu benda, mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan selalu berakhiran dengan akhiran -da

4. Nomina (meishi/名詞 ), yaitu kata nama, tidak mengalami perubahan bentuk,

dapat berdiri sendiri dan menjadi subjek atau objek dalam kalimat.

5. Adverbia (filkushi/ 副詞), yaitu merupakan kata tambahan, tidak mengalami

perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri , tidak menjadi subjek, tidak menjadi predikat, dan tidak menjadi objek, dan menerangkan keiyoushi, dan menerangkan fukushi.

6. Prenomina (rentaishi/連 体 詞 ), yaitu kata yang mengikuti benda ( yang

menerangkan benda), tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri, dan diikuti kata nama tanpa diantarai kata lain.

7. Konjungsi (setsuzokushi/接 続 詞 ), yaitu kata sambung, tidak mengalami

perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri, tidak menjadi subjek, objek, predikat dalam kalimat. Berfungsi menyanbung dua buah kata, karena untuk menyambung dua buah kata dalam bahasa Jepang dipergunakan setsuzokujoshi.

8. Interjeksi (jodoushi/助 動 詞 ), yaitu kata bantu sebagai verba, mengalami

perubahan bentuk sama seperti doushi, tidak dapat berdiri sendiri, ada yang mempunyai arti sendiri dan ada yang menambah makna pada kata lain.

(11)

9. Partikel (joshi/助詞), yaitu kata bantu, tidak mengalami perubahan bentuk,

tidak dapat berdiri sendiri, tidak menjadi subjek, predikat, objek dan keterangan dalam kalimat, selalu mengikuti kata lain, dan ada yang mempunyai arti sendiri dan ada juga yang berfungsi memberikan arti pada kata lain.

10. Kandoushi/感動詞, yaitu kata gerakan perasaan, tidak mengalami perubahan

bentuk, dan dapat berdiri sendiri sebagai kalimat, tidak menjadi keterangan, tidak menjadi subjek, predikat, dan tidak pula menjadi penyambung kata atau kalimat. Serta berfungsi untuk mengutarakan rasa terkejut, kaget, heran, marah, dan sebagai kata-kata salam.

Sementara menurut Sutedi (2003:42) menyatakan bahwa secara garis besarnya, pembagian jenis kata (hinshi bunrui) dalam bahasa Jepang ada enam macam seperti berikut :

1. Nomina (meishi), yaitu kata benda yang bisa berfungsi sebagai subjek atau objek dalam kalimat, bisa disertai dengan kata tunjuk [kono, sono, ano] dan bisa berdiri sendiri.

2. Verba (doushi), yaitu kata kerja yang bisa berfungsi menjadi predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk dan bisa berdiri sendiri.

3. Adjektiva (keiyoushi), yaitu kata sifat, mengalami perubahan bentuk, dan bisa berdiri sendiri.

4. Adverbia (fukushi), yaitu kata keterangan, tidak mengalami perubahan bentuk. 5. Kopula (jodoushi), yaitu kata kerja bantu, mengalami perubahan bentuk, dan

tidak bisa berdiri sendiri.

(12)

mengalami perubahan bentuk.

2.2.4. Defenisi Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari bahasa yunani yaitu sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Yang dimaksud tanda atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik. Ferdinand de Sausure dalam Chaer (1995:29) seorang bapak linguistik modern menyebutkan bahwa setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu: (1) yang diartikan (Perancis : signifie, Inggris : signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis : signifiant, Inggris : signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna sesuatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifian, signifier) itu adalah tidak lain dari pada bunyi-bunyi itu, yang berbentuk fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Jadi dengan kata lain setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna.

Kata semantik itu kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan tanda-tanda linguistik dengan haI-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti.

Semantik memegang peranan penting dalam berkomunikasi. Karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tiada lain adalah untuk menyampaikan suatu makna (Sutedi, 2003:103). Misalnya, seseorang menyampaikan dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang disampaikan. Hal ini disebabkan karena ia bisa menyerap makna yang disampaikannya dengan baik.

(13)

yang berhubungan dengan benda-benda kongkrit seperti batu, hujan, rumah, dan sebagainya. Selain itu semantik juga membahas makna kata-kata dalam bahasa Indonesia : dan, pada, ke dan dalam bahasa Inggris kata : to, at, of yang maknanya tidak jelas kalau tidak dirangkaikan dengan kata lain (Lubis, 2002 :29)

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semantik tidak hanya membahas kata-kata yang bermakna leksikal saja, tetapi juga membahas makna kata-kata yang tidak bermakna bila tidak dirangkaikan dengan kata yang lain seperti kata youda, souda dan rashii yang akan penulis bahas dalam penelitian ini.

2.2.5. Jenis-jenis makna dalam Semantik

Menurut Chaer (1995:59) jenis atau tipe makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria atau sudut pandang, yakni :

a. Berdasarkan jenis makna semantiknya, makna dapat dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.

Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya kata makan, makna leksikalnya adalah memasukkan makanan kedalam mulut, mengunyah dan menelannya.

Seperti contoh kalimat: mereka makan tiga kali sehari; mereka makan pisang. Kata makan dalam kalimat ini sangat jelas bahwa makan bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut, mengunyah dan menelannya.

Sedangkan makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Contoh proses afiksasi awalan /ter-/ pada kata /bawa/ dalam kalimat terbawa juga oleh adik tas seberat itu, awalan ter- pada kata terbawa melahirkan makna 'dapat',

(14)

dan dalam kalimat buku adik terbawa oleh saya, melahirkan makna gramatikal 'tidak sengaja'. Contoh reduplikasi dapat dilihat pada buku yang bermakna 'sebuah buku', menjadi buku-buku yang bermakna 'banyak buku'. Sedangkan contoh komposisi dapat dilihat dari kata sate ayam tidak sama dengan komposisi sate madura. Yang pertama menyatakan asal bahan, yang kedua menyatakan asal tempat.

b. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksern, dapat dibedakan menjadi makna refensial dan makna nonreferensial.

Makna referensial adalah makna dari kata-kata yang mernpunyai referen, yaitu sesuatu diluar bahasa yang diacu oleh kata itu. Contoh kata mangga dan apel, disebut bermakna referensial karena kedua kata itu mempunyai referen yaitu sejenis buah-buahan.

Sedangkan kalau kata-kata itu memiliki referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Contoh kata “karena” dan “tetapi” tidak mempunyai referen, jadi kata tersebut bermakna nonreferensial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang termasuk kata-kata seperti mangga dan apel termasuk kata-kata-kata-kata bermakna referensial, sedangkan yang termasuk kelas kata tugas seperti; preposisi, konjugasi, dan kata tugas lain adalah kata-kata yang bermakna nonreferensial.

c. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, dibedakan menjadi makna denotatif makna konotatif

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial, sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan atau pengalaman lainnya. Jadi makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif karena itu sering disebut sebagai makna sebenamya. Contoh kata wanita dan

(15)

perempuan. Karena kata-kata ini mempunyai denotasi yang sama, yaitu manusia dewasa bukan laki-Iaki. Walaupun kata perempuan dan wanita mempunyai makna denotasi yang sama, tetapi dewasa ini kedua kata tersebut mempunyai nilai rasa yang berbeda, yakni kata perempuan mempunyai nilai rasa yang rendah, sedangkan kata wanita mempunyai nilai rasa yang tinggi. Makna tambahan pada suatu kata yang sifatnya memberi nilai rasa baik positif maupun negatif disebut makna konotasi. d. Berdasarkan ketepatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata

dan makna istilah.

Makna kata sering disebut sebagai makna bersifat umum, sedangkan makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Hal ini dapat dilihat dari contoh dalam bidang kedokteran kata tangan dan lengan, digunakan sebagai istilah untuk pengertian yang berbeda. Makna tangan adalah 'pergelangan sampai ke jari-jari', sedangkan makna lengan adalah 'pergelangan sampai ke pangkal bahu'. Sebaliknya dalam bahasa umum tangan dan lengan dianggap bersinonim (sama maknanya). e. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dibedakan menjadi makna asosiatif,

idiomatik, kolokatif, dan sebagainya.

Makna asosiatif sesungguhnya sama dengan perlambang-perlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Contohnya kata melati digunakan sebagai perlambang kesucian, kata merah digunakan sebagai perlambang keberanian, dan srikandi digunakan sebagai perlambang kepahlawanan wanita.

Berbeda dengan makna idiomatik, kata idiom berarti satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna grarnatikal satuan -satuan tersebut. Contohnya frase menjual rumah bermakna 'si pembeli menerima rumah dan si

(16)

penjual menerima uang', tetapi frase menjual gigi bukan bermakna 'si pembeli menerima gigi dan si penjual menerima uang', melainkan bermakna 'tertawa keras-keras'. Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna idiomatik adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase, atau kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya.

Sedangkan makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase. Contoh frase gadis itu cantik dan pemuda itu tampan. Kita tidak dapat menyatakan gadis itu tampan atau pemuda itu cantik, karena pada kedua kalimat itu maknanya tidak sama walaupun informasinya sama.

Referensi

Dokumen terkait

Laporan skripsi dengan judul “ Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Penerima Bantuan Jamkesmas Pada Balai Desa Lebuawu ” telah dilaksanakan dengan tujuan untuk

Immobilisasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan hasil korosi perunggu yang disebabkan oleh klorida (Sudiono, 1993 : 307). Kelebihan dari

Timbul pertanyaan antara lain misalnya: mengapa dia sakit, mengapa ada yang tidak sakit, apa kekuatannya, bagaimana pengaruh keadaan sakit itu pada interaksi dalam keluarga,

Parahnya lagi, sebagian mereka, yakni dedengkot ahli khurafat sampai mengatakan kepada Ahlussunnah yang selalu berpegang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, “Kalian mengambil ilmu

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Jumlah Konsumsi Vitamin A Dengan Pengeluaran ASI pada ibu post partum

Alat yang digunakan untuk menganalisis laporan keuangan tersebut adalah dengan menggunakan rasio keuangan yang terdiri dari empat rasio, yaitu : rasio likuiditas, rasio

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga.. Tesis Analisis Proses

Mula-mula perubahan konfigurasi sistem hukum modern berlangsung seiring dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa Barat dan pada abad-abad berikutnya juga berlang- sung