• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN ARSITEKTUR REGIONALISME PADA RANCANGAN BANGUNAN HOTEL DAN RESORT DI KUTA BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN ARSITEKTUR REGIONALISME PADA RANCANGAN BANGUNAN HOTEL DAN RESORT DI KUTA BALI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

452

PENERAPAN ARSITEKTUR REGIONALISME PADA RANCANGAN BANGUNAN HOTEL DAN RESORT DI KUTA BALI

IMPLEMENTATION OF REGIONALISM ARCHITECTURE IN HOTEL AND RESORT BUILDING DESIGN IN KUTA BALI

Muhammad Hadi Rizqi *1, Mohammad Ischak*2, Sri Novianthi Pratiwi*3

123Jurusan Arsitektur , Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan , Universitas Trisakti, Jakarta

*E-mail : hadirizqi052001600042@std.trisakti.ac.id 1, mohischak@gmail.com

2,srinovianthi@trisakti.ac.id 3, ABSTRAK

Kondisi hotel dan resort di Bali pada masa kini banyak menerapkan arsitektur regionalisme sebagai implementasi terhadap nilai budaya. Terdapat beberapa bangunan yang berpotensi untuk melestarikan budaya Bali akan tetapi kurang memperhatikan elemen-elemen tradisional Bali dan cenderung kearah modern. Penelitian ini bertujuan untuk mengjkaji penerapan arsitektur regionalise dengan fokus pada penerapan konsep padaTri Hita Karana yang akan diterapkan pada rancangan hotel dan resort di kuta Bali. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dimana data diperoleh dari studi referensi dan preseden. Temuan penelitian menggambarkan bahwa penerapan arsitektur regionalisme pada rancangan hotel resort dapat dicapai dengan perencanaan tapak, penerapan ornamen, dan bentuk atap.

Kata kunci : Budaya Bali, Regionalisme, Arsitektur bali.

ABSTRACT

The conditions of hotels and resorts in Bali today are mostly applying regionalism architecture as an implementation of cultural values. Some buildings have the potential to preserve Balinese culture but pay less attention to traditional Balinese elements and tend to be modern. This study aims to examine the application of regionalized architecture with a focus on the application of the concept of Tri Hita Karana which will be applied to the design of hotels and resorts in Kuta Bali.

This research uses descriptive qualitative method, where data is obtained from reference and precedent studies. The research findings illustrate that the application of regionalism architecture to the design of resort hotels can be achieved by site planning, application of ornaments, and roof shapes.

Keywords: Balinese culture, regionalism, Balinese architecture.

A. PENDAHULUAN

Bali memiliki kekayaan alam yang berpotensi di bidang pariwisata. Pariwisata bali merupakan salah satu tujuan wisatawan manca negara yang paling terkenal di Indonesia.

Wisatawan lokal maupun manca negara mengenali Bali sebagai tempat berwisata yang indah karena menyajikan pantai, ciri khas budaya dan keramahan penduduk sekitarnya

menjadi alasan wisatawan datang ke Bali.

Beberapa faktor tersebut yang menjadikan salah satu hal yang membuat wisatawan tertarik berkunjung ke Bali (Dewi, 2017).lokasi Pulau Bali berada diantara pulau Jawa dan Pulau Lombok dan menjadi salah satu pulau yang terkenal dengan pemandangan pantai yang cukup baik dalam segala aktivitas. Pantai Kuta adalah tempat pariwisata bagian selatan

(2)

463 Denpasar yang strategis karena lokasinya dekat

dengan Bandara Ngurah Rai Denpasar Bali dan dekat dengan Ibu Kota Provinsi Bali yaitu Kota Denpasar.

Pantai Kuta juga merupakan tempat yang sering dikunjungi dalam tujuan utama pariwisata, baik dalam bidang wisata pantai maupun tempat peristirahatan. Selain itu, Pantai kuta juga terkenal sebagai tempat surfing dan sunset. Untuk menjaga kondisi lingkungan pantai Kuta agar tetap indah, maka pemerintah daerah menmberikan fasilitas sarana dan prasarana pendukung pariwisata, seperti jasa pariwisata yang meliputi penyediaan usaha perjalanan pariwisata, tempat-tempat rekreasi, dan sarana yang paling penting dalam penunjang pariwisata adalah hotel dan resort.Dirjen Pariwisata (1988).

Pengembangan infrastruktur menjadikan peluang usaha-usaha di sektor pariwisata Bali.

Berkembangnya usaha-usaha di Bali berdampak pada bertambahnya kesempatan pekerjaan bagi masyarakat Bali. Selain bertambahnya kesempatan pekerjaan, dampak positif dari bidang pariwisata juga dapat dirasakan dalam hal sosial dan budaya. Semakin bertambahnya warga negara asing yang mempelajari budaya, adat istiadat, tarian dan kesenian Bali lainya.

BPS Bali (2014)

Saat ini dalam sektor pariwisata banyak bermunculan isu negatif mengenai parawisata Bali bahwa kegiatan parawisata justru dianggap merusak kebudayaaan, merusak lingkungan alam dan merusak kegiatan sosial dalam bermasyarakat. Untuk mengatasi isu negatif tersebut yang diperlukan adanya usaha untuk menerapkan nilai- nilai budaya lokal yang dianut masyarakat dalam usaha mengembangkan sektor pariwisata. Nilai kearifan lokal yang di terapkan masyarakat dapat dipergunakan sebagai acuan dalam menjaga budaya.

Nilai kearifan lokal menjadi acuan untuk tetap menjaga budaya Bali. Dalam usaha menerapkan nilai-nilai adat istiadat Bali. Hotel Resort yang dibangun di Kawasan Kuta membutuhkan pendekatan arsitektur regionalisme agar suatu bangunan dapat terpadu dan harmoni dengan lingkungan sekitar agar berguna untuk mendukung pelestarian adat istiadat Bali dengan menggunakan konsep Tri Hita Karana, konsep ini juga didasarkan dengan prinsip keselarasan dan keharmonisan.

B. STUDI PUSTAKA

B.1 Regionalisme

Arsitektur tradisional tidak menyatu dengan arsitektur modern karena pada setiap wilayah memiliki sebuah karakter arsitektur yang beragam. Selain itu perbedaan kondisi geografis serta perbedaan iklim yang membuat arsitektur tradisional memiliki beragam karakteristik. Maka diperlukan adanya arsitektur tradisional pada masa kini bertujuan untuk tetap menjaga nilai budaya dan lingkungannya.

Regionalisme adalah pertemuan wilayah yang dibedakan dari tempat kedekatan nilai budaya, geologis, pertukaran dan saling ketergantungan komunikasi, keuangan dan dukungan yang berguna dalam organisasi di seluruh dunia. (Raymond, dkk. 1973)

Arsitektur regionalsme merupakan kesadaran akan nilai budaya dan karakteristik pada lingkungannya. Penerapan arsitektur regionalisme dapat diartikan sebagai identitas pada suatu wilayah tertentu.

Terdapat lima proses penerapan regionalism yaitu: identitas regional, regionalisasi dan kesadaran. Kerjasama regional antar negara, integrasi regional dan kohesi regional dapat di dukung negara. Andrew Hurrel (1995)

(3)

464 Arsitektur yang berwawasan identitas

memilih kesamaan visi dengan gerakan arsitektur terutama didunia ketiga yang sering dilabel. Regionalisme adalah gerakan arsitektur tradisional dan merakyat yang dipercaya mampu mempresentasikan sosok arsitektur yang sudah terbukti ideal, sebuah keselarasan yang lengkap. Oleh karena itu pencapaian pada gerakan ini adalah untuk mengembalikan kesinambunan arsitektur masa kini dengan ciri khas arsitektur masa lampau pada wilayah tertentu yang dominan (regional kultur).

Siswanto (1997)

B.1 Regionalisme sebagai identitas bentuk

Pendekatan regionalisme merupakan ciri khas identitas regional yang dikembangkan pada masa arsitektur modern saat ini. Tujuan dari penerapan arsitektur regionalisme adalah penerapan unsur-unsur lokal pada suatu wilayah di tempat bangunan tersebut didirikan. Unsur- unsur tersebut dapat berupa bentuk bangunan, atap bangunan dan penggunaan elemen yang identik dengan lingkungan sekitar.

a. Concrete regionalisme

Wisma Dharmala Sakti (Sumber :

http://thebatabatastudiodesain.blogspot.com) Concrete regionalisme meliputi pendekatan terhadap ekspresi suatu wilayah dengan mencontoh bagian-bagian, nilai spiritual atau seluruh bagian dari bangunan tersebut. Bentuk yang diterapkan pada bangunan Wisma

Dharmala Sakti merupakan ekspresi pada lingkungan sekitarnya. Pemasangan kanopi tambahan berguna untuk adaptasi dengan iklim pada daerah Jakarta. Terdapat dua kolom yang berdekatan dengan tujuan agar menciptakan proporsi yang lebih baik.

b. Elektik

Elektik adalah bagian dari regionalisme yang lebih menekankan dalam segi bentuk atau bagian budaya pada wilayah tersebut dan diaplikasikan pada bangunannya. Seperti contoh pada bangunan rumah makan padang yang identik menggunakan atap gonjong.

Rumah makan Padang (Sumber :

https://shautp.wordpress.com/2019/01/18/73/)

c. Representatif

Representatif adalah bagian dari concrete regionalisme yang menekankan terhadap bagian-bagian yang menjadi identitas dari wilayah pada bangunan tersebut, seperti halnya patung Dwarapala yang di artikan sebagai patung penjaga pada bangunan tenik Bali.

Patung Dwarapala

(Sumber : https://etnis.id/mengenal-dwarapala- patung-penjaga-tempat-suci-di-bali/)

(4)

465 B.2 Regionalisme sebagai respon terhadap

iklim

Memahami suatu wilayah sebagai ekspresi terhadap lingkungan setempat. Dalam bukunya Genius Loci dijelaskan bahwa regionalisme merespon dari jiwa, ruang dan waktu. Genius loci adalah spirit of place yang diartikan sebagai semangat pada suatu tempat agar tempat tersebut dapat tetap hidup. Christian Norberg-Schulz (1976)

B.3 Regionalisme sebagai nilai budaya

Regionalisme sebagai nilai budaya dapat berupa penerapan zonasi Tri hita karana yang menjadi dasar penerapan site pada suatu wilayah agar terciptanya unsur budaya.

Budaya yang berkembang pada suatu wilayah diartikan sebagai sesuatu yang utuh dan berkaitan dengan beberapa aspek. Yaitu arsitektur mengekspresikan nilai-nilai budaya dan kebiasaan masyarakat dalam suatu wilayah, Amos Rapopot, House, Form and culture (1969).

C. METODE

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode kualitatif deskriptif, dilakukan dengan mendeskripsikan nilai-nilai regionalisme yang di terapkan pada bangunan.

Objek yang diteliti berdasarkan data premier dan sekunder menggunakan studi literatur tentang arsitektur regionalisme.

Setelah beberapa prinsip yang telah di deskripsikan maka akan di aplikasikan pendekatan arsitektur regionalisme pada bangunan hotel dan resort di kuta Bali.

D. HASILSTUDI/PEMBAHASAN

Pendekatan arsitektur yang diterapkan pada bangunan adalah Arsitektur Regionalisme dengan Konsep Tri Hita Karana, yang dimaksud adalah konsep pengembangan bangunan ini harus selaras atau menyesuaikan

dengan bangunan di lingkungan sekitarnya, maka harus ada citra kebudayaan lokal dan memperhatikan peraturan daerah agar tetap terciptanya citra bangunan dengan kebudayaan bali.

Aspek-aspek arsitektur regionalisme dalam segi bentuk, iklim dan budaya menjadi dasar dalam penerapan regionalisme pada bangunan hotel dan resort di kuta Bali. Dalam segi bentuk atap yang diterapkan berdasarkan lingkungan sekitar pada pantai Kuta Bali yaitu atap tajug dan limasan. Dalam segi budaya yang diterapkan merupakan sistem zonasi Tri Hita Karana sebagai penataan site.

Ornamen Patra

(Sumber : https://docplayer.info).

Ornamen patra ditampilkan pada bangunan hotel dan resort sebagai nilai representatif.

Ornamen patra merupakan

Penerapan ornamen patra menjadi simbol karakteristik adat istiadat di Bali. Kemungkinan penerapan ornamen patra menyesuaikan dengan konsep kosmologis tri angga yaitu kanista angga yang diartikan sebagai kaki, madyana angga yang di artikan sebagai badan ,dan utama angga yang di artikan sebagai kepala.

Kemungkinan penerapan ornamen pada 3 bagian

(5)

466 Atap Tajug dan Limasan

(Sumber :

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul ) Penerapan atap tajug pada bangunan resort, retail dan atap limasan pada bangunan hotel dan ballroom menjadikan kawasan hotel dan resort di kuta Bali selaras dengan karakter atap pada lingkungan sekitarnya.

Penerapan atap tajug pada bangunan retail dan resort maupun pada bangunan utama yaitu hotel menerapkan atap limasan sebagai implementasi terhadap pendekatan regionalisme sebagai identitas bentuk.

Konsep Tata Ruang (Sumber : buku etnik Bali )

Tri Hita Karana - Menciptakan harmoni dan keseimbangan antara 3 unsur kehidupan atma atau manusia, angga atau alam, dan khaya atau dewa-dewa. Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab

kebahagiaan itu bersumber pada keharmonisan hubungan.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis tersebut penerapan arsitektur regionalisme dan konsep Tri Hita karana pada bangunan hotel dan resort di Kuta Bali. Digunakan sebagai pendekatan dan kosep agar terciptanya keharmonisan dengan lingkungan dan sebagai upaya untuk melestarikan budaya Bali.

Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai regionalisme seperti regionalisme sebagai identitas bentuk, regionalisme sebagai respon terhadap iklim dan regionalisme sebagai nilai dan budaya diterapkan pada bangunan hotel dan resort dan kosep kosmologis keselarasan Tri Hita Karana.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan elemen-elemen lokal, penerapan karakter atap bali dan penerapan zona konsepsi Tri Hita karana dapat diartikan sebagai pendekatan dengan lingkungan sekitar sesuai dengan pendekatan regionalisme.

F. UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Tuhan pencipta alam semesta, atas rahmat dan karunianya peneliti mendapatkan ilmu & pengetahuan untuk menulis artikel ini. Peneliti berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung doa dan ide untuk penulisan.

Kemungkinan penerapan zonasi Tri Hita Karana

Zona utama

Zona madya

Zona nista

(6)

467 G. REFERENSI.

• Bali, G. (20015). Peraturan Daaerah Kota Denpasar Nomor 5

• Bali, G. (2009). Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun (2009) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.

• Bali, G. (20015). Peraturan Daaerah Kota Denpasar Nomor 5

• Dewi, N. L. S., & Sutrisna, I. K. (2014).

Pengaruh komponen indeks pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 3(3), 44443.

• Hurrell, A. (1995). Regionalism in theoretical perspective. Regionalism in world politics: Regional organization and international order, 37-73.

• Ilmiah, N., Sub, L (2015).Permukiman, B., & Line, B. Rumah Tradisional Bali.

(2015).

• Lawrence, R. J. (2019). House form and culture: what have we learnt in thirty years?.In Culture—Meaning

Architecture (pp. 53-76). Routledge.

• Norberg-Schulz, C. (1980). Genius loci- spirit of place: towards a phenomenology of architecture[extract]. Architectural Design, (7), 85-8.

• Pariwisata, D. (1988). Pariwisata tanah air Indonesia. Pariwisata Tanah Air Indonesia, 13.Perda Nomor 16. Tata ruang wilayah (2009)

• Raymond F. Hopkins dan Richard W.

Mansbach(1973). Pengertian regionalism.

• Statistik Badan P. (2012). Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Bali No.

44/08/51/Th. VI, 6 Agustus .

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hubungan pengetahuan penderita TB Paru dengan kepatuhan berobat di RS Siloam Palembang hasil uji statistik didapat nilai P (p Value ) = 0,01, berarti lebih

Selain bentuk di atas pihak sekolah juga menerapkan pembinaan kepribadian Lingkar Qur’an (LQ) diterapkan pada kelas 1 dan kelas 2 pada hari dengan cara mengelompokkan

Anda juga akan tahu cara Saya membangun akun publik dengan Ratusan Ribu Follower hanya dalam hitungan bulan Saya pun akan bagikan cara sahabat saya, seorang anak SMA,

Dalam membuat keputusan terhadap masalah dilema etik, perawat dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak bertentang dengan nilai-nilai

Permasalahan-permasalahan sosial tersebut, dapat diatasi atau setidaknya diminimalkan melalui komunikasi dua arah yang resiprokal, dinamis dan berkesinambungan antara

teknologi maka Pusat Inovasi LIPI memfasilitasi pengembangan hasil penelitian untuk diikutsertakan dalam kegiatan inkubasi dan alih teknologi guna menumbuhkan

Time Saver Standart of Building Types. McGraw Hill

berkat, rahmat dan kasih karunianya, sehingga penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Edukasi Pada Pasien Pengguna Antibiotik Tanpa Resep di Apotek “X” Wilayah